Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, baik yang bersifat total maupun sebagian,
biasanya disebabkan oleh trauma. Terjadinya suatu fraktur lengkap atau tidak lengkap ditentukan
oleh kekuatan, sudut dan tenaga, keadaan tulang, serta jaringan lunak di sekitar tulang. Secara
umum, keadaan patah tulang secara klinis dapat diklasifikasikan sebagai fraktur terbuka, fraktur
tertutup dan fraktur dengan komplikasi.
Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui
luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat terbentuk dari dalam maupun luar. Fraktur terbuka
merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan yang terstandar dan segera
untuk mengurangi resiko infeksi. Utamanya adalah untuk mencegah infeksi, penyembuhan
fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak. Beberapa hal yang penting untuk dilakukan dalam
penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi yang dilakukan dengan segera, secara hati-hati,
debridemen yang dapat dilakukan berulang-ulang selama 48-72 jam, stabilisasi fraktur,
penutupan kulit serta pemberian antibiotik yang adekuat. 1
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan Depkes RI tahun 2007 di Indonesia terjadi kasus fraktur yang disebabkan oleh
cedera antara lain karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma benda tajam/ tumpul. Dari
45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang(3,8%), dari 20.829
kasus kecelakaan lalu lintas, yang mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5%), dari 14.127
trauma benda tajam/ tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7%).2
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat tahun 2005 terdapat lebih dari 7 juta orang
meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan fisik.
Dari 31,575 kejadian fraktur pertahun di Amerika didapatkan 1000 kejadian fraktur terbuka dan
tertinggi yakni fraktur ekstremitas bawah sekitar 3,7 % pertahunnya atau 488 kejadian fraktur
terbuka dari 13,096 fraktur ekstremitas bawah. Diurutan selanjutnya yaitu fraktur terbuka
esktremitas atas 3,3%, pelvis 0,6%, bahu 0,2%.
Penulisan referat ini bertujuan agar sebagai dokter mampu mengenali dan
mendiagnosis suatu penyakit dengan tepat serta memberikan terapi awal dan mencegah
terjadinya komplikasi yang tidak diharapkan. Tindakan awal yang diberikan serta

1
penanganan terapi lanjutan dilakukan sesuai dengan kompetensi dokter yang ditujukan
demi kesembuhan pasien.
Sumber-sumber data yang digunakan dalam pembuatan referat ini didapatkan
dari studi pustaka dengan mengumpulkan data-data literatur, artikel, jurnal kedokteran
dan berbagai sumber informasi yang didapat melalui internet.

2
BAB II
ANATOMI, HISTOLOGI, FISIOLOGI, DAN BIOKIMIA TULANG

Tulang adalah jaringan yang terstruktur dengan baik dan mempunyai 5 fungsi utama,
yaitu membentuk rangka badan, tempat melekat otot, bagian dari tubuh untuk melindungi dan
mempertahankan alat-alat dalam, seperti otak, sumsum tulang belakang, jantung dan paru-paru,
tempat deposit kalsium, fosfor, magnesium, dan garam dan sebagai organ yang berfungsi sebagai
jaringan hematopoetik untuk memproduksi sel-sel darah merah, sel-sel darah putih dan
trombosit.6 Secara garis besar tulang terbagi atas :

Gambar II.1 : Bagian Tulang panjang

1. Tulang panjang, yang termasuk adalah femur, tibia, fibula, humerus, ulna. Tulang panjang
(os longum) terdiri dari 3 bagian, yaitu epiphysis, diaphysis, dan metaphysis. Diaphysis atau
batang, adalah bagian tengah tulang yang berbentuk silinder. Bagian ini tersusun dari tulang
kortikal yang memiliki kekuatan yang besar. Metaphysis adalah bagian tulang yang melebar
di dekat ujung akhir batang. Daerah ini terutama disusun oleh trabekular atau sel spongiosa

3
yang mengandung sel-sel hematopoetik. Metaphysis juga menopang sendi dan menyediakan
daerah yang cukup luas untuk perlekatan tendon dan ligamen pada epiphysis. Epiphysis
langsung berbatasan dengan sendi tulang panjang. Seluruh tulang dilapisi oleh lapisan fibrosa
yang disebut periosteum.

