Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN HASIL DISKUSI KELOMPOK KECIL

MATA MERAH TANPA GANGGUAN VISUS

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 3

KHODILATUL AULIA 1710015074


ELSA SYAFIRA HIDAYAH 1710015020
ENJELINA FEBRIADI MELINIA 1710015030
MONIKA WIDI SHERINA 1710015042
IKA SARI OKTAFIANI 1710015046
DILA ANGGITA WIKANINGTYAS 1710015060
RATIH AYU FARAHDILLA 1710015061
JOSHUA GAZA DIRGANTARA T 1710015062
OLIVIA SIAPPA TONGLOLANGI 1710015099
APRIAN 1710015103
MAISSY NAFRIA MUTRISARI 1510015073

Tutor :
dr. Yetty O Hutahaean, Sp.S

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
terselesaikannya laporan DKK (Diskusi Kelompok Kecil) mengenai “Mata merah
tanpa gangguan visus”. Laporan ini dibuat sesuai dengan gambaran jalannya
proses DKK kami, lengkap dengan pertanyaan-pertanyaan dan jawaban yang
disepakati oleh kelompok kami.
Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
kami dalam proses pembuatan laporan DKK ini. Kami berterima kasih kepada dr.
Yetty O. Hutahaean, Sp.S selaku tutor kami yang telah dengan sabar menuntun
kami selama proses DKK. Terima kasih pula kami ucapkan atas kerja sama
rekan sekelompok di Kelompok 3. Tidak lupa juga kami berterima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu kami dalam mencari informasi maupun
membuat laporan DKK.
Akhir kata, kami sadar bahwa kesempurnaan tidak ada pada manusia. Oleh
sebab itu, kami mohon kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan di
kemudian hari. Semoga laporan ini bermanfaat bagi pembaca, baik sebagai
referensi atau perkembangan pengetahuan.

Hormat Kami,

Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................ ii


Daftar Isi ...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2. Tujuan.................................................................................................... 1
1.3. Manfaat.................................................................................................. 1
BAB II ISI DAN PEMBAHASAN
2.1. Skenario ............................................................................................... 2
2.2. Identifikasi Istilah .................................................................................. 2
2.3. Identifikasi Masalah .............................................................................. 2
2.4. Analisa Masalah ................................................................................... 3
2.5. Strukturisasi Konsep ............................................................................. 4
2.6. Learning Objective ................................................................................ 5
2.7. Belajar Mandiri ...................................................................................... 5
2.8. Sintesis ................................................................................................. 5
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan ........................................................................................... 21
3.2. Saran .................................................................................................... 21
Daftar Pustaka ............................................................................................. 22

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mata adalah organ penglihatan manusia, berupa sistem optik kompleks yang
mengumpulkan cahaya dari lingkungan sekitarnya, mengatur intensitasnya
melalui diafragma, memfokuskan melalui penyesuaian lensa untuk
membentuk sebuah gambar, mengonversi gambar tersebut menjadi satu
himpunan sinyal listrik, dan mentransmisikan sinyal-sinyal ke otak melalui
jalur saraf kompleks yang menghubungkan mata melalui saraf optik menuju
korteks visual dan area lain dari otak.

Salah satu kelainan pada mata adalah mata merah. Mata merah merupakan
keluhan penderita yang sering kita dengar, timbul akibat terjadinya
perubahan warna bola mata yang sebelumnya berwarna putih menjadi
merah. Pada modul ini, akan dibahas penyebab mata merah dan gejala lain
yang menyertai sehingga timbul berbagai diagnosis

1.2 Tujuan
Mahasiswa dapat menjelaskan penyebab dan mekanisme terjadinya mata
merah, yaitu injeksio konjungtiva dan injeksio siliaris), dapat menjelaskan
penyebab kemosis disertai secret pada mata merah tanpa penurunan fungsi
penglihatan, dapat menjelaskan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang dan manifestasi klinis untuk menentukan diagnosis berdasarkan
keluhan di scenario, dan mahasiswa dapat menjelaskan tatalaksana serta
komplikasi dari diagnosis diatas

1.3 Manfaat
Dalam hasil diskusi ini diharapkan semua mahasiswa dapat mengetahui
berbagai diagnosis mata merah tanpa penurunan penglihatan dan
menjelaskan mengenai penyebab, mekanisme, diagnosis, tatalaksana, dan
komplikasi dari diagnosis yang dipelajari.

1
BAB II

ISI DAN PEMBAHASAN

2.1 Skenario

Kenapa Mataku Susah Dibuka…

Pada saat bangun tidur tadi pagi, Melati (6 th) menangis dan berteriak
mengatakan bahwa matanya susah dibuka. Setelah berhasil membuka mata,
tampak kedua matanya merah, sehingga Melati dibawa orang tuanya ke
praktik dokter. Menurut orang tuanya, sejak 2 hari yang lalu, Melati sering
menggosok matanya karena karena merasa gatal. Awalnya keluhan
dirasakan hanya pada mata kananya, tetapi akhirnya mata kirinya juga.
Penglihatannya masih baik. Teman sekolahnya tidak ada yang mengalami
keluhan serupa, tetapi beberapa temannya yang sedang flu. Dari hasil
pemeriksaan fisik ditemukan kelopak mata hyperemia, adanya injeksio
konjungtiva, chemosis, sekret mukorpurulen. Pada pemeriksaan tajam
penglihatan tidak ditemukan adanya kelainan.

