Anda di halaman 1dari 19

STUDENT PROJECT

DAKRIOSISTITIS

SGD 1 KUA

Disusun Oleh:

KADEK MERCU NARAPATI PAMUNGKAS (1702511017)


MADE PRISKA ARYA AGUSTINI (1702511031)
I PUTU GEDE SEPTIAWAN SAPUTRA (1702511001)
NI KADEK RITA ROSADI (1702511050)
NI NYOMAN AYU SEMANGGIASIH (1702511073)
IRENE AMELIA (1702511106)
PUTU GITHA GARBHINI (1702511127)
NI MADE ELSA WARDANI (1702511146)
KEZIA ANGELINA YUNATAN (1702511169)
I PUTU WILLY GANANG ARTA PUTRA (1702511186)
KOMANG BUDI SASTRA (1702511002)
DINDA DIFA INTI AMALIA (1702511018)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya lah, kami dapat menyelesaikan student project kami yang
berjudul Oral Leukoplakia. Kami berharap dengan dibuatnya student project ini
dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai topik tersebut.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa hasil student project kami masih jauh
dari sempurna dan tidak luput dari kesalahan. Namun kami tetap merasa bangga
mengingat kami dapat menyelesaikan student project ini tepat pada waktunya.
Kami merasa kualitas dari student project kami akan semakin baik apabila para
pembaca berkenan untuk memberikan masukkan dan kritik membangun untuk
menyempurnakan karya kami.

Melalui kesempatan ini pula, kami mengucapkan terima kasih kepada


segenap pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan student project
kami yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.

Demikianlah sepatah kata yang dapat kami sampaikan sebagai penulis.


Kami mohon maaf apabila ada hal – hal yang kurang berkenan di hati pembaca.
Untuk selanjutnya, kami menyerahkan student project ini kepada tim evaluator
untuk dinilai. Akhir kata, kami ucapkan terimakasih atas perhatiannya, semoga kita
selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa

Denpasar, 18 Maret 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman depan ................................................................................................. i

Kata pengantar ................................................................................................. ii

Daftar Isi........................................................................................................... iii

Daftar Gambar .................................................................................................. iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 1
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ..................................................................................................... 2

BAB II ISI

2.1 Anatomi Kelenjar Lakrimalis ................................................................... 3


2.2 Fisiologi Kelenjar Lakrimalis …………………………………………...5
2.3 Definis Drakiosistitis ................................................................................ 4
2.4 Epidemiologi Drakiosistitis....................................................................... 4
2.5 Etiologi Drakiosistitis ............................................................................... 5
2.6 Patofisiologi Drakiosistitis ………………………………………………7
2.7 Gejala Klinis Drakiosistitis ....................................................................... 6
2.8 Diagnosis Drakiosistitis ............................................................................ 7
2.9 Diagnosis Banding Drakiosistitis .............................................................. 9
2.10Penatalaksanaan Drakiosistitis .................................................................. 10
2.11Komplikasi & Prognosis Drakiosistitis ..................................................... 13

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ............................................................................................... 15


3.2 Saran ........................................................................................................ 15

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Anatomi Sistem Lakrima …………………………………3

