Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

GANGGUAN KEPRIBADIAN AMBANG

Disusun oleh :

Melvin Yani - 01073170165

Pembimbing :

dr. Engelberta Pardamean, SpKJ

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA


PERIODE JANUARI – FEBRUARI 2019
SANATORIUM DHARMAWANGSA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

1
DAFTAR ISI

Daftar Isi .................................................................................................................... 2

Kata Pengantar ...........................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................5

2.1.Etiologi .............................................................................................5
2.2.Epidemiologi ....................................................................................9
2.3.Patofisiologi .....................................................................................9
2.4.Gambaran Klinis.............................................................................15
2.5.Diagnosis .........................................................................................15
2.6.Diagnosis banding ............................................................................16
2.7.Prognosis .........................................................................................17
2.8.Terapi..............................................................................................17
BAB III KESIMPULAN ......................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya, sehingga referat
dengan judul “Gangguan Kepribadian Ambang” dapat terselesaikan. Tidak lupa kami
ucapkan terima kasih kepada dr. Engelberta Pardamean, SpKJ atas bimbingannya, dan
seluruh pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan referat ini.
Kami menyadari dengan segala keterbatasan, referat ini masih jauh dari sempurna,
dan masih banyak yang perlu diperbaiki. Oleh karena itu sangat dibutuhkan saran dan kritik
yang membangun guna menambah ilmu dan pengetahuan kami dalam ruang lingkup ilmu
kesehatan jiwa terutama pada topik gangguan kepribadian ambang.
Semoga referat ini bermanfaat bagi para pembaca, dan akhir kata tak lupa kami
ucapkan terima kasih atas perhatiannya dan mohon maaf atas segala kekurangan yang ada.

Jakarta, Februari 2019

Penulis

3
BAB I
PENDAHULUAN

Kepribadian merupakan cara berpikir, merasakan dan berperilaku yang membuat


setiap individu berbeda satu sama alain. Kepribadian seseorang terbentuk dan dipengaruhi
dari pengalaman hidup, lingkungan, dan karakteristik yang diturunkan. Kepribadian
seseorang cenderung sama dari waktu ke waktu. Gangguan kepribadian adalah gangguan
dalam cara berpikir, berperilaku, merasakan dan berperilaku yang menyimpang dari harapan
budaya, dan menyebabkan kesulitan atau permasalahan dalam berfungsi, dan berlangsung
seiring waktu.
Gejala gangguan kepribadian adalah aloplastik (yaitu mampu mengadaptasi dan
mengubah lingkungan eksternal) dan ego-sintonik (yaitu dapat diterima oleh ego), mereka
dengan gangguan kepribadian tidak merasa cemas tentang prilaku maladaptifnya karena
orang tersebut tidak secara rutin merasakan sakit dari apa yang dirasakan oleh masyarakat
sebagai gejalanya,mereka sering kali dianggap sebagai tidak bermotivasi untuk pengobatan
dan tidak mampan terhadap pemulihan.3
Ganggguan kepribadian ambang adalah suatu pola yang menetap dari ketidakstabilan
hubungan interpersonal, gambaran diri dan afek dan impulsivitas yang nyata dimulai pada
masa dewasa awal dan bermanifestasi dalam berbagai konteks. DSM membagi gangguan
kepribadian menjadi 3 kelompok :
Kelompok A: Orang yang dianggap aneh atau eksentrik. Meliputi, gangguan kepribadian
Paranoid, skizoid, dan skizotipal
Kelompok B: Orang dengan perilaku yang terlalu dramatis, emosional, atau eratik (tidak
menentu). Meliputi gangguan kepribadian antisosial, ambang, histrionik, dan
narsistik.
Kelompok C: Orang yang sering kali tampak cemas dan ketakutan. Meliputi gangguan
kepribadian, dependen, dan obsesif komplusif.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Gangguan kepribadian ambang ( Borderline Personality Disorder ) adalah gangguan
kepribadian yang dikarakteristikkan dengan impulsivitas dan ketidakstabilan
hubungannya dengan orang lain dan mood. 1

