Anda di halaman 1dari 46

MAKALAH

KONSEP PENYAKIT THALASEMIA

Dosen Pembimbing :
Christina Dewi Prasetyowati, S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun Oleh :

“Kelompok 2”

INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI

PRODI S1 KEPERAWATAN TAHUN AJARAN 2019 /2020

JL. KH WACHID HASYIM NO. 65 KEDIRI


TELP. (0354) 773299 FAX (0354) 771539
PENYUSUN

1. Ali Manshur Arifin (10219002)


2. Ameyliana Prisiska Amandani (10219004)
3. Anggita Restiana Dewi (10219005)
4. Aurellia Amara Putri (10219008)
5. Agus Budi Satria (10219009)
6. Binti Ayu Herliana (10219010)
7. Cici Sukma Melati (10219012)
8. Denny Ayu Safitri (10219017)
9. Dinda Riana Ayu Mamila Putri (10219019)
10.Dinda Sita Devi (10219020)
11.Ela Nurmetianingsih (10219022)
12.Elma Yulitasari (10219023)
13.Fakhri Akmal Zaki (10219024)
14.Farida Fitri Wahyuni (10219025)
15.Firda Rahma Fauziah (10219027)
16.Fredy Ricamahendra (10219028)
17.Joan Nita Mukti Soleha (10219031)
18.Kharisma Dwi Anggana (10219032)
19.Kirana Roihani Sholihati (10219033)
20.Maria Ulfa Agustina (10219036)
21.Neti Yulia Agustin (10219040)
22.Niken Ayu Aprilita (10219041)
23.Siska Fithia Putri (10219056)
24.Suci Via Aprilian (10219057)

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan YME karena dengan rahmat, karunia,
serta taufik dan hidayahNya kami dapat menyelesaikan “Makalah Konsep Penyakit
Thalasemia”. Dan kami juga berterimakasih kepada Ibu Christina, S. Kep., Ns., M.Kepselaku
dosen Keperawatan Medikal Bedah yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun
yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri
maupun orang lain. Sebelumnya kami mohon maaf bila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di
masa depan.

Kediri, 2 Desember 2020

Kelompok 2

iii
DAFTAR ISI

Halamanjudul.......................................................................................................................i

Kata Pengantar
.............................................................................................................................................
2

Daftar Isi
.............................................................................................................................................
3

BAB I PENDAHULUAN   

1.1 Latar Belakang.................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah


.............................................................................................................................................
5

1.3 Tujuan
.............................................................................................................................................
5

BAB II PEMBAHASAN   

2.1 Definisi Thalasemia


.............................................................................................................................................
6

2.2 Klasifikasi Thalasemia


.............................................................................................................................................
6

2.3 Etiologi Thalasemia

iv
.............................................................................................................................................
9

2.4 Gejala Thalasemia


.............................................................................................................................................
10

2.5 Diagnosa
.............................................................................................................................................
11

2.6 Patofisiologi
.............................................................................................................................................
12

2.7 Pemeriksaan Penunjang


.............................................................................................................................................
13

2.8 Penatalaksanaan Medis


.............................................................................................................................................
15

2.9 Pencegahan...................................................................................................16

BAB III ASKEP THALASEMIA ...............................................................................19

BAB BAB iv PENUTUP     

4.1 Kesimpulan
.............................................................................................................................................
36

4.2 Saran
.............................................................................................................................................
36

v
DAFTARPUSTA.............................................................................................................37

vi
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan ditandai oleh defisiensi
produk rantai globulin pada hemoglobin. Menurut Nelson (2000), Thalasemia adalah
sekelompok heterogen anemia hipokromik penyakit herediter dengan berbagai derajat
keparahan. Thalasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan
masuk ke dalam kelompok hemoglobin opati, yakni kelainan yang disebabkan oleh
gangguan sistem hemoglobin akibat di dalam atau dekat gen globin (Nurarif, 2013).

Penyakit Thalasemia terbagi menjadi dua jenis yaitu thalasemia minor dan
thalasemia mayor. Perbedaan diantara keduanya adalah penderita thalasemia minor dapat
hidup normal dan tidak memerlukan perawatan dan pengobatan khusus. Namun
penderita thalasemia minor dapat menurunkan penyakit thalasemia kepada anak-
anaknya. Sedangkan penderita thalasemia mayor memerlukan perawatan dan pengobatan
khusus. Dikarenakan thalasemia mayor merupakan kelainan darah yang cukup berat.
Penderita thalasemia mayor tidak mampu memproduksi sel darah merah yang cukup dan
kemungkinan besar harus menjalani transfusi darah seumur hidupnya (Nadesul, 2006:
23).

Indonesia menjadi salah satu Negara yang berisiko tinggi untuk penyakit thalasemia.
Di tahun 2009 penderita thalasemia mencapai 4000 jiwa hingga pada tahun 2014
penderita thalasemia mencapai 6000 jiwa. Peningkatan tiap tahunnya mencapai 5-10
persen. Banyak masyarakat Indonesia yang belum mengenal penyakit kelainan darah
tersebut karena penyakit thalasemia memang tidak sepopuler HIV/AIDS, namun bagi
pengidap penyakit ini juga sama berbahayanya hingga mangakibatkan kematian
(Beritasatu, 2011).

Pencegahan dari penyakit thalasemia harus dilakukan sedini mungkin khususnya


bagi pasangan yang ingin menikah atau penderitanya agar dapat ditangani lebih cepat
dan tidak menurunkan penyakit thalasemia kepada 2 keturunannya. Untuk itu diperlukan
sebuah media dalam mempermudah perhitungan resiko penyakit thalasemia untuk
menentukan penguna menderita penyakit thalsemia atau tidak dan memberikan informasi
mengenai penyakit thalasemia. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi solusi dan

1
informasi bagi setiap oranguntuk mengetahui resiko penyakit thalasemia yang
dimilikinya agar dapat ditangani sedini mungkin.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi thalasemia ?


