Anda di halaman 1dari 25

CLINICAL SCIENCE SESSION

* Kepaniteraan Klinik Senior/ G1A216097 / Juni 2017


** Pembimbing/ dr.Budi Justitia, Sp.OT

Simple Bone Cyst

Putri Iffah Musyahrofah, S. Ked *


dr. Budi Justitia, Sp.OT **

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU BEDAH RSUD RADEN MATTAHER JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2017
LEMBAR PENGESAHAN
CLINICAL SCIENCE SESSION
“SIMPLE BONE CYST”

Oleh :
Putri Iffah Musyahrofah, S. Ked

Telah diterima dan dipresentasikan sebagai salah satu tugas Bagian IlmuBedah
RSUD Raden Mattaher Jambi Program Studi
Pendidikan Kedokteran Universitas Jambi

Jambi, Juli 2017


Pembimbing

dr. Budi Justitia, Sp.OT, M.Kes

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU BEDAH RSUD RADEN MATTAHER JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2017
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas izin dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan CSS/Referatyang berjudul
Simple Bone Cyst.
Penulisan CSS/Referat ini dibuat dan disusun untuk memenuhi serta
melengkapi syarat menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Bedah
RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi. Dalam pembuatan dan penulisan
CSS/referat ini, penulis banyak menerima bantuan oleh berbagai pihak, baik
berupa saran, masukan, bimbingan, dorongan dan motivasi secara moril, serta data
maupun informasi. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa
terima kasih kepada dr. Budi Justitia, Sp.OT, M.Kes atas bimbingan yang
diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan CSS/referat ini serta kepada
semua pihak yang telah membantu.
Sepenuhnya penulis menyadari CSS/referat ini masih jauh dari sempurna
dan masih banyak memiliki kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik
yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk memperbaiki dan
menyempurnakan penulisan CSS/referat ini. Terlepas dari segala kekurangan
yang ada, semoga CSS/referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Atas
perhatiannya penulis ucapkan terima kasih
Wassalamualaikum Wr.Wb
Jambi, Juli 2017

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Tumor tulang merupakan kelainan pada sistem muskuloskeletal yang


bersifat neoplastik. Tumor dapat bersifat jinak atau ganas. Sel sel tumor
menghasilkan faktor faktor yang dapat merangsang fungsi osteoklas, sehingga
menimbulkan resorbsi tulang yang dapat terlihat pada radiogram.Namun, ada
beberapa tumor yang menyebabkan peningkatan aktivitas oesteoblas dengan
peningkatan densitas tulang. Pada umumnya, tumor tulang dapat dikenali dari
adanya massa pada jaringan lunak disekitar tulang, deformitas tulang, nyeri, atau
fraktur patologis.1
Simple Bone Cyst merupakan kista tulang jinak yang secara primer terjadi
pada anak dan dewasa. Simple Bone Cyst merupakan rongga dalam tulang yang
berisi cairan, walaupun kista ini dapat terjadi pada tulang manapun, namun
biasanya lebih sering pada tulang panjang yaitu proksimal humerus, proksimal
femur dan proksimal tibia.1
Simple bone cyst telah dilaporkan dapat terjadi pada semua jenis tulang di
tubuh, terutama tulang panjang seperti humerus dan femur. Kista ini terjadi pada
pasien yang berusia 10 dan 20 tahun. Prevalensi kista tulang sederhana lebih
banyak pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan rasio 3:2. Kista tulang
sederhana normalnya tidak dapat menghasilkan gejala-gejala namun sering
ditemukan pada saat pemeriksaan radiologi untuk penyakit yang lain. Nyeri,
edema, parastesi, dan fraktur pathologis dilaporkan jarang terjadi.1,2
Pada beberapa kasus, simple bone cyst asimptomatis dan sering ditemukan
secara tidak sengaja saat pemeriksaan x-ray yang tidak terkait dengan
pemeriksaan tumor. Pada kasus ini dapat terjadi kelemahan tulang dan fraktur
tulang. Dari seluruh kemungkinan etiologi yang berbeda, teori trauma hemoragic
adalah teori yang telah diterima oleh banyak peneliti. Teori ini menyatakan bahwa
trauma pada tulang dapat memprovokasi fraktur menghasilkan
hematomintraosseus. Jika hematoma tidak sembuh dengan baik, maka hematom
dapat mencair dan kemudian akan membentuk defek kistik.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Struktur dan Fungsi Tulang


