DISUSUN OLEH
KELOMPOK 3
Tutor :
dr. Yetty O Hutahaean, Sp.S
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
terselesaikannya laporan DKK (Diskusi Kelompok Kecil) mengenai “Mata merah
tanpa gangguan visus”. Laporan ini dibuat sesuai dengan gambaran jalannya
proses DKK kami, lengkap dengan pertanyaan-pertanyaan dan jawaban yang
disepakati oleh kelompok kami.
Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
kami dalam proses pembuatan laporan DKK ini. Kami berterima kasih kepada dr.
Yetty O. Hutahaean, Sp.S selaku tutor kami yang telah dengan sabar menuntun
kami selama proses DKK. Terima kasih pula kami ucapkan atas kerja sama
rekan sekelompok di Kelompok 3. Tidak lupa juga kami berterima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu kami dalam mencari informasi maupun
membuat laporan DKK.
Akhir kata, kami sadar bahwa kesempurnaan tidak ada pada manusia. Oleh
sebab itu, kami mohon kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan di
kemudian hari. Semoga laporan ini bermanfaat bagi pembaca, baik sebagai
referensi atau perkembangan pengetahuan.
Hormat Kami,
Kelompok 3
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Mata adalah organ penglihatan manusia, berupa sistem optik kompleks yang
mengumpulkan cahaya dari lingkungan sekitarnya, mengatur intensitasnya
melalui diafragma, memfokuskan melalui penyesuaian lensa untuk
membentuk sebuah gambar, mengonversi gambar tersebut menjadi satu
himpunan sinyal listrik, dan mentransmisikan sinyal-sinyal ke otak melalui
jalur saraf kompleks yang menghubungkan mata melalui saraf optik menuju
korteks visual dan area lain dari otak.
Salah satu kelainan pada mata adalah mata merah. Mata merah merupakan
keluhan penderita yang sering kita dengar, timbul akibat terjadinya
perubahan warna bola mata yang sebelumnya berwarna putih menjadi
merah. Pada modul ini, akan dibahas penyebab mata merah dan gejala lain
yang menyertai sehingga timbul berbagai diagnosis
1.2 Tujuan
Mahasiswa dapat menjelaskan penyebab dan mekanisme terjadinya mata
merah, yaitu injeksio konjungtiva dan injeksio siliaris), dapat menjelaskan
penyebab kemosis disertai secret pada mata merah tanpa penurunan fungsi
penglihatan, dapat menjelaskan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang dan manifestasi klinis untuk menentukan diagnosis berdasarkan
keluhan di scenario, dan mahasiswa dapat menjelaskan tatalaksana serta
komplikasi dari diagnosis diatas
1.3 Manfaat
Dalam hasil diskusi ini diharapkan semua mahasiswa dapat mengetahui
berbagai diagnosis mata merah tanpa penurunan penglihatan dan
menjelaskan mengenai penyebab, mekanisme, diagnosis, tatalaksana, dan
komplikasi dari diagnosis yang dipelajari.
1
BAB II
2.1 Skenario
Pada saat bangun tidur tadi pagi, Melati (6 th) menangis dan berteriak
mengatakan bahwa matanya susah dibuka. Setelah berhasil membuka mata,
tampak kedua matanya merah, sehingga Melati dibawa orang tuanya ke
praktik dokter. Menurut orang tuanya, sejak 2 hari yang lalu, Melati sering
menggosok matanya karena karena merasa gatal. Awalnya keluhan
dirasakan hanya pada mata kananya, tetapi akhirnya mata kirinya juga.
Penglihatannya masih baik. Teman sekolahnya tidak ada yang mengalami
keluhan serupa, tetapi beberapa temannya yang sedang flu. Dari hasil
pemeriksaan fisik ditemukan kelopak mata hyperemia, adanya injeksio
konjungtiva, chemosis, sekret mukorpurulen. Pada pemeriksaan tajam
penglihatan tidak ditemukan adanya kelainan.
2
2.4 Analisa Masalah
3
8. Tatalaksana awal bisa menjaga kebersihan (cuci tangan), kompres
dengan air hangat dan pembersihan mata. Pemberian antihistamin,
antimikroba topical, bisa diberi antibiotic (jika diperlukan).
