Disusun Oleh :
Puji syukur kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya, akhirnya
penyusun dapat menyelesaikan makalah Asuhsn keperwatan Fraktur dan syndrome
kompartemen ini dengan tepat waktu. Penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak. Oleh karena itu penyusun mengucapkan terima kasih kepada:
Teman-teman angota kelompok yang merupakan tempat bertukar ilmu dan
informasi.
Seluruh pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Pembuatan makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan
KMB III serta sebagai penambah pengetahuan dan wawasan bagi penyusun dan para
pembaca khususnya mengenai Askep frakturdan syndrome kompartemen. Semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak yaitu bagi penyusun maupun
pembaca. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu,
Kritik dan saran sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
A. Latar Belakang
Tulang adalah organ vital yang berfungsiuntuk alat gerak pasif, proteksi alat –
alat didalam tubuh, pembentuk tubuh, metabolism kalsium dan mineral, dan organ
hemopoetik.Tulang juga merupakan jaringan ikat yang dinamis yang selalu
diperbahrui melalui proses remodeling yg teridir dari proses resorbsi dan formasi
dengan proses resorpsi bagian tulang yang tua dan rusak akan dibersihkan dan diganti
oleh tulang yang baru melalui proses formasi.Dalam keadaan ormal , masa tulang
yang diresorpsi akan sama dgn masa tulang yng diformasi sehigga terjadi
keseimbngan.
Sebaimana jaringan ikat lainnya, tulng terdiri darikomponen matriks dan sel
Matriks tulang terdiri dari serat-serat kolagen dan protein non kolagen. Sedangkan sel
tulang terdiri dari osteoblast, osteoklas, dan osteosit.
B. Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ialah :
1. Agar Mahasiswa dapat megetahui anatimo dan fisiologi muskuluskeletal
2. Agar mahasiswa mengetahui patofisiologi fraktur dan Syndrom kmpartemen
3. Agar mahasiswa mengetahui Pengkajian dan Asuhan keperawatan pada Fraktur
dan syndrome kompartemen.
BAB II
PEMBAHASAN
FRAKTUR
Jaringan tulang atau jaringan oseosa, mengandung banyak matriks ekstaseluler yang
mengelilingi sel-sel terpisah jauh. Matriks ekstraseluler terdiri dari sekitar 15% air,
30% serat kolagen dan 55 % Kristal garam mineral. Garam mineral yang paling
banyak adalah kalsium pospat, garam ini bergabung dengan garam mineral lain
kalsium hidroksida membentuk Kristal hidroksiapatit. Setelah terbentuk,
kristalbergabung dengan garam mineral lain seperti kalsium karbonat dan ion seperti
magnesium flour , kalium, dan sulfat. Setelah tersimpan dalam kerangka yang
terbentuk oleh serat kolagen matrik ekstraselur, garam mineral ini membentuk serat
Kristal dan jaringan mengeras. Proses ini yang disebut kalsifikasi, dimulai oleh sel-sel
pembangun tulang yang disebut osteoblast.
3. Pembagian Tulang
a. Tulang panjang, disebut juga tulang pipih, mempunyai batang (corpus) dan ujung
ekstremitas di dalam batang terdapat rongga sumsum (cavitas medularis) contoh
femur, humerus
b. Tulang pipih, disebut juga tulang piana, terdiri atas 2 lamela pada yang
diantaranya terdapat bagian spongiosa terintegrasi, contoh os parietal, scapula
c. Tulang Pendek, tidak mempunyai rongga sumsum, tetapi bagian tengah berupa
sponglosa. Contoh tulang pergelangan tangan, tulang pergelangan kaki
d. Tulang yang tidak beraturan, yaitu yang tidak termasuk kategori tulang
sebelumnya contohnya vertebra
e. Tulang berisi udara, tulang yang berisi satu atau beberapa rongga udara dan
dilapisi mukosa contohnya maksila, os etmoidale
f. Tulang sesamoid, tulang yang tersimpan didalam tendon contohnya patella
Terdapat empat jenis sel pada jaringan tulang :
a. Sel osteogenik, adalah sel-sel tulang yang tidak khusus dan berasal dari
mesenkim ; dari jaringan ini hamper semua jaringan ikat terbentuk. Sel osteogenik
merupakan satu-satunya sel tulang yang mengalami pembelahan sel; sel-sel yang
terjadi berkembang menjadi osteoblast. Sel-sel osteogenik ditemukan sepanjang
bagian dalam periosteum, dalam endosteum dan pada kanal dalam tulang yang
mengadung pembuluh darah
b. Osteoblast, adalah sel-sel pembangun tulang. Osteoblast menyintesis dan
menyekresi serat kolagen dan komponen organic lain yang diperlukan untuk
membangun matriks ekstraselular, osteoblast terperangkap dalam sekresinya dan
menjadi osteosit
c. osteosit, adalah sel-sel tulang matang, yang merupakan sel-sel utama pada jaringan
tulang dan mempertahankan metabolism hariannya, seperti pertukaran zat
makanan dan hasil buangan dengan darah. Seperti osteoblast, osteosit tidak
mengalami pembelahan sel
d. Osteoklast, adalah sel besar yang berasal dari fusi sebanyak 50 monosit (jenis sel
darah putih) dan terkonsentrasi dalam endosteum. Pada sisi sel yang menghadap
permukaan tulang, membrane plasma osteoklast terlipat menjadi tepi berkerut
disini sel melepas enzim dan asam lisosomal yang mencerna protein dan
komponen mineral matriks tulang ektraselular dibawahnya. Pecahan matriks
selular ini yang disebut resopsi adalah bagian perkembangan, pemeliharaan dan
perbaikan tulang normal.
