Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP DASAR ASUHAN

KEPERAWATAN PADA PASIEN FRAKTUR DI RUMAH


SAKIT UMUM DAERAH KLUNGKUNG

Oleh :

Ni Kadek Ayu Trya Septi Getsuyobi, S.Kep

C1221027

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES BINA USADA BALI
2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP DASAR PENYAKIT

A. DEFINISI

Fraktur adalah suatu kondisi yang terjadi ketika keutuhan dan kekuatan dari
tulang mengalami kerusakan yang disebabkan oleh penyakit invasif atau suatu proses
biologis yang merusak (Kenneth et al., 2015).

Fraktur adalah terputusnya kontiunitas tulang, retak atau patah pada tulang
yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik yang ditentukan
jenis dan luasnya trauma (Lukman & Ningsih, 2012).

Fraktur atau patah tulang disebabkan karena trauma atau tenaga fisik,
kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang dan jaringan lunak disekitar
tulang merupakan penentu apakah fraktur terjadi lengkap atau tidak lengkap (Astanti,
2017).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa fraktur


merupakan kerusakan pada tulang maupun jaringan lunak tulang yang disebabkan
oleh cidera atau trauma fisik yang dapat mengganggu fungsi dari tulang, sehingga
fraktur perlu mendapatkan penanganan yang tepat untuk memperbaiki struktur tulang
tersebut.

B. ANATOMI FISIOLOGI
a) Anatomi Tulang

Komponen utama sistem muskoluskeletal adalah jaringan ikat. Sistem


ini terdiri dari tulang, sendi, otot, rangka, tendon, ligamen, bursa, dan jaringan
khusus yang menghubungkan struktur-struktur ini. Kerangka tulang
merupakan kerangka yang kuat menyangga struktur tubuh. Sementara itu,otot
yang melekat pada kerangka tulang memungkinkan tubuh untuk bergerak.
Tulang terbentuk dari jaringan-jaringan mesenkim. Pada pembentukan tulang,
zat-zat anorganik seperti kalsium, fosfor, dan CO2 sangat diperlukan., selain
zat-zat protein dan lemak. Sementara itu, pertumbuhan tulang dipengaruhi
oleh vitamin D dan hormon-hormon, seperti hormon tiroid dan pituitari. Sinar
ultraviolet juga memiliki pengaruh dalam proses biokimia pertumbuhan
tulang.
Komponen utama dari jaringan tulang adalah mineral dan jaringan
organik (kolagen serta proteoglikan). Kalisum dan dosfat membentuk suatu
kristal garam (hidroksiapatit), kemudian tertimbun pada matriks kolagen dan
proteoglikan. Matriks tulang disebut sebagai suatu osteoid. Sekitar 70% dari
osteoid adalah kolagen tipe I yang mempunyai kekakuan dan kekerasan tinggi
pada tulang. Materi organik lain yang juga menyusun tulang adalah
proteoglikan. Tulang diselimuti di bagian luarnya oleh periosteum,
periosteum mengandung saraf, pembuluh darah dan limfatik. Endosteum
adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang panjang
dan rongga dalam tulang kanselus. Sumsum tulang merupakan jaringan
vaskuler dalam rongga. Sumsum (batang) tulang panjang dan tulang pipih,
tulang kanselus menerima asupan darah yang sangat banyak melalui
pembuluh metafisis dan epifisis (Zairin, 2013).
Tubuh manusia tersusun atas tulang-tulang dengan berbagai bentuk
dan jenisnya yang membentuk satu rangkaian menjadi rangka. Fungsi umum
rangka/tulang adalah (Tarwoto & Wartonah, 2011) :
a) Memberi bentuk pada tubuh. Seseorang terlihat tinggi atau pendek karena
penyusun rangkanya.
b) Melindungi organ atau jaringan vital yang ada didalamnya.
c) Menyangga berat badan. Tulang-tulang aksial yang membentuk poros
tubuh berfungsi menyanggah berat badan misalnya tulang leher, tulang
vertebra dan tulang pelvis.
d) Tempat melekatnya otot yaitu otot-otot lurik atau otot rangka.
e) Membantu pergerakan. Adanya persendian dan kerjasama dengan otot
serta sistem saraf memungkinkan tulang dapat bergerak.
f) Tempat menyimpan energi, yaitu simpanan lemak yang ada pada sumsum
kering.

