Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH

ALOPECIA ANDROGENETIC, KELOID,

DAN KERATOSIS SEBOROIK

Dosen Pengampu Mata Kuliah:

Ginanjar Sasmito Adi, S. Kep., M. Kep.

Disusun Oleh Kelompok 8:

1. Singgih Irawantoro 1511011076


2. Safira Bibi 1511011077
3. Febrian Rahmatulloh 1511011078
4. Qashuraini 1511011080

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
TAHUN AKADEMIK 2017/ 2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulisan makalah dengan judul ALOPECIA ANDROGENETIC, KELOID,DAN
KERATOSIS SEBOROIK dapat diselesaikan. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi
salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Sistem Integumen program studi S-1
Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan.

Makalah ini disusun untuk memberikan kontribusi bahan bacaan dan referensi untuk
pihak-pihak yang membutuhkan. Selain itu untuk memberikan bantuan bahan bacaan.

Makalah ini disusun tidak lepas dari bantuan pihak-pihak yang sangat bermanfaat.
Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih. Semoga segala bantuan dan bimbingan
yang telah diberikan kepada penulis mendapat imbalan yang sesuai dari Allah SWT. Penulis
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang untuk perbaikan makalah ini.

Penulis

ii
DAFTAR ISI

JUDUL .................................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................................................ ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1


1.1 LATAR BELAKANG ................................................................................................. 1
1.2 RUMUSAN MASALAH ............................................................................................. 2
1.3 TUJUAN ...................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ALOPECIA ANDROGENETIC................................................ 4


2.1 DEFINISI ..................................................................................................................... 4
2.2 ETIOLOGI ................................................................................................................... 4
2.3 PATOFISIOLOGI........................................................................................................ 5
2.4 MANIFESTASI KLINIS ............................................................................................. 6
2.5 PENATALAKSANAAN ............................................................................................. 6
2.6 ASUHAN KEPERAWATAN ..................................................................................... 7

BAB III PEMBAHASAN KELOID ..................................................................................... 10


3.1 ANATOMI EPIDERMIS............................................................................................. 10
3.2 DEFINISI ..................................................................................................................... 11
3.3 ETIOLOGI ................................................................................................................... 11
3.4 PATOFISIOLOGI........................................................................................................ 12
3.5 MANIFESTASI KLINIS ............................................................................................. 14
3.6 PENATALAKSANAAN ............................................................................................. 16
3.7 ASUHAN KEPERAWATAN ..................................................................................... 18

BAB IV PEMBAHASAN KERATOSIS SEBOROIK ........................................................ 21


4.1 DEFINISI ..................................................................................................................... 21
4.2 ETIOLOGI ................................................................................................................... 21
4.3 PATOFISIOLOGI........................................................................................................ 21
4.4 MANIFESTASI KLINIS ............................................................................................. 22
4.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG................................................................................. 24
iii
4.6 PENATALAKSANAAN ............................................................................................. 25
4.7 ASUHAN KEPERAWATAN ..................................................................................... 28

BAB V PENUTUP.................................................................................................................. 34
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 35

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Alopecia androgenetic pada laki-laki yang dikenal dengan male pattern baldness
adalah penyebab tersering kerontokan rambut pada laki-laki, dikhususkan karena progresi
dari kerontokan rambut yang terjadi berpola. Pola kerontokan berbeda dengan perempuan
lebih rendah. Alopecia adrogenetik sangat bervariasi ditentukan oleh adanya peredaran
androgen yang cukup dan derajat presdisposisi genetik, walaupun ini merupakan fenomena
fisiologis, alopesia adrogenetik dapat memberikan implikasi sosial yang dalam pada
penderita karena perubahan yang signifikan pada penampilan.

Keloid adalah kelainan kulit yang terjadi akibat deposisi kolagen secara berlebihan
selama proses proliferasi penyembuhan luka. Deposisi kolagen terus terjadi kerena sintesis
kolagen jauh lebih hebat dibandingkan degradasinya, sehingga keloid dapat juga dikatakan
sebagai tumor jinak. Keloid merupakan pertumbuhan jaringan ikat padat hiperproliferatif
jinak akibat respon penyembuhan luka abnormal, Keloid terjadi karena sintesis dan
penumpukan kolagen yang berlebihan dan tidak terkontrol pada kulit yang sebelumnya
terjadi trauma dan mengalami penyembuhan luka. Keloid berbeda dengan skar hipertropik
karena keloid menyebar melewati garis batas luka awal, menginvasi kulit normal di
sekitarnya,tumbuh mirip pseudotumor dan cenderung rekuren setelah eksisi

Keratosis merupakan suatu istilah klinis yang sering dipakai untuk semua lesi yang
disebabkan oleh peningkatan pembentukan keratin yang tidak disebabkan oleh proses
peradangan. Secara histopatologis, istilah keratosis tidak dapat diterima sebagai diagnosis
klinis, karena keratosis seboroik adalah suatu papiloma dan lebih tepat disebut sebagai veruka
seboroik. Walaupun demikian istilah keratosis masih terus digunakan.

Keratosis seboroik merupakan tumor jinak kulit yang paling banyak muncul pada
orang yang sudah tua, sekitar 20% dari populasi dan biasanya tidak ada atau jarang pada
orang dengan usia pertengahan. Keratosis seboroik memiliki banyak manifestasi klinik yang
bisa dilihat, dankeratosis seboroik ini terbentuk dari proliferasi sel-sel epidermis kulit.
Keratosis seboroik dapat muncul dalam berbagai bentuk lesi, bisa satu lesi ataupun tipe lesi
yang banyak atau multipel.

1
Walaupun tidak ada faktor etiologi khusus yang dapat diketahui, keratosis seboroik
lebih sering muncul pada daerah yang terpapar sinar matahari, terutama pada daerah leher
dan wajah, juga daerah ekstremitas.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang dimaksud Alopecia Androgeni
2. Bagaimana Etiologi dari Alopecia Androgenik
3. Bagaimana Patofisiologi dari Alopecia Androgenik
4. Bagaimana Manifestasi Klinis Alopecia Adrogenik
5. Bagaimana Asuhan Keperawatan Alopecia Adrogenik
6. Bagaimana anatomi kulit manusia
7. Apa yang dimaksud dengan keloid
8. Bagaimana etiologi dari keloid
9. Bagaimana patofisiologi dari keloid
10. Bagaimana cara manifestasi keloid
11. Bagaimana penatalaksanaan keloid
12. Bagaiman asuhan keperawatan tentang keloid
13. Apa yang dimaksud dengan keratosis seboroik
14. Bagaimana etiologi dari keratosis seboroik
15. Bagaimana gejala klinik keratosis seboroik
16. Bagaimana diagnosis keratosis seboroik
17. Apa saja jenis keratosis seboroik
18. Bagaimana penatalaksanaan keratosis seboroik

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui Definisi Alopecia Androgenik
2. Untuk mengetahui Etiologi Alopecia Adrogenik
3. Untuk mengetahui Patofisiologi Alopecia Adrogenik
4. Untuk mengetahui Manifestasi Klinis Alopecia Adrogenik
5. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Alopecia Adrogenik
6. Untuk mengetahui anatomi kulit manusia
7. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan keloid
8. Untuk mengetahui etiologi dari keloid

2
9. Untuk mengetahui patofisiologi dari keloid
10. Untuk mengetahui cara manifestasi keloid
11. Untuk mengetahui penatalaksanaan keloid
12. Untuk mengetahui asuhan keperawatan tentang keloid
13. Untuk mengetahui definisi keratosis seboroik
14. Untuk mengetahui etiologi dari keratosis seboroik
15. Untuk mengetahui gejala klinik keratosis seboroik
16. Untuk mengetahui diagnosis keratosis seboroik
17. Untuk mengetahui jenis keratosis seboroik
18. Untuk mengetahui penatalaksanaan keratosis seboroik

3
BAB II
PEMBAHASAN
ALOPESIA ANDROGENETIK

2.1 DEFINISI

Alopesia androgenetik adalah kebotakan rambut yang disebabkan kerentanan folikel


rambut terhadap androgen yang mengakibatkan miniaturisasi. Alopesia androgenetik pada
laki-laki sering disebut juga male pattern hair loss, sedangkan pada wanita disebut female
pattern hair loss. Kelainan tersebut merupakan penyebab kebotakan rambut yang paling
sering, mengenai 70% laki-laki dan 40% wanita sepanjang kehidupannya. Pada folikel
rambut terjadi penurunan progresif fase anagen, peningkatan fase telogen, dan miniaturisasi
folikel rambut skalp. Classic pattern baldness pada laki-laki ditandai dengan kemunduran
garis rambut pada daerah dahi, penipisan rambut pada vertex (crown), menyisakan rambut
pada bagian tepi skalp. Sangat jarang kondisi ini berlanjut menjadi kebotakan komplit. Pada
wanita ditandai dengan penipisan difus rambut di daerah skalp. Faktor genetik dan
lingkungan berperan penting, namun berbagai etiologi lain masih belum diketahui. Diagnosis
pada laki-laki biasanya ditegakkan secara klinis. Pada wanita diagnosis membutuhkan
evaluasi diagnostik yang lebih kompleks. Kebotakan fase awal dapat diperlambat atau diatasi
dengan obat minoksidil dan finasterid yang sudah direkomendasikan oleh FDA. Pada
kebotakan yang sudah lanjut biasanya resisten atau tidak responsif terhadap terapi medis dan
membutuhkan tindakan transplantasi rambut.