2. Tulang pendek antara lain : tulang vertebra dan tulang-tulang carpal


3. Tulang pipih antara lain : tulang iga, tulang skapula, tulang pelvis.
Tulang terdiri atas bagian kompak pada bagian luar yang disebut korteks dan bagian dalam
yang bersifat spongiosa berbentuk trabekular dan diluarnya dilapisi oleh periosteum.
Berdasarkan histologisnya maka dikenal :
 Tulang imatur (non-lamellar bone, woven bone, fiber bone), tulang ini pertma-tama
terbentuk dari osifikasi endokondral pada perkembangan embrional dan kemudian secara
perlahan-lahan menjadi tulang yang matur dan pada umur 1 tahun tulang imatur tidak
terlihat lagi. Tulang imatur ini mengandung jaringan kolagen dengan substansi semen dan
mineral yang lebih sedikit dibandingkan dengan tulang matur.

 Tulang matur (mature bone, lamellar bone)

o Tulang kortikal (cortical bone, dense bone, compacta bone)


o Tulang trabekular (cansellous bone, trabecular bone, spongiosa)
Secara histolgik, perbedaan tulang matur dan imatur terutama dalam jumlah sel, jaringan
kolagen, dan mukopolisakarida. Tulang mature ditandai dengan sistem Harversian atau osteon
yang memberikan kemudahan sirkulasi darah melalui korteks yang tebal. Tulang matur kurang
mengandung sel dan lebih banyak substansi semen dan mineral dibanding dengan tulang imatur.
Tulang terdiri atas bahan antar sel dan sel tulang. Sel tulang ada 3, yaitu osteoblas,
osteosit, dan osteoklas. Sedang bahan antar sel terdiri dari bahan organik (serabut kolagen, dll)
dan bahan anorganik (kalsium, fosfor, dll). Osteoblas merupakan salah satu jenis sel hasil
diferensiasi sel mesenkim yang sangat penting dalam proses osteogenesis dan osifikasi. Sebagai
sel osteoblas dapat memproduksi substansi organik intraseluler atau matriks, dimana kalsifikasi
terjadi di kemudian hari. Jaringan yang tidak mengandung kalsium disebut osteoid dan apabila
kalsifikasi terjadi pada matriks maka jaringan disebut tulang. Sesaat sesudah osteoblas dikelilingi
oleh substansi organik intraseluler, disebut osteosit dimana kradaan ini terjadi dalam lakuna.

4
Osteosit adalah bentuk dewasa dari osteoblas yang berfungsi dalam recycling garam
kalsium dan berpartisipasi dalam reparasi tulang. Osteoklas adalah sel makrofag yang
aktivitasnya meresorpsi jaringan tulang. Kalsium hanya dapat dikeluarkan dari tulang melalui
proses aktivitas osteoklasis yang mengilangkan matriks organik dan kalsium secara bersamaan
dan disebut deosifikasi. Jadi dalam tulang selalu terjadi perubahan dan pembaharuan.8,9

Gambar II.2 : Bagian-bagian tulang

5
Tulang dapat dibentuk dengan dua cara: melalui mineralisasi langsung pada matriks yang
disintesis osteoblas (osifikasi intramembranosa) atau melalui penimbunan matiks tulang pada
matriks tulang rawan sebelumnya (osifikasi endokondral).
Struktur tulang berubah sangat lambat terutama setelah periode pertumbuhan tulang
berakhir. Setelah fase ini perubahan tulang lebih banyak terjadi dalam bentuk perubahan
mikroskopik akibat aktivitas fisiologis tulang sebagai suatu organ biokimia utama tulang.
Komposisi tulang terdiri atas: substansi organik (35%), substansi anorganik (45%), air (20%).
Substansi organik terdiri atas sel-sel tulang serta substansi organik intraseluler atau matriks
kolagen dan merupakan bagian terbesar dari matriks (90%), sedangkan sisanya adalah asam
hialuronat dan kondrotin asam sulfur. Substansi anorganik terutama terdiri atas kalsium dan
fosfor dan sisanya oleh magnesium, sodium, hidroksil, karbonat, dan fluorida. Enzim tulang
adalah alkali fosfatase yang diproduksi oleh osteoblas yang kemungkinan besar mempunyai
peranan penting dalam produksi organik matriks sebelum terjadi kalsifikasi.
WAKTU PENYEMBUHAN FRAKTUR
Waktu penyembuhan fraktur bervariasi secara individual dan berhubungan dengan beberapa
factor penting pada penderita, antara lain:
1. Umur penderita
Waktu penyembuhan tulang pada anak – anak jauh lebih cepat pada orng dewasa. Hal ini
terutama disebabkan karena aktivitas proses osteogenesis pada daerah periosteum dan
endoestium dan juga berhubungan dengan proses remodeling tulang pada bayi pada bayi
sangat aktif dan makin berkurang apabila unur bertambah
2. Lokalisasi dan konfigurasi fraktur
Lokalisasi fraktur memegang peranan sangat penting. Fraktur metafisis penyembuhannya
lebih cepat dari pada diafisis. Disamping itu konfigurasi fraktur seperti fraktur tranversal
lebih lambat penyembuhannya dibanding dengan fraktur oblik karena kontak yang lebih
banyak.
3. Pergeseran awal fraktur
Pada fraktur yang tidak bergeser dimana periosteum intak, maka penyembuhannya dua
kali lebih cepat dibandingkan pada fraktur yang bergeser. Terjadinya pergeseran fraktur
yang lebih besar juga akan menyebabkan kerusakan periosteum yang lebih hebat.