Secara garis besar, tulang dibagi menjadi enam (Abdul Wahid, 2013) :

a) Tulang Panjang (long bone)


Terdiri dari batang tebal panjang yang disebut diafisis dan dua ujung yang
disebut efisis. Di sebelah proksimal dari efisis terdapat metafisis. Di antara
epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang rawan yang tumbuh, yang
disebut lempeng efisis atau lempeng pertumbuhan. Tulang panjang tumbuh
karena akumulasi tulang rawan di lempeng efisis. Tulang rawan digantikan
oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas, dan tulang yang
memanjang. Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat. Efisis dibentuk
oleh jaringan tulang yang padat. Efisis dibentuk dari spongi bone (cancellous
atau trabecular). Pada akhir tahun remaja tulang rawan habis, lempeng efisis
berfusi, dan tulang berhenti tumbuh. Hormon pertumbuhan, estrogen, dan
testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang. Estrogen, bersama
dengan testosteron, merangsang fusi lempeng epifisis. Batang suatu tulang
panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis. Kanalis medularis
berisi sumsum tulang. Contoh tulang panjang adalah femur, tibia, fibula, ulna
dan humerus.
b) Tulang Pendek (short bone) Bentuknya tidak teratur dan inti dari cansellous
(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat. Contohnya:
tulang-tulang karpal.
c) Tulang Pipih (flat bone), misalnya tulang pariental, iga, skapula, dan pelvis
d) Tulang Tidak Beraturan (irreguler bone), sama seperti dengan tulang pendek,
misalnya tulang vertebra.
e) Tulang Sesamoid, merupakan tulang kecil yang terletak disekitar tulang yang
berdekatan dengan persendian dan didukung oleh tendon dan jaringan faisal,
misalnya tulang patela (kap lutut).
f) Tulang Sutural (sutural bone), yaitu di atap tengkorak.
b) Fisiologi Tulang
Tulang adalah adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel :
osteoblast, osteosit, dan osteoklas.
1) Osteoblast membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan
proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid melalui suatu proses
yang disebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid,
osteoblast mensekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang memegang
peranan penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam matriks
tulang. Sebagian dari fosfatase alkali akan memasuki aliran darah, dengan
demikian maka kadar fosfatase alkali di dalam darah dapat menjadi indikator
yang baik tentang tingkat pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang
atau pada kasus metastasis kanker ke tulang. Osteoblast merupakan salah satu
jenis sel hasil diferensiasi mesenkim yang sangat penting dalam proses
osteogenesis atau osifikasi. Sebagai sel, osteoblast dapat memproduksi
substansi organic intraseluler matriks, dimana klasifikasi terjadi di kemudian
hari.
2) Jaringan yang tidak mengandung kalsium disebut osteoid dan apabila
klasifikasi terjadi pada matriks maka jaringan disebut tulang. Sesaat setelah
osteoblas dikelilingi oleh substansi organic intraseluler, disebut osteosit dimana
keadaaan ini terjadi dalam lakuna.
3) Sel yang bersifat multinukleus, tidak ditutupi oleh permukaan tulang dengan
sifat dan fungsi resopsi serta mengeluarkan tulang yang disebut osteoklas.
Kalsium hanya dapat dikeluarkan oleh tulang melalui proses aktivitas
osteoklasin yang menghilangkan matriks organic dan kalsium secara
bersamaan dan disebut deosifikasi. Struktur tulang berubah sangat lambat
terutama setelah periode pertumbuhan tulang berakhir. Setelah fase ini tulang
lebih banyak terjadi dalam bentuk perubahan mikroskopik akibat aktifitas
fisiologi tulang sebagai suatu organ biokimia utama tulang. Komposisi tulang
terdiri atas : Substansi organic : 35%, Substansi Inorganic : 45%, Air : 20%,
Substansi organik terdiri atas sel-sel tulang serta substansi organic intraseluler
atau matriks kolagen dan merupakan bagian terbesar dari matriks (90%).
Substansi inorganic terutama terdiri atas kalsium dan fosfor dan sisanya oleh
magnesium, sodium, hidroksil, karbonat dan fluoride. Enzim tulang adalah
alkali fosfatase yang diproduksi oleh osteoblas yang kemungkinan besar
mempunyai peranan yang paling penting dalam produksi organic matriks
sebelum terjadi kalsifikasi.
Pada keadaan normal tulang mengalami pembentukan dan absorpsi
pada suatu tingkat yang konstan, kecuali pada masa pertumbuhan kanak-kanak
ketika terjadi lebih banyak pembentukan daripada absorpsi tulang. Pergantian
yang berlangsung terus-menerus ini penting untuk fungsi normal tulang dan
membuat tulang dapat berespon terhadap tekanan yang meningkat dan untuk
mencegah terjadi patah tulang. Betuk tulang dapat disesuaikan dalam
menanggung kekuatan mekanis yang semakin meningkat. Perubahan tersebut
juga membantu mempertahankan kekuatan tulang pada proses penuaan.
Matriks organik yang sudah tua berdegenerasi, sehingga membuat tulang
secara relative menjadi lemah dan rapuh. Pembentukan tulang yang baru
memerlukan matriks organik baru, sehingga memberi tambahan kekuatan pada
tulang. Fungsi tulang secara umum yaitu (Abdul Wahid, 2013) :
1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh.
2) Melindungi organ tubuh (misalnya jatung, otak, dan paru-paru).
3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan).
4) Membentuk sel-sel darah merah didalam sumsum tulang belakang (hema
topoiesis
5) Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor.