2.2 ETIOLOGI
Alopesia androgenetik pada laki-laki dihubungkan dengan berbagai kondisi medis,
yaitu penyakit jantung koroner, hipertrofi dan kanker prostat, kelainan resistensi insulin
(diabetes dan obesitas), serta hipertensi. Alopesia androgenetik pada wanita dihubungkan
dengan peningkatan risiko sindrom ovarium polikistik dan penyakit arteri koroner.Penelitian
di Finlandia dan penelitian dengan otopsi menemukan hubungan antara alopesia androgenetik
dengan gangguan insulin (hipertensi dan diabetes melitus), pembesaran prostat, penyakit
arteri koroner dan sudden
cardiac death.
Alopesia androgenetik pada laki-laki berkaitan dengan androgen. Beberapa hal yang
menyokong hal tersebut adalah pada laki-laki yang dikastrasi sebelum pubertas tidak pernah

4
muncul kelainan alopesia androgenetik. Kebotakan tidak terjadi pada individu XY yang gagal
mengekspresikan gen reseptor androgen. Proses kebotakan dipengaruhi oleh
dihidrotestosteron yang memiliki afinitas terhadap reseptor androgen. Walaupun testosteron
penting untuk terjadinya alopesia androgenetik, namun diperlukan predisposisi genetik.
Penelitian pada manusia dewasa kembar ditemukan prevalensi 80-90% pada kembar
monozigot. Frekuensi lebih tinggi pada laki-laki yang ayahnya juga menderita alopesia
androgenetik. Osborn menyebutkan bahwa alopesia androgenetik diturunkan secara
autosomal dominan,sedangkan dari hasil evaluasi terbaru ditemukan bahwa penurunannya
secara poligenik.Dari studi eksperimental diketahui adanya pelepasan faktor penghambat
pertumbuhan rambut (transforming growth factor-) oleh androgen stimulated fibroblast
dari folikular papila dermis.Peran androgen sebagai faktor etiologi pada wanita kurang jelas
dibandingkan laki-laki. Sampai saat ini belum berhasil diidentifikasi adanya lokus genetik
yang berhubungan dengan female pattern hair loss. Beberapa penelitian menemukan
peningkatan kadar androgen bersirkulasi dan peningkatan frekuensi sindrom ovarium
polikistik pada wanita dengan female pattern hair loss yang berkembang lambat. Pada banyak
wanita tidak ditemukan keadaan hiperandrogen baik secara laboratoris maupun gambaran
klinis serta tidak menunjukkan respons terhadap terapi anti androgen.

2.3 PATOFISIOLOGI
Perbedaan kadar enzim 5 reduktase tipe I dan II, sitokrom P-450-aromatase dan
reseptor androgen pada folikel rambut wanita dengan alopesia androgenetik dibandingkan
laki-laki dengan alopesia androgenetik. Sampel diambil dari 24 orang pasien alopesia
androgenetik berusia 18-33 tahun dengan melakukan biopsi kulit kepala daerah frontal dan
oksipital. Baik pada wanita
maupun laki-laki didapatkan kadar reseptor dan enzim 5 reduktase tipe I dan II lebih
tinggi pada folikel rambut daerah frontal dibandingkan oksipital. Reseptor androgen folikel
rambut daerah frontal pada wanita 40% lebih rendah dibandingkan laki-laki pada daerah
yang sama. Sitokrom P450 aromatase pada folikel rambut wanita di daerah frontal 6x lebih
tinggi dibandingkan laki-laki pada lokasi yang sama. Pada folikel rambut wanita didapatkan
kadar enzim 5 reduktase tipe I dan II masing-masing 3-3,5 kali lebih sedikit dibandingkan
pada laki-laki. Perbedaan kadar reseptor androgen dan steroid-converting enzymes
memberikan kontribusi pada perbedaan gambaran klinis alopesia androgenetika pada wanita
dan laki-laki.

5
2.4 MANIFESTASI KLINIS
Alopesia androgenik timbul pada akhir umur dua puluh atau awal umur tiga puluhan.
Rambut rontok secara bertahap dimulai dari bagian verteks dan frontal. Garis rambut anterior
menjadi mundur dan dahi menjadi terlihat lebar. Puncak kepala menjadi botak. Beberapa
varian bentuk kerontokan rambut dapat terjadi, tetapi yang tersering adalah bagian
frontoparietal dan verteks menjadi botak.
Folikel membentuk rambut yang lebih halus dan berwarna lebih muda sampai
akhirnya sama sekali tidak terbentuk rambut terminal. Rambut velus tetap terbentuk
menggantikan rambut terminal. Bagian parietal dan oksipital menipis.
Adapun gejala klinis alopesia androgenik menurut Hamilton:
Tipe I : Rambut masih penuh
Tipe II : Tampak pengurangan rambut pada kedua bagian temporal; pada tipe I dan II
belum terlihat alopesia
Tipe III : Border line
Tipe IV : Pengurangan rambut daerah frontotemporal, disertai pengurangan rambut
bagian midfrontal
Tipe V : Tipe IV yang menjadi lebih berat
Tipe VI : Seluruh kelainan menjadi satu
Tipe VII : Alopesia luas dibatasi pita rambut jarang
Tipe VIII : Alopesia frontotemporal menjadi satu dengan bagian vertex
Pada wanita tidak dijumpai tipe VI sampai dengan VIII, kebotakan pada wanita
tampak tipis dan disebut female pattern baldness. Kerontokan terjadi secara difus mulai dari
puncak kepala. Rambutnya menjadi tipis dan suram. Sering disertai rasa terbakar dan gatal.

2.5 PENATALAKSAAN
2.5.1 Terapi medikamentosa
Hanya ada 2 macam obat yang diindikasikan untuk pengobatan alopesia androgenik
oleh US Food and Drug Administration (FDA), yaitu Minoxidil dan Finosteride. Minoxidil
memperpanjang fase anagen dan meningkatkan suplai darah ke folikel rambut. Sediaan
Minoxidil yaitu larutan 2% dan 5%. Finasteride diberikan secara oral dan merupakan 5-alpha
reduktase tipe 2 inhibitor. Obat ini bukan antiandrogen. Obat ini hanya dapat digunakan pada
pria karena dapat menyebabkan ambiguous genitalia pada perkembangan janin. Finasteride
telah terbukti memperlambat perkembangan alopesia androgenik dan merangsang
pertumbuhan rambut yang baru.
6
2.5.2 Terapi Bedah
Semua prosedur bedah merupakan upaya untuk menyebarkan parietal dan oksipital rambut
tipis atas sisa kulit kepala. Rambut dapat didistribusikan menggunakan autografts atau flaps.
Cangkokan yang sebagian besar dilakukan seluas 4 mm, namun hasil yang lebih baik dicapai
dengan 'micrografts', yang dapat dimanipulasi untuk menghasilkan garis rambut frontal agar
terlihat alami. Pengurangan area alopesia dengan penghilangan elips dari kubah atau operasi
berulang mencakup bagian atas kepala dengan peregangan parietal sisa kulit kepala.
Pengembangan teknik telah berhasil digunakan untuk mengembalikan alopesia pasca-trauma.
Implantasi serat buatan telah digunakan untuk alopesia androgenik tetapi berpotensi
menimbulkan reaksi benda asing dan infeksi.