4. Pembentukan Tulang
Proses pembentukan tulang disebut osifikasi atau osteogenesis. Pembentukan tulang
terjadi dalam 4 situasi utama : 1) pembentukan awal tulang pada embrio dan janin, 2)
pertumbuhan tulang pada masa bayi, anak-anak sampai tercapai ukuran dewasa, 3)
remodeling tulang atau (pergantian tulang tua oleh jaringan tulang baru sepanjang
hidup) 4) perbaikan fraktur sepanjang hidup
5.
Remodelling Tulang
Remodelling tulang adalah pergantian jaringan tulang lama oleh jaringan tulang
baru yang terus menerus. Remodeling melibatkan resoprsi tulang, pembuangan
mineral dan serat kolagen ke tulang oleh osteocblast. Factor-faktor yang
mempengaruhi remodeling tulang adalah :
a. Mineral sejumlah besar kalsium dan posfor diperlukan selama pertumbuhan
tulang. Mineral tersebut dibutuhkan selama remodeling
b. Vitamin vitamin A merangsang osteoblast, vitamin c dibutuhkan untuk
sintesis kolagen, vitamin D membantu pembentukan tulang, vitamin B dan K
jga diperlukan untuk sintesis protein tulang.
c. Hormon yang paling penting dalam pertumbuhan tulang adalah insulin like
gowth atau IGV yang dihasilkan oleh hepar dan jaringan tulang.
6. Fisiologi Tulang
Jaringan tulang menyusun sekitar 18% berat tubuh manusia. Sistem skeletal
melakukan beberapa fungsi dasar :
a. Penopang. Rangka berperan sebagai kerangka structural Bagi tubuh dengan
menopang jaringan lunak dan menjadi titik pelekatan untuk tendo sebagai
besar otot rangka.
b. Proteksi. Rangka melindungi organ-organ internal yang paling penting dari
cedera. Misalnya ossa crania melindungi otak, vertebra (tulang belakang)
melindungi medulla spinalis, dan cavitas thoracis melindungi jantung dan paru.
c. Membantu pergerakan. Sebagian besar otot rangka melekat pada tulang, ketika
berkontraksi, otot-otot menarik pada tulang untuk menghasilkan gerakan
d. Homeostasis mineral (penyimpanan dan pelepasan). Jaringan tulang
menyimpang beberapa mineral terutama kalsium dan fospor, jaringan tulang
menyimpan 99% kalsium.
e. Produksi sel darah. Dalam tulang tertentu, jaringan ikat yang disebut sum-sum
tulang merah menghasilkan sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit,
prosesnya disebut dengan hemopoiesis (hemo=darah poiesis=membuat)
f. Penyimpanan trigliserida. Sumsum tulang kuning terutama terdiri dari sel-sel
adiposa yang menyimpan trigliserida. Trigliserida yang disimpan merupakan
cadangan energy kimia potensial.
B. Pengertian
Fraktur adalah patahnya tulang (Sitti setiati dkk, 2017). Fraktur adalah
terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Mansjoer et al, 2000). Sedangkan menurut Linda Juall C. dalam buku Nursing Care
Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah rusaknya kontinuitas
tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap
oleh tulang. Menurut Bare dan Smeltzer (2002) fraktur adalah terputusnya kontinuitas
tulang dan ditentukan berdasarkan jenis dan luasnya. Menurut Djoko (2001) fraktur
adalah patah tulang yang disebabkan oleh trauma atau kontak fisik.