6
4. Vaskularisasi pada kedua fragmen
Apabila kedua fragmen memiliki vaskularisasi yang baik, maka penyembuhan biasanya
tanpa komplikasi. Bila salah satu sisi fraktur vaskularisasinya jelek sehingga mengalami
kematian, maka akan menghambat terjadinya union atau bahkan mungkin terjadi
nonunion.
5. Reduksi dan Imobilisasi
Reposisi fraktur akan memberikan kemungkinan untuk vaskularisasi yang lebih baik
dalam  bentuk asalnya. Imobilisasi yang sempurna akan mencegah pergerakan dan
kerusakan pembuluh darah yang akan mengganggu penyembuhan fraktur.
6. Waktu imobilisasi
Bila imobilisasi tidak dilakukan sesuai waktu penyembuhan sebelum terjadi union, maka
kemungkinan untuk terjadinya nonunion sangat besar.
7. Ruangan diantara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lemak.
Bila ditemukan interposisi jaringan baik berupa periosteal, maupun otot atau jaringan
fibrosa lainnya, maka akan menghambat vaskularisasi kedua ujung fraktur.
8. Adanya infeksi
Bila terjadi infeksi didaerah fraktur, misalnya operasi terbuka pada fraktur tertutup atau
fraktur terbuka, maka akan mengganggu terjadinya proses penyembuhan.
9. Cairan Sinovial
Pada persendian dimana terdapat cairan sinovia merupakan hambatan dalam
penyembuhan fraktur.
10. Gerakan aktif dan pasif anggota gerak
Gerakan pasif dan aktif pada anggota gerak akan meningkatkan vaskularisasi daerah
fraktur tapi gerakan yang dilakukan didaerah fraktur tanpa imobilisasi yang baik juga
akan mengganggu vaskularisasi.

7
BAB III
PEMBAHASAN FRAKTUR TERBUKA

3.1 DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktur jaringan tulang atau tulang rawan dan
vaskularisasi disekitarnya yang umumnya disebabkan trauma, baik trauma langsung maupun
tidak langsung atau karena adanya kelainan yang bersifat patologis. Akibat dari suatu trauma
pada tulang dapat bervariasi tergantung pada jenis, kekuatan dan arahnya trauma.
Fraktur terbuka (open/compound) adalah fraktur yang terjadi hubungan dengan dunia luar
atau rongga tubuh yang tidak steril karena adanya perlukaan kulit, sehingga mudah terjadi
kontaminasi bakteri dan dapat menyebabkan komplikasi infeksi.
3.2 EPIDEMIOLOGI
Saat ini penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat-
pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Berdasarkan data WHO bahwa dekade ini (2000-
2010) menjadi dekade tulang dan persendian. Masalah pada tulang yang mengakibatkan
keparahan disabilitas adalah fraktur. Fraktur merupakan kondisi terputusnya kontinuitas jaringan
tulang yang umumnya disebabkan trauma langsung maupun tidak langsung. Dengan makin
pesatnya kemajuan lalu lintas baik dari segi jumlah pemakai jalan, jumlah pemakai kendaraan,
jumlah pemakai jasa angkutan, bertambahnya jaringan jalan dan kecepatan kendaraan maka
mayoritas terjadinya fraktur adalah kecelakaan lalu lintas. Sementara trauma – trauma lain yang
dapat menyebabkan fraktur adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja dan cedera olah raga.
Di Indonesia kematian akibat kecelakaan lalu lintas kurang lebih 12.000 orang pertahun,
sehingga dapat disimpulkan bahwa hal tersebut membutuhkan biaya yang sangat besar dan
berkurangnya kualitas hidup seseorang akibat kecatatan yang permanen.
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat tahun 2005 terdapat lebih dari 7 juta orang
meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan fisik.
Dari 31,575 kejadian fraktur pertahun di Amerika didapatkan 1000 kejadian fraktur terbuka dan
tertinggi yakni fraktur ekstremitas bawah sekitar 3,7 % pertahunnya atau 488 kejadian fraktur
terbuka dari 13,096 fraktur ekstremitas bawah. Diurutan selanjutnya yaitu fraktur terbuka
esktremitas atas 3,3%, pelvis 0,6%, bahu 0,2%.