2.6 ASUHAN KEPERAWATAN


2.6.1 PENGKAJIAN
1. Identitas klien
2. Keluhan utama
3. Riwayat penyakit sekarang
Kapan pasien mengalami maslah rambut, pada bagian mana pertama kali terkena,
apakah pasien dapat menjelaskan kelainan tersebet berawal.
4. Riwayat penyakit dahulu
Apakah masalah rambut yang dideritanya pernah terjadi sebelumnya
5. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada diantara anggota keluarga anda yang mengalami masalah rambut seperti
ini
6. Riwayat psikososial
7. Kebiasaan sehari-hari
8. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Pasien berada dalam ruangan dalam penerangan yang baik.
Catat warna rambut klien
Lesi yang abnormal
Mobilitas kondisi rambut
Gejala gatal- gatal
Kerontokan rambut

7
b. Palpasi
Dalam melakukan tindakan ini pemeriksa harus menggunakan sarung tangan.
Tindakan ini dimaksudkan untuk memeriksa:
Sibak rambut klien untuk melihat distribusi
Tekstur rambut
Kerontokan
2.6.2 Diagnosis
1. Gangguan konsep diri (body image ) b.d perubahan penampilan fisik
2. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penyakit (alopesia
androgenetik)
3. Kurang pengetahuan terhadap penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d
kurang pemajanan, kesalahan interpretasi, kurang informasi
2.6.3. PERENCANAAN
DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI
HASIL
Gangguan konsep diri(body Tujuan: ganguan konsep diri 1. Pain Management:
image) b.d perubahan klien teratasi dalam waktu a. Kaji makna kehilangan
penampilan fisik 2x24 jam / perubahan pada
KH: pasien/ orang terdekat.
a. Menyatakan
penerimaan situasi b. Kolaborasi dengan
diri keluarga untuk
memberikan motivasi
b. Bicara dengan pada pasien.
keluarga/orang
terdekat tentang c. Meningkatkan perilaku
situasi , perubahan positif dan memberikan
yang terjadi kesempatan untuk
menyusun tujuan dan
c. Membuat tujuan rencana masa depan
realitas/ rencana berdasarkan realita.
untuk masa depan

8
Risiko kerusakan integritas Tujuan: kerusakan integritas 1. Pain Management
kulit berhubungan dengan kulit teratasi dala waktu
penyakit (alopesia 2x24 jam
androgenetik) KH: a. Kaji keadaan kulit kepala
a. Tidak terjadi iritasi
pada kulit kepala b. Anjurkan klien
klien menggunakan pelindung
kepala ( topi / rambut
b. kepala tidak terasa palsu ).
gatal.
Kurang pengetahuan terhadap Tujuan: kurang pemajanan, 1. Pain management
penyakit, prognosis dan kesalahan interpretasi,
kebutuhan pengobatan b.d kurang informasi teratasi a. ajarkan bagaimana
kurang pemajanan, kesalahan dalam waktu 2x 24 jam perawatan pada
interpretasi, kurang informasi KH: rambutnya yang
a. pasien mengerti dan mengalami
paham tentang kerontokan.
kondisi, prognosis, b. Agar klien
dan pengobatan mengetahui tentang
b. pasien dapat alopesia, penyebab,
mengerti tentang tanda dan gejala dan
tindakan pengobatan pengobatannya.
dan terapi
c. Agar klien dapat
c. melakukan merawat rambutnya
perubahan pola
hidup tertentu dan
berpartisipasi dalam
program pengobatan.

9
BAB III
PEMBAHASAN
KELOID

3.1 Anatomi epidermis

Lapisan kulit Terbagi menjadi Epidermis (Lapisan Luar atau Kulit Ari), Dermis
(Lapisan Dalam atau Kulit Jangat) , dan Hipodermis (Lapisan pengikat Bawah kulit atau
Lapisan Lemak kulit)

1. Lapisan Epidermis memiliki tebal kurang lebih 0,1 mm dan terdiri atas empat lapisan
jaringan epitel. Setiap Lapisan pada Epidermis memiliki ciri khas tersendiri, Lapisan
Epidermis ini tidak memiliki pembuluh darah, sehingga ia mendapatkan suplai nutrisi
2. Lapisan Dermis (Kulit Jangat) adalah lapisan kulit yang terdiri atas pembuluh darah,
kelenjar minyak, kantung rambut, ujung ujung saraf indra, dan kelenjar keringat.
Pembuluh darah pada lapisan ini sangat luas sehingga mampu menampung sekitar 5
% dari jumlah darah di seluruh tubuh
3. Hipodermis (Jaringan ikat Bawah Kulit) merupakan jaringan ikat yang terletak di
bawah lapisan dermis, namun batas pemisah antara bagian Hipodermis dengan bagian
dermis ini tidak jelas. Lapisan ini merupakan tempat penyimpanan lemak dalam
tubuh, sehingga sering juga dikenal dengan Lapisan Lemak Bawah Tubuh. Lemak
tersebut berfungsi untuk melindungi dari benturan benda keras, sebagai penjaga suhu

10
tubuh karena lemak dapat menyimpan panas, dan sebagai sumber energi cadangan.
(https://www.docdoc.com/id/info/condition/keloid)

3.2 DEFINISI KELOID


Keloid adalah tumor jinak jaringan ikat yang tumbuh secara berlebihan meluas
melewati defek asal. (Ajab K, 2006). Keloid adalah jaringan parut yang tumbuh melebihi area
luka / cedera pada kulit yang menyembuh,sedangkan keloidosis yaitu keloid multipel atau
pertumbuhan berulang keloid meski tidak pada tempat yang sama. (Gentur S,2011).

3.3 ETIOLOGI

Keloid tidak diketahui penyebabnya tetapi sejumlah faktor pencetus misalnya operasi,
tato, gigitan, vaksinasi, trauma tumpul, luka bakar dan luka tindik pada daun telinga.
Terdapat peran growth factor pada pembentukan keloid,yaitu peningkatan kadar TGF beta.
(Gentur S,2011). Keloid mungkin terjadi spontan atau mungkin familial.Demikian pula
banyak penyakit dermatologis lainnya yang berhubungan dengan pembentukan keloid.
Selain itu juga salah satu penyebab keloid yaitu:
1. Faktor usia
Jaringan kolagen pada kulit orang yang lanjut usia akan berkurang secara alami,
Kondisi ini menyebabkan jika ada luka pada bagian tubuh tertentu akan rentan
menimbulkan munculnya keloid.
2. Genetika
Keloid dapat mudah muncul pada orang orang yang memiliki keturunan keloid
yang diturunkan dari kedua orangtuanya. Genetika keloid berhubungan dengan
kemampuan jaringan luka memperbaiki dirinya sendiri. Sedangkan pada genetika
keloid, Sistem perbaikan jaringan kulit yang rusak akibat luka cenderung lebih
lambat sehingga memungkinkan mempercepat munculnya keloid.
3. Bekas jerawat
Bekas jerawat kerab sekali menjadi pemicu munculnya keloid, Kondidsi mudah
terjadi pada orang orang yang mempunyai kulit yang sensitif dan mudah luka ketika
jerawat berusaha di obati.
4. . Bekas cacar
Cacar air adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus yang merusak
jaringan kulit bagian dalam. Jika cacar sudah dalam kondisi kering maka penularan
akan lebih besar menyerang orang orang sehat disekitarnya. Bekas luka cacar
11
seringkali menimbulkan jejak berupa gundukan kulit baru atau keloid akibat
regenerasi kulit yang tidak normal akibat efek buruk dari serangan virus yang telah
menjangkiti beberapa minggu sebelum cacar disembuhkan.
5. Akibat luka bakar
Luka bakar ringan atau berat dapat menyebabkan munculnya keloid karena luka
bakar menyebabkan kerusakan pada jaringan dan sel sel kulit yang cukup dalam
sehingga kulit akan memperbaiki dirinya sendirinya dengan proses pertumbuhan
kulit yang baru.
6. Akibat proses pembedahan (operasi)
Bekas luka sayatan pisau bedah dapat menyebabkan keloid dimana jaringan yang
telah mengalami kerusakan akibat sayatan tersebut akan menimbulkan regenerasi
berupa pertumbuhan kulit baru berupa gundukan kulit atau benjolan yang berwarna
kemerahan.
7. Suntikan vaksinasi
Suntikan vaksinasi adalah penyebab munculnya keloid paling sering dialami para
wanita tua maupun muda. Keloid muncul berhubungan dengan efek samping zat
kimia dari vaksin dan jarum
yang digunakan.