9. Menyebarkan infeksi ke daerah sekitarnya
Inflamasi konjungtiva
Mata sulit dibuka
- Infeksi lokal Tanpa Injeksio konjungtiva
(mikroorganisme) gangguan Kelopak mata hyperemia
- Imunologi (alergi) visus Chemosis
- Trauma (iritasi) Sekret mukopurulen
- Penyakit sistemik
Anamnesa dan
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis
Konjungtivitis
bedasarkan kausa
Tatalaksana Komplikasi
4
2.6 Learning Objective
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang :
1. Mahasiswa dapat menjelaskan penyebab dan mekanisme terjadinya mata
merah, yaitu injeksio konjungtiva dan injeksio siliaris).
2. Mahasiswa mampu menjelaskan penyebab kemosis disertai sekret pada
mata merah tanpa penurunan fungsi penglihatan.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang dan manifestasi klinis untuk menentukan
diagnosis berdasarkan keluhan di skenario.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan tatalaksana dan komplikasi dari
diagnosis diatas.
2.8 Sintesis
1. penyebab dan mekanisme terjadinya mata merah (Injeksio Konjungtiva dan
injeksio siliaris)
Menurut Ilyas dan Yulianti (2015) dalam buku Ilmu Penyakit Mata
mengatakan Injeksi Konjungtiva, yaitu melebarnya pembuluh darah arteri
konjungtiva posteri dan dapat terjadi akiba pengaruh mekanis, alergi
ataupun infeksi pada jaringan konjungtiva.
5
4. Berwarna merah segar.
5. Dengan tetes adrenalin 1 : 1000 injeksi akan lenyap sementara.
6. Gatal
7. Tidak disertai fotopobia
8. Pupil ukuran normal dengan reaksi normal.
6
2. penyebab kemosis disertai sekret pada mata merah tanpa penurunan
fungsi penglihatan.
Menurut Ilyas dan Yulianti (2015) dalam buku Ilmu Penyakit Mata,
penyebab dari kemosis dibedakan menjadi:
Konjungtivitis Gonore
7
padat dengan masa inkubasi antara 12 jam sampai 5 hari, disertai
perdarahan subkonjungtiva dan konjungtivitis kemotik. Pada orang
dewasa terdapat 3 stadium, yaitu infiltrative, supuratif dan resolusi.
Pada orang dewasa terdapat 3 staium peyakit infiltatratif, supuratif dan
penyembuhan. Pada stadium infiltrative ditemukan kelopak dan
konjungtiva yang kaku disertai rasa sakit pada perabaan. Kelopak mata
membengkak dan kaku sehingga sukar dibuka. Terdapat
pseudomembran pada konjungtiva tarsal superior sedang konjungtiva
bulbi merah, kemotik dan menebal. Pada orang dewasa selaput
konjungtivalebih bengkak dan menonjol dengan gambaran spesifik
gonore dewasa. Selain itu, terdapat pula tanda-tanda infeksi umum.
Pada umumnya menyerang satu mata terlebih dahulu dan biasanya
kelainan ini pada laki-laki didahului pada mata kanannya.
Pada stadium supuratif terdapat secret yang kental.Pada bayi biasanya
mengenai kedua mata dengan secret kuning kental. Kadang secret
dapat berupa serous yang kemudian menjadi kental dan
purulen.Berbeda dengan oftalmia neonatorum, pada orang dewasa
secret tidak terlalu kental. Terdapat pseudomembran yang merupakan
kondensasi fibrin pada permukaan konjungtiva. Pada orang dewasa
penyakit ini biasanya berlangsung selama 6 minggu dan tidak jarang
ditemukan pembesaran disertai rasa sakit kelenjar.
8
itu dapat terjadi keratitis epitel superfisial, dan atau subepitel dengan
pembesaran kelenjar limfe preurikel
b. Konjungtivitis herperpetik
Biasanya dimulai dengan bentuk vesikel pada kelopak, konjungtiva
dan daerah preorbita, konjungtiva herpertik dapat merupakan
manifestasi primer herpes dan terdapat pada anak anakyang
mendapat infeksi dari pembawa virus berlangsung 2-3 minggu.
Ditandai dengan infeksi unilateral, iritasi, sekret mukosa nyeri dan
fotofobia ringan. Pembesaran kelenjar pre aurikuler disertai nyeri
tekan.