C. ETIOLOGI

Fraktur dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah cidera,


stress, dan melemahnya tulang akibat abnormalitas seperti fraktur patologis (Nurarif
& Hardi, 2015). Menurut (Purwanto, 2016) penyebab terjadinya fraktur adalah :

a) Trauma langsung
Terjadi benturan pada tulang yang menyebabkan fraktur.
b) Trauma tidak langsung
Tidak terjadi pada tempat benturan tetapi ditempat lain,oleh karena itu
kekuatan trauma diteruskan oleh sumbu tulang ke tempat lain.
c) Kondisi patologis
Terjadi karena penyakit pada tulang (degeneratif dan kanker tulang).
D. KLASIFIKASI

Menurut (Nurarif & Hardhi, 2015) fraktur diklasifikasikan menjadi beberapa yaitu :
1. Berdasarkan komplet atau fraktur tidak komplit :
a. Fraktur komplet, yaitu patah pada seluruh garis tengah tulang dan
biasanya mengalami pergeseran.
b. Fraktur inkomplet, yaitu patah hanya terjadi pada sebagian dari garis
tengah tulang.
2. Berdasarkan sifat fraktur :
a. Fraktur simple/tertutup, tidak menyebabkan robeknya kulit.
b. Fraktur kompleks/terbuka, dimana fraktur dengan luka pada kulit atau
membrane mukosa sampai ke patahan tulang. Fraktur terbuka digradasi
menjadi :
1) Grade I dengan luka bersih, panjangnya ≤ 1 cm.
2) Grade II luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak.
3) Grade III yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan
jaringan yang paling berat.
3. Berdasarkan bentuk garis patah :
a. Fraktur Greenstick : fraktur salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya
membengkok.
b. Fraktur Tranversal : fraktur sepanjang garis tengah tulang.
c. Fraktur Oblik : fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang.
d. Fraktur Spiral : fraktur memuntir seputar batang tulang.

E. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis fraktur menurut UT Southwestern Medical Center (2016)


adalah nyeri, kehilangan fungsi, deformitas/perubahan bentuk, pemendekan
ekstermitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna.

1. Nyeri secara terus menerus akan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur bagian yang tidak dapat digunakan cenderung bergerak
secara alamiah (gerakan luar biasa) membukanya tetap rigid seperti normalnya.
Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas
(terlihat maupun teraba) ekstermitas dapat diketahui dengan membandingkan
ekstermitas normal. Ekstermitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi
normal otot tergantung pada integritas tempat melengketnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat pada atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering
saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sama 5 cm (1 sampai 2 inchi).
4. Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang
dinamakan krepitusakibat gesekan antara fragmen 1 dengan yang lainnya (uji
krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat).
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit dapat terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah
beberapa jam atau hari setelah terjadi cidera.

F. PATOFISIOLOGI

Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila
tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena
perlukaan di kulit. Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat
patah ke dalam jaringan lunak disekitar tulang tersebut, jaringan lunak yang biasanya
mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat di sekitar fraktur.
Sel-sel darah putih dan sel-sel anast berkamulasi mengakibatkan peningkatan aliran
darah ketempat tersebut aktifitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang
baruamatir yang disebut callus. Bekuan fibrin di reabsorbsi dan sel-sel tulang baru
mengalami remodelling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah
atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak
ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstermitas dan mengakibatkan
kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan mengakibatkan
peningkatan tekanan jaringan, oklusa darah total dan berakibat anoreksia
mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini
dinamakan syndrom compartment (Wijaya, 2015).
G. PATHWAY

Trauma Tidak
Trauma Langsung Kondisi Patologis
Langsung

FRAKTUR

Pergeseran Fragmen Tulang

Diskontinuitas Timbul Respon Prosedur


Tulang Stimulus Nyeri Bedah

Pengeluaran Pemasangan
Fraktur Histamin Fiksasi Eksternal
Fraktur
Terbuka Terutup
Reaksi Gangguan
Nosiseptor Fungsi Tulang