3.4 PATOFISIOLOGI

Patofisiologi keloid belum sepenuhnya diketahui. Banyak penelitian yang telah


menguji patofisiologi keloid dari tingkat seluler.

1. Aktifitas Fibroblast Abnormal

Fibroblast keloid menghasilkan kolagen yang sangat tinggi juga elastin, fibronektin,
dan proteoglikan serta chondroitin 4 sulfat (C4S). Fibroblast keloid menghasilkan kolagen
tipe I dan memiliki kapasitas untuk berproliferasi, 20 kali lebih besar dibandingkan dengan
kulit normal. Pada keloid juga terjadi penurunan degradasi kolagen, hal ini disebabkan C4S
yang meningkat membuat serat kolagen sukar didegradasi, selain itu ditemukan penurunan
enzim collagenase inhibitor seperti -antitrypsin 2-macroglobulin. 2,7-9

2. Reaksi Immune yang tidak normal

Beberapa teori mengatakan bahwa keloid dihasilkan oleh reaksi imun spesifik. Kadar
immunoglobin (Ig) yang ditemukan meningkat pada keloid antara lain: IgA, IgG, IgM, dan
IgC3. Diduga bahwa antigen memiliki peranan pada terbentuknya keloid. Kenaikan serum

12
IgE yang menjadi mediator histamin oleh sel mast juga ditemukan pada orang dengan keloid.
Histamin berhubungan dengan sintesis kolagen dengan menghambat lysil oksidase kolagen
yang bertanggung jawab terhadap cross-linking kolagen, sehingga memberi kontribusi
peningkatan jumlah kolagen pada keloid. Aktifitas metabolik sel mast juga berperan dan
mendasari terjadinya rasa gatal yang sering bersama dengan penyakit ini. 2,7,8

3. Peningkatan produksi asam hyaluronat

Asam hyaluronat merupakan glikosaminoglikan yang terikat pada reseptor permukaan


fibroblast dan memiliki peranan penting dalam mempertahankan sitokin yang terlokalisasi ke
sel, salah satunya adalah TGF-1. Produksi asam hyaluronat meningkat pada fibroblast
keloid, dan kadarnya kembali normal setelah pengobatan dengan triamcinolone. Beberapa
peneliti lain menentang hasil ini, dengan menemukan kadar asam hyaluronat yang lebih
rendah dalam dermis koloidal jika dibandingkan dengan epidermis. Perubahan distribusi yang
tidak normal ini, menunjukkan karakteristik fibrosis pada lesi. 2

4. Peningkatan kadar growth factor dan sitokin

Transforming growth factor- (TGF-) memiliki tiga sub-tipe yaitu: tipe 1, 2 dan 3.
Tipe 1 dan 2 menstimulasi fibroblast, ditemukan meningkat pada skar hipertrofi dan keloid.
Pada keloid, TGF- terkait dengan peningkatan sintesis kolagen fibronektin oleh fibroblast.
Peningkatan kadar TGF-1 mempengaruhi matrik ekstraseluler dengan menstimulasi sintesis
kolagen dan mencegah penguraiannya. TGF-2 dapat mengaktifkan fibroblast pada keloid.
Disamping itu insulin like growth factor-1 (IGF-1) ditemukan juga meningkat pada keloid,
dimana fungsinya meregulasi, proliferasi, diferensiasi dan pertumbuhan sel. 2,7

Penelitian lain telah menunjukkan adanya kadar interleukin 6 (IL-6) yang meningkat
pada fibroblast keloid. IL-6 diduga sebagai rekursor produksi fibroblast dari sunsum tulang
ke sisi luka dan menstimulasi produksi kolagen yang berlebihan sedangkan IL-13 akan
menghambat degradasi kolagen melalui penghambatan matriks metalloproteinase (MMP)
MMP-1 dan MMP-3 sehingga terjadi penumpukan kolagen. Sehingga terjadi penumpukan
kolagen. Sehingga sitokin ini juga bisa memiliki peranan dalam patogenesis keloid. 2

5. Pengaruh kadar melanin terhadap reaksi kolagen-kolagenase.

Melanin adalah suatu produk dari organel melanosum dalam melanosit yang bersifat
asam. Kepadatan kolagen akan sesuai dengan parut normal bila sintesis dan degradasi
kolagen berada dalam keseimbangan. Peranan pH sangat berpengaruh terhadap aktifitas
enzim. Terganggunya enzim degradasi menyebabkan produksi kolagen hasil sintesis menjadi
13
tidak terkontrol yang kemudian secara akumulasi akan terbentuk tumpukan kolagen yang
padat dan bermanifestasi sebagai suatu kelainan keloid. Enzim yang berperan sebagai
degradator adalah kolagenase, dapat bekerja maksimal pada pH 7,5. Hoopes dan Im
menemukan fosfatase asam pada keloid dapat meningkat sampai 10 kali jaringan ikat normal.

Patofisiologi lainnya antara lain nutrisi gen P53, tingkat apoptosis yang rendah,
peningkatan kadar plasminogen activator inhibitor 1 (PAI-1), hipoksia jaringan , peningkatan
kadar nitrit oksida, peningkatan kadar melanocyte stimulatif hormone (MSH), peningkatan
angiotensin converting enzyme (ACE), peningkatan Gli-1, protein onkogenik serta tegangan
pada luka.2 (http://journal.unair.ac.id)

3.5 MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis keloid berupa plak atau nodul kenyal, berwarna merah atau merah
muda (sering disertai telangiektasis), biasanya gatal dan nyeri, yang tidak dapat pulih secara
spontan dan ukurannya makin lebar seiring dengan waktu. 2,4 Lee et al melaporkan bahwa
dari 28 pasien keloid; 86% mengeluh gatal dan 46% mengeluh nyeri, gatal terutama pada tepi
lesi sedangkan nyeri pada bagian tengah lesi, dimana nyeri alodinia tercatat pada 43%
pasien.16 Keloid lebih sering muncul pada daerah kulit tebal, banyak bergerak dan teregang
seperti pada dada, bahu, punggung atas, leher belakang.14 Membedakan antara skar
hipertropik dengan keloid kadang-kadang sulit pada beberapa bulan setelah luka. Untuk itu
perlu pengenalan ciri dari kedua jenis parut tersebut pada pemantauan secara klinis
menyangkut waktu timbulnya, maturasi, bentuk dan letak parut serta respons terhadap terapi.

Tabel. 2.1 perbedaan Skar hipertropik dan keloid

Skar hipertropik keloid


Timbul segera/ dini setelah pembedahan Timbulnya lebih lambat bias sampai setahun
(dalam beberapa minggu atau beberapa
bulan)

Ada maturasi, cenderung regresi dalam Tidak ada maturasi, cenderung membesar
perjalanan waktu progres dengan perjalanan waktu

Terbatas pada daerah luka Tumbuh melewati batas luka

Ukuran parut sesuai dengan besarnya cedera Cedera minimal bisa menimbulkan parut
yang besar

14
Ada perbaikan dengan pembedahan Pembedahan sering membuat menjadi lebih
buruk

Tidak ada hubungan dengan ras Tidak ada hubungan dengan ras

Berikut ini adalah gambaran suatu skar hipertropik yang disebabkan cedera
pada tangan dan keloid pada daerah presternal

Gambar 2.1 Skar hipertropik setelah cedera Gambar 2.2 Keloid pada presternal.