C. Etiologi
Penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu (Mansjoer, 2000) :
1. Cedera traumatik
Cedera langsung, berarti pukulan langsung pada tulang sehingga tulang patah
secara spontan
Cedera tidak langsung, berarti pukulan langsung berada jauh dari benturan,
misalnya jatuh dengan tangan menjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
Fraktur yang disebabkan kontraksi keras dari otot yang kuat.
2. Fraktur patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit, dimana dengan trauma mino
dapat mengakibatkan fraktur, dapat juga terjadi pada keadaan :
Tumor tulang (jinak atau ganas)
Infeksi seperti osteomielitis
Rakhitis, suatu penyakti tulang yang disebabkan oleh devisiensi vitamin D yang
mempengaruhi semua jaringan skelet lain.
3. Secara spontan
Disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan
orang yang bertugas di kemiliteran.
D. Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer (2002), manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya
fungsi deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitasi, pembekakan lokal dan
perubahan warna.
1 Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi
spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang
untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2 Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak
secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap menjadi seperti normalnya.
Pergeseran fragmen pada faktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat
maupun teraba) ekstremitas yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan
ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi
normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
3 Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi
satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm.
4 Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya fragmen satu dengan lainnya
(uji krepitus dapat kerusakan jaringan lunak yang lebih berat).
5 Pembekakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan
pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam
atau hari setelah cedera.
E. Patofisiologi
Penyebab dari terjadinya fraktur antara lain karena adanya trauma dan kelemahan
abnormal pada tulang. Jika satu tulang sudah pata, maka jaringan lunak sekitarnya
juga rusak dan dapat menembus kulis sehingga dapat terjadi kontaminasi oleh
lingkungan pada tempat terjadinya fraktur. Cidera yang terjadi juga dapat
menimbulkan spasme otot dan adanya luka terbuka yang mengakibatkan terpotongnya
ujung-ujung syaraf bebas sehingga merangsang dikeluarkannya bradikinin dan
serotinin sehingga menimbulkan nyeri. Rusaknya jaringan lunak di sekitar patah
tulang dan terpisahnya periostium dari tulang menimbulkan perdarahan yang cukup
berat sehingga membentuk bekuan darah yang kemudian menjadi jaringan granulasi di
mana sel-sel pembentuk tulang primitif (osteogenik) berdiferensiasi menjadi
osteoblast dan kondroblast yang akan mensekresi fosfat yang merangsang deposit
kalsium sehingga terbentuk lapisan tebal (kalus) yang terus menebal, meluas dan
bersatu dengan fragmen tulang menyatu. Kalus tulang akan mengalami remodelling
dimana osteoblas akan membentuk tulang baru yang akhirnya menjadi tulang sejati.
(Smeltzer, 2002)
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur :
1. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar,
waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur
2. Faktor Instrinsik
Berapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukkan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastic, kelelahan, dan
kepadatan, atau kekerasan tulang.
Tulang bisa bergenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang tubuh
untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung
patahan tulang-tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium
penyembuhan tulang, yaitu :
Stadium 1 – Pembentukkan hematoma
Pembuluh adarah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel
darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan fibriblast. Stadium ini berlangsung 24 – 28 jam dan
perdarahan berhenti sama sekali.
Stadium 2 – Poliferasi seluler
Pada stadium ini terjadi poliferasi dan diferensiasi sel menjadi fibrokartilago yang
berasal dari periosteum, endosteum, dan bone marrow yang telah mengalami trauma.
Sel-sel yang mengalami poliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan proses
osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan
kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur
sampai selesai, tergantung frakturnya.
Stadium 3 – Pembentukkan kallus
Sel-sel yang berkembang memiliki potensi yang kardiogenik dan osteogenik, bila
diberikan keadaan yang tepat. Sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga
kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai
berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan
yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada permukaan endoteal dan
periosteal. Asementara tulang yang imatur (anyaman tulang), menjadi lebih padat
sehingga gerakkan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur.
Stadium 4 – Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi
lamella. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos
melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi
celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses
yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa
beban yang normal.
Stadium 5 – Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat selama beberapa bulan
atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk oleh proses reabsorbsi dan pembentukkan
tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletakkan pada tempat yang
tekannya lebih tinggi, dinding yang tidak dihendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk
dan akhirnya struktur yang mirip dengan normalnya.
