Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PRAKTIKUM PENYEHATAN UDARA

NH3

Dosen Pembimbing :
Khambali
Rachmaniyah
Disusun Oleh :
Kelompok B
1. Dwi Annarya N. (P27833317008) 10. Tegar Ardiansyah (P27833317027)
2. Linda Dwi M. (P27833317010) 11. Aprilia Putri A. (P27833317028)
3. Chandra B. P. (P27833317011) 12. Amira Balqis M. (P27833317030)
4. Feby Carira S. (P27833317013) 13. Galih Agata P. (P27833317031)
5. Nisrina Mufidah (P27833317014) 14. Dini Qurrotu A. (P27833317032)
6. Nur Afni F. (P27833317015) 15. Sayyidah N. (P27833317034)
7. Selly Widya W. (P27833317018) 16. Eliza Anvi I. (P27833317037)
8. Fachriyah A. P. (P27833317021) 17. Citra Mawar P. (P27833317038)
9. Zefanya M. A. (P27833317023)

PROGRAM STUDI D4 KESEHATAN LINGKUNGAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SURABAYA

TAHUN AKADEMIK 2018/2019


I. TUJUAN

II. WAKTU PELAKSANAAN


Hari, Tanggal :
Waktu :
Tempat :
III. DASAR TEORI
A. Sifat dan Karakteristik Ammonia (NH3)
Ammonia (NH3) merupakan gas yang tidak berwarna dengan titik didih
-330C. Gas amonia lebih ringan dibandingkan udara, dengan densitas kira-kira
0,6 kali densitas udara pada suhu yang sama. Bau yang tajam dari amonia dapat
dideteksi pada konsentrasi yang rendah 1-5 ppm. Amonia sangat beracun bagi
hampir semua organisme. Pada manusia, resiko terbesar adalah dari penghirupan
uap ammonia yang berakibat beberapa efek diantaranya iritasi pada kulit, mata
dan saluran pernafasan. Pada tingkat yang sangat tinggi, penghirupan uap amonia
sangat bersifat fatal. Jika terlarut di perairan akan meningkatkan konsentrasi
amonia yang menyebabkan keracunan bagi hampir semua organisme perairan
(Giddings 1973).
Kelarutan amonia sangat besar di dalam air, meskipun kelarutannya
menurun tajam dengan kenaikan suhu. Amonia bereaksi dengan air secara
reversibel menghasilkan ion amonium (NH4+) dan ion hidroksida (OH-)
(Giddings 1973).
B. Sumber dan Distribusi Ammonia (NH3)
Sumber utama gas amonia adalah industri kimia, kilang minyak, tungku
batu bara, kandang ternak, dan pembakaran bahan bakar. Amonia di atmosfer
berasal dari berbagai sumber, antara lain berasal dari dekomposisi kotoran,
Industri pembuatan pupuk, dan penggunaan pupuk. Dari sumber tersebut amonia
ditemukan di udara, tanah, dan air. Amonia ditemukan berbentu gas di dekat
lokasi limbah industri, di larutan air kolam atau badan air dekat limbah, dan
