Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR

DAN SYNDROM KOMPARTEMEN


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan KMB III

Disusun Oleh :

ISA RAMDAYANI (R011191022)


JUNAEDI (R011191037)
NELYANTHY (R011191073)
LA DEMI (R011191082)
MAISURY (R011191104)
MISNAH MOCHTAR (R011191133)

PROGAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS HASANUDDIN
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya, akhirnya
penyusun dapat menyelesaikan makalah Asuhsn keperwatan Fraktur dan syndrome
kompartemen ini dengan tepat waktu. Penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak. Oleh karena itu penyusun mengucapkan terima kasih kepada:
 Teman-teman angota kelompok yang merupakan tempat bertukar ilmu dan
informasi.
 Seluruh pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Pembuatan makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan
KMB III serta sebagai penambah pengetahuan dan wawasan bagi penyusun dan para
pembaca khususnya mengenai Askep frakturdan syndrome kompartemen. Semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak yaitu bagi penyusun maupun
pembaca. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu,
Kritik dan saran sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Makassar, Oktober 2019


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tulang adalah organ vital yang berfungsiuntuk alat gerak pasif, proteksi alat –
alat didalam tubuh, pembentuk tubuh, metabolism kalsium dan mineral, dan organ
hemopoetik.Tulang juga merupakan jaringan ikat yang dinamis yang selalu
diperbahrui melalui proses remodeling yg teridir dari proses resorbsi dan formasi
dengan proses resorpsi bagian tulang yang tua dan rusak akan dibersihkan dan diganti
oleh tulang yang baru melalui proses formasi.Dalam keadaan ormal , masa tulang
yang diresorpsi akan sama dgn masa tulang yng diformasi sehigga terjadi
keseimbngan.
Sebaimana jaringan ikat lainnya, tulng terdiri darikomponen matriks dan sel
Matriks tulang terdiri dari serat-serat kolagen dan protein non kolagen. Sedangkan sel
tulang terdiri dari osteoblast, osteoklas, dan osteosit.

B. Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ialah :
1. Agar Mahasiswa dapat megetahui anatimo dan fisiologi muskuluskeletal
2. Agar mahasiswa mengetahui patofisiologi fraktur dan Syndrom kmpartemen
3. Agar mahasiswa mengetahui Pengkajian dan Asuhan keperawatan pada Fraktur
dan syndrome kompartemen.
BAB II
PEMBAHASAN

FRAKTUR

A. Anatomi Fisiologi Tulang


1. Anatomi Tulang
Tulang membentuk kerangka tulang tubuh. Kerangka dewasa terdiri atas 206
tulang yang saling terhubung melalui sendi. Tulang tersusun atas beberapa
jaringan berbeda yang bekerja bersama-sama: tulang atau jaringan oseosa,
kartilago, jaringan ikat padat, epitel, jaringan adipose, dan jaringan saraf. Jaringan
tulang adalah jaringan hidup yang kompleks dan dinamik secara continue
melakukan proses yang disebut remodeling.
2. Struktur Tulang
Struktur tulang secara makroskopis dapat dianalisis dengan melihat bagian-bagian
dari tulang panjang yaitu terdiri dari :
a. Diafisis (tumbuh diantara) adalah batang atau korpus tulang yaitu bagian
tulang yang panjang dan silindris.
b. Epifisis (tumbuh diatas) merupakan ujung distal dan proksimal tulang.
c. Metafisis adalah regio diantara diafisis dan epifisis. Pada tulang yang sedang
tumbuh setiap metafisis mengandung lempeng epifisial (suatu lapissan
kartilago hyaline yang memungkinkan diafisis tulang terus bertambah
panjang). Ketika usia 18-21 tahun kartilago pada lempeng epifisial digantikan
oeh tulang, struktur tulang yang dihasilkan sebagai garis epifiseal
d. Kartilago articular adalah lapisan tipis kartilago hyaline yang menutup bagian
epifisis tempat tulang membentuk artikulasi (sendi), dengan tulang lain.

Jaringan tulang atau jaringan oseosa, mengandung banyak matriks ekstaseluler yang
mengelilingi sel-sel terpisah jauh. Matriks ekstraseluler terdiri dari sekitar 15% air,
30% serat kolagen dan 55 % Kristal garam mineral. Garam mineral yang paling
banyak adalah kalsium pospat, garam ini bergabung dengan garam mineral lain
kalsium hidroksida membentuk Kristal hidroksiapatit. Setelah terbentuk,
kristalbergabung dengan garam mineral lain seperti kalsium karbonat dan ion seperti
magnesium flour , kalium, dan sulfat. Setelah tersimpan dalam kerangka yang
terbentuk oleh serat kolagen matrik ekstraselur, garam mineral ini membentuk serat
Kristal dan jaringan mengeras. Proses ini yang disebut kalsifikasi, dimulai oleh sel-sel
pembangun tulang yang disebut osteoblast.

