KEPERAWATAN GERONTIK
“Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan Sistem Integumen”
Dosen Pengampu :
Ns. Didi Kurniawan, M.Kep.Sp.Kom
Disusun Oleh :
Kelompok 4 (A 2018 2)
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
Rahmat dan Karunia-Nya, kami sebagai penyusun dapat menyelesaikan makalah
ini dengan sebaik-baiknya dan tepat pada waktunya.
Makalah ini berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan
Sistem Integumen” untuk memenuhi tugas kuliah pakar yang diberikan oleh
dosen pengampu mata kuliah Keperawatan Gerontik. Selain itu juga, makalah ini
diharapkan mampu menjadi sumber pembelajaran bagi kita semua untuk mengerti
lebih jauh tentang Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan Sistem
Integumen.
Makalah ini dibuat dengan meninjau beberapa sumber dan menghimpunnya
menjadi kesatuan yang sistematis. Terima kasih kami ucapkan kepada semua
pihak yang menjadi sumber referensi bagi kami. Terimakasih juga kepada dosen
pengampu dan semua pihak yang terkait dalam pembuatan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca sekalian. Kami sebagai
penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari
bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat
kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................2
C. Tujuan Penulisan...................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
A. Perubahan Sistem Integumen Pada Lansia..........................................
1. Definisi Sistem Integumen Pada Lansia............................................3
ii
C. Gangguan Integumen Dermatitis Pada Lansia.................................22
1. Definisi Dermatitis Pada Lansia....................................................22
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh yang membungkus otot-otot dan organ-
organ dalam tubuh manusia dan kulit juga merupakan organ terluar yang terdapat pada
seluruh pemukaan tubuh. Oleh karena itu, kulit akan tersentuh oleh lingkungan eksternal
dan merupakan pertahanan terdepan begi tubuh. Kulit yang paling pertama terpengaruh oleh
perubahan-perubahan lingkungan. Perubahan pada kulit dapat terjadi karena perubahan
lingkungan, gangguan sistemik, dan gangguan dari kulit (integumen) itu sendiri (Brunner &
Suddarth, 2012)Lansia pada umumnya banyak mengalami penurunan akibat proses alamiah
dengan adanya penurunan kondisi fisik, psikologis, maupun sosial yang saling berinteraksi.
Permasalahan yang berkembang memiliki keterkaitan dengan perubahan kondisi fisik yang
menyertai lansia.
Perubahan kondisi fisik pada lansia yang turut menyertai menurunnya kesehatan
kulit terkait dengan semakin menurunnya kemampuan fungsional sehingga menjadi
tergantung kepada orang lain dalam kebiasaan higiene perorangan. Aktifitas sehari-hari
yang harus dilakukan oleh lansia ada lima macam yaitu makan, mandi, berpakaian,
mobilitas dan toiletif. Untuk memenuhi kebutuhan, lansia memerlukan pengetahuan dan
sikap yang dapat mempengaruhi kesehatan dan perilakunya dalam kemandirian pemenuhan
kebutuhan activity daily living (ADL) karena proses penuaan (aging). Kebiasaan tidak
bersih menyebabkan berbagai penyakit terutama pada kulit diantaranya dermatitis suatu
penyakit radang kulit yang kronik, ditandai dengan rasa gatal, eritema, edema, vesikel dan
luka pada stadium akut, pada stadium kronik ditandai dengan penebalan kulit (likenifikasi)
dan distribusi lesi spesifik.
Pada lansia dikarenakan terjadinya penurunan hidrasi kulit maka kejadian dermatitis
lebih banyak dialami oleh lansia daripada yang berusia lebih muda. Karena gejalanya yang
sangat mengganggu maka, dermatitis pada lansia dapat menurunkan kualitas hidup orang
tersebut. 1 Penurunan kadar hidrasi disebabkan karena penurunan produksi sebum,
penurunan produksi keringat, proses keratinisasi melambat, serta buruknya vaskularisasi.2,6
Salah satu dampak klinis yang ditimbulkan dari perubahan dan penurunan fungsi pada kulit
lansia ialah kekeringan kulit atau Xerosis. 6 Xerosis terjadi karena adanya penurunan kadar
air di stratum korneum pada lapisan epidermis kulit yang membuat deskuamasi yang
abnormal pada korneosit sehingga kulit menjadi kering, kasar, gatal dan juga bersisik.7,8
Kandungan air pada stratum korneum sangat penting dalam menjaga penampilan dan
tekstur kulit yang normal. Kadar hidrasi kulit pada stratum korneum dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu laju pengangkutan air dari dermis ke stratum korneum dan laju
kehilangan kadar air pada permukaan kulit. Hilangnya integritas fungsi dari sawar kulit
merupakan faktor utama yang membuat kondisi kulit yang kering.
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi Sistem Integument Pada Lansia?