F. Klasifikasi Fraktur
G. Penatalaksanaan Medik
1. Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan
disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period). Kuman
belum terlalu jauh meresap dilakukan:
a. Pembersihan luka
b. Exici
c. Hecting situasi
d. Antibiotik
2. Seluruh Fraktur
a. Rekognisis/Pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan
selanjutnya.
b. Reduksi/Manipulasi/Reposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula
secara optimun. Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasfanatomis
(brunner, 2001).
3. Retensi/Immobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optimun.
4. Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya
diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan
imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler (mis.
pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau, dan ahli bedah
ortopedi diberitahu segera bila ada tanda gangguan neurovaskuler.
Kegelisahan, ansietas dan ketidaknyamanan dikontrol dengan berbagai
pendekatan (mis. meyakinkan, perubahan posisi, strategi peredaan nyeri,
termasuk analgetika). Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk
meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah. Partisipasi
dalam aktivitas hidup sehari-hari diusahakan untuk memperbaiki kemandirian
fungsi dan harga-diri. Pengembalian bertahap pada aktivitas semula
diusahakan sesuai batasan terapeutika. Biasanya, fiksasi interna
memungkinkan mobilisasi lebih awal. Ahli bedah yang memperkirakan
stabilitas fiksasi fraktur, menentukan luasnya gerakan dan stres pada
ekstrermitas yang diperbolehkan, dan menentukan tingkat aktivitas dan beban
berat badan.
d. Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah
menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan
osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat
dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen
dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu
beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal.
e. Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama
beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses
resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih
tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang
tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya
dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya.
H. Komplikasi
1. Komplikasi Dini
Syndrom Kompartemen
Menurut Lewis (2003) Komplikasi yang dapat terjadi antara lain, yaitu :
1. Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi
pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh
darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan pembebatan yang terlalu
kuat.
c. Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan
bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen
dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachikardi,
hypertensi, tachipnea, dan demam.
d. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopaedic, infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkman’s Ischemia.
f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatkan permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada
fraktur.
Fraktur
Kurang
Degranulasi sel Terapi restrictif Lepasnya lipid Port de’ entri Gg. Integritas Edema
informasi
mast pada sum-sum kuman kulit
tulang
Kurang Pelepasan
mediator Gg. Mobilitas fisik Resiko Infeksi Penekanan pada
pengeta Terabsorbsi
kimia jaringan vaskuler
hunan masuk kealiran
Nociceptor darah Nekrosis
Korteks Penurunan aliran
serebri Oklusi arteri Jaringan paru
darah
Emboli paru
Medulla
Nyeri spinali Resiko disfungsi
neurovaskuler
J. Pemeriksaan Penunjang
K. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah
sebagai berikut:
1. Nyeri akut
2. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer
3. Gangguan pertukaran gas
4. Gangguan mobilitas fisik
5. Gangguan integritas kulit
6. Risiko infeksi
7. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
(Nanda, 2018)
Asuhan Keperawatan
A. Anatomi Fisiologi
Syndrome kompartemen merupakan suatu kondisi dimana terjadi peningkatan
tekanan interstitial dalam sebuah ruangan terbatas yakni kompartemen osteofasial yang
tertutup. Sehingga mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan tekanan oksigen
jaringan. Kompartemen osteofasial merupakan ruangan yang berisi otot, saraf dan
pembuluh darah yang dibungkus oleh tulang dan fascia serta otot-otot individual yang
dibungkus oleh epimisium. Secara anatomik, sebagian besar kompartemen terletak di
anggota gerak Berdasarkan letaknya komparteman terdiri dari beberapa macam, antara
lain :
c
Sindrom kompartemen paling sering terjadi pada daerah tungkai bawah (yaitu
kompartemen anterior, lateral, posterior superfisial dan posterior profundus) serta lengan
atas (kompartemen volar dan dorsal)
B. Defenisi
Sindrom kompartemen merupakan suatu kondisi dimana terjadi peningkatan
tekanan interstitial dalam sebuah ruangan terbatas yakni kompartemen osteofasial yang
tertutup. Hal ini dapat mengawali terjadinya kekurangan oksigen akibat penekanan
pembuluh darah, sehingga mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan diikuti
dengan kematian jaringan.
