Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

PEMERIKSAAN K3 TERHADAP INDUSTRI RUMAH TANGGA KERUPUK

Dosen Pembimbing :

Winarko, SKM, M.Kes

Demes Nurmayanti, SKM, M.Kes

Disusun Oleh :

1. Amirah Balqis Mardhatillah (P27833317030)


2. Galih Agata Pascariti (P27833317031)
3. Dini Qurrotu A’yunin (P27833317032)

PRODI D-IV KESEHATAN LINGKUNGAN SURABAYA


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN SURABAYA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
TAHUN 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa dipanjatkan kepada Allah SWT, karena limpahan rakmat dan
taufik-Nya sehingga Laporan dengan judul “Pemeriksaan K3 terhadap Industri Rumah Tangga
Kerupuk” dapat diselesaikan tepat pada waktunya

Kami menyadari sepenuhnya bahwa tidak tertutup kemungkinan isi makalah ini belum
sesuai dengan harapan berbagai pihak, oleh karena itu membutuhkan saran dan kritik terutama
dari dosen pembimbing mata kuliah Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami dan umumnya bagi pembaca
lain nya. Kami ucapkan terimakasih.

Surabaya, 13 Mei 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 K3 dalam Industri Rumah Tangga
2.2 Manajemen Resiko
2.3 Pengukuran Pencahayaan
2.4 Pengukuran Kebisingan
2.5 Pengukuran Debu
2.6 Pengukuran Iklim Kerja
BAB III METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Lokasi Pelaksanaan
3.2 Alat dan Bahan
3.3 Prosedur Kerja
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.2 Pembahasan
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Heriyanto (2008) menjelaskan bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah
suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam upaya mencegah kecelakaan, kebakaran,
peledakan, pencemaran, penyakit akibat kerja, dan lain-lain. Inti dari K3 adalah tindakan
pencegahan kecelakaan atau accident prevention. Menurut King (1990), kecelakaan adalah suatu
kejadian tidak direncanakan yang dapat menyebabkan seseorang terluka atau kerusakan terhadap
properti. Kecelakaan dapat dicegah dengan cara menghilangkan penyebab dari kecelakaan
tersebut. Penyebab kecelakaan kerja, dapat diketahui dengan cara mengidentifikasi kondisi suatu
lingkungan pekerjaan melalui pemeriksaan atau kajian dan disimpulkan telah menunjukkan
melampaui batas aman, atau disebut juga bahaya (Heriyanto, 2008). Bahaya juga dapat diartikan
sebagai suatu kondisi yang memiliki potensi mengakibatkan terjadinya kerusakan atau cedera.
Sumber bahaya (hazard) yang teridentifikasi, harus dikendalikan ke tingkat yang memadai agar
tercipta suatu kondisi aman (safe). Pengendalian tersebut dilakukan dengan cara, mengukur
kemungkinan kerugian yang akan timbul jika sumber bahaya terjadi, atau disebut juga resiko
(Heriyanto, 2008).
Home industri adalah semua kegiatan ekonomi berupa pengolahan barang menjadi
bernilai tinggi untuk penggunanya, dilakukan oleh masyarakat pengusaha dari golongan ekonomi
lemah atau perusahaan kecil seperti industri rumah tangga dan kerajinan. Dikatakan sebagai
perusahaan kecil karena jenis kegiatan ekonomi ini dipusatkan dirumah. Umumnya industri
rumahan tergolong sector informal yang berproduksi secara unik, terkait dengan kearifan local,
sumber daya setempat dan mengedepankan buatan tangan. Industri semacam ini dapat dikelola di
dalam rumah sehingga bisa dipantau setiap saat.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja sangat erat hubungannya dengan para pekerja. Karena
bisa terpapar oleh mesin-mesin berbahaya. Pelayanan kesehatan kerja yang diberikan melalui
penerapan ergonomic diharapkan dapat meningkatkan mutu kehidupan kerja, sehingga
meningkatkan produktifitas kerja dan menurunkan prelavensi penyakit akibat kerja, proses kerja,
dan lingkungan kerja. Interaksi ini berjalan dengan baik apabila ketiga komponen tersebut di
persiapkan dengan baik.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja sangat berperan dalam menjamin adanya perlindungan
terhadap pekerja. Perlindungan terhadap tenaga kerja meliputi aspek-aspek yang cukup jelas
yaitu perlindungan atas keselamatan, kesehatan, pemeliharaan moral kerja, serta perlakuan yang
sesuai dengan martabat manusia dan moral agama. Perlindungan kesehatan dan keselamatan
tersebut dilakukan agar tenaga kerja secara aman melakukan pekerjaannya dengan kondisi
kesehatannya yang baik.
1.1 RumusanMasalah
1. Apa pengertian kesehatan dan keselamatan kerja ?
2. Bagaimana pengetahuan pekerja tentang kesehatan dan keselamatan kerja ?
3. Apa bahaya kondisi lingkungan pekerja ?
4. Bagaimana kondisi lingkungan kerja yang dikunjungi ?
5. Bagaimana penggunaan APD pekerja ?
6. Bagaimana keadaan iklim kerja di lingkungan pabrik kerupuk “Waluyo”?
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian kesehatan dan keselamatan kerja (K3).
2. Untuk mengetahui pengetahuan pekerja tentang K3.
3. Untuk mengetahui bahaya kondisi lingkungan pekerja.
4. Untuk mengetahui kondisi lingkungan kerja di pabrik kerupuk yang dikunjungi.
5. Untuk mengetahui penggunaan APD pada pekerja.
6. Untuk mengetahui keadaan iklim kerja di lingkungan pabrik kerupuk “Waluyo”

