Anda di halaman 1dari 3

Fraktur acetabulum

A. Definisi
Fraktur acetabulum adalah fraktur mangkuk sendi tempat masuknya caput femur yang
membentuk hip joint.

B. Klasifikasi

 Fraktur kolum anterior, fraktur rendah (low fractur) yang termasuk hanya bagian
superior ramus dan bagian pubik dari asetabulum. Fraktur tingggi (high fractur) dapat
termasuk didalmnya seluruh tepi anterior dari tulang.
 Fraktur kolumna posterior, jenis ini hanya termasuk bagian ischial dari tulang seluruh
permukaan retroasetabular telah tergeser dengan kolum posterior. Garis vertikal yang
memisahkan antara kolum anterior dengan kolum posterior telah bergeser kearah
inferior dan memasuki foramen obturator.
 Fraktur transversus membagi tulang kedalam 2 bagian. Garis fraktur horizontal
menggeser asetabulum kepada beberapa level. Tulang pelbis dibagi menjadi bagian
superior dan bagian bawah. Bagian superior termasuk didalmnya iliaca wing dan dasar
dari asetabulum. Bagian bawah termasuk segmen ischiopubik yang didalamnya
terdapat foramen obturator yang intak dengan anterior dan posterior acetabulum.

C. Etiologi
Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan umur dibawah
45 tahun dan sering berhubungan dengan olah raga, pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh
kecelakaan kendaraan bermotor. Sedangkan pada orang tua, wanita lebih sering mengalami
fraktur daripada laki-laki yang berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang
terkait dengan perubahan hormon pada menopouse.

D. Patofisiologi
Ketika fraktur terjadi, otot-otot yang melekat di tulang menjadi terganggu. Otot
tersebut dapat menjadi spasme dan menarik fragmen fraktur keluar dari posisi. Kumpulan otot
yang besar dapat menyebabkan spasme otot yang masiv seperti pada otot femur. Selain itu,
periosteum dan pembuluh darah di tulang yang mengalami fraktur juga terganggu. Kerusakan
jaringan lunak dapat juga terjadi.
Perdarahan terjadi jika terjadi gangguan pada pembuluh darah dan tulang yang
mengalami fraktur. Kemudian terjadi pembentukan hematoma diantara fragmen fraktur dan
peristeum. Jaringan tulang di sekitar luka fraktur mati, sehingga menimbulkan respon inflamasi.
Kemudian terjadi vasodilatasi, edema, nyeri, kehilangan fungsi, keluarnya plasma dan leukosit.

E. Manifestasi klinis
 Deformitas
 Bengkak/edema
 Echimosisi (memar)
 Spasme otot
 Nyeri
 Kurang/hilang sensasi
 Krepitasi
 Pergerakan abnormal
 Rontgen abnormal

F. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan radiologi
a. Pemeriksaan rontgen: untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur.
b. Scan tulang, tomogram, CT-scan/MRI: memperlihatkan fraktur dan mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak.
2. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap: ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(pendarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel),
Peningkatan Sel darah putih adalah respon stres normal setelah trauma.
b. Kreatinin: Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.

G. Penatalaksanaan
1. Terapi konservatif
2. Terapi operatif
ORIF (open reduction and internal fixation)
Indikasi ORIF :
 Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair necrosis tinggi
 Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup
 Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan
 Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan
operasi
 Excisional Arthroplasty

Sjamsuhidajat, R. dan Wim de Jong. (2005). Buku Ajar Imu Bedah, Edisi revisi. EGC :Jakarta

Anda mungkin juga menyukai