8
Fraktur terbuka sering membutuhkan pembedahan segera untuk membersihkan area yang
mengalami cidera. Karena diskontinuitas pada kulit, debris dan infeksi dapat masuk ke lokasi
fraktur dan mengakibatkan infeksi pada tulang. Infeksi pada tulang dapat menjadi masalah yang
sulit ditangani. Gustilo dan Anderson melaporkan bahwa 50,7 % dari pasien mereka memiliki
hasil kultur yang positif pada luka mereka pada evaluasi awal. Sementara 31% pasien yang
memiliki hasil kultur negatif pada awalnya, menjadi positif pada saat penutupan definitif. Oleh
karena itu, setiap upaya dilakukan untuk mencegah masalah potensial tersebut dengan
2,3,5
penanganan dini.

3.3 KLASIFIKASI
Klasifikasi pada fraktur terbuka menurut Gustilo dan Anderson (1976) dibagi dalam
beberapa tipe sesuai derajat kerusakan yang terjadi yaitu;
 Tipe I
Luka bersih dengan panjang luka <1 cm

 Tipe II
Panjang luka >1 cm tanpa kerusakan jaringan lunak yang hebat

 Tipe III
Kerusakan jaringan lunak yang berat dan luas, fraktur segmental terbuka, trauma
amputasi, luka tembak dengan kecepatan tinggi, fraktur yang perlu repair vaskuler dan
fraktur yang lebih dari 8 jam setelah kejadian.

9
Tipe III dibagi lagi dalam tiga subtype :
Tipe IIIa
Jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah walaupun terdapat
laserasi yang hebat ataupun adanya flap. Fraktur bersifat segmental
atau kominutif yang hebat.

Tipe IIIb
Fraktur disertai dengan trauma hebat dengan kerusakan dan
kehilangan jaringan, terdapat pendorongan (stripping) periost, tulang
terbuka, kontaminasi yang hebat serta fraktur kominutif yang hebat.

Tipe IIIc
Fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan arteri yang memerlukan
perbaikan tanpa memperhatikan tingkat kerusakan jaringan lunak

Gambar III.1: Klasifikasi Fraktur Terbuka

10
3.4 ETIOLOGI
Fraktur merupakan keadaan dimana terjadinya diskontinuitas pada tulang. Fraktur terbuka
disebabkan oleh1 :
 Trauma langsung
Trauma langsung adalah trauma yang terjadi pada tulang yang menyebabkan fraktur pada
tulang tersebut.
 Trauma tidak langsung
Trauma tidak langsung adalah trauma yang terjadi jauh dari tulang yang mengalami
fraktur.
 Kecelakaan
 Osteoporosis
 Luka tembak
3.5 PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan.
Apabila tekanan eksternal lebih besar dari yang diserap tulang, maka terjadilah trauma pada
tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Fraktur dapat
disebabkan oleh trauma langsung, trauma tidak langsung, atau kondisi patologis. Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow dan jaringan tulang
yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medulla tulang. Akibat hematoma yang terjadi dapat menghambat suplai
darah/nutrisi ke jaringan tulang yang berdekatan, sehingga jaringan tulang mengalami nekrosis
dan menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma
dan infiltrasi sel darah putih. Tahap ini menunjukan tahap awal penyembuhan tulang.
Hematoma yang terjadi juga menyebabkan dilatasi kapiler di otot, sehingga meningkatkan
tekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot yang iskemik dan menyebabkan
protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema. Edema
yang terbentuk akan menekan ujung saraf yang dapat menyebabkan nyeri yang bila berlangsung
lama bisa menyebabkan sindroma kompartement.
Fraktur yang hebat menyebabkan diskontinuitas tulang yang dapat merubah jaringan sekitar
seperti merusak integritas kulit atau terjadi laserasi kulit hal ini menyebabkan fraktur terbuka.
Fraktur juga menyebabkan terjadinya pergeseran fragmen tulang yang dapat mempengaruhi