2.1.1 Anatomi dan Histologi Tulang
Tulang merupakan salah satu jaringan terkeras dalam tubuh manusia dan
kemampuannya untuk menahan stress diposisi ke dua setelah kemampuan tulang
rawan terutama tulang rawan jenis fibrouscartilage. Sebagai unsur utama
kerangka tubuh, tulang berfungsi untuk menyokong struktur-struktur tubuh
lainnya, melindungi organ-organ vital seperti yang terdapat di dalam rongga
tengkorak dan dada, serta mengandung sum-sum tulang tempat di mana sel-sel
darah dibentuk.3
Dalam tubuh manusia terdapat 206 tulang yang diklasifikasikan menurut
bentuknya menjadi tulang panjang (seperti femur), tulang pipih atau flat (seperti
panggul), tulang pendek (seperti tulang tangan dan kaki) dan tulang yang tidak
beraturan (vertebrae).3
1. Tulang panjang, yaitu tulang yang berbentuk silindris, yang terdiri dari
bagian diafisis dan epifisis yang berfungsi untuk menahan berat tubuh dan
sangat berperan dalam pergerakan. Disebelah proksimal dari epifisis
terdapat metafisis. Diantara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang
rawan yang tumbuh, yang disebut dengan lempeng epifisis atau lempeng
pertumbuhan. Tulang panjang bertumbuh karena akumulasi tulang rawan
di lempeng epifisis. Tulang rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang
dihasilkan oleh osteoblast, dan tulang memanjang. Epifisis dibentuk dari
spongy bone (cancellous atau trabecular). Pada masa remaja akhir tulang
rawan habis, lempeng epifisis berfusi dan kemudian tulang berhenti
bertumbuh. Pada tulang panjang juga terdapat kanalis medularis yang
berisi sumsum tulang.
2. Tulang pendek, yaitu tulang yang berstruktur kuboid yang biasanya
ditemukan berkelompok yang berfungsi memberikan kekuatan dan
kekompakan pada area yang pergerakkannya terbatas. Inti terdiri dari
cancellous (spongy) dengan suatu lapisan luar yang padat. Contoh tulang
pergelangan tangan dan kaki.
3. Tulang pipih, yaitu tulang yang strukturnya mirip lempeng yang berfungsi
untuk memberikan suatu permukaan yang luas untuk perlekatan otot dan
memberikan perlindungan. Terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan
tulang cancellous sebagai lapisan luarnya. Contoh sternum, scapulae, iga
dan tulang tengkorak.
4. Tulang irregular, yaitu tulang yang bentuknya tidak beraturan dengan
struktur tulang yang sama dengan tulang pendek. Contoh tulang panggul
dan vertebrae.
5. Tulang sesamoid, yaitu tulang kecil bulat yang masuk dalam formasi
persendian yang bersambung dengan kartilago, ligament atang tulang
lainnya. Misalnya tulang Patella.

Gambar 2.1 Penampang Tulang


Pemahaman tentang suplai darah tulang membantu untuk menjelaskan
penyebaran dan keterbatasan infeksi, penyembuhan patah tulang, dan keterlibatan
tulang dengan neoplasma primer atau sekunder. Metafisis terutama disuplai oleh
arteri yang masuk dari diafisis dan berakhir pada lempeng epifisis. Epifisis
menerima suplai darah dari anastomosis pembuluh darah yang luas. Kortek
diafisis, dipasok oleh pembuluh yang masuk melalui kanal Volkmann dan
berkomunikasi dengan sistem Haversian. Arteri yang fungsinya memberi nutrisi
memasuki kanal meduler pada sekitar tengah diafisis, membagi, dan meluas baik
distal dan proksimal. Pertukaran metabolisme kalsium dan fosfor terjadi terutama
pada metafisis. Pembuluh getah bening yang ada di jaringan ikat yang melapisi
periosteum, tetapi tidak di korteks atau medula.3
Klasifikasi tulang berdasarkan histologi, yaitu :4
a. Tulang imatur (non-lamellar bone, woven bone, fiber bone)
Tulang ini pertama-tama terbentuk dari osifikasi endokondral pada
perkembangan embrional dan kemudian secara berlahan-lahan menjadi
tulang yang matur dan pada umur satu tahun tulang imatur tidak terlihat
lagi.Tulang imatur ini mengandung jaringan kolagen dengan substansi
semen dan mineral yang lebih sedikit dibandingkan dengan tulang matur.
b. Tulang matur (mature bone, lamellar bone)
i. Tulang kortikal (cortical bone, dense bone, compacta bone); terlihat
padat tanpa rongga.
ii. Tulang trabekuler ( cancellous bone, trabecular bone, spongiosa);
terlihat banyak rongga yang saling berhubungan.

Secara histologik perbedaan tulang matur dan imatur terutama dalam


jumlah sel, jaringan kolagen, dan mukopolisakarida.Tulang matur ditandai dengan
sistem Haversian atau osteon yang memberikan kemudahan sirkulasi darah
melalui korteks yang tebal.Tulang matur kurang mengandung sel dan lebih
banyak substansi semen dan mineral dibanding dengan tulang imatur. Secara
Mikroskopis tulang terdiri dari:4
a. Sistem Haversian: saluran yang berisi serabut saraf, pembuluh darah,
aliran limfe
b. Lamella: lempeng tulang yang tersusun konsentris
c. Lacuna: ruangan kecil yang terdapat di antara lempengan yang
mengandung sel tulang
d. Kanalikuli: memancar di antara lacuna dan tempat difusi makanan sampai
ke osteon.