2.2 Identifikasi Istilah Sulit


Tidak didapati adalah istilah sulit pada skenario.

2.3 Identifikasi Masalah


1. Mengapa mata terasa sulit terbuka ?
2. Mengapa bisa terjadi mata merah ?
3. Bagaimana terjadinya injeksio konjungtiva, chemosis, dan sekret
mukopurulen?
4. Mengapa fungsi pengelihatan masih baik dalam keadaan mata merah ?
5. Mengapa bisa terjadi penjalaran dari mata kanan ke mata kiri ?
6. Apa ada hubungan antara keluhan Melati dengan flu yang dialami
temannya ?
7. Apa kemungkinan diagnosis dari keluhan skenario ?
8. Bagaimana tatalaksana awal keluhan dari keluhan diatas ?
9. Apa yang terjadi jika keluhan tidak ditangani dengan baik ?

2
2.4 Analisa Masalah

1. Reaksi inflamasi yang disebabkan oleh mikroorganisme, trauma, alergi


atau kelainan sistemik menimbulkan proses pengeluaran sekret yang
terakumulasi saat mata tertutup, dimana suhu mata sama dengan suhu
badan yang memudahkan bakteri untuk tumbuh. Sekret berasal dari
mukus yang dikeluarkan oleh sel goblet ditambah dengan eksudat.
2. Terjadinya mata merah bisa disebabkan oleh beberapa hal, seperti :
- Dilatasi pembuluh darah yang disebabkan oleh peradangan atau
obsruksi
- Pecahnya arteri konjungtiva dan atau arteri siliaris (perdarahan
subkonjungtiva).
3. Injeksio konjungtiva terjadi karena pecahnya pembuluh darah a.
konjungtiva posterior, biasanya dengan ciri berwarna merah dan
mengikuti gerak mata.
Chemosis atau edema pada konjungtiva merupakan salah satu reaksi
dari alergi. Chemosis ada yang aktif dan pasif. Jika tidak terjadi
keseimbangan produksi cairan
Sekret mukopurulen merupakan hasil dari fagosit antigen oleh antibody.
Air mata memicu proses awal dari reaksi inflamasi oleh pemecahan sel
yang akan disampaikan ke APC dan dimulailah reaksi inflamasi.
4. Karena tidak ada kerusakan atau terganggunya organ refraksi mata (
kornea, aquous humor, lens, vitreous humor)
5. Kemungkinan infeksi awal terjadi pada sebelah mata, lalu pasien
mengucek mata sebelahnya dan terjadilah infeksi kesebelah matanya.
6. Flu dapat disebabkan oleh bakteri atau virus.
Kontak dengan penderita flu bisa menimbulkan penularan infeksi yang
sama pada mata atau hidung karena berhubungan di duktus
nasolacrimal, bisa disebabkan bakteri Sthapylococcus aureus.
7. Kemungkinan diagnosa :
Konjungtivitis yang disebabkan oleh infeksi (bakteri, jamur, parasit, dan
virus), alergen, ataupun trauma (iritasi).

3
8. Tatalaksana awal bisa menjaga kebersihan (cuci tangan), kompres
dengan air hangat dan pembersihan mata. Pemberian antihistamin,
antimikroba topical, bisa diberi antibiotic (jika diperlukan).
9. Menyebarkan infeksi ke daerah sekitarnya

2.5 Strukturisasi Konsep

Inflamasi konjungtiva
Mata sulit dibuka
- Infeksi lokal Tanpa Injeksio konjungtiva
(mikroorganisme) gangguan Kelopak mata hyperemia
- Imunologi (alergi) visus Chemosis
- Trauma (iritasi) Sekret mukopurulen
- Penyakit sistemik

Anamnesa dan
Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis

Konjungtivitis
bedasarkan kausa

Tatalaksana Komplikasi

4
2.6 Learning Objective
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang :
1. Mahasiswa dapat menjelaskan penyebab dan mekanisme terjadinya mata
merah, yaitu injeksio konjungtiva dan injeksio siliaris).
2. Mahasiswa mampu menjelaskan penyebab kemosis disertai sekret pada
mata merah tanpa penurunan fungsi penglihatan.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang dan manifestasi klinis untuk menentukan
diagnosis berdasarkan keluhan di skenario.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan tatalaksana dan komplikasi dari
diagnosis diatas.

2.7 Belajar Mandiri


Masing–masing anggota diskusi kelompok kecil melakukan belajar secara
mandiri sesuai dengan tujuan belajar yang telah ditentukan pada saat diskusi
kelompok kecil.

2.8 Sintesis
1. penyebab dan mekanisme terjadinya mata merah (Injeksio Konjungtiva dan
injeksio siliaris)

Menurut Ilyas dan Yulianti (2015) dalam buku Ilmu Penyakit Mata
mengatakan Injeksi Konjungtiva, yaitu melebarnya pembuluh darah arteri
konjungtiva posteri dan dapat terjadi akiba pengaruh mekanis, alergi
ataupun infeksi pada jaringan konjungtiva.

