BLOK 19
Disusun Oleh :
Kelompok B10
Tutor : dr. Rusdianto, SpM(K)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME sehingga kami dapat menyelesaikan laporan
tutorial yang berjudul Laporan Tutorial Skenario C Blok 19 sebagai tugas kompetensi
kelompok.
Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa mendatang.
Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami banyak mendapat bantuan, bimbingan dan saran. Pada
kesempatan ini, kami ingin menyampaikan syukur, hormat, dan terimakasih kepada :
1. Tuhan YME, yang telah merahmati kami dengan kelancaran diskusi tutorial,
2. dr. Rusdianto, SpM(K) selaku tutor kelompok B10
3. Teman-teman sejawat FK Unsri, terutama kelas PSPD B 2013
Semoga Tuhan YME memberikan balasan atas segala amal yang diberikan kepada semua
orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat bagi kita dan
perkembangan ilmu pengetahuan.
Kelompok B10
Kata Pengantar.. ii
Daftar Isi 3
Kegiatan Diskusi... 4
Skenario. 5
I. Klarifikasi Isitlah. 6
II. Identifikasi Masalah. 6
III. Analisis Masalah.. 7
IV. Learning Issue.. 30
V. Kerangka Konsep 43
VI. Kesimpulan 43
Daftar Pustaka... 44
Nn Sinta (20 thn), seorang mahasiswi berobat ke puskesmas dengan keluhan utama kelopak
mata sulit dibuka yang dialami sejak 6 bulan yang lalu. Keluhan ini dirasakan secara
perlahan-lahan makin hari bertambah berat. Ketika bangun tidur penderita merasa segar dan
tidak ada keluhan, namun ketika sedang sibuk beraktivitas, penderita merasa matanya berat
dibuka, lama kelamaan seluruh anggota gerak juga ikut terasa berat. Setelah beristirahat agak
lama kondisi penderita terasa membaik kembali. Kondisi seperti ini hampir dirasakan setiap
hari, penyakit ini diderita untuk pertama kalinya, tidak ada dalam keluarga yang menderita
penyakit sejenis.
1. Ptosis bilateral : turunnya kelopak mata atas akibat kelumpuhan yang terjadi
pada kedua kelopak mata dimana terdapat kelemahan pada
muskulus levator palpebral superior yang dipersarafi oleh
N.III.
2. Babinski : ditimbulkan dengan stimulus gesekan pada telapak kaki yang
menghasilkan dorsofleksi jari besar dan pengembangan jari-
jari yang lebih kecil, reflex ini merupakan indikasi kelainan
pada jalur control motorik utama dari korteks cerebral dan
untuk diagnostic pada gangguan sistem saraf pusat .
3. Chaddock : dilakukan goresan dengan ujung palu, reflex pada kulit
dibawah malleolus eksternus. Positif jika ada respon
dorsofleksi pada ibu jari kaki yang disertai pemekaran jari-
jari lain.
4. Refleks fisiologis menurun : adanya penurunan rangkaian gerakan yang
dilakukan secara cepat bersifat involunter sebagai respon
terhadap suatu stimulus .
5. Kelopak mata : (palpebral) adalah lipatan tipis kulit, otot dan jaringan
fibrosa yang berfungsi melindungi struktur struktur mata
yang rentan.
2. Ketika bangun tidur penderita merasa segar dan tidak ada keluhan, namun ketika
sedang sibuk beraktivitas, penderita merasa matanya berat dibuka, lama kelamaan
seluruh anggota gerak juga ikut terasa berat. Kondisi seperti ini hampir dirasakan
setiap hari.
3. Penyakit ini diderita untuk pertama kalinya, tidak ada dalam keluarga yang
menderita penyakit sejenis.
RR : 20x/mnit, S : 37 C
c. Apakah hubungan antara jenis kelamin, usia dan pekerjaan terhadap keluhan
yang dialami Nn. Sinta?
d. Mengapa keluhan Nn. Sinta dirasakan makin hari makin berat secara perlahan-
lahan?
Hal ini terjadi karena proses autoimun dalam tubuh terus berlangsung tanpa
adanya pengobatan, sehingga keluhan dirasakan semakin berat.