2. Bagaimana Etiologi Sistem Integument Pada Lansia?
3. Apa Definisi Xeroxis dan Dermatitis Pada Lansia?
4. Bagaimana Patofisiologi Xeroxis dan Dermatitis Pada Lansia?
5. Bagaimana Klasifikasi Xeroxis dan Dermatitis Pada Lansia?
6. Bagaimana Manifestasi Xeroxis dan Dermatitis Pada Lansia?
7. Apakah Komplikasi Xeroxis dan Dermatitis Pada Lansia?
8. Bagaimana Pencegahan Xeroxis dan Dermatitis Pada Lansia?
9. Bagaimana Pemeriksaan Xeroxis dan Dermatitis Pada Lansia?
10. Bagaimana Penatalaksanaan Xeroxis dan Dermatitis Pada Lansia?
11. Bagaimana Asuhan Keperawatan Xeroxis dan Dermatitis Pada Lansia?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Definisi Sistem Integument Pada Lansia
2. Mengetahui Etiologi Sistem Integument Pada Lansia
3. Mengetahui Definisi Xeroxis dan Dermatitis Pada Lansia
4. Mengetahui Patofisiologi Xeroxis dan Dermatitis Pada Lansia
5. Mengetahui Klasifikasi Xeroxis dan Dermatitis Pada Lansia
6. Mengetahui Manifestasi Xeroxis dan Dermatitis Pada Lansia
7. Mengetahui Komplikasi Xeroxis dan Dermatitis Pada Lansia
8. Mengetahui Pencegahan Xeroxis dan Dermatitis Pada Lansia
9. Mengetahui Pemeriksaan Xeroxis dan Dermatitis Pada Lansia
10. Mengetahui Penatalaksanaan Xeroxis dan Dermatitis Pada Lansia
11. Mengetahui dan Memahami Asuhan Keperawatan Xeroxis dan Dermatitis Pada Lansia
2
BAB II
PEMBAHASAN
Secara fungsional kulit juga akan mengalami perubahan akibat degradasi sel-sel
kulit. Pada lansia, epidermis tipis dan rata, terutama yang paling jelas diatas tonjolan-
tonjolan tulang, telapak tangan, kaki bawah dan permukaan dorsalis tangan dan kaki.
Penipisan ini menyebabkan vena-vena tampak lebih menonjol. Poliferasi abnormal pada
terjadinya sisa melanosit, lentigo, senil, bintik pigmentasi pada area tubuh yang terpajan
sinar mata hari, biasanya permukaan dorsal dari tangan dan lengan bawah. Sedikit
kolagen yang terbentuk pada proses penuaan, dan terdapat penurunan jaringan elastik,
mengakibatkan penampiln yang lebih keriput. Tekstur kulit lebih kering karena kelenjar
eksokrin lebih sedikit dan penurunan aktivitas kelenjar eksokri dan kelenar sebasea.
Perubahan kulit yang terjadi pada lansia dapat disebabkan dari faktor instrinsik
dan ekstrinsik. Faktor instrinsik yang menyebabkan terjadinya perubahan kulit pada
lansia karena adanya proses penuaan dan perubahan biologis yang terprogram, sedangkan
faktor ekstrinsik yang dapat mempengaruhi perubahan kulit pada lansia adalah
3
lingkungan seperti terpapar matahari dan polusi, gaya hidup dan kebersihan diri (Frage et
al, 2010 dalam voegeli, 2012).
Faktor instrinsik pada lansia dapat disebabkan karena adanya perubahan pada
fungsi dan struktur sistem integument. Hal ini terjadi karena adanya penurunan melanin
pada lapisan epidermis, sehingga terjadi penurunan respons perlindungan kulit terhadap
sinar matahari. Oleh karena itu, lansia berisiko tinggi untuk mengalami kerusakan kulit
akibat terpajan sinar matahari yang berlebihan.Sementara faktor ekstrinsik dapat
bersumber dari lingkungan dan kebersihan diri. Ketika kulit menjadi kering seiring
dengan penuaan, kelembaban yang rendah merupakan faktor predisposisi bagi lansia
mengalami pruritus yang diakibatkan oleh kulit yang kering.
Xerosis cutis adalah istilah medis untuk kulit kering. Nama ini berasal dari kata
Yunani "Xero" yang berarti kering. Hal ini ditandai secara klinis dengan kulit yang kasar,
bersisik, dan kulit sering terasa gatal. Kulit kering disebabkan oleh kurangnya
kelembapan pada stratum korneum akibat penurunan kadar air. Kerusakan pada stratum
korneum menyebabkan kadar air dibawah 10% (Harinda, 2017).Kulit kering merupakan
keadaan stratum korneum yang kurang lembap akibat penurunan kandungan air. Kulit
tampak kasar, pecah-pecah, bersisik, dan gatal. Penyebab kulit kering tidak dipahami
dengan paripurna, sedangkan perubahan fisiologis kulit dan pengaruh lingkungan
diyakini menyebabkan kulit kering pada usia lanjut (Bianti, 2016).
Perubahan penting di epidermis terjadi pada lapisan paling superfisial, yaitu
stratum korneum. Stratum korneum terdiri atas korneosit dan substansi interseluler yang
tersusun seperti “batu bata dan semen”. Lipid interseluler yang berperan pada
pembentukan intercellular lamellar bilayer antara lain sfingolipid, sterol bebas, dan
fosfolipid. Lipid ini penting untuk memerangkap air dan mencegah kehilangan air
berlebih. Pada usia lanjut, lipid interseluler berkurang, mengakibatkan fungsi sawar
terganggu sehingga meningkatkan kerentanan usia lanjut terhadap bahan-bahan seperti
pelarut dan deterjen (Bianti, 2016)
Penyebab kulit kering dipengaruhi oleh faktor endogen dan faktor eksogen.
a) Faktor endogen
4
1) Genetik
Sebagian besar kasus kulit kering disebabkan karena faktor herediter. Jika
keluarga memiliki garis keturunan kulit kering maka kemungkinan besar generasi
selanjutnya akan mengalami kulit kering.