11
mobilitas fisik sehingga terjadi gangguan pergerakan dan gangguan perfusi jaringan jika terjadi
penyumbatan pembuluh darah oleh emboli lemak dan trombosit yang terjadi akibat reaksi stress
dan memicu pelepasan katekolamin yang disebabkan oleh peningkatan tekanan sumsung tulang
dibanding tekanan kapiler. Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur yaitu faktor ekstrinsik
(adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar, waktu dan
arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur) dan faktor intrinsik (yang menentukan daya tahan
untuk timbulnya fraktur) seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisita, kelelahan dan
kepadatan atau kekerasan tulang.
Gambar 3 : Skema terjadinya komplikasi pada fraktur terbuka

Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase yaitu :
1. Fase hematoma (dalam waktu 24 jam timbul perdarahan)
Apabila terjadi fraktur tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang melewati
kanalikuli dalam system haversian mengalami robekan pada daerah fraktur dan akan
membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur.Periosteum akan terdorong dan dapat
12
mengalami robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi
ektravasasi darah ke dalam jaringan lunak.Osteosit dengan lakunanya yang terletak
didekat fraktur akan kehilangan darah dan mati,yang akan menimbulakn suatu daerah
cincin avaskuler tulang yang mati pada sisi fraktur segera setelah trauma.
2. Fase proliferasi/inflamasi (terjadi 1-5 hari)
Terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktir sebagai suatu reaksi
penyembuhan.Penyembuhan terjadi karena adanya sel-sel osteogenik yang berproliferasi
dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah endosteum
membentuk kalus interna sebagai aktivitas seluler dalam kanalis medularis. Pada tahap
awal penyembuhan fraktur ini terjadi pertambahan jumlah dari sel-sel osteogenik yang
member pertumbuhan cepat .setelah beberapa minggu ,kalus dari fraktur akan
membentuk massa yang meliputi jaringan osteogenik.
3. Fase pembentukan kalus(terjadi 6-10 hari setelah trauma)
Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen sel dasar yang
berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas membentuk tulang rawan.tempat
osteoblas diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan perlekatan polisakarida oleh
garam-garam kalsium membentuk tulang imatur.Bentuk tulang ini disebut woven bone.
4. Fase konsolidasi (2-3 minggu setelah fraktur sampai dengan sembuh)
Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan diubah menjadi
tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lamellar dan
kelebihan kalus akan diresorpsi secara bertahap.
5. Fase remodeling(waktu lebih dari 10 minggu)
Pada fase remodeling ini perlahan-lahan terjadi resorpsi secara osteoklastik dan tetap terjadi
proses osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara perlahan-lahan hilang.kalus
intermediate berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi system haversian dan kalus bagian
dalam akan mengalami peronggaan membentuk ruang sumsum.

13
Gambar 4 : Fase penyembuhan fraktur pada tulang kortikal.
3.6 MANIFESTASI KLINIS
 Deformitas karena adanya pergeseran fragmen pada fraktur
 Nyeri terus menerus dan bertambah berat terutama bila digerakan
 Pembengkakan, memar dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perubahan yang mengikuti fraktur.
 Ketidakmampuan untuk menggunakan anggota gerak akibat terputusnya kontinuitas
jaringan tulang dan/atau tulang rawan.
 Krepitasi yaitu derik tulang yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
fragmen lainnya.
3.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu melihat kondisi fraktur antara lain:
 Foto rontgen: untuk melihat tingkat kerusakan tulang
 CT-Scan: untuk melihat seberapa luas jaringan lunak yang rusak
 Darah lengkap: untuk melihat kondisi sistemik akibat fraktur
3.8 DIAGNOSIS
Diagnosis fraktur ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.
 Anamnesis
Pada anamnesis, pasien datang dengan keluhan mengalami trauma sebelumnya baik
secara langsung maupun tidak langsung lalu terdapat ketervatasan dalam menggerakan
anggota gerak dan disertai luka pada daerah yang mengalami fraktur dan trauma.