2. Ketika bangun tidur penderita merasa segar dan tidak ada keluhan, namun ketika
sedang sibuk beraktivitas, penderita merasa matanya berat dibuka, lama kelamaan
seluruh anggota gerak juga ikut terasa berat. Kondisi seperti ini hampir dirasakan
setiap hari.
a. Bagaimana anatomi neuromuscularjunction?
Terlampir di learning issue
d. Apa makna klinis kondisi seperti ini hampir dirasakan setiap hari?
3. Penyakit ini diderita untuk pertama kalinya, tidak ada dalam keluarga yang
menderita penyakit sejenis.
a. Apa makna klinis penyakit yang diderita pertama kali dan tidak ada riwayat
dalam keluarga?
Makna klinis tidak ada riwayat di dalam keluarga yaitu dimana penyakit bukan
disebabkan adanya factor genetic. Karena perlu diketahui bahwa penyebab
dari Miastenia gravis:
1. Faktor genetic (yang diturunkan dari orang tua yang mengidap
penyakit miastenia gravis)
2. Autoimun (Akibat dari Sistem kekebalan tubuh yang membuat
antibody tubuh (IgG) yang menyerang reseptor Ach di endplate motoric dari
otot sehingga menyebabkan penurunan reseptor Ach).
Hal ini menandakan bahwa penyakit yang diderita Nn. Sinta diakibatkan oleh
proses autoimun.
Compos
Kesadaran Compos mentis Normal
mentis
Khusus sempurna
2. Margin-Reflex Distance
Jarak ini merupakan jarak tepi kelopak
mata dengan reflek cahaya kornea
pada posisi primer, normalnya 4 mm.
Refleks cahaya dapat terhalang pada
kelopak mata pada kasus ptosis berat
dimana nilainya nol atau negatif. Bila
pasien mengeluh terganggu pada saat
membaca maka jarak refleks-tepi juga harus diperiksa.
4. Levator Function
Untuk mengevaluasi fungsi otot
levator, pemeriksa mengukur
penyimpangan total tepi kelopak
mata, dari penglihatan ke bawah dan
ke atas, sambil menekan dengan kuat
pada alis mata pasien untuk
mencegah kerja otot frontalis.
5. Bells Phenomenon
Penderita disuruh menutup
/memejamkan mata dengan kuat,
pemeriksa membuka kelopak mata
atas, kalau bola mata bergulir ke atas
berarti Bells Phenomenon (+).
Jarak penyimpangan fungsi kelopak mata :
Baik : lebih dari 8 mm
Sedang : 5-8 mm
d. Apa tujuan dilakukan pemeriksaan fisik umum dan khusus pada kasus?
Untuk membantu dalam penegakkan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis
banding.
Motorik:
Refleks fisiologis menurun Tidak normal Akibat dari penurunan reseptor Ach
di endplate otot skeletal
Sensorik:
Kekuatan Ekstremitas
Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan
pemeriksa menahan gerakan ini.
Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia disuruh
menahan.
Skala
0 = Paralisis total
1 = Tidak ada gerakan, teraba/terlihat adanya kontraksi otot
2 = Ada gerakan pd sendi tetapi tdk dpt melawan gravitasi (hanya bergeser)
- Refleks Fisiologis
Skala
4+ = Hiperaktif (dengan klonus)
3+ = Lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap abnormal
2+ = Rata-rata, normal
1+ = Berkurang, normal rendah
0 = Tidak ada respon
REFLEK BISEP
Fleksikan siku klien, letakkan lengan bawah klien diatas paha dengan posisi
telapak tangan menghadap keatas
Letakkan ibu jari tangan kiri, diatas tendon bisep klien
Perkusi ibu jari pemeriksa dengan reflek hummer
Amati adanya fleksi ringan yang normal pada siku klien, rasakan kontraksi otot
bisep
REFLEK TRISEP
Fleksikan siku klien, sangga lengan klien dengan tangan nondominan
Palpasi tendon trisep sekitar 2-5 cm diatas siku
Perkusi reflek hummer pada tendon trisep
Amati adanya ekstensi ringan yang normal pada siku
REFLEK BRAKIORADIALIS
Letakkan lengan klien dalam posisi istirahat (pronasi).
Ketukkan reflek hummer secara langsung pada radius 2-5 cm diatas pergelangan
tangan atau processus stiloid.
Amati adanya fleksi dan supinasi normal pada lengan klien, jari-jari tangan
sedikit ekstensi.