Sifat dari injeksi konjungtiva, yaitu :

1. Mudah digerakkan dari dasar. Dikarenakan arteri konjungtiva posterior


melekat secara longgar pada konjungtiva bulbi yang mudah dilepas dari
sklera.
2. Pada radang konjungtiva oembuluh darah ini terutama didapatkan di
daerah forniks.
3. Ukuran pembuluh darah makin besar ke bagian perifer, karena asalnya
dari bagian perifer atau arteri siliar anterior.

5
4. Berwarna merah segar.
5. Dengan tetes adrenalin 1 : 1000 injeksi akan lenyap sementara.
6. Gatal
7. Tidak disertai fotopobia
8. Pupil ukuran normal dengan reaksi normal.

Injeksi Siliar, yaitu melebarnya pembuluh darah perikornea (arteri siliaris


anterior) yang dapat terjadi akibat radang kornea, tukak kornea, benda
asing pada kornea, radang jaringan uvea, glauikoma, endoftalmitis,
ataupun panoftalmitis (Ilyas dan Yudanti, 2015).

Sifat dari injeksi siliar, yaitu :

1. Berwarna lebih ungu dibanding dengan pelebaran pembuluh darah


konjungtiva.
2. Pembuluh darah tidak tampak.
3. Tidak ikut serta dengan pergerakan konjungtiva bila digerakkan, karena
menempel erat dengan jaringan perikornea.
4. Ukuran sangat halus terletak disekitar kornea, paling padat sekitar
kornea, dan berkurang ke arah forniks.
5. Pembuluh darah perikornea tidak menciut bila diberi epinefrin atau
adrenalin 1 : 1000
6. Hanya lakrimasi
7. Fotopobia
8. Sakit pada penekanan sekitar kornea
9. Pupil ireguler kecil (iritis) dan lebar (glaukoma)

(Ilyas dan Yudanti,2015) mengatakan mata merah yang disebabkan injeksi


siliar atau injeksi konjungtiva dapat memberikan gejala bersama-sama
dengan keluhan dan gejala tambahan lain berikut :

1. Penglihatan normal atau menurun


2. Terdapat atau tidaknya sekret
3. Disertai fotopobia atau tidak
4. Terdapatnya peningkatan tekanan bola mata sehingga perlu
pemeriksaan tekanan bola mata.

6
2. penyebab kemosis disertai sekret pada mata merah tanpa penurunan
fungsi penglihatan.

Sekret merupakan produk kelenjar yang pada konjungtiva bulbi


dikeluarkan oleh sel goblet (Ilyas dan Yulianti,2015).

Sekret dapat bersifat :

- Air, disebabkan infeksi virus atau alergi


- Purulen, oleh bakteri atau klamidia
- Hiperpurulen, disebabkan gonokok atau meningokok
- Mukoid oleh alergi atau vernal
- Serous oleh adenovirus

Menurut Ilyas dan Yulianti (2015) dalam buku Ilmu Penyakit Mata,
penyebab dari kemosis dibedakan menjadi:

 Konjungtivitis bakteri akut

Konjungtivitis bakteri akut disebabkan oleh streptokokus,


Corynebacterium diphterica, pseudomonas, neisseria dan
hemophilis.gambaran klinis berupa konjungtivitis mukopurulen dan
konjungtivitis purulen. Dengan tanda hiperemi konjungtiva, edema
kelopak, papil dengan dan kornea yang jernih.

 Konjungtivitis Gonore

Konjungtivitis gonore merupakan radang konjungtiva akut dan hebat


yang disertai dengan secret purulen. Gonokokus merupakan kuman
yang sangat patogen, virulen dan bersifat invasif sehingga reaksi radang
terhadap kuman ini sangat berat. Pada neonatus, infeksi konjungtiva
terjadi saat berada pada jalan lahir, sedangkan pada bayi penyakit ini
ditularkan oleh ibu yang sedang menderita penyakit tersebut. Pada
orang dewasa penyakit ini didapatakan dari penularan kelamin sendiri.
Penyakit ini bisa berupa oftalmia neonatorum (bayi berusia 1-3 hari),
konjungtivitis gonore infantum (usia lebih dari 10 hari) dan konjungtivitis
gonore adultorum. Pada oftalmia neonatorum, terdapat secret purulen