Konjungtivis inklusi
Konjungtivitis inklusi merupakan penyakit oklugenital disebabkan oleh
infeksi klamidia, yang merupakan penyakit kelamin(uretra, prostat,
serviks, dan epitel rektum), dengan masa inkubasi 5-10 hari. Klamidia
menetap di dalam jaringan uretra, prostat serviks, dan epitel rektum
untuk beberapa tahun sehingga mudah terjadi infeksi ulang. Penyakit ini
dapat bersifat epidemik karena merupakan swimming pool konjungtivis.
Konjungtivitis oklugenital pada bayi 3-5 hari setelah lahir. Pada bayi
dapat memberikan gambaran konjungtivitis sedang pada orang dewasa
dapat dalam beberapa bentuk, konjungtiva hiperemik, kemotik,
pseudomembran, folikel yang nyata terutama pada kelopak bawah dan
9
tidak jarang memberikan gambaran seperti hipertrofi papil disertai
pembesaran kelenjar preurikel.
Disebabkan oleh virus new castle dengan gambaran klinis sama dengan
demam faringo konjungtiva. Penyakit ini biasanya terdapat pada pekerja
peternakan unggas yang ditulari virus new castle yang terdapat pada
unggas. Konjungtiva ini memberikan gejala influenza dengan demam
ringan , sakit kepala dan nyeri sendi pada mata akan terlihat edema
palpebra ringan, kemosis, dan sekret yang sedikit dan folikel terutama
ditemukn di konjungtiva tarsal superior da inferor. Pembesaran kelenjar
getahbening preaurikuler yang tidak nyeri tekan.
Konjungtivitis alergi
a. Konjungtivitis vernal, akibat hipersensitivitas tipe I yang mengenai
kedua mata dan bersifat rekuren. Pada mata ditemukan papil besar
dengan permukaan rata pada konjungtiva tarsal dengan rasa gatal
berat, sekret gelatin yang berisi eosinofil atau granula eosinofil.
b. Konjungtivitis flikten, disebabkan oleh alergi terhadap bakteri atau
antigen tertentu, disebabkan oleh karena alergi hipersensitivitas tipe
IV gejala nya adalah mata berair, iritasi dengan rasa sakit, fotofobia
dapat ringan hingga berat.
c. Konjungtivitis iatrogenik, akibat pengobatan yang diberikan dokter,
berbagai obat dapat memberikan efek samping pada tubuh demikian
pula pada mata yang terjadi dalam bentuk konjungtivitis
10
d. Sindrom steven jonhson,Penyebabnya diduga suatu reaksi alergi
pada orang yang mempunyai predisosisi alergi terhadap obat obat
sulfonamid, barbiturat, salisilat. Kelainan ditandai dengan lesi pada
kulit dan mukosa. Mata merah dengan demam, kelemahan umum dan
sakit pada sendi merupakan keluhan pada sindrom ini.
Anamnesis
Hal-hal yang perlu ditanyakan untuk menganamnesis pasien dengan
dugaan konjungtivitis :
Gejala dan tanda yang dialami pasien (misalnya gatal, nyeri, mata
merah dab berair, eksudasi, penglihatan kabur, fotofobia)
Durasi gejala dan waktu kejadian penyakit
Faktor yang memperburuk keluhan
Pada satu mata (unilateral) atau bilateral
Karakter dari eksudat (air, serous, mukopurulen, purulent)
Riwayat kontak terhadap orang yang terinfeksi penyakit mata
Trauma (mekanis, kimia, sinar ultraviolet)
Riwayat operasi
Perilaku yang mengindikasikan keluarnya mukus (sering menggosok-
gosok mata sehingga terjadi iritasi mekanis)
Penggunaan kontak lensa
Gejala dan tanda yang berhubungan dengan penyakit sistemik
Riwayat alergi, asma, eksema
Riwayat penggunaan obat topikal dan sistemik
Riwayat medis sebelumnya :
Status imunokompromais ( HIV, kemoterapi, immunosupresan)
Penyakit sistemik saat ini atau sebelumnya (mis., Atopi, SJS / TEN,
karsinoma, leukemia,cacar air, GVHD)
11
Riwayat Psikososial mencakup kebiasaan merokok, pajanan terhadap
rokok (perokok pasif), pekerjaan dan hobi, pajanan terhadap polusi
udara, riwayat perjalanan, kebiasaan olahraga, diet, aktivitas seksual,
dan penggunaan obat-obatan terlarang.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan mata awal meliputi pengukuran ketajaman visual,
pemeriksaan eksternal, dan biomicroscopy slit-lamp.