3. Pembagian Tulang
a. Tulang panjang, disebut juga tulang pipih, mempunyai batang (corpus) dan ujung
ekstremitas di dalam batang terdapat rongga sumsum (cavitas medularis) contoh
femur, humerus
b. Tulang pipih, disebut juga tulang piana, terdiri atas 2 lamela pada yang
diantaranya terdapat bagian spongiosa terintegrasi, contoh os parietal, scapula
c. Tulang Pendek, tidak mempunyai rongga sumsum, tetapi bagian tengah berupa
sponglosa. Contoh tulang pergelangan tangan, tulang pergelangan kaki
d. Tulang yang tidak beraturan, yaitu yang tidak termasuk kategori tulang
sebelumnya contohnya vertebra
e. Tulang berisi udara, tulang yang berisi satu atau beberapa rongga udara dan
dilapisi mukosa contohnya maksila, os etmoidale
f. Tulang sesamoid, tulang yang tersimpan didalam tendon contohnya patella
Terdapat empat jenis sel pada jaringan tulang :
a. Sel osteogenik, adalah sel-sel tulang yang tidak khusus dan berasal dari
mesenkim ; dari jaringan ini hamper semua jaringan ikat terbentuk. Sel osteogenik
merupakan satu-satunya sel tulang yang mengalami pembelahan sel; sel-sel yang
terjadi berkembang menjadi osteoblast. Sel-sel osteogenik ditemukan sepanjang
bagian dalam periosteum, dalam endosteum dan pada kanal dalam tulang yang
mengadung pembuluh darah
b. Osteoblast, adalah sel-sel pembangun tulang. Osteoblast menyintesis dan
menyekresi serat kolagen dan komponen organic lain yang diperlukan untuk
membangun matriks ekstraselular, osteoblast terperangkap dalam sekresinya dan
menjadi osteosit
c. osteosit, adalah sel-sel tulang matang, yang merupakan sel-sel utama pada jaringan
tulang dan mempertahankan metabolism hariannya, seperti pertukaran zat
makanan dan hasil buangan dengan darah. Seperti osteoblast, osteosit tidak
mengalami pembelahan sel
d. Osteoklast, adalah sel besar yang berasal dari fusi sebanyak 50 monosit (jenis sel
darah putih) dan terkonsentrasi dalam endosteum. Pada sisi sel yang menghadap
permukaan tulang, membrane plasma osteoklast terlipat menjadi tepi berkerut
disini sel melepas enzim dan asam lisosomal yang mencerna protein dan
komponen mineral matriks tulang ektraselular dibawahnya. Pecahan matriks
selular ini yang disebut resopsi adalah bagian perkembangan, pemeliharaan dan
perbaikan tulang normal.
4. Pembentukan Tulang
Proses pembentukan tulang disebut osifikasi atau osteogenesis. Pembentukan tulang
terjadi dalam 4 situasi utama : 1) pembentukan awal tulang pada embrio dan janin, 2)
pertumbuhan tulang pada masa bayi, anak-anak sampai tercapai ukuran dewasa, 3)
remodeling tulang atau (pergantian tulang tua oleh jaringan tulang baru sepanjang
hidup) 4) perbaikan fraktur sepanjang hidup

Metode Pembentukan tulang


1. Osifikasi membran intramembranosa adalah proses lebih sederhana dari dua
metode pembentukan tulang. Tulang pipih tulang tenggkorak, tulang wajah,
mandibular, dan medial klavikula terbentuk melalui cara ini. Terjadinya sebagai
berikut :
a. Perkembangan pusat osifikasi ditempat tulang akan berkembang, pesan
kimiawi khusus menyebabkan sel masenkimal berkelompok dan
berdiferensiasi, pertama menjadi sel-sel osteogenik, kemudian menjadi
osteoblast.
b. Kalsifikasi kemudian sekresi matriks ekstraseluler berhenti dan sel-sel
sekarang disebut osteosit terletak dalam lacuna dan memberbesar penonjolan
sitoplasma sempitnya kedalam kanalikuli yang menjalar kesemua arah.
c. Pembentukan trabeckula seiring pembentukannya matriks ekstraseluler
tulang berkembang menjadi trabekula yang menyatu satu lain untuk
membentuk substansias spongiosa disekitar jejaring pembulu darah dalam
jaringan.
d. Perkembangan periosteo bersama dengan pembentukan trabekula, pasenkim
memadat diperifer tulang dan berkembang menjadi periosteo.
2. Osifikasi Endokondral adalah pergantian kartilago oleh tulang. Prosesnya
sebagai berikut :
a. Perkembangan model kartilago ditempat tulang akan terbentuk pesan
kimiawi spesifik menyebabkan sel-sel pasenkim menyatu dalam bentuk umum
tulang yang akan datang, kemudain berkembang menjadi kondroblast.
b. Pertumbuhan model kartilago setelah tertanam disebelah dalam matriks
eksraseluler kartilago, kondroblast disebut kondrosit.
c. Perkembangan pusat osifikasi primer berlanjut kedalam dari permukaan
eksternal tulang, arteri nutrisia menembus perikondrium dan menembus model
kartilago yang mengalami kalsifikasi melalui foramen nutrisia diregio tengah,
model kartilago, yang kemudian merangsang sel oksigenik dalam
perikondrium berdiferensiasi menjadi osteoblast.
d. Perkembangan cavitas modularis seiring pusat osifikasi primer tumbuh
kearah ujung-ujung tulang osteoclast menghancurkan beberapa trabecular
substansia spongiosa yang baru terbentuk.
e. Perkembangan pusat osifikasi sekunder ketika cabang cabang arteri epifisial
masuk epifisis timbul pusat osifikasi sekunder biasanya saat lahir.
f. Pembentukan kartilago artikularis dan laminaepifisialis kartilago hialin
yang menutup epifisis menjadi kartilago artikularis

Osifikasi membran intramembranosa


Osifikasi
Endokondral

5.

Remodelling Tulang
Remodelling tulang adalah pergantian jaringan tulang lama oleh jaringan tulang
baru yang terus menerus. Remodeling melibatkan resoprsi tulang, pembuangan
mineral dan serat kolagen ke tulang oleh osteocblast. Factor-faktor yang
mempengaruhi remodeling tulang adalah :
a. Mineral sejumlah besar kalsium dan posfor diperlukan selama pertumbuhan
tulang. Mineral tersebut dibutuhkan selama remodeling
b. Vitamin vitamin A merangsang osteoblast, vitamin c dibutuhkan untuk
sintesis kolagen, vitamin D membantu pembentukan tulang, vitamin B dan K
jga diperlukan untuk sintesis protein tulang.
c. Hormon yang paling penting dalam pertumbuhan tulang adalah insulin like
gowth atau IGV yang dihasilkan oleh hepar dan jaringan tulang.