REFLEK ACHILLES
Minta klien duduk ditepi meja periksa agar kaki klien dapat menjuntai dengan
bebas tidak menginjak lantai.
Dorsofleksikan sedikit pergelangan kaki klien dengan menopangkan kaki klien
pada tangan pemeriksa.
Ketukkan reflek hummer pada tendon Achilles tepat diatas tumit.
Amati dan rasakan plantar fleksi (sentakan kebawah) yang normal pada kaki
klien.
REFLEK ABDOMINAL
Posisikan klien supinasi dan buka area abdomen.
Lakukan pemeriksaan dengan cara menggoreskan sikat pemeriksa secara
vertical, horizontal dan diagonal pada daerah epigastrik sampai umbilicus.
Normalnya dinding abdomen akan kontraksi.
Refleks Patologis
-Refleks Babinski
Goreskan ujung palu refleks pada telapak kaki pasien. Goresan dimulai pada
tumit
menuju ke atas dengan menyusuri bagian lateral telapak kaki, kemudian setelah
sampai
pada pangkal kelingking, goresan dibelokkan ke medial sampai akhir pada
pangkal jempol
kaki. Refleks Babinski positif jika ada respon dorsofleksi ibu jari yang disertai
pemekaran
jari-jari yang lain.
2. Kernig Sign: Pada pemeriksaan ini, pasien yang sedang berbaring difleksikan
pahanya pada persendian panggul sampai membuat sudut 90
derajat. Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut sampai
membentuk sudut lebih dari 135 derajat terhadap paha. Bila teradapat tahanan
dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut 135 derajat, maka dikatakan
kernig sign positif.
5. Reflex Hoffman dan Tromner: dilakukan dengan ekstensi jari tengah pasien.
Reflex Hoffman diperiksa dengan cara melakukan petikan pada kuku jari
tengah. Reflex tromner dilakukan dengan cara mencolek ujung jari tengah.
Reflex Hoffman-Tromner pofitif jika timbul gerakan fleksi pada ibu jari, jari
telunjuk, dan jari-jari lainnya.
6. Reflex babinski: goreskan ujung palu reflex pada telapak kaki pasien. Goresan
dimulai pada tumit menuju ke atas dengan menyusuri bagian lateral telapak
kaki, kemudian setelah sampai pada pangkal kelingking, goresan dibelokkan
ke medial sampai akhir pada pangkal jempol kaki. Reflex babinski positif jika
ada respon dorsofleksi ibu jari yang disertai pemekaran jari-jari yang lain.
7. Reflex Chaddock: dilakukan goresan dengan ujung palu reflex pada kulit
dibawah malelolus eksternus. Goresan dilakukan dari atas ke bawah (dari
proksimal ke distal). Reflex chaddock positif jika ada respon dorsofleksi ibu
jari kaki yang disertai pemekaran jari-jari lain.
Pemeriksaan fisik
Kelemahan otot dapat muncul menghinggapi bagian proksimal dari tubuh serta
simetris di kedua anggota gerak kanan dan kiri. Walaupun dalam berbagai
derajat yang berbeda, biasanya refleks tendon masih ada dalam batas normal .
Kelemahan otot wajah bilateral akan menyebabkan timbulnya myasthenic
sneer dengan adanya ptosis dan senyum yang horizontal dan miastenia gravis
biasanya selalu disertai dengan adanya kelemahan pada otot wajah .
Pada pemeriksaan fisik, terdapat kelemahan otot-otot palatum, yang
menyebabkan suara penderita seperti berada di hidung (nasal twang to the
voice) serta regurgitasi makanan terutama yang bersifat cair ke hidun,
penderita batuk dan tersedak saat minum. Kelemahan otot bulbar juga sering
terjadi pada penderita dengan miastenia gravis. Ditandai dengan kelemahan
otot-otot rahang pada miastenia gravis yang menyebakan penderita sulit untuk
menutup mulutnya, sehingga dagu penderita harus terus ditopang dengan
tangan. Otot-otot leher juga mengalami kelemahan, sehingga terjadi gangguan
pada saat fleksi serta ekstensi dari leher. Otot-otot anggota tubuh atas lebih
sering mengalami kelemahan dibandingkan otot-otot anggota tubuh bawah.