2.2 ETIOLOGI
2.2.1 Faktor Genetik
Dikatakan bahwa – walaupun belum diketahui profil gen atau gen spesifik
yang secara langsung menyebabkan gangguan kepribadian ambang –
gangguan kepribadian ambang lima kali lebih umum terjadi pada individu
dengan anggota keluarga inti yang menderita gangguan kepribadian ambang –
sebelumnya, pernah dilakukan studi yang melibatkan kembar dan hasil studi
ini memberikan kesan bahwa gangguan ini memiliki sifat herediter yang kuat.
2.2.2 Faktor Lingkungan, Budaya dan Sosial
Orang yang memiliki pengalaman kejadian dramatis – seperti pelecehan
seksual, penganiayaan saat masa kecil atau diabaikan dan dipisahkan dari
orang tua – memiliki peningkatan risiko mengalami gangguan kepribadian
ambang.
2.2.3 Fungsi Otak
Beberapa studi menyatakan bahwa penderita gangguan kepribadian ambang
bisa memiliki perubahan struktural dan fungsional, terutama pada area yang
berperan dalam mengontrol impuls, pemilihan keputusan dan regulasi
emosional yang tidak terhubung secara optimal satu sama lain. Namun masih
belum jelas apakah perubahan-perubahan ini merupakan faktor risiko terhadap
gangguan atau disebabkan oleh gangguan kepribadian ambang.
Walaupun faktor-faktor ini mungkin dapat meningkatkan risiko individu, namun
bukan berarti hal ini akan berkembang menjadi gangguan kepribadian ambang.
Demikian pula, gangguan kepribadian ambang juga bisa berkembang pada individu
yang sebelumnya tidak memiliki faktor risiko ini. 1,2
5
Hormon
Orang yang menunjukkan ciri impulsif sering menunjukkan kadar testosteron, 17-
estradiol, dan estron yang meningkat. Pada primata bukan manusia, androgen
meningkatkan kemungkinan agresi serta perilaku seksual, tetapi peran testosteron
pada agresi manusia tidak jelas. Hasil DST abnormal pada beberapa pasien dengan
gangguan kepribadian ambang yang juga memiliki gejala depresif. 3
Monoamin Oksidase Trombosit
Rendahnya kadar monoamin oksidase (MAO) trombosit dikaitkan dengan aktifitas
dan sosialibilitas pada monyet. Mahasiswa dengan kadar MAO rendah melaporkan
adanya waktu lebih yang dihabiskan untuk aktifitas sosial daripada mahaasiswa
dengan kadar MAO trombosit yang tinggi. Rendahnya kadar trombosit juga telah
diperhatikan pada pasien dengan gangguan skizotipal.3
Neurotransmiter
Endorfin memiliki efek yang sama dengan morfin eksogen, seperti analgesia dan
penekan gairah (arousal). Tingkat endorfin endogen yang tinggi mungkin
berhubungan dengan orang-orang yang phlegmatis. Studi sifat kepribadian dan
sistem dopaminergik dan serotonergik mengindikasikan fungsi gairah-mengaktifkan
untuk neurotransmitter. Tingkat 5-hydroxyindoleacetic asam (5-HIAA), suatu
metabolit serotonin, adalah rendah pada orang yang mencoba bunuh diri dan pada
pasien yang impulsif dan agresif. Meningkatkan kadar serotonin dengan agen
serotonergik seperti fluoxetine (Prozac) dapat menghasilkan perubahan dramatis
dalam beberapa karakter kepribadian. Pada banyak orang, serotonin mengurangi
depresi, impulsif, dan dapat menghasilkan rasa kesejahteraan. Peningkatan
konsentrasi dopamin dalam sistem saraf pusat, yang diproduksi oleh psikostimulan
tertentu (misalnya, amfetamin) dapat menyebabkan euforia. Efek neurotransmitter
pada sifat kepribadian telah dihasilkan banyak perhatian dan kontroversi tentang
apakah sifat-sifat kepribadian bawaan atau diperoleh.3
Elektrofisiologi
Perubahan konduktansi listrik pada elektroensefalogram (EEG) terjadi pada beberapa
pasien dengan gangguan kepribadian, paling sering jenis antisosial dan borderline;
perubahan ini muncul sebagai gelombang lambat aktivitas di EEG.3