Gambar 2. Pijat Crigler………………………………………………..9

iv
1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seperti yang kita ketahui, mata merupakan organ yang penting bagi
manusia untuk melihat dan menjaga keseimbangan. Mata memiliki banyak
struktur anatomi yang masing-masing memiliki fungsinya tersendiri.
Struktur anatomi mata terdiri dari palpebra, kornea, sklera, iris, lensa, dan
retina. Namun, selain itu terdapat struktur tambahan yaitu kelenjar yang
berfungsi untuk mengeluarkan air mata untuk menjaga bola mata agar tidak
kering. Kelenjar tersebut yaitu kelenjar lakrimal.
Mata sebaiknya dirawat dan dijaga dengan baik, mengingat
pentingnya fungsi dari mata itu sendiri. Namun, tidak jarang mata bisa
mengalami penyakit yang terjadi pada struktur anatomi tersebut. Penyakit
mata yang bisa terjadi seperti infeksi bakteri, infeksi virus, perdarahan,
peningkatan tekanan bola mata, dan tumor. Begitu juga dengan kelenjar
lakrimal bisa mengalami kelainan baik infeksi maupun tumor.
Infeksi pada kelenjar lakrimal bisa terjadi baik akibat infeksi pada
kelenjar itu sendiri dan sumbatan duktus kelenjar lakrimal sehingga
menyebabkan infeksi (Dakriosistitis). Obstruksi duktus lakrimal bisa terjadi
akibat inflamasi, trauma, neoplasma, atau obstruksi mekanik. Dakriosistitis
juga bisa terjadi pada orang dewasa dan anak-anak (Rinaldi, 2017).
Pembengkakan, nyeri, dan timbulnya sekret menyebabkan
ketidaknyamanan pada pasien. Maka dari itu, kita sebaiknya menjaga mata
agar tidak terjadi hal tersebut.
Melihat pentingnya pengetahuan terkait mata dan penyakit
dakriosistitis, maka penting untuk dibahas secara lebih mendalam.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa definisi dari Dakrosistitis ?
b. Bagaimana epidemiologi dari Dakriosistitis ?
c. Apa etiologi dari Dakriosistitis ?
d. Bagaimana patofisiologi dari Dakriosistitis ?
e. Bagaimana gejala klinis dari Dakriosistitis ?
f. Bagaimana cara mendiagnosis Dakriosistitis ?
g. Apa diagnosis banding dari Dakriosistitis ?
h. Bagiamana penatalaksanaan Dakriosistitis ?
i. Bagaimana komplikasi dan prognosis Dakriosistitis ?
1.3 Tujuan
a. Mengetahui definisi dari Dakrosistitis ?
b. Mengetahui epidemiologi dari Dakriosistitis ?
c. Mengetahui etiologi dari Dakriosistitis ?
d. Mengetahui patofisiologi dari Dakriosistitis ?
e. Mengetahui gejala klinis dari Dakriosistitis ?
f. Mengetahui cara mendiagnosis Dakriosistitis ?
g. Mengetahui diagnosis banding dari Dakriosistitis ?
h. Mengetahui penatalaksanaan Dakriosistitis ?
i. Mengetahui komplikasi dan prognosis Dakriosistitis ?

1.4 Manfaat
a. Bagi Penulis
Untuk menambah wawasan penulis terkait penyakit dakriosistitis.
Sehingga mampu mendiagnosis, menangani, maupun mencegah dari
penyakit tersebut. Selain itu dapat memberikan KIE kepada pasien
dengan baik.
b. Bagi Pembaca
Untuk menambah wawasan pembaca terkait penyakit dakriosistitis.
Sehingga dapat mencegah terjadinya penyakit tersebut dan terhindar
dari komplikasi yang serius.