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Industri Rumah Tangga

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan Hak Asasi Manusia (HAM). Untuk itu,
kesadaran mengenai pentingnya K3 harus selalu di gugah, diingatkan, serta di budidayakan di
kalangan para pekerja. Pemahaman dan pelaksanaan K3 di perusahaan sangat diperlukan,
terutam dalam syarat - sayarat kerja. Hal ini berkaitan dengan masalah perlindugan tenaga kerja
terhadap kecelakan kerja, guna meminimalisir kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja, perlu
disosialisasikan pemahaman dan pelaksanaan K3 secara baik dan benar.

Dari kondisi di atas jika kita simpulkan dengan teori yang telah di kemukakan mengenai
kesehatan dan keselamatn kerja beserta resiko yang timbul akibat kerja sering kali terjadi di
divisi ini seperti; kebakaran mesin, ketakutan aliran listrik, terpotong, luka memar, keseleo, patah
tulang, kerugian alat tubuh, penglihatan dan pendengaran. Dari beberapa resiko tersebut operator
sering mengalami kejadian itu kebakaran mesin yang diakibatkan oleh terlalu panas suhu mesin
dan kebocoran saluran udara, ketakutan aliran ristri yang dapat menyebabkan kesetrum pun
pernah terjadi di akibatkan kebocoran kabel listrik dan penggunaan APD yang tidak standar,
tangan terpotong yang disebabkan akibat benturan dengan material maupun mesin yang
sangatlah besar, luka memar dan keseleo yang disebabkan benturan material dan kecerobohan
dalam bekerja, patah tulang karena terjepit material, kerusakan pada mata pun berpotensi disini
dimana prosese produksi berada di dalam ruangan yang tertutup dan penerangan yang kurang,
semenjak pemadaman bergilir perusahaan melakukan penghematan listrik dengan cara
penggunaan sensor listrik dan sering nyala mati, terkadang operator bekerja dengan lampu yang
redup, sedangkan ketelitian penglihatan sangantlah diperlukan akibatnya mata kekurangan
cahaya dan mengurangi fungsi penglihatan, pendengaran pun menjadi salah satu resiko yang
berpotensi karen dalam ruangan produksi suara mesin sangatlah besrisik akan tetapi sudah
dilengkapi dengan ear plug yang sesuai dengan standar.

2.2 Manajemen Resiko

Manajemen risiko adalah suatu upaya penerapan kebijakan peraturan dan upaya-upaya
praktis manajemen secara sistematis dalam menganalisa pemakaian dan pengontrolan risiko
untuk melindungi pekerja, masyarakat dan lingkungan. Tujuan dan sasaran manajemen risiko K3
(Keselamatan dan Kesehatan Kerja) adalah terciptanya sistem K3 (Keselamatan dan Kesehatan
Kerja) di tempat kerja yang melibatkan segala pihak sehingga dapat mencegah dan mengurangi
kecelakaan dan penyakit akibat kerja dan terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan
produktif. Pembangunan Ruko merupakan bangunan tinggi yang sangat berisiko dalam hal
kecelakaan kerja. Penggunaan teknologi tinggi dan metode pelaksanaan yang tidak akurat serta
kurang teliti dapat mengaki-batkan kecelakaan kerja. Untuk itu diperlukan penanganan terhadap
risiko K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja).

Frekuensi risiko dengan tingkat pengulangan yang tinggi akan memperbesar probabilitas
atau kemungkinan kejadiannya. Frekuensi kejadian boleh tidak dipakai seperti perumusan di
atas, karena itu risiko dapat dituliskan sebagai fungsi dari probabilitas dan konsekuensi saja,
dengan asumsi frekuensi telah termasuk dalam probabilitas. Nilai probabilitas adalah nilai dari
kemungkinan risiko akan terjadi berdasarkan pengalaman–pengalaman yang sudah ada,
berdasarkan nilai kualitas dan kuantitasnya. Jika tidak memiliki cukup pengalaman dalam
menentukan probabilitas risiko, maka probabilitas risiko harus dilakukan dengan hati–hati serta
dengan langkah sistematis agar nilainya tidak banyak menyimpang. Nilai konsekuensi dapat
diasumsikan dalam bentuk kompensasi biaya yang harus ditanggung atau dapat berupa tindakan
penanggulangan dangan cara lain dengan biaya yang lebih rendah.