Gambar 2.2 Struktur tulang

Jenis sel-sel tulang, yaitu :4


1. Osteoblas: berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan
matrik tulang. Matrik tulang tersusun atas 98% kolagen dan 2% substansi
dasar (glukosaminoglikan/asam polisakarida dan proteoglikan). Matrik
tulang merupakan kerangka dimana garam garam mineral ditimbun
terutama calsium, fluor, magnesium dan phosphor.
2. Osteosit: sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai pemeliharaan
fungsi tulang dan terletak pada osteon (unit matrik tulang). Osteon yaitu
unit fungsional mikroskopik tulang dewasa yang di tengahnya terdapat
kapiler dan disekeliling kapiler tedapat matrik tulang yang disebut lamella.
Di dalam lamella terdapat osteosit, yang memperoleh nutrisi lewat
prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang
menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak kurang lebih 0,1
mm).
3. Osteoklas: sel-sel besar berinti banyak memungkinkan mineral dan matriks
tulang dapat diabsorpsi, penghancuran dan remodeling tulang. Tidak
seperti osteoblas dan osteosit, osteoklas mengikis tulang.

Gambar 2.3 Sel-sel tulang

Jaringan tulang berkembang dari osifikasi intramembranosa, yang terjadi di


dalam suatu lapisan (membrane) jaringan penyambung, atau dengan osifikasi
endokondral, yang terjadi di dalam suatu model tulang rawan. Dalam kedua
proses ini, jaringan tulang yang muncul pertama kali primer atau imatur.
Merupakan suatu jaringan sementara dan segera digantikan oleh jenis tulang
definitif yang berlapis-lapis. Selama pertumbuhan tulang, daerah tulang primer,
daerah resorpsi, dan daerah tulang yang berlapis-lapis tampak saling
berdampingan. Kombinasi sintesis dan perusakan tulang tidak hanya terjadi di
dalam tulang yang sedang tumbuh tetapi juga terjadi selama kehidupan dewasa,
meskipun kecepatan perubahannya jauh lebih rendah.4

2.1.2 Fungsi Tulang


Rangka tubuh manusia memiliki fungsi utama sebagai berikut:3
a. Memberi bentuk tubuh
Rangka menyediakan kerangka bagi tubuh sehingga menyokong dan menjaga
bentuk tubuh.
b. Tempat melekatnya otot
Tulang-tulang yang menyusun rangka tubuh manusia menjadi tempat
melekatnya otot. Tulang dan otot ini bersama-sama memungkinkan terjadinya
pergerakan pada manusia.
c. Pergerakan
Pergerakan pada hewan bertulang belakang (vertebrae) bergantung kepada
otot rangka, yang melekat pada rangka tulang.
d. Sistem kekebalan tubuh
Sumsum tulang menghasilkan beberapa sel-sel imunitas. Contohnya adalah
limfosit B yang membentuk antibodi.
e. Perlindungan
Rangka tubuh berfungsi untuk melindungi beberapa organ vital, misalnya
tulang tengkorak untuk melindungi otak, tulang rusuk, tulang belakang dan
tulang dada untuk melindungi paru-paru dan jantung
f. Produksi sel darah
Rangka tubuh adalah tempat terjadinya haematopoiesis, yaitu tempat
pembentukan sel darah. Sumsum tulang merupakan tempat pembentukan sel
darah merah.
g. Penyimpanan
Matriks tulang dapat menyimpan kalsium dan terlibat dalam metabolisme
kalsium. Sumsum tulang mampu menyimpan zat besi dalam bentuk ferritin
dan terlibat dalam metabolisme zat besi.

2.1.3 Klasifikasi dan Jenis-Jenis Sendi


Sendi merupakan pertemuan antara dua tulang atau lebih.Sendi
memberikan segmentasi pada rangka manusia dan kemungkinan variasi
pergerakan serta variasi pertumbuhan. Dikenal 5 jenis sendi dengan karakteristik
yang berbeda, yaitu:3
a. Sindesmosis: sendi dimana dua tulang ditutupi hanya oleh jaringa fibrosa
b. Sinkondrosis: sendi dimana kedua tulang ditutupi oleh tulang rawan.
Lempeng epifisis merupakan suatu sinkondrosis yang bersifat sementara yang
menghubungkan antara epifisis dan metafisis serta memberikan kemungkinan
pertumbuhan memanjang pada tulang.
c. Sinostosis: bila sendi mengalami obliterasi dan terjadi penyambungan antara
keduanya, maka keadaan ini disebut sinostosis.
d. Simfisis: suatu jenis persendian dimana kedua permukaannya ditutupi oleh
tulang rawan hialin dan dihubungkan oleh fibrokartilago serta jaringan
fibrosa yang kuat.
e. Sendi synovial: sendi dimana permukaannya ditutupi oleh tulang rawan hialin
dan pinggirnya ditutupi oleh kapsul sendi berupa jaringan fibrosa dan di
dalamnya mengandung cairan synovial.