Ruangan tersebut (Kompartemen osteofasial) berisi otot, saraf dan pembuluh
darah yang dibungkus oleh tulang dan fascia serta otot-otot individual yang dibungkus
oleh epimisium. Ditandai dengan nyeri yang hebat, parestesi, paresis, pucat, disertai
denyut nadi yang hilang. Secara anatomi sebagian besar kompartemen terletak di anggota
gerak. Paling sering disebabkan oleh trauma, terutama mengenai daerah tungkai bawah
dan tungkai atas.
D. Patofisiologi
Patofisiologi sindrom kompartemen melibatkan hemostasis jaringan lokal normal
yang menyebabkan peningkatan tekanan jaringan, penurunan aliran darah kapiler, dan
nekrosis jaringan lokal yang disebabkan hipoksia.
Tanpa memperhatikan penyebabnya, peningkatan tekanan jaringan menyebabkan
obstruksi vena dalam ruang yang tertutup. Peningkatan tekanan secara terus menerus
menyebabkan tekanan arteriolar intramuskuler bawah meninggi. Pada titik ini, tidak ada
lagi darah yang akan masuk ke kapiler sehingga menyebabkan kebocoran ke dalam
kompartemen, yang diikuti oleh meningkatnya tekanan dalam kompartemen.
Penekanan terhadap saraf perifer disekitarnya akan menimbulkan nyeri hebat.
Metsen mempelihatkan bahwa bila terjadi peningkatan intrakompartemen, tekanan vena
meningkat. Setelah itu, aliran darah melalui kapiler akan berhenti. Dalam keadaan ini
penghantaran oksigen juga akan terhenti, Sehingga terjadi hipoksia jaringan (pale). Jika
hal ini terus berlanjut, maka terjadi iskemia otot dan nervus, yang akan menyebabkan
kerusakan ireversibel komponen tersebut.
Terdapat tiga teori yang menyebabkan hipoksia pada kompartemen sindrom yaitu,
antara lain:
Spasme arteri akibat peningkatan tekanan kompartemen
1. Theory Of Critical Closing Pressure.
Hal ini disebabkam oleh diameter pembuluh darah yang kecil dan tekanan mural
arteriol yang tinggi. Tekanan transmural secara signifikan berbeda (tekanan arteriol-
tekanan jaringan), ini dibutuhkan untuk memelihara patensi aliran darah. Bila tekanan
tekanan jaringan meningkat atau tekanan arteriol menurun maka tidak ada lagi
perbedaan tekanan. Kondisi seperti ini dinamakan dengan tercapainya critical closing
pressure. Akibat selanjutnya adalah arteriol akan menutup
2. Tipisnya dinding vena
Karena dinding vena itu tipis, maka ketika tekanan jaringan melebihi tekanan vena
maka ia akan kolaps. Akan tetapi bila kemudian darah mengalir secara kontinyu dari
kapiler maka, tekanan vena akan meningkat lagi melebihi tekanan jaringan sehingga
drainase vena terbentuk kembali.
McQueen dan Court-Brown berpendapat bahwa perbedaan tekanan diastolik dan
tekanan kompartemen yang kurang dari 30 mmHg mempunyai korelasi klinis dengan
sindrom kompartemen.
Patogenesis dari sindroma kompartemen) kronik telah digambarkan oleh Reneman.
Otot dapat membesar sekitar 20% selama latihan dan akan menambah peningkatan
sementara dalam tekanan intra kompartemen. Kontraksi otot berulang dapat
meningkatkan tekanan intamuskular pada batas dimana dapat terjadi iskemia
berulang.
Sindroma kompartemen kronik terjadi ketika tekanan antara kontraksi yang terus –
menerus tetap tinggi dan mengganggu aliran darah. Sebagaimana terjadinya kenaikan
tekanan, aliran arteri selama relaksasi otot semakin menurun, dan pasien akan
mengalami kram otot. Kompartemen anterior dan lateral dari tungkai bagian bawah
biasanya yang kena.
E. Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang terjadi pada syndrome kompartemen dikenal dengan 5 P yaitu:
1. Pain (nyeri) : nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena,
ketika ada trauma langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang paling penting.
Terutama jika munculnya nyeri tidak sebanding dengan keadaan klinik (pada anak-
anak tampak semakin gelisah atau memerlukan analgesia lebih banyak dari
biasanya).
2. Pallor (pucat), diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daereah tersebut.
3. Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut nadi )
4. Parestesia (rasa kesemutan)
5. Paralysis : Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang berlanjut
dengan hilangnya fungsi bagian yang terkena kompartemen sindrom.