6
2.3 EPIDEMIOLOGI
Gangguan kepribadian ambang terjadi antara 2-3% dari populasi umum terutama
ditemukan di pusat kesehatan klinis. Gangguan kepribadian jenis ini lebih sering terjadi pada
perempuan daripada laki-laki: perempuan mempunyai kecenderungan 3 kali lebih rentan
dibandingkan laki-laki. Pada kebanyakan kasus, gangguan kepribadian ambang pertama kali
ditemukan pada usia akhir remaja; beberapa terjadi pada anak namun jarang terjadi pada
dewasa di atas 40 tahun.3

2.4 PATOFISIOLOGI
Regio Otak
Beberapa regio di otak diperkirakan berperan dalam perilaku manusia. Hasil
penelitian menggambarkan bahwa perilaku impulsif, disregulasi, dan kelainan kepribadian
adalah aspek utama gangguan kepribadian ambang. Gangguan kepribadian ini dapat
dipikirkan mempunyai profil neurobiologi yang unik.3Prefrontal korteks terutama korteks
prefrontal orbital dan korteks ventral media yang bersebelahan berperan dalam pengaturan
perilaku agresif. Aktivitas korteks prefrontal dimodulasi oleh traktus serotonergik yang naik
dari nukleus raphe di otak tengah, di mana badan-badan sel serotonergik terletak dengan
sinaps pada neokorteks, berlaku pada sejumlah reseptor terutama reseptor5-HT2a. Lesi pada
korteks prefrontal, terutama korteks orbito frontal, pada masa kanak awal dapat
bermanifestasi sebagai disinhibisi perilaku antisosial dan perilaku agresif pada masa
kehidupan selanjutnya. Sedangkan pengurangan massa abuabu di prefrontal telah
dihubungkan dengan defisit autonomik pada gangguan kepribadian antisosial dengan perilaku
agresif. Penelitian ini menyimpulkan bahwa korteks orbitofrontal dan media frontal yang
bersebelahan mempunyai pengaruh hambatan/inhibisi agresi untuk mengatur atau mengontrol
pelepasan agresi. Lesi pada korteks frontal telah lama dikenal berhubungan dengan perilaku
impulsif agresif. Kasus pertama dan paling terkenal berasal dari suatu kasus dari tahun 1800-
an. Seorang pekerja bernama Phineas Gage berperilaku bermusuhan dan agresif secara verbal
setelah mengalami luka tembus di lobus frontal otaknya karena kecelakaan saat bekerja.
Phineas Gage kemudian berubah dari seseorang yang sebelumnya serius, aktif dalam bekerja,
dan energik menjadi seorang yang bermusuhan, kekanakan, tidak bertanggung jawab dan
berperilaku agresif.4,5
Penelitian modern menyimpulkan bahwa lokasi luka saat itu terdapat pada bagian
anterior dan mesial dari korteks orbitofrontal, juga mengenai girus cinguli anterior dan
korteks frontal anterior dan yang berhubungan di mesial. Banyak laporan lain menyimpulkan
7
bahwa luka atau pembedahan pengangkatan daerah korteks frontal terutama orbitofrontal
akan menyebabkan perilaku agresif.5 Salah satunya adalah impulsivitas pada pasien
gangguan kepribadian ambang serupa dengan akibat kerusakan pada korteks orbitofrontal.
Namun hal lain yang merupakan karakteristik utama gangguan kepribadian ambang,
misalnya tingginya emosional, tidak terdapat pada pasien dengan kerusakan korteks
orbitofrontal. Pasien dengan gangguan kepribadian ambang juga mempunyai
ketidakseimbangan neurokimiawi dan hiperaktivitas amigdala yang tidak terdapat pada
pasien dengan kerusakan korteks orbitofrontal. Hubungan timbal balik antara korteks
orbitofrontal dan amigdala mungkin berperanan dalam mengatur respons emosional dan
perilaku. Disfungsi sirkuit limbik-orbitofrontal mungkin terlibat dalam gangguan kepribadian
ambang. Terdapat penelitian yang menyatakan amigdala dan korteks orbitofrontal bertindak
sebagai bagian dari sistem neuron yang terintegrasi, sebagai penunjuk pembuatan keputusan
dan seleksi respons adaptif berdasarkan gabungan penguatan stimulus. Gangguan kepribadian
ambang mempunyai beberapa defisit yang dapat dihubungkan dengan fungsi yang
ditunjukkan oleh korteks orbitofrontal. Kekurangan ini mungkin berhubungan dengan volume
korteks orbitofrontal yang lebih kecil atau terhadap aktivitas yang rendah di korteks
orbitofrontal.6