7
padat dengan masa inkubasi antara 12 jam sampai 5 hari, disertai
perdarahan subkonjungtiva dan konjungtivitis kemotik. Pada orang
dewasa terdapat 3 stadium, yaitu infiltrative, supuratif dan resolusi.
Pada orang dewasa terdapat 3 staium peyakit infiltatratif, supuratif dan
penyembuhan. Pada stadium infiltrative ditemukan kelopak dan
konjungtiva yang kaku disertai rasa sakit pada perabaan. Kelopak mata
membengkak dan kaku sehingga sukar dibuka. Terdapat
pseudomembran pada konjungtiva tarsal superior sedang konjungtiva
bulbi merah, kemotik dan menebal. Pada orang dewasa selaput
konjungtivalebih bengkak dan menonjol dengan gambaran spesifik
gonore dewasa. Selain itu, terdapat pula tanda-tanda infeksi umum.
Pada umumnya menyerang satu mata terlebih dahulu dan biasanya
kelainan ini pada laki-laki didahului pada mata kanannya.
Pada stadium supuratif terdapat secret yang kental.Pada bayi biasanya
mengenai kedua mata dengan secret kuning kental. Kadang secret
dapat berupa serous yang kemudian menjadi kental dan
purulen.Berbeda dengan oftalmia neonatorum, pada orang dewasa
secret tidak terlalu kental. Terdapat pseudomembran yang merupakan
kondensasi fibrin pada permukaan konjungtiva. Pada orang dewasa
penyakit ini biasanya berlangsung selama 6 minggu dan tidak jarang
ditemukan pembesaran disertai rasa sakit kelenjar.

 Konjungtivitis Virus Akut


a. Demam faringokonjungtiva

Konjungtiva demam faringokunjungtiva disebabkan oleh infeksi virus.


Kelainan ini akan memberikan gejala demam, faringitis, sekret berair
dan sedikit, yang mengenai satu atau kedua mata. Biasanya yang
disebabkan adenovirus tipe 3, 4 dan 7, terutama mengenai remaja,
yang disebabkan melalui droplet atau kolam renang. Masa inkubasi 5-
12 hari, yang menularkan 12 hari,

Berjalan akut dengan gejala penyakit hiperemia konjungtiva, sekret


serous, fotofobia, kelopak bengkak dengan pseudomembran, selain

8
itu dapat terjadi keratitis epitel superfisial, dan atau subepitel dengan
pembesaran kelenjar limfe preurikel

b. Konjungtivitis herperpetik
Biasanya dimulai dengan bentuk vesikel pada kelopak, konjungtiva
dan daerah preorbita, konjungtiva herpertik dapat merupakan
manifestasi primer herpes dan terdapat pada anak anakyang
mendapat infeksi dari pembawa virus berlangsung 2-3 minggu.
Ditandai dengan infeksi unilateral, iritasi, sekret mukosa nyeri dan
fotofobia ringan. Pembesaran kelenjar pre aurikuler disertai nyeri
tekan.

c. Konjungtivitis varisela zooster


Khas virus herpes zooster terdapat pada usia lebih dari 50 tahun.
Virus ini dapat memberikan infeksi pada ganglion saraf trigeminus.
Bila terkena ganglion cabang oftalmik maka akan terlihat gejala pada
mata. Kelainan yang terjadi akibat herpes zooster memberikan
gambaran yang sama pada konjungtivitis seperti mata hiperemia,
vesikel dan pseudomembran pada konjungtiva, papil dengan
pembesaran kelenjar preaurikel.

 Konjungtivis inklusi
Konjungtivitis inklusi merupakan penyakit oklugenital disebabkan oleh
infeksi klamidia, yang merupakan penyakit kelamin(uretra, prostat,
serviks, dan epitel rektum), dengan masa inkubasi 5-10 hari. Klamidia
menetap di dalam jaringan uretra, prostat serviks, dan epitel rektum
untuk beberapa tahun sehingga mudah terjadi infeksi ulang. Penyakit ini
dapat bersifat epidemik karena merupakan swimming pool konjungtivis.

Konjungtivitis oklugenital pada bayi 3-5 hari setelah lahir. Pada bayi
dapat memberikan gambaran konjungtivitis sedang pada orang dewasa
dapat dalam beberapa bentuk, konjungtiva hiperemik, kemotik,
pseudomembran, folikel yang nyata terutama pada kelopak bawah dan

9
tidak jarang memberikan gambaran seperti hipertrofi papil disertai
pembesaran kelenjar preurikel.

 Konjungtivitis new castle

Disebabkan oleh virus new castle dengan gambaran klinis sama dengan
demam faringo konjungtiva. Penyakit ini biasanya terdapat pada pekerja
peternakan unggas yang ditulari virus new castle yang terdapat pada
unggas. Konjungtiva ini memberikan gejala influenza dengan demam
ringan , sakit kepala dan nyeri sendi pada mata akan terlihat edema
palpebra ringan, kemosis, dan sekret yang sedikit dan folikel terutama
ditemukn di konjungtiva tarsal superior da inferor. Pembesaran kelenjar
getahbening preaurikuler yang tidak nyeri tekan.