2) Usia
Kulit kering dapat terjadi pada semua golongan usia. Namun, insidens dan
keparahan kulit kering meningkat dengan bertambahnya usia. Seiring
bertambahnya usia, kulit mengalami perubahan yang mengakibatkan berkurangnya
elastisitas, peningkatan kerapuhan dan perubahan respon imun. Pada usia lanjut,
penurunan deskuamasi dari korneosit dan retensi keratin menyebabkan kulit
menjadi kasar dan kering.
3) Jenis kelamin
Kulit kering sering terjadi pada wanita dibandingkan laki-laki. Hal ini
disebabkan karena wanita memiliki kulit yang lebih tipis dan wanita lebih sering
menggunakan bahan-bahan iritatif serta melakukan perawatan kulit yang dapat
mengiritasi kulit. Sedangkan kulit pada laki-laki lebih tebal sehingga laki-laki
terlindungi dari paparan sinar UV.
Selain itu, keseimbangan hormon testosteron, estrogen dan progesteron pada
perempuan dan laki-laki juga berperan dalam produksi sebum. Pada wanita
menopause, produksi estrogen akan menurun sehingga kualitas kulit juga menurun
menjadi mudah rusak dan kering karena menurunnya kolagen pada dermis.
4) Penyakit kulit
Dermatitis atopik adalah penyakit inflamasi kulit kronis yang disebabkan
multifaktorial dengan kelainan genetik yang menyebabkan ketidakseimbangan
imunologi. Gejala awalnya adalah kulit kering dan pruritus yang parah. Selain itu,
penyakit kulit seperti psoriasis dan iktiosis vulgaris memberikan gambaran kulit
yang kering, bersisik dan mudah mengelupas.
5) Penyakit sistemik
Kulit merupakan gejala umum dari penyakit sistemik kronis termasuk
diabetes melitus, gagal ginjal kronik, penyakit hati kronik, hipotiroid, keganasan,
dan infeksi HIV.
Pada hipotiroid mensintesis lipid yang abnormal dan dapat mengurangi
aktivitas kelenjar keringat dan kelenjar minyak. Prevalensi kulit kering pada
diabetes melitus sekitar 30% dan dianggap sebagai akibat dari perubahan saraf dan
pembuluh darah dan bila terjadi neuropati, kelenjar keringat akan atrofi.
5
Kulit kering dan gatal merupakan salah satu gejala dari gangguan penyakit
hati dan ginjal. Telah dilaporkan prevalensi kulit kering pada penderita yang
mengalami hemodialisis pada gagal ginjal sekitar 66% dan sebanyak 50% orang
yang mengidap HIV mengalami kulit kering.
b) Faktor eksogen
1) Suhu dan kelembapan udara
Udara dingin menyebabkan elastisitas stratum korneum berkurang karena
lilin kulit diantara keratin lebih keras dan kokoh serta sekresi sebum berkurang.
Namun, ketika udara panas, kelenjar sebasea aktif mensuplai permukaan kulit
dengan minyak dan air sehingga tidak mudah mengering.
2) Pajanan bahan kimia
Terlalu sering terpapar bahan kimia seperti deterjen, sabun cuci dan cairan
pembersih lantai dapat mengakibatkan struktur lipid keratin dapat mengalami
proses denaturasi yang abnormal.
3) Radiasi sinar UV
Radiasi sinar UV yang tinggi dapat menyebabkan kulit kering, penuaan dini,
keriput dan kanker kulit. Hal ini disebabkan karena selsel kulit menyerap radiasi
dan memproduksi reactive oxygen species (ROS) yang dapat merusak DNA dan
dinding sel.
4) Polusi udara
Studi epidemiologi menunjukkan bahwa polusi udara juga mempengaruhi
integritas kulit. Polusi udara seperti asap kendaraan bermotor akan memicu proses
kimia kompleks seperti proses oksidasi berupa radikal bebas yang bersifat
oksidatif. Radikal bebas ini akan memacu kerusakan DNA pada inti sel serta
memacu proses autoimun yang menyebabkan peradangan pada kulit sehingga kulit
menjadi kering.
5) Nutrisi
Kurangnya nutrisi seperti sayur, buah, suplemen dan kurangnya minum air
putih dapat mempengaruhi kondisi kulit. Protein yang terdiri dari asam amino
membantu pembentukan keratin dan kolagen. Kekurangan protein dapat
mempengaruhi kelembapan kulit. Air menjaga kelembapan kulit dari dehidrasi.
Bersama dengan vitamin E, vitamin C dapat membantu melindungi kulit dari
berbagai kerusakan akibat sinar matahari. Vitamin C juga berfungsi membentuk
kolagen untuk membentuk struktur kulit.