Penelitian lebih lanjut untuk mengetahui regio di otak yang berhubungan dengan
perilaku impulsif agresif dilakukan dengan menggunakan bantuan positron emission
tomography (PET) scan. Dari penelitian itu didapatkan bahwa terdapat pengurangan aktivitas
di daerah korteks prefrontal pada pasien dengan gangguan bipolar, pasien dengan gangguan
kepribadian yang dikarakteristikan dengan perilaku impulsif agresif, orang dengan masalah
alkohol yang berperilaku impulsif dan agresif, pembunuh yang impulsif, dan pasien rawat
dengan perilaku kekerasan. 7
Beberapa penelitian menggunakan fenfluramine sebagai zat serotonergik yang dapat
meningkatkan aktivitas sistem serotonergik dan meningkatkan metabolisme dan atau aliran
darah di korteks orbitofrontal pada subjek yang normal. Fenfluramine meningkatkan
akitivitas serotonergik dengan cara pelepasan langsung serotonin, menghalangi pengambilan
kembali serotonin dari celah sinaps, atau mungkin dengan kerja di reseptor. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa setelah pemberian fenfluramine terdapat aktivitas metabolik yang
rendah pada pasien dengan perilaku impulsif agresif dibandingkan dengan subjek yang
normal. Perbedaan aktivitas metabolisme ini secara nyata terdapat di regio ventral medial
frontal, girus cinguli tengah kanan dan kiri atas, dan lobus parietal kanan atas. Metabolisme
8
yang meningkat setelah pemberian fenfluramine juga terdapat pada daerah korteks prefrontal,
orbitofrontal kiri, dan daerah lateral hemisfer kanan subjek normal. Hal ini tidak ditemukan
pada subjek dengan perilaku impulsif agresif. Pada penelitian ini didapatkan respons
metabolik yang tumpul terhadap fenfluramin terdapat secara khusus pada bagian orbital dan
regio prefrontal yang berhubungan seperti halnya pada korteks cinguli. Penelitian
sebelumnya mengenai hubungan antara fenfluramine dengan perilaku agresif impulsif
berfokus pada respons prolaktin terhadap fenfluramine. Namun respons prolaktin terhadap
fenfluramine tidak mencerminkan sirkuit otak yang terpengaruh pada modulasi perilaku
agresif. Respons metabolik glukosa terhadap fenfluramine mendasari suatu tes yang lebih
langsung dan sensitif terhadap respons pembentukan serotonin. Mekanisme pasti yang
bertanggungjawab terhadap respons metabolik terhadap fenfluramine belum ditentukan.
Reseptor serotonergik multipel termasuk 5-HT1a, 5-HT1b, 5-HT2a, dan 5-HT2c terdapat di
korteks serebral. Bergantung pada regio otak, dosis, dan spesifisitas reseptor agonis
serotonergik, reseptor-reseptor ini mungkin berperan dalam meningkatkan atau menurunkan
aktivitas metabolisme glukosa serebral. Suatu penelitian terhadap primata memperlihatkan
bahwa perilaku agresif primata berhubungan secara terbalik dengan jumlah reseptor 5-HT2 di
korteks orbitofrontal posterior, korteks frontal media, dan amigdala; hubungan itu tidak
ditemukan di daerah otak yang lain. Sebaliknya jumlah reseptor 5-HT2 di korteks frontal
orbital posterior, postrerior temporal, dan amigdala secara langsung berhubungan dengan
perilaku prososial. Penemuan itu mendukung hipotesis bahwa efek serotonin secara spesifik
terhadap perilaku bergantung pada regio yang dipengaruhinya. Sebagai contoh, kadar
serotonin yang tinggi di korteks orbital menyebabkan perilaku yang kooperatif sedangkan
sebaliknya kadar serotonin yang rendah di korteks orbital menyebabkan perilaku agresif. 6,7,8
2.5 GAMBARAN KLINIS
Individu dengan gangguan kepribadian ambang membuat usaha berlebihan untuk
menghindari penelantaran baik bersifat nyata ataupun khayalan semata ( kriteria 1).
Persepsi akan penolakan atau perpisahan yang akan datang, atau kehilangan struktur
eksternal, bisa berujung pada perubahan gambaran diri, afek, kognisi dan perilaku.