Pemeriksaan eksternal harus mencakup evaluasi yang cermat terhadap
hal-hal berikut:
Limfadenopati regional, khususnya preauricular
Kulit: tanda rosacea, eksim, sebore
Kelainan kelopak mata dan adneksa: pembengkakan, perubahan
warna, malposisi, kelonggaran, ulserasi, nodul, ekimosis, neoplasia,
suar lateral, kehilangan bulu mata
Orbita: kepenuhan, asimetri
Konjungtiva: lateralitas, jenis reaksi konjungtiva (folikel vs papiler),
distribusi (difus vs sektoral atau quadrantic), perdarahan
subconjunctival, chemosis, perubahan sikatrisial, symblepharon, massa,
debit
12
Bulbar konjungtiva / limbus: folikel, edema, nodul, kemosis, papila,
ulserasi, jaringan parut, fliktenulosis, perdarahan, benda asing,
keratinisasi
Kornea: kerusakan epitel, Keratopati,Keratitis dendritic, Infiltrat
subepitel, Filamen, Ulserasi, Infiltrasi, termasuk infiltrat dan fliktenulosis
subepitel, Vaskularisasi, Endapan keratik dengan atau tanpa edema
kornea
Anterior chamber / iris: reaksi inflamasi, sinekia, cacat transiluminasi
Pemeriksaan Penunjang
Beberapa kasus konjungtivitis dapat didiagnosis berdasarkan riwayat dan
pemeriksaan (mis., Konjungtivitis virus dengan adanya infeksi saluran
pernapasan atas). Namun, dalam kasus lain, tes diagnostik tambahan
mungkin bermanfaat.
Kultur
Kultur konjungtiva diindikasikan dalam semua kasus yang diduga
konjungtivitis neonatal infeksius. Kultur bakteri juga dapat membantu
untuk konjungtivitis purulent, mukopurulen rekuren pada kelompok usia
berapa pun dan dalam kasus di mana konjungtivitis belum merespons
terhadap pengobatan.
Viral Diagnostic Test
Kultur virus tidak secara rutin digunakan dalam praktik untuk
menegakkan diagnosis adenovirus, tetapi dapat mencegah kesalahan
diagnosis, penyebaran penyakit, penggunaan antibiotik yang tidak
perlu, peningkatan biaya perawatan kesehatan dan hilangnya
produktivitas. Tes imunodiagnostik yang cepat menggunakan deteksi
antigen tersedia untuk adenovirus konjungtivitis.
Smear/Sitologi
Apusan untuk sitologi dan pewarnaan khusus (mis., Gram, Giemsa)
direkomendasikan untuk serta semua kasus konjungtivitis di segala
usia, kerokan konjungtivitis bakterial banyak mengandung sel leukosit
polimorfonuklear, pasien dengan konjungtivitis virus mengandung sel
mononuklear, sedangkan pasien dengan konjungtivitis alergi banyak
terdapat eosinophilia.
13
Allegy Skin Testing
Tes alergi kulit sangat sensitif dan spesifik untuk aeroallergens.
Pengujian tusukan kulit (skin prick test) dan deteksi serbuk sari
imunoglobulin E (IgE) dapat membantu mengidentifikasi alergen yang
menjadi target dengan imunosupresi.
Tear Immunoglobulin E
Tear IgE secara kuantitatif mengukur IgE dalam air mata dan mungkin
berguna dalam mendiagnosis konjungtivitis alergi dan menilai tingkat
keparahannya.
Conjunctival Allergen Challenge
Dengan memberikan allergen spesifik yang sebelumnya memberikan
hasil skin test yang positif dengan konsentrasi tertentu pada permukaan
mata.
Darah Lengkap
Imaging (Xrays)
14
Pewarnaan PMN Monosit, Massa eosinofil
Swab Limfosit badan
inklusi
dengan
sitoplasma
biru atau
ungu
menutupi
epitel
Sakit kadang kadang - -
tenggorokan dan
panas yang
menyertai
15
mata 4 - 5 kali sehari. Apabila dipakai tetes mata, sebaiknya sebelum
tidur diberi salep mata (sulfasetamid 10 - 15% atau khlormfenicol).
apabila tidak sembuh dalam stu minggu bila mungkin dilakukan
pemeriksaan resistensi, kemungkinan defisiensi air mata atau obstruksi
duktus nasolakrimal.
