PENDAHULUAN
Sementara itu, kualitas kesadaran menggambarkan fungsi kognitif dan afektif mental
seseorang. Kualitas kesadaran bergantung pada cara pengelolaan impuls aferen oleh korteks
serebri yang kemudian akan menghasilkan isi pikir. Jika derajat kesadaran terganggu, secara
otomatis kualitas kesadaran juga akan terganggu. Namun, terganggunya kualitas kesadaran
tidak selalu diikuti oleh terganggunya derajat kesadaran. 1
Pada referat ini akan dibahas mengenai definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi
klinis, cara pemeriksaan diagnosis serta tata laksana secara komprehensif dan holistik.
II. DEFINISI
Penurunan kesadaran adalah suatu abnormalitas kondisi dari stimulus sensoris, yang
disebabkan oleh trauma, syok, atau kelainan tubuh lainnya. Penurunan kesadaran dimana pasien
dapat secara spontan pulih atau dengan bantuan ringan menggunakan istilah syncope atau
pingsan. Sedangkan, tidak sadar berkepanjangan, lebih dalam lagi dinamakan dengan coma. 2
Pasien dengan gangguan isi kesadaran biasanya tampak sadar penuh, namun tidak dapat
merespon dengan baik beberapa rangsangan-rangsangan, seperti membedakan warna, raut
wajah, mengenali bahasa atau simbol, sehingga sering kali dikatakan bahwa penderita tampak
bingung. Penurunan kesadaran atau koma menjadi petunjuk kegagalan fungsi integritas otak
1
dan sebagai “final common pathway” dari gagal organ seperti kegagalan jantung, nafas dan
sirkulasi akan mengarah kepada gagal otak dengan akibat kematian. Jadi, bila terjadi
penurunan kesadaran maka terjadi disregulasi dan disfungsi otak dengan kecenderungan
kegagalan seluruh fungsi tubuh. Dalam beberapa kasus, kesadaran tidak hanya mengalami
penurunan, namun dapat terganggu baik secara akut maupun secara kronik atau progresif.3
2
nyeri. Semakin dalam koma yang dialami pasien, respon yang diberikan terhadap
rangsangan yang kuat sekalipun akan menurun.
f. Locked-in syndrome adalah keadaan dimana pasien tidak dapat meneruskan impuls
eferen sehingga tampak kelumpuhan pada keempat ektremitas dan saraf kranial
perifer. Dalam keadaan ini pasien bisa tampak sadar, namun tidak dapat merespon
rangsangan yang diberikan. Terganggunya kesadaran secara akut lebih berbahaya
dibandingkan terganggunya kesadaran yang bersifat progresif.
3
pasien koma dimana hemisfer serebri dan batang otak mengalami kegagalan fungsi.
Keadaan ini dapat mengalami perbaikan namun dapat juga menetap (persistent
vegetative state). Dikatakan persisten vegetative state jika keadaan vegetative
menetap selama lebih dari 30 hari.
g. Brain death merupakan keadaan irreversible dimana semua fungsi otak mengalami
kegagalan, sehingga tubuh tidak mampu mempertahankan fungsi jantung dan paru
yang menyuplai oksigen dan nutrisi ke organ-organ tubuh. Kematian otak tidak
hanya terjadi pada hemisfer otak, namun juga dapat terjadi pada batang otak. 4
Dalam hal menilai penurunan kesadaran, dikenal beberapa istilah yang digunakan di
klinik yaitu kompos mentis, somnolen, stupor atau sopor, soporokoma dan koma. Terminologi
tersebut bersifat kualitatif. Sementara itu, penurunan kesadaran dapat pula dinilai secara
kuantitatif, dengan menggunakan skala koma Glasgow. Penilaian kesadaran biasanya
berdasarkan respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan oleh pemeriksa.
III. ETIOLOGY
Gangguan kesadaran disebabkan oleh berbagai faktor etiologi, baik yang bersifat
intrakranial maupun ekstrakranialatau sistemik. Berikut merupakan etiologi dari penurunan
kesadaran :
4
dijumpai di Indonesia maka pada setiap gangguan kesadaran yang disertai suhu tubuh
meninggi perlu dicurigai adanya ensefalomeningitis.
