Anda di halaman 1dari 13

A.

MEDIS

1. Pengertian

Fraktur adalah terputusnya keutuhan tulang, umumnya akibat trauma.


Fraktur digolongkan sesuai jenis dan arah garis fraktur.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya. Fraktur dapat terjadi jika tulang dikenai stress yang
lebih besar dari yang dapat diabsorbsi .
Fraktur trochanter terjadi apabila fraktur tepat di bawah
leher femur. Patah tulang lebih sering diperbaiki dengan bedah fiksasi.

2. Anatomi Fisiologi

1
Tulang femur terdiri dari :
a. Ujung atas
b. Korpus
c. Ujung bawah

Ujung atas terdiri dari :

 Kaput Femur
Massa yang membulat mengarah ke dalam dan keatas, tulang ini
halus dan dilapisi dengan kartilago kecuali pada fovea, lubang
kecil tempat melekatnya ligamen yang menghubungkan kaput ke
area yang besar pada asetabulum dari tulang coxae. Di dalam kaput
tersebut terdapat percabangan dari arteri retinakular posterior dan
anterior, dan ligamentum teres serta arteri ligamentum teres.
 Kolum (leher) femur
Korpus tulang mengarah ke bawah dan ke sebelah lateral
menghubungkan kaput dan korpus. Leher femur adalah
penghubung kepala femur dan trochanter.
 Trochanter mayor pada sisi lateral dan trochanter minor pada sisi
medial merupakan tempat melekatnya otot-otot Trochanter (mayor
dan minor) adalah bagian tulang paha yg membuat kita dapat
berdiri tegak, menghubungkan sendi dan batang paha.

Tulang femur bekerja sebagai alat ungkit dari tubuh sehingga


memungkinkan untuk bergerak. Tulang hip dibungkus oleh serabut
yang berbentuk kapsul, ligamen, dan otot.

Bagian besar trochanter dalam pergerakannya dibantu oleh otot


abduktor dan gerakan rotasinya terbatas. Bagian terkecil dari
trochanter dalam pergerakannya dibantu oleh otot ileopsoas.

3. Etiologi

Menurut Apley dan Salomon (1995), tulang bersifat relative rapuh


namun cukup mempunyai kekuatan gaya pegas untuk menahan
tekanan.
Fraktur dapat disebabkan oleh
 Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk,
gerakan puntir mendadak, kontraksi otot ekstrim.

2
 Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti
berjalan kaki terlalu jauh.
 Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis
pada fraktur patologis.

4. Patofisiologi

Patofisiologi fraktur adalah jika tulang mengalami fraktur, maka


periosteum, pembuluh darah di korteks, marrow dan jaringan
disekitarnya rusak. Terjadi pendarahan dan kerusakan jaringan di
ujung tulang. Terbentuklah hematoma di canal medulla. Pembuluh-
pembuluh kapiler dan jaringan ikat tumbuh ke dalamnya., menyerap
hematoma tersebut, dan menggantikannya. Jaringan ikat berisi sel-sel
tulang (osteoblast) yang berasal dari periosteum. Sel ini menghasilkan
endapan garam kalsium dalam jaringan ikat yang di sebut callus.
Callus kemudian secara bertahap dibentuk menjadi profil tulang
melalui pengeluaran kelebihannya oleh osteoclast yaitu sel yang
melarutkan tulang (Smelter & Bare, 2001).

3
Pada permulaan akan terjadi pendarahan disekitar patah tulang, yang
disebabkan oleh terputusnya pembuluh darah pada tulang dan periost,
fase ini disebut fase hematoma. Hematoma ini kemudian akan menjadi
medium pertumbuhan sel jaringan fibrosis dengan kapiler didalamnya.
Jaringan ini yang menyebabkan fragmen tulang-tulang saling
menempel, fase ini disebut fase jaringan fibrosis dan jaringan yang
menempelkan fragmen patah tulang tersebut dinamakan kalus fibrosa.
Kedalam hematoma dan jaringan fibrosis ini kemudianjuga tumbuh sel
jaringan mesenkin yang bersifat osteogenik. Sel ini akan berubah
menjadi sel kondroblast yang membentuk kondroid yang merupakan
bahan dasar tulang rawan. Kondroid dan osteoid ini mula-mula tidak
mengandung kalsium hingga tidak terlihat foto rontgen. Pada tahap
selanjutnya terjadi penulangan atau osifikasi. Kesemuanya ini
menyebabkan kalus fibrosa berubah menjadi kalus tulang.