Musculus deltoid serta fungsi ekstensi dari otot-otot pergelangan tangan serta
jari-jari tangan sering kali mengalami kelemahan. Otot trisep lebih sering
terpengaruh dibandingkan otot bisep.
Pada ekstremitas bawah, sering kali terjadi kelemahan melakukan dorsofleksi
jari-jari kaki dibandingkan dengan melakukan plantarfleksi jari-jari kaki dan
saat melakukan fleksi panggul .
Hal yang paling membahayakan adalah kelemahan otot-otot pernapasan yang
dapat menyebabkan gagal napas akut, dimana hal ini merupakan suatu keadaan
gawat darurat dan tindakan intubasi cepat sangat diperlukan. Kelemahan otot-
otot faring dapat menyebabkan kolapsnya saluran napas atas dan kelemahan
otot-otot interkostal serta diafragma dapat menyebabkan retensi
karbondioksida sehingga akan berakibat terjadinya hipoventilasi. Sehinggga
pengawasan yang ketat terhadap fungsi respirasi pada pasien miastenia gravis
fase akut sangat diperlukan. Kelemahan sering kali mempengaruhi lebih dari
Laboratorium
Antistriated muscle (anti-SM) antibody Tes ini menunjukkan hasil positif pada
sekitar 84% pasien yang menderita timoma dalam usia kurang dari 40
tahun.Sehingga merupakan salah satu tes yang penting pada penderita
miastenia gravis. Pada pasien tanpa timomaanti-SM Antibodi dapat
menunjukkan hasil positif pada pasien dengan usia lebih dari 40 tahun.
Anti-muscle-specific kinase (MuSK) antibodies. Hampir 50% penderita
miastenia gravis yang menunjukkan hasil anti-AChR Ab negatif (miastenia
gravis seronegarif), menunjukkan hasil yang positif untuk anti-MuSK Ab.
Antistriational antibodies Antibodi ini bereaksi dengan epitop pada reseptor
protein titin dan ryanodine (RyR). Antibodi ini selalu dikaitkan dengan pasien
timoma dengan miastenia gravis pada usia muda. Terdeteksinya titin/RyR
antibody merupakan suatu kecurigaaan yang kuat akan adanya timoma pada
pasien muda dengan miastenia gravis.Hal ini disebabkan dalam serum 10
beberapa pasien dengan miastenia gravis menunjukkan adanya antibodi yang
berikatan dalam pola cross-striational pada otot rangka dan otot jantung
penderita. Anti-asetilkolin reseptor antibodi Hasil dari pemeriksaan ini dapat
digunakan untuk mendiagnosis suatu miastenia gravis, dimana terdapat hasil
yang postitif pada 74% pasien.80% dari penderita miastenia gravis
generalisata dan 50% dari penderita dengan miastenia okular murni
menunjukkan hasil tes anti-asetilkolin reseptor antibodi yang positif. Pada
pasien timomatanpa miastenia gravis sering kali terjadifalse positive anti-
AChR antibody.
Elektrodiagnostik
Pemeriksaan elektrodiagnostik dapat memperlihatkan defek pada transmisi
neuromuscular.
Kelas II Terdapat kelemahan otot ocular yang semakin parah, serta adanya
kelemahan ringan pada saat otot-otot lain selain otot ocular.
Kelas IIa
Mempengaruhi otot-otot aksial , anggota tubuh atau keduanya.
Kelas IIb Juga terdapat kelemahan otot-otot orofaringeal yang ringan.
Mempengaruhi otot-otot orofaringeal , otot pernapasan atau
keduanya. Kelemahan pada otot-otot anggota tubuh dan otot-otot
aksial lebih ringan dibandingkan kelas IIa.
Kelas III Terdapat kelemahan yang berat pada otot-otot ocular. Sedangkan
otot-otot lain selain otot-otot ocular mengalami kelemahan tingkat
Kelas IIIa sedang.
Mempengaruhi otot-otot anggota tubuh , otot-otot aksial atau
Kelas IIIb
keduanya secara predominan. Terdapat kelemahan otot
orofaringeal yang ringan
Mempengaruhi otot orofaringeal , otot-otot pernapasan atau
keduanya secara predominan. Terdapat kelemahan otot-otot
anggota tubuh , otot-otot aksial atau keduanya dalam derajat ringan
Fungsi Palpebra:
Batas-batas palpebral:
Batas inferior : dari rima orbita inferior sampai ke kulit nasojugal dan lipatan
malar.