Selain itu gejala yang timbul dari penyakit keloid yaitu:


a. Cenderung terasa gatal
b. Muncul gundukan kulit yang lebih menonol
c. Umumnya berwarna kemerahan atau merah muda
d. Bekas luka akan mengalami perubahan bentuk selama 3 bulan hingga satu tahun
untuk menjadi keloid
e. Keloid terasa lebih lembut dan mudah mengalami sensasi panas seperti terbakar
ketika terkena gesekan dengan pakaian
f. Jika digaruk mudah luka dan iritasi
g. Dapat tumbuh dibagian tubuh manapun
h. Lebih banyak diderita oleh kaum wanita, Hal ini berhubungan dengan hormon
yang memicu munculnya keloid
i. Berbentuk seperti gundukan, Benjolan, Terkadang menyerupai bentuk tambang
dan struktur permukaan kulit yang tidak rata
j. Kemerahan dan bahkan kecokelatan
15
k. Berupa gundukan atau kumpulan daging bekas luka yang merupakan rusaknya
jaringan ikat pada kulit bagian dalam

Apabila terasa gatal, berarti keloid sama sekali tidak berbahaya. Kekhawatiran utama
mengenai keloid biasanya berkaitan dengan kecantikan, terutama apabila keloid tumbuh di
bagian tubuh yang mudah terlihat, seperti wajah.

Gambar 1. Pembentukan keloid di berbagai tempat tubuh dan pada pasien yang
berbeda

3.6 PENATALAKSANAAN
Untuk menyembuhkan keloid dokter akan memberikan beberapa cara yang berbeda
sesuai dengan karakter keloid, hal ini karena Keloid pada setiap individu tidaklah sama,
Keloid ada yang mudah tumbuh membesar, Ada pula yang lambat untuk berkembang.
1. Pemberian suntikan steroid intralesi yang tujuannya agar bentuk keloid dapat
menghilang secara bertahap dan tidak meninggalkan jejak yang mencolok.
2. Penggunaan metode pengobatan cryotherapy yang mengandung zat nitrogen cair
langsung pada area keloid dengan cara injeksi. Tujuannnya untuk mengempiskan
struktur permukaan kulit yang menebal dan tidak rata selama satu bulan sesuai

16
anjuran dan prosedur dokter, Cara ini efektif tetapi dapat meninggalkan warna sedikit
gelap setelah pengobatan dinyatakan berhasil.
3. Pembedahan yang dilakukan dengan cara menyuntikan cairan steroid pada bagian
keloid kemudian dokter akan mempersiapkan metode pemotongan keloid.
4. Penggunaan sinar laser yang tujuannya untuk mengempiskan, Menghilangkan dan
meratakan struktur kulit yang mengalami penebalan dan penggumpalan daging baru
yang berwarna kemerahan, Sehingga keloid benar benar hilang dan tisak terlihat lagi.
5. Penggunaan sinar radiasi khusus yang gunanya untuk menghilangkan keloid beserta
warnanya sehingga kulit yang ditumbuhi keloid dapat kembali normal dan rata seperti
kondisi kulit disekitarnya, Cara ini dilakukan beberapa kali sesuai aturan yang
diberlakukan dokter.
6. Pemakaian cairan silikon dengan takaran yang disesuaikan dengan kondisi keloid,
yang dibalurkan langsung pada keloid.Tujuannya untuk mengempiskan keloid yang
membesar dan memudarkan warna gelapnya. Dapat juga disuntikan pada keloid
namun disesuaikan dengan pemeriksaan terlebiih dahulu.
7. Injeksi menggunakan obat cair jenis fluorouracil yaitu suntuikan kemoterapi yang
diformulasikan khusus untuk menghilangkan keloid yang biasanya dilakukan
beberapa kali.
8. Pemberian imiquimod topikal yaitu semacam obat oles (salep) yang biasanya adalah
rekomendasi dokter yang tujuannya untuk merangsang aktifnya sel sel interferan pada
kulit yahng ditumbuhi keloid sehingga keloid mudah untuk dihilangkan.
9. Pemberian obat oles jenis mederma proactive gel (anti keloid) yang mengandung
beberapa senyawa yang aktif mengurangi rasa gatal dan nyeri serta mengempiskan
keloid, Diantarnya zat prufiedwater, Xhanthan gum, Allantoin , Allium cepe extr.
10. Menyuntikan pada jaringan ikat yang rusak dengan cairan retinoid yang biasanya
digunakan untuk mengatasi masalah jerawat. Retinoid terbukti mampu memperbaiki
kerusakan jaringan parut dari dalam dan memblokir pertumbuhan keloid agar tidak
meluas atau tumbuh lebih besar.
11. Pemberian obat topikal bentuk salep anti keloid bernama dermatix ultra gel yang
diformulasikan untuk mengatasi bekas luka yang ditumbuhi jaringan baru ataun
keloid dengan diameter yang cukup lebar.
12. Pemberian obat oles jenis kenacort-A yang didalamnya mengandung zat
Tirmacinolone Acetonideyang terbukti secara klinis mampu menghilangkan keloid

17
hingga kulit rata dengan warna yang kembali normal seperti kulit yang tidak terkena
keloid.
13. Pemberian obat salep topikal jenis Lana keloid-E cream yang didalamnya terdapat
senyawa cantella asiatica phytome dan vitamin E yang dipercaya dapat
mengempiskan keloid, Meredakan rasa gatal dann nyeri hingga penyemuhan keloid
secara tuntas.
14. Pada tahap awal dokter akan merekomendasikan pemakaian obat jenis
hurandrenolide, Jenis tacrolimus, Methorexate, Fluocinonide atau pentoxitylline
dengan dosis yang disesuaikan dengan kondisi keparahan keloid yang sedang
berlangsung.

3.7 ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1. Identitas klien
2. Keluhan utama
3. Riwayat penyakit sekarang
Kapan pasien mengalami maslah kulit pada bagian mana pertama kali terkena,
apakah pasien dapat menjelaskan gangguan tersebet berawal.
4. Riwayat penyakit dahulu
Apakah masalah yang dideritanya pernah terjadi sebelumnya
5. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada diantara anggota keluarga anda yang mengalami masalah seperti ini
6. Riwayat psikososial
7. Kebiasaan sehari-hari
8. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Pasien berada dalam ruangan dalam penerangan yang baik.
Lesi yang abnormal
Mobilitas kondisi kulit
Gejala gatal- gatal
b. Palpasi

18
Dalam melakukan tindakan ini pemeriksa harus menggunakan sarung tangan.
Tindakan ini dimaksudkan untuk memeriksa, Periksa seluruh permukaan kulit dibawah
cahaya yang baik.inspeksi dan palpasi setiap area
Warna kulit
Kelembapan kulit
Tekstur pada kulit
Mobilitas kemudahan lipatan kulit untuk dapat digerakan

B. Diagnosis
1. Gangguan konsep diri(body image) b.d perubahan penampilan fisik
2. Gangguan rasa nyaman b.d merasa kurang senang dengan situasi d.d gejala terkait
penyakit
3. Kerusakan integritas jaringan b.d adanya lesi kemerahan

C. Perencanaan
Diagnosa keperawatan Tujuan & kriteria hasil Intervensi
Gangguan konsep diri Tujuan:gangguan konsep 1. Pain management:
(body image) b.d diri klien teratasi dalam
perubahan penampilan waktu 2x24 jam a. Kaji makna
fisik KH: kehilangan/perubahana
a. Menyatakan pada pasien/orang
penerimaan situasi terdekat
diri b. Kolaborasi dengan
b. Bicara dengan keluarga untuk
keluarga/orang memberikan motivasi
terdekat tentang pada pasien
situasi, perubahan c. Meningkatkan prilaku
yang terjadi positif dan memberikan
c. Membuat tujuan kesempatan untuk
realitas/rencana menyusun tunjuan dan
untuk masa depan rencana masa depan
berdasarkan realita
Gangguan rasa Tujuan:gangguan rasa 1. penurunan

19
nyaman b.d merasa nyaman klien teratasi kecemasan
kurang senang dengan dalam waktu 2x24 jam
situasi d.d gejala KH:
terkait penyakit a. Gunakan
a. mampu pendekatan yang
mengontrol menyenangkan
kecemasan
b. kualita tidur dan b. Intruksikan pasien
istirahat adekuat menggunakan
tekhnik relaksasi
Kerusakan integritas Tujuan: Kerusakan 1. Pain management
jaringan b.d adanya integritas jaringan klien
lesi kemerahan teratasi dalam waktu 2x24 a. kaji ukuran, warna
jam kedalaman luka,
KH: perhatikan jaringan
a. Menunjukkan nekrotik dan kondisi
regenerasi jaringan sekitar luka
b. Mencapai c. pertahankan posisi
penyembuhan tepat yang diinginkan dan
pada waktunya imobilisasi area bila
diindikasikan
-jaga kulit agar tetap
bersih dan kering

20
BAB IV
PEMBAHASAN
KERATOSIS SEBOROIK
.
4.1 Definisi
Keratosis seboroik adalah tumor jinak yang sering dijumpai pada orang tua berupa
tumor kecil atau makula hitam yang menonjol diatas permukaan kulit. (Siregar, 2005).
Keratosis seboroik merupakan suatu lesi jinak pada permukaan kulit yang mempunyai bentuk
seperti tahi lalat dan disebabkan oleh proliferasi keratinosit epidermal.