 Konjungtiva hemoragik epidemik akut

Konjungtiva hemoragik epidemik akut meupakan konjungtivitis disertai


timbulnya perdarahan konjungtiva. Disebabkan infeksi virus pikorna atau
enterovirus 70. Masa inkubasi 24-48 jam dengan tanda kedua mata
iritatif, seperti kelilipan dan sakit periorbita, edema kelopak kemosis
konjungtiva, sekret seromukous,fotofobia disertai lakrimasi. Virus ini
ditularkan melalui kontak orang, alat optik yang terkontaminasi, alas
tempat tidur

 Konjungtivitis alergi
a. Konjungtivitis vernal, akibat hipersensitivitas tipe I yang mengenai
kedua mata dan bersifat rekuren. Pada mata ditemukan papil besar
dengan permukaan rata pada konjungtiva tarsal dengan rasa gatal
berat, sekret gelatin yang berisi eosinofil atau granula eosinofil.
b. Konjungtivitis flikten, disebabkan oleh alergi terhadap bakteri atau
antigen tertentu, disebabkan oleh karena alergi hipersensitivitas tipe
IV gejala nya adalah mata berair, iritasi dengan rasa sakit, fotofobia
dapat ringan hingga berat.
c. Konjungtivitis iatrogenik, akibat pengobatan yang diberikan dokter,
berbagai obat dapat memberikan efek samping pada tubuh demikian
pula pada mata yang terjadi dalam bentuk konjungtivitis

10
d. Sindrom steven jonhson,Penyebabnya diduga suatu reaksi alergi
pada orang yang mempunyai predisosisi alergi terhadap obat obat
sulfonamid, barbiturat, salisilat. Kelainan ditandai dengan lesi pada
kulit dan mukosa. Mata merah dengan demam, kelemahan umum dan
sakit pada sendi merupakan keluhan pada sindrom ini.

3. anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan manifestasi


klinis untuk menentukan diagnosis berdasarkan keluhan di skenario.

Berdasarkan Conjunctivitis Preferred Practice Pattern (American Academy


of Ophthalmology ; 2018, p. 118-123) cara untuk menegakkan diagnosis
konjungtivitis adalah sebagai berikut :

 Anamnesis
Hal-hal yang perlu ditanyakan untuk menganamnesis pasien dengan
dugaan konjungtivitis :
Gejala dan tanda yang dialami pasien (misalnya gatal, nyeri, mata
merah dab berair, eksudasi, penglihatan kabur, fotofobia)
Durasi gejala dan waktu kejadian penyakit
Faktor yang memperburuk keluhan
Pada satu mata (unilateral) atau bilateral
Karakter dari eksudat (air, serous, mukopurulen, purulent)
Riwayat kontak terhadap orang yang terinfeksi penyakit mata
Trauma (mekanis, kimia, sinar ultraviolet)
Riwayat operasi
Perilaku yang mengindikasikan keluarnya mukus (sering menggosok-
gosok mata sehingga terjadi iritasi mekanis)
Penggunaan kontak lensa
Gejala dan tanda yang berhubungan dengan penyakit sistemik
Riwayat alergi, asma, eksema
Riwayat penggunaan obat topikal dan sistemik
Riwayat medis sebelumnya :
 Status imunokompromais ( HIV, kemoterapi, immunosupresan)
 Penyakit sistemik saat ini atau sebelumnya (mis., Atopi, SJS / TEN,
karsinoma, leukemia,cacar air, GVHD)

11
Riwayat Psikososial mencakup kebiasaan merokok, pajanan terhadap
rokok (perokok pasif), pekerjaan dan hobi, pajanan terhadap polusi
udara, riwayat perjalanan, kebiasaan olahraga, diet, aktivitas seksual,
dan penggunaan obat-obatan terlarang.
 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan mata awal meliputi pengukuran ketajaman visual,
pemeriksaan eksternal, dan biomicroscopy slit-lamp.
Pemeriksaan eksternal harus mencakup evaluasi yang cermat terhadap
hal-hal berikut:
Limfadenopati regional, khususnya preauricular
Kulit: tanda rosacea, eksim, sebore
Kelainan kelopak mata dan adneksa: pembengkakan, perubahan
warna, malposisi, kelonggaran, ulserasi, nodul, ekimosis, neoplasia,
suar lateral, kehilangan bulu mata
Orbita: kepenuhan, asimetri
Konjungtiva: lateralitas, jenis reaksi konjungtiva (folikel vs papiler),
distribusi (difus vs sektoral atau quadrantic), perdarahan
subconjunctival, chemosis, perubahan sikatrisial, symblepharon, massa,
debit

Biomikroskopi celah lampu harus mencakup evaluasi yang cermat terhadap


hal-hal berikut:

 Margin kelopak mata: peradangan, edema, hiperpigmentasi, kelenjar


meibom disfungsi, ulserasi, sekret, nodul atau vesikel, debris darah,
keratinisasi
 Bulu mata: kehilangan bulu mata, pengerasan kulit, scurf, tungau
(Demodex), telur kutu, kutu, trichiasis
 Punktum lakrimalis dan kanalikuli: mengkerut, eksudat, edema
 Konjungtiva Tarsal dan fornik: Terdapat papila dan ukuran papila dan /
atau folikel, sikatriks, fibrosis subepitel, fornix foreshortening, dan
symblepharon, Pembesaran forniks, Pseudomembran dan membran
sejati, Ulserasi, Pendarahan, Bahan asing, Discharge Pengeluaran
lender, Massa, Kelemahan kelopak mata.