6. Fisiologi Tulang
Jaringan tulang menyusun sekitar 18% berat tubuh manusia. Sistem skeletal
melakukan beberapa fungsi dasar :
a. Penopang. Rangka berperan sebagai kerangka structural Bagi tubuh dengan
menopang jaringan lunak dan menjadi titik pelekatan untuk tendo sebagai
besar otot rangka.
b. Proteksi. Rangka melindungi organ-organ internal yang paling penting dari
cedera. Misalnya ossa crania melindungi otak, vertebra (tulang belakang)
melindungi medulla spinalis, dan cavitas thoracis melindungi jantung dan paru.
c. Membantu pergerakan. Sebagian besar otot rangka melekat pada tulang, ketika
berkontraksi, otot-otot menarik pada tulang untuk menghasilkan gerakan
d. Homeostasis mineral (penyimpanan dan pelepasan). Jaringan tulang
menyimpang beberapa mineral terutama kalsium dan fospor, jaringan tulang
menyimpan 99% kalsium.
e. Produksi sel darah. Dalam tulang tertentu, jaringan ikat yang disebut sum-sum
tulang merah menghasilkan sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit,
prosesnya disebut dengan hemopoiesis (hemo=darah poiesis=membuat)
f. Penyimpanan trigliserida. Sumsum tulang kuning terutama terdiri dari sel-sel
adiposa yang menyimpan trigliserida. Trigliserida yang disimpan merupakan
cadangan energy kimia potensial.
B. Pengertian
Fraktur adalah patahnya tulang (Sitti setiati dkk, 2017). Fraktur adalah
terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Mansjoer et al, 2000). Sedangkan menurut Linda Juall C. dalam buku Nursing Care
Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah rusaknya kontinuitas
tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap
oleh tulang. Menurut Bare dan Smeltzer (2002) fraktur adalah terputusnya kontinuitas
tulang dan ditentukan berdasarkan jenis dan luasnya. Menurut Djoko (2001) fraktur
adalah patah tulang yang disebabkan oleh trauma atau kontak fisik.

C. Etiologi
Penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu (Mansjoer, 2000) :
1. Cedera traumatik
 Cedera langsung, berarti pukulan langsung pada tulang sehingga tulang patah
secara spontan
 Cedera tidak langsung, berarti pukulan langsung berada jauh dari benturan,
misalnya jatuh dengan tangan menjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
 Fraktur yang disebabkan kontraksi keras dari otot yang kuat.
2. Fraktur patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit, dimana dengan trauma mino
dapat mengakibatkan fraktur, dapat juga terjadi pada keadaan :
 Tumor tulang (jinak atau ganas)
 Infeksi seperti osteomielitis
 Rakhitis, suatu penyakti tulang yang disebabkan oleh devisiensi vitamin D yang
mempengaruhi semua jaringan skelet lain.
3. Secara spontan
Disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan
orang yang bertugas di kemiliteran.
D. Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer (2002), manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya
fungsi deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitasi, pembekakan lokal dan
perubahan warna.
1 Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi
spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang
untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2 Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak
secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap menjadi seperti normalnya.
Pergeseran fragmen pada faktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat
maupun teraba) ekstremitas yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan
ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi
normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
3 Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi
satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm.
4 Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya fragmen satu dengan lainnya
(uji krepitus dapat kerusakan jaringan lunak yang lebih berat).
5 Pembekakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan
pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam
atau hari setelah cedera.

E. Patofisiologi
Penyebab dari terjadinya fraktur antara lain karena adanya trauma dan kelemahan
abnormal pada tulang. Jika satu tulang sudah pata, maka jaringan lunak sekitarnya
juga rusak dan dapat menembus kulis sehingga dapat terjadi kontaminasi oleh
lingkungan pada tempat terjadinya fraktur. Cidera yang terjadi juga dapat
menimbulkan spasme otot dan adanya luka terbuka yang mengakibatkan terpotongnya
ujung-ujung syaraf bebas sehingga merangsang dikeluarkannya bradikinin dan
serotinin sehingga menimbulkan nyeri. Rusaknya jaringan lunak di sekitar patah
tulang dan terpisahnya periostium dari tulang menimbulkan perdarahan yang cukup
berat sehingga membentuk bekuan darah yang kemudian menjadi jaringan granulasi di
mana sel-sel pembentuk tulang primitif (osteogenik) berdiferensiasi menjadi
osteoblast dan kondroblast yang akan mensekresi fosfat yang merangsang deposit
kalsium sehingga terbentuk lapisan tebal (kalus) yang terus menebal, meluas dan
bersatu dengan fragmen tulang menyatu. Kalus tulang akan mengalami remodelling
dimana osteoblas akan membentuk tulang baru yang akhirnya menjadi tulang sejati.
(Smeltzer, 2002)
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur :
1. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar,
waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur
2.  Faktor Instrinsik
Berapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukkan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastic, kelelahan, dan
kepadatan, atau kekerasan tulang.

Biologi penyembuhan tulang

Tulang bisa bergenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang tubuh
untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung
patahan tulang-tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium
penyembuhan tulang, yaitu :
 Stadium 1 – Pembentukkan hematoma
Pembuluh adarah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel
darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan fibriblast. Stadium ini berlangsung 24 – 28 jam dan
perdarahan berhenti sama sekali.
 Stadium 2 – Poliferasi seluler
Pada stadium ini terjadi poliferasi dan diferensiasi sel menjadi fibrokartilago yang
berasal dari periosteum, endosteum, dan bone marrow yang telah mengalami trauma.
Sel-sel yang mengalami poliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan proses
osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan
kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur
sampai selesai, tergantung frakturnya.
 Stadium 3 – Pembentukkan kallus
Sel-sel yang berkembang memiliki potensi yang kardiogenik dan osteogenik, bila
diberikan keadaan  yang tepat. Sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga
kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai
berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan
yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada permukaan endoteal dan
periosteal. Asementara tulang yang imatur (anyaman tulang), menjadi lebih padat
sehingga gerakkan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur.
 Stadium 4 – Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi
lamella. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos
melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi
celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses
yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa
beban yang normal.
 Stadium 5 – Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat selama beberapa bulan
atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk oleh proses reabsorbsi dan pembentukkan
tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletakkan pada tempat yang
tekannya lebih tinggi, dinding yang tidak dihendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk
dan akhirnya struktur yang mirip dengan normalnya.