2
3

BAB II
ISI

2.1 Anatomi Kelenjar Lakrimalis

2
(Gambar 1. Anatomi sistem lakrimal). Dikutip dari docslide, 2016.
Sistem lakrimal erat kaitannya dengan produksi dan drainase air mata. Sitem
lakrimal tersusun atas 2 unit fungsi yakni unit sekresi dan unit eksresi. Unit
sekresi terdiri atas kelenjar lakrimalis yang terletak pada fossa os frontalis di
supratemporal orbita. Kelenjar lakrimalis merupakan kelenjar yang berfungsi
dalam membentuk air mata. Pada perkembangan embriologinya disebutkan
bahwa kelenjar lakrimalis terbagi menjadi 2 lobus yakni lobus orbital yang lebih
besar dan lobus palpebra yang lebih kecil (Lubis, 2018). Bagian utama dari
kelenjar lakrimalis memiliki bentuk dan ukuran yang menyerupai biji almond,
terhubung dengan suatu penonjolan kecil yang meluas hingga ke bagian
posterior dari palpebra superior (Docslide, 2016). Kelenjar lakrimalis
diperdarahi oleh arteri lakrimal yang merupakan salah satu percabangan dari
arteri oftalmikus sedangkan aliran venanya mengalir dari vena lakrimal menuju
vena oftalmikus. Dan pembuluh limfe mengikuti aliran limfatik
subkonjungtiva. Disebutkan bahwa iritasi mampu menginduksi produksi
kelenjar lakrimalis (Lubis, 2018). Disamping unit sekresi sistem lakrimal juga
terdiri atas unit eksresi. Unit eksresi terdiri atas punctum lakrimalis, kanalis
lakrimalis, sakus lakrimalis, duktus nasolakrimalis, dan meatus inferior. Unit
eksresi berperan dalam jalur drainase air mata (Docslide, 2016).
2.2 Fisiologi Kelenjar Lakrimalis
Air mata disekresikan oleh kelenjar lakrimal utama dan aksesori serta akan
melewati permukaan mata. Sejumlah penyusun cairan akan menghilang akibat
penguapan.Aliran air mata akan tampak seperti pada gambar. Air mata akan
mengalir melalui batas atas dan bawah kelopak mata, menumpuk pada sakus
lakrimal dan menuju kanalikulus. Setiap kedipan mata mengakibatkan otot
orbikularis okuli akan menekan ampula, dan menekan kanalikuli untuk
mencegah refluks aliran (1). Secara simultan, kontraksi lakrimal orbikularis
okuli akan membuat sebuah tekanan positif yang membuat air mata mengalir
ke duktus nasolakrimal dan kehidung. Saat mata kembali terbuka, kanalikulus
dan sakus kembali mengembang dan menciptakan tekanan negatif yang
menerik air mata dari kanalikulus menuju sakus. Saat kelopak mata terbuka
secara penuh, punctum akan terbuka dan tekanan negatif akan menarik kembali
air mata kekanalikulis. Kedipan mata yang melemah dengan mekanisme
lakrimasi yang normal menjadi alasan mengapa pada beberapa pasien yang
mengalami kelumpuhan nervus fasila mengalami epifora (2).
2.3 Definisi Dakriosistitis
Dakriosistitis adalah inflamasi dari sakus lakrimal yang biasanya
disebabkan oleh obstruksi duktus nasolakrimal. Obstruksi duktus nasolakrimal
dapat merupakan inflamasi stenosis idiopatik (obstruksi duktus nasolakrimal
primer didapat) ataupun sekunder akibat trauma, infeksi, inflamasi, neoplasma,
ataupun obstruksi mekanik (obstruksi duktus nasolakrimal sekunder didapat).
Obstruksi duktus nasolakrimal menyebabkan hambatan aliran air mata pada
sistem aliran lakrimal sehingga menyebabkan dakriosistitis. Dakriosistitis dapat
dijumpai pada semua usia. Obstruksi pada anak-anak biasanya akibat tidak
terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan pada orang dewasa akibat
adanya penekanan pada salurannya, misal adanya polip hidung.Manifestasi
dakriosistitis dapat berupa infeksi akut maupun kronik. Dakriosistitis akut
ditandai oleh adanya lakrimasi, sekret, pembengkakan yang lunak, nyeri, dan

4
kemerahan di area sakus lakrimal di bagian bawah tepi atas tendon kantus
medial. Dakriosistitis kronik dapat menimbulkan gejala ataupun tidak, namun
umumnya tidak nyeri.
2.3
2.4 Epidemiologi Dakriosistitis
Dakriosistitis adalah inflamasi dari sakus lakrimal yang biasanya
disebabkan oleh obstruksi duktus nasolakrimal. Obstruksi duktus nasolakrimal
dapat merupakan inflamasi stenosis idiopatik (obstruksi duktus nasolakrimal
primer didapat) ataupun sekunder akibat trauma, infeksi, inflamasi, neoplasma,
ataupun obstruksi mekanik (obstruksi duktus nasolakrimal sekunder didapat).
Obstruksi duktus nasolakrimal menyebabkan hambatan aliran air mata pada
sistem aliran lakrimal sehingga menyebabkan dakriosistitis. Dakriosistitis dapat
dijumpai pada semua usia. Obstruksi pada anak-anak biasanya akibat tidak
terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan pada orang dewasa akibat
adanya penekanan pada salurannya, misal adanya polip hidung.Manifestasi
dakriosistitis dapat berupa infeksi akut maupun kronik. Dakriosistitis akut
ditandai oleh adanya lakrimasi, sekret, pembengkakan yang lunak, nyeri, dan
kemerahan di area sakus lakrimal di bagian bawah tepi atas tendon kantus
medial. Dakriosistitis kronik dapat menimbulkan gejala ataupun tidak, namun
umumnya tidak nyeri.
2.5 Etiologi Dakriosistitis
Berdasarkan etiologinya, dakriosistitis dapat diklasifikasikan menjadi
empat jenis yaitu: dakriosistitis akut, dakriosistitis kronik, dakriosistitis
kongenital, dan dakriosistitis yang didapat. Infeksi akut umumnya
menyebabkan dakrosistitis akut. Organisme yang paling sering menyebabkan
dakrosistitis akut adalah Staphylococcus aureus, Hemophilus influenzae, beta
hemolytic Streptococci, Streptococcus pneumonia, Pseudomonas aeruginosa,
Methicillin resistant Staphylococcus, dan beberapa organisme anaerobik seperti
Peptostreptococcus, Propionibacterium, dan Prevotella (Murthy, 2011).
Sedangkan dakriosistitis kronis disebabkan karena adanya obstruksi kronis
akibat infeksi berulang, radang kronis pada sistem nasolakrimal (sinusitis,
rhinitis), dakriolit, dan penyakit sistemik (granulomatosis Wegener,
sarkoidosis, dan systemic lupus erythematosus) (Taylor dan Ashurst, 2019).