2. Konjungtivitis Gonore
Sekret dibersihkan dengan kapas yang dibasahi air bersih (direbus) atau
dengan garam fisiologik setiap 1/4 jam. Kemudian diberi salep penisilin
setiap 1/4 jam. Penisilin tetes mata dapat diberikan dalam bentuk larutan
penisilin G 10.000 - 20.000 unit/ml setiap 1 - 30 menit. Kemudian salep
diberikan setiap 5 - 30 menit. Disusul pemberian salep penisilin setiap 1
jam - 3 hari.
16
Tipe dewasa disebabkan infeksi sendiri dengan gejala mendadak,
dengan purulensi berat yang dapat memberikn kesulitan keratitis, tukak
kornea, sepsis, arthritis dan dakrioadenitis.
3. Konjungtivitis Angular
4. Konjungtivitis mukopurulen
Demam Faringokonjungtiva
Keratokonjungtivitis Epidemi
6. Konjungtivitis Varisel-Zoster
Pengobatan dengan kompres dingin. Pad saat ini asiklovir 400 mg/hari
untuk selama 5 hari merupakan pengobatan umum. Walaupun diduga
steroid mengurngkan penyulit akan tetapi dapat mengakibatkan
17
penyebaran sistemik. Pada 2 minggu pertama dapat diberi analgetika
untuk menghilangkan rasa sakit.
7. Konjungtivitis Inklusi
Pengobatan yang khas sampai saat ini tidak ada, dan dapat diberikan
antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder disertai obat-obat
simptomatik.
Konjungtivitis Vernal
Biasanya dapat sembuh sendiri tanpa diobati. Kombinasi
antihistamin sebagai profilaksis dan pengobatan pada kasus sedang
18
hingga berat. Pemakaian pada steroid topikal atu sistemik akan
dapap menyembuhkan, tetapi pada pemakaian jangka panjang
sangat merugikan. Dapt diberikn kompres dingin, vasokonstriktor,
natrium karbonat membuat pasien rasa nyamn pada mata.
Kelainan kornea dan konjungtiva dapat diobati dengan natrium
cromolyn topikal. Bila terdapat tukak maka diberi antibiotik untuk
mencegah infeksi sekunder disertai dengan sikloplegik.
Konjungtivitis Flikten
Pengobatan dengan diberi steroid topikl, midritika jika terjadi penyulit
pada kornea, diberi kacamata hitam karena adanya rasa silau yang
sakit dan air mata buatan.
Karena sering terjadi pada anak dengan gizi kurang maka sebaiknya
diberikan vitamin dan makanan tambahan.
Penyulit yang dapat ditimbulkan adalah menyebarnya flikten kedalam
kornea atau terjadinya infeksi sekunder sehingga timbul abses.
Konjungtivitis Steven Johnson
Pengobatan bersifat simptomatik dengn pengobatan umum berupa
kortikosteroid sistemik dan infus cairan antibiotik. Pengobatan lokal
pada mata berupa pembersihan sekret yang timbul , midriatika,
steroid topikal dan mencegah simblefaron. Pemberian kortikosteroid
harus hati-hati terhadap adanya infeksi herpes simpleks.
11. Trakoma
19
infeksi sekunder oleh bakteri, dan parut kornea dan neovaskularisasi
kornea.
20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Mata merah timbul akibat terjadinya perubahan warna bola mata yang
sebelumnya berwarna putih menjadi merah. Mata terlihat merah akibat
melebarnya pembuluh darah konjungtiva yang terjadi pada peradangan mata
akut, misalnya pada keratitis, pleksus arteri konjungtiva permukaan melebar,
pada iritis dan glaukoma akut kongestif dan lain-lain. Selain itu, mata merah
juga dapat terjadi akibat pecahnya salah satu dari pembuluh darah yang ada
di konjungtiva dan darah tertimbun di bawah jaringan konjungtiva, Keadaan
itu disebut perdarahan subkonjungtiva
3.2 Saran
Setelah mempelajari tentang kelainan mata merah tanpa penurunan
penglihatan, sebagai mahasiswa kedokteran harus mengerti dan memahami
diagnosis yang telah dibahas dalam laporan ini. Kami juga mengharapkan
kritik dan saran dari dosen-dosen pengajar karena masih banyak kekurangan
dari segi diskusi kelompok dan penulisan laporan. Semoga laporan ini
bermanfaat dalam membantu proses pembelajaran dan dapat menjadi
sumber informasi yang baik dalam perkembangan ilmu pengetahuan.
21
Daftar Pustaka
22