2.1.4 Proses Pembentukan Tulang


Osifikasi adalah sebuah proses pembentukan tulang. Pembentukan tulang
dimulai dari perkembangan jaringan penyambung seperti tulang rawan (kartilago)
yang berkembang menjadi tulang keras. Pertumbuhan tulang bermula sejak umur
embrio 6-7 minggu dan berlangsung sampai dewasa. Pertumbuhan tulang ini akan
lengkap pada bulan ketiga kehamilan. Pertumbuhan tulang bayi di dalam rahim
dipengaruhi oleh hormon plasenta dan kalsium. Setelah anak lahir, proses
pertumbuhan tulangnya diatur oleh hormon pertumbuhan, kalsium, dan aktivitas
sehari-hari. Osteoblas dan osteoklas berperan dalam proses pembentukan tulang,
dimana keduanya bekerja secara bertolak belakang (osteoblas memicu
pertumbuhan tulang, sedangkan osteoklas menghambat pertumbuhan tulang) agar
tercapai proses pembentukan tulang yang seimbang.5
Osifikasi dimulai dari sel-sel mesenkim memasuki daerah osifikasi, bila
daerah tersebut banyak mengandung pembuluh darah akan membentuk osteoblas,
bila tidak mengandung pembuluh darah akan membentuk kondroblas.5
Pada awalnya pembuluh darah menembus perichondrium di bagian tengah
batang tulang rawan, merangsang sel-sel perichondrium berubah menjadi
osteoblas. Osteoblas ini akan membentuk suatu lapisan tulang kompakta,
perichondrium berubah menjadi periosteum. Bersamaan dengan proses ini pada
bagian dalam tulang rawan di daerah diafisis yang disebut juga pusat osifikasi
primer, sel-sel tulang rawan membesar kemudian pecah sehingga terjadi kenaikan
pH (menjadi basa) akibatnya zat kapur didepositkan, dengan demikian
terganggulah nutrisi semua sel-sel tulang rawan dan menyebabkan kematian pada
sel-sel tulang rawan ini. Kemudian akan terjadi degenerasi (kemunduran bentuk
dan fungsi) dan pelarutan dari zat-zat interseluler (termasuk zat kapur) bersamaan
dengan masuknya pembuluh darah ke daerah ini, sehingga terbentuklah rongga
untuk sumsum tulang. 5
Pada tahap selanjutnya pembuluh darah akan memasuki daerah epifise
sehingga terjadi pusat osifikasi sekunder, terbentuklah tulang spongiosa. Masih
tersisa tulang rawan dikedua ujung epifise yang berperan penting dalam
pergerakan sendi dan satu tulang rawan di antara epifise dan diafise yang disebut
dengan cakram epifise. Selama pertumbuhan, sel-sel tulang rawan pada cakram
epifise terus-menerus membelah kemudian hancur dan tulang rawan diganti
dengan tulang di daerah diafise, dengan demikian tebal cakram epifise tetap
sedangkan tulang akan tumbuh memanjang. Pada pertumbuhan diameter (lebar)
tulang, tulang didaerah rongga sumsum dihancurkan oleh osteoklas sehingga
rongga sumsum membesar, dan pada saat yang bersamaan osteoblas di periosteum
membentuk lapisan-lapisan tulang baru di daerah permukaan.5