Individu- individu ini menjadi sangat sensitif terhadap keadaan lingkungan. Mereka
mengalami ketakutan berlebih akan penelantaran dan amarah yang tidak wajar saat
menghadapi perpisahan dalam waktu singkat atau ketika terjadi perubahan rencana
yang tidak bisa dihindari ( rasa panik atau marah ketika seseorang yang penting bagi
mereka terlambat beberapa menit atau harus membatalkan janji temu ). Mereka
mempercayai bahwa ‘penelantaran’ mengimplikasikan bahwa mereka ‘buruk’.
9
Ketakutan akan penelantaran ini berhubungan dengan ketidakmampuan menyendiri dan
perasaan membutuhkan orang lain bersama mereka. Usaha berlebih mereka untuk
menghindari penelantaran bisa dilihat pada perilaku penderita yang cenderung impulsif
seperti melukai diri sendiri hingga mutilasi atau perilaku kecenderungan bunuh diri (
kriteria 5 ).
Individu dengan gangguan kepribadian ambang memiliki pola hubungan yang tidak
stabil dan intens ( kriteria 2 ). Mereka dapat mengidealisasikan orang yang berpotensi
sebagai pengasuh dalam pertemuan pertama atau kedua, membutuhkan menghabiskan
banyak waktu bersama dan membagikan detail pribadi pada tahap awal hubungan.
Namun, mereka dapat berubah secara cepat dari mengidealisasikan orang lain hingga
mendevaluasi, merasa bahwa orang lain tidak cukup peduli terhadap dirinya, tidak
cukup memberi, tidak cukup kehadirannya. Individu-individu ini bisa berempati dengan
orang lain, tapi hanya dengan ekspektasi bahwa orang tersebut akan mendampingi
sebagai balasannya untuk memenuhi kebutuhan mereka. Individu- individu ini rentan
mengalami perubahan pandangan mereka terhadap orang lain secara mendadak dan
dramatis. Terdapat pergantian mendadak dan dramatis terhadap gambaran diri, yang
dikarakteristikkan dengan perubahan target. Bisa juga terjadi perubahan mendadak
dalamopini dan rencana mengenai karir, identitas seksual, dan tipe-tipe teman.
Walaupun biasanya mereka mengalami gambaran diri sendiri yang jahat, terkadang
individu dengan gangguan kepribadian ini dapat merasa bahwa mereka tidak esksis.
Individu dengan gangguan kepribadian ambang menunjukkan impulsifitas minimal
pada dua area yang sifatnya berpotensi merusak diri sendiri ( kriteria 4 ). Berjudi,
berhura-hura, binge eating, penggunaan zat-zat terlarang, seks bebas, berkendara secara
ugal-ugalan. Individu dengan gangguan kepribadian ini menunjukkan perilaku,gestur,
ancaman, kecenddrungan bunuh diri atau mutilasi diri sendiri secara berulang.
Tindakan mutilasi diri sendiri dapat terjadi saat pengalaman disosiatif dan sering
memberikan dampak kelegaan dengan menegaskan kembali kemampuan untuk
merasakan.
Pasien gangguan kepribadian ambang hampir selalu tampak berada dalam keadaan
krisis. Pergeseran mood sering dijumpai. Pasien dapat bersikap argumentatif pada suatu
waktu dan terdepresi pada waktu selanjutnya dan selanjutnya mengeluh tidak memiliki
perasaan pada waktu yang lainnya. Pasien mungkin memiliki episode psikiatrik singkat
(disebut mikropsikotik), bukannya serangan psikotik yang sepenuhnya dan gejala
psikotik pada pasien ganggguan kepribadian ambang hampir selalu terbatas, cepat atau
10
meragukan. Sifat menyakitkan dari kehidupan mereka dicerminkan oleh tindakan
merusak diri sendiri yang berulang. Pasien tersebut mungkin mengiris pergelangan
tangannya sendiri dan melakukan tindakan mutilasi diri lainnya untuk mendapatkan
bantuan dari orang lain, untuk mengekspresikan kemarahan atau untuk menumpulkan
mereka sendiri dari afek yang melanda. Karena mereka merasakan ketergantungan dan
permusuhan, pasien gangguan kepribadian ambang memiliki hubungan interpersonal
yang rusuh. Secara fungsional, pasien gangguan kepribadian ambang mengacaukan
hubungan mereka sekarang ini dengan memasukkan setiap orang dalam kategori baik
atau jahat.1,2