5
Pada dakriosistitis kongenital, kanalisasi yang tidak sempurna dari saluran
nasolakrimal di katup Hasner adalah penyebab paling banyak bersamaan
dengan infeksi neonatal (Murthy, 2011). Sedangkan dakriosistitis yang didapat,
disebabkan karena adanya trauma berulang, operasi, obat-obatan, dan
neoplasma. Fraktur nasoethmoid merupakan penyebab traumatis nasolakrimal
yang paling umum. Prosedur sinus endonasal dan endoskopi memiliki
hubungan yang erat dalam menyebabkan dakriosistitis yang didapat. Beberapa
obat topikal (timolol, pilocarpine, dorzolamide, idoxuridine, trifluridine) dan
obat sistemik (fluorourasil dan docetaxel) juga memiliki hubungan dengan
dakriosistitis yang didapat. Tumor pada sakus lakrimalis dan papiloma jinak
cenderung menjadi neoplasma yang paling umum menyebabkan dakriosistitis
(Taylor dan Ashurst, 2019).
2.6 Patofisiologi Dakriosistitis

Dakriosistitis lebih umum terjadi disisi kiri dibandingkan dengan sisi


kanan. Hal ini disebabkan oleh karena saluran nosolakrimal dan fossa lakrimal
membentuk sudut yang lebih besar dikanan daripada disisi kiri. Ektoderm di
daerah fisura naso optic menjadi berada dalam mesenkim diantara lateral nasal
dan maxillary processes. Selanjutnya disalurkan dan dibuka kedalam
conjunctival fornix prior sebelum permukaan depan vestibula hidung.

Kadang-kadang celah yang menuju nasal cavity tersebut tidak terbentuk


secara sempurna sejak lahir. Hal ini menyebabkan terjadinya sumbatan pada
ductus nasolacrimal congenital. Kanalisasi dari system ekskresi dimulai dari
bagian superior pertama dan segmental kemudian bergabung untuk
membentuk lumen. Lipatan mukosa yang disebut katup rosenmuller menandai
tiga jalan pada sac lakrimal dan kanalikus pada umumnya. Katup Hasner
terletak pada persimpangan saluran dengan mukosa hidung.

Individu dengan kepala yang brachychepallic mempunya insiden


dakriosistitis lebih tinggi dibandingkan dengan dolicocephalic atau kerangka
mesocephalic. Hal ini disebabkan oleh kerangka atau skull dari brachycephalic
mempunyai diameter lubang yang lebih sempit kedalam duktus nasolacrimal,
sedangkan duktus nasolacrimal sendiri lebih panjang dan fossa lacrimal juga

6
lebih sempit. Selain itu pasien dengan hidung yang datar dan wajah sempit
memilkiki resiko lebih tinggi dalam mengalami dakriosisititis, yang
kemungkinan besar disebabkan oleh sempitnya kanal osseous (Ramesh Murthy
MS, 2011)

Awal terjadinya peradangan pada sakus lakrimalis adalah adanya


obstruksi pada duktus nasolakrimalis. Obstruksi duktus
nasolakrimalis pada anak-anak biasanya akibat tidak terbukanya
membran nasolakrimal, sedangkan pada orang dewasa akibat adanya
penekanan pada salurannya, misal ada nya polip hidung.