5. Tanda dan Gejala


a. tidak mampu menahan berat badan setelah jatuh, disertai atau
tanpa nyeri pada pangkal paha.
b. rotasi eksternal dan pemendekan tungkai bawah
c. nyeri tekan pada daerah fraktur
d. nyeri pada saat mencoba melakukan gerakan
e. bengkak pada pangkal paha
f. deman
g. kaki terasa kebas jika duduk
h. kaki yang mengalami fraktur jadi lebih pendek dibanding kaki
yang sehat

6. Pemeriksaan Diagnostik

a. Laboratorium, Pada fraktur test laboratorium yang perlu


diketahui : Hb, hematokrit sering rendah akibat perdarahan,
laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan
lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P
meengikat di dalam darah.

b. Radiologi :
 X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan
metalikment.
 Venogram/anterogram menggambarkan arus
vascularisasi.

4
 Foto rontgen untuk memastikan ada tidaknya fraktur,
atau seberapa parahnya fraktur.
 Jika foto rontgen dianggap kurang memadai karena
posisi fraktur tulang yang tidak terlihat, maka mungkin
diperlukan CT scan atau MRI untuk hasil yang lebih
akurat atau untuk mendeteksi struktur fraktur yang
kompleks.

7. Penatalaksanaan Medik

a. bedah fiksasi adalah pembedahan untuk memasangkan pelat


gamma (khusus untuk tulang) dan sekrup untuk menyatukan
kembali tulang yang patah pada posisi semula, atau paling
tidak, pada posisi paling memungkinkan, dan dengan bantuan
obat-obatan, sehingga pada akhirnya tulang yang patah tersebut
akan bersatu kembali setelah jangka waktu tertentu, antara 3
sampai 12 bulan menurut data statistik.
b. Traksi kulit sementara untuk mereduksi spasme otot, untuk
mengimobilisasi ekstremitas dan mengurangi nyeri.

8. Komplikasi

a. Shock dan perdarahan. Pada saat terjadinya cedera atau segera


sesudah operasi
b. Komplikasi immobilitas. Terutama pada usia lanjut, antara
lain:
 Pneumonia
 Thromboplebitis
 Emboli pulmonal

c. Penyembuhan terlambat, karena adanya gangguan suplai darah.


d. Deformitas, malposisi femur, arthritis sekunder. Displasemen
fragmen tulang dapat menyebabkan deformitas, sedangkan
trauma menyebabkan arthritis.
e. Masalah post operatif dengan alat-alat fiksasi internal. Fiksasi
internal bisa melemah, patah, atau pindah tempat yang
menyebabkan kerusakan jaringan lunak. Untuk ini perlu
pembedahan ulang.
f. Ekstrim eksternal/internal rotasi dan adduksi.

5
Sedangkan komplikasi lain yang dapat terjadi karena immobilisasi dan
post operasi adalah:

a. Atelektasis
b. Infeksi Luka
c. Stasis atau infeksi saluran kemih
d. Kejang pada otot

9. Prognosa
Prognosis tergantung dari :
 Tipe fraktur
 Usia
 Suplai darah
 Metode reduksi
 Luka terbuka atau luka tertutup

10. Pencegahan

Pencegahan fraktur dapat dilakukan berdasarkan penyebabnya. Pada


umumnya fraktur disebabkan oleh peristiwa trauma benturan atau
terjatuh baik ringan maupun berat. Pada dasarnya upaya pengendalian
kecelakaan dan trauma adalah suatu tindakan pencegahan terhadap
peningkatan kasus kecelakaan yang menyebabkan fraktur.

 Pencegahan Primer

Pencegahan primer dapat dilakukan dengan upaya menghindari


terjadinya trauma benturan, terjatuh atau kecelakaan lainnya. Dalam
melakukan aktifitas yang berat atau mobilisasi yang cepat dilakukan
dengan cara hati – hati, memperhatikan pedoman keselamatan dengan
memakai alat pelindung diri.

 Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder dilakukan untuk mengurangi akibat – akibat


yang lebih serius dari terjadinya fraktur dengan memberikan
pertolongan pertama yang tepat dan terampil pada penderita.
Mengangkat penderita dengan posisi yang benar agar tidak
memperparah bagian tubuh yang terkena fraktur untuk selanjutnya

6
dilakukan pengobatan. Pemeriksaan klinis dilakukan untuk melihat
bentuk dan keparahan tulang yang patah. Pemeriksaan dengan foto
radiologis sangat membantu untuk mengetahui bagian tulang yang
patah yang tidak terlihat dari luar. Pengobatan yang dilakukan dapat
berupa traksi, pembidaian dengan gips atau dengan fiksasi internal
maupun eksternal.

 Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier pada penderita fraktur yang bertujuan untuk


mengurangi terjadinya komplikasi yang lebih berat dan memberikan
tindakan pemulihan yang tepat untuk menghindari atau mengurangi
kecacatan. Pengobatan yang dilakukan disesuaikan dengan jenis dan
beratnya fraktur dengan tindakan operatif dan rehabilitasi. Rehabilitasi
medis diupayakan untuk mengembalikan fungsi tubuh untuk dapat
kembali melakukan mobilisasi seperti biasanya. Penderita fraktur
yang telah mendapat pengobatan atau tindakan operatif, memerlukan
latihan fungsional perlahan untuk mengembalikan fungsi gerakan dari
tulang yang patah. Upaya rehabilitasi dengan mempertahankan dan
memperbaiki fungsi dengan mempertahankan reduksi dan imobilisasi
antara lain meminimalkan bengkak, memantau status neurovaskuler,
mengontrol ansietas dan nyeri, latihan dan pengaturan otot, partisipasi
dalam aktivitas hidup sehari-hari, dan melakukan aktivitas ringan
secara bertahap.

7
B. KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Aktivitas/istirahat
Tanda : keterbatasan atau kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
(mungkin segera atau terjadi secara sekunder, dari pembengkakan
jaringan, nyeri).
b. Sirkulasi
Tanda : hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap
nyeri atau ansietas) atau hipotensi di karenakan kehilangan darah,
takikardia (respon stress, hipovolemia), penurunan atau tak ada nadi
pada bagian distal yang cedera, pengisian kapiler yang lambat, pucat
pada bagian yang terkena.
c. Neurosensori
1) Gejala : hilang gerakan atau sensasi, spasme otot, kebas atau
kesemutan
2) Tanda : Deformitas local, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi,
krepitasi (bunyi berderit), spasme otot terlihat kelemahan/hilang
fungsi, agitasi mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas atau
trauma lain.
d. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi
pada area jaringan/kerusakan tulang dapat berkurang pada imobilisasi),
tak ada nyeri akibat kerusakan syaraf, spasme/kram otot (setelah
imobilisasi)
e. Integritas ego
1) Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis, factor-faktor stres
multiple, misalnya masalah financial
2) Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka
rangsang, stimulasi simpatis
f. Keamanan
1) Gejala : alergi/sensitivitas terhadap obat, makanan, plester, dan
larutan, defisiensi imun (peningkatan resiko infeksi sistemik dan
penundaan penyembuhan), munnculnya kanker, riwayat keluarga
tentang hipertermi malignant/reaksi anastesi dan riwayat transfuse
darah atau reaksi transfuse
2) Tanda : munculnya proses infeksi yang melelahkan, demam
g. Pernafasan
Gejala : infeksi, kondisi batuk yang kronis, merokok
h. Makanan
Gejala: insufisiensi pancreas/DM (predisposisi untuk hipoglikemia

8
atau ketoasidosis, malnutrisi termasuk obesitas), membrane mukosa
yang kering (pembatasan pemasukan atau periode puasa pra operasi)
i. Penyuluhan
Gejala : lingkungan cidera, aktivitas perawatan diri, dan perawatan
dirumah.

C. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (fraktur)
b. Resiko terhadap cidera berhubungan dengan kerusakan
neuromuskuler, dan tekanan
c. Kurang perawatan diri berhubungan dengan hilangnya
kemampuan menjalankan aktivitas.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma, imunitas tubuh
primer menurun, prosedur invasive
e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan patah tulang
f. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b/d
kurang paparan terhadap informasi, terbatasnya kognitif

D. Perencanaan Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi


1 Nyeri akut b/d agen Setelah dilakukan Kaji nyeri secara komprehensif termasuk
injuri fisik, fraktur Asuhan keperawatan …. lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
jam tingkat kualitas dan faktor presipitasi.
kenyamanan klien
meningkat, tingkat nyeri Observasi reaksi nonverbal dari ketidak
terkontrol dengan kriteria nyamanan.
hasil :
 Klien melaporkan Gunakan teknik komunikasi terapeutik
nyeri berkurang dg untuk mengetahui pengalaman nyeri
scala 2-3 klien sebelumnya.
 Ekspresi wajah
tenang Kontrol faktor lingkungan yang
 klien dapat istirahat mempengaruhi nyeri seperti suhu
dan tidur ruangan, pencahayaan, kebisingan.

Ajarkan teknik non farmakologis


(relaksasi, distraksi dll) untuk mengatasi
nyeri.