Gambar 2.4 Proses pertumbuhan tulang

Jadi pembentukan tulang keras berasal dari tulang rawan (kartilago yang
berasal dari mesenkim). Kartilago memiliki rongga yang akan terisi olehosteoblas
(sel-sel pembentuk tulang). Osteoblas membentuk osteosit (sel-sel tulang). Setiap
satuan sel-sel tulang akan melingkari pembuluh darah dan serabut saraf
membentuk sistem havers. Matriks akan mengeluarkan kapur dan fosfor yang
menyebabkan tulang menjadi keras5.
Jenis osifikasi: 4,5
a. Osifikasi endokondral
Osifikasi endokondral adalah pembentukan tulang dari tulang rawan
Osifikasi endokondral terjadi di dalam suatu potongan tulang rawan hialin yang
bentuknya mirip ukuran kecil tulang yang akan dibentuk. Jenis osifikasi ini
terutama bertanggung jawab untuk pembentukan tulang pendek dan tulang
panjang. Tulang panjang dibentuk dari model tulang rawan dengan pelebaran
ujung-ujung (epifisis) suatu batang silindris (diafisis). Dalam pertumbuhan jenis
ini, urutan kejadian yang dapat diperhatikan adalah: (1). Kondrosit yang terdapat
pada bagian tulang rawan hialin mengalami hipertropik dan memulai sintesa
kolagen X dan vascular endothelial cell growth factor (VEGF); (2). Pembuluh
darah pada perikondrium memasuki bagian tengah dari tulang rawan, dimana
matriks akan mengalami kalsifikasi, osifikasi primer terbentuk; (3). Sel-sel
perikondrium bagian dalam membentuk bagian periosteal yang tipis pada titik
tengah poros tulang atau diafisis, periosteal akan membentuk tulang woven,
dengan pertumbuhan tulang intramembranosa yang nantinya akan menjadi
periosteum; (4). Pembuluh darah menginvasi rongga yang sebelumnya dibentuk
oleh kondrosit yang hipertropik dan sel-sel osteoprogenitor, dan sel-sel
hematopoetik yang menembus jaringan perivaskular; dan (5). Sel-sel
osteoprogenitor yang berdifferensiasi menjadi osteoblas yang tumbuh sejajar
dengan kalsifikasi tulang rawan dan akan menempati osteoid.3,5
b. Osifikasi intramembranosus
Osifikasi intramembranosus pembentukan tulang dari mesenkim, seperti
tulang pipih pada tengkorak. Osifikasi intramembranosa juga membantu
pertumbuhan tulang pendek dan penebalan tulang panjang. Di dalam lapisan
lapisan jatringan penyambung tersebut, titik permulaan osifikasi disebut sebagai
pusat osifikasi primer. Proses ini mulai ketika kelompok-kelompok sel yang
menyerupai fibroblast muda berdifferensiasi menjadi osteoblas. Kemudian terjadi
sintesa osteoid dan kalsifikasi, yang menyebabkan penyelubungan beberapa
osteoblas yang kemudian menjadi osteosit. Bagian lapisan jaringan penyambung
yang tidak mengalami osifikasi menghasilkan endosteum dan periosteum tulang
intramembranosa.
c. Osifikasi heterotopic
Osifikasi heterotopic pembentukan tulang di luar jaringan lunak

2.2 Simple Bone Cyst


2.2.1 Definisi
Simple bone cyst/ solitary bone cyst/unilateral bone cyst merupakan suatu
rongga didalam tulang yang dibatasi oleh membrane yang tipis dan berisi cairan.
Simple bone cyst merupakan lesi menyerupai tumor yang bersifat jinak, berisi
cairan yang dikelilingi oleh fibrosa, sering terjadi pada anak-anak dan tidak
diketahui asalnya. Dari keseluruhan klasifikasi tumor, simple bone cyst
merupakan tumor-like lesion. Cavitas kista biasanya berisi sejumlah kecil cairan
bening serous. Pada fraktur patologis kista berisi darah.Kista dapat meluas tetapi
tidak pernah penetrasi pada korteks tulang. kista ini biasanya terjadi pada tulang
panjang anak yang sedang tumbuhterutama pada bagian tasa tulang humerus (50-
60%) atau bagian atas femur (25-30%). Pada orang dewasa cenderung pada tulang
pipih (seperti panggul, rahang, tengkorak, atau tulang rusuk), tulang calcaneus.6
Kista tulang soliter diklasfikaskan menjadi dua yaitu ; aktif dan laten.
Kista aktif adalah kista yang berada dekat dengan lempeng epifisis dan cenderung
tumbuh hingga mengisi keseluruhan diafisis dan corpus tulang, tergantung pada
tingkat invasif kista, ini dapat menyebabkan fraktur patologis atau dapat
menghancurkan lempeng epifisis dan menimbulkan pemendekan tulang
permanen. Sedangkan kista laten berlokasi jauh dari lempeng epifisis dan lebih
mudah sembuh dengan terapi.6

2.2.2 Epidemiologi
Simple bone cyst biasanya muncul pada dekade satu dan dua yaitu pada
anak-anak yang belum mengalami maturitas tulang. Kista sering terjadi pada anak
usia 5-15 tahun, dengan rata-rata umur adalah 9 tahun. Simple bone cyst
menyerang pada laki-laki 2 kali lebih sering dibandingkan wanita. Lesi ini
merupakan 3% dari seluruh jenis tumor tulang. Lebih sering terjadi pada tulang
panjang, proksimal humerus dan proksimal femur.Kista biasanya berada di regio
metafisis dan di tengah kanalis medularis tulang panjang.Pasien > 20 tahun sering
menderita kista tulang sederhana pada pelvis dan kalkaneus. Pasien jarang
mengalami multiple lesi.6,7
Pada tumor jinak tulang, Simple bone cyst menempati urutan ketiga atau
keempat pada anak setelah osteochondroma dan fibroma. Lesi ini bisa terjadi
bersamaan dengan tumor jinak lain seperti fibroma non-osifikasi.7