Perubahan
Fragmen Tulang Respon Reflek Hambatan
Protektif Pada Mobilitas
Tulang Fisik
Spasme Otot, Ruptur
Vena/Arteri
Nyeri Akut

Penekanan
Pembuluh Darah

Ketidakefektifan
Perfusi Jaringan
Perifer

(Sumber : Wijaya, 2015)


H. KOMPLIKASI

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada kasus fraktur antara lain (Rasjad
Chairuddin, 2012) :

1. Komplikasi Awal
a. Shock Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.
b. Osteomyelitis Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum
dan korteks tulang dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh)
atau hematogenous (infeksi yang berasal dari dalam tubuh). Patogen dapat
masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus, atau selama operasi.
c. Infeksi System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke
dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
2. Komplikasi Dalam Waktu Lama
a. Penyatuan tertunda merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan
karena penurunan supai darah ke tulang.
b. Tak menyatu, artinya Penyatuan tulang tidak terjadi yang disebabkan
karena tidak adanya imobilisasi.
c. Malunion, Kelainanpenyatuan tulang karena penyerasian yang buruk
menimbulkan pergeseran.

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG/DIAGNOSTIK

Menurut (Rasjad Chairuddin, 2012), pemeriksaan penunjang fraktur berupa :


1. Pemeriksaan Radiologi (rontgen), pada daerah yang dicurigai fraktur, harus
mengikuti aturan role of two, yang terdiri dari :
a. Mencakup dua gambaran yaitu anteroposterior (AP) dan lateral.
b. Memuat dua sendi antara fraktur yaitu bagian proximal dan distal.
c. Memuat dua extremitas (terutama pada anak-anak) baik yang cidera
maupun yang tidak terkena cidera (untuk membandingkan dengan yang
normal).
d. Dilakukan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan.
2. Pemeriksaan Laboratorium, meliputi :
a. Darah rutin
b. Faktor pembekuan darah
c. Golongan darah (terutama jika akan dilakukan tindakan operasi)
d. Urinalisa
e. Kreatinin (trauma otot dapat meningkatkan beban kreatinin untuk kliren
ginjal).
3. Pemeriksaan arteriografi dilakukan jika dicurigai telah terjadi kerusakan
vaskuler akibat fraktur tersebut

J. PENATALAKSANAAN

Menurut (Rasjad Chairuddin, 2012), penatalaksanaan fraktur yaitu :


1. Reduksi
Adalah pemulihan keselarasan anatomi bagi tulang fraktur. Reposisi
memerlukan pemulihan panjang serta koreksi deformitas angular dan
rotasional. Reposisi mannipulatif biasanya dapat dilakukan pada fraktura
ekstremitas distal (tangan, pergelangan tangan. kaki, tungkai), dimana spasme
otot tidak berlebihan. Traksi bisa diberikan dengan plester felt melekat diatas
kulit atau dengan memasang pin tranversa melalui tulang, distal terhadap
ftaktur. Reduksi terbuka biasanya disertai oleh sejumlah bentuk fiksasi
interna dengan plat & pin, batang atau sekrup. Ada dua jenis reposisi, yaitu
reposisi tertutup dan reposisi terbuka. Reposisi tertutup dilakukan pada
fraktur dengan pemendekan, angulasi atau displaced. Biasanya dilakukan
dengan anestesi lokal dan pemberian analgesik. Selanjutnya diimobilisasi
dengan gips. Bila gagal maka lakukan reposisi terbuka dikamar operasi
dengan anestesi umum.
2. Imobilisasi
Bila reposisi telah dicapai, maka diperlukan imobilisasi tempat fraktur sampai
timbul penyembuhan yang mencukupi. Kebanyakan fraktur ekstremitas dapat
diimobilisasi dengan dengan gips fiberglas atau dengan brace yang tersedia
secara komersial. Pemasangan gips yang tidak tepat bisa menimbulkan
tekanan kuIit, vascular, atau saraf. Semua pasien fraktur diperiksa hari
berikutnya untuk menilai neurology dan vascular. Bila traksi digunakan untuk
reduksi, maka traksi juga bertindak sebagai imobilisasi dengan ektremitas
disokong di atas ranjang atau di atas bidai sampai reduksi tercapai. Kemudian
traksi diteruskan sampai ada penyembuhan yang mencukupi, sehingga pasien
dapat dipindahkan memakai gips/brace.
3. Rehabilitasi
Apabila penyatuan tulang padat terjadi, maka rehabilitasi terutama
merupakanmasalah pemulihan jaringan lunak. Kapsula sendi, otot dan
ligamentum berkontraksi membatasi gerakan sendi sewaktu gips/bidai
dilepaskan. Dianjurkan terapi fisik untuk mgerakan aktif dan pasif serta
penguatan otot.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS

A. PENGKAJIAN

Pengkajian Asuhan keperawatan pada klienfraktur menurut (Muttaqin, 2017)


yaitu :

1. Identitas klien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin,agama, alamat, bangsa, pendidikan,
pekerjaaan tanggal MRS, diagnosa medis, nomor registrasi.
2. Keluhan utama
Keluhan utama pada masalah fraktur yaitu nyeri. Nyeri akut atau kronik
tergantung berapa lamanya serangan. Unit memperoleh data pengkajian
yang yang lengkap mengenai data pasien di gunakan :
a) Proboking insiden : apa ada peristiwa faktor nyeri.
b) Quality of pain : bagaimana rasanya nyeri saat dirasakan pasien. Apakah
panas, berdenyut / menusuk.
c) Region Radiation of pain : apakah sakitbisa reda dalam sekejap, apa
terasa sakit menjalar, dan dimana posisi sakitnya.
d) Severity/scale of pain : seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien
berdasarkan skala nyeri.
e) Time : berapakah waktu nyeri berlangsung, apa bertambah buruk pada
waktu malam hari atau pagi hari.
3. Riwayat penyakit sekarang Pada pasien patah tulang disebabkan karena
trauma / kecelakaan, dapat secara degenerative/patologis yang disebabkan
awalnya pendarahan, kerusakan jaringan di sekitar tulang yang
mengakibatkan nyeri, bengkak, pucat/perubahan warna kulit dan terasa
kesemutan.
4. Setelah pasien sampai di UGD yang pertama kali harus dilakukan adalah
mengamankan dan mengaplikasikan prinsip ABCDE (Airway,
Breathing, Circulation, Disability Limitation, Exposure)
1) A : Airway, dengan kontrol servikal.
Yang pertama harus dinilai adalah kelancaran jalan nafas. Ini meliputi
pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas oleh adanya benda asing atau
fraktus di bagian wajah. Usaha untuk membebaskan jalan nafas 6 harus
memproteksi tulang cervikal, karena itu teknik Jaw Thrust dapat
digunakan. Pasien dengan gangguan kesadaran atau GCS kurang dari 8
biasanya memerlukan pemasangan airway definitif.