4.2 Etiologi
Sampai sekarang etiologi dari lesi keratosis seboroik belum diketahui dengan pasti.
Disebutkan bahwa penyakit ini berhubungan dengan factor genetic dengan pola penurunan
secara dominan autosomal. Faktor pertumbuhan epidermis dianggap berperan dalam
pembentukan keratosis seboroik. Meningkatnya jumlah sel yang bereplikasi menunjukkan
adanya hubungan dengan terjadinya keratosis seboroik ini.
Ada pula yang mengatakan diduga infeksi virus berdasarkan gambaran klinis
kutilnya. DNA dari human papiloma virus didapat pada 40 kasus keratosis seboroik genital
dan 42 dari 55 kasus keratosis seboroik non genital (76%). Ada pula yang mengatakan bahwa
terpapar sinar matahari (sinar ultraviolet) secara kronis yang menjadi penyebabnya, karena
keratosis seboroik biasanya terdapat pada bagian kulit yang paling sering terpajan sinar
matahari, dan sebagian tipe keratosis seboroik dapat terbentuk akibat radiasi sinar matahari
pada kulit manusia.

4.3 Patofisiologi
Epidermal Growth Faktor (EGF) atau reseptornya, telah terbukti terlibat dalam
pembentukan keratosis seboroik. Tidak ada perbedaan yang nyata dari ekspresi reseptor
immunoreactive growth hormone di keratinosit pada epidermis normal dan keratosis
seboroik.
Frekuensi yang tinggi dari mutasi gene dalan meng-encode reseptor tyrosine kinase
FGFR3 (fibroblast growth factor receptor 3) telah ditemukan pada beberapa tipe keratosis
seboroik. Hal ini menjadi alasan bahwa faktor gen menjadi basis dalam patogenesis keratosis
seboroik. FGFR3 terdapat dalam reseptor transmembrane tyrosine kinase yang ikut serta
dalam memberikan sinyal transduksi guna regulasi pertumbuhan, deferensiasi, migrasi dan
21
penyembuhan sel. Mutasi FGFR3 terdapat pada 40% keratosis seboroik hiperkeratosis, 40%
keratosis seboroik akantosis, dan 85% keratosis seboroik adenoid.
Keratosis seboroik memiliki banyak derajat pigmentasi. Pada pigmentasi keratosis
seboroik, proliferasi dari keratinosit memacu aktivasi dari melanosit disekitarnya dengan
mensekresi melanocyte-stimulating cytokines. Endotelin-1 memiliki efek simulasi ganda
pada sintesis DNA dan melanisasi pada melanosit manusia dan telah terbukti terlibat sebagai
salah satu peran penting dalam pembentukan hiperpigmentasi pada keratosis seboroik.

4.4 Manifestasi Klinis

Awitan keratosis seboroika biasanya di mulai dengan lesi datar, berwarna coklat
muda, berbatas tegas, dengan permukaan seperti beludru sampai verukosa halus, diameter lesi
bervariasi antara beberapa mm sampai 3 cm. Lama kelamaan lesi akan menebal, dan member
gambaran yang khas yaitu menempel (stuck on) pada permukaan kulit. Lesi yang telah
berkembang akan mengalami pigmentasi yang gelap dan tertutup oleh skuama berminyak.
Predileksi tumor terutama pada daerah seboroika yaitu : dada, punggung, perut, wajah dan
leher.

Keratosis seboroik dapat terjadi pada seluruh permukaan kulit. Walaupun demikian,
paling sering ditemukan pada wajah, punggung, daerah sternal, ekstremitas, dan daerah yang
meradang. Bila terdapat lesi multipel, biasanya penyebarannya adalah bilateral dan simetris.

Keratosis seboroik tampak sebagai lesi multipel berupa papul atau plak yang agak
menonjol, namun dapat juga terlihat menempel pada permukaan kulit. Lesi ini biasanya
diliputi oleh kulit kering yang agak berminyak dan biasanya mudah lepas.

Lesi biasanya memiliki pigmen warna yang sama yaitu coklat, namun kadang kadang
juga dapat ditemukan yang berwarna hitam atau hitam kebiruan. Permukaan lesi biasanya
berbenjol- benjol. Pada lesi yang memiliki permukaan halus biasanya terkandung jaringan
keratotik yang menyerupai butiran gandum.

22
Gambar 1. Lesi soliter keratosis seboroik

Lesi biasanya timbul pada usia lebih dari 40 tahun dan terus bertambah seiring dengan
bertambahnya usia.

Gambar 2. Gambaran klinis keratosis seboroik pada leher

Keratosis seboroik biasanya tidak memberikan gejala, namun kadang kadang dapat
menjadi gatal dan meradang. Pada beberapa individu lesi dapat bertambah besar dan tebal,
namun jarang lepas dengan sendirinya.Trauma atau penggosokan dengan keras dapat
menyebabkan bagian puncak lesi lepas, namun akan tumbuh kembali dengan sendirinya.
Tidak ada tendensi untuk berubah ke arah keganasan.

Ada 2 jenis keratosis seboroik. Yang pertama adalah keratosis seboroik teriritasi yang
memberikan gejala berupa lesi yang eritematosa dan kadang kadang gatal. Yang kedua
adalah dermatosis papulosa nigra yang biasanya muncul pada individu yang berkulit hitam.
Lesi tampak sebagai papul berwarna coklat kehitaman dalam berbagai ukuran. Biasanya
ditemukan di wajah dan leher.

23
4.5 Pemeriksaan Penunjang (Histopatologi)
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan
histopatologi. Komposisi keratosis seboroik adalah sel basaloid dengan campuran sel
skuamosa. Invaginasi keratin dan horn cyst merupakan karakteristiknya. Sarang-sarang sel
skuamosa kadang dijumpai, terutama pada tipe irritated. Satu dari tiga keratosis seboroik
terlihat hiperpigmentasi pada pewarnaan hematoksilin-eosin. Setidaknya ada 5 gambaran
histologi yang dikenal : acanthotic (solid), reticulated (adenoid), hyperkeratotic
(papilomatous), clonal dan irritated. Gambaran yang bertumpang tindih biasa dijumpai.
a) Tipe acanthotic dibentuk oleh kolumna-kolumna sel basal dengan campuran horn
cyst.

b) Tipe reticulated mempunyai gambaran jalinan untaian tipis dari sel basal,
seringkali berpigmen, dan disertai horn cyst yang kecil.

c) Tipe hiperkeratotik terlihat eksofilik dengan berbagai tingkat hiperkeratotis,


papilomatosis dan akantosis. Terdapat sel basaloid dan sel skuamosa.