2. Apa saja klasifikasi thalasemia ?
3. Apa etiologi thalasemia ?
4. Apa saja gejala klinis thalasemia ?
5. Apa saja diagnosa thalasemia ?
6. Bagaimana patofisiologi thalasemia ?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang pada thalasemia ?
8. Bagaimana penatalaksanaan thalasemia ?
9. Bagaimana pencegahan thalasemia ?
10. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien thalasemi ?
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu menjelaskan dan melaksanakan Asuhan Keperawatan pada pasien
yang menderita thalasemia
2. Tujuan Khusus
a. Mampu menjelaskan konsep klinis thalasemia
b. Mampu melakukan pengkajian pada pasien thalasemia
c. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien thalasemia
d. Mampu membuat intervensi pada pasien thalasemia
e. Mampu melakukan tindakan keperawatan pada pasien thalasemia
f. Mampu melakukan evaluasi tindakan keperawatan pada pasien thalasemia

2
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Definisi Thalasemia
Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan ditandai oleh defisiensi
produk rantai globulin pada hemoglobin. Menurut Nelson (2000), Thalasemia adalah
sekelompok heterogen anemia hipokromik penyakit herediter dengan berbagai derajat
keparahan. Thalasemia merupakan penyakit kongenetal herediter yang diturunkan secara
autosomal berdasarkan kelainan haemoglobin, dimana satu atau dua rantai Hb kurang
atau tidak terbentuk secara sempurna sehingga terjadi anemia hemolitik. Kelainan
hemolitik ini mengakibatkan kerusakan pada sel darah merah di dalam pembuluh darah
sehingga umur eritrosi menjadi pendek (Ganie, 2005; Mandleco & Pott, 2007).
Thalasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan masuk
kedalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan oleh gangguan
system haemoglobin akibat di dalam atau dekat gen globin (Nurarif, 2013). Mutasi gen
globin ini dapat menimbulkan dua perubahan rantai globin, yakni perubahan struktur
rangkaian asam amino acid sequence rantai globin tertentu, disebut haemoglobinopati
struktural, Perubahan kecepatan sintesis atau kemampuan produk sirantai globin tertentu
disebut Thalasemia. Thalasemia adalah penyakit yang diturunkan kepada anaknya. Anak
yang mewarisi gen Thalasemia dari satu orangtua dan gen normal dari orangtua yang lain
adalah seorang pembawa (carriers). Anak yang mewarisi gen Thalasemia dari kedua
orang tuanya akan menderita Thalasemia sedang sampai berat (Munce & Campbell,
2009).

2.2 Klasifikasi Thalasemia


a. Klasifikasi Klinis
Berdasarkan kelainan klinis, Talasemia terbagi atas tiga bagian utama yaitu:
Talasemia mayor, Talasemia intermedia, dan Talasemia minor. Kriteria utama untuk
membagi 3 bagian itu berdasar atas gejala dan tanda klinis, onset awitan, dan
kebutuhan transfuse darah yang digunakan untuk terapi suportif pasien Talasemia.
1) Talasemia mayor
Talasemia mayor adalah keadaan klinis Talasemia yang paling berat. Kondisi
Talasemia mayor terjadi karena gen penyandi hemoglobin pada 2 alel kromosom
mengalami kelainan. Pasien membutuhkan transfuse darah sejak tahun pertama
pertumbuhan pada rentang usia 6-24 bulan dan kontinyu sampai seumur

3
hidupnya. Rutinitas transfuse Talasemia mayor berkisar antara 2 minggu sekali
sampai 4 minggu sekali.
Gejala Talasemia mayor secara umum muncul pada usia 7 bulan awal
pertumbuhan bayi atau setidaknya pada bawah tiga tahun (batita). Gejala awal
adalah keadaan pucat pada kulitnya terlihat pada bagian telapak tangan, mata
bagian kelopak mata sebelah dalam, daerah perut,dan semua permukaan kulit.
Lambat laun bayi akan terlihat lebih lemas, tidak begitu aktif, dan tidak bergairah
menyusu. Bayi akan mengalami kegagalan untuk berkembang secara normal dan
menjadi semakin pucat.
Komplikasi merupakan penyebab kematian para pasien Talasemia mayor. Sistem
organ yang paling sering menyebab gangangguan berturut-turut adalah organ
endokrin meliputi gangguan pertumbuhan akibat supresi growth hormon,
pubertaster lambat dan hipogonadism, gangguan fertilitas, Diabetes Melitus
(DM), sampai dislipidemia. Penyebab kematian paling tinggi pada pasien
Talasemia adalah gangguan jantung termasuk didalamnya adalah kardiomiopati.
Tercatat bahwa 70% kematian pasien Talasemia disebabkan karena defek pada
otot dan gangguan irama jantung, heart dysfunction, aritmia, atau gabungan
keduanya. Komplikasi organ lain seperti gangguan system skeletal, gangguan
syaraf, gangguan epidermis, dan gangguan gastrointestinal menempati kelainan
yang tidak terlalu dianggap berbahaya.

2) Talasemia intermedia
Talasemia intermedia terjadi akibat kelainan pada 2 kromosom yang menurun
dari ayah dan ibunya. Perbedaannya pada jenis gen mutan yang menurun.
Individu Talasemia mayor menurun 2 gen mutan bertipemutan berat, sedangkan
pada Talasemia intermedia 2 gen tersebut merupakan kombinasi mutan berat dan
ringan, atau mutan ringan dan mutan ringan. Diagnosis awal bias terjadi pada usia
belasan tahun, atau bahkan pada usia dewasa.
Secara klinis Talasemia intermedia menunjukkan gejala dan tanda yang sama
dengan Talasemia mayor, namun lebih ringan dari gambaran Talasemia mayor.
Pasien intermedia tidak rutin dalam memenuhi transfuse darahnya, terkadang
hanya 3 bulan sekali, 6 bulan sekali atau bahkan 1 tahun sekali. Namun pada
keadaan tertentu, keadaan intermedia dapat jatuh kekeadaan mayor jika tubuh
mengeluarkan darah yang cukup banyak, atau tubuh memerlukan metabolisme

4
yang tinggi seperti keadaan infeksi yang menahun, kanker atau keadaan klinis
lain yang melemahkan system fisiologi shematologi atau system darah. Pasien
Talasemia intermedia ini dapat cenderung menjadi mayor ketika anemia kronis
tidak tertangani dengan baik dan sudah menyebabkan gangguan organ-organ
seperti hati, ginjal, pankreas, dan limpa.