3. Gangguan metabolisme.
Di Indonesia, penyakit hepar, gagal ginjal, dan diabetes melitus sering dijumpai.
4. Neoplasma
Neoplasma otak, baik primer maupun metastatik, sering di jumpai di Indonesia.
Neoplasma lebih sering dijumpai pada golongan usia dewasa dan lanjut. Kesadaran
menurun umumnya timbul berangsur-angsur namun progresif atau tidak akut.
5. Trauma kepala
Trauma kepala paling sering disebabkan oleh kecelakaan lalu-lintas.
6. Epilepsi
Gangguan kesadaran terjadi pada kasus epilepsi umum dan status epileptikus.
Intoksikasi-Intoksikasi dapat disebabkan oleh obat, racun (percobaan bunuh diri),
makanan tertentu dan bahan kimia lainnya.
7. Gangguan elektrolit dan endokrin
Gangguan ini sering kali tidak menunjukkan “identitas”nya secara jelas,
dengan demikian memerlukan perhatian yang khusus agar tidak terlupakan dalam setiap
pencarian penyebab gangguan kesadaran.3
IV. PATOFISIOLOGI
Terdapat dua struktur anatomi yang mempengaruhi derajat kesadaran, yaitu kedua hemisfer
otak dan brainstem reticular activating system (RAS). Kedua struktur ini berperan dalam
proyeksi dan penerimaan impuls aferen. Kesadaran adalah suatu kondisi seseorang mampu
menanggapi stimulus adekuat.
Penurunan kesadaran dapat dibagi menjadi penurunan kesadaran akibat kelainan struktural,
kelainan metabolik, dan infeksi/inflamasi.
Pada kelainan struktural, penurunan kesadaran dapat terjadi akibat adanya kompresi bagian
otak atau destruksi langsung. Beberapa hal yang mengakibatkan lesi kompresi seperti trauma,
tumor, hematom dan abses. Lesi kompresi ini mengakibatkan 1) distorsi ARAS; 2) peningkatan
tekanan intrakranial secara difuse sehingga menyebabkan terganggunya aliran darah otak, 3)
5
iskemia lokal; 4) edema otak; 5) herniasi yang menyebabkan kompresi ke bagian otak yang
lain. Penurunan kesadaran akibat kompresi ini umumnya diakibatkan oleh pergeseran salah satu
atau beberapa bagian otak akibat efek desak ruang. Pergeseran ini mengakibatkan herniasi dan
kompresi pada mesensefalon dan RAS. Sementara itu penurunan kesadaran akibat destruksi
disebabkan oleh kerusakan langsung struktur RAS (seperti lesi primer di diensefalon atau
brainstem yang bilateral; lesi fokal pada mesensefalon dan diensefalon) atau kerusakan kortikal
dan subkortikal yang harus bersifat bilateral dan difus. Pada cedera tumpul, getaran yang terjadi
akibat benturan pada tengkorak akan ditransmisikan ke otak sehingga mengakibatkan
kerusakan jaringan otak.
Ketidak seimbangan aktivitas metabolik pada neuron di korteks serebral dan nukleus
central di ota merupakan salah satu hal yang dapat mengakibatkan penurunan kesadaran.
Etiologinya dapat berupa hipoksia, iskemia global, hipoglikemia, kondisi hiper/hipo-osmolar,
asidosis, alkalosis, hipokalemia, hiperamonemia, hiperkalsemia, hiperkarbia, intoksikasi obat,
dan defisiensi vitamin. Penurunan kesadaran tersebut disebabkan oleh reduksi metaboolisme
akibat menurunnya aliran darah ke otak.
Penurunan kesadaran pada kasus infeksi intrakranial terjadi karena lesi yang difuse pada
seluruh hemisfer baik akibat inflamasi atau edema yang disebabkannya5.
V. MANIFESTASI KLINIS5
1. Penurunan kesadaran
a. Tiba-tiba, akibat kelainan neurovaskular.
b. Gradual, akibat tumor, abses, perdarahan subdural kronik.
c. Didahului oleh acute confusional state atau delirium, akibat kelainan metabolik
atau infeksi.
2. Pola pernafasan abnormal
a. Cheyne-stokes, pada ensefalopati metabolik atau lesi diensefalon
b. Hiperventilasi neurogenik sentral, pada ensefalopati metabolik
c. Apneusis, pada lesi pons bilateral
d. Klaster dan ataksik, pada pasien lesi pontomedullary junction
e. Apneu, pada lesi medulla sisi ventrolateral bilateral
6
3. Sirkulasi
a. Sianosis, pada hipoksia
b. Kemerahan, pada intoksikasi karbon monoksida
4. Tekanan darah tinggi
5. Suhu hipotermi/hipertermi
a. Hipotermi, akibat intoksikasi obat sedatif atau etanol, hipoglikemia, ensefalopati
wernicke, ensefalopati hepatikum.
b. Hipertermi, akibat stroke, status epileptikus, intoksikasi obat anastesi, intoksikasi
obat antikolinergik, perdarahan pontin, lesi hipotalamus.
6. Tanda trauma (apabila ada riwayat trauma)
a. Racoon eyes
b. Tanda battle
c. Rinore atau otorea
d. Tanda fraktur
7. Kelainan pada kulit
a. Memar multiple pada skalp, akibat fraktur intrakranial
b. Telangiektasis dan hiperemia pada wajah dan konjungtifa, akibat keracunan
alkohol
c. Jejak bekas suntikan, akibat penyalahgunaan obat
d. Keringat berlebih, akibat hipoglikemia atau syok
e. Kulit sangat kering, akibat asidosis diabetik atau uremia
8. Panurunan derajat kesadaran dan GCS
9. Rangsang menings positif pada, kasus iritasi meningeal
10. Pupil
a. Normal, pada penurunan kesadaran akibat kelainan metabolik
b. Thalamic pupils (<2mm) akibat kompresi thalamus
c. Fixed, dilated pupils (>7 mm dan terfiksasi), akibat kompresi N. Cranial III atau
intoksikasi obat antikolinergik. Sering juga akibat herniasi transtentorium oleh
massa supratentorial.
d. Fixed, midsized pupil (5 mm), kerusakan midbrain
e. Pin point pupil, akibat lesi pada pons
7
f. Asymetric pupil, akibat kelainan pada midbrain
11. Pergerakan bola mata yang berlawanan dengan rotasi kepala baik secara vertikal maupun
horizontal (doll’s head)
12. Respon mata tidak adekuat/tidak muncul pada cold water caloric test, mengindikasikan lesi
serebelum atau batang otak.
13. Terpon motorik terhadap nyeri
a. Dekortikasi akibat lesi pada hemisfer luas, atau mesensefalon
b. Deserebrasi akibat lesi pons
c. Respon bilateral pada lesi bilateral/metabolik
d. Tidak ada respon pada lesi pons bawah dan medulla
14. Funduskopi
a. Papiledema dan oerdarahan retina pada hipertensi kronik/ peningkatan TIK
b. Perdarahan subhialoid pada PSA
VI. DIAGNOSIS
Umumnya sebagian besar diagnosis penurunan kesadaran dapat dibuat segera berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti. Pemeriksaan penunjang dibutuhkan untuk mencari
etiologinya. Pada pasien dengan tanda dan gejala lesi structural atau peningkatan tekanan
intracranial, memerlukan pemeriksaan CT scan atau MRI kepala. Pungsi lumbal dilakukan jika
teradapat kecurigaan infeksi intracranial, asal berhati-hati dengan risiko herniasi.
Jika penurunan kesadaran dicurigai akibat intoksikasi zat tertentu, dapat dilakukan aspirasi
dan analisis isi lambung, juga analisis kromatografi darah dan urin untuk mengetahui konsentasi
opiate, benzodiazepine, barbiturate, alcohol dan substansi toksik lainnya. Specimen urin
dikumpulkan dengan kateter guna menentukan kadar glukosa, keton dan protein urin.
Proteinuria dapat ditemukan 2-3 hari pascaperdarahan subaraknoid. Urin dengan kadar glukosa
dan keton tinggi ditemukan pada pasien koma abetikum, sedangkan urin dengan glikosuria
transien dan hiperglikemia dapat ditemukan pada pasien dengan lesi serebral.
8
jika pasien menunjukkan tanda dan gejala insufisiensi pernapasan atau gangguan asam-basa.
Hitung jenis dan apus darah tebal-tipis dilakukan pada pasien dengan riwayat bepergian ke
daerah endemik malaria. Leukositosis neutrofilik ditemukan pada kasus infeksi bakteri dan
perdarahan serta infark otak. EEG juga dapat dilakukan jika pada pemeriksaan awal tidak
ditemukan bukti yang adekuat, untuk menegakkan status epileptikus nonkonvulsif yang dapat
menyebabkan penurunan kesadaran5.
Klasifikasi
9
b. Meningitis bacterial akut, ensefalitis virus, parasit.
3. Penyakit yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran disertai dengan lateralisasi
atau tanda fokal batang otak atau serebral dengan atau tanpa abnormalitas hasil analisis
CSS. Hasil pemeriksaan CT scan dan MRI memberikan gambaran abnormal.
a. Perdarahan hemisfer atau infark massif.
b. Infark batang otak akibat thrombosis arteri basilar atau emboli.
c. Abses otak, empiema subdural, ensefalitis herpes.
d. Perdarahan epidural dan subdural; kontusio otak
e. Tumor otak
f. Perdarahan serebral dan pontin
g. Lain-lain: thrombosis vena korteks, ensefalitis virus (herpes), infark emboli fokal
akibat endokarditis bacterial, leukoensefalitis perdarahan akut, ensefalomielitis
diseminata, limfoma intravascular, trombositopenia purpura, emboli lipid difus dan
lainnya.
10
berlangsung selama ≥ 1 bulan, pasien ini dikatakan berada dalam kondisi vegetative
(persistent vegetative state). Pasien ini berada dalam kondisi vegetative memiliki
kemampuan membuka mata secara spontan, siklus bangun tidur yang normal, dan fungsi
batang otak serta otonom yang intak,
3. Locked-in syndrome
Transeksi fungsional pada batang otak di bawah pons tengah, dapat mengganggu jalur
descending formation retikularis (yang bertanggung jawab mengatur kesadaran).
Transeksi ini dapat diakibatkan oleh infark pons, perdarahan, mielinolisis pontin sentral,
tumor atau ensefalitis. Transeksi ini akan mengakibatkan kondisi akinetik dan mute state,
namun dengan derajat kesadaran penuh. Pasien yang mengalami kondisi ini akan terlihat
berada dalam kondisi stupor-koma, tetapi sebenarnya sadar penuh walaupun mengalami
kuadriplegia dan mutisme. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan gambaran pergerakan
volunteer yang dikendalikan oleh midbrain, seperti kemampuan membuka mata spontan,
pergerakan vertika bola mata, dan gerakan konvergen bola mata. Hasil pemeriksaan EEG
akan menunjukkan gambaran normal.
4. Brain death
Diagnosis brain death ditegakkan jika:
a. Fungsi respirasi dan sirkulasi berhenti secara ireversibel atau
b. Seluruh fungsi otak terhenti secara ireversibel. Pada pemeriksaan fisik didaptkan
semua refleks batang otak negative.
VIII. TATALAKSANA
Pada prinsipnya, setiap gangguan di intracranial yang mendesak ARAS, maupun gangguan
sistemik tubuh yang mengganggu neuron secara difus dapat menyebabkan penurunan
kesadaran. Maka pada setiap pasien dengan penurunan dengan kesadaran, yang pertama
dicari adalah adanya gangguan intracranial, oleh karena harus ditatalaksana segera untuk
mencegah kerusakan lebih lanjut. Jika ternyata penyebabnya adalah kelainan sistemik, maka
penanganannya pun perlu dipertimbangkan dari sudut pandang neurologi agar otak tetap terjaga
dan terhindar dari komplilasi ensefalopati yang dapat bersifat ireversibel di kemudian hari.
11
Tatalaksana penurunan kesadaran sangat berlangsung pada etiologinya. Namun kadang
etiologi tidak dapat langsung ditemukan, sehingga tatalaksananya belum bisa spesifik. Oleh
karena pada penurunan kesadaran terjadi penurunan refleks-refleks dasar termasuk menelan
dan bisa terjadi gangguan napas, maka diperlukan tatalaksana awal yang bersifat suportif, untuk
memperbaiki kondisi akut yang mengancam nyawa seperti5:
1. Bebaskan jalan napas dengan suction jika terdapat lender di jalan napas atau posisikan
pasien sehingga menghadap ke lateral.
2. Berikan oksigen dengan nasal kanul atau sungkup dan lakukan pemeriksaan analisis gas
darah jika dibutuhkan. Jika pasien diketahui terdapat hipoksia atau hipoventilasi dan
tidak memiliki kemampuan mencegah aspirasi, maka dapat dipertimbangkan intubasi
endotrakeal.
3. Untuk mencegah kegagalan sirkulasi, pasang jalur intravena daln lakukan pemeriksaan
darah untuk mengetahui kadar glukosa, elektrolit, fungsi hati, fungsi ginjal, atau kadar
obat-obatan tertentu yang dicurigai menyebabkan terjadinya penurunan kesadaran.
4. Jika terdapat tanda dan gejala peningkatan tekanan intracranial akibat strke atau
perdarahan, dapat diberikan manitol 25-50 mg dalam solusio 20% intravena selama 10-
20 menit, atau deksametason loading 10mg IV jika diperkirakan akibat massa atau
infeksi intracranial.
5. Antiobiotik spectrum luas diberikan pada pasien dengan geja;a dan tanda yang
mengarah pada meningitis atau ensefalitis bakterialis, jika pungsi lumbal tidak dapat
dilakukan segera.
6. Jika pasien kejang, berikan diazepam IV perlahan.
7. Jika terdapat tanda dan gejala intoksikasi zat atau substansi tertentu, perlu dilakukan
bilasan lambung untuk diagnosis dan terapi. Namun perlu diperhatikan terdapat
beberapa obat (salisilat, opiate dan obat antikolinergik) yang dapat menyebabkan atonia
gaster sehingga bilasan lambung tidak dapat dilakukan karena dapat mengakibatkan
perforasi. Pada kasus seperti ini, pasien dapat diberikan activated charcoal.
8. Jika pasien mengalami gangguan pengaturan suhu tubuh, perlu dilakukan koreksi guna
mencegah hipo atau hipertermia.
12
9. Pemasangan kateter urin guna mencegah peningkatan tekanan intraabdomen yang
berbahaya pada kaasus penurunan kesadaran dengan peningkatan tekanan intracranial,
juga berfungsi untuk memonitor balans cairan pasien.
10. Pemasangan pipa nasogastrik untuk memudahkan pemberian nutrisi dan mencegah
aspirasi.
11. Mobilisasi pasif dengan cara merubah posisi pasien miring ke kiri dan kanan secara
teratur tiap 2 jam untuk mencegah ulkus dekubitus.
12. Jaga kebersihan konjungtiva dan mulut pasien untuk mencegah pertumbuhan bakteri.
IX. KESIMPULAN
Penurunan kesadaran atau koma merupakan salah satu kegawatan neurologi yang menjadi
petunjuk kegagalan fungsi integritas otak dan sebagai “final common pathway” dari gagal
organ seperti kegagalan jantung, nafas dan sirkulasi akan mengarah kepada gagal otak dengan
akibat kematian. Penurunan kesadaran dapat ditentukan secara kualitatif dan kuantitatif.
Penurunan kesadaran disebabkan oleh kelainan metabolik dan struktural yang mempengaruhi
korteks dan ARAS. Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik umum,
pemeriksaan fisik neurologis dan pemeriksaan penunjang.
13
DAFTAR PUSTAKA
14