6
3. Patofisiologi Gangguan Xeroxis pada Lansia
a) Eczema xerotic
Dapat terjadi jika kulit menjadi sangat kering dan pecah -pecah dan menjadi inflamasi
b) Dermatitis numularis atau eczema discoid umumnya/cenderung pada kulit yang
xerosis.
c) Superinfeksi dengan bakteri akibat garukan.
Adapun pencegahan yang dapat dilakukan pada gangguan xeroxis pada lansia adalah
a) Pelembap adalah bahan topikal yang mengandung beberapa komponen dan berfungsi
mencegah atau memperbaiki kulit kering.
b) Perawatan kulit dasar yang terdiri dari 4 fungsi dasar utama, yaitu membersihkan
kulit, mempertahankan hidrasi kulit, melembabkan kulit, dan proteksi kulit.
c) Penanganan utama untuk melindungi kulit dan mencegah kerusakan kulit adalah
dengan penggunaan skin cleanser (pembersih kulit) dan cara mengeringkan kulit
yang tepat, serta penggunaan pelembap.
d) Proteksi terhadap sinar ultraviolet dari pajanan matahari berperan penting pada
perawatan serta pencegahan kulit menua.
9
8. Pemeriksaan Penunjang Gangguan Xeroxis pada Lansia
Penilaian terhadap kulit kering dapat dilakukan secara objektif dan subjektif.
SKOR INTERPRETASI
10
menggunakan moisture checker memberikan hasil yang lebih beragam dalam bentuk
persentase (%) tercantum pada tabel di bawah.
Penilaian terhadap kulit kering secara subjektif berdasarkan Overall Dry Skin
Score (ODS) yang diadaptasi dari European Group on Efficacy Measurement of
Cosmetics and other Topical Products Guidance (EEMCO) dengan menilai tanda mayor
dan minor kulit kering pada area tertentu. Efektivitas pelembab didapatkan bila terjadi
penurunan skor ODS.
Skor Karakteristik
2 Sisik halus dan sedang, kulit kasar ringan dan tampilan warna
kulit keputihan
11
Dermoskopi merupakan pemeriksaan non invasif yang dapat memvisualisasikan
lapisan epidermis dan struktur yang mendasarinya dengan gambaran yang lebih besar.
Dikenal juga dengan mikroskop epiluminesen atau mikroskop kulit. Awalnya
dermoskopi digunakan untuk mengevaluasi dan membedakan kanker kulit melanoma
dan non-melanoma. Dalam beberapa tahun terakhir, penelitian-penelitian yang ada telah
menunjukkan bahwa dermoskopi merupakan pemeriksaan non invasif yang dapat
membantu menegakkan diagnosis dari berbagai kelainan kulit, seperti kelainan pada
rambut (trikoskopi), kelainan pada kuku onikoskopi), penyakit infeksi (entodermoskopi)
dan pada dermatosis inflamasi (inflamoskopi).
Kebanyakan dermoskopi non polarisasi yang ada saat ini telah memiliki light-
emitting diodes sebagai sumber penerangan (iluminasi) dengan lensa pembesar 10 kali.
Pemeriksaan dengan dermoskopi non polarisasi memerlukan kontak langsung antara
lempeng cahaya dermoskopi dengan kulit sehingga diperlukan adanya cairan imersi (air,
minyak mineral, alkohol, gel ultrasonografi dan gel antibakteri). Alkohol 70%
dinyatakan sebagai minyak imersi terbaik karena yang jarang menimbulkan gelembung
udara dengan gambaran yang lebih jelas dan bersifat anti bakteri.
a. Pengkajian
13
1). Wawancara riwayat kesehatan
14
1 Data subjektif : Fakor resiko suhu Resiko gangguan
Pasien mengatakan lingkungan yang ektrim, integrasi kulit
kakiknya kering, bahan kimia iritatif,
gatal dan pecah- kelembaban, proses
pecah penuaan
Data objektif :
-Kulit kaki pasien
tampak kering
-Kuliti kaki pasien
tampak pecah-pecah
-Pasien tampak
menggaruk kakinya
-Jari kuku kaki
pasien tampak
panjang
Data obejktif :
-Pasien tampak
menggaruk kakinya
-Kuliti kaki pasien
tampak pecah-pecah
15
3 Data subjektif : Faktor resiko kerusakan Resiko infeksi
Pasien mengatakan integritas kulit
kakinya kering dan
gatal
Data objektif :
-Kulit kaki pasien
tampak kering
-Kuliti kaki pasien
tampak pecah-pecah
-Pasien tampak
menggaruk kakinya
-Jari kuku kaki
pasien tampak
panjang
b. Diagnosa keperawatan
1. Resiko gangguan integrasi kulit berhubungan dengan faktor suhu lingkungan
yang ektrim, bahan kimia iritatif, kelembaban, proses penuaan
2. Gangguan rasa nyaman Gangguan stimulus lingkungan
3. Resiko infeksi berhubungan dengan Faktor resiko kerusakan integritas kulit
c. Intervensi keperawatan
1. Resiko gangguan integrasi kulit berhubungan dengan faktor suhu lingkungan
yang ektrim, bahan kimia iritatif, kelembaban, proses penuaan
Intervensi : perawatan kaki
a) Identifikasi perawatan kaki yang biasa dilakukan
b) Periksa adanya iriasi, retak, lesi, kapalan atau edema
c) Monitor tingkat kelembaban kaki
d) Keringkan sela-sela jari kaki
16
e) Berikan pelembab kaki sesuai kebutuhan
f) Bersihkan atau potong kuku kaki jika perlu
d. Implementasi Keperawatan
17
C. Gangguan Integumen Dermatitis Pada Lansia
22
3. Patofisiologi Gangguan Dermatitis pada Lansia
23
Fase sensitisasi disebut juga fase induksi atau fase aferen.