2.3 Pengukuran Pencahayaan

Pencahayaan merupakan jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan
untuk melaksanakan kegiatan secara efektif. Pencahayaan atau penerangan adalah faktor yang
penting untuk menciptakan lingkungan kerja yang baik. Lingkungan kerja yang baik akan dapat
memberikan kenyamanan dan meningkatkan produktivitas pekerja. (Ristiyanti, 2014)
Pencahayaan yang kurang bagus tidak menyebabkan mata kita sakit, melainkan membuat
mata kita menjadi cepat lelah serta rasa yang kurang nyaman, sebaliknya pencahayaan yang
terlalu terang membuat kesilauan pada mata. Penerangan yang bagus merupakan salah satu
upaya menjaga kesehatan mata dan keselamatan kerja, selain itu akan meningkatkan
produktifitas kerja.
Tingkat pencahayaan pada suatu ruangan didefinisikan sebagai tingkat pencahayaan rata
– rata pada bidang kerja, dengan bidang kerja yang dimaksud adalah sebuah bidang horisontal
imajiner yang terletak setinggi 0,75 meter di atas lantai pada seluruh ruangan (SNI Tata Cara
Perancangan Sistem Pencahayaan Buatan pada Bangunan Gedung, 2000). Pencahayaan memiliki
satuan lux (lm/m²), dimana lm adalah lumens dan m² adalah satuan dari luas permukaan.
Pencahayaan dapat mempengaruhi keadaan lingkungan sekitar. Pencahayaan yang baik
menyebabkan manusia dapat melihat objek – objek yang dikerjakannya dengan jelas. (Suhadri,
2008)

2.4 Pengukuran Kebisingan


Kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki sehingga mengganggu atau
membahayakan kesehatan. Menurut keputusan menteri Negara lingkungan hidup nomor: KEP-
48/MENLH/11/1996, ambang batas kebisingan untuk Ruang Terbuka Hijau adalah 50 dB A.
Menurut SNI 7231:2009 tentang Metoda pengukuran intensitas kebisingan di tempat kerja,
kebisingan merupakan semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses
produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan
pendengaran.
Pengukuran Kebisingan bertujuan untuk mengetahui intensitas bising di lingkungan
kerja, digunakan Sound Level meter. Untuk mengukur nilai ambang pendengaran digunakan
Audiometer. Untuk menilai tingkat pajanan pekerja lebih tepat digunakan Noise Dose Meter
karena pekerja umumnya tidak menetap pada suatu tempat kerja selama 8 jam ia bekerja. Nilai
ambang batas ( NAB ) intensitas bising adalah 85 dB dan waktu bekerja maksimum adalah 8 jam
perhari.

2.5 Pengukuran Debu


Udara merupakan komponen lingkungan yang memiliki peranan sangat penting bagi
kehidupan manusia. Proses metabolisme dalam tubuh tidak akan dapat berlangsung tanpa
bantuan oksigen. Selain oksigen, polutan lain yang terdapat di udara dapat masuk ke dalam tubuh
bersama dengan mekanisme pernapasan. Polutan tersebut masih dapat dinetralisasi oleh tubuh
bila berada dalam batas kewajaran tertentu, namun bila sudah melebihi ambang batas, proses
netralisasi akan terganggu. Oleh sebab itu, kualitas udara perlu diperhatikan, sebab dapat
berpengaruh pada kesehatan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung (Fitria, dkk.,
2008). Kualitas udara dipengaruhi oleh banyak hal, salah satunya adalah polutan. Polutan dapat
berasal dari pembakaran, pemanasan, kegiatan transportasi, dan industri. Polutan tersebut
sebagian akan tertinggal di udara dan mempengaruhi kualitas lingkungan di sekitarnya,
sedangkan sebagian lain akan terbawa angin (Department for Environmental Food& Rural
Affairs, 2014).
Pengambilan/pengukuran kadar debu di udara biasanya dilakukan dengan metode
gravimetri, yaitu dengan cara menghisap dan melewatkan udara dalam volume tertentu melalui
saringan serat gelas/kertas saring. Alat-alat yang biasa digunakan untuk pengambilan sampel
debu total (TSP) di udara seperti :
a. High Volume Air Sampler (HVAS)
Alat ini menghisap udara ambien dengan pompa berkecepatan 1,1 - 1,7 m³/menit, partikel
debu berdiameter 0,1-10 mikron akan masuk bersama aliran udara melewati saringan dan
terkumpul pada permukaan serat gelas. Alat ini dapat digunakan untuk pengambilan
contoh udara selama 24 jam, dan bila kandungan partikel debu sangat tinggi maka waktu
pengukuran dapat dikurangi menjadi 6 - 8 jam.
b. Low Volume Air Sampler (LVAS)
Alat ini dapat menangkap debu dengan ukuran sesuai yang kita inginkan dengan cara
mengatur flow rate 20 liter/menit dapat menangkap partikel berukuran 10 mikron.
Dengan mengetahui berat kertas saring sebelum dan sesudah pengukuran maka kadar
debu dapat dihitung.
c. Low Volume Dust Sampler (LVDS)
Alat ini mempunyai prinsip kerja dan metode yang sama dengan alat low volume air
sampler.
d. Personal Dust Sampler (PDS)
Alat ini biasa digunakan untuk menentukan Respiral Dust (RD) di udara atau debu yang
dapat lolos melalui filter bulu hidung manusia selama bernafas. Untuk flow rate 2
liter/menit dapat menangkap debu yang berukuran < 10 mikron. Alat ini biasanya
digunakan pada lingkungan kerja dan dipasang pada pinggang pekerja karena ukurannya
yang sangat kecil.