amonia juga ditemukan melekat pada partikel tanah di area pembuangan limbah
(Akhadi, 2009).
C. Dampak Ammonia (NH3)
Kadar amonia yang tinggi atau diatas 50 ppm dapat mengakibatkan iritasi
pada mata dan hidung, iritasi tenggorokan, batuk, nyeri dada hingga sesak nafas
(Mukono, 2003).
Pekerja dapat terpapar amonia dengan cara terhirup gas ataupun uapnya,
tertelan ataupun kontak dengan kulit, pada umumnya adalah melalui pernafasan
(dihirup). Ammonia dalam bentuk gas sangat ringan, lebih ringan dari udara
sehingga dapat naik, dalam bentuk uap, lebih berat dari udara, sehingga tetap
berada di bawah. Gejala yang ditimbulkan akibat terpapar dengan amonia
tergantung pada jalan terpaparnya, dosis, dan lama pemaparannya. Gejala-gejala
yang dialami dapat berupa mata berair dan gatal, hidung iritasi, gatal dan sesak,
iritasi tenggorokan, kerongkongan, dan jalan pernafasan terasa panas dan kering,
batuk-batuk. Pada dosis tinggi dapat mengakibatkan kebutaan, kerusakan paru-
paru, bahkan kematian, amonia juga dapat masuk ke dalam tubuh melalui kulit
(Mukono, 2003).
Efek merugikan yang paling penting dari paparan berlebihan amonia pada
manusia disebabkan oleh sifat iritasi dan korosifnya. Paparan gas amonia
menyebabkan luka bakar pada saluran pernapasan, kulit, dan mata. Amonia larut
dalam cairan yang ada di dalam kulit, selaput lendir, dan mata (Mukono, 2003).
Konsentrasi Efek bagi Manusia
0,5 – 1,0 ppm Bau mulai tercium
Bau dapat ditandai, pada umumnya tidak menimbulkan
25 – 50 ppm
dampak
Mengakibatkan iritasi ringan pada mata, hidung dan
50 – 100 ppm tenggorokan, toleransi dapat terjadi dalam 1-2 minggu tanpa
member dampak
Menimbulkan iritasi tingkat menengah pada mata, tidak
140 ppm menimbulkan dampak yang lebih parah selama kurang dari 2
jam
400 ppm Mengakibatkan iritasi tingkat menengah pada tenggorokan
Merupakan kadar yang memberikan dampak bahaya langsung
500 ppm
pada kesehatan
700 ppm Bahaya tingkat menengah pada mata
1000 ppm Dampak langsung pada jalan pernapasan
1700 ppm Mengakibatkan laryngospasm
Mengakibatkan nekrosis dan kerusakan jaringan permukaan
2500 ppm-
jalan pernapasan, sakit pada dada, edema paru, dan
5000 ppm
bronchospasm
5000 ppm Berakibat fatal dapat mengakibatkan kematian mendadak
Sumber: (Mukono, 2003).
D. Baku Mutu
Baku Mutu NH3 di Udara Ambien
PARAMETER* NILAI BATAS SATUAN
NH3 2.0 ppm
Ket: * Keputusan Menteri Negara Lingkugan Hidup No.50 Thn 1996 Tanggal 25 November