12
 Bulbar konjungtiva / limbus: folikel, edema, nodul, kemosis, papila,
ulserasi, jaringan parut, fliktenulosis, perdarahan, benda asing,
keratinisasi
 Kornea: kerusakan epitel, Keratopati,Keratitis dendritic, Infiltrat
subepitel, Filamen, Ulserasi, Infiltrasi, termasuk infiltrat dan fliktenulosis
subepitel, Vaskularisasi, Endapan keratik dengan atau tanpa edema
kornea
 Anterior chamber / iris: reaksi inflamasi, sinekia, cacat transiluminasi

 Pemeriksaan Penunjang
Beberapa kasus konjungtivitis dapat didiagnosis berdasarkan riwayat dan
pemeriksaan (mis., Konjungtivitis virus dengan adanya infeksi saluran
pernapasan atas). Namun, dalam kasus lain, tes diagnostik tambahan
mungkin bermanfaat.
Kultur
Kultur konjungtiva diindikasikan dalam semua kasus yang diduga
konjungtivitis neonatal infeksius. Kultur bakteri juga dapat membantu
untuk konjungtivitis purulent, mukopurulen rekuren pada kelompok usia
berapa pun dan dalam kasus di mana konjungtivitis belum merespons
terhadap pengobatan.
Viral Diagnostic Test
Kultur virus tidak secara rutin digunakan dalam praktik untuk
menegakkan diagnosis adenovirus, tetapi dapat mencegah kesalahan
diagnosis, penyebaran penyakit, penggunaan antibiotik yang tidak
perlu, peningkatan biaya perawatan kesehatan dan hilangnya
produktivitas. Tes imunodiagnostik yang cepat menggunakan deteksi
antigen tersedia untuk adenovirus konjungtivitis.
Smear/Sitologi
Apusan untuk sitologi dan pewarnaan khusus (mis., Gram, Giemsa)
direkomendasikan untuk serta semua kasus konjungtivitis di segala
usia, kerokan konjungtivitis bakterial banyak mengandung sel leukosit
polimorfonuklear, pasien dengan konjungtivitis virus mengandung sel
mononuklear, sedangkan pasien dengan konjungtivitis alergi banyak
terdapat eosinophilia.

13
Allegy Skin Testing
Tes alergi kulit sangat sensitif dan spesifik untuk aeroallergens.
Pengujian tusukan kulit (skin prick test) dan deteksi serbuk sari
imunoglobulin E (IgE) dapat membantu mengidentifikasi alergen yang
menjadi target dengan imunosupresi.
Tear Immunoglobulin E
Tear IgE secara kuantitatif mengukur IgE dalam air mata dan mungkin
berguna dalam mendiagnosis konjungtivitis alergi dan menilai tingkat
keparahannya.
Conjunctival Allergen Challenge
Dengan memberikan allergen spesifik yang sebelumnya memberikan
hasil skin test yang positif dengan konsentrasi tertentu pada permukaan
mata.
Darah Lengkap
Imaging (Xrays)

 Manifestasi Klinis berdasarkan Etiologi


Tanda dan Bakterial Viral Klamidia Alergi
Gejala
Injeksi mencolok sedang mencolok Ringan –
konjungtiva sedang
Hemoragi + + + -
Kemosis ++ +/- + ++
Eksudat Hiperpurulen, air purulen Berserabut,
mukopurulen lengket,
putih
Pseudomembran +/- +/- + -
(steptokokus,
C. difteri)
Papil +/- - + -
Folikel - + + -
Limfadenopati +/- + + -
preaurikular

14
Pewarnaan PMN Monosit, Massa eosinofil
Swab Limfosit badan
inklusi
dengan
sitoplasma
biru atau
ungu
menutupi
epitel
Sakit kadang kadang - -
tenggorokan dan
panas yang
menyertai

Tabel 1.1 : Manifestasi Klinis berdasar dari sumber penyebab


(Sumber : Oftalmologi Umum, Vaughan & Absury ED. 17 ; 2019)

4. Menjelaskan tatalaksana dan komplikasi dari diagnosis diatas


Menurut Ilyas dan Yulianti (2015) dalam buku Ilmu Penyakit Mata
menyatakan tatalaksana dan komplikasi dari Konjungtivis adalah sebagai
berikut:

1. Konjungtivitis Bakteri Akut

Pengobatan kadang-kadang diberikan sebelum pemeriksaan


mikrobiologik dengan antibiotik tunggal seperti neosporin, basitrasin,
gentamisin, kloramfenicol, tobramisin, eritromisin dan sulfa. Bila
pengobatan tidak memberikan hasil dengan antibiotik setelah 3 - 5 hari
maka pengobatan dihentikan dan ditunggu hasil pemeriksan
mikrobiologik.

Bila terjadi penyulit pada kornea maka diberikan siklopegik.

Apabila tidak ditemukan kuman dalam sediaan langsung, maka diberikan


antibiotik spektrum luas dalam bentuk tetes mata tiap jam atau salep

15
mata 4 - 5 kali sehari. Apabila dipakai tetes mata, sebaiknya sebelum
tidur diberi salep mata (sulfasetamid 10 - 15% atau khlormfenicol).
apabila tidak sembuh dalam stu minggu bila mungkin dilakukan
pemeriksaan resistensi, kemungkinan defisiensi air mata atau obstruksi
duktus nasolakrimal.