2) B : Breathing.
Setelah mengamankan airway maka selanjutnya kita harus menjamin
ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik meliputi fungsi dari paru paru
yang baik, dinding dada dan diafragma. Beberapa sumber mengatakan
pasien dengan fraktur ektrimitas bawah yang signifikan sebaiknya
diberi high flow oxygen 15 l/m lewat non-rebreathing mask dengan
reservoir bag.
3) C : Circulation.
Ketika mengevaluasi sirkulasi maka yang harus diperhatikan di sini
adalah volume darah, pendarahan, dan cardiac output. Pendarahan
sering menjadi permasalahan utama pada kasus patah tulang, terutama
patah tulang terbuka. Patah tulang femur dapat menyebabkan
kehilangan darah dalam paha 3 – 4 unit darah dan membuat syok kelas
III. Menghentikan pendarahan yang terbaik adalah menggunakan
penekanan langsung dan meninggikan lokasi atau ekstrimitas yang
mengalami pendarahan di atas level tubuh. Pemasangan bidai yang
baik dapat menurunkan pendarahan secara nyata dengan mengurangi
gerakan dan meningkatkan pengaruh tamponade otot sekitar
patahan. Pada patah tulang terbuka, penggunaan balut tekan steril
umumnya dapat menghentikan pendarahan. Penggantian cairan yang
agresif merupakan hal penting disamping usaha menghentikan
pendarahan
4) D : Disability.
menjelang akhir survey primer maka dilakukan evaluasi singkat
terhadap keadaan neurologis. yang dinilai disini adalah tingkat
kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, tanda-tanda lateralisasi dan tingkat
cedera spinal
5) E : Exposure.
pasien harus dibuka keseluruhan pakaiannya, seiring dengan cara
menggunting, guna memeriksa dan evaluasi pasien. setelah pakaian
dibuka, penting bahwa pasien diselimuti agar pasien tidak hipotermia.
5. Riwayat penyakit sekarang
Pada pasien patah tulang disebabkan karena trauma / kecelakaan, dapat
secara degenerative/patologis yang disebabkan awalnya pendarahan,
kerusakan jaringan di sekitar tulang yang mengakibatkan nyeri, bengkak,
pucat/perubahan warna kulit dan terasa kesemutan.
6. Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien mengalami patah tulang paha atau pasien pernah punya
penyakit menurun sebelumnya. Memiliki penyakit osteoporosis/arthritis atau
penyakit lain yang sifatnya menurun atau menular.
7. Pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi hidup sehat
Klien fraktur apakah akan mengalami perubahan atau gangguan
pada personal hygiene atau mandi.
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Klien fraktur tidak ada perubahan nafsu makan, walaupun menu makanan
disesuakan dari rumah sakit.
c) Pola eliminasi
Perubahan BAK/BAB dalam sehari, apakah mengalami kesulitan waktu
BAB di kaenakan imobilisasi, feses warna kuning, pada pasien fraktur
tidak ada gangguan BAK.
d) Pola istirahat dan tidur
Kebiasaan pada pola tidur apakah ada gangguan yang disebabkan karena
nyeri, misalnya nyeri karena fraktur.
e) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas pada klien yang mengalami gangguan karena fraktur
mengakibatkan kebutuhan pasien perlu dibantu oleh perawat atau
keluarga.
f) Pola persepsi dan konsep diri
Klien mengalami gangguan percaya diri sebab tubuhnya perubahan
pasien takut cacat / tidak dapat bekerja lagi.
g) Pola sensori kognitif
Adanya nyeri yang disebabkan kerusakan jaringan, jika pada pola
kognotif atau pola berfikir tidak ada gangguan.
h) Pola hubungan peran
Terjadi hubungan peran interpersonal yaitu klien merasa tidak berguna
sehingga menarik diri
i) Pola penggulangan stress
Penting ditanyakan apakah membuat pasien menjadi depresi /
kepikiran mengenai kondisinya.
j) Pola reproduksi seksual
Jika pasien sudah berkeluarga maka mengalami perubahan pola seksual
dan reproduksi, jika pasien belum berkeluarga pasien tidak mengalami
gangguan pola reproduksi seksual
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Terjadi kecemasan/stress untuk pertahanan klien meminta mendekatakan
diri pada tuhan
8. Pemeriksaan fisik
Menurut (Muttaqin 2017) ada dua macam pemeriksaan fisik yaitu
pemeriksaan fisik secara umum (status general)untuk mendapatkan gambaran
umum dan pemeriksaan setempat (local). Hal ini diperlukan untuk dapat
melaksanakan perawatan total (total care). Pemeriksaan fisik secara umum :
a. Keluhan utama: Kesadaran klien : apatis, sopor, koma, gelisah,
komposmentis yang bergantung pada klien
b. Kedaaan penyakit : akut, kronis, ringan, sedang, berat. Tanda-tanda vital
tidak normal terdapat gangguan lokal, baik fungsi maupun bentuk.
c. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan,baik fungsi
maupun bentuk.

Pemeriksaan fisik secara Head To Toe Pemeriksaan pada system


musculoskeletal adalah sebagai berikut:

a. Inspeksi (look) : pada inspeksi dapat di perhatikan wajah klien,


kemudian warna kulit, kemudian syaraf, tendon, ligament, dan jaringan
lemak, otot,kelenjar limfe, tulang dan sendi, apakah ada jaringan
parut,warna kemerahan atau kebiruan atau hiperpigmentasi, apa ada
benjolan dan pembengkakan atau adakah bagian yang tidak normal.
b. Palpasi (feel) pada pemeriksaan palpasi yaitu : suatu pada kulit,
apakah teraba denyut arterinya, raba apakah adanya pembengkakan,
palpasi daerah jaringan lunak supaya mengetahui adanya spasme
otot,artrofi otot, adakah penebalan jaringan senovia,adannya cairan
didalam/di luar sendi, perhatikan bentuk tulang ada/tidak adanya
penonjolan atau abnormalitas.
c. Pergerakan (move) : perhatikan gerakan pada sendi baik secara
aktif/pasif, apa pergerakan sendi diikuti adanya krepitasi, lakukan
pemeriksaan stabilitas sandi, apa pergerakan menimbulkan rasa nyeri,
pemeriksaan (range of motion) dan pemeriksaan pada gerakan sendi
aktif ataupun pasif.
9. Pemeriksaan Radiologi
Umumnya pemeriksaan radiologis pada trauma skeletal merupakan
bagian dari survey sekunder. jenis dan saat pemeriksaan radiologis yang
akan dilakukan ditentukan oleh hasil pemeriksaan, tanda klinis, keadaan
hemodinamik, serta mekanisme trauma. foto pelvis AP perlu dilakukan
sedini mungkin pada pasien multitrauma tanpa kelainan hemodinamik dan
pada pasien dengan sumber pendarahan yang belum dapat ditentukan.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri Akut berhubungan dengan Agens Cedera Fisik (trauma)
2. Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Kerusakan Struktur Tulang
3. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer berhubungan dengan Faktor Pemberat
(imobilitas)
C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA TUJUAN & INTERVENSI RASIONAL