Pada fase ini terjadi sensitisasi terhadap individu yang semula
belum peka, oleh bahan kontaktan yang disebut alergen kontak
atau pemeka. Terjadi bila hapten menempel pada kulit selama 18-
24 jam kemudian hapten diproses dengan jalan pinositosis atau
endositosis oleh sel LE (Langerhans Epidermal), untuk
mengadakan ikatan kovalen dengan protein karier yang berada di
epidermis, menjadi komplek hapten protein. Protein ini terletak
pada membran sel Langerhans dan berhubungan dengan produk
gen HLA-DR (Human Leukocyte Antigen-DR). Pada sel penyaji
antigen (antigen presenting cell).
2. Fase elisitasi
Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan
kedua dari antigen yang sama dan sel yang telah tersensitisasi telah
tersedia di dalam kompartemen dermis. Sel Langerhans akan
mensekresi IL-1 yang akan merangsang sel T untuk mensekresi Il-
2. Selanjutnya IL-2 akan merangsang INF (interferon) gamma. IL-
1 dan INF gamma akan merangsang keratinosit memproduksi
ICAM-1 (intercellular adhesion molecule-1) yang langsung beraksi
dengan limfosit T dan lekosit, serta sekresi eikosanoid. Eikosanoid
akan mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk melepaskan
histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang
meningkat. Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit
seperti eritema, edema dan vesikula yang akan tampak sebagai
dermatitis.
Proses peredaan atau penyusutan peradangan terjadi melalui
beberapa mekanisme yaitu proses skuamasi, degradasi antigen oleh enzim
dan sel, kerusakan sel Langerhans dan sel keratinosit serta pelepasan
Prostaglandin E-1dan 2 (PGE-1,2) oleh sel makrofag akibat stimulasi INF
gamma. PGE-1,2 berfungsi menekan produksi IL-2R sel T serta mencegah
kontak sel T dengan keratisonit. Selain itu sel mast dan basofil juga ikut
24
berperan dengan memperlambat puncak degranulasi setelah 48 jam
paparan antigen, diduga histamin berefek merangsang molekul CD8 (+)
yang bersifat sitotoksik. Dengan beberapa mekanisme lain, seperti sel B
dan sel T terhadap antigen spesifik, dan akhirnya menekan atau meredakan
peradangan.
b. Dermatitis atopik
25
Sebagai lanjutan dari dermatitis infantil diselingi ehat beberapa tahun
Umur : 3 tahun – 10 tahun
Lesi : gerombolan papul, eritema, kadang – kadang sudah terjadi
ekskoriasis ( likenifikasi )
Keluhan gatal yang digaruk dan hilang timbul
c) Dermatitis atopik dewasa
Lanjutan dari anak – anak
Tempat lesi : wajah, leher, dada, tengkuk, lengan
Lesi berupa gerombolan papul, likenifikasi
Tanda khas berupa while dermografisme
c. Dermatitis numularis
Adalah suatu dermatitis yang bentuknya seperti uang logam yang
lokasinya di tempat tertentu dengan penyebab yang belum jellas.sinonim
untuknya adalah neurodermatitis numular.karena dalam bahasa latin
numular berarti bundar seperti uang logam.
d. Dermatitis statis
Dermatitis statis atau dermatitis hipostatik ialah salah satu jenis
dermatitis sirkulatorius. Biasanya dermatitis statis merupakan dermatitis
varikosum. Sebab kausa utamanya ialah insufisiensi vena.
e. Dermatitis seboroik
Seborrhea atau Dermatitis seboroik yaitu kelainan kulit berupa
peradangan superfisial dengan papuloskuamosa yang kronik dengan tempat
predileksi di daerah-daerah seboroik yakni daerah yang kaya akan kelenjar
sebasea, seperti pada kulit kepala, alis, kelopak mata, naso labial, bibir,
telinga, dada, axilla, umbilikus, selangkangan dan glutea. Pada dermatitis
seboroik didapatkan kelainan kulit yang berupa eritem, edema, serta skuama
yang kering atau berminyak dan berwarna kuning kecoklatan dalam
berbagai ukuran disertai adanya krusta.
26
5. Manifestasi Klinis Gangguan Dermatitis pada Lansia
1. Fase akut.
Kelainan kulit umumnya muncul 24-48 jam pada tempat terjadinya
kontak dengan bahan penyebab. Derajat kelainan kulit yang timbul
bervariasi ada yang ringan ada pula yang berat. Pada yang ringan
mungkin hanya berupa eritema dan edema, sedang pada yang berat selain
eritema dan edema yang lebih hebat disertai pula vesikel atau bula yang
bila pecah akan terjadi erosi dan eksudasi. Lesi cenderung menyebar dan
batasnya kurang jelas. Keluhan subyektif berupa gatal.