2. Konjungtivitis Gonore

Pengobatan segera dimulai bila terlihat pada pewarnan Gram positif


diplokok btang intraselulr dan sangat dicurigai konjungtivitis gonore.
Pasien dirawat dn diberi pengobatan dengan penisilin salep dan
suntikan, pada bayi diberikan 50.000 IU/kgBB selama 7 hari dan
kloramfenikol tetes mata (0,5 - 1,0%).

Sekret dibersihkan dengan kapas yang dibasahi air bersih (direbus) atau
dengan garam fisiologik setiap 1/4 jam. Kemudian diberi salep penisilin
setiap 1/4 jam. Penisilin tetes mata dapat diberikan dalam bentuk larutan
penisilin G 10.000 - 20.000 unit/ml setiap 1 - 30 menit. Kemudian salep
diberikan setiap 5 - 30 menit. Disusul pemberian salep penisilin setiap 1
jam - 3 hari.

Antibiotik sistemik diberikan sesuai dengan pengobatan gonokok. Pada


stadium penyembuhan semua gejala sangat berkurang. Pengobatan
diberhentikan bila pada pemeriksaan mikroskopik yang dibuat setiap hari
menghasilkan 3 kali berturut-turut negatif.

Penyulit yang dapat terjadi adalah tukak kornea marginal terutama


dibagian atas. Tukak ini mudah perforasi adanya daya lisis kuman
gonokok ini. Pada anak-anak sering terjadi keratitis ataupun tukak
kornea sehingga sering terjadi perforasi kornea. Pada orang dewasa
tukak yang terjadi sering terletak marginal dan sering berbentuk cincin.

Perforasi kornea dapat mengakibatkan endoftalmitis dan panoftalmitis


sehingga terjadi kebutaan total.

16
Tipe dewasa disebabkan infeksi sendiri dengan gejala mendadak,
dengan purulensi berat yang dapat memberikn kesulitan keratitis, tukak
kornea, sepsis, arthritis dan dakrioadenitis.

3. Konjungtivitis Angular

Pengobatan yang sering diberikan adalah tetrasiklin atau basitrasin.


Dapat juga diberi sulfas zinc yang bekerja mencegah proteolisis. Dapt
memberikan kesulitan blefaritis.

4. Konjungtivitis mukopurulen

Pengobatan dengan membersihkan konjungtiva dan antibiotik yang


sesui. Penyulit yang dapat timbul adalah tukak kataral marginal pada
kornea atu keratitis superfisial.

5. Konjungtivitis virus akut

 Demam Faringokonjungtiva

Pengobatannya hanya supuratif karena dapat sembuh sendiri.


Diberikan kompres, astrigen, lubrikasi, pad kasus yang berat diberikan
antibiotik dengan steroid topikal. Pengobatan biasanya simptomatik
dan antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder.

 Keratokonjungtivitis Epidemi

Pengobatan dengan antivirus dan alfa interferon tidak umum untuk


konjungtivitis adenovirus. Astrigen diberikan untuk mengurangi gejala
dan hiperemia. Pencegahan infeksi sekunder dapat diberikan
antibiotik, bila terlihat membran dan infiltrasi subepitel diberikan
steroid.

6. Konjungtivitis Varisel-Zoster

Pengobatan dengan kompres dingin. Pad saat ini asiklovir 400 mg/hari
untuk selama 5 hari merupakan pengobatan umum. Walaupun diduga
steroid mengurngkan penyulit akan tetapi dapat mengakibatkan

17
penyebaran sistemik. Pada 2 minggu pertama dapat diberi analgetika
untuk menghilangkan rasa sakit.

Pada kelainan permukaan dapt diberikan slep tetrasiklin. Steroid tetes


dekasametason 0.1% diberikan bila terdapat episkleritis, skleritis dan
iritis. Glaukoma yang terjadi akibat iritis diberi preparat steroid dan
antiglukom.

Penyulit yang dapat terjadi berupa parut pada kelopak, neuralgia,


katarak, glaukoma, kelumpuhan saraf III, IV, VI, atrofi safar optik dan
kebutaan.

7. Konjungtivitis Inklusi

Pengobatan sistemik dengan eritromisin lebih efektif dibanding topikal.

8. Konjungtivitis New Castle

Pengobatan yang khas sampai saat ini tidak ada, dan dapat diberikan
antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder disertai obat-obat
simptomatik.

9. Konjungtivitis Hemoragik Epidemi Akut

Penyakit ini dapat sembuh sendiri sehingga pengobatan hanya


simptomatik. Pengobtan antibiotik spektrum luas , sulfasetamid dapat
digunakan untuk mencegah infeksi sekunder.

10. Konjungtivitis Alergi

Pengobatan terutama dengan menghindarkn penyebab pencetus


penyakit dan memberikan astrigen, sodium kromolin, steroid topikal
dosis rendah yang kemudian disusul dengan kompres dingin untuk
menghilangkan edemanya. Pada kasus yang berat dapt diberikan
antihistamin dan steroid sistemik.