F. Klasifikasi Fraktur

Klasifikasi patah tulang/fraktur (Rasjad, 2007) :

1. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)


a. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi.
b. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
2. Berdasarkan komplit atau ketidak klomplitan fraktur.
a. Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
b. Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti:
1) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
2) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
3) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks
lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
3. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme trauma.
a. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
b. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
c. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
d. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
e. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot
pada insersinya pada tulang.
4. Berdasarkan jumlah garis patah.
a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama.
5. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang
a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
b. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
1) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu
dan overlapping).
2) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
3) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh
6. Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
a. 1/3 proksimal
b. 1/3 medial
c. 1/3 distal
7. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
8. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan
jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
a. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya.
b. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
c. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.
d. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan
ancaman sindroma kompartement.

G. Penatalaksanaan Medik
1. Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan
disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period). Kuman
belum terlalu jauh meresap dilakukan:
a. Pembersihan luka
b. Exici
c. Hecting situasi
d. Antibiotik
2. Seluruh Fraktur
a. Rekognisis/Pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan
selanjutnya.

b. Reduksi/Manipulasi/Reposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula
secara optimun. Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasfanatomis
(brunner, 2001).

Reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk


mereduksi fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur,
namun prinsip yang mendasarinya tetap, sama. Biasanya dokter melakukan
reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilaugan
elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan
kasus, roduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mulai
mengalami penyembuhan.

Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus dipersiapkan untuk


menjalani prosedur; harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur, dan
analgetika diberikan sesuai ketentuan. Mungkin perlu dilakukan anastesia.
Ekstremitas yang akan dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk
mencegah kerusakan lebih lanjut

Reduksi tertutup. Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan


mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling
berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.

Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan, sementara gips, biadi


dan alat lain dipasang oleh dokter. Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan
menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang. Sinar-x harus dilakukan
untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar.

Traksi. Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan


imoblisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
Sinar-x digunakan untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen
tulang. Ketika tulang sembuh, akan terlihat pembentukan kalus pada sinar-x.
Ketika kalus telah kuat dapat dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan
imobilisasi.

Reduksi Terbuka. Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan


pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk
pin, kawat, sekrup, plat paku, atau batangan logam digunakan untuk
mempertahankan fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang
yang solid terjadi. Alat ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke
rongga sumsum tulang, alat tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang
kuat bagi fragmen tulang.

3. Retensi/Immobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optimun.

Imobilisasi fraktur. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus


diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai
terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau
interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi
kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat
digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna untuk
mengimobilisasi fraktur.

4. Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya
diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan
imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler (mis.
pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau, dan ahli bedah
ortopedi diberitahu segera bila ada tanda gangguan neurovaskuler.
Kegelisahan, ansietas dan ketidaknyamanan dikontrol dengan berbagai
pendekatan (mis. meyakinkan, perubahan posisi, strategi peredaan nyeri,
termasuk analgetika). Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk
meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah. Partisipasi
dalam aktivitas hidup sehari-hari diusahakan untuk memperbaiki kemandirian
fungsi dan harga-diri. Pengembalian bertahap pada aktivitas semula
diusahakan sesuai batasan terapeutika. Biasanya, fiksasi interna
memungkinkan mobilisasi lebih awal. Ahli bedah yang memperkirakan
stabilitas fiksasi fraktur, menentukan luasnya gerakan dan stres pada
ekstrermitas yang diperbolehkan, dan menentukan tingkat aktivitas dan beban
berat badan.

1. Proses Penyembuhan Tulang


Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur
merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan
membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk
oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:
a. Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur.
Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan
sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini
berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali.

b. Stadium Dua-Proliferasi Seluler


Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro
kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum, dan bone marrow yang
telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus
masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast
beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari
terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang
patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai,
tergantung frakturnya.
c. Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan
osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai
membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh
kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi
sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur
dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan
periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang) menjadi lebih
padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu
setelah fraktur menyatu.

d. Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah
menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan
osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat
dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen
dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu
beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal.

e. Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama
beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses
resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih
tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang
tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya
dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya.

H. Komplikasi
1. Komplikasi Dini

Syndrom Kompartemen

Pada fraktur tertutup banyak perdarahan dan resiko munculnya sindrom


kompartemen kaki dan ujung kaki dipelihara secara terpisah untuk mencari tanda-
tanda iskemia.
2. Komplikasi Belakangan
a. Kekakuan sendi
Fraktur komunitif berat, dan setelah operasi kompleks, terdapat banyak resiko
timbulnya kekakuan lutut. Resiko ini dicegah dengan menghindari imobilisasi
gips yang lama dan mendorong dilakukannya gerakan secepatt mungkin.
b. Deformitas
Deformitas valgus dan vavus tersisa amat sangat sering ditemukan, baik karena
reduksi fraktur tidak sempurna atau karena telah direduksi dengan meminadai,
namun fraktur mengalami pergesekkan ulang selama terapi. Untungnya,
deformitas yang moderat dapat memberi fungsi yang baik, meskipun pembebanan
berlebihan pada satu kompartemen secara terus-menerus dapat menyebabkan
predisposisi untuk osteoarthritis dikemudian hari.
c. Osteoarthritis
Umumnya lutut tidak merasakan nyeri, tetapi bila pasien merasakan nyeri dan
kondiks lateral terdepresi maka operasi rekontruksi dapat dipertimbangkan.