KEPERAWATAN KRITERIA HASIL KEPERAWATAN
1 Nyeri Akut berhubungan Setelah diberikan asuhan NIC label : Manajemen Nyeri NIC label : Manajemen
dengan Agens Cedera Fisik keperawatan selama 1 x 60 Nyeri
(trauma) menit diharapkan nyeri teratasi a. Monitor Tanda-Tanda Vital a. Untuk mengetahui status
dengan tujuan dan kriteria hasil keshatan pasien
: b. Dorong pasien untuk memonitor nyeri b. Agar pasien mampu
NOC label : Kontrol Nyeri dan menangani nyeri dengan tepat mengetahui kapan nyeri
1. Mengenali kapan nyeri dirasakan dan
terjadi dipertahankan pada mengendalikan nyeri yang
skala 3 ( kadang – kadang dirasakan
c. Berikan individu penurun nyeri yang
menunjukkan) c. Untuk membantu
optimal dengan peresepan analgesik
ditingkatkan ke skala 4 menurunkan nyeri dengan
( sering menunjukkan ) cepat sesuai peresepan
2. Menggunakan analgesik analgesic yang didapatkan
d. Berikan informasi mengenai nyeri ,
yang direkomendasikan d. Agar pasien memahami
seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri
dipertahankan pada skala mengenai nyeri yang
akan dirasakan, dan antisipasi dari
3 ( kadang – kadang dirasakan akibat penyakit
menunjukkan ) ketidaknyamanan akibat prosedur yang di derita
ditingkatkan ke skala 4 e. Dorong pasien untuk menggunakan obat– e. Untuk membantu
( sering menunjukkan ) obatan penurunan nyeri yang adekuat mempercepat proses
kesembuhan pasien dengan
NOC label : Nyeri : Efek
minum obat secara teratur
Yang Menggangu
f. Istirahat dapat membantu
1. Ketidaknyamanan f. Dukung istirahat atau tidur yang adekuat
memulihkan kondisi pasien
dipertahankan pada skala untuk membantu penurunan nyeri
2 ( cukup berat )
NIC label : Pemberian Obat
ditingkatkan ke skala 4
NIC label : Pemberian Obat a. Pemberian obat dilakukan
( ringan )
a. Ikuti prosedur lima benar dalam sesuai SOP yang telah
pemberian obat ditetapkan

b. Memberikan penjelasan
b. Beritahukan pasien mengenai jenis kepada pasien mengenai
obat, alasan pemberian obat, hasil yang obat yang di dapat
diharapkan dan efek lanjutan yang
akan terjadi sebelum pemberian obat
c. Pemberian obat yang sesuai
c. Berikan obat – obatan sesuai dengan dengan rute agar obat dapat
teknik dan cara yang tepat bekerja dengan baik

NIC label : Terapi Relaksasi


a. Mengajarkan teknik
NIC label : Terapi Relaksasi
relaksasi pada pasien untuk
a. Tunjukan dan praktikkan teknik
membantu mengurangi rasa
relaksasi pada pasien
nyeri

b. Agar pasien merasa nyaman


b. Ciptakan lingkungan yang tenang dan
selama menjalani perawatan
tanpa distraksi dengan lampu yang
redup dan suhu lingkungan yang
nyaman jika memungkinkan