3) Talasemia minor
Talasemia minor bisa juga disebut sebagai pembawa sifat, traits, pembawa mutan,
atau karier Talasemia. Karier Talasemia tidak menunjukan gejala klinis semasa
hidupnya. Hal ini bias dipahami karena abnormalitas gen yang terjadi hanya
melibatkan salah satu dari dua kromosom yang dikandungnya, bisa dari ayah atau
dari ibu. Satu gen yang normal masih mampu memberikan kontribusi untuk
proses system hematopoiesis yang cukup baik. Beberapa penelitian bahkan
menyebut bahwa diantara pendonor darah rutin pada unit-unit transfuse darah
adalah karier Talasemia.

b. Klasifikasi Molekuler
1) Talasemia-α (gangguan pembentukan rantai α)
Talasemia-α pertama kali di laporkandi Amerika Serikat dan Yunani tahun
1955dan dikenalsebagaipenyakithemoglobin H.Terdapatdua globin α yang
berhubunganeratdalamkromosom 16. Dengandemikianterdapatempat gen globin
α per selnya.Talasemia-α di tandaidenganpenurunansintesisrantai α globin
karenadelesi salahsatusampaikeempat gen α globin yangseharusnyaada.
Talasemia α dapatdibagimenjadiduakelompokyaitu : Talasemia-α tipedelesi dan
Talasemia-α tipenondelesi

2) Talasemia-ß (gangguan pembentukan rantai ß).


Talasemia-ß pertama kali di laporkanoleh Cooley pada tahun 1925. Penyakitini
ditandai oleh berkurangnyasintesis ßglobin. Gen talasemia-ß disebutßT.
Berbedadengan gen α, tiapkromosomhanyamengandungsatu gen ß.
Bentukinilebihheterogendibandingkandengantalasemia-α,
tetapiuntukkepentinganklinisumumnyadibedakanantaraß0-Thalassaemia dan ß+-
thalassaemia. Pada ß0-thalassaemia tidakdibentukrantai globin

5
samasekali,sedangkan pada ß+-thalassaemia terdapatpengurangan (10-50%)
daripadaproduksirantai globin ß tersebut

2.3 Etiologi Thalasemia


Penyakit Thalasemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat ditularkan.
Banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap thalassemia dalam sel –
selnya/ Faktor genetik (Suriadi, 2001: 24). Thalassemia bukan penyakit menular
melainkan penyakit yang diturunkan secara genetik dan resesif. Penyakit ini diturunkan
melalui gen yang disebut sebagai gen globin beta yang terletak pada kromosom 11. Pada
manusia kromosom selalu ditemukan berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur
pembentukan salah satu komponen pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah gen
globin beta yang mengalami kelainan disebut pembawasifat thalassemia-beta. Seorang
pembawa sifat thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih mempunyai 1 belah gen
dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik). Seorang pembawa sifat
thalassemia jarang memerlukan pengobatan. Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua
kromosom, dinamakan penderita thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua belah gen yang
sakit tersebut berasal dari kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat
thalassemia. Pada proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari
ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya. Bila kedua orang tuanya masing-masing pembawa
sifat thalassemia maka pada setiap pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan.
Kemungkinan pertama si anak mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen
thalassemia) dari bapak dan ibunya maka anak akan menderita thalassemia. Sedangkan
bila anak hanya mendapat sebelah gen thalassemia dari ibu atau ayah maka anak hanya
membawa penyakit ini. Kemungkinan lain adalah anak mendapatkan gen globin beta
normal dari kedua orang tuanya.
Sedangkan menurut (Suriadi, 2001) Penyakit thalassemia adalah penyakit
keturunan yang tidak dapat ditularkan. Banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri
yang mengidap thalassemia dalam sel – selnya/ faktor genetik. Jika kedua orang tua tidak
menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia, maka tidak mungkin mereka
menurunkan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia atau Thalassaemia mayor
kepada anak-anak mereka. Semua anak-anak mereka akan mempunyai darah yang
normal. Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa
sifat Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu dibanding dua (50%)

6
kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia, tidak seorang diantara anak-anak mereka akan
menderita Thalassaemia mayor. Orang dengan Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia adalah sehat, mereka dapat menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut kepada
anak-anaknya tanpa ada yang mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada di kalangan
keluarga mereka. Apabila kedua orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia, maka anak-anak mereka mungkinakan menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia atau mungkin juga memiliki darah yang normal, atau
mereka mungkin juga menderita Thalassaemia mayor.

Skema Penurunan Gen Thalasemia Mendel

2.4 Gejala Klinik


Pada talasemia mayor gejala klinik telah terlihat sejak anak baru berumur kurang
dari 1 tahun. Gejala yang tampak adalah anak lemah, pucat, perkembangan fisik tidak
sesuai dengan umur, berat badan kurang. Pada anak yang besar sering dijumpai adanya
gizi buruk, perut membuncit, karena adanya pembesaran limpa dan hati yang mudah
diraba. Adanya pembesaran limpa dan hati tersebut mempengaruhi gerak pasien karena
kemampuan terbatas, limpa yang membesar ini akan mudah ruptur hanya karena trauma
ringan saja. Gejala lain (khas) ialah bentuk muka mongoloid, hidung pesek tanpa pangkal
hidung, jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar. Hal ini disebabkan
karena adanya gangguan perkembangan tulang muka dan tengkorak. (Gambaran
radiologis tulang memperlihatkan medula yang besar, korteks tipis dan trabekula kasar).
Keadaan kulit pucat kekuning-kuningan. Jika pasien telah sering mendapat tranfusi darah

7
kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan besi dalam jaringan kulit.
Penimbunan besi (hemosiderosis) dalam jaringan tubuh seperti pada hepar, limpa,
jantung akan mengakibatkan gangguan fatal alat-alat tersebut (hemokromatosis)
(Ngastiyah,1997: 378).