2.6 DIAGNOSIS
Dalam mendiagnosis gangguan kepribadian ambang di dalam klinis sehari-hari, diperlukan
suatu pedoman diagnositik yang terdapat antara lain dalam Diagnostic and Statistic Manual
of Mental Disorder V- Text Revised (DSM V-TR) dan PPDGJ III/ICD 10.11 Berdasarkan DSM
DSM V-TR, gangguan kepribadian ambang adalah adalah suatu pola yang menetap dari
ketidakstabilan hubungan interpersonal, gambaran diri dan afek dan impulsivitas yang nyata
dimulai pada masa dewasa awal dan bermanifestasi dalam berbagai konteks. Seperti
diindikasikan oleh lima atau lebih dari hal-hal yang tercantum dalam Gambar 1.

11
Gambar 1. Kriteria diagnosis Gangguan Kepribadian Ambang ( DSM V) 10

2.7 DIAGNOSIS BANDING


2.7.1 Gangguan Bipolar dan Depresi
Gangguan kepribadian ambang sering terjadi bersamaan dengan gangguan
bipolar atau gangguan depresi, dan ketika memenuhi kriteria untuk keduanya,
keduanya dapat dijadikan diagnosa. Karena manifestasi klinis yang bersifat
potong lintang dapat ditiru oleh episode gangguan bipolar atau gangguan
depresi.
2.7.2 Gangguan Kepribadian Lainnya
Gangguan kepribadian lainnya yang sering dibingungkan dengan gangguan
kepribadian ambang karena mereka memiliki beberapa persamaan fitur.
Sehingga penting untuk membedakan gangguan ini berdasarkan perbedaan
yang terdapat pada karakteristik fitur.
Walaupun gangguan kepribadian histrionik juga dikarakteristikkan dengan
tindakan mencari perhatian, manipulatif, dan pergeseran emosi yang cepat,
gangguan kepribadian ambang dapat dibedakan dari ciri penghancuran diri,

12
gangguan amarah dalam hubungan dengan orang dekat, perasaan kehampaan
dan kesendirian yang kronis.
Ide paranoid atau ilusi dapat terjadi pada gangguan kepribadian ambang dan
gangguan kepribadian skizotipal, namun gejala-gejala ini lebih bersifat
transien, reaktif interpersonal, dan responsif terhadap struktur eksternal pada
gangguan kepribadian ambang.
Reaksi marah terhadap stimulus minor merupakan karakteristik yang terdapat
pada gangguan kepribadian paranoid dan narsisistik, namun stabilitas relatif
terhadap gambaran diri, begitu juga dengan kecenderungan rendah akan
perusakan diri, impulsifitas dan ketakaukan akan ditelantarkan yang
membedakan gangguan-gangguan ini dengan gangguan kepribadian ambang.
Walaupun gangguan kepribadian antisosisal dengan gangguan kepribadian
ambang sama-sama dikarakteristikkan dengan perilaku manipulatif, individu
dengan gangguan kepribadian antisosial melakukan tindak manipulatif untuk
mencapai keuntungan, kekuasaan, dan kepuasan material, dimana tujuan
tindak manipulatif pada individu dengan gangguan kepribadian ambang lebih
mengarah untuk mendapatkan perhatian dari kerabat.
Baik gangguan kepribadian dependen dan gangguan kepribadian ambang,
keduanya dikarakteristikkan dengan ketakukan akan ditelantarkan; namun,
individu dengan gangguan kepribadian ambang bereaksi terhadap
penelantaran dengan perasaan hampa, marah dan tuntutan, sedangkan individu
dengan gangguan kepribadian dependen meningkatkan ketenangan dan
ketundukan dan kemudian mencari hubungan pengganti untuk memberikan
pengasuhan dan dukungan. Selain itu, gangguan kepribadian ambang memiliki
pola hubungan yang tidak stabil dan intens.
2.7.3 Gangguan Penggunaan Zat
Gangguan kepribadian ambang harus dapat dibedakan dengan gejala-gejala
yang dapat berkembang pada pengguna zat persisten.
2.7.4 Permasalahan Identitas
Gangguan kepribadian ambang harus dapat dibedakan dari permasalahan
identitas yang biasa terjadi pada masa perkembangan – seperti masa remaja –
dan belum dapat dikualifikasikan sebagai gangguan mental.