Berikan analgetik untuk mengurangi


nyeri.

9
Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.

Kolaborasi dengan dokter bila ada


komplain tentang pemberian analgetik
tidak berhasil.

2 Resiko terhadap Setelah dilakukan askep Berikan posisi yang aman untuk pasien
cidera b/d … jam terjadi dengan meningkatkan obsevasi pasien,
kerusakan peningkatan Status beri pengaman tempat tidur
neuromuskuler dan keselamatan Injuri fisik
tekanan dengan kriteria hasil : Periksa sirkulasi periper dan status
 Bebas dari cidera neurologi
 Pencegahan Cidera
Menilai ROM pasien

Menilai integritas kulit pasien.

Libatkan banyak orang dalam


memidahkan pasien, atur posisi
3 Defisit self care b/d Setelah dilakukan akep Monitor kemampuan pasien terhadap
kelemahan, fraktur … jam kebutuhan ADLs perawatan diri
terpenuhi dengan kriteria
hasil: Monitor kebutuhan akan personal
· Pasien dapat hygiene, berpakaian, toileting dan makan

 melakukan aktivitas Beri bantuan sampai pasien mempunyai


sehari-hari. kemapuan untuk merawat diri
 Kebersihan diri
pasien terpenuhi Bantu pasien dalam memenuhi
kebutuhannya.

Anjurkan pasien untuk melakukan


aktivitas sehari-hari sesuai
kemampuannya

Pertahankan aktivitas perawatan diri


secara rutin

4 Risiko infeksi b/d Setelah dilakukan asuhan Batasi pengunjung bila perlu.
imunitas tubuh keperawatan … jam tidak
primer menurun, terdapatfaktor risiko Intruksikan kepada pengunjung untuk
prosedur invasive, infeksidan infeksi mencuci tangan saat berkunjung dan
fraktur terdeteksi dengan kriteria sesudahnya.
hasil:
 Tidak ada tanda- Pertahankan teknik aseptik untuk setiap

10
tanda infeksi tindakan.
 AL normal
Lakukan perawatan luka, dainage,
dresing infus dan dan kateter setiap hari.

Tingkatkan intake nutrisi dan cairan

Berikan antibiotik sesuai program.

Monitor V/S

Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik


dan lokal.

Monitor kerentanan terhadap infeksi

Inspeksi kulit dan mebran mukosa


terhadap kemerahan, panas, drainase.

Inspeksi kondisi luka, insisi bedah.

Dorong istirahat yang cukup.

Dorong peningkatan mobilitas dan


latihan sesuai indikasi
5 Kerusakan Setelah dilakukan askep Kaji kemampuan pasien dalam
mobilitas fisik … jam melakukan ambulasi
berhubungan terjadipeningkatan
dengan patah tulang Ambulasi : Tingkat Kolaborasi dengan fisioterapi untuk
mobilisasi, Perawatan perencanaan ambulasi
diri dengan kriteria hasil:
Peningkatan aktivitas Latih pasien ROM pasif-aktif sesuai
fisik kemampuan

Ajarkan pasien berpindah tempat secara


bertahap

Evaluasi pasien dalam kemampuan


ambulasi

6 Kurang Setelah dilakukan askep Kaji pengetahuan klien.


pengetahuan …. Jam pengetahuan
tentang penyakit klien meningkat dengan Jelaskan proses terjadinya penyakit, tanda
dan perawatannya kriteria hasil: gejala serta komplikasi yang mungkin
b/d kurang paparan  Klien dapat terjadi
terhadap informasi, mengungkapkan
keterbatan kognitif kembali yang Berikan informasi pada keluarga tentang
dijelaskan. perkembangan klien.

11
 Klien kooperatif saat
dilakukan tindakan Berikan informasi pada klien dan
keluarga tentang tindakan yang akan
dilakukan.

Diskusikan pilihan terapi

Berikan penjelasan tentang pentingnya


ambulasi dini

jelaskan komplikasi kronik yang


mungkin akan muncul

12
DAFTAR PUSTAKA

http://drkurniawanspot.blogspot.com/2012/04/bedah-fiksasi-pada-fraktur-
trochanter.html

http://fourseasonnews.blogspot.com/2012/05/fraktur-femoral-neck-dan-
fraktur.html

http://nsloviandatusskep.blogspot.com/2011/06/fraktur-hip.html

http://asuhankeperawatanonline.blogspot.com/2012/03/asuhan-keperawatan-
fraktur-dengan-nanda.html

http://mualimrezki.blogspot.com/2011/03/fraktur.html

13

Anda mungkin juga menyukai