2. Fase Sub Akut
Jika tidak diberi pengobatan dan kontak dengan alergen sudah tidak ada
maka proses akut akan menjadi subakut atau kronis. Pada fase ini akan
terlihat eritema, edema ringan, vesikula, krusta dan pembentukan papul-
papul.
3.Fase Kronis
Dermatitis jenis ini dapat primer atau merupakan kelanjutan dari fase akut
yang hilang timbul karena kontak yang berulang-ulang. Lesi cenderung
27
simetris, batasnya kabur, kelainan kulit berupa likenifikasi, papula,
skuama, terlihat pula bekas garukan berupa erosi atau ekskoriasi, krusta
serta eritema ringan. Walaupun bahan yang dicurigai telah dapat
dihindari, bentuk kronis ini sulit sembuh spontan oleh karena umumnya
terjadi kontak dengan bahan lain yang tidak dikenal.
c. Luka terbuka
28
d. Menghindari stress
29
a. Menghindari Alergen
b. Medikamentosa
d. Mandi
30
pengharum maupun zat lain yang dapat mengiritasi kulit. Setelah
mandi, kulit jangan digosok dengan handuk, sebaiknya dikeringkan
dengan pelan dan tetap sedikit basah.
a. Pengkajian
1. Anamnesa
a) Data umum (identitas) : nama, umur, agama, jenis kelamin, suku,
pendidikan terakhir, diagnosa medis, no telefon, alamat , dan
pekerjaan.
b) Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama : pasien akan mengeluhkan rasa gatal, radang
bengkak, kemerahan, terdapat papul/ bulla (tojolan) berisi air,
perih, rasa terbakar, bintik mera, perih/nyeri.
2) Riwayat penyakit sekarang : kronologi keluhan seperti faktor
pencetus (kurangnya kebersihan diri atau faktor alergi),
timbulnya keluhan, lamanya keluhan, upaya mengatasi keluhan
(farmakologi atau non farmakologi)
3) Riwayat kesehatan dahulu: riwayat alergi, riwayat hospitalisasi
(pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau penyakit kulit
lainnya), riwayat pengobatan, riwayat infeksi menular.
4) Riwayat kesehatan keluarga : kaji riwayat kesehatan yang
pernah dialami keluarga baik dengan penyakit yang sama atau
berbeda, apakah anggota keluarga juga memiliki riwayat alergi
yang sama atau tidak, catat minimal 3 generasi .
c) Komposisi keluarga (genogram)
d) Riwayat psikososial dan spiritual: : kaji orang terdekat pasien,
masalah yang mempengaruhi pasien ( rasa tidak nyaman atau malu
karena sakitnya), mekanisme koping terhadap stress, persepsi
pasien akan penyakitnya ( hal-hal yang mempengaruhi dan harapan
pasien akan sakitnya).
31
e) Sistem nilai keercayaan: kebiasaan ibadah, harapan pasien akan
ibadahnya, dan kepercayaan akan kematian.
f) Riwayat kebiasaan sehari-hari
1) Nutrisi: pola makan, frekuensi, jenis makanan, kebiasaan
sebelum makan, nafsu makannya, makanan yang dilarang,
makanan yang disukai, frekuensi minum dalam sehari, tinggi
dan berat badan.
2) Eleminasi: berkemih/ bak (frekuensi, warna,keluhan, bau) dan
defekasi/ bab (frekuensi, warna,keluhan, bau, dan konsistensi).
3) Personal hygine: kebiasaan mandi, oral hygine, cuci rambut,
dan gunting kuku.
4) Istirahat dan tidur: durasi tidur siang dan malam dan keluhan
saat tidur.
5) Aktivitas dan latihan: apakah pasien melakukan olahraga, jenis
olahraganya, frekuensi, kegiatan diwaktu senggang, keluhan
saat beraktivitas, kebiasaan merokok, minuman keras, dan
ketergantungan obat.
g) Status mental: penampilan, pembicaraan, afek, persepsi, memori.
c) Pemeriksaan fisik
a) Tanda-tanda vital : td, hr, rr, suhu
b) Kepala : bentuk, kebersihan, kerontokan, keluhan.
c) Mata : konjungtiva, sclera, starbisium, penglihatan, lapang
pandang, penggunaan kacamata, peradangan, riwayat katarak,
keluhan.
d) Hidung : bentuk, peradangan, penciuman, keluhan.
e) Telinga : kebersihan, peradangan, pendengaran, keluhan.
f) Mulut dan bibir : kebersihan, mukosa, peradangan/stomatitis,
radang gusi, kesulitan mengunyah/menelan, keluhan.
g) Leher : pembesaran kelenjar tiroid, kaku kuduk, keluhan.
h) Intigumen : apakah terdapat bulla, lesi, pus.
i) Dada
32
1) Inspeksi : kesimetrisan, retraksi, pola nafas, penggunaan otot
bantu pernafasan.