Menurut Lewis (2003) Komplikasi yang dapat terjadi antara lain, yaitu :

1. Komplikasi Awal

a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian  distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi
pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh
darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan pembebatan yang terlalu
kuat.
c. Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan
bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen
dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachikardi,
hypertensi, tachipnea, dan demam.
d. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopaedic, infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkman’s Ischemia.
f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatkan permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada
fraktur.

2. Komplikasi Dalam Waktu Lama


a. Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan
supai darah ke tulang.
b. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau  pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
c. Malunion
Keadaan di mana fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi terdapat deformitas
yang berbentuk angulasi, varus/valgus, rotasi, kependekan. Malunion dilakukan
dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
I. Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

- Cedera traumatic (langsung/tdk langsung


- Cedera Spontan
- Fraktur Patologik

Fraktur

Perubahan status Cedera sel Diskontuinitas Luka terbuka Reaksi peradangan


kesehatan fragmen tulang

Kurang
Degranulasi sel Terapi restrictif Lepasnya lipid Port de’ entri Gg. Integritas Edema
informasi
mast pada sum-sum kuman kulit
tulang

Kurang Pelepasan
mediator Gg. Mobilitas fisik Resiko Infeksi Penekanan pada
pengeta Terabsorbsi
kimia jaringan vaskuler
hunan masuk kealiran
Nociceptor darah Nekrosis
Korteks Penurunan aliran
serebri Oklusi arteri Jaringan paru
darah
Emboli paru
Medulla
Nyeri spinali Resiko disfungsi
neurovaskuler
J. Pemeriksaan Penunjang

1 X.Ray, Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang.


2 Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans, menggambarkan semua kerusakan akibat
fraktur
3 Arteriogram, dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
4 CCT, dilakukan bila terdapat banyak kerusakan otot.

K. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah
sebagai berikut:
1. Nyeri akut
2. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer
3. Gangguan pertukaran gas
4. Gangguan mobilitas fisik
5. Gangguan integritas kulit
6. Risiko infeksi
7. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
(Nanda, 2018)
Asuhan Keperawatan

NO DIAGNOSA NOC NIC


1. Domain 12 : Kenyamanan Domain IV : Pengetahuan tentang kesehatan Manajemen nyeri (1400)
Kelas 1 : Kenyamanan fisik &perilaku 1. Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit
Nyeri Akut (00132) Kelas Q : Perilaku sehat dengan tirah baring, gips, bebat dan atau traksi
Kontrol Nyeri (1605) 2. Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena
Outcome : 3. Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif.
Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang 4. Lakukan tindakan untuk meningkatkan
dengan menunjukkan tindakan santai, mampu kenyamanan (masase, perubahan posisi)
berpartisipasi dalam beraktivitas, tidur, istirahat 5. Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri
dengan tepat, menunjukkan penggunaan (latihan napas dalam, imajinasi visual, aktivitas
keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik dipersional)
sesuai indikasi untuk situasi individual 6. Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-
48 jam pertama) sesuai keperluan.
7. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.
8. Evaluasi keluhan nyeri (skala, petunjuk verbal
dan non verval, perubahan tanda-tanda vital)
2. Domain 11 : Domain 2 : Kesehatan fisiologis Manajemen sensasi perifer (2660)
Keamanan/perlindungan Kelas E : jantung paru 1. Dorong klien untuk secara rutin melakukan
Kelas 2 : Cedera Fisik Perfusi jarigan perifer (0407) latihan menggerakkan jari/sendi distal cedera.
Resiko disfungsi neurovaskuler Outcome : 2. Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan
perifer (00086) Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler bebat/spalk yang terlalu ketat.
baik dengan kriteria akral hangat, tidak pucat 3. Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang
dan syanosis, bisa bergerak secara aktif, cedera kecuali ada kontraindikasi adanya
sindroma kompartemen.
4. Pantau kualitas nadi perifer, aliran kapiler,
warna kulit dan kehangatan kulit distal cedera,
bandingkan dengan sisi yang normal.
3. Domain 4 : Aktivitas / istrahat Domain 1 : Fungsi kesehatan Pengaturan posisi (0840)
Kelas 2 : Aktivitas/ Olahraga Kelas C : Mobilitas 1. Pertahankan aktivitas personal yang biasa
Hambatan mobilitas fisik (00085) Ambulasi (0200) dilakukan / aktivitas yg disukai ( rekreasi
Outcome : terapeutik, untuk mengurangi kecemasan
Klien dapat meningkatkan/mempertahankan mendengarkan radio,baca koran, kunjungan
mobilitas pada tingkat paling tinggi yang teman/keluarga) sesuai keadaan klien.
mungkin dapat mempertahankan posisi 2. Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada
fungsional meningkatkan kekuatan/fungsi yang ekstremitas yang sakit maupun yang sehat
sakit dan mengkompensasi bagian tubuh sesuai keadaan klien.
menunjukkan tekhnik yang memampukan 3. Berikan papan penyangga kaki, gulungan
melakukan aktivitas trokanter/tangan sesuai indikasi
4. Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan
klien.
5. Bantu untuk menciptakan lingkungan yang
aman untuk dapat melakukan pergerakan
secara berkala sesuai indikasi.
SINDROM KOMPARTEMEN

A. Anatomi Fisiologi
Syndrome kompartemen merupakan suatu kondisi dimana terjadi peningkatan
tekanan interstitial dalam sebuah ruangan terbatas yakni kompartemen osteofasial yang
tertutup. Sehingga mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan tekanan oksigen
jaringan. Kompartemen osteofasial merupakan ruangan yang berisi otot, saraf dan
pembuluh darah yang dibungkus oleh tulang dan fascia serta otot-otot individual yang
dibungkus oleh epimisium. Secara anatomik, sebagian besar kompartemen terletak di
anggota gerak Berdasarkan letaknya komparteman terdiri dari beberapa macam, antara
lain :