2.5 Diagnosa
1. Diagnosa molekuler
Talasemia dapat juga didiagnosis dengan diagnosis molekuler. Tujuannya adalah
untuk menentukan perubahan urutan DNA pada seorang penderita. Untuk keperluan
tersebut digunakan berbagai macam metode pemeriksaan, baik dilakukan secara
terpisah maupun secara gabungan (kombinasi).
a. Polymerase Chain Reaction (PCR)
Tujuan penggunaan PCR adalah untuk menggandakan gen globin yang kemudian
hasilnya digunakan untuk menentukan jenis mutasi melalui metode lain. Dalam
keadaan tertentu PCR dapat langsung digunakan untuk menentukan mutasi, yaitu
apabila mutasi berupa delesi yang panjang (Large deletion) misalnya pada
talasemia-α tipe delesi

b. DNA Sequencing
Cara ini digunakan untuk menentukan urutan nukleotida dalam DNA yang
dilaksanakan dengan dua metode, yaitu:
a) Metode kimia (Metode Maxam dan Gilbert)
b) Metode dideoksinukleotida (Metode Sanger)

c. Southern blotting
Cara ini digunakan untuk mendeteksi :
a. Delesi yang panjang (Large Deletion)
b. Mutasi titik, bila mutasi tersebut menghapus atau menimbulkan tempat restriks

d. Dot blotting
Dipakai untuk mendeteksi mutasi titik. Syarat-syaratnya adalah mutasi tersebut
telah diketahui sebelumnya. Bila mutasi belum diketahui perlu diterapkan strategi
lain, misalnya dengan menggunakan DGGE

8
e. Denaturating gradient gel electrophoresis (DGGE)
DGGE digunakan untuk mendeteksi mutan yang sebelumnya tak diketahui.
Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Penggandaan fragmen DNA yang diduga mengandung mutan yang belum
diketahui (dilakukan dengan PCR).
b. Aplikasi DNA pada denaturating gradient gel
c. Elektroforesis.
d. Pewarnaan dengan etidium bromide

2. Diagnosa Prenatal
Bertujuan untuk mengetahui sedini mungkin apakah janin yang dikandung
menderita talasemia mayor. Diagnosis ini terutama ditujukan pada janin dari pasangan
baru yang sama-sama pengemban sifat talasemia serta janin dari pasangan yang telah
mendapat bayi talasemia sebelumnya.
Diagnosis ini dilakukan dengan menggunakan darah yang diperoleh dari fetus
berusia 18-20 minggu, kemudian dilanjutkan dengan analisis terhadap produksi rantai
ß retikulosit. Diagnosis talasemia-ß homozigot ditegakkan jika tidak terdapat produksi
rantai ß atau produksinya sangat rendah.

2.6 Patofisiologi
Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan polipeptida rantai alpa dan
dua rantai beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai beta
thalasemia yaitu tidak adanya atau kekurangan rantai beta dalam molekul hemoglobin
yang mana ada gangguan kemampuan ertrosit membawa oksigen. Ada suatu
kompensator yang meningkat dalam rantai alpa, tetapi rantai beta memproduksi secara
terus menerus sehingga menghasilkan haemoglobin defictive. Ketidak seimbangan
polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel
darah merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.

Kelebihan pada rantai alpa ditemukan pada talasemia beta dan kelebihan rantai
beta dan gama ditemukan pada talasemia alpa. Kelebihan rantai polipeptida ini
mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta,atau terdiri

9
dari hemoglobin tak stabil badan heint, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan
hemolisis.Reduksi dalam hemoglobi nmenstimulasi yang konstan pada bone marrow,
produksi RBC diluar menjadi eritropik aktif. Kompensator produksi RBC secara terus
menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC, menimbulkan
tidak edukatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan edstruksi RBC
menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh. (Suriadi, 2001 :
23-24).

Pada talasemia letak salah satu asam amino rantai polipre tidak berbeda
urutannya/ditukar dengan jenis asam amino lain. Perubahan susunan asam amino
tersebut. Bisa terjadi pada ke-4 rantai poliper Hb-A, sedangkan kelainan pada rantai
alpha dapat menyebabkan kelainan ketiga Hb yaitu Hb-A, Hb-A2 dan Hb-F.(Hassan,
1985 : 49)

2.7 Pemeriksaan Penunjang


1. Screening test

Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai gangguan


Thalassemia (Wiwanitkit, 2007).

a. Interpretasi asupan darah

Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada kebanyakkan
Thalassemia kecuali Thalassemia α silent carrier . Pemeriksaan apusan darah
rutin dapat membawa kepada diagnosis Thalassemia tetapi kurang berguna untuk
skrining.

b. Pemeriksaan osmotic fragility (OF)


Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit.
Secaradasarnya resistan eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida
dikurangkan dikira. Studi yang dilakukan menemui probabilitas formasi pori-
pori pada membran yang regang bervariasi mengikutorder ini: Thalassemia <
kontrol < spherositosis (Wiwanitkit, 2007).
c. Indeks eritrosit
Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya
dapat mendeteksi mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi
nilaidiagnostik. Maka metode matematika dibangunkan (Wiwanitkit,2007).
d. Model matematika
10
Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia β berdasarkan
parameter jumlah eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah diproposes seperti
0.01 x MCH x (MCV)², RDW x MCH x (MCV) ²/Hb x 100,MCV/RBC dan
MCH/RBC tetapi kebanyakkannya digunakan untuk membedakan anemia
defisiensi besi dengan Thalassemia β (Wiwanitkit, 2007).

Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang diperoleh


sekiranya >13 cenderung ke arah defisiensi besi sedangkan <13 mengarah ke
Thalassemia trait. Pada penderita Thalassemia traitkadar MCV rendah, eritrosit
meningkat dan anemia tidak ada ataupun ringan. Pada anemia defisiensi besi
pula MCV rendah, eritrosit normalke rendah dan anemia adalah gejala lanjut
(Yazdani, 2011).

2. Definitive test
a. Elektroforesis hemoglobin

Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin didalam


darah. Pada dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah HbA1 95-98%, Hb A2
2-3%, Hb F 0.8-2% (anak di bawah 6 bulan kadarini tinggi sedangkan neonatus
bisamencapai80%).Nilai abnormal bisa digunakan untuk diagnosis Thalassemia
seperti pada Thalassemia minor Hb A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%, Thalassemia Hb
H: Hb A2 <2% dan Thalassemia mayor Hb F 10-90%. Pada negara tropikal
membangun, elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S dan Hb
J(Wiwanitkit, 2007).

b. Kromatografi hemoglobin

Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan HbC.


Pemeriksaan menggunakan high performance liquidchromatography (HPLC)
pula membolehkan penghitungan aktual HbA2 meskipun terdapat kehadiran Hb
C atau Hb E. Metode ini bergunauntuk diagnosa Thalassemia β karena ia bisa
mengidentifikasi hemoglobin dan variannya serta menghitung konsentrasi
dengan tepat terutama Hb F dan Hb A2 (Wiwanitkit, 2007).

c. Molecular diagnosis

11
Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis Thalassemia.
Molecular diagnosis bukan saja dapat menentukan tipe Thalassemia malah dapat
juga menentukan mutasi yang berlaku (Wiwanitkit, 2007).