Sedangkan pada kompartemen syndrome akan timbul beberapa gejala khas, antara lain:
1. Nyeri yang timbul saat aktivitas, terutama saat olehraga. Biasanya setelah berlari atau
beraktivitas selama 20 menit.
2. Nyeri bersifat sementara dan akan sembuh setelah beristirahat 15-30 menit.
3. Terjadi kelemahan atau atrofi otot
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium :
a. Comprehensive metabolic panel (CMP)
Sekelompok tes darah yang memberikan gambaran keseluruhan keseimbangan
kimia tubuh dan metabolisme. Metabolisme mengacu pada semua proses fisik
dan kimia dalam tubuh yang menggunakan energi.
b. Complete blood cell count (CBC)
Pemeriksaan komponen darah secara lengkap yakni kadar : Hemoglobin,
Hematokrit, Leukosit (White Blood Cell / WBC), Trombosit (platelet), Eritrosit
(Red Blood Cell / RBC), Indeks Eritrosit (MCV, MCH, MCHC), Laju Endap
Darah atau Erithrocyte Sedimentation Rate (ESR), Hitung Jenis Leukosit (Diff
Count), Platelet Disribution Width (PDW), Red Cell Distribution Width (RDW).
c. Amylase and lipase assessment
d. Prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin time (aPTT) bila pasien
diberi heparin
e. Cardiac marker test (tes penanda jantung)
f. Urinalisis and urine drug screen
g. Pengukuran level serum laktat
h. Arterial blood gas (ABG): cara cepat untuk mengukur deficit pH, laktat dan basa.
i. Kreatinin fosfokinase dan urin myoglobin
j. Serum myoglobin
k. Toksikologi urin : dapat membantu menentukan penyebab, tetapi tidak membantu
dalam menentukan terapi pasiennya.
l. Urin awal : bila ditemukan myoglobin pada urin, hal ini dapat mengarah ke
diagnosis rhabdomyolisis.
2. Imaging :
a. Rontgen : pada ekstremitas yang terkena.
b. USG: USG membantu untuk mengevaluasi aliran arteri dalam memvisualisasi
Deep Vein Thrombosis (DVT)
G. Penatalaksanaan
Tujuan dari penanganan sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit fungsi
neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal, melalui bedah
dekompresi. Walaupun fasciotomi disepakati sebagai terapi yang terbaik, namun
beberapa hal, seperti timing, masih diperdebatkan. Semua ahli bedah setuju bahwa
adanya disfungsi neuromuskular adalah indikasi mutlak untuk melakukan fasciotomi
Penanganan kompartemen secara umum meliputi:
1. Terapi Medikal/non bedah
2. Terapi Bedah
Fasciotomi dilakukan jika tekanan intrakompartemen mencapai > 30 mmHg. Tujuan
dilakukan tindakan ini adalah menurunkan tekanan dengan memperbaiki perfusi otot.
Jika tekanannya < 30 mm Hg maka tungkai cukup diobservasi dengan cermat dan
diperiksa lagi pada jam-jam berikutnya. Kalau keadaan tungkai membaik, evaluasi
terus dilakukan hingga fase berbahaya terlewati. Akan tetapi jika memburuk maka
segera lakukan fasciotomi. Keberhasilan dekompresi untuk perbaikan perfusi adalah 6
jam. Terdapat dua teknik dalam fasciotomi yaitu teknik insisi tunggal dan insisi
ganda.Insisi ganda pada tungkai bawah paling sering digunakan karena lebih aman
dan lebih efektif, sedangkan insisi tunggal membutuhkan diseksi yang lebih luas dan
resiko kerusakan arteri dan vena peroneal
H. Komplikasi
Sindrom kompartemen jika tidak mendapatkan penanganan dengan segera akan
menimbulkan berbagai komplikasi antara lain :
1. Nekrosis pada syaraf dan otot dalam kompartemen
2. Kontraktur volkam, merupakan kerusakan otot yang disebabkan oleh terlambatnya
penanganan sindrom kompartemen sehingga timbul deformitas pada tanga, jari dan
pergelangan tangan karena adanya trauma pada lengan bawah
3. Trauma vascular
4. Gagal ginjal akut
5. Sepsis
6. Acture respiratory distress syndrome (ARDS)
I. Penyimpangan KDM Syindrom Kompartemen
Trauma/exercise
Edema/hematoma
lokal
Peningkatan tekanan
intra kompartemen
Nociceptor
Pembuluh darah
Perfusi jaringan
colaps
Medula spinalis
Nyeri
J. Asuhan Keperawatan