14
 Pemeriksaan fisik
Pada status generalis, perlu diperhatikan ABCs pada pasien. Lihat apakah terdapat
gangguan pada Airway, Breathing, Circulation, dan Cervical injury.1 Setelah memeriksa
status generalis, maka dilakukan pemeriksaan pada status lokalis. Pada pemeriksaan
lokalis dilakukan pemeriksaan berupa inspeksi, palpasi, dan movement.
- Inspeksi (Look) pembengkakan, memar, dan deformitas mungkin dapat terlihat
namun, hal yang sangat penting adalah apakah kulit pada daerah tersebut intak atau
tidak. Apabila kulit tersebut tidak intak maka fraktur tersebut memiliki hubungan
dengan dunia luar yaitu fraktur terbuka (compound fracture).1
- Palpasi (Feel) Palpasi harus dilakukan pada seluruh ekstremitas dari proksimal hingga
distal termasuk sendi di proksimal maupun distal dari cedera untuk menilai area rasa
sakit, efusi, maupun krepitasi. Seringkali akan ditemukan cedera lain yang terjadi
bersaman dengan cedera utama.2
- Pergerakan (Movement). Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih
penting untuk menanyakan apakah pasien dapat menggerakan sendi – sendi di bagian
distal cedera. Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif
dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada
penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji
pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan
kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.1,2
 Pemeriksaan penunjang
1. Foto Polos
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur. Walaupun
demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis.
Untuk foto polos, terdapat prinsip rule of two yaitu1 :
- dua posisi proyeksi (minimal AP dan lateral)
- 2 sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, dibawah dan diatas sendi yang
mengalami fraktur
- 2 anggota gerak

15
- 2 trauma, pada trauma hebat sering menyebabkan fraktur pada 2 daerah tulang.
Misal: fraktur kalkaneus dan femur, maka perlu dilakukan foto pada panggul dan
tulang belakang
- 2 kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya tulang skafoid foto pertama
biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan foto berikutnya 10-14 hari
kemudian.
Namun untuk mendiagnosis fractur tidaklah cukup hanya dengan menggunakan foto polos saja
sehingga dibutuhkan modalitas lain seperti1 :
2. CT-Scan. Suatu jenis pemeriksaan untuk melihat lebih detail mengenai bagian tulang atau
sendi, dengan membuat foto irisan lapis demi lapis.
3. MRI, dapat digunakan untuk memeriksa hampir seluruh tulang, sendi, dan jaringan lunak.
mRI dapat digunakan untuk mengidentifikasi cedera tendon,ligamen, otot, tulang rawan
dan tulang.
4. Radioisotop scanning
5. Tomografi

3.9 PENATALAKSANAAN
Prinsip-prinsip pengobatan fraktur
1. Pertolongan pertama  membersihkan jalan napas, menutup luka dengan verban yang
bersih dan imobilisasi fraktur pada anggota gerak yang terkena agar penderita merasa
nyaman dan mengurangi nyeri sebelum diangkut dengan ambulans
2. Penilaian klinis  nilai luka, apakah luka tembus tulang atau tidak, adakah trauma
pembuluh darah atau saraf atau trauma alat-alat dalam yang lain.
3. Resusitasi  kebanyakan penderita dengan fraktur multiple tiba di rumah sakit dengan
syok, sehingga diperlukan resusitasi sebelum diberikan terapi pada frakturnya sendiri
berupa transfusi darah dan cairan-cairan lainnya serta obat-obat anti nyeri.
Prinsip Pengobatan ada 4, yaitu :
1. Recognition (diagnosis dan penilaian fraktur)
Awal pengobatan perlu diperhatikan :
 Lokalisasi fraktur
 Bentuk fraktur

16
 Menentukan teknik yang sesuai dengan pengobatan
 Komplikasi yang mungkin selama dan sesudah pengobatan
2. Reduction
Mengurangi fraktur dengan cara reposisi fraktur. Harus dengan posisi yang baik yaitu:
 Alignment yang sempurna
 Aposisi yang sempurna
3. Retention
Imobilisasi fraktur
4. Rehabilitation
Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin
Penanggulangan fraktur terbuka
Beberapa prinsip dasar pengelolaan fraktur tebuka:
1. Obati fraktur terbuka sebagai satu kegawatan.
2. Adakan evaluasi awal dan diagnosis akan adanya kelainan yang dapat menyebabkan
kematian.
3. Berikan antibiotic dalam ruang gawat darurat, di kamar operasi dan setelah operasi.
4. Segera dilakukan debrideman dan irigasi yang baik
5. Ulangi debrideman 24-72 jam berikutnya
6. Stabilisasi fraktur.
7. Biarkan luka tebuka antara 5-7 hari
8. Lakukan bone graft autogenous secepatnya
9. Rehabilitasi anggota gerak yang terkena