2.8 Penatalaksanaan Medis


Menurut (Suriadi, 2001:26) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain :

1. Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari pemberian


transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat
besi yang disebut hemosiderosis. Hemosiderosis ini dapat dicegah dengan
pemberian deferoxamine (Desferal), yang berfungsi untuk mengeluarkan besi dari
dalam tubuh ( ron chelating agent).Deferoxamine diberikan secar intravena,
namun untuk mencegah hospitalisasi yang lama dapat juga diberikan secara
subkutan dalam waktu lebih dari 12 jam.
2. Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan
meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen
(transfusi).
3. Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian
tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari
tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid),
karena zat besi yang berlebihan bisa menyebabkan keracunan. Pada bentuk yang
sangat berat, mungkin diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik
masih dalam tahap penelitian.

12
2.9 Pencegahan
Menurut Tamam (2009), karena penyakit ini belum ada obatnya, maka
pencegahan dini menjadi hal yang lebih penting dibanding pengobatan. Program
pencegahan Talasemia terdiri dari beberapa strategi, yakni (1) penapisan (skrining)
pembawa sifat Talasemia, (2) konsultasi genetik (genetic counseling), dan (3)
diagnosis prenatal. Skrining pembawa sifat dapat dilakukan secara prospektif dan
retrospektif. Secara prospektif berarti mencari secara aktif pembawa sifat thalassemia
langsung dari populasi diberbagai wilayah, sedangkan secara retrospektif ialah
menemukan pembawa sifat melalui penelusuran keluarga penderita Talasemia
(family study). Kepada pembawa sifat ini diberikan informasi dan nasehat-nasehat
tentang keadaannya dan masa depannya. Suatu program pencegahan yang baik untuk
Talasemia seharusnya mencakup kedua pendekatan tersebut. Program yang optimal
tidak selalu dapat dilaksanakan dengan baik terutama di negara-negara sedang
berkembang, karena pendekatan prospektif memerlukan biaya yang tinggi. Atas dasar
itu harus dibedakan antara usaha program pencegahan di negara berkembang dengan
negara maju. Program pencegahan retrospektif akan lebih mudah dilaksanakan di
negara berkembang daripada program prospektif.

13
1. Penapisan ( Screening )

Ada 2 pendekatan untuk menghindari Talesemia:

a. Karena karier Talasemia β bisa diketahui dengan mudah, penapisan populasi


dan konseling tentang pasangan bisa dilakukan. Bila heterozigot menikah, 1-4
anak mereka bisa menjadi homozigot atau gabungan heterozigot.
b. Bila ibu heterozigot sudah diketahui sebelum lahir, pasangannya bisa diperiksa
dan bila termasuk karier, pasangan tersebut ditawari diagnosis prenatal dan
terminasi kehamilan pada fetus dengan Talasemia β berat.

Bila populasi tersebut menghendaki pemilihan pasangan, dilakukan penapisan


premarital yang bisa dilakukan di sekolah anak. Penting menyediakan program
konseling verbal maupun tertulis mengenai hasil penapisan Talasemia (Permono, &
Ugrasena, 2006). Alternatif lain adalah memeriksa setiap wanita hamil muda
berdasarkan ras. Penapisan yang efektif adalah ukuran eritrosit, bila MCV dan MCH
sesuai gambaran Talasemia, perkiraan kadar HbA2 harus diukur, biasanya meningkat
pada Talasemia β. Bila kadarnya normal, pasien dikirim ke pusat yang bisa
menganalisis gen rantai α. Penting untuk membedakan Talasemia αo( /αα) dan
Talasemia α+( α/-α), pada kasus pasien tidak memiliki risiko mendapat keturunan
Talesemia αo homozigot. Pada kasus jarang dimana gambaran darah memperlihatkan
Talesemia β heterozigot dengan HbA2 normal dan gen rantai α utuh,
kemungkinannya adalah Talasemia α non delesi atau Talasemia β dengan HbA2
normal. Kedua hal ini dibedakan dengan sintesis rantai globin dan analisa DNA.
Penting untuk memeriksa Hb elektroforase pada kasus-kasus ini untuk mencari
kemungkinan variasi struktural Hb (Permono, & Ugrasena, 2006).

2. Diagnosis Prenatal

Diagnosis prenatal dari berbagai bentuk Talasemia, dapat dilakukan dengan


berbagai cara. Dapat dibuat dengan penelitian sintesis rantai globin pada sampel
darah janin dengan menggunakan fetoscopi saat kehamilan 18-20 minggu, meskipun
pemeriksaan ini sekarang sudah banyak digantikan dengan analisis DNA janin. DNA
diambil dari sampel villi chorion (CVS= corion villus sampling ), pada kehamilan 9-
12 minggu. Tindakan ini berisiko rendah untuk menimbulkan kematian atau kelainan
pada janin (Permono, & Ugrasena, 2006).

14
Tehnik diagnosis digunakan untuk analisis DNA setelah tehnik CVS,
mengalami perubahan dengan cepat beberapa tahun ini. Diagnosis pertama yang
digunakan oleh Southern Blotting dari DNA janin menggunakan restriction fragment
length polymorphism (RELPs), dikombinasikan dengan analisis linkage atau deteksi
langsung dari mutasi. Yang lebih baru, perkembangan dari polymerase chain reaction
(PCR) untuk mengidentifikasikan mutasi yang merubah lokasi pemutusan oleh enzim
restriksi. Saat ini sudah dimungkinkan untuk mendeteksi berbagai bentuk α dan β dari
Talasemia secara langsung dengan analisis DNA janin. Perkembangan PCR
dikombinasikan dengan kemampuan oligonukleotida untuk mendeteksi mutasi
individual, membuka jalan bermacam pendekatan baru untuk memperbaiki akurasi
dan kecepatan deteksi karier dan diagnosis prenatal. Contohnya diagnosis
menggunakan hibridasi dari ujung oligonukleotida yang diberi label 32P spesifik
untuk memperbesar region gen globin β melalui membran nilon. Sejak sekuensi dari
gen globin β dapat diperbesar lebih 108 kali, waktu hibridasi dapat dibatasi sampai 1
jam dan seluruh prosedur diselesaikan dalam waktu 2 jam (Permono, & Ugrasena,
2006).