2.6 Pengukuran Iklim Kerja

Dalam Keputusan Mentri Tenaga Kerja No. PER 13/MEN/X/2011 tentang iklmi kerja
adalah hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi
dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat pekerjaannya. Suhu
tubuh manusia dapat dipertahankan secara mentap oleh suatu system pengatur suhu. Suhu
mentap ini adalah akibat keseimbangan diantara panas yang dihasilkan didalam tubuh sebagai
akibat metabolism dan pertukaran panas diantara tubuh dengan lingkungan sekitar.

Nilai ambang batas iklim kerja, hal ini telah ditentukan dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja
Nomor : No. PER 13/MEN/X/2011, tentang nilai ambang batas factor fisika di tempat kerja,
pasal 1 ayat 9 berbunyi : Indeks suhu basah dan bola yang disingkat (ISBB)adalah parameter
untuk menilai tingkat iklim kerja yang merupakan hasil perhitungan antara suhu udara kering,
suhu basah alami, dan suhu bola.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu usaha untuk menjamin keselamatan yang
mencakup kesehatan dan keamanan seseorang baik sebelum ataupun sesudah melakukan
pekerjaan agar terhindar dari kecelakaan dan penyakit yang dapat disebabkan oleh pekerjaan
tersebut.
Pendekatan perilaku dan budaya banyak diterapkan karena masih melekatnya pandangan
yang menganggap bahwa penyebab kecelakaan banyak disebabkan oleh faktor perilaku
manusia dan juga belum membudayanya Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Berdasarkan hasil kegiatan praktek lapangan analisis dan pembahasan yang telah kami
lakukan, maka kami dapat menyimpulkan bahawa Penerapan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) pada Industri Rumah Tangga Kerupuk, sangat kurang menerapkan.
Jika Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di dalam Industri Rumah Tangga
masih kurang, bisa mengakibatkan Penyakit Akibat Kerja serta bisa menyebabkan
Kecelakaan Kerja yang fatal.
5.2 Saran
Dari kesimpulan diatas, maka saran kami agar Penerapan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) pada Industri Rumah Tangga Kerupuk dapat ditingkatkan dan diperbaiki serta
bisa diterapkan dengan benar dan standart peraturan yang berlaku, dan yang terpenting
adalah industri harus lebih memperhatikan kesejahteraan serta menjamin kesehatan para
pekerjanya, agar mereka dapat bekerja lebih baik lagi. Supaya meminimalisir terjadinya
Kecelakaan Kerja maupun Penyakit Akibat Kerja.
DAFTAR PUSTAKA

Bioetanol. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor : Bogor


Buchari. 2017. Kebisingan industri.Sumatra Utara: Universitas Sumatra Utara jurusan Teknik
Industri.

Dengan Keluhan Pernafasan Pada Pekerja Industri Kayu. Fakultas Kesehatan


Kania, astir. 2009. Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) Pada Industri Kecil Dan Menengah
Masyarakat : Universitas Airlangga
Rahmayanti, Dina. 2016. Analisis Bahaya Fisik: Hubungan Tingkat Pencahayaan dan Keluhan
Mata Pekerja pada Area Perkantoran Health, Safety, and Environmental (HSE) PT.
Pertamina RU VI Balongan. Padang: Universitas Andalas
Sudarmaji, anindya. 2015. Hubungan Karakteristik Pekerja Dan Kadar Debu Total

Sunandar. 2014. Iklim Kerja (Indeks Suhu Bola Basah). Fakultas Ilmu Kesehatan :
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai