Anda di halaman 1dari 34

BAB 1 MEDIA REFRAKSI

Media refraksi merupakan bangunan transparan yang harus dilalui berkas cahaya untuk mencapai retina. Terdapat 4 struktur bola mata yang berperan dalam proses perjalanan cahaya dari luar menuju retina, yaitu:

Gambar 1. Media Refraksi

1.1.Kornea Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya sebanding dengan Kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sclera di limbus, lekuk melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skleralis. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 mm di tepi, dan diameternya sekitar 11,5 mm. Dari anterior ke posterior kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel, lapisan Bowman, stroma, membran Descemet, dan lapisan endotel. Lapisan epitel mempunyai lima atau enam lapis sel sedangkan endotel hanya satu lapis. Lapisan Bowman merupakan lapisan jernih aseluler, yang merupakan bagian stroma yang berubah. Membran Descemet

merupakan suatu membran elastik yang jernih yang tampak amorf pada pemeriksaan mikroskop elekron dan merupakan membran basalis dari endotel kornea. Stroma kornea mencakup sekitar 90% dari ketebalan lensa. Bagian ini tersusun dari lamella fibril-fibril kolagen dengan lebar sekitar 1m yang salin menjalin yang hampir mencakup seluruh diameter kornea. Lamella ini berjalan sejajar dengan permukaan kornea dan karena ukuran dan periodiditasnya secara optic menjadi jernih. Lamella terletak di dalam suatu zat dasar proteoglikan hidrat bersama dengan keratosit yang menghasilkan kolagen dan zat dasar. Sumber-sumber nutrisi untuk kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humor aqueus, dan air mata. Kornea superficial juga mendapat oksigen sebagian besar dari atmosfer. Saraf-saraf sensorik kornea didapat dari percabangan pertama (oftalmika) dari nervus kranialis V (trigeminus). Kornea mempunyai indeksi bias 1,38. Kelengkungan kornea mempunyai kekuatan yang sebanding dengan lensa hingga 40 dioptri. Pemeriksaan kelengkungan kornea ditentukan dengan keratometer. Keratometri diperlukan untuk: Melihat kecembungan yang teratur Melihat kecembungan berbeda pada meridian berbeda sehingga diketahui mata tersebut mempunyai kelainan refraksi astigmat/silinder Menyesuaikan kelengkungan lensa kontak yang dapat di steep (cembung kuat), flat (permukaan yang rata) dan normal Melihat kemungkinan terdapat permukaan kornea yang tidak teratur atau astigmat ireguler

1.2.Humor aquaeus Humor aqueus diproduksi oleh korpus siliaris. Setelah memasuki kamera okuli posterior, humor aqueus melalui pupil masuk ke kamera okuli anterior dan kemudian ke perifer menuju sudut kamera okuli anterior.

1.3.Lensa Lensa yang berkembang dengan sempurna berbentuk bikonveks dan tidak berwarna sehingga hampir transparan sempurna. Permukaan posteriornya lebih konveks dari permukaan anteriornya. Pada orang dewasa, tebalnya sekitar 4 mm dengan diameter 9 mm. Berat suatu lensa bertambah lima kali lipat berbanding berat lensa saat lahir. Lensa pada orang dewasa diperkirakan seberat 220 gm. Lensa terletak bilik mata belakang yaitu antara bagian posterior dari iris dan bagian anterior dari corpus vitreous yang dinamakan fossa hialoid. Terdapat serabut-serabut yang dinamakan zonulla zinni (zonula fibres) di sekitar ekuator lensa yang berfungsi untuk mengikat lensa dengan corpus siliaris. Serabut-serabut ini memegang lensa pada posisinya dan akan berkontraksi atau mengendur saat otot siliaris berkontraksi atau berdilatasi saat proses akomodasi. Lensa merupakan salah satu media refraksi yang penting. Kekuatan dioptri seluruh bola mata adalah sekitar 58 dioptri. Lensa mempunyai kekuatan dioptri sekitar 15 dioptri. Tetapi kekuatan dioptri ini tidak menetap seperti pada kornea (43 dioptri). Kekuatan dioptri lensa berubah dengan meningkatnya umur, yaitu menjadi sekitar 8 dioptri pada umur 40 tahun dan menjadi 1 atau 2 dioptri pada umur 60 tahun. Lensa terbentuk dari kapsul yang elastis, epitel yang terbatas pada permukaan anterior lensa dan serabut-serabut lensa yang dibagi lagi menjadi nukleus dan korteks. Kapsul lensa merupakan suatu membran elastis yang membungkus seluruh permukaan lensa. Kapsul bagian anterior (20m) lebih tebal berbanding kapsul bagian posterior (3m). Di bawah mikroskop electron, kapsul lensa terdiri dari lamela yang mengandung kolagen tipe 4. Pada bagian ekuator lensa, terdapat zonula zinnia yang mengikat lensa pada prosessus ciliaris. Kapsul lensa berfungsi sebagai diffusion barier dan permeabel terhadap komponen dengan berat molekul rendah. Fungsi utama kapsul lensa adalah untuk membentuk lensa sebagai respon dari penarikan serabut-serabut zonula saat proses akomodasi. Epitel lensa berbentuk kuboid dan terletak di bawah kapsul bagian anterior. Di bagian ekuator, sel-sel ini memanjang dan membentuk kolumnar. Di bagian ekuator ini juga sel epitel lensa berubah membentuk serabut-serabut lensa

karena di bagian ini aktivitas mitotik berada pada puncaknya. Fungsi sel epitel lensa adalah untuk berdiferensiasi membentuk serabut lensa dan terlibat dalam transportasi antara humor aquous dengan bagian dalamnya dan sekresi material kapsul. Seperti yang telah diketahui, serabut-serabut lensa terbentuk dari multiplikasi dan diferensiasi dari sel epitel lensa di bagian ekuator. Oleh karena pertumbuhan normal dari lensa bermula dari permukaan ke arah dalam, maka serabut yang terbentuk terlebih dahulu dinamakan nukleus lensa dan serabut yang baru terbentuk dinamakan korteks. Enam puluh lima persen lensa terdiri dari air, sekitar 15 % protein, dan sedikit sekali mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah dan persarafan di lensa.

1.4.Korpus Vitreus Vitreus adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskuler yang membentuk duapertiga dari volume dan berat mata. Vitreus mengisi ruangan yang dibatasi oleh kornea, retina dan diskus optikus. Permukaan luar vitreus (membrane hiloid) normalnya kontak dengan struktur-struktur seperti kapsul lensa posterior, serat-serat zonula pars plana lapisan epitel, retina, dan caput nervi optici. Basis vitreus mempertahankan penempelan yang kuat sepanjang hidup ke lapisan epitel pars plana dan retina tepat di belakang ora serata Perlekatan ke kapsul lensa dan nervus optikus kuat pada awal kehidupan tetapi segera hilang. Vitreus berisi air sekitar 99%. Sisanya 1% meliputi dua komponen, kolagen dan asam hialuronat, yang memberikan bentuk dan konsistensi mirip gel pada vitreus karena kemampuannya mengikat banyak air. Selain keempat struktur bola mata di atas, terdapat satu struktur lagi yang penting pada proses masuknya cahaya ke retina, yaitu pupil. Pupil merupakan lubang bundar di tengah iris yang sesuai dengan bukaan lensa pada sebuah kamera. Pupil mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata. Ukuran pupil pada prinsipnya diatur oleh keseimbangan antara konstriksi akibat aktivitas parasimpatik yang dihantarkan melalui nervus kranialis III dan dilatasi

yang ditimbulkan oleh aktivitas simpatik. Pada proses miosis (konstriksi), otot sfingter pupil mengecilkan pupil. Hal ini terjadi pada kondisi lingkungan yang terang dan selama proses akomodasi. Miosis merupakan aktivitas saraf parasimpatis. Pada proses midriasis (dilatasi), otot dilator pupil melebarkan pupil. Hal ini terjadi pada kondisi lingkungan yang gelap. Midriasis merupakan aktivitas saraf simpatis. Secara fisiologik besarnya pupil didapatkan : 1) Perempuan > laki-laki 2) Myopia > hipermetropia 3) Mata biru > mata coklat 4) Dewasa > anak anak atau orang tua 5) Inspirasi > ekspirasi

Mata dapat dianggap sebagai kamera dimana sistem refraksinya menghasilkan bayangan kecil dan terbalik di retina. Rangsangan ini diterima oleh sel batang dan kerucut di retina, yang diteruskan melalui N.II ke korteks serebri pusat penglihatan, yang kemudian tampak sebagai bayangan yang tegak. Supaya bayangan tak kabur, kelebihan cahaya diserap oleh lapisan epitel pigmen di retina. Bila intensitas cahaya terlalu tinggi, pupil akan mengecil untuk menguranginya. Alat-alat refraksi mata terdiri dari permukaan kornea, humor aqueus, lensa, dan korpus vitreus. Daya refraksi kornea hampir sama dengan humor aqueus, sedangkan daya refraksi lensa hampir sama dengan korpus vitreus. Keseluruhan sistem refraksi mata ini membentuk lensa yang cembung dengan vokus 23 mm.

BAB 2 KELAINAN REFRAKSI

2.1.Definisi Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada retina tetapi di bagian depan atau belakang bintik kuning dan tidak terletak pada satu titik yang tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia dan astigmatisma. Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran depan dan kelengkungan kornea serta panjangnya bola mata. Kornea mempunyai daya pembiasan sinar terkuat dibanding media penglihatan mata lainnya. Lensa memegang peranan terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila melihat benda yang dekat. Panjang bola mata seseorang berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh kornea (mendatar, mencembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang, lebih pendek) bola mata, maka sinar normal tidak dapat terfokus pada makula. Keadaan ini disebut sebagai ametropia.

2.2.Patofisiologi Kelainan Refraksi

Gambar 2. Mekanisme Patofisiologi Kelainan Refraksi.

2.3.Etiologi Ametropia aksial adalah ametropia yang terjadi akibat sumbu optik bola mata lebih panjang atau lebih pendek sehingga bayangan benda difokuskan di depan atau di belakang retina. Pada miopia aksial, fokus akan terletak di depan retina karena bola mata lebih panjang. Sedangkan pada hipermetropia aksial, fokus bayangan terletak di belakang retina. Ametropia indeks refraktif adalah ametropia akibat kelainan indeks refraksi media penglihatan. Sehingga walaupun panjang sumbu mata normal, sinar terfokus di depan (miopia) atau di belakang retina (hipermetropia). Kelainan indeks refraksi ini dapat terletak pada kornea atau pada lensa (cembung, diabetik). Ametropia kurvatur disebabkan kelengkungan kornea atau lensa yang tidak normal sehingga terjadi perubahan pembiasan sinar. Kecembungan kornea yang lebih berat akan mengakibatkan pembiasan lebih kuat sehingga bayangan dalam mata difokuskan di depan bintik kuning sehingga mata ini akan menjadi mata miopia atau rabun jauh. Sedangkan kecembungan kornea yang lebih kurang atau merata (flat) akan mengakibatkan pembiasan menjadi lemah sehingga bayangan dalam mata difokuskan dibelakang bintik kuning dan mata ini menjadi hipermetropia atau rabun dekat.

2.4.Tanda Dan Gejala Klinis Sakit kepala terutama didaerah tengkuk atau dahi, mata berair, cepat mengantuk, pegal pada bola mata, penglihatan kabur, mengerutkan dahi secara berlebihan, sering menyipitkan mata, sering menggosok (mengucek) mata, mengantuk, mudah teriritasi pada penggunaan mata yang lama, dan penglihatan ganda.

2.5.Klasifikasi Kelainan Refraksi A. Emetropia Pada mata ini daya bias mata adalah normal, di mana sinar jauh difokuskan sempurna di makula lutea tanpa bantuan akomodasi. Mata emetropia akan mempunyai penglihatan normal atau 6/6 atau 100%. pada mata yang emetrop, dalam keadaan istirahat, sinar yang sejajar yang datang di mata akan

dibiaskan tepat di fovea sentralis di retina. Fovea sentralis merupakan posterior principal focus dari sistem refraksi mata ini dimana cahaya yang datangnya sejajar, setelah melalui sistem refraksi ini bertemu. Fovea sentralis letaknya 23 mm di belakang kornea, tepat dibagian dalam macula lutea. Pembiasan yang terbesar terdapat pada permukaan anterior dari kornea, ditambah dengan permukaan anterior dan posterior dari lensa.

Gambar 3. Refraksi Pada Mata Emetrop

B. Akomodasi Akomodasi adalah kesanggupan mata untuk memperbesar daya

pembiasannya. Akomodasi dipengaruhi oleh serat-serat sirkuler mm.siliaris. Fungsi serat-serat sirkuler adalah mengerutkan dan relaksasi serat-serat zonula yang berorigo di lembah-lembah di antara prosesus siliaris. Otot ini mengubah tegangan pada kapsul lensa, sehingga lensa dapat mempunyai berbagai fokus baik untuk objek dekat maupun yang berjarak jauh dalam lapangan pandang. Ada beberapa teori mengenai mekanisme akomodasi, antara lain: 1. Teori Helmholtz. Jika mm.siliaris berkontraksi maka iris dan korpus siliaris digerakkan ke depan bawah, sehingga zonulla Zinnii menjadi kendor, lensa menjadi cembung. 2. Teori Schoen. Terjadi akibat mm.siliaris pada bola karet yang dipegang dengan kedua tangan dengan jari akan mengakibatkan pencembungan bola di bagian tengah.

3. Teori dari Tichering. Jika mm.siliaris berkontraksi maka iris dan korpus siliaris digerakkan ke belakang atas/luar, sehingga zonulla Zinnii menjadi tegang, bagian perifer lensa juga menjadi tegang, sedangkan bagian tengahnya didorong ke sentraldan menjadi cembung.

Gambar 4. Skema Terjadinya Akomodasi Mata

Punctum remotum (R) adalah titik terjauh yang dapat dilihat dengan nyata tanpa akomodasi. Pada emetrop letak R adalah tak terhingga. Punctum proksimum (P) adalah titik terdekat yang dapat dilihat dengan akomodasi maksimal. Daerah akomodasi adalah daerah di antara titik R dan titik P. Lebar akomodasi (A) adalah tenaga yang dibutuhkan untuk melihat daerah akomodasi. Lebar akomodasi dinyatakan dengan dioptri, besarnya sama dengan kekuatan lensa konfeks yang harus diletakkan di depan mata yang menggantikan akomodasi untuk punctum proksimum. A = 1/P 1/R Kekuatan akomodasi makin berkurang dengan bertambahnya umur dan punctum proksimumnya (P) semakin menjauh. Hal ini disebabkan oleh karena berkurangnya elastisitas dari lensa dan berkurangnya kekuatan otot siliarnya.

C. Presbiopia Definisi Makin berkurangnya kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin meningkatnya umur. Kelainan ini terjadi pada mata normal berupa gangguan

perubahan kencembungan lensa yang dapat berkurang akibat berkurangnya elastisitas lensa sehingga terjadi gangguan akomodasi. Berikut ini gambar ilustrasi pembentukan bayangan pada penderita presbiopia.

Gambar 5. Refraksi Pada Mata Presbiopia

Diterangkan bahwa: terjadi kekakuan lensa seiring dengan bertambahnya usia, sehingga kemampuan lensa untuk memfokuskan bayangan saat melihat dekat. Hal tersebut menyebabkan pandangan kabur saat melihat dekat.

Etiologi Gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi akibat: Kelemahan otot akomodasi Lensa mata yang tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa

Patofisiologi Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi mata karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan kapsul sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur maka lensa menjadi lebih keras (sklerosis) dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi cembung, dengan demikian kemampuan melihat dekat makin berkurang

10

Gejala Klinis Akibat gangguan akomodasi ini maka pada pasien berusia lebih dari 40 tahun, akan memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair dan sering terasa pedas. Karena daya akomodasi berkurang maka titik dekat mata makin menjauh dan pada awalnya akan kesulitan pada waktu membaca dekat huruf dengan cetakan kecil. Dalam upayanya untuk membaca lebih jelas maka penderita cenderung menegakkan punggungnya atau menjauhkan obyek yang dibacanya sehingga mencapai titik dekatnya dengan demikian obyek dapat dibaca lebih jelas. Presbiopia timbul pada umur 45 tahun untuk ras Kaukasia dan 35 tahun untuk ras lainnya

Pemeriksaan a. Alat Kartu Snellen Kartu baca dekat Satu set lensa coba

b. Teknik Penderita yang akan diperiksa penglihatan sentral untuk jauh dan diberikan kacamata jauh sesuai yang diperlukan (dapat poitif, negatif ataupun astigmatismat). Ditaruh kartu baca dekat pada jarak 30-40 cm (jarak baca). Penderita disuruh membaca huruf terkecil pada kartu baca dekat. Diberikan lensa positif mulai S +1 yang dinaikkan perlahan-lahan sampai terbaca huruf terkecil pada kartu baca dekat dan kekuatan lensa ini ditentukan. Dilakukan pemeriksaan mata satu per satu 30

11

c. Nilai Ukuran lensa yang memberikan ketajaman penglihatan sempurna merupakan ukuran lensa yang diperlukan untuk adisi kacamata baca. Hubungan lensa adisi dan umur biasanya: 40 sampai 45 tahun 1.0 dioptri 45 sampai 50 tahun 1.5 dioptri 50 sampai 55 tahun 2.0 dioptri 55 sampai 60 tahun 2.5 dioptri 60 tahun 3.0 dioptri

Penatalaksanaan Diberikan penambahan lensa sferis positif sesuai pedoman umur yaitu umur 40 tahun (umur rata rata) diberikan tambahan sferis + 1.00 dan setiap 5 tahun diatasnya ditambahkan lagi sferis + 0.50. Lensa sferis (+) yang ditambahkan dapat diberikan dalam berbagai cara: 1. kacamata baca untuk melihat dekat saja. 2. kacamata bifokal untuk sekaligus mengoreksi kelainan yang lain 3. kacamata trifokus mengoreksi penglihatan jauh di segmen atas, penglihatan sedang di segmen tengah, dan penglihatan dekat di segmen bawah 4. kacamata progressive mengoreksi penglihatan dekat, sedang, dan jauh, tetapi dengan perubahan daya lensa yang progresif dan bukan bertingkat.

Tajam penglihatan atau visus Pemeriksaan tajam penglihatan merupakan pemeriksaan fungsi mata. Gangguan penglihatan memerlukan pemeriksaan untuk mengetahui sebab kelainan mata yang mengakibatkan turunnya tajam penglihatan. Untuk mengetahui tajam penglihatan seseorang dapat dilakukan dengan kartu snellen dan bila penglihatam kurang maka tajam penglihatan diukur dengan menentukan kemampuan melihat jumlah jari atau proyeksi sinar. Tajam penglihatan normal rata-rata bervariasi antara 6/4 hingga 6/6 atau 20/15 kaki 20/20 kaki. Pada

12

keadaan ini mata dapat melihat huruf pada jarak 20 kaki yang seharusnya dapat dilihat pada jarak tersebut. Pemeriksaan tajam penglihatan sebaiknya dilakukan pada jarak 5 atau 6 meter, karena pada jarak ini mata akan melihat benda dalam keadaan beristirahat atau tanpa akomodasi. Pada pemeriksaan tajam penglihatan dipakai kartu baku atau standar misalnya kartu snellen yang setiap hurufnya membentuk sudut 5 menit pada jarak tertentu sehingga huruf pada baris tanda 60 berati huruf tersebut membentuk sudut 5 menit pada jarak 60 meter. Dengan kartu snellen standar ini dapat ditentukan tajam penglihatan atau kemampuan meliaht seseorang,seperti : 1. Bila tajam penglihatan 6/6 maka berarti ia dapat melihat huruf pada jarak 6 meter yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat jarak 6 meter. 2. Bia pasien hanya dapat membaca pada huruf baris yang menunjukkan angka 30, berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/30, begitu seterusnya. 3. Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar pada kartu snellen maka dilakukan uji hitung jari. Jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal pada jarak 60 meter 4. Bila pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang diperlihatkan pada jarak 3 meter, maka dinyatakan tajam 3/60,dengan pengujian ini tajam penglihatan hanya dapat dinilai sampai 1/60 yang berarti hanya dapat menghitung jari pada jarak 1 meter. 5. Dengan uji lambaian tangan, maka dapat dinyatakan tajam penglihatan pasien lebih buruk daripada 1/60. Bila mata hanya dapat melihat lambaian tangan pada jarak 1 meter, berarti tajam penglihatannya adalah 1/300. 6. Kadang kadang mata hanya mengenali adanya sinar saja, dan tidak dapat melihat lambaian tangan. Keadaan ini disebut tajam penglihatan 1/~. Orang normal dapat melihat sinar pada jarak tak terhingga. 7. Bila penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar, maka dinyatakan penglihatannya adalah 0 atau buta total.

Pada bayi yang belum mempunyai penglihatan secara fungsional dapat dinilai apakah penglihatannya akan berkembang normal adalah dengan melihat

13

refleks fiksasi. Bayi normla akan dapat berfiksasi pada usia 6 minggu, sedang mempunyai kemampuan untuk dapat mengikuti sinar pada usia 2 bulan. Refleks pupil sudah mulai terbentuk sehingga dengan cara ini dapat diketahui keadaan fungsi penglihatan bayi pada masa perkembangannya. Pada anak yang lebih besar dapat digunakan benda yang lebih besar dan berwarna untuk digunakan dalam pengujian penglihatannya. Untuk mengetahui sama atau tidaknya ketajaman penglihatan kedua mata akan dapat dilakukan dengan uji menutup salah satu mata. Bila satu mata ditutup akan menimbulkan reaksi yang berbeda pada sikap anak, yang berarti dia sedang memakai mata yang tidak disenangni atau kurang baik dibanding dengan mata lainnya. Bila seseorang diragukan apakah penglihatannya berkurang akibat kelainan refraksi, maka dilakukakn uji pinhole. Bila dengan pinhole penglihatan lebih baik, maka berarti ada kelainan refraksi yang masih dapat dikoreksi dengan kacamata. Bila penglihatan berkurang dengan diletakkan pinhole di depan mata berarti ada kelainan organik atau kekeruhan media penglihatan yang mengakibatkan penglihatan menurun. Sedangkan pada seseorang yang terganggu akomodasinya atau adanya presbiopia, maka apabila melihat bedna yang sedikit didekatkan akan terlihat kabut.

D. Ametropia Dalam bahasa Yunani ametros berarti tidak sebanding atau tidak seimbang, sedang ops berarti mata. Sehingga yang dimaksud denga ametropia adalah keadaan pembiasan mata dengan panjang bola mata yang tidak seimbang. Hal ini terjadi akibat kelainan kekuatan pembiasaan sinar media penglihatan atau kelainan bentuk bola mata. Ametropia adalah keadaan tanpa akomodasi atau dalam keadaan istirahat memberikan bayangan sinar sejajar pada fokus yang tidak terletak pada retina. Pada keadaan ini bayangan pada selaput jala tidak sempurna terbentuk. Dikenal berbagai bentuk seperti:

14

a. Ametropia aksial, akibat sumbu optik mata lebih panjang, atau lebih pendek sehingga bayangan benda difokuskan di depan atau dibelakang retina.pada miopia aksial fokus akan terletak di depan retina karena bola mata lebih panjang dan pada hipermetropia aksial fokus bayangan akan terletak di belakang retina. b. Ametropia refraktif, kelainan sistem pembiasan sinar di dalam mata. Bila daya bias kuat maka bayangan benda terletak di depan retina (miopia) atau bila daya bias kurang maka bayangan benda terletak di belakang retina (hipermetropia refraktif).

Ametropia dapat ditemukan dalam bentuk-bentuk kelainan: Miopia Hipermetropia Astigmat

MIOPIA Definisi Miopia Miopia adalah suatu kelainan refraksi karena kemampuan refraktif mata terlalu kuat untuk panjang anteroposterior mata sehingga sinar datang sejajar sumbu mata tanpa akomodasi difokuskan di depan retina. Miopia adalah suatu keadaan mata yang mempunyai kekuatan pembiasan sinar yang berlebihan sehingga sinar yang datang dibiaskan di depan retina atau bintik kuning. Miopiai disebut sebaga rabun jauh akibat berkurangnya kemampuan untuk melihat jauh akan tetapi dapat melihat dekat dengan lebih baik. Secara fisiologis sinar yang difokuskan pada retina terlalu kuat sehingga membentuk bayangan kabur atau tidak jelas pada makula lutea. Miopia tidak sering pada bayi dan anak prasekolah. Lebih lazim lagi pada bayi prematur dan pada bayi dengan retinopati prematuritas. Juga, ada kecenderungan herediter terhadap miopia, dan anak dengan orangtua miopia harus diperiksakan pada usia awal. Insiden miopia meningkat selama tahun-tahun sekolah, terutama sebelum pada usia sepuluhan.

15

Tingkat miopia semakin tua juga cenderung meningkat selama tahun-tahun pertumbuhan.

Klasifikasi Miopia 1. Miopia aksial Bertambah panjangnya diameter anteroposterior bola mata dari normal. Pada orang dewasa panjang axial bola mata 22,6 mm. Perubahan diameter anteroposterior bola mata 1 mm akan menimbulkan perubahan refraksi sebesar 3 dioptri. 2. Miopia kurfatura Kurfatura dari kornea bertambah kelengkungannya, misalnya pada keratokonus dan kelainan kongenital. Kenaikan kelengkungan lensa bisa juga menyebabkan miopia kurvatura, misalnya pada stadium intumesen dari

katarak. Perubahan kelengkungan kornea sebesar 1 mm akan menimbulkan perubahan refraksi sebesar 6 dioptri. 3. Miopia indeks refraksi Peningkatan indeks bias media refraksi sering terjadi pada penderita diabetes melitus yang kadar gula darahnya tidak terkontrol. 4. Perubahan posisi lensa Perubahan posisi lensa kearah anterior setelah tindakan bedah terutama glaukoma berhubungan dengan terjadinya miopia.

Berdasarkan tingginya dioptri, miopia dibagi dalam: 1. Miopia sangat ringan, dimana miopia sampai dengan 1 dioptri 2. Miopia ringan, dimana miopia antara1-3 dioptri 3. Miopia sedang, dimana miopia antara 3-6 dioptri 4. Miopia tinggi, dimana miopia 6-10 dioptri 5. Miopia sangat tinggi, dimana miopia >10 dioptri

Menurut perjalanan miopia dikenal bentuk: Miopia stasioner, miopia yang menetap setelah dewasa, miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia

16

dewasa akibat bertambah panjangnya bola mata, dan miopia maligna yaitu miopia yang berjalan progresif yang dapat mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan atau sama dengan miopia pernisiosa = miopia degeneratif, sedangakan berdasarkan bentuknya miopi di bagi menjadi : Miopia refraktif, bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti terjadi pada katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat. Sama dengan miopia bias atau miopia indeks, miopia yang terjadi akibat pembiasan media penglihatan kornea dan lensa yang terlalu kuat, miopia aksial, miopia yang akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan kelengkungan kornea dan lensa yang normal. Pembagian berdasarkan pembagian kelainan jaringan mata: Miopia simpleks, dimulai pada usia 7-9 tahun dan akan bertambah sampai anak berhenti tumbuh kurang lebih 20 tahun dan berat kelainan refraktif biasanya kurang dari -5D atau -6D, miopia progresif, miopia bertambah secara cepat (-4D/tahun), sering terjadi perubahan pada retina dan biasanya terjadi bila miopia lebih dari -6D. Pemanjangan bola mata yang biasa terjadi pada penderita miopia terbatas pada kutub posterior, sedang setengah bagian depan bola mata relatif normal. Bola mata membesar secara nyata dan menonjol kebagian posterior, segmen posterior sklera menipis dan pada keadaan ekstrim dapat menjadi seperempat dari ketebalan normal. Hubungan antara miopia dan kenaikan tekanan bola mata telah banyak menjadi bahan publikasi. Tekanan intraokuli mempunyai peranan penting pada pertumbuhan dan perkembangan bola mata. Mata mempunyai respon terhadap peningkatan tekanan intraokuli dengan cara bertambahnya ukuran bola mata terutama diameter aksial dengan akibat berkembangnya suatu miopia.Tekanan bola mata rata-rata pada penderita miopia secara nyata mempunyai tendensi lebih tinggi dari mata emetrop dan hipermetrop. Prevalensi miopia diantara penderita glaukoma bervariasi, Gorin G menyatakan 38%, Huet Jf 25%, tetapi Davenport melaporkan 7,4% diantara 1500 penderita glaukoma. Miopia tinggi dapat menjadi predisposisi terhadap glaukoma sudut terbuka. Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat kelainan pada fundus okuli seperti miopik kresen yaitu bercak atrofi koroid yang berbentuk bulan sabit pada

17

bagian temporal yang berwarna putih keabu-abuan kadang-kadang bercak atrofi ini mengelilingi papil yang disebut annular patch. Dijumpai degenerasi dari retina berupa kelompok pigmen yang tidak merata menyerupai kulit harimau yang disebut fundus tigroid, degenerasi makula, degenerasi retina bagian perifer (degenerasi latis).

Etiologi Miopia Kekurangan zat kimia (kekurangan kalsium, kekurangan vitamin), alergi, penyakit mata tertentu (bentuk kornea kerucut, bisul di kelopak mata, pasca operasi atau pasca trauma atau kecelakaan), herediter atau faktor genetik (perkembangan yang menyimpang dari normal yang di dapat secara kongenital pada waktu awal kelahiran), kerja dekat yang berlebihan seperti membaca terlalu dekat atau aktifitas jarak dekat, kurangnya faktor atau aktifitas jarak jauh terutama sport atau aktifitas di luar rumah, pencahayaan yang ekstra kuat dan lama (computer, TV, game), sumbuatau bola mata yang terlalu panjang karena adanya tekanan dari otot ekstra okuler selama konvergensi yang berlebihan, radang, pelunakan lapisan bola mata bersama-sama dengan peningkatan tekanan yang di hasilkan oleh pembuluh darah dan bentuk dari lingkaran wajah yang lebar yang menyebabkan konvergensi yang berlebihan.

Patofisiologi Akibat dari bola mata yang terlalu panjang, menyebabkan bayangan jatuh di depan retina.

18

Gambar 6. Kelainan Refraksi Miopia

Gejala Klinik Miopia Penglihatan kabur untuk melihat jauh dan hanya jelas pada jarak yang dekat, selalu ingin melihat dengan mendekatkan benda yang dilihat pada mata, kadang-kadang terlihat bakat untuk menjadi juling bila ia melihat jauh, mengecilkan kelopak untuk mendapatkan efek pinhole sehingga dapat melihat jelas, penderita miopia biasanya menyenangi membaca, cepat lelah, pusing dan mengantuk, melihat benda kecil harus dari jarak dekat, pupil medriasis, dan bilik mata depan lebih dalam, retina tipis. Banyak menggosok mata, mempunyai kesulitan dalam membaca, memegang buku dekat ke mata, pusing, sakit kepala dan mual.

Gejala subjektif miopia antara lain: a. Kabur bila melihat jauh b. Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat c. Lekas lelah bila membaca ( karena konvergensi yang tidak sesuai dengan akomodasi ) d. Astenovergens

Gejala objektif miopia antara lain: 1. Miopia simpleks :

19

a)

Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang

relatif lebar. Kadang-kadang ditemukan bola mata yang agak menonjol b) Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat

disertai kresen miopia (myopic cresent) yang ringan di sekitar papil saraf optik. 2. Miopia patologik : a) b) pada 1. Badan kaca : dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan atau degenerasi yang terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang mengapung dalam badan kaca. Kadang-kadang ditemukan ablasi badan kaca yang dianggap belum jelas hubungannya dengan keadaan miopia 2. Papil saraf optik : terlihat pigmentasi peripapil, kresen miopia, papil terlihat lebih pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen miopia dapat ke seluruh lingkaran papil sehingga seluruh papil dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi dan pigmentasi yang tidak teratur 3. Makula : berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang ditemukan perdarahan subretina pada daerah makula. 4. Retina bagian perifer : berupa degenersi kista retina bagian perifer 5. Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan retina. Akibat penipisan ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas dan disebut sebagai fundus tigroid. Gambaran pada segmen anterior serupa dengan miopia simpleks Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan-kelainan

Komplikasi Komplikasi lain dari miopia sering terdapat pada miopia tinggi berupa ablasio retina, perdarahan vitreous, katarak, perdarahan koroid dan juling esotropia atau juling ke dalam biasanya mengakibatkan mata berkonvergensi terus-menerus. Bila terdapat juling ke luar mungkin fungsi satu mata telah berkurang atau terdapat ambliopia.

20

Pengobatan 1. Koreksi Miopia Tinggi dengan Penggunaan Kacamata Penggunaan kacamata untuk pasien miopia tinggi masih sangat penting. Meskipun banyak pasien miopia tinggi menggunakan lensa kontak, kacamata masih dibutuhkan. Pembuatan kacamata untuk miopia tinggi membutuhkan keahlian khusus. Bingkai kacamata haruslah cocok dengan ukuran mata. Bingkainya juga harus memiliki ukuran lensa yang kecil untuk mengakomodasi resep kacamata yang tinggi. pengguanaan indeks material lensa yang tinggi akan mengurangi ketebalan lensa. Semakin tinggi indeks lensa, semakin tipis lensa. Pelapis antisilau pada lensa akan meningkatkan pengiriman cahaya melalui material lensa dengan indeks yang tinggi ini sehingga membuat resolusi yang lebih tinggi.

Gambar 7. Koreksi Kacamata Myopia

b. Koreksi Miopia Tinggi dengan Menggunakan Lensa Kontak Cara yang disukai untuk mengoreksi kelainan miopia tinggi adalah lensa kontak. Banyak jenis lensa kontak yang tersedia meliputi lensa kontak sekali pakai yang sekarang telah tersedia lebih dari -16.00 dioptri. Lensa kontak ada dua macam yaitu lensa kontak lunak (soft lens) serta lensa kontak keras (hard lens). Pengelompokan ini didasarkan pada bahan 21

penyusunnya.

Lensa

kontak

lunak

disusun

oleh

hydrogels,

HEMA

(hydroksimethylmetacrylate) dan vinyl copolymer sedangkan lensa kontak keras disusun dari PMMA (polymethylmetacrylate). Keuntungan lensa kontak lunak adalah nyaman, singkat masa adaptasi pemakaiannya, mudah memakainya, dislokasi lensa yang minimal, dapat dipakai untuk sementara waktu. Kerugian lensa kontak lunak adalah memberikan ketajaman penglihatan yang tidak maksimal, risiko terjadinya komplikasi, tidak mampu mengoreksi astigmatisme, kurang awet serta perawatannya sulit. Kontak lensa keras mempunyai keuntungan yaitu memberikan koreksi visus yang baik, bisa dipakai dalam jangka waktu yang lama (awet), serta mampu mengoreksi astigmatisme kurang dari 2 dioptri. Kerugiannya adalah memerlukan fitting yang lama, serta memberikan rasa yang kurang nyaman. Pemakaian lensa kontak harus sangat hati-hati karena memberikan komplikasi pada kornea, tetapi komplikasi ini dikurangi dengan pemilihan bahan yang mampu dilewati gas O2. Hal ini disebut Dk (gas Diffusion Coefficient), semakin tinggi Dk-nya semakin besar bisa mengalirkan oksigen, sehingga semakin baik bahan tersebut.

Lensa Kontak Ditinjau dari Segi Klinis 1. Lapang Pandangan

Karena letak lensa kontak yang dekat sekali dengan pupil serta tidak memerlukan bingkai dalam pemakaiannya, lensa kontak memberikan lapang pandangan yang terkoreksi lebih luas dibandingkan kacamata. Lensa kontak hanya sedikit menimbulkan distorsi pada bagian perifer. 2. Ukuran Bayangan di Retina

Ukuran bayangan di retina sangat tergantung dari vertex distance (jarak verteks) lensa koreksi. Jika dibandingkan dengan pemakaian kacamata, dengan koreksi lensa kontak, penderita miopia memiliki bayangan yang lebih besar di retina, sedangkan pada penderita hipermetropia bayangan menjadi lebih kecil. 3. Akomodasi

22

Dibandingkan dengan kacamata, lensa kontak meningkatkan kebutuhan akomodasi pada penderita miopia dan menurunkan kebutuhan akomodasi pada penderita hipermetropia sesuai dengan derajat anomali refraksinya.16 Perbandingan Indikasi Pemakaian Lensa Kontak Lunak dan Keras Lensa Kontak Lunak Pemakaian lensa kontak pertama kali Pemakaian sementara Bayi dan anak-anak Iregularitas kornea Alergi dengan bahan lensa kontak lunak Orang tua Terapi terhadap kelainan kornea (sebagai bandage) Keratokonus Pasien dengan overwearing problem Dry eye Astigmatisme Lensa Kontak Keras Gagal dengan lensa kontak lunak

c. Koreksi Miopia Tinggi dengan LASIK LASIK adalah suatu tindakan koreksi kelainan refraksi mata yang menggunakan teknologi laser dingin (cold/non thermal laser) dengan cara merubah atau mengkoreksi kelengkungan kornea. Setelah dilakukan tindakan LASIK, penderita kelainan refraksi dapat terbebas dari kacamata atau lensa kontak, sehingga secara permanen menyembuhkan rabun jauh (miopia), rabun dekat (hipermetropia), serta mata silinder (astigmatisme). Koreksi mata dengan miopia dengan memakai lensa minus/negatif yang sesuai untuk mengurangi kekuatan daya pembiasan di dalam mata. Biasanya pengobatan dengan kaca mata dan lensa kontak. Miopia juga dapat diatasi dengan pembedahan pada kornea antara lain keratotomi radial, keratektomi fotorefraktif.

23

HIPERMETROPIA Definisi Hipermetropia Hipermetropia juga dikenal dengan istilah hiperopia atau rabun dekat. Hipermetropia merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang makula lutea. Hipermetropia adalah suatu kondisi ketika kemampuan refraktif mata terlalu lemah yang menyebabkan sinar yang sejajar dengan sumbu mata tanpa akomodasi difokuskan di belakang retina. Hipermetropia adalah keadaan mata yang tidak berakomodasi memfokuskan bayangan di belakang retina. Hipermetropia terjadi jika kekuatan yang tidak sesuai antara bola mata dan kekuatan pembiasan kornea dan lensa lemah sehingga titik fokus sinar terletak di belakang retina.

Klasifikasi Hipermetropia 1. Hipermetropia manifest adalah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan kacamata positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal. Hipermetropia ini terdiri atas hipermetropia absolut ditambah dengan hipermetropia fakultatif. Hipermetropia manifes didapatkan tanpa siklopegik dan hipermetropia yang dapat dilihat dengan koreksi kacamata yang maksimal. 2. Hipermetropia Absolut. Dimana kelainan refraksi tidak diimbangi dengan akomodasi dan memerlukan kacamata positif untuk melihat jauh. Biasanya hipermetropia laten yang ada berakhir dengan hipermetropia absolut ini. Hipermetropia manifes yang tidak memakai tenaga akomodasi sama sekali disebut sebagai hipermetropia absolut, sehingga jumlah hipermatropia fakultatif dengan hipermetropia absolut adalah hipermetropia manifes. 3. Hipermetropia Fakultatif. Dimana kelainan hipermatropia dapat diimbangi dengan akomodasi ataupun dengan kaca mata positif. Pasien yang hanya mempunyai hipermetropia fakultatif akan melihat normal tanpa kaca mata yang bila diberikan kaca mata positif yang memberikan penglihatan normal maka otot akomodasinya akan mendapatkan istrahat. Hipermetropia manifes

24

yang masih memakai tenaga akomodasi disebut sebagai hipermetropia fakultatif. 4. Hipermetropia Laten. Dimana kelainan hipermetropia tanpa siklopegi ( atau dengan obat yang melemahkan akomodasi) diimbangi seluruhnya dengan akomodasi. Hipermetropia laten hanya dapat diukur bila siklopegia. Makin muda makin besar komponen hipermetropi laten seseorang. Makin tua seseorang akan terjadi kelemahan akomodasi sehingga hipermetropia laten menjadi hipermetropia fakultatif dan kemudian akan menjadi hipermetropia absolut. Hipermetropia laten sehari-hari diatasi pasien dengan akomodasi terus menerus, teritama bila pasien masih muda dan daya akomodasinya masih kuat. 5. Hipermetropia Total. Hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan siklopegia. Selain klasifikasi diatas ada juga yang membagi hipermetropia secara klinis menjadi tiga kategori, yaitu: a. Simple Hipermetropia, diakibatkan variasi biologis normal seperti etiologi axial atau refraksi. b. Patological Hipermetropia, diakibatkan anatomi okuler yang berbeda c. Fungsional Hipermetropia, merupakan akibat dari paralisis akomodasi.

Klasifikasi berdasar berat ringan gangguan 1. Hipermetropia ringan: gangguan refraksi dibawah +2D 2. Hipermetropia sedang: gangguan refraksinya +2.25- +5 D 3. Hipermetropia berat: gangguan refraksinya diatas 5D

Etiologi Hipermetropia Penyebab utama hipermetropia adalah panjangnya bola mata yang lebih pendek. Akibat bola mata yang lebih pendek, bayangan benda akan difokuskan di belakang retina. Berdasarkan penyebabnya, hipermetropia dapat dibagi atas : Hipermetropia sumbu atau aksial, merupakan kelainan refraksi akibat bola mata pendek atau sumbu anteroposterior yang pendek. Hipermetropia kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa kurang sehingga bayangan difokuskan di

25

belakang retina. Hipermetropia indeks refraktif, dimana terdapat indeks bias yang kurang pada sistem optik mata.

Patofisiologi Akibat dari bola mata yang terlalu pendek, yang menyebabkan bayangan terfokus di belakang retina.

Gambar 8. Kelainan Refraksi Hiperetropia

Gejala Klinik Hipermetropia Sakit kepala terutama daerah dahi atau frontal, silau, kadang rasa juling atau melihat ganda, mata leleh, penglihatan kabur melihat dekat. Sering mengantuk, mata berair, pupil agak miosis, dan bilik mata depan lebih dangkal.

Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi adalah esotropia dan glaucoma. Esotropia atau juling ke dalam terjadi akibat pasien selamanya melakukan akomodasi. Glaukoma sekunder terjadi akibat hipertrofi otot siliar pada badan siliar yang akan mempersempit sudut bilik mata.

Pengobatan 1. Koreksi Optikal

26

Mata dengan hipermetropia akan memerlukan lensa cembung untuk mematahkan sinar lebih kaut kedalam mata. Koreksi hipermetropia adalah di berikan koreksi lensa positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal. Hipermetropia sebaiknya diberikan kaca mata lensa positif terbesar yang masih memberi tajam penglihatan maksimal.

Gambar 9. Koreksi Kacamata Hipermetropia

Hipermetropia dikoreksi dengan kacamata berlensa plus (konveks) atau dengan lensakontak. Pada anak kecil dengan kelainan berderajat rendah yang tidak menunjukan gejala sakit kepala dan keluhan lainnya, tidak perlu diberi kacamata. Hanya orang-orang yang derajat hipermetropianya berat dengan atau tanpa disertai mata juling dianjurkan menggunakan kacamata. Pada anak-anak dengan mata juling ke dalam (crossed eye) yang disertai hipermetropia, diharuskan memakai kacamata berlensa positif. Karena kacamata berlensa plus ini amat bermanfaat untuk menurunkan rangsangan pada otot-otot yang menarik bolamata juling ke dalam. Biasanya sangat memuaskan apabila power yang lebih tipis (1 D) daripada total fakultatif dan absolute hyperopia yang diberikan kepada pasien dengan tidak ada ketidak seimbangan otot ekstraokular. Jika ada akomodatif esotrophia (convergence), koreksi penuh harus diberikan. Pada exophoria, hyperopianya 27

harus dikoreksi dengan 1-2D. Jika keseluruhan refraksi manifest kecil, misalnya 1 D atau kurang, koreksi diberikan apabila pasien memiliki gejala-gejala. 2. Terapi Penglihatan. Terapi ini efektif pada pengobatan gangguan akomodasi dan disfungsi binokuler akibat dari hipermetropia. Respon akomodasi habitual pasien dengan hipermetropia tidak akan memberi respon terhadap koreksi dengan lensa, sehingga membutuhkan terapi penglihatan untuk mengurangi gangguan akomodasi tersebut. 3. Terapi Medis. Agen Antikolinesterase seperti diisophropylfluorophospate (DFP) dan echothiopate iodide (Phospholine Iodide,PI) telah digunakan pada pasien dengan akomodasi eksotropia dan hipermetropia untuk mengurangi rasio konvergensi akomodasi dan akomodasi(AC/A). 4. Merubah Kebiasaan Pasien. Modifikasi yang dapat dilakukan adalah pengunaan cahaya yang cukup dalam aktivitas, menjaga kualitas kebersihan mata dan apabila pasien adalah pengguna ergonomis. 5. Bedah Refraksi. Terapi pembedahan refraksi saat ini sedang dalam perkembangan Terapi pembedahan yang mungkin dilakukan adalah HOLIUM:YAG laser thermal keratoplasty, Automated Lamellar Keratoplasty, Spiral Hexagonal Keratotomy, Excimer Laser dan ekstraksi lensa diganti dengan Intra Oculer Lens. Akan tetapi pembedahan masih jarang digunakan sebagai terapi terhadap hipermetropia. komputer sebaiknya menggunakan komputer dengan kondisi

ASTIGMATISME Definisi Astigmatisme Astigmatisme adalah tajam penglihatan dimana didapatkan bermacammacam derajat refraksi pada bermacam-macam meredian sehingga sinar sejajar yang datang pada mata akan difokuskan pada tempat yang berbeda. Astigmatisme adalah keadaan dimana sinar yang masuk ke dalam mata tidak dipusatkan pada

28

satu titik akan tetapi tersebar atau menjadi sebuah garis. Astigmatisme adalah suatu keadaan dimana sinar yang sejajar tidak dibiaskan dengan kekuatan yang sama pada seluruh bidang pembiasan sehingga fokus pada retina tidak pada satu titik. Astigmatisme juga dapat terjadi akibat jaringan parut pada kornea atau setelah pembedahan mata. Jahitan yang terlalu kuat pada bedah mata dapat mengakibatkan perubahan pada permukaan kornea. Bila dilakukan pengencangan dan pengenduran jahitan pada kornea maka dapat terjadi astigmatisme akibat terjadi perubahan kelengkungan kornea.

Klasifikasi Astigmatisme Dikenal beberapa bentuk astigmatisme seperti: Astigmatisme regular adalah suatu keadaan refraksi dimana terdapat dua kekuatan pembiasan yang saling tegak lurus pada sistem pembiasan mata. Hal ini diakibatkan kornea yang mempunyai daya bias berbeda-beda pada berbagai meridian permukannya. Astigmatisme ini memperlihatkan kekuatan pembiasan bertambah atau berkurang perlahan-lahan secara teratur dari satu meridian ke meridian berikutnya. Bayangan yang terjadi pada astigmatisme regular dengan bentuk teratur dapat berbentuk garis, lonjong, atau lingkaran. Astigmatisme iregular yaitu astigmatisme yang terjadi tidak mempunyai 2 meridian saling tegak lurus. Astigmatisme ireguler dapat terjadi akibat kelengkungan kornea pada meridian yang sama berbeda sehingga bayangan menjadi iregular. Astigmatisme iregular terjadi akibat infeksi kornea, trauma dan distrofi, atau akibat kelainan pembiasan. Astigmatisme lazim (astigmat with the rule) adalah suatu keadaan kelainan refraksi astigmatisme regular dimana koreksi dengan silinder negatif dengan sumbu horizontal (45-90 derajat). Keadaan ini lazim didapatkan pada anak atau orang muda akibat perkembangan normal dari serabut-serabut kornea. Astigmatisme tidak lazim (astigmat against the rule) adalah suatu keadaan kelainan refraksi astigmatisme regular dimanana koreksi dengan silinder negatif dilakukan dengan sumbu tegak lurus (60-120 derajat) atau dengan silinder positif sumbu horizontal (30-150 derajat). Keadaan ini terjadi akibat kelengkungan kornea pada meridian horizontal

29

lebih kuat dibandingkan kelengkungan kornea vertikal. Hal ini sering ditemukan pada usia lanjut.

Etiologi Astigmatisme Bentuk kornea yang oval seperti telur, dapat juga diturunkan atau terjadi sejak lahir, jaringan parut pada kornea seteh pembedahan, ketidakteraturan lengkung kornea, dan perubahan pada lensa.

Patofisiologi Akibat dari kurvatura yang tidak sama pada kornea atau lensa yang menyebabkan sinar melengkung dalam arah yang berbeda.

Gambar 10. Kelainan Refraksi Astigmatisme

Gejala Klinis Astigmatisme Melihat jauh kabur sedang melihat dekat lebih baik, melihat ganda dengan satu atau kedua mata, melihat benda yang bulat menjadi lonjong, penglihatan akan kabur untuk jauh ataupun dekat, bentuk benda yang dilihat berubah, mengecilkan celah kelopak mata, sakit kepala, mata tegang dan pegal, mata dan fisik lelah , astigmatisme tinggi (48 D) yang selalu melihat kabur sering mengakibatkan ambliopia, gambar di kornea terlihat tidak teratur. Berikut, gejala klinis yang lain: 1. Penglihatan tidak nyaman (asthenopia) 2. Terjadi ketika harus fokus pada suatu jarak tertentu untuk waktu yang lama.