2.2.3 Etiologi dan Patofisiologi


Penyebab Simple bone cyst masih belum diketahui. suatu teori menyatakan
bahwa kista muncul dari growth palatae yang berlebihan atau kantong yang
abnormal dari jaringan synovial yang melindungi sendi. Menurut penelitian
Cohen bahwa penyebab Simple bone cyst adalah blokade dari drainase cairan
intersisial pada wilayah tulang yang mengalami pertumbuhan dan remodelling
cepat. Tetapi beberapa penelitian menyatakan adanya hubungan dengan trauma.
Teori trauma hemoragik telah didemonstrasikan bahwa trauma pada tulang tidak
mampu menyebabkan fraktur sehingga terbentuk hematom intraosseous. Jika
hematome ini tidak pulih ia dapat mencair, dengan akibat terbentuknya defek
kistik. Teori lainnya menyebutkan adanya iskemia nekrosis sumsum tulang dan
perubahan metabolisme tulang menyebabkan osteolisis, deformitas vaskular
intraosseous, lesi neoplastk degeneratif jinak, perubahan metabolisme kalsium,
infeksi low-grade, obstruksi vena dan tumor tulang dapat menimbulkan
degenerasi kistik. Teori lain menyatakan adanya perbedaan tekanan parsial
oksigen(PaO2) di arteri dan vena pada kista tulang sehingga menyebabkan
obstruksi vena.1,7
Patogenesis Simple bone cyst masih belum diketahui. Pada pemeriksaan
secara umum, kista mengekspansi korteks tulang. Periosteum yang intak
terbungkus dengan lapisan kortikal tipis. Kista biasanya berisi cairan serous
jernih, pada beberapa kasus produk darah dapat ditemukan dalam cairan bila
sebelumnya telah didahului oleh fraktur. Membran dengan ketebalan yang
berbeda membatasi dinding dalam kista tersebut. Septum fibrosa dapat terbentuk
bila sebelumnya terdapat fraktur , sehingga menghasilkan gambaran kista yang
multilokuler.2

2.2.4 Gejala Klinis


Kebanyakan Simple bone cyst tidak menimbulkan gejala dan ditemukan
secara kebetulan. Beberapa kista ditemukan setelah tulang patah, katena tidak
menimbulkan gejala. Pasien mungkin menyadari adanya pembengkakan yang
sedikit nyeri pada area tulang jika kista menyebabkan tulang melebar. Gambaran
klinis yang sering dijumpai pada kelaiann ini adalah adanya fraktur patologis.
Kelainan ini sering terjadi pada tulang panjang, terutama pada bagian atas tulang
panjang. Kebanyakan kista tulang sederhana bersifat asimptomatik. Lesi yang
besar menimbulkan penipisan tulang dan menjadi fraktur sehingga dapat muncul
nyeri ringan atau keterbatasan gerak.6

2.2.5 Diagnosis Banding


1. Aneurisma bone cyst
Aneurysmal Bone Cyst adalah lesi kistik meluas dapat terjadi di setiap tulang
dalam tubuh. Pada pemeriksaan fisik teraba massa yang nyeri vdan terdapat
darah dan jaringan fibrosa. Hasil rontgenditandai dengan meluas melampaui
kartilago metafisis.8
Gambar 2.6 Rontgen Aneurysmal Bone Cyst pada Metacarpal
2. Tumor sel raksasa (giant cell tumor)
Tumor sel raksasa terjadi di epiphyses pada skeletal pasien dewasa dan
terdapat Stroma sel mononuklear dan giant cell multinuclear.2

2.2.6 Diagnosis
Dari anamnesis diketahui adanya riwayat trauma. Pemeriksaan rontgen
menunjukan lesi radiolusen di regio metadiafisis tulang panjang.Lesi memiliki
pinggir yang jelas dan meluas, menipis pada permukaan endosteum dari
korteks.Bagian lesi memiliki pinggir tulang sklerotik.Lesi terpusat pada kanalis
medularis dan berada disepanjang aksis longitudinal batang humerus.Tidak
terdapat perluasan ke arah lempeng epifisis atau adanya reaksi periosteum.Juga
tidak terdapat soft tissue swelling. Adanya fraktur patologis membuat pasien
mengeluh rasa nyeri.6
Pada gambaran rontgen juga dapat ditemukan fraktur fragmen kortikal.
Fragmen ini telah menetap pada dasar lesi yang mengindikasikan keberadaan
ruang cairan dan bukan tumor yang solid yang disebut "fallen fragment" yang
merupakan tanda dari kista tulang sederhana.7
Gambar 2.7 rontgen os tibia, kista tulang sederhana pada regio distal diametafisis
tibia
Ct scan dan MRI tidak rutin diperlukan, pemeriksaan ini digunakan hanya
untuk evaluasi spinal dan pelvis.Karena area ini sulit dievaluasi menggunakan
film biasa. Selain itu CT scan dan MRI dibutuhkan untuk menilai komplikasi
berupa fraktur. CT scan untuk mendapatkan potongan axial, coronal, dan sagittal
secara akurat. Selain itu juga untuk menilai kelainan lemak, otot, dan beberapa
organ lainnya. Magnetic resonance imaging digunakan untuk menentukan dengan
tepat lokasi kista, untuk menilai seberapa afgresif penyakit ini, dan menentukan
dengan baik bentuk serta ukuran kista. 9
Beberapa peneliti menganjurkan menilai indeks kista untuk memprediksi
risiko fraktur patologis di masa mendatang. Indeks kista adalah dimensi terluas
kista dibagi dengan diameter diafisis pada tulang yang sama.9