Obstruksi pada duktus nasolakrimalis ini juga dapat


menimbulkan penumpukan air mata, debris epitel, dan cairan mukus
sakus lakrimalis yang merupakan media pertumbuhan yang baik
untuk pertumbuhan bakteri (Raswita dan Himayani, 2017)

Ada tiga tahapan terbentuknya sekret pada dakriosistitis. Hal ini


dapat diketahui dengan melakukan pemijatan pada sakus lakrimalis.

Tahapan tersebut antara lain:

1. Obstruksi, pada tahap ini, baru saja terjadi obstruksi pada sakus
lakrimalis, sehingga yang keluar hanyalah air mata yang
berlebihan.

2. Infeksi, pada tahap ini, yang keluar adalah cairan yang bersifat
mukus, mukopurulen, atau purulen tergantung pada organisme
penyebabnya.

3. Sikatrik, pada tahap ini sudah tidak ada regurgitasi air mata
maupun pus. Hal ini dikarenakan sekret yang terbentuk tertahan
di dalam sakus sehingga membentuk suatu kista

2.7 Gejala Klinis Dakriosistitis


Dakriosistitis merupakan kondisi peradangan pada sakus lakrimalis yang
secara disebabkab oleh gangguan atau obstruksi pada saluran drainase air mata.
Gejala umum yang timbul pada dakriosistitis berupa epifora dan keluarnya sekret

7
berlebih pada mata, khususnya di daerah canthus medial (Taylor et al, 2019). Lebih
dalam,gejala klinis pada dakriosistitis dapat dibedakan berdasarkan onsetnya, yaitu
akut dan kronis. Dakriosistitis akut ditandai dengan onsetnya yang cepat (jam
hingga hari) dan bersifat akut, disertai eritema dan edema disekitar daerah sakus
lakrimalis. Pada palpasi biasanya ditemukan tenderness yang terlokalisir di daerah
canthus medial tepatnya inferior dari tendon canthus medial, tapi dapat melebar
hingga ke daerah nasal dan maxilla. Epifora dan sekret mukopurulen juga dapat
keluar dari punkta superior dan inferior. Selain itu, pasien dakriosistitis akut juga
dapat mengalami injeksio konjungtiva, selulitis preseptal bahkan ruptur sakus
lakrimalis dan pembentukan fistula yang bermuara di kulit. Kasus dakriosistitis akut
yang serius dapat menimbulkan selulitis orbital akibat penumpukan abses berlebih
(Pinar-sueiro et al., 2012; Vaughan, Riordan-Eva and Augsburger, 2015).
Dakriosistitis kronis lebih sering terjadi dibanding dakriosistitis akut.
Epifora adalah salah satu gejala yang paling sering dialami pasien dakriosistisi
kronis (Taylor et al, 2019). Epifora atau keluarnya air mata secara berlebih
disebabkan karena obstruksi saluran drainase air mata akibat debris ataupun sel
epitel yang lepas dan menumpuk pada saluran tersebut. Kondisi ini dapat
mempengaruhi keseluruhan lapisan air mata (tear film) baik dalam komposisi
maupun jumlah yang berakibat pada penurunan tajam penglihatan. Gejala klinis
yang timbul pada dakriosistitis kronis dapat dibagi menjadi beberapa tahapan:
1) Catarrhal: gambaran konjuntiva hiperemis yang intermiten disertai epifora
dan sekret mukoid yang umumnya bersifat steril
2) Lacrimal sac mucocele: penumpukan air mata di sakus lakrimalis yang
menimbulkan dilatasi sakus lakrimalis dan berisi cairan sekret mukopurulen
3) Chronic suppurative: epifora dan konjungtivtis disertai eritema sakus
lakrimalis, dapat pula terjadi refluks sekret purulen apabila ditekan (Pinar-
sueiro et al., 2012; Vaughan, Riordan-Eva and Augsburger, 2015).
2.8 Diagnosis Dakriosistitis
Dakriosistitis dapat ditegakkan dengan menggunakan anamnesis berdasar
dari riwayat dan melakukan pemeriksaan fisik (Roger S, 2019). Diagnosis
dakriosistitis dapat ditegakkan ketika terdapat gejala berupa adanya nanah dan
cairan kental yang keluar dari mata, nyeri di bagian luar bawah pojok dari

8
kelopak mata, kemerahan dan bengkak di sekitar bagian luar bawah kelopak
mata, mata yang berair, mengeluarkan air mata berlebih dan disertai dengan
demam (Fletcher J, 2017). Pemeriksaan lebih lanjut bisa dilakukan dengan
biakan dan pewarnaan gram yang bahannya diperoleh dari bahan purulen

melalui pijat Crigler.