15
BAB III
ASKEP THALASEMIA

KASUS THALASEMIA

An.D berusia 12 tahun berjenis kelamin laki - laki masuk rumah sakit pada tanggal 8
juli 2015 . ibu pasien mengatakan anaknya pucat dan sempat di bawa ke poli anak pada jam
08.00 wib, kemudian dianjurkan untuk cek laboratorium dgn hasil :

Hasil laborat

HGB : 7,6 g/dl

RBC : 3.27 (10^6/ul)

HCT : 22,9%

WBC : 8,44 (10^3/ul)

PLT : 129 (10^3/ul)

Ibu pasien juga mengatakan pasien menderita thalasemia sejak usia 3 tahun dan rutin
setiap bulannya transfusi, padahal dari riwayat keluarganya tidak ada yang mempunyai
penyakit seperti pasien (thalasemia), kecuali pamannya. pada jam 12.00 wib pasien di antar
keruang anggrek untuk rawat inap dan melakukan transfusi darah. saat melakukan rawat inap
pasien selalu mengeluh bosan dirumah sakit pasien mengatakan pengen cepat pulang
kerumahnya dan masuk sekolah lagi, mengatakan itu dengan ekspresi murung dan gelisah.
pasien cemas dengan sering bertanya tanya tentang perkembangan penyakitnya.

TTV :

TD : 100/70 mmHg
N : 65x/menit
S : 36,2°C
RR : 21x/ menit

16
A. PENGKAJIAN
Tanggal masuk rumah sakit : 8 Juli 2015
No.Rekam Medik : 212670 Tanggal pengkajian : 8 Juli 2015 / jam : 12.30 wib
1. Identitas Anak
Nama : An. D
Tanggal lahir : 30 Januari 2003
Jenis kelamin : Laki - laki
Tanggal MRS : 4 November 2020
Alamat : Jl. Joyoboyo, Kemasan , Kota Kediri
Diagnosa medis : Thalasemia
Sumber informasi : Pasien, ibu pasien, dan status pasien

2. Identitas Orang Tua


Nama ayah : Tn.S
Nama ibu : Ny.P
Pekerjaan ayah/ibu : Karyawan swasta / IRT
Pendidikan ayah/ibu :SMA / SMA
Agama : islam
Suku / bangsa : Jawa / Indonesia
Alamat : Jl. Joyoboyo, Kemasan , Kota Kediri

3. Riwayat keperawatan
a. Riwayat keperawatan sekarang
1) Keluhan utama Saat MRS : ibu pasien mengatakan anaknya pucat. Saat Pengkajian :
ibu pasien mengatakan anaknya pucat.
2) Riwayat penyakit saat ini Ibu pasien mengatakan anaknya pucat , pada tanggal 8 Juli
2015 jam 08.00 wib ibu pasien membawa anaknya ke poli anak, kemudian dianjurkan
untuk cek laboraturium dan hasilnya Hb kurang (7,6 g/dl), pada jam 12.00 wib pasien
di antar ke ruangan anggrek untuk rawat inap dan melakukan transfusi darah.
3) Riwayat penyakit dahulu Ibu pasien mengatakan asien menderita thalasemia sudah ±9
tahun dan kini usianya 12 tahun. Pada usia 3 tahun pasien di diagnosa thalasemi di
RS.Baptis Kota Kediri dengan keluhan saat itu pasien terlihat pucat dan lemas. Mulai
saat itu setiap bulannya pasien rutin melakukan transfusi darah sampai sekarang.
4) Riwayat persalinan

17
Antenatal : ibu pasien berkata selama masa kehamilan ibu pasien rutin memeriksakan
kehamilanya di bidan dan selama hamil tidak pernah ada keluhan penyakit apapun.
Natal : Ibu pasien mengatakan pasien lahir dengan normal di bidan, saat lahir kondisi
pasien sehat, menangis spontan, BB lahir 3 kg 3 ons, PB lahir : 49 cm, jenis kelamin :
laki-laki.
Post natal : Ibu pasien mengatakan setelah lahir pasien dapat menetek ASI ibunya dan
tidak ada keluhan apapun pada pasien.
b. Riwayat keperawatan keluarga
1) Riwayat kesehatan ibu Ibu pasien mengatakan pernah menderita sakit ringan
seperti batuk, pilek, dan demam. Tidak pernah menderita penyakit seperti yang
diderita pasien (thalasemia).
2) Riwayat kesehatan keluarga Ibu pasien mengatakan paman pasien menderita
peyakit yang sama dengan pasien (thalsemia)

c. Riwayat nutrisi
Nutrisi pasien terpenuhi
Di rumah sakit : makan setengah porsi minum : ± 1000cc/hari
Di rumah : makanan yang disajikan selalu habis minum : ±1000cc/hari
Status gizi baik BB saat ini : 39 kg, BB saat MRS : 39 kg, TB : 132 cm
Usia : 12 tahun
d. Riwayat imunisasi Tabel 3.1
Riwayat Imunisasi

No Jenis imunisasi waktu pemberian Reaksi setelah


pemberian

1 BCG Lupa Lupa

2 DPT (I,II,III) Lupa Lupa

3 Polio (I,II,III,IV) Lupa Lupa

4 Campak Lupa Lupa

5 Hepatitis B (I,II,III) Lupa Lupa

Keterangan : Ibu pasien mengatakan lupa dan buku KMSnya sudah hilang.

e. Riwayat tumbuh kembang


1) Pertumbuhan fisik

18
a) BB saat ini : 39 kg, TB : 132 cm, LK : 50 cm, LLA : 20 cm
b) BB lahir : 3 kg 3 ons , panjang lahir : 132 cm
c) Waktu tumbuh gigi : 9 bulan.

2) Perkembangan tiap tahap

Usia anak saat

a) Berguling : 4 bulan

b) Duduk : 7 bulan

c) Merangkak : 9 bulan

d) Berdiri : 12 bulan

e) Berjalan : 14 bulan

f) Senyum kepada orang lain pertama kali : 3 bulan

g) Bicara pertama kali : 6 bulan

h) Berpakaian tanpa bantu : 4 tahun

f. Riwayat nutrisi

1) Pemberian ASI

a) Pertama kali di susui : saat bayi baru lahir

b) Cara pemberian : setiap kali menangis

c) Lama pemberian : dari lahir sampai usia 2 tahun

2) Pemberian susu formula

a) Alasan pemberian : pasien kurang kalau hanya ASI

19
b) Jumlah pemberian : ± 2 botol/hari (400 cc)