13
2.8 PROGNOSIS
Gangguan ini cukup stabil; pasien sedikit berubah dari waktu ke waktu. Studi longitudinal
menunjukkan tidak adanya peningkatan ke arah skizofrenia, tetapi pasien memiliki insiden
yang tinggi untuk episode gangguan depresi berat. Diagnosis ini biasanya ditegakkan
sebelum usia 40 tahun, ketika pasien mencoba membuat pilihan pekerjaan, perkawinan, dan
pilihan lain serta tidak mampu menghadapi tahap normal siklus kehidupan.3

2.9 TERAPI
American Psychiatric Association menyarankan kombinasi antara psikoterapi dengan
pengobatan farmakologis untuk hasil yang optimal sebagai pengobatan untuk gangguan
kepribadian ambang. Walaupun tidak ada penelitian tentang kombinasi terapi ini namun
pendapat lama mengatakan bahwa terapi obat membantu psikoterapi dan begitu juga
sebaliknya.12
Pasien dengan gangguan kepribadian ambang mempunyai respons yang baik terhadap
obat golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) dengan perbaikan pada
kemarahan, perilaku agresif impulsif (terutama agresi verbal), dan afek yang labil. 8,10 Obat ini
membantu psikoterapi dengan mengurangi “suara-suara afektif” seperti kemarahan yang
menetap, kecemasan atau disforia, yang mencegah pasien untuk tidak merefleksikan hal
tersebut ke dunia internal mereka. Juga terdapat bukti bahwa SSRI menstimulasi
neurogenesis, terutama di hippocampus, yang memperbaiki memori deklaratif verbal.
Sebagai tambahan, SSRI dapat mengurangi hiperaktivitas aksis Hipothalamic Pituitary
Adrenal (HPA) dengan mengurangi hipersekresi Corticotropine Releasing Factor (CRF).9,

1. Farmakoterapi
Farmakoterapi berguna untuk menghadapi ciri kepribadian khusus yang menganggu fungsi
keseluruhan pasien. Antipsikotik telah digunakan untuk mengendalikan kemarahan,
permusuhan dan episode psikotik singkat. Antidepresan memperbaiki mood depresi yang
lazim ada pada pasien dengan gangguan kepribadian ambang. Inhibitor MAOI efektif di
dalam mengubah perilaku impulsif pada beberapa pasien. benzodiazepin, terutama
alprazolam (Xanax), membantu ansietas dan depresi, tetapi pasien lain menunjukkan
disinhibisi dengan golongan obat ini. Antikonvulsan seperti carbamazepine (Tegretol) dapat
memperbaiki fungsi global untuk beberapa pasien.
14
2. Psikoterapi
Psikoterapi untuk pasien dengan gangguan kepribadian ambang adalah sedang diteliti secara
intensif dan telah menjadi terapi pilihan. Untuk hasil terbaik, farmakoterapi telah
ditambahkan di dalam regimen terapi.
Psikoterapi sama sulitnya bagi pasien maupun terapis. Pasien mudah mengalami
regresi, mengeluarkan impulsnya, dan menunjukkan transference positif atau negatif
terfiksasi atau labil, yang sulit dianalisis. Identifikasi proyektif juga dapat menyebabkan
masalah countertransference yaitu ketika terapis tidak menyadari bahwa pasien secara tidak
sadar mencoba memaksanya untuk melakukan perilaku tertentu. Pemisahan sebagai
mekanisme defensi membuat pasien berselang-seling mencintai dan membenci terapis serta
orang lain di dalam lingkungan tersebut. Pendekatan berorientasi realitas lebih efektif
daripada interprestasi mendalam mengenai ketidaksadaran.
Terapis menggunakan terapi perilaku untuk mengendalikan impuls dan ledakan
kemarahan pasien serta untuk mengurangi sensitivitas mereka terhadap kritik dan penolakan.
Pelatihan keterampilan sosial, terutama dengan memutar rekaman video kilas balik,
bermanfaat untuk memungkinkan pasien terlihat bagaimana tindakan mereka memengaruhi
orang lain, sehingga memperbaiki perilaku interpersonal mereka.
Pasien dengan gangguan kepribadian ambang sering membaik di dalam lingkungan
rumah sakit tempat mereka mendapatkan psikoterapi intensif baik secara individual maupun
kelompok. Di rumah sakit mereka juga dapat berinteraksi dengan petugas yang telah terlatih
dari berbagai disiplin dan dapat memperoleh terapi pekerjaan, rekreasi, serta kejuruan.
Program seperti ini terutama membantu jika lingkungan rumah mengganggu rehabilitasi
pasien, seperti adanya konflik di dalam keluarga atau stres lain seperti penganiayaann oleh
orang tua. Di dalam lingkungan rumah sakit yang terlindungi, pasien yang sangat impulsif,
merusak diri, atau memutilasi diri dapat diberikan batasan, dan tindakan mereka dapat
diamati. Dalam keadaan ideal, pasien tetap di rumah sakit sampai mereka menunjukkan
perbaikan yang nyata, pada beberapa kasus sampai 1 tahun. Pasien kemudian dapat
dipulangkan untuk menjalani sistem dukungan khusus seperti rumah sakit seharian, rumah
sakit malam hari, dan rumah singgah (halfway house).
Suatu bentuk psikoterapi tertentu yang disebut dialectical behavioral therapy (DBT)
telah digunakan untuk pasien ambang, terutama mereka yang memiliki perilaku parasuicide
seperti sering memotong-motong.3