1. Anggota gerak atas


a. Lengan atas:
1) Kompartemen volar, berisi otot flexor pergelangan tangan dan jari tangan,
nervus ulnar dan nervus median.
2) Kompartemen dorsal, berisi otot ekstensor pergelangan tangan dan jari tangan,
nervus interosseous posterior.
b. Lengan bawah:
1) Kompartemen volar, berisi otot flexor pergelangan tangan dan jari tangan,
nervus ulnar dan nervus median.
2) Kompartemen dorsal, berisi otot ekstensor pergelangan tangan dan jari tangan,
nervus interosseous posterior.
3) Mobile wad, berisi otot ekstensor carpi radialis longus, otot ekstensor carpi
radialis brevis, otot brachioradialis.
c. Wrist joint:
1) Kompartemen I, berisi otot abduktor pollicis longus dan otot ekstensor pollicis
brevis.
2) Kompartemen II, berisi otot ekstensor carpi radialis brevis, otot ekstensor
carpi radialis longus.
3) Kompartemen III, berisi otot ekstensor pollicis longus.
4) Kompartemen IV, berisi otot ekstensor digitorum communis, otot ekstensor
indicis.
5) Kompartemen V, berisi otot ekstensor digiti minimi.
6) Kompartemen VI, berisi otot ekstensor carpi ulnaris.
2. Anggota gerak bawah
a. Tungkai atas : terdapat tiga kompartemen yaitu: anterior, medial dan posterior.
b. Tungkai bawah (regio cruris):
1) Kompartemen anterior, berisi otot tibialis anterior dan ekstensor ibu jari kaki,
nervus peroneal profunda.
2) Kompartemen lateral, berisi otot peroneus longus dan brevis, nervus peroneal
superfisial.
3) Kompartemen posterior superfisial, berisi otot gastrocnemius dan soleus,
nervus sural.
4) Kompartemen posterior profunda, berisi otot tibialis posterior dan flexor ibu
jari kaki, nervus tibia.

c
Sindrom kompartemen paling sering terjadi pada daerah tungkai bawah (yaitu
kompartemen anterior, lateral, posterior superfisial dan posterior profundus) serta lengan
atas (kompartemen volar dan dorsal)

B. Defenisi
Sindrom kompartemen merupakan suatu kondisi dimana terjadi peningkatan
tekanan interstitial dalam sebuah ruangan terbatas yakni kompartemen osteofasial yang
tertutup. Hal ini dapat mengawali terjadinya kekurangan oksigen akibat penekanan
pembuluh darah, sehingga mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan diikuti
dengan kematian jaringan.
Ruangan tersebut (Kompartemen osteofasial) berisi otot, saraf dan pembuluh
darah yang dibungkus oleh tulang dan fascia serta otot-otot individual yang dibungkus
oleh epimisium. Ditandai dengan nyeri yang hebat, parestesi, paresis, pucat, disertai
denyut nadi yang hilang. Secara anatomi sebagian besar kompartemen terletak di anggota
gerak. Paling sering disebabkan oleh trauma, terutama mengenai daerah tungkai bawah
dan tungkai atas.

Kompartemen Tungkai Bawah

Berdasarkan etiologinya, Sindroma Kompartemen dapat di klasifikasikan menjadi


penurunan volume kompartemen dan peningkatan tekanan struktur kompartemen,
sedangkan berdasarkan lamanya gejala, dapat dibedakan menjadi akut dan kronik.
Penyebab umum terjadinya sindroma kompartemen akut adalah fraktur, trauma jaringan
lunak, kerusakan pada arteri dan luka bakar. Sedangkan sindroma kompartemen kronik
biasa terjadi akibat melakukan aktivitas yang berulang-ulang, misalnya pelari jarak jauh,
pemain basket, pemain sepak bola dan militer.
C. Etiologi
Etiologi Terdapat berbagai penyebab dapat meningkatkan tekanan jaringan lokal
yang kemudian memicu timbullny sindrom kompartemen, yaitu antara lain:
1. Penurunan volume kompartemen
Kondisi ini disebabkan oleh:
a. Penutupan defek fascia
b. Traksi internal berlebihan pada fraktur ekstremitas
2. Peningkatan tekanan eksternal
a. Balutan yang terlalu ketat
b. Berbaring di atas lengan
c. Gips
3. Peningkatan tekanan pada struktur kompartemen
Beberapa hal yang bisa menyebabkan kondisi ini antara lain:
a. Pendarahan atau Trauma vaskuler
b. Peningkatan permeabilitas kapiler
c. Penggunaan otot yang berlebihan
d. Luka bakar
e. Operasi
f. Gigitan ular
g. Obstruksi vena
Sejauh ini penyebab sindroma kompartemen yang paling sering adalah cedera,
dimana 45 % kasus terjadi akibat fraktur, dan 80% darinya terjadi di anggota gerak
bawah.