c) Cara pemberian : dengan menggunakan dot

3) Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini

Tabel 3.2 Pola nutrisi

Usia Jenis nutrisi Lama pemberian

0 – 6 bulan ASI + susu formula 6 bulan

6 – 12 bulan ASI + susu formula + bubur 6 bulan

2 tahun - saat ini Nasi + sayur + lauk + buah 10 tahun


+ susu

4. Observasi dan pengkajian fisik (body of system)


Keadaan umum : cukup TD : 100/70 mmHg N : 65 x/menit S : 36,2 0C RR : 21 x/menit
a. Pernafasan
1) Bentuk dada simetris antara kanan dan kiri
2) Pola nafas teratur
3) Retraksi otot bantu nafas tidak ada
4) Perfusi thorak sonor
5) Alat bantu pernafasan tidak ada
6) Batuk tidak ada

b. Kardiovaskuler
1) Irama jantung teratur (reguler)
2) Bunyi jantung BJ I dan BJ II tunggal
3) Capillary Refill Time (CRT) < 3 detik

c. Persyarafan
1) Kesadaran : composmentis
2) Istirahat tidur : ± 10 jam / hari

20
d. Genitourinaria
Tidak terkaji pasien malu
BAK ±5 x/hari warna : kuning pekat jumlah : ±400cc/hari

e. Pencernaan
1) Mulut
a) Mukosa mulut lembab
b) Bibir lembab dan pucat
c) Kebersihan rongga mulut bersih
d) Suara serak, tidak ada batuk

2) Abdomen

a) Bentuk : buncit

b) BAB ± 1 x/hari , Konsistensi : lembek, Warna : kuning

f. Muskuloskeletal dan integumen

1) Kemampuan pergerakan sendi lengan dan tungkai baik (pasien mampu menggerakan
dengan bebas tanpa keluhan)

2) Kekuatan otot baik 5 5 (mampu menahan dorongan kuat) 5 5

3) Akral dingin

4) Turgor kulit elastis

5) Kelembapan kulit cukup

6) Warna kulit kehitaman

7) CRT < 3 detik

21
g. Endokrin

1) Pembesaran kelenjar tiroid tidak ada

2) Pembesaran kelenjar parotis tidak ada

3) Hiperglikemi tidak ada

4) Hipoglikemi tidak ada

h. Pengindraan

1) Mata

a) Bentuk simetris antara kanan dan kiri

b) Pergerakan bola mata normal

c) Pupil reaksi cahaya (+), bila diberi cahaya mengecil dan melebar jika gelap.

d) Konjungtiva anemis

e) Sklera ikterus

f) Palbebra tidak cowong dan tidak ada benjolan

2) Hidung

a) bentuk hidung simetris

b) Lubang hidung bersih, tidak ada sekret dan sumbatan benda asing

3) Kepala

a) Rambut hitam

b) Pertumbuhan rambut merata

c) Dahi lebar

22
4) Telinga

a) Bentuk simetris antara kanan dan kiri

b) Tulang rawan elastic

i. Aspek psikososial

1) Ekspresi afek dan emosi wajah pasien murung dan gelisah.

2) Dampak hospitalisasi pada anak : pasien cemas dengan sering bertanya-tanya tentang
perkembangan kesehatannya, pasien selalu mengeluh dan bosan dirumah sakit, pasien
mengatakan pengen cepat pulang kerumah dan bisa masuk sekolah lagi.

4. Pemeriksaan penunjang

1) DL (Darah lengkap) Hasil Terlampir

5. Terapi

Tanggal 4 November 2020

Infus NaCl 0,9 % (Pz) 10 tpm makro

Injeksi Pycin 3 x 1 gr (IV)

Obat oral Perifrox 3 x 1 tablet

Transfusi PRC 1 x 125cc (125 cc/hari)

Tanggal 5 November 2020

Pasien hanya pakai venflon

23
Injeksi Pycin 3 x 1 gr (IV)

Obat oral Perifrox 3 x 1 tablet

Transfusi PRC 2 x 125cc (250 cc/hari)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tabel 3.3 Pemeriksaan penunjang 1

Pemeriksaan Darah Lengkap (DL)

Tanggal 4 November 2020 / Jam 10:54 WIB

Parameter Hasil Nilai normal

HGB 7,6 – (g/dl) L (13,3 - 16,6) P (11,0 - 14,7)

RBC 3,27* (10 ^ 6/ul) 3,69 - 5,46

HCT 22,9* (%) L (41,3 – 52,1) P (35,2 – 46,7)

MCV 70,0* (fL) 86,7 – 102,3

MCH 23,2* (pg) 27,1 – 32,4

MCHC 33,2* (g/dl) 29,7 – 33,1

RDW-SD 65,5* (fL) 41,2 – 53,6

RDW-CV 27,3* (%) 12,2 – 14,8

NRBC% 6,2 (%) 3,37 – 8,38

NRBC # 0,52 (10 ^ 3/ul) 0,6 – 5,4

WBC 8,44 (10 ^ 3/ul) 0,3 – 1,4

EO% 1,4 (%) 39,8 – 70,5


24
BASO% 0,4 (%) 23,1 – 49,9

NEUT% 55,0 (%) 4,3 – 10,0

LYMPH% 35,1 (%)

MONO% 8,1 (%)

EO# 0,12 (10 ^ 3/u

Parameter Hasil Nilai normal

BASO# 0,03 (10 ^ 3/ul)

NEUT# 4,65 (10 ^ 3/ul)

LYMPH# 2,96 (10 ^ 3/ul)

MONO# 0,68 (10 ^ 3/ul)

IG% 1,4 (%)

IG# 0,12 (10 ^ 3/ul)

PLT 129* (10 ^ 3/ul) 172 – 378

PDW ---- (fL) 9,6 – 15,2

MPV ---- (fL) 9,2 – 12,0

P-LCR ---- (%) 19,7 – 42,4

PCT ---- (%) 0,19 – 0,39

RET# 34,6 – 100

RET% 0,80 – 2,21

Tabel 3.4

Pemeriksaan penunjang 2

Pemeriksaan Darah Lengkap (DL)

Tanggal 5 November 2020

25
Parameter Hasil Nilai normal

HGB 11,2 (g/dl) L (13,3 - 16,6) P (11,0 - 14,7)