2) Palpasi : fremitus kiri dan kanan teraba atau tidak, ada
nyeri/tidak.
3) Perkusi : sonor/ tidak.
4) Auskutasi : vesikuler/ tidak.
j) Abdomen
1) Inspeksi : kesimetrisan, asites ya/ tidak.
2) Palpasi : ada pembekakan abdomen, perbesaran limfa, nyeri
abdomen.
3) Perkusi : timpani/tidak
4) Auskutasi : bising usus
k) Genetalia
l) Ekstermitas
1) Atas : kesimetrisan, edema, crt, akral teraba hangat/ dingin
2) Bawah : kesimetrisan, edema, crt, akral teraba hangat/ dingin,
3) Kekuatan otot.
4) Postur tubuh.
5) Rentang gerak.
6) Deformitas.
7) Tremor
8) Edema
9) Penggunaan alat bantu berjalan.
Pemeriksaan fisik ada lansia berfokus pada:
a) Pernafasan : bentuk dada, adanya suara nafas tambahan atau tidak,
gejala timbul keluhan sesak nafas, perubahan pola nafas saat
aktivitas.
b) Kardiovaskular: tekanan darah nadi perifer teraba, irama jantung,
distensi vena jugularis ada/tidak.
33
c) Kulit: ada atau tidak bintik kemerahan yang bersisik, turgor kulit
buruk, rasa gatal (biasanya hilang timbul, dapat timbul saat santai
atau tidur, rasa gatal memburuk setelah digaruk.
d) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboraturium
a) Darah : hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein
total, albumin dan globulin.
b) Urin: pemeriksaan histopatologi (susanti, 2018)
Pemeriksaan histopatologi tidak memberikan gambaran khas,
karena dapat terlihat pada semua jenis dermatitis.
e) Pemeriksaan status kemandirian lansia: indeks kartz, indeks barthel,
dll.
f) Pemeriksaan status psikososial lansia: gds (geriatic depression scale),
dll.
2. Analisis data
No Analisa data Etiologi Masalah
34
dan nyeri
Tampak
Merusak jaringan
bulla/pustulla epidermis
Ds: Kerusakan integritas
Pasien mengatakan kulit
kulit terasa gatal.
Pasien mengatakan
selalu menggaruk
saat timbul rasa
gatal
2 Do: Dermatitis Nyeri
Terdapat lesi Pelepasan mediator akut
peradangan
tampak merah pada
kulit pasien Prostaglandin
Raut muka pasien
meringis menahan
Memediator syaraf
nye
Ds: Timbul rasa nyeri terbakar
Pasien mengatakan
nyeri pada sekitar Nyeri Akut
lesi
35
Ds:
Pasien mengatakan
ada luka terbuka Reaksi menggaruk
Merusak jaringan
epidermis
Resiko infeksi
36
5 Do: zat iritan, bakteri, alegi,dll Ganggu
Tampak pasien Kerusakan sel an rasa
sering menggaruk nyaman
Terdapat banyak Memicu proses
degranulasi lapisan
lesi
tanduk
Ds: Reaksi peradangan
Pelepasan mediator kimia
Pasien mengatakan berlebihan
Gatal, rubor, calor,dolor,
rasa gatal di daerah
dan tumor
yang sakit.
Pasien mengatakan Reaksi menggaruk
terganggu dengan berlebih
Gangguan rasa nyaman
kondisi gatalnya
Pasien mengatakan
sulit untuk tidur
karena rasa
gatalnya
37
b. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit b.d perubahan sirkulasi akibat lesi pada kulit
2. Nyeri akut b.d lesi kulit
3. Risiko infeksi b.d peningkatan paparan organisme pathogen
lingkungan
4. Gangguan pola tidur b.d pruritus
5. Gangguan rasa nyaman b.d gejala penyakit
6. Gangguan citra tubuh b.d iritasi yang terjadi pada kulit
c. Intervensi Keperawatan
38
rusak 7. Libatkan keluarga
dalam memberikan
bantuan pada pasien
8. Gunakan sabun yang
mengandung
pelembab atau sabun
untuk kulit sensitif
9. Oleskan/berikan salep
atau krim yang telah
diresepkan dua atau
tiga kali per hari.
2 Nyeri akut b.d Setelah diberikan Manajemen Nyeri:
lesi kulit tindakan keperawatan
1. Kaji nyeri secara
klien merasa nyeri hilang
komprehensif (lokasi,
dan berkurang dengan
karakteristik, durasi,
kriteria hasil:
frekuensi, faktor
1. Klien melaporkan presipitasi)
nyeri berkurang 2. Gunakan teknik
2. Mampu mengenali kmunikasi terapeutik
nyeri (skala, untuk mengetahui
intensitas dan pengalaman nyeri
frekuensi) klien sebelumnya
3. Menyatakan rasa 3. Kontrol faktor
nyaman setelah nyeri lingkungan yang
berkurang memengaruhi nyeri
4. Ekspresi wajah seperti suhu ruangan,
tenang pencahayaan
5. Klien dapat istirahat 4. Pilih dan lakukan
dan tidur penanganan nyeri
6. TTV dalam rentang (farmakologis/non
39
normal farmakologis)
5. Kolaborasi pemberian
analgetic untuk
mengurangi nyeri
6. Ajarkan teknik non
farmakologis
(relaksasi, distraksi,
dll) untuk mengatasi
nyeri
7. Evaluasi tindakan
pengurang nyeri/
kontrol nyeri
8. Monitor TTV
3 Risiko infeksi b.d Setelah dilakukan asuhan 1. Lakukan teknik
peningkatan keperawatan diharapkan aseptic dan antiseptic
paparan tidak terjadi infeksi dalam melakukan
organisme dengan kriteria hasil: tindakan pada pasien
pathogen 2. Ukur tanda vital tiap
1. Hasil pengukuran
lingkungan 4- 6 jam
tanda vital dalam
3. Observasi adanya
batas normal.