24
d) Tipe clonal mempunyai sarang sel basaloid intraepidermal
e) Pada tipe irritated, terdapat infiltrat sel yang mengalami inflamasi berat, dengan
gambaran likenoid pada dermis bagian atas. Sel apoptotik terdapat pada dasar lesi
yang menggambarkan adanya regresi imunologi pada keratosis seboroik. Kadang
kala terdapat infiltrat sel yang mengalami inflamasi berat tanpa likenoid, Jarang
terdapat netrofil yang berlebihan dalam infiltrat. Pada pemeriksaan dengan
menggunakan mikroskop elektron menunjukkan bahwa sel basaloid yang kecil
berhubungan dengan sel pada lapisan sel basal epidermis. Kelompok - kelompok
melanososm yang sering membatasi membran dapat ditemukan di antara sel

4.6 Penatalaksanaan
Tidak ada penanganan spesifik pada keratosis seboroik karena tidak adanya tendensi
untuk berubah menjadi keganasan. Jika lesi tidak memberikan gejala, pengangkatan tidak
penting, namun jika memberikan gejala atau tidak dapat diterima dari segi kosmetik, dapat
diangkat. Sebelum dilakukan pengangkatan, pasien harus diberi informasi bahwa lesi baru
akan terus muncul.
Penanganan dapat berupa medikamentosa dan pembedahan, yang akan dibicarakan
lebih lanjut dibawah ini :
a) Medikamentosa

25
Keratolytic agent
Dapat menyebabkan epitelium yang menanduk menjadi mengembang, lunak,
maserasi kemudian deskuamasi.
1. Amonium lactat lotion
Mengandung asam laktat dan asam alfa hidroxi yang mempunyai daya
keratolitik dan memfasilitasi pelepasan sel-sel keratin. Sedian 15% dan 5%
strenght; 12% strenght dapat menyebabkan iritasi muka karena menjadikan sel-sel
keratin tidak beradesi.
2. trichloroacetic acid
Membakar kulit, keratin dan jaringan lainya. Dapat menyebabkan iritasi
lokal. Pengobatan keratosis seboroik dengan 100% trichloroacetic acid dapat
menghilangkan lesi, tepi penggunaanya harus ditangan profesional yang ahli.
Terapi topikal dapat digunakan tazarotene krim 0,1% dioles 2 kali sehari dalam 16
minggu menunjukkan perbaikan keratosis seborik pada 7 dari 15 pasien.

b) Terapi Bedah
1. Krioterapi
Merupakan bedah beku dengan menggunakan cryogen bisa berupa nitrogen
cair atau karbondioksid padat. Mekanismenya adalah dengan membekukan sel-sel
kanker, pembuluh darah dan respon inflamasi lokal. Pada keratosis seboroik bila
pembekuan terlalu dingin maka dapat menimbulkan skar atau hiperpigmentasi, tetapi
apabila pembekuan dilakukan secara minal diteruskan dengan kuretase akan
memberikan hasil yang baik secara kosmetik.

2. Terapi Bedah listrik


Bedah listrik (electrosurgery) adalah suatu cara pembedahan atau tindakan
dengan perantaraan panas yang ditimbulkan arus listrik boiak-balik berfrekwensi
tinggi yang terkontrol untuk menghasilkan destruksi jaringan secara selektif agar
jaringan parut yang terbentuk cukup estetis den aman baik bagi dokter maupun
penderita. Tehnik yang dapat dilakukan dalam bedah listrik adalah : elektrofulgurasi,
elektrodesikasi, elektrokoagulasi, elektroseksi atau elektrotomi, elektrolisis den
elektrokauter.
Elektrodesikasi

26
Merupakan salah satu teknik bedah listrik. Elektrodesikasi dan kuret dilakukan
di bawah prosedur anestesia lokal, awalnya tumor dikuret, kemudian tepi dan dasar
lesi dibersihkan dengan elektrodesikasi, diulang-ulang selama dua kali. Prosedur ini
relatif ringkas, praktis, dan cepat serta berbuah kesembuhan. Namun kerugiannya,
prosedur ini sangat tergantung pada operator dan sering meninggalkan bekas berupa
jaringan parut.

3. Laser CO2
Sinar Laser adalah suatu gelombang elektromagnetik yang memiliki panjang
tertentu, tidak memiliki efek radiasi dan memiliki afinitas tertentu terhadap suatu
bahan/target. Oleh karena memiliki sel target dan tidak memiliki efek radiasi
sebagaimana sinar lainnya, ia dapat digunakan untuk tujuan memotong jaringan,
membakar jaringan pada kedalaman tertentu, tanpa menimbulkan kerusakan pada
jaringan sekitarnya. Sebagai pengganti pisau bedah konvensional, memotong jaringan
sekaligus membakar pembuluh darah sehingga luka praktis tidak berdarah saat
memotong.
4. Bedah scalpel
Satu cara konservatif namun tetap dipakai sampai sekarang ialah bedah
skalpel. Umumnya karena invasi tumor sering tidak terlihat sama dengan tepi lesi dari
permukaan, sebaiknya bedah ini dilebihkan 3-4 mm dari tepi lesi agar yakin bahwa
seluruh isi tumor bisa terbuang. Keuntungan prosedur ini ialah tingkat kesembuhan
yang tinggi serta perbaikan kosmetis yang sangat baik.

27
4.7 Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Pengkajian Identitas Klien
Nama :
MR :
Masuk ke RS :
Tanggal Lahir :
Umur :
Jenis kelamin :
Agama :
Alamat :
Keluhan utama
Penderita mengeluh gatal-gatal pada daerah yang terdapat lesi seperti wajah,leher,
punggung, bahu. Terkadang klien mengeluh dari segi kosmetik.b
Pengkajian Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang
Pada beberapa kasus penderita penyakit keratosis seborik menampakkan gejala yang
diawali dengan lesi datar, berwarna cokelat muda, berbatas jelas dengan permukaan
seperti beludru sampai verukosa halus dan lama- kelamaan akan menebal dan
memberi gambaran yang khas yaitu menempel pada permukaan kulit.
Riwayat kesehatan keluarga
Keratosis seboroik tidak menular, namun ditengarai merupakan kasus yang
diturunkan.
Riwayat kesehatan dahulu
1. Keadaan umum
Secara umum pasien dengan keratosis seboroik dalam kondisi sadar
(composmentis)
2. Kebutuhan dasar
a. Rasa aman dan nyeri
Penderita mengeluh gatal pada daerah yang muncul, seperti wajah, leher,
punggung, bahu, daerah sternal, ekstremitas. Terkadang nyeri juga dapat
dirasakan apabila muncul lesi sekunder akibat garukan/ penggosokan yang
keras.

28
b. Nutrisi
Kebutuhan nutrisi pada pasien keratosis seboroik pada umumnya tidak
mengalami gangguan. Tidak ada makanan tertentu yang dikonsumsi yang dapat
menimbulkan penyakit.
c. Kebersihan perorangan
Kepala
Keadaan kulit kepala dan rambut bersih
Kuku
Keadaan kuku secara umum pasien keratosis seboroik bersih karena tidak
dipengaruhi oleh penyakit
Badan
Penyakit ini terutama terdapat di daerah wajah, leher, punggung, bahu,
bagian ekstremitas, dsb. Lesi yang muncul kadang menimbulkan gejala
pruritus atau peradangan.
d. Cairan
Pasien keratosis seboroik secara umum tidak mengalami gangguan kebutuhan
nutrisi
e. Aktivitas dan latihan
Pasien keratosis seboroik tidak mengalami gangguan dalam bergerak dan
beraktivitas.
f. Eliminasi
Keratosis seboroik secara umum tidak mempengaruhi proses BAB dan BAK.
g. Oksigenasi
Pada pasien keratosis seboroik umumnya tidak mengalami gangguan pola
kebutuhan oksigen
h. Tidur dan istirahat
Pola tidur keratosis seboroik biasanya mengalami gangguan karena gatal.
i. Neurosensori
Status mental tereorientasi,
j. Seksualitas
Pada pasien keratosis seboroik,umumnya tidak mengalami gangguan
seksualitas

29
B. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan adanya lesi, perubahan
pigmentasi, penebalan epidermis dan kekakuan kulit
2. Pruritus yang berhubungan dengan iritasi derma
3. Nyeri akut b/d agen cedera fisik, adanya vesikel atau bula, erosi, papula, garukan
berulang
4. Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan dalam penampilan
sekunder akibat penyakit
C. Rencana Keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya lesi, perubahan pigmentasi,
penebalan epidermis dan kekakuan kulit
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan kondisi kulit
klien menunjukkan perbaikan
Klien akan mempertahankan kulit agar mempunyai hidrasi yang baik dan turunnya
peradangan, ditandai dengan:
Mengungkapkan peningkatan kenyamanan kulit.
Berkurangnya kemerahan, berkurangnya lecet karena garukan, penyembuhan
area kulit.
Intervensi :
a. Kaji atau catat ukuran, warna, keadaan luka/kondisi sekitar luka
Rasional : memberikan informasi dasar tentang penanganan kulit
b. Anjurkan klien untuk tidak menggaruk lesi
Rasional : mencegah agar luka tidak bertambah parah
c. Anjurkan kepada klien untuk mencegah kekeringan kulit dan mengurangi
aktivitas
Rasional : kulit yang kering memperburuk keadaan luka
d. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat topikal.
Rasional: Untuk mengurangi lesi yang bertambah parah
2. Nyeri b/d agen cedera fisik, adanya vesikel atau bula, erosi, papula, garukan
berulang.
Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan 3x24 jam, rasa nyeri pasien dapat
berkurang