D. Patofisiologi
Patofisiologi sindrom kompartemen melibatkan hemostasis jaringan lokal normal
yang menyebabkan peningkatan tekanan jaringan, penurunan aliran darah kapiler, dan
nekrosis jaringan lokal yang disebabkan hipoksia.
Tanpa memperhatikan penyebabnya, peningkatan tekanan jaringan menyebabkan
obstruksi vena dalam ruang yang tertutup. Peningkatan tekanan secara terus menerus
menyebabkan tekanan arteriolar intramuskuler bawah meninggi. Pada titik ini, tidak ada
lagi darah yang akan masuk ke kapiler sehingga menyebabkan kebocoran ke dalam
kompartemen, yang diikuti oleh meningkatnya  tekanan dalam kompartemen.
Penekanan terhadap saraf perifer disekitarnya akan menimbulkan nyeri hebat.
Metsen mempelihatkan bahwa bila terjadi peningkatan intrakompartemen, tekanan vena
meningkat. Setelah itu, aliran darah melalui kapiler akan berhenti. Dalam keadaan ini
penghantaran oksigen juga akan terhenti, Sehingga terjadi hipoksia jaringan (pale). Jika
hal ini terus berlanjut, maka terjadi iskemia otot dan nervus, yang akan menyebabkan
kerusakan ireversibel komponen tersebut.
Terdapat tiga teori yang menyebabkan hipoksia pada kompartemen sindrom yaitu,
antara lain:
Spasme arteri akibat peningkatan tekanan kompartemen
1. Theory Of Critical Closing Pressure.
Hal ini disebabkam oleh diameter pembuluh darah yang kecil dan tekanan mural
arteriol yang tinggi. Tekanan transmural secara signifikan berbeda (tekanan arteriol-
tekanan jaringan), ini dibutuhkan untuk memelihara patensi aliran darah. Bila tekanan
tekanan jaringan meningkat atau tekanan arteriol menurun maka tidak ada lagi
perbedaan tekanan. Kondisi seperti ini dinamakan dengan tercapainya critical closing
pressure. Akibat selanjutnya adalah arteriol akan menutup
2. Tipisnya dinding vena
Karena dinding vena itu tipis, maka ketika tekanan jaringan melebihi tekanan vena
maka ia akan kolaps. Akan tetapi bila kemudian darah mengalir secara kontinyu dari
kapiler maka, tekanan vena akan meningkat lagi melebihi tekanan jaringan sehingga
drainase vena terbentuk kembali.
McQueen dan Court-Brown berpendapat bahwa perbedaan tekanan diastolik dan
tekanan kompartemen yang kurang dari 30 mmHg mempunyai korelasi klinis dengan
sindrom kompartemen.
Patogenesis dari sindroma kompartemen) kronik telah digambarkan oleh Reneman.
Otot dapat membesar sekitar 20% selama latihan dan akan menambah peningkatan
sementara dalam tekanan intra kompartemen. Kontraksi otot berulang dapat
meningkatkan tekanan intamuskular pada batas dimana dapat terjadi iskemia
berulang.
Sindroma kompartemen kronik terjadi ketika tekanan antara kontraksi yang terus –
menerus tetap tinggi dan mengganggu aliran darah. Sebagaimana terjadinya kenaikan
tekanan, aliran arteri selama relaksasi otot semakin menurun, dan pasien akan
mengalami kram otot. Kompartemen anterior dan lateral dari tungkai bagian bawah
biasanya yang kena.

E. Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang terjadi pada syndrome kompartemen dikenal dengan 5 P yaitu:
1. Pain (nyeri) : nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena,
ketika ada trauma langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang paling penting.
Terutama jika munculnya nyeri tidak sebanding dengan keadaan klinik (pada anak-
anak tampak semakin gelisah atau memerlukan analgesia lebih banyak dari
biasanya).
2. Pallor (pucat), diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daereah tersebut.
3. Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut nadi )
4. Parestesia (rasa kesemutan)
5. Paralysis : Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang berlanjut
dengan hilangnya fungsi bagian yang terkena kompartemen sindrom.
Sedangkan pada kompartemen syndrome akan timbul beberapa gejala khas, antara lain:
1. Nyeri yang timbul saat aktivitas, terutama saat olehraga. Biasanya setelah berlari atau
beraktivitas selama 20 menit.
2. Nyeri bersifat sementara dan akan sembuh setelah beristirahat 15-30 menit.
3. Terjadi kelemahan atau atrofi otot

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium :
a. Comprehensive metabolic panel (CMP)
Sekelompok tes darah yang memberikan gambaran keseluruhan keseimbangan
kimia tubuh dan metabolisme. Metabolisme mengacu pada semua proses fisik
dan kimia dalam tubuh yang menggunakan energi.
b. Complete blood cell count (CBC)
Pemeriksaan komponen darah secara lengkap yakni kadar : Hemoglobin,
Hematokrit, Leukosit (White Blood Cell / WBC), Trombosit (platelet), Eritrosit
(Red Blood Cell / RBC), Indeks Eritrosit (MCV, MCH, MCHC), Laju Endap
Darah atau Erithrocyte Sedimentation Rate (ESR), Hitung Jenis Leukosit (Diff
Count), Platelet Disribution Width (PDW), Red Cell Distribution Width (RDW).
c. Amylase and lipase assessment
d. Prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin time (aPTT) bila pasien
diberi heparin
e. Cardiac marker test (tes penanda jantung)
f. Urinalisis and urine drug screen
g. Pengukuran level serum laktat
h. Arterial blood gas (ABG): cara cepat untuk mengukur deficit pH, laktat dan basa.
i. Kreatinin fosfokinase dan urin myoglobin
j. Serum myoglobin
k. Toksikologi urin : dapat membantu menentukan penyebab, tetapi tidak membantu
dalam menentukan terapi pasiennya.
l. Urin awal : bila ditemukan myoglobin pada urin, hal ini dapat mengarah ke
diagnosis rhabdomyolisis.
2. Imaging :
a. Rontgen : pada ekstremitas yang terkena.
b. USG: USG membantu untuk mengevaluasi aliran arteri dalam memvisualisasi
Deep Vein Thrombosis  (DVT)

G. Penatalaksanaan
Tujuan dari penanganan sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit fungsi
neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal, melalui bedah
dekompresi. Walaupun fasciotomi disepakati sebagai terapi yang terbaik, namun
beberapa hal, seperti timing, masih diperdebatkan. Semua ahli bedah setuju bahwa
adanya disfungsi neuromuskular adalah indikasi mutlak untuk melakukan fasciotomi
Penanganan kompartemen secara umum meliputi:
1. Terapi Medikal/non bedah
2. Terapi Bedah
Fasciotomi  dilakukan jika tekanan intrakompartemen mencapai > 30 mmHg. Tujuan
dilakukan tindakan ini adalah  menurunkan tekanan dengan memperbaiki perfusi otot.
Jika tekanannya < 30 mm Hg maka tungkai cukup diobservasi dengan cermat dan
diperiksa lagi pada jam-jam berikutnya. Kalau keadaan tungkai membaik, evaluasi
terus dilakukan hingga fase berbahaya terlewati. Akan tetapi jika memburuk maka
segera lakukan fasciotomi. Keberhasilan dekompresi untuk perbaikan perfusi adalah 6
jam. Terdapat dua teknik dalam fasciotomi yaitu teknik insisi tunggal dan insisi
ganda.Insisi ganda pada tungkai bawah paling sering digunakan karena lebih aman
dan lebih efektif, sedangkan insisi tunggal membutuhkan diseksi yang lebih luas dan
resiko kerusakan arteri dan vena peroneal