2. Otot protraktor.
M.Orbikularis okuli yang melingkari fisura
orbita yang dipersyarafi oleh N. VII
Terdiri dari Tiga bagian :
b. Orbikularis orbital,
c. Orbikularis preseptal,
d. Orbikularis pretarsal.
3. Septum orbita.
4. Lemak orbita.
Normal: letak di posterior septum orbita dan anterior dari aponeurosis levator.
Dapat mengalami herniasi ke palpebra.
Bantalan lemak sentral penting untuk operasi palpebra elektif dan repair laserasi
palpebra.
5. Otot retraktor.
Otot rektraktor palpebra superior: m. levator dan aponeurosisnya dan
m.tarsalis superior (muller).
Otot retraktor palpebra inferior: fasia kampsulopalpebral dan m.tarsalis
inferior.
M.Muller : fungsi memberi tambahan tonus dan hilang bila kelelahan atau
paralisis dan palpebra turun 2 mm.
6. Tarsus.
Terdiri dari jaringan padat.
Berfungsi sebagai rangka palpebra.
Ukuran tarsus superior: lebar 10 mm di sentral,panjang 25-29mm dan tebal 1 mm.
Ukuran tarsus inferior: lebar 3.5-4
mm di sentral,panjang 25-29 mm
dan tebal 1 mm.
Mengandung kelenjar Meibom: 30-
40 di palpebra superior ,20-30 di
palpebra inferior
Persarafan Palpebra:
Retina
Optic nerve
Optic chiasm
Optic tract
Visual cortex
Membuka mata:
Pada saat membuka mata, terjadi relaksasi dari muskulus orbikularis okuli dan kontraksi
dari muskulus levator palpebra di palpebra superior
Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu
kelemahan abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara
terus-menerus dan disertai dengan kelelahan saat beraktivitas.Penyakit ini
timbul karena adanya gangguan dari synaptic transmission atau pada
neuromuscular junction. Dimana bila penderita beristirahat, maka tidak lama
kemudian kekuatan otot akan pulih kembali
EPIDEMIOLOGI
PATOFISIOLOGI
GEJALA KLINIS
Menurunnya
potensial aksi
Adanya aktivitas
yang berat
Menurunnya
reseptor ACH di M. Refleks fisiologis menurun
levator palpebra
Kedua kelopak
mata sulit dibuka
Ptosis
Anti AcHbilateral
R menyerang
reseptor AcH di endplate
39 Laporan Skenario C Blok 19 2015 Kelompok 10
VI. Kesimpulan
Nn. Sinta mengalami ptosis bilateral karena menderita miastenia gravis grade 2
Daftar Pustaka
Adnyana Made Oka, dkk. 2011. Diagnosis dan Tatalaksana Miastenia Gravis. Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana
Engel, A. G. MD. Myasthenia Gravis and Myasthenic Syndromes. Ann Neurol 16:
Page: 519-534. 1984.
Guyton & Hall, (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit EGC. Jakarta
Kelemahan otot
Harsono.2011.Buku Ajar Neurologi Klinis.Gadjah Mada University Press:Jakarta
Kelemahan otot
Howard, J. F. Myasthenia Gravis, a Summary. Available at :
http://www.ninds.nih.gov/disorders/myasthenia_gravis/detail_myasthenia_gravis.
htm. Accessed : March 22, 2008.
Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2009. h:1-12.
Lewis, R.A, Selwa J.F, Lisak, R.P. Myasthenia Gravis: Immunological Mechanisms and
Immunotherapy. Ann Neurol. 37(S1):S51-S62. 1995.
Mardjono, Mahar. 2013. Neurologi Klinis Dasar Ed 16. Jakarta : Dian Rakyat. Halaman
1 12
National institute of neurological disorder and stroke (NINDS). (2010). Myasthenia
Gravis Fact Sheet. Retrieved from
http://www.ninds.nih.gov/disorders/myastheniagravis/
detail_myasthenia_gravis.htm.07-09-2015
Radjiman T, dkk. Ilmu Penyakit Mata, Penerbit Airlangga, Surabaya, 1984. h:1-8.