TAHAP-TAHAP PENGOBATAN FRAKTUR TERBUKA


1. Pembersihan luka
Pembersihan luka dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCl fisiologis secara
mekanis untuk mengeluarkan benda asing yang melekat.
2. Eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati (debridemen)
Semua jaringan yang kehilangan vaskularisasinya merupakan daerah tempat pembenihan
bakteri sehingga diperlukan eksisi secara operasi pada kulit, jaringan subkutaneus, lemak,
fascia, otot dan fragmen2 yang lepas

17
3. Pengobatan fraktur itu sendiri
Fraktur dengan luka yang hebat memerlukan suatu fraksi skeletal atau reduksi terbuka
dengan fiksasi eksterna tulang. fraktur grade II dan III sebaiknya difiksasi dengan fiksasi
eksterna.
4. Penutupan kulit
Apabila fraktur terbuka diobati dalam waktu periode emas (6-7 jam mulai dari terjadinya
kecelakaan), maka sebaiknya kulit ditutup. hal ini dilakukan apabila penutupan membuat
kulit sangat tegang. dapat dilakukan split thickness skin-graft serta pemasangan drainase
isap untuk mencegah akumulasi darah dan serum pada luka yang dalam. luka dapat
dibiarkan terbuka setelah beberapa hari tapi tidak lebih dari 10 hari. kulit dapat ditutup
kembali disebut delayed primary closure. yang perlu mendapat perhatian adalah
penutupan kulit tidak dipaksakan yang mengakibatkan sehingga kulit menjadi tegang.
5. Pemberian antibiotic
Pemberian antibiotik bertujuan untuk mencegah infeksi. antibiotik diberikan dalam dosis
yang adekuat sebelum, pada saat dan sesuadah tindakan operasi. Co amoxiclav atau
cefuroxime (klindamisin jika alergi penisilin) merupakan antibiotic pilihan pertama
sebagai pencegahan terhadap bakteri gram positif dan gram negative. Bersamaan saat
dilakukan debridement dapat dikombinasikan dengan gentamisin.

18
6. Pencegahan tetanus
Semua penderita dengan fraktur terbuka perlu diberikan pencegahan tetanus. pada
penderita yang telah mendapat imunisasi aktif cukup dengan pemberian toksoid tapi bagi
yang belum, dapat diberikan 250 unit tetanus imunoglobulin (manusia)
Perawatan lanjut dan rehabilitasi fraktur terbuka :
1. Menghilangkan nyeri.
2. Mendapatkan dan mempertahankan posisi yang memadai dari fragmen fraktur
3. Mengusahakan terjadinya union.
4. Mengembalikan fungsi secara optimal dengan mempertahankan fungsi otot dan
sendi, mencegah atrofi otot, adhesi dan kekakuan sendi, mencegah komplikasi seperti
dekubitus, trombosis vena, infeksi saluran kencing serta pembentukan batu ginjal.
5. Mengembalikan fungsi secara maksimal dengan fisioterapi untuk memperkuat otot-
otot serta gerakan sendi baik secara isomeric(latihan aktif static) pada setiap otot
yang berada pada lingkup fraktur serta isotonic yaitu latihan aktif dinamik pada otot-
otot tungkai dan punggung. 4, 5

Tindakan Pembedahan
Hal ini penting untuk menstabilkan patah tulang sesegera mungkin untuk mencegah
kerusakan jaringan yang lebih lunak. Tulang patah dalam fraktur terbuka biasanya digunakan
metode fiksasi eksternal atau internal. Metode ini memerlukan operasi.
a. Fiksasi Internal
Selama operasi, fragmen tulang yang pertama direposisi (dikurangi) ke posisi normal
kemudian diikat dengan sekrup khusus atau dengan melampirkan pelat logam ke permukaan luar
tulang. Fragmen juga dapat diselenggarakan bersama-sama dengan memasukkan batang bawah
melalui ruang sumsum di tengah tulang. Karena fraktur terbuka mungkin termasuk kerusakan
jaringan dan disertai dengan cedera tambahan, mungkin diperlukan waktu sebelum operasi
fiksasi internal dapat dilakukan dengan aman.
b. Fiksasi Eksternal
Fiksasi eksternal tergantung pada cedera yang terjadi. Fiksasi ini digunakan untuk menahan
tulang tetap dalam garis lurus. Dalam fiksasi eksternal, pin atau sekrup ditempatkan ke dalam
tulang yang patah di atas dan di bawah tempat fraktur. Kemudian fragmen tulang direposisi. Pin