E. Pengendalian Dan Penanggulangan Ammonia (NH3)


Gas amoniak yang ada udara yang terhirup dalam konsentrasi dan jangka
waktu tertentu dapat merusak kesehatan organ tubuh dan menimbulkan bau yang
tidak sedap. Untuk menghindari dampak negatif yang ditimbulkannya perlu
dilakukan penanganan bau amoniak. Tindakan penanganan dapat dilakukan
secara fisik dan biologi (Akhadi, 2009).
 Fisik
Beberapa metode telah dikaji sebagai upaya pengendalian pencemaran
udara. menambahkan beberapa metode yang dapat digunakan untuk
menangani limbah gas antara lain :
1. Kondensasi: Limbah gas yang pekat dilakukan pendinginan dan
dikompres
2. Insinerasi: Terdiri dari insinerasi termal (700-1400°C) dan insinerasi
katalis (300-700°C dengan katalis platinum, palladium, dan rubidium).
3. Adsorpsi: Adsorpsi terjadi dalam bahan pada fixed atau fluidized bed
seperti karbon aktif atau zeolit dan sangat efektif untuk uap dengan
konsentrasi rendah.
4. Absorpsi: Penghilang limbah gas pencemar dengan larutan penyerap,
seperti air maupun pelarut organik (minyak silikon). Kesuksesan
ditentukan oleh afinitas polutan terhadap cairan.
5. Sistem membran: Menggunakan perbedaan tekanan pada dua sisi
membran. Tekanan aliran gas sekitar 310-1400 kPa.
Penanganan secara fisik masih meninggalkan residu lain yang dapat
menimbulkan masalah lain terhadap lingkungan (Akhadi, 2009).
 Biologi
Penanganan gas amoniak secara biologi lebih ramah lingkungan dan tidak
menghasilkan hasil buangan lagi. Teknologi penanganan bau secara biologi
antara lain biofiltrasi, biotrickling filter, dan bioscrubber. Biofilter merupakan
teknologi penanganan gas dengan melewatkan gas kontaminan ke media yang
berisi materi organik yang mengandung populasi mikroorganisme. Biofilter
mampu menghilangkan amoniak sekitar 95-98%, baik menggunakan material
organik dan anorganik . Biotrickling filter dan bioscrubber merupakan
teknologi penanganan amoniak secara biologi dengan mengimobilisasi bakteri
aktif pada permukaan biofilm dengan menggunakan media sintetik seperti
plastik dan keramik. rata-rata efisiensi penghilangan bau dengan
menggunakan Biotrickling filter dan bioscrubber adalah 70% (Akhadi, 2009).
IV. ALAT DAN BAHAN
A. Pengukuran Kadar gas NH3
Alat:
1. Midget impinge
2. Botol sampel Bahan:
3. SLM 1. Larutan absorben NH3
4. Psikrometer 2. Air
5. Anemometer 3. Label
B. Standarisasi absorben NH3
Alat:
1. Labu takar
2. Beaker glass
3. Pengaduk
4. Pipet volume
5. Pi-pump
6. Spektrofotometer
7. Cuvet
Bahan:
1. Larutan absorben NH3
2. Larutan H2SO4 0,01 N
V. PROSEDUR KERJA
A. Pengukuran Kadar gas NH3
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Menentukan lokasi tempat pengambilan sampel
3. Sambungkan alat midget impinger dengan listrik
4. Masukkan 10 ml larutan absorben NH3 ke dalam tabung impinger dengan
pipet volume, tutup midget impinger dan sambungkan dengan moisture
adsorber
5. Tekan tombol ON pada midget impinge
6. Lihat keadaan gelembung pada tabung impinger, atur kecepatan aliran udara
dengan memutar flow meter sesuai nomor tabung.
7. Catat awal Air Flowmeter
8. Tunggu selama 30 menit dengan melakukan pengukuran lain sepeti:
pengukuran kebisingan suara dengan SLM, pengukuran kecepatan angin
dengan anemometer, pengukuran kelembapan dan suhu kering dengan
psikrometer.
9. Setelah 30 menit, catat hasil akhir Air Flowmeter
10. Tekan tombol OFF pada midget impinge
11. Pindahkan hasil sampel ke dalam botol cokelat beretiket.
12. Periksa hasil sampel dengan spektrofotometer (panjang gelombang 550 nm)
13. Catat hasil pengukuran NH3
B. Standarisasi absorben NH3
1. Siapkan 4 labu ukur 25 ml
2. Beri etiket labu ukur sesuai dengan banyaknya larutan absorben NH3 yang
dituangkan
3. Masukkan larutan absorben NH3 ke dalam labu ukur (1 ml, 2 ml, 3 ml, 4 ml)
4. Tambahkan H2SO4 hingga batas labu ukur berukuran 25 ml
5. Kocok larutan pada labu ukur
6. Periksa hasil larutan dengan spektrofotometer (ppanjang gelombang 420 nm)
7. Catat hasil pengukuran NH3
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

VIII. DAFTAR PUSTAKA


Akhadi, Mukhlis, 2009. Ekologi Energi: Mengenali Dampak Lingkungan dalam
Pemanfaatan Sumber-Sumber Energi. Yogyakarta : Penerbit Graha Ilmu.
Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta: Kanisius
Giddings, J.S. 1973. Chemistry Man and Environmental Change. New York: Canfield
Press.
Mukono, 2003. Pencemaran Udara dan Pengaruhnya Terhadap Gangguan Saluran
Pernapasan. Surabaya : Airlangga University Pers.
Keputusan Menteri Negara Lingkugan Hidup No.50. 1996. Baku Tingkat Kebauan.
Jakarta.
IX. LAMPIRAN

Mengatur kecepatan
Masukkan 10 ml larutan
Mempersiapkan alat dan aliran udara dengan
absorben NH3 ke dalam
bahan memutar flow meter
tabung impinger
sesuai nomor tabung.
Melakukan pengukuran Melakukan pengukuran Melakukan pengukuran
dengan Anemometer dengan Psikrometer dengan SLM

Memasukkan larutan
Mempersiapkan larutan Memeriksa dengan
absorben NH3 ke dalam
absorben NH3 spektrofotometer
labu ukur

Anda mungkin juga menyukai