 Konjungtivitis Vernal
Biasanya dapat sembuh sendiri tanpa diobati. Kombinasi
antihistamin sebagai profilaksis dan pengobatan pada kasus sedang

18
hingga berat. Pemakaian pada steroid topikal atu sistemik akan
dapap menyembuhkan, tetapi pada pemakaian jangka panjang
sangat merugikan. Dapt diberikn kompres dingin, vasokonstriktor,
natrium karbonat membuat pasien rasa nyamn pada mata.
Kelainan kornea dan konjungtiva dapat diobati dengan natrium
cromolyn topikal. Bila terdapat tukak maka diberi antibiotik untuk
mencegah infeksi sekunder disertai dengan sikloplegik.
 Konjungtivitis Flikten
Pengobatan dengan diberi steroid topikl, midritika jika terjadi penyulit
pada kornea, diberi kacamata hitam karena adanya rasa silau yang
sakit dan air mata buatan.
Karena sering terjadi pada anak dengan gizi kurang maka sebaiknya
diberikan vitamin dan makanan tambahan.
Penyulit yang dapat ditimbulkan adalah menyebarnya flikten kedalam
kornea atau terjadinya infeksi sekunder sehingga timbul abses.
 Konjungtivitis Steven Johnson
Pengobatan bersifat simptomatik dengn pengobatan umum berupa
kortikosteroid sistemik dan infus cairan antibiotik. Pengobatan lokal
pada mata berupa pembersihan sekret yang timbul , midriatika,
steroid topikal dan mencegah simblefaron. Pemberian kortikosteroid
harus hati-hati terhadap adanya infeksi herpes simpleks.

11. Trakoma

Pengobatan trakoma dengan tetrasiklin 1 - 1,5 gr/hari peroral diberikan


dalam 4 dosis selama 3 - 4 minggu, doxycyclin 100 mg peroral 2x sehari
selama 3 minggu atau erythromycin 1 g/hari peroral dibagi dalam 4 dosis
selam 3 - 4 minggu. Pencegahan dilakukan dengan higiene yang baik,
makanan yang bergizi. Penyulit trakoma adalah enteropion, trikiasis,
simblefaron, kekeruhan kornea dan xerosis/kertitis sika.

12. Konjungtivitis Dry Eyes

Pengobatan tergantung pda penyebabnya dan air mata buatan yang


diberikan selamanya. Penyulit yang dapat terjadi adalah ulkus kornea,

19
infeksi sekunder oleh bakteri, dan parut kornea dan neovaskularisasi
kornea.

13. Defisiensi Vitamin A

Pemberian vitamin A akan memberikan perbaikan nyata dalam 1 - 2


minggu. Defisiensi vitamin A diberikan dosis 30.000 unit/hari selama 1
minggu. Kebutuhan vitamin A adalah 1.500 - 5.000 IU/hari (anak-anak
sesuai usia) 5.000 IU (dewasa).

Pemberian obat gangguan protein kalori malnutrisi dengan menambah


vitamin A, sehingga perlu diberikn perbaikan gizi pasien.

14. Toksik Konjungtivitis Folikular

Pengobatan dengan menghentikan penyebab, pemakaian tetesan yang


ringan atau sama sekali tanpa tetesan.

15. Keratokonjungtivitis Limbus Superior

Pengobatan yang tepat belum ada, karena penyebabnya belum jelas.


Dapat diberikan pengobatan secara simptomatik berupa tetes mata
dekongestan, zinc sulfat, meril selulosa, polivinil alkohol, kortikosteroid
atau antibiotik. Dapat juga diberikan AgNO3 0,5% yang diusapkan pada
konjungtiva tarsus superior.

16. Konjungtivitis Membranosa

Diobati sebagai difteri, berupa penisilin, serum antidifteria.

20
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Mata merah timbul akibat terjadinya perubahan warna bola mata yang
sebelumnya berwarna putih menjadi merah. Mata terlihat merah akibat
melebarnya pembuluh darah konjungtiva yang terjadi pada peradangan mata
akut, misalnya pada keratitis, pleksus arteri konjungtiva permukaan melebar,
pada iritis dan glaukoma akut kongestif dan lain-lain. Selain itu, mata merah
juga dapat terjadi akibat pecahnya salah satu dari pembuluh darah yang ada
di konjungtiva dan darah tertimbun di bawah jaringan konjungtiva, Keadaan
itu disebut perdarahan subkonjungtiva

3.2 Saran
Setelah mempelajari tentang kelainan mata merah tanpa penurunan
penglihatan, sebagai mahasiswa kedokteran harus mengerti dan memahami
diagnosis yang telah dibahas dalam laporan ini. Kami juga mengharapkan
kritik dan saran dari dosen-dosen pengajar karena masih banyak kekurangan
dari segi diskusi kelompok dan penulisan laporan. Semoga laporan ini
bermanfaat dalam membantu proses pembelajaran dan dapat menjadi
sumber informasi yang baik dalam perkembangan ilmu pengetahuan.

21
Daftar Pustaka

American Academy of Ophthalmology. Conjunctivitis Preferred Practice Pattern


(American Academy of Ophthalmology. San Francisco: American Academy of
Ophthalmology; 2018. p. 118-123.

Vaughan, Asbury. Oftalmologi umumEdisi ke-17. Jakarta: EGC; 2019. hal.99.

Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata, edisi 5. Jakarta:Badan Penerbit


FKUI;2015

22

Anda mungkin juga menyukai