30
Kriteria Hasil:
1. Melaporkan nyeri berkurang/ terkontrol.
2. Menunjukkan ekspresi wajah/ postur tubuh rileks.
3. Berpartisipasi dalam aktivitas dan tidur atau istirahat dengan tepat.
Intervensi:
a. Observasi keluhan nyeri, perhatikan lokasi atau karakter dan intensitas skala
nyeri (0-10 )
Rasional: dapat mengidentifikasi terjadinya komplikasi dan untuk intervensi
selanjutnya.
b. Ajarkan tehnik relaksasi progresif, nafas dalam guidedimagery.
Rasional: membantu klien untuk mengurangi persepsi nyeri atau mangalihkan
perhatian klien dari nyeri.
c. Kolaborasi: Berikan obat sesuai indikasi topikal maupun sistemik; pentoksifilin
Rasional: pemberian obat membantu mengurangi efek peradangan.
3. Pruritus yang berhubungan dengan lesi kulit.
Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan keluhan gatal pasien dapat berkurang
Kriteria Hasil:
Melaporkan gatal berkurang/ terkontrol.
Menunjukkan ekspresi wajah/ postur tubuh rileks.
Berpartisipasi dalam aktivitas dan tidur atau istirahat dengan tepat
Intervensi:
a. Kaji kondisi lesi pada daerah yang dirasakan gatal
Rasional : Untuk menilai derajat kerusakan kulit akibat adanya lesi
b. Anjurkan untuk meningkatkan higienis harian
Rasional : Mandi 2 kali sehari dengan menggunakan sabun akan membuang sisa
debris pada kulit sehingga akan menurunkan respon gata
c. Anjurkan klien untuk tidak menggaruk lesi
Rasional : menggaruk lesi dapat memperparah kondisi lesi
d. Kolaborasi dalam pemberian obat antihistamin
Rasional : dapat mengurangi rasa gatal

31
No Intervensi Rasional
1. Dorong klien untuk Mencegah penularan bakteri yang
menghindari semua bentuk dapat memperparah infeksi pada
friksi (menggaruk dengan lesi kulit
tangan) pada kulit
2. Health education mengenai Perawatan kulit yang benar
perawatan kulit dengan mengurangi resiko
bersih dan benar. terakumulasinya kotoran di kulit
3. Anjurkan pasien untuk Dapat meningkatkan iritasi.
menghindari krim kulit
apapun, salep, dan bedak
kecuali di izinkan dokter.
4. Health education mengenai Pilihan pengobatan yang sesuai
pengobatan dan discharge dan kepatuhan mempercepat
planning rawat jalan penyembuhan
5 Kolaborasi pengobatan Program penyembuhan
menggunakan laser dan
alternative krim penyamar

4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dalam penampilan sekunder


akibat penyakit.
Tujuan : Klien tidak mengalami gangguan citra tubuh.
Kriteria hasil :
a. Gambaran diri baik
b. Keseimbangan antara ke-adaan tubuh dan idealisme, serta perilaku
c. Bisa menerima perubahan penampilan tubuh
d. Menerima perubahan status kesehatan
No Intervensi Rasional
1. Bantu klien Beberapa pasien memandang situasi
mendiskusikan sebagai tantangan, beberapa sulit menerima
perubahan yang perubahan hidup/penampilan peran dan
terjadi karena kehilangan kemampuan control tubuh
penyakitnya sendiri.
2. Bantu klien Memberikan bantuan positif
mendeskripsikan bila perlu agar memungkinkan pasien
perubahan tubuh merasa senang terhadap diri diri sendiri,
yang sering terjadi menguatkan perilaku positif, meningkatkan
dan berikan percaya diri.
dukungan positif.
3. Health Membantu meningkatkan perilaku positif.
education klien
untuk memperbaiki
citra diri , seperti
merias dan
merapikan diri.

32
4. Identifikasi koping Koping keluarga yang efektif mampu
keluarga dalam membantu untuk mempertahankan perasaan
merespon perubahan harga diri klien.
kondisi klien

33
BAB V
PENUTUP
Keratosis seboroik merupakan suatu lesi jinak pada permukaan kulit yang mempunyai
bentuk seperti tahi lalat dan disebabkan oleh proliferasi dari keratinosit epidermal. Penyebab
pasti keratosis seboroik belum diketahui. Ada pendapat yang mengatakan bahwa faktor
keturunan memegang peranan penting maupun terpapar sinar matahari secara kronis yang
menjadi penyebabnya.

Secara histopatologis terlihat adanya akantosis, pemanjangan dari badan interpapilari,


dan pembentukan kista epitelial kecil yang disebabkan oleh invaginasi dari epidermis.Hanya
terlihat sedikit sel mitosis. Biasanya terlihat sedikit reaksi peradangan pada kulit.

Keratosis seboroik dapat terjadi pada seluruh permukaan kulit. Walaupun demikian,
paling sering ditemukan pada wajah, punggung, daerah sternal, ekstremitas, dan daerah yang
meradang.

Keratosis seboroik tampak sebagai lesi multipel berupa papul atau plak yang agak
menonjol, namun dapat juga terlihat menempel pada permukaan kulit. Lesi biasanya
memiliki pigmen warna yang sama yaitu coklat, namun kadang kadang juga dapat ditemukan
yang bewarna hitam atau hitam kebiruan. Permukaan lesi biasanya berbenjol benjol namun
dapat juga memiliki permukaan halus. Lesi biasanya timbul pada usia lebih dari 40 tahun dan
terus bertambah.

Keratosis seboroik biasanya tidak memberikan gejala, namun kadang kadang dapat
merjadi gatal dan meradang. Trauma atau penggosokan dengan keras dapat menyebabkan
bagian puncak lesi lepas, namun akan tumbuh kembali dengan sendirinya.

Tidak ada tindakan yang pelu dilakukan karena tidak adanya tendensi untuk berubah
menjadi keganasan. Sebelum dilakukan pengangkatan, pasien harus diberi informasi bahwa
lesi baru akan terus muncul. Tindakan biasanya dilakukan atas indikasi kosmetik berupa
kuretase dengan anestesi lokal berupa klor etil, bedah beku dengan nitrogen cair tanpa
anestesi, atau dengan pembekuan menggunakan karbon dioksida padat.

34
DAFTAR PUSTAKA

http://cme.medicinus.co/file.php/1/MEDICAL_REVIEW_Alopesia_Androgenetik_pada_Lak
i-Laki.pdf
http://www.perdoski.org/doc/mdvi/fulltext/27/172/96-101.pdf
NANDA Internasional.2015.Diagnosis Keperawatan 2015-2017.Jakarta:EGC.
NANDA Internasional.2015.Diagnosis Keperawatan 2015-2017.Jakarta:EGC.
Nurarif,Huda,Amin dan Kusuma Hardhi.2015.Nanda Nic-Noc aplikasi
keperawatan.jogjakarta: Mediaction
http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-
http://www.ilmukesehatan.com/artikel/patofisiologi-keloid-pdf.html
http://halosehat.com/penyakit/keloid/keloid
Balin, K.A., 2009. Seborrheic Keratosis. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/1059477-overview
Benign Skin Tumor, in Clinical Dermatology : A Colour Guide to Diagnosis & Therapy, T.P.
Habif, Editor 2004, mosby: USA. p. 698-706.
Doenges, E. Marylinn, dkk. Rencana Asuhan Keperawatan PedomanUntuk Perencanaan
Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3 Cetakan I. 2000
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit. Jakarta :
EGC
Seborrheic keratoses. American Academy of Dermatology, 2010.
Siregar, R.A., 2005. Saripati Penyakit Kulit. Jakarta. EGC
Smeltzer & Bare. (2002). Keperawatan medikal bedah. (edisi 8). Alih bahasa: Agung
Waluyu. Jakarta: EGC.
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: diagnosis NANDA,
intervensi NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta: EGC

35

Anda mungkin juga menyukai