2 Hambatan Mobilitas Fisik Setelah dilakukan asuhan NIC Label : Terapi Latihan Ambulasi NIC Label : Terapi Latihan
berhubungan dengan keperawatan selama 1 x 60 Ambulasi
Kerusakan Struktur Tulang menit diharapkan mobilitas a. Bantu pasien untuk berdiri dan ambulasi a. Membantu kemampuan
fisik pasien teratasi dengan
tujuan dan kriteria hasil : dengan jarak tertentu pasien untuk berdiri
NOC Label : Ambulasi b. Dorong pasien untuk bangkit sebanyak b. Memotivasi pasien dalam
1. Berjalan dengan pelan dan sesering mungkin latihan ambulasi
dipertahankan pada skala 2
(banyak terganggu) c. Identifikasi keamanan lingkungan pasien c. Untuk memastikan
ditingkatkan ke skala 4 keamanan lingkungan
(sedikit terganggu) sekitar pasien
2. Berjalan dengan jarak dekat
NIC Label : Terapi Aktivitas
dipertahankan pada skala 2 NIC Label : Terapi Aktivitas
a. Memberi pasien
(banyak terganggu) a. Bantu klien untuk menentukan aktivitas
kesempatan untuk
ditingkatkan ke skala 4 yang diinginkan
menentukan aktivitas yang
(sedikit terganggu)
diinginkan
NOC Label : Toleransi
Terhadap Aktivitas
b. Untuk menjalankan terapi
1. Kemudahan dalam b. Bantu akitivitas fisik dengan teratur
aktivitas pasien secara
beraktivitas dipertahankan
teratur
pada skala 2 (banyak
terganggu) ditingkatkan ke
c. Agar keluarga dapat
skala 4 (sedikit terganggu) c. Libatkan keluarga dalam aktivitas pasien
berpartisipasi implementasi
terapi kepada pasien
3 Ketidakefektifan Perfusi Setelah dilakukan asuhan NIC Label : Monitor TTV NIC Label : Monitor TTV
Jaringan Perifer keperawatan selama 1 x 60 a. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan a. Untuk mengetahui status
berhubungan dengan Faktor menit diharapkan perfusi status pernafasan secara tepat kesehatan pasien
Pemberat (imobilitas) jaringan perifer teratasi dengan
tujuan & kriteria hasil : b. Identifikasi kemungkinan penyebab b. Untuk mengetahui
NOC Label : Tanda-Tanda perubahan tanda-tanda vital kemungkinan yang dapat
Vital menyebabkan perubahan
a. Tekanan darah sistolik dan TTV
diastolik dipertahankan
pada skala 2 (berat) c. Monitor warna, suhu dan kelembaban c. Untuk mengetahui adanya
ditingkatkan ke skala 4 kulit perubahan warna, suhu dan
(ringan) kelembaban kulit
b. Nadi dipertahakan pada
skala 3 (sedang)
NIC Label : Terapi Oksigen
ditingkatkan ke skala 4 NIC Label : Terapi Oksigen
a. Memberikan terapi oksigen
(ringan) a. Berikan oksigen seperti yang
sesuai peresepan
c. Suhu tubuh dipertahankan diperintahkan
pada skala 3 (sedang)
ditingkatkan ke skala 4
(ringan) b. Pertahankan kepatenan jalan nafas b. Untuk tetap menjaga
d. Pernafasan dipertahankan kepatenan jalan nafas
pada skala 3 (sedang)
ditingkatkan ke skala 4 c. Monitor aliran oksigen c. Monitoring aliran oksigen
(ringan) sesuai terapi yang pasien
dapatkan
NOC Label : Status Sirkulasi
a. Wajah pucat dipertahankan
pada skala 3 (sedang)
ditingkatkan ke skala 4
(ringan)
D. EVALUASI

Menurut Nursalam (2013) evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis yaitu :
1. Evaluasi formatif Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana
evaluasi dilakukan sampai dengan tujuan tercapai.
2. Evaluasi somatif Merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasi
ini menggunakan SOAP (Subyektif, Obyektif, Assesment, Planning).
DAFTAR PUSTAKA

Abdul, Wahid.(2013). Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem


Muskuloskeletal. Jakarta: CV Sangung Seto
Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, Joanne M.(2016). Nursing
Intervention Classification (NIC), 6th Edition.Indonesia:Elsevier.
Kenneth A. Egol, Kenneth J. Koval, Joseph D. Zuckerman.(2015). Handbook of
Fractures 5th Edition. New York : Wolters Kluwer
Lukman & Ningsih, N.(2013). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika
NANDA International. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2015-2017 Edisi 10. Jakarta : EGC.
Nurarif, A.H & Kusuma, H.(2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC. Edisi Revisi Jilid 1. Yogyakarta:
Mediaction
Nursalam.(2013). Proses dan Dokumentasi Keperawatan: Konsep dan Praktik.
Jakarta: Salemba Medika
Purwanto, H. (2016). Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: Pusdik SDM
Kesehatan
Tarwoto, Wartonah.(2011). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika
UT Southwestern Medical Center.(2016). Fractures of The Upper and Lower
Extremities. Texas: The University of Texas Southwestern Medical Center.
Wijaya, A. S., & Putri, Y. M.(2013). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta:
Nuha Medika
Zairin, N. Helmi. (2013.) Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba
Medika.

Anda mungkin juga menyukai