2. Pijat crigler (sumber : http://www.jyotirmay.com/watery-eyes-blocked-


tear-ductscnldo/lacrimal-massage/)
Pada pasien yang tampak toksik, mengalami demam atau perubahan visual
akut, pengecekan laboratorium serta kultur darah menjadi salah satu proses
pengecekan yang harus dipertimbangkan untuk dilakukan dan juga perlu
dilakukan konsultasi kepada optamologis. Jika dikhawatirkan terjadi gangguan
anatomis sebaiknya melakukan pemeriksaan menggunakan plain film
dacryocystogram (DCG) yang akan memberikan hasil gambar yang jelas
(Roger S, 2019).

2.9 Diagnosis Banding Dakriosistitis

9
1. Selulitis Orbita
Selulitis orbita merupakan sebuah peradangan yang terjadi pada jaringan
ikat longgar intraorbita di area posterior septum orbita. Gambaran eritema dan
edema yang terjadi berada pada daerah yang sama dengan dakriosistitis, tetapi
biasanya selulitis orbita mencakup area yang lebih luas dan sering disertai
dengan proptosis, nyeri yang timbul saat menggerakkan bola mata, dan
penurunan tajam penglihatan bila sudah terjadi neuritis. Pada selulitis orbita
juga tidak ada sekret mukopurulen yang keluar seperti pada dakriosistitis
(Harrington, 2019).
2. Dacryocele
Dacryocele pada umumnya ditemukan pada neonatus akibat obstruksi
sistem nasolakrimal. Gambaran klinisnya yaitu berupa massa kistik di inferior
kantus medial yang berwarna merah kebiruan. Apabila massa tersebut ditekan,
hasilnya sama dengan dakriosistitis, yaitu pengeluaran sekret mukropurulen
atau air mata dari pungtum lakrimalis. Dacryocele yang tidak ditangani dapat
menjadi dakriosistitis (Hain, dkk., 2011).
3. Nasal Glioma
Pada pemeriksaan nasal glioma dapat ditemukan lesi nodular yang
menyerupai manifestasi dakriosistitis akut. Namun, letak lesi pada nasal glioma
biasanya di bagian hidung yang lebih inferior (root of nose), sedangkan
dakrisosistitis di sekitar nose bridge (Mohite, dkk., 2017).
4. Pseudodakriosistitis
Pseudodakriosistitis adalah peradangan pada sinus etmoid anterior yang
dapat memberikan gambaran klinis mirip dakriosistitis. Pada pemeriksaan
penunjang umumnya didapatkan gambaran sinusitis yakni air cell pada ethmoid
dan erosi tulang (Ali, 2015).
2.10 Penatalaksanaan Dakriosistitis
1. Penatalaksanaan Dakriosistitis Akut
Pada orang dewasa, pengobatan yang paling banyak direkomendasikan
untuk orang dengan dakriosistitis akut terdiri dari terapi hangat dengan pijatan
, antibiotik sistemik (pemberian oral atau intravena, sesuai kebutuhan) dan
drainase abses perkutan (Sergio P.S. et all. 2012). Untuk kasus abses dapat