15
BAB III
KESIMPULAN

Ganggguan kepribadian ambang adalah suatu pola yang menetap dari ketidakstabilan
hubungan interpersonal, gambaran diri dan afek dan impulsivitas yang nyata dimulai pada
masa dewasa awal dan bermanifestasi dalam berbagai konteks.
Penyebab yang pasti gangguan kepribadian ini sendiri masih dipertanyakan. Namun,
belakangan ini para peneliti melakukan pendekatan biologis yang lebih mendalam dengan
hipotesis adanya keterlibatan baik unsur fungsi otak, neurotransmiter, genetik, dan faktor
linkungan social.
Pengobatan gangguan kepribadian ambang adalah dengan kombinasi antara
psikoterapi dan pengobatan farmakologis untuk hasil yang optimal. Salah satu ciri gangguan
kepribadian adalah egosintonik dimana penderita tidak merasa cemas tentang prilaku
maladaptifnya meski telah menyebabkan gangguan bagi orang sekitar. Hal ini lah yang
menjadi salah satu penyebab sulitnya psikoterapi pada orang dengan gangguan kepribadian.

16
DAFTAR PUSTAKA
1. Mangindan L. Gangguan Kepribadian. Dalam : Elvira SD, Hadisukanto G. Buku Ajar
Psikiatri. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2004.h. 329-34.
2. Maramis WF. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press;
2004.h. 282-7.
3. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry: Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition. England: Lippincott Williams & Wilkins;
2007
4. Kusumawardhani AA. Neurobiologi Gangguan Kepribadian Ambang: Pendekatan
Biologis Perilaku Impulsif dan Agresif. Jakarta: Departemen Psikiatri Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.2007.h.124-8.
5. Belgard FE, Davis JE. Personality disorder: Borderline. E-medicine last updated
September 27th, 2005. Diunduh dari http:/ www.emedicine.com
6. Berlin HA, Phil D, Rolls ET, et al. Borderline personality disorder, impulsivity, and
the orbitofrontal cortex. Am J Psychiatry 2005;162:2360-73
7. Carlson NR. Physiology of Behavior. 8th ed. Boston: Pearson Education,Inc;
2004.p.350-3
8. New AS, Siever LJ. Neurobiology and genetic of borderline personality disorder.
Diunduh dari http:/www.imaging_ genetics.co.id
9. Manuck SB, Flory JD, McCaffrey JM, et al. Aggression, impulsivity and central
nervous system serotonergic responsivity in a nonp
10. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistic Manual of Mental
Disorder IV- Text Revised (DSM V-TR). Washington DC: American Psychiatric
Association; 2000

17

Anda mungkin juga menyukai