19
atau sekrup dihubungkan ke sebuah lempengan logam di luar kulit. Perangkat ini merupakan
suatu kerangka stabilisasi yang menyangga tulang dalam posisi yang tepat.
Pada beberapa kasus, amputasi menjadi pilihan terapi. Immediate amputation biasanya
diindikasikan pada keadaan berikut:
 Fraktur terbuka derajat IIIC dimana lesi tidak dapat diperbaiki dan iskemia sudah
terjadi >8 jam
 Anggota gerak yang mengalami crush berat dan jaringan viable yang tersisa untuk
revaskularisasi sangat minimal
 Kerusakan neurologis dan soft tissue yang berat, dimana hasil akhir repair tidak lebih
baik dari penggunaan prosthesis.
 Cedera multipel dimana amputasi dapat mengontrol perdarahan dan mengurangi efek
sistemik/life saving
 Kasus dimana limb salvage bersifat life-threatening dengan adanya penyakit kronik
yang berat, seperti diabetes mellitus dengan gangguan vaskular perifer berat dan
neuropati.
 Kondisi bencana / mass disaster

3.10 KOMPLIKASI
Komplikasi dari fraktur terbuka dapat dibagi dalam dua fase yaitu:
1. Fase dini  komplikasi ini timbul dalam waktu beberapa hari atau beberapa
minggu setelah terjadinya fraktur. Komplikasi yang muncul pada fase dini ini
antara lain; kerusakan lapisan visceral, kerusakan pembuluh darah, kerusakan
pembuluh saraf, sindroma kompartemen, haemarthrosis, infeksi, gas gangrene.
2. Fase lambat  komplikasi ini timbul dalam waktu beberapa minggu hingga
beberapa bulaan setelah terjadinya fraktur. Komplikasi yang muncul pada fase
lambat ini antara lain; delayed union, non-union, malunion, avascular necrosis,
gangguan pertumbuhan, lesi tendon, kompresi saraf, osteoarthritis.

20
3.11 PROGNOSIS
Prognosis pada fraktur terbuka tergantung dari derajat fraktur, dan penanganan pada fraktur
tersebut. Semakin berat derajat fraktur, semakin lama dan buruknya penanganan maka prognosis
akan buruk.

21
BAB IV
KESIMPULAN

Fraktur terbuka adalah diskontinuitas atau terputusnya jaringan tulang maupun jaringan skeletal

akibat tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang yang terpapar oleh

lingkungan luar. Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat. Insiden fraktur terbuka sebesar 4%

dan banyak pada laki-laki. Klasifikasi fraktur terbuka yang dianut dewasa ini adalah menurut Gustillo dan

Anderson. Penyebabnya bisa berupa trauma langsung dan tidak langsung. Diagnosis fraktur terbuka

didapatkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik yang paling bermakna adalah look, feel dan move serta

penunjang berupa pemeriksaan radiologis, CT-Scan maupun MRI. Tujuan dari tata laksana fraktur

terbuka adalah untuk mengurangi resiko infeksi, terjadi penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota

gerak. Beberapa hal yang penting untuk dilakukan dalam penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi

yang dilakukan dengan segera, secara hati-hati, debridemen yang berulang-ulang, stabilisasi fraktur,

penutupan kulit dan bone grafting yang dini serta pemberian antibiotik yang adekuat. Komplikasi fraktur

sendiri terdiri dari komplikasi fase dini maupun fase lambat. Prognosis tergantung pada penolongan

fraktur itu sendiri yang harus dilakukan sebelum 6 jam (golden period).

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidaajat R, Prasetyono TO, Rudiman R, et al. Buku Ajar Ilmu Bedah Vol 1-3.
Edisi 4. Jakarta:EGC. 2017

2. Solomon L, Warwick D, Nayagam S. Apley’s System Orthopaedics and Fractures 9th


edition. UK:Hodder Arnold. 2010.

3. Maheshwari and Mhaskar. Essential Orthopaedics 5th edition. New Delhi: Jaypee. 2015

4. Thompson Jon. C. Netter’s Concise Orthopaedic’s Anatomy. Philadelphia: Saunders


Elsevier. 2015.

23

Anda mungkin juga menyukai