10
dilakukan drainase dan aspirasi. Secara klasik, intervensi bedah belum
dipertimbangkan pilihan untuk pengobatan dakriosistitis akut purulen, karena
risiko klinis yang memburuk dan penyebaran infeksi. Namun,
dakriosistorinostomi endoskopi dengan bantuan laser transcanalicular dan
operasi endoskopi hidung dapat digunakan untuk pengelolaan jenis infeksi.
Untuk obat terapi empiris bisa menggunakan ibuprofen 600mg setiap 8 jam,
omeprazole 20mg setiap 24 jam, dan ciprofloxacin topical yang dapat diminum
selama tujuh sampai sepulub hari dan dipantau selama tiga hari. Pada anak
dakriosistitis akut dapat dilakukan intubasi nasolacrimal dan penggunaan
antibiotik intravena telah direkomendasikan. Untuk antibiotik dapat diberikan
amox.-clav.acid iv selama 24 sampai 28 jam, ibuprofen dan bacitracin topikal
(Sergio P.S. et all. 2012).
2. Penatalaksanaan Dakriosistitis Kronis
Manajemen dakriosistitis kronis bervariasi sesuai dengan usia pasien.
Secara umum, pada orang dewasa, jika pasien dengan pembengkakan kantung
lakrimal dan kecurigaan obstruksi sistem drainase lakrimal yang berhubungan
dengan batu air mata harus dirawat secara konservatif. Bisa di lakukan laser
endocanalicular, operasi endonasal, dab operasi external, terapi antibiotik
diberikan selama operasi untuk kronis dakriosistitis pada kasus tertentu,
antibiotik profilaksis untuk dakriosistorinostomi pada pasien yang pernah
mengalami episode mucocele, mucopyocele, atau dakriosistitis akut. Pasien
anak usia dibawah 12 bulan, pengobatan konservatif dianjurkan, karena lebih
dari 90% dari pasien ini mengalami spontan resolusi. Perawatan konservatif
terdiri, terutama dipijat hidrostatik dan obat tetes mata bacitracin (dua kali
sehari), jika ada sekresi mukopurulen penting dalam kantung konjungtiva. Anak
usia 12 dan 18 bulan dapat dilakukan pemeriksaan nasolacrimal. Pasien antara
unur 18 dan 36 bulan bisa mendapatkan pelebaran nasolacrimal atau intubasi,
dan pada pasien anak lebih dari 3 tahun diindikasikan dakriosistorinostomi
(Sergio P.S. et all. 2012).
2.11 Komplikasi & Prognosis Dakriosistitis
1. Komplikasi

11
Dakriosistitis yang tidak diobati dapat menyebabkan pecahnya kantong air
mata sehingga membentuk fistel. Bisa juga terjadi abses kelopak mata, ulkus,
bahkan selulitis orbita (Ilyas S, 2008).
Komplikasi juga bisa muncul setelah dilakukannya DCR. Komplikasi tersebut
diantaranya adalah perdarahan pasca operasi, nyeri transien pada segmen
superior os.maxilla, hematoma subkutaneus periobita, infeksi dan sikatrik pasca
operasi yang tampak jelas (Ilyas S, 2006).
2. Prognosis
Dakriosistitis sangat sensitive terhadap antibiotika namun masih berpotensi
terjadi kekambuhan jika obstruksi duktus nasolakrimalis tidak ditangani dengan
tepat, sehingga prognosisnya cenderung buruk. Akan tetapi, jika dilakukan
pembedahan baik itu dengan dakriosistorinostomi eksternal atau internal,
kekambuhan sangat jarang terjadi sehingga prognosisnya cenderung baik
(Gililand G.D, 2009).