30

3. Akomodasi akan lebih cepat lelah terpaku pada suatu level tertentu dari ketegangan. 4. Bila 3 dioptri atau lebih, atau pada usia tua, pasien mengeluh penglihatan jauh kabur. 5. Penglihatan dekat lebih cepat buram, akan lebih terasa lagi pada keadaan kelelahan, atau penerangan yang kurang. 6. Sakit kepala biasanya pada daerah frontal dan dipacu oleh kegiatan melihat dekat jangka panjang. Jarang terjadi pada pagi hari, cenderung terjadi setelah siang hari dan bisa membaik spontan kegiatan melihat dekat dihentikan. 7. Eyestrain 8. Sensitive terhadap cahaya 9. Spasme akomodasi, yaitu terjadinya cramp m. ciliaris diikuti penglihatan buram intermiten

Pengobatan Pengobatan denagn lensa kontak keras bila epitel tidak rapuh atau lensa kontak lembek bila disebabkan infeksi, trauma untuk memberikan efek permukaan yang ireguler.

Gambar 11. Koreksi Kacamata Astigmatism

31

Sebagaimana miopia dan hipermetropia, astigmatisme pada umumnya diatasi dengan pemberian lensa koreksi maupun tindakan operatif (PRK atau LASIK). Lensa koreksi untuk astigmatism ini (disebut lensa berukuran cylindris) secara umum bentuknya hampir sama dengan lensa untuk koreksi miopia maupun hipermetropia. Hanya saja, bila dicermati lensa yang mempunyai ukuran cylindris akan mempunyai kelengkungan yang berbeda di 2 meredian yang saling tegak lurus. Otomatis kekuatan daya bias di kedua meredian tersebut juga berbeda. Nah, perbedaan antara kedua kekuatan daya bias itulah ukuran dioptri cylindrisnya. Pemasangan lensa yang mempunyai ukuran cylindris harus memperhatikan axis cylindrisnya. Jika pemasangannya tidak benar, lensa koreksi tersebut akan menimbulkan ketidaknyamanan yang kadang - kadang oleh pemakainya direspon dengan keluhan pusing.

32

DAFTAR PUSTAKA American Optometric Association.(2000). Care of the Patient with Miopia, http://www.aoa.org. diakses tanggal 11 maret 2011. Bandung Eye Centre. Minus Tinggi dan Komplikasi Mata. http://www.bandungeyecentre.com/index.php [diakses tanggal 26 Januari 2009]. Dennis SC, Lam, Pancy OS et al. Familial High Miopia Linkage to Chromosome 18p. Hongkong: Department of Ophthalmology and Visual Sciences Chinese University of Hongkong, China Ophthalmologica 2003;217:115118. Detman AF, Hoyng CB. Retina. 3rd ed. Singapore: Mosby Inc, 2001:1244-1246. Elsevier's Health Sciences. Study of high miopia patients ten years after LASIK surgery. http://www.elvesierhealth.com. [diakses tanggal 26 Januari 2009]. Fredrick DR. Miopia. BMJ (2002). Diakses dari http : //bmj.com/cgi/content/full/324/7347/1195 23 februari 2011. Gondhowiardjo TJ, Simanjuntak GWS. Panduan Manajemen Klinis Perdami. Jakarta: PP Perdami, 2006:9. Hardy RA. Retina dan Tumor Intraokuler dalam: oftalmologi umum ed 14. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR (eds). Jakarta: Widya Medika, 2000;210. Hartono, Yudono RH, Utomo PT, Hernowo AS. Refraksi dalam: Ilmu Penyakit Mata. Suhardjo, Hartono (eds). Yogyakarta: Bagian Ilmu Penyakit Mata FK UGM,2007;185-7. Hartono. (2007). Ilmu Kesehatan Mata. Yogyakarta: Gama Press. Ilyas S, Tanzil M, Salamun dkk. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2003:5. Ilyas Sidarta, (2005). Ilmu Penyakit Mata. Jakarta. Fakultas Kedokteran Indonesia, Jakarta. Ilyas, HS. (2002). Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran Edisi Dua, Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia tahun 2002, Sagung Seto, Jakarta. Ilyas, HS. (2003). Dasar-dasar Pemeriksaan mata dan penyakit mata, Cetakan I. Balai Penerbit FKUI, Jakarta. Ilyas, HS. 2005. Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Cetakan I. Balai Penerbit FKUI, Jakarta. Jain IS, Jain S, Mohan K. The Epidemiology of High Miopia-Chanding Trends. http://www.ijo.in-jain. [diakses tanggal 26 Januari 2009]. Karikaturijo. (2010). Refraksi. Diakses tanggal 30 Agustus 2010, dari http://karikaturijo.blogspot.com/2010/01/refraksi.html Krisna, (2005). Miopia dan Pencengahannya. http:/www.optilkrisna.info./mygpia.htm. diakses tanggal 23 februari 2011.

33

Linstrom RL, Hardten DR, Chu YR. Laser In Situ Keratomileusis (LASIK) for the Treatment of Low, Moderate and High Miopia. http://biblioteca.universia.net/irARecurso. [diakses tanggal 26 Januari 2009]. Machfoedz, I, (2007). Statistik Deskriptif Bidang kesehatan, Keperawatan dan Kebidanan (Biostatistik). Fitramaya. Jakarta. Mira Delima. A, Bagian Ilmu Kesehatan Mata, RSUD Panembahan Senopati, Kab.Bantul, Yogyakarta. Nasru Bintang, (2009). Miopia. http/nasrulbintang.wordpress.com/defenisimiopia, diakses tanggal 20 april 2011. Nursing ( 2011 ) Memahami Berbangai Macam Penyakit. Jurnal Nursing, Jakarta. Pachul C. High Miopia-Nearsighted Vision. http:// www.lensdesign.com. [diakses tanggal 26 januari 2009]. Royal National Institute of Blind People. High Degree Miopia. http://www.rinb.org.uk [diakses tanggal 26 Januari 2009]. Sarraf D, Saulny SM. Lattice Degeneration. http://www.emedicine.medscape.com. [diakses tanggal 27 Januari 2009]. Sativa Oriza, (2003). Tekanan Intraokular Pada Penderita Myopia Ringan Dan Sedang. Bagian Ilmu Penyakit Mata Universitas Sumatra Utara. Diakses dari e-medicine. Oktober 2008 Semarang Eye Centre. Tindakan Bedah LASIK. http://www.semarang-eyecentre.com. [diakses tanggal 15 Januari 2009]. Sowka JW, Gurwood AS, Kabat AG. Handbooks of Ocular Disease Management. New York: Johson Publishing LLC, 2001. Tanjung H. Perbedaan Rata-rata Rigiditas Okuler pada Miopia dan Hipermetropia di RSUP H. Adam Malik Medan. Medan: USU Digital Library, 2003:2-3.

34

Anda mungkin juga menyukai