2.7 Tatalaksana
Tujuan terapi adalah untuk mencegah fraktur patologis, mengurangi
morbiditas, dan mengembalikan ke gaya hidup normal. Terapi berupa konservatif
ataupun operasi. Untuk lesi yang asimptomatik terapi yang dilakukan adalah
konservatif dan observasi radiologi.Fraktur pada ekstremitas atas dapat diterapi
secara konservatif.Lesi yang besar dan terletak di ekstremitas bawah dan lesi
simptomatik, diterapi dengan kuretase (dengan atau tanpa cangkok atau internal
fiksasi) atau dengan aspirasi dan injeksi (sering menggunakan steroid, aspirasi
sumsum tulang, demineralisasai matriks tulang). Indikasi operasi adalah ; nyeri
dan ada fraktur patologik atau adanya risiko fraktur seperi kista yang besar dengan
weight-bearing area.10
Tujuan intervensi operasi pasien dengan simple bone cyst bersifat
individualis.Lesi asimptomatik dengan perawatan yang baik pada penebalan
kortek hanya membutuhkan observasi.Lesi dengan penipisan korteks (dengan atau
tanpa nyeri) membutuhkan intervensi bedah. Selain itu ekstremitas atas vs
ekstremitas bawah pada anak yang lebih muda (lebih banyak membutuhkan
imobilisasi) dan anak yang lebih dewasa (lebih sedikit membutuhkan imobilisasi)
membutuhkan pertimbangan operasi.9,10
Injeksi steroid, kuretase dan cangkok tulang merupakan terapi definitif kista
tulang soliter.Kuretase memiliki risiko tinggi untuk fraktur berulang. Injeksi
kortikosteroid memberikan hasil penyembuhan yang memuaskan pada 67%
hingga 96% pasien, tetapi penyembuhan lengkap membutuhkan injkesi yang
multiple. Namun demikian baik operasi terbuka ataupun injeksi steroid
menunjukan 100 % keberhasilan. Jika kuretase dilakukan, cangkok atau substitusi
tulang juga harus dilakukan.9,10
Berikut ini penjelasan tentang ketiga jenis operasi :
 Kuratase :
Operasi dengan insisi atau membuka tulang untuk mendrainase cairan di dalam
kista.Sekali cairan telah di drainase, kuretase kemudian dilakukan dan garis
jaringan di kikis dari lesi, menggunakan kuret.
 Bone Grafting:
Cangkok tulang dilakukan setelah kuretase, ruang kosong ditransplantasi
dengan donor jaringan tulang, potongan tulang diambil dari tulang lain atau
dari materil buatan.
 Steroid injection:
Injeksi methylprednisolone acetate ke dalam lesi menolong mengurangi kadar
prostaglandin. Prostaglandin adalah asam lemak yang mengurangi kemampuan
kista intuk direabsorbsi ke dalam tulang.Untuk memulai operasi menggunakan
steroid, jarum biopsi diletakkan ke dalam kista dan cairan intersisial di
drainase.Kista kemudian diisi dengan kontras radiografi untuk menentukan
volume dan bentuk kista. Jika kista dapat diisi, injeksi methylprednisolone
acetate dilakukan untuk beberapa interval selama masa 6 – 12 bulan. Sekali
tingkat prostaglandin menurun, maka kista akan direabsorbsi ke dalam tulang
dan menghilang. Terapi menggunalan injeksi steroid lebih disukai dari pada
kuretase, tetapi terdapat risiko dari tindakan ini, diantaranya adalah fraktur dan
kekambuhan kista.
2.2.8 Prognosis
Hasil pengobatan bervariasi dengan lokasi atau ukuran kista dan usia pasien.
Kekambuhan tingkat kekambuhan lebih tinggi bila kista terjadi di humerus
proksimal daripada di tulang paha atau tibia.Bila kista terjadi pada tulang pipih,
kekambuhan jarang terjadi.Kista kecil memiliki tingkat kekambuhan yang lebih
rendah dibandingkan kista lebih besar. Kista yang terjadi pada pasien dalam
dekade 1 memiliki tingkat kekambuhan lebih tinggi.Tidak terjadi degenerasi ke
arah ganas pada kista tulang sederhana.10
Risiko kekambuhan adalah 17-50%, tergantung pada lokasi kista dan terapi
yang diberikan.Proksimal humerus memiliki kekambuhan tertinggi dibandingkan
dengan sisi lainnya.Faktor predisposisi dari kekambuhan adalah umur, kista di sisi
kanan, kista yang besar, kista multilokuler, dan fraktur.Kekambuhan sering terjadi
pada pasien yang berusia < 10 tahun. Kista tulang soliter menghilang pada usia>
25 tahun. Kekambuhan lebih sering pada perempaun dibandingkan laki-laki (30%
vs. 12.5%). Kista pada sisi kanan lebh sering kambuh mungkin karena
penggunaan tangan yang dominan. Kista aktif di dekat epifisis lebih sering
kambuh daripada kista laten yang tersebar dari epifisis. Kista multilokuler lebih
sering kambuh setelah kurtease karena dapat meninggalkan beberapa area di
belakang owing untuk penyembuhan garis fraktur lebih awal. Fraktur impacted
jarang kambuh karena kista akan obliterasi dengan kerusakan struktur kista
melalui penyembuhan tulang yang dipercepat. Pada fraktur unimpacted, kista
cenderung mempertahankan volume kista dan berisiko untuk fraktur ulang.10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Simple bone cyst/ solitary bone cyst/unilateral bone cyst merupakan suatu
rongga didalam tulang yang dibatasi oleh membrane yang tipis dan berisi cairan.
Simple bone cyst merupakan lesi menyerupai tumor yang bersifat jinak, berisi
cairan yang dikelilingi oleh fibrosa, sering terjadi pada anak-anak dan tidak
diketahui asalnya.
Simple bone cyst biasanya muncul pada dekade satu dan dua yaitu pada
anak-anak yang belum mengalami maturitas tulang. Kista sering terjadi pada anak
usia 5-15 tahun, dengan rata-rata umur adalah 9 tahun. Simple bone cyst
menyerang pada laki-laki 2 kali lebih sering dibandingkan wanita.
Kista lebih sering terjadi pada tulang panjang, proksimal humerus dan
proksimal femur. Kista biasanya berada di regio metafisis dan di tengah kanalis
medularis tulang panjang. Pasien > 20 tahun sering menderita kista tulang
sederhana pada pelvis dan kalkaneus. Pasien jarang mengalami multiple lesi.
Kebanyakan Simple bone cyst tidak menimbulkan gejala dan ditemukan secara
kebetulan. Beberapa kista ditemukan setelah tulang patah, karena tidak
menimbulkan gejala. Pasien mungkin menyadari adanya pembengkakan yang
sedikit nyeri pada area tulang jika kista menyebabkan tulang melebar. Gambaran
klinis yang sering dijumpai pada kelainan ini adalah adanya fraktur patologis.
Terapi berupa konservatif ataupun operasi. Untuk lesi yang asimptomatik
terapi yang dilakukan adalah konservatif dan observasi radiologi. Tujuan
intervensi operasi pasien dengan simple bone cyst bersifat individualis. Lesi
asimptomatik dengan perawatan yang baik pada penebalan kortek hanya
membutuhkan observasi.Lesi dengan penipisan korteks (dengan atau tanpa nyeri)
membutuhkan intervensi bedah. Risiko kekambuhan adalah 17-50%, tergantung
pada lokasi kista dan terapi yang diberikan
DAFTAR PUSTAKA