tanda-tanda infeksi
a. RR: 16-20 x/menit
4. Batasi jumlah
b. N: 70-82 x/menit
pengunjung
c. T: 37,5 C
5. Kolaborasi dengan
d. TD: 120/85mmHg
ahli gizi untuk
2. Tidak ditemukan
pemberian diet TKTP
tanda-tanda infeksi
6. Libatkan peran serta
(kalor,dolor, rubor,
keluarga dalam
tumor, infusiolesa)
memberikan bantuan
3. Hasil pemeriksaan
pada klien
laborat dalam batas
7. Kolaborasi dengan
40
normal Leuksosit dokter dalam terapi
darah: 5000- obat
10.000/mm3
4 Gangguan pola Setelah dilakukan asuhan 1. Menjaga kulit agar
tidur b.d pruritus keperawatan diharapkan selalu lembab
klien bisa istirahat tanpa 2. Determinasi efek-
adanya pruritus dengan efek medikasi
kriteria hasil: terhadap pola tidur
3. Jelaskan pentingnya
1. Mencapai tidur yang
tidur yang adekuat
nyenyak
4. Fasilitasi untuk
2. Melaporkan gatal
mempertahankan
mereda
aktifitas sebelum
3. Mengenali tindakan
tidur
untuk meningkatkan
5. Ciptakan lingkungan
tidur
yang nyaman
4. Mempertahankan
6. Kolaborasi dengan
kondisi lingkungan
dokter dalam
yang tepat
pemberian obat tidur
5 Gangguan rasa Setelah tindakan 1. Kaji keluhan gatal,
nyaman b.d keperawatan selama lokasi, frekuensi,
gejala penyakit 2X24 jam klien dapat intensitas (skala dan
mengurangi rasa tidak waktu).
nyaman yang dirasakan 2. Observasi petunjuk
sampai dengan hilang non verbal gatal,
(klien tidak lagi misalnya menggaruk,
menggaruk kulitnya dan ekspresi wajah
tidak ditemukan rubor 3. Ajarkan klien untuk
pada kulit) melakukan Teknik
mengurangi gatal:
relaksasi dan
41
distraksi, terutama
bila keluhan gatal
timbul
4. Berikan tentang efek
menggaruk dengan
benar daerah yang
gatal, misalnya
dengan tidak
menggaruk dengan
ujung jari kuku dan
garukan yang keras,
melainkan dengan
permukaan kuku-
kuku jari dan garukan
perlahan
5. Anjurkan pada klien
untuk menggunakan
sarung tangan kain
lembut
6. Kolaborasi dalam
pemberian obat
antipruritus (anti
gatal)
6 Gangguan citra Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji adanya
tubuh b.d iritasi keperawatan diharapkan gangguan citra diri
yang terjadi pada pengembangan (menghindari kontak
kulit peningkatan penerimaan mata, ucapan
diri pada klien tercapai merendahkan diri
dengan kriteria hasil: sendiri).
2. Identifikasi stadium
1. Mengembangkan
psikososial terhadap
42
peningkatan perkembangan.
kemauan untuk 3. Berikan kesempatan
menerima keadaan pengungkapan
diri. perasaan.
2. Mengikuti dan turut 4. Nilai rasa
berpartisipasi dalam keprihatinan dan
tindakan perawatan ketakutan klien, bantu
diri. klien yang cemas
3. Melaporkan mengembangkan
perasaan dalam kemampuan untuk
pengendalian menilai diri dan
situasi. mengenali
4. Menguatkan masalahnya.
kembali dukungan 5. Dukung upaya klien
positif dari diri untuk memperbaiki
sendiri. citra diri, seperti
merapikan diri.
6. Mendorong
sosialisasi dengan
orang lain.
43
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya
dapatkita ambil sebuah kesimpulan bahwa perubahan-perubahan sistem
integumen pada lansia seperti peradangan kulit epidermis dan dermis sebagai
respon terhadap pengaruh faktor eksogen atau faktor endogen, menimbulkan
kelainan klinis padakulit.Kemudian asuhan keperawatan dilakukan sebagai
upaya untuk memenuhikebutuhan dasar klien dan mengembalikan kondisi
klien seoptimal mungkindengan cara memberikan beberapa tindakan dan
perawatan secara profesional.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kritik dan saran dari dosen dan pembaca sungguh kami harapkan
agar makalah ini bisa lebih baik dan bisa menjadi perbaikan untuk makalah
selanjutnya
44
DAFTAR PUSTAKA
45