12
15

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dakriosistitis adalah inflamasi dari sakus lakrimal yang biasanya disebabkan
oleh obstruksi duktus nasolakrimal. Obstruksi duktus nasolakrimal dapat
merupakan inflamasi stenosis idiopatik (obstruksi duktus nasolakrimal primer
didapat) ataupun sekunder akibat trauma, infeksi, inflamasi, neoplasma, ataupun
obstruksi mekanik (obstruksi duktus nasolakrimal sekunder didapat). Obstruksi
duktus nasolakrimal menyebabkan hambatan aliran air mata pada sistem aliran
lakrimal sehingga menyebabkan dakriosistitis. Dakriosistitis dapat dijumpai pada
semua usia. Manifestasi dakriosistitis dapat berupa infeksi akut maupun kronik.
Dakriosistitis akut ditandai oleh adanya lakrimasi, sekret, pembengkakan yang
lunak, nyeri, dan kemerahan di area sakus lakrimal di bagian bawah tepi atas tendon
kantus medial. Dakriosistitis kronik dapat menimbulkan gejala ataupun tidak,
namun umumnya tidak nyeri.
3.2 Saran
1. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui penyebab pasti guna
mencegah komplikasi yang mungkin ditimbulkan.
2. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mencari terapi yang efektif dalam
penanganan drakiosistitis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Docslide. 2016. Refarat Mata Sistem Lakrimal. [online] Tersedia di
https://docslide.net/documents/referat-mata-578363b204635.html [Diakses
pada 15 Juni 2019]
2. Lubis RR. 2018. Obstruksi Duktus Nasolakrimal. [online] Tersedia di
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/3254 [Diakses pada 10 Juni
2019].
3. American Academy of Ophthalmology. Development, Anatomy, and Physiology
of the Lacrimal Secretory and Drainage Systems. In Orbit, Eyelids, and Lacrimal
System. 2014-2015. p. 243-246
4. Bowling, Brad. Chapter 2: Lacrimal drainage system. In. Kanski’s Clinical
Ophthalmology 8 th ed. Elsevier. 2016. p.63-75
5. Narita Ekananda Agesta Raswita, Rani Himayani. 2017. Dakriosistitis
Kronis Post Abses Sakus Lakrimalis dengan FistulaSakus Lakrimalis. J
Medula Unila Vol VII (3.
6. M. Rinaldi Dahlan, Kautsar Boesoirie, Angga Kartiwa, Shanti F. Boesoirie,
Helda Puspitasari. 2017. Karakteristik Penderita Dakriosistitis di Pusat
Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo. Departemen Ilmu Kesehatan
Mata Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. MKB, Vol IX (4).
7. Murthy, R. 2011. Dacryocystitis. Kerala Journal of Ophthalmology. 23(1):
66-71.
8. Taylor, S.R dan Ashurst, J.V. 2019. Dacryocystitis. Diakses melalui:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470565/ [Pada 11 Juni 2019].
9. Raswita, N dan Himayani, R 2017. Dakriosistitis Kronis Post Abses Sakus
Lakrimalis dengan Fistula Sakus Lakrimalis. Jurnal Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung 7(3):57-61
10. Ramesh Murthy MS 2011. Dacryocystitis. Kerala Journal of
Ophthalmology 23(1):66-71
11. Pinar-sueiro, S. et al. (2012) ‘Dacryocystitis: Systematic Approach to
Diagnosis and Therapy’, Current Infectious Disease Reports. doi:
10.1007/s11908-012-0238-8.
12. Vaughan, Riordan-Eva, P. and Augsburger, J. J. (2015) Vaughan and
Asbury’s General Ophthalmology.

16
13. Taylor RS, Ashurst JV. Dacryocystitis. [Updated 2019 Mar 14]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2019 Jan-. Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470565/
14. Fletcher, J. 2017. Dacryocystitis : Cause, Symptoms and Treatment.
Diakses pada tanggal 15 Juni 2019. Terdapat di :
https://www.medicalnewstoday.com/articles/318709.php
15. Roger S. Taylor, John V. Ashurst. 2019. Dacryocystitis. Diakses pada 15
Juni 2019. Terdapat di : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470565/
16. Ali MJ. Pediatric acute dacryocystitis. Ophthalmic Plastic and
Reconstructive Surgery. 2015;31(5):341-347.
17. Hain M, Bawnik Y, Warman M, et al. Neonatal dacryocele with endonasal
cyst: revisiting the management. American Journal of Otolaryngology,
2011. 32(2): 152–155. doi:10.1016/j.amjoto.2009.11.009
18. Harrington JN. Orbital cellulitis.
https://emedicine.medscape.com/article/1217858-overview
19. Mohite A, Jenyon T, Manoj B, Sandramouli S, Foster K, Oates A, et al.
Pseudodacryocystitis: paediatric case series of infected atypical ehtmoid air
cells masquerading as recurrent dacryocystitis. Eye. 2017;31:657-660.
20. Sergio Pinar-Sueiro, Mercedes Sota, Telmo-Xabier Lerchundi, Ane Gibelalde,
Bárbara Berasategui, Begoña Vilar, dan Jose Luis Hernandez. 2012. Dacryocystitis:
Systematic Approach to Diagnosis and Therapy. Current Infectious Disease
Reports. ISSN 1523-3847. DOI 10.1007/s11908-012-0238-8
21. Ilyas, Sidharta. 2006. Dasar Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit
Mata Edisi Kedua. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
22. Ilyas, Sidharta. 2008. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
23. Gililand, G.D. 2009. Dacryocystitis. [serial online].
http://www.emedicine.com/. Diakses pada 10 Juni 2019.

17

Anda mungkin juga menyukai