H. Komplikasi
Sindrom kompartemen jika tidak mendapatkan penanganan dengan segera akan
menimbulkan berbagai komplikasi antara lain :
1. Nekrosis pada syaraf dan otot dalam kompartemen
2. Kontraktur volkam, merupakan kerusakan otot yang disebabkan oleh terlambatnya
penanganan sindrom kompartemen sehingga timbul deformitas pada tanga, jari dan
pergelangan tangan karena adanya trauma pada lengan bawah
3. Trauma vascular
4. Gagal ginjal akut
5. Sepsis
6. Acture respiratory distress syndrome (ARDS)
I. Penyimpangan KDM Syindrom Kompartemen

Trauma/exercise

Edema/hematoma
lokal

Peningkatan tekanan
intra kompartemen

Pelepasan mediator kikma Gangguan aliran pembuluh


darah

Nociceptor
Pembuluh darah
Perfusi jaringan
colaps
Medula spinalis

Nekrosis jaringan Ketidakefektifan


Korteks cerebri perfusi jaringan perfer

Nyeri
J. Asuhan Keperawatan

NO DIAGNOSA NOC NIC


1. Domain 12 : Kenyamanan Domain IV : Pengetahuan tentang kesehatan Manajemen nyeri (1400)
Kelas 1 : Kenyamanan fisik &perilaku 3. Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit
Nyeri Akut (00132) Kelas Q : Perilaku sehat dengan tirah baring, gips, bebat dan atau traksi
Kontrol Nyeri (1605) 4. Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena
Outcome : 5. Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif.
Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang 6. Lakukan tindakan untuk meningkatkan
dengan menunjukkan tindakan santai, mampu kenyamanan (masase, perubahan posisi)
berpartisipasi dalam beraktivitas, tidur, istirahat 7. Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri
dengan tepat, menunjukkan penggunaan (latihan napas dalam, imajinasi visual,
keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik aktivitas dipersional)
sesuai indikasi untuk situasi individual 8. Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-
48 jam pertama) sesuai keperluan.
9. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.
10. Evaluasi keluhan nyeri (skala, petunjuk verbal
dan non verval, perubahan tanda-tanda vital)
2 Domain 4 : aktivitas istrahat Domain 2 : Kesehatan fisiologis Manajemen sensasi perifer (2660)
Kelas 4 : Respon Kelas E : jantung paru 1. Dorong klien untuk secara rutin melakukan
kardiovaskuler/pulmonal Perfusi jarigan perifer (0407) latihan menggerakkan jari/sendi distal cedera.
Outcome : 2. Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan
Ketidakefektifan perfusi jaringan Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler bebat/spalk yang terlalu ketat.
perifer baik dengan kriteria akral hangat, tidak pucat 3. Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang
dan syanosis, bisa bergerak secara aktif, cedera kecuali ada kontraindikasi adanya
sindroma kompartemen.
4. Pantau kualitas nadi perifer, aliran kapiler,
warna kulit dan kehangatan kulit distal cedera,
bandingkan dengan sisi yang normal.
3 Domain 4 : Aktivitas / istrahat Domain 1 : Fungsi kesehatan Pengaturan posisi (0840)
Kelas 2 : Aktivitas/ Olahraga Kelas C : Mobilitas 1. Pertahankan aktivitas personal yang biasa
Hambatan mobilitas fisik (00085) Ambulasi (0200) dilakukan / aktivitas yg disukai ( rekreasi
Outcome : terapeutik, untuk mengurangi kecemasan
Klien dapat meningkatkan/mempertahankan mendengarkan radio,baca koran, kunjungan
mobilitas pada tingkat paling tinggi yang teman/keluarga) sesuai keadaan klien.
mungkin dapat mempertahankan posisi 2. Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada
fungsional meningkatkan kekuatan/fungsi yang ekstremitas yang sakit maupun yang sehat
sakit dan mengkompensasi bagian tubuh sesuai keadaan klien.
menunjukkan tekhnik yang memampukan 3. Berikan papan penyangga kaki, gulungan
melakukan aktivitas trokanter/tangan sesuai indikasi
4. Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan
klien.
5. Bantu untuk menciptakan lingkungan yang
aman untuk dapat melakukan pergerakan
secara berkala sesuai indikasi.
Daftar Pustaka
Setiati sitti dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3 Edisi Vi. 2017. Jakarta:
Interna Publishing
Smelzer, S.C, Bare, B.S Hinkle.J, & Cheever.K. (2010) Texbook of Medical
Surgical nursing 12 edition.
Gloria M. Bulechek, h.K.(2013). Nursing Intervention Clastivication Edisi 6.
Jakarta : Helsevier.
Herman, T. Heather. 2018. NANDA-I Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2018-2020.Jakarta: EGC
Suemorheatd, M.J(2013). Nursing Outcomes Classivication Edisi . Jakarta :
Eslevier
Tortora J Gerad. Derrickson bryan.(2016). Dasar Anatomi dan Fisiologi System
Organisasi, System Penunjang Dan Gerak, Dan System Control Vol 1 Edisi 13. Jakarta :
EGC
Gunardi santoso dkk (2018). Buku Ajar Anatomi Sabota.Jakarta : Elsevier

Anda mungkin juga menyukai