1. J Health Sci Inst. 2012;30(3):295-8 Simple bone cyst: a case report and
review 297 of the literature.
2. Chairuddin Rasjad. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi ke-tiga. 2009.
Jakarta:PT. Yarsif Watampone.
3. Snell RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Ed. 6. Jakarta:
EGC; 2006
4. Bone tissue, diakses tanggal 5 Juni 2017 dari URL :
http://www.studyblue.com/notes/note/n/bone-tissue/238269
5. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.
Penterjemah: Irawati, Ramadani D, Indriyani F. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2006.
6. Harvey Teo, Eu-Leong. Felix S Chew. Simple Bone Cyst. Diakses dari
URL: http://reference.medscape.com/article/395783-overview
7. Kar Hao Teoh, Adam C Watts, Yu-Han Chee, Robin Reid, Daniel Edward
Porter, Predictive factors for recurrence of simple bone cyst of the proximal
humerus. Journal of Orthopaedic Surgery 2010;18(2):215-9
8. Bart Eastwood, DO; Chief Editor: Harris Gellman. Aneurysmal Bone
Cyst .2011.
9. Hou, Hsien-Yang; Karl Wu, Chen-Ti Wang, Shun-Min Chang, Wei-Hsin
Lei, and Rong-Sen Yang (2011). "Treatment of Unicameral Bone Cyst:
Surgical Technique". The Journal of Bone and Joint Surgery-American
Volume 93: 92–99. doi:10.2106/JBJS.J.01123.
10. Milan Kokavec, Martina Frištakova, Peter Polan, Gadi M. Bialik. Surgical
Options for the Treatment of Simple Bone Cyst in Children and
Adolescents.IMAJ VOL 12. Februari 2010. Diakses dari URL:
http://www.ima.org.il/FilesUpload/IMAJ/0/38/19447.pdf

Anda mungkin juga menyukai