RBC 4,51 (10 ^ 6/ul) 3,69 - 5,46

HCT 32,7 – (%) L (41,3 – 52,1) P (35,2 –


46,7)
MCV 72,5 – (fL)
86,7 – 102,3
MCH 24,8 (pg)
27,1 – 32,4
MCHC 34,3 (g/dl)
29,7 – 33,1
RDW-SD 55,8 + (fL)
41,2 – 53,6
RDW-CV 22,7 + (%)
12,2 – 14,8
NRBC% 3,8 (%)
3,37 – 8,38
NRBC # 0,22 (10 ^ 3/ul)
0,6 – 5,4
WBC 5,73 (10 ^ 3/ul)
0,3 – 1,4
EO% 2,8 (%)
39,8 – 70,5
BASO% 0,7 (%)
23,1 – 49,9
NEUT% 46,6 (%)
4,3 – 10,0
LYMPH% 40,3 (%)

MONO% 9,6 (%)

EO# 0,1 (10 ^ 3/ul)

Parameter Hasil Nilai normal

BASO# 0,04 (10 ^ 3/ul)

NEUT# 2,67 (10 ^ 3/ul)

LYMPH# 2,31 (10 ^ 3/ul)

MONO# 0,55 (10 ^ 3/ul)

IG% 2,3 (%) (

IG# 0,13 10 ^ 3/ul)

PLT 185 * (10 ^ 3/ul) 172 – 378

26
PDW ---- (fL) 9,6 – 15,2

MPV ---- (fL) 9,2 – 12,0

P-LCR ---- (%) 19,7 – 42,4

PCT ---- (%) 0,19 – 0,39

RET# 34,6 – 100

RET% 0,80 – 2,21

Tabel 3.5

Pemeriksaan penunjang 3

Tanggal 6 November 2020

Parameter Hasil Nilai normal

SGOT 50 (g/dl) 15 – 37 u/l (370C)

SGPT 15 (u/l) 12 – 78 u/l (370C)

Bilirubin Direk Bilirubin 0,37 (u/l) < 0,25 mg/dl


Total
4,63 (mg/dl) < 1 mg/dl Negatif
Hbs Ag
Neg (-) (mg/dl)

27
KLASIFIKASI DAN ANALISA DATA

No Kelompok Data Kemungkinan Masalah Diagnosa Keperawatan


penyebab

1 Dhasuls :  Produksi Perubahan Perubahan perfusi jaringan


eritrosit perfusi berhubungan dengan
 Ibu pasien mengatakan menurun jaringan penurunan suplai O2
anaknya pucat  Hb menurun kejaringan ditandai dengan
 Ibu pasien mengatakan  Suplai 02
di diagnosa thalasemia - Ibu pasien mengatakan
menurun
sejak usia 3 tahun dan anaknya pucat
 Perubahan
rutin setiap bulannya - Ibu pasien mengatakan
perfusi
transfusi. di diagnosa thalasemia
jaringan
sejak usia 3 tahun dan
rutin setiap bulannya
Do : transfusi.
- k/u cukup
 k/u cukup - pasien pucat
 pasien pucat konjungtiva anamis
konjungtiva anamis - bibir pucat
 bibir pucat - akral dingin
 akral dingin  TTV :
 TTV :  TD : 100/70
 TD : 100/70 mmHg
mmHg  N : 65 x/menit
 N : 65 x/menit  S : 36,2 derajat
 S : 36,2 derajat  RR : 21 x/menit
 RR : 21 x/menit  Hasil laborat :
 Hasil laborat :  HGB : 7,6 g/dl
 HGB : 7,6 g/dl  RBC : 3,27
 RBC : 3,27 (10^3/ul)
(10^3/ul)  HCT : 22,9 %
 HCT : 22,9 %  WBC : 8,44
 WBC : 8,44 (10^3/ul)
(10^3/ul)  PLT : 129
 PLT : 129 (10^3/ul)
(10^3/ul)

2 Ds :  Perubahan Reaksi Reaksi hospitalisasi


status hospitalisasi berhubungan dengan perubahan

28
 Pasien selalu mengeluh kesehatan status kesehatan ditandai
bosan dirumah sakit  Tindakan dengan
 Pasien mengatakan hospitalisasi
ingin cepat pulang  Reaksi - Pasien selalu mengeluh
kerumahnya dan masuk hospitalisasi bosan dirumah sakit
sekolah lagi - Pasien mengatakan
ingin cepat pulang
kerumahnya dan masuk
sekolah lagi
Do : - Ekspresi wajah pasien
murung dan gelisah
 Ekspresi wajah pasien - Pasien cemas dengan
murung dan gelisah sering bertanya-tanya
 Pasien cemas dengan tentang perkembangan
sering bertanya-tanya kesehatannya
tentang perkembangan
kesehatannya

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

No / TGL Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Rencana Tindakan Rasional


Hasil

1/4 Perubahan perfusi jaringan Tujuan : 1. Observasi TTV 1. Perubahan perfusi


Novembe berhubungan dengan 2. Tinggikan jaringan dapat
r 2020 penurunan suplai O2 Setelah dilakukan kepala di menyebabkan
kejaringan ditandai dengan tindakan 1 x 24 jam tempat tidur terjadinya
diharapkan perfusi 3. Pertahankan perubahan TD
- Ibu pasien mengatakan jaringan adekuat. suhu dan penurunan
anaknya pucat lingkungan RR
- Ibu pasien mengatakan agar tetap 2. Meningkatkan
di diagnosa thalasemia hangat ekspresi paru dan
Kriteria hasil :
sejak usia 3 tahun dan 4. Batasi aktivitas memaksimalkan
rutin setiap bulannya - k/u baik pasien oksigen paru
transfusi. - pasien tidak 5. Kolaborasi untuk kebutuhan
- k/u cukup pucat dengan dokter seluler
- pasien pucat - konjungtiva dalam 3. Dengan suhu
konjungtiva anamis tidak anemis pemberian yang hangat dapat
- bibir pucat - warna sklera terapi dan meningkatkan
- akral dingin putih trafusi darah perfusi jaringan
 TTV : - TTV : 4. Mencegah pasien
 TD : 100/70 TD : 90- kelelahan
mmHg 120/60-80 5. Untuk

29
meningkatkan Hb
 N : 65 x/menit mmHg
 S : 36,2 derajat
 RR : 21 x/menit N : 80-100
 Hasil laborat : x/menit
 HGB : 7,6 g/dl S : 36,5 – 37,5
 RBC : 3,27 derajat
(10^3/ul) RR : 20-3-
 HCT : 22,9 % x/menit
 WBC : 8,44 - Hasil laborat :
(10^3/ul) HGB : 13,3 –
 PLT : 129 16,6 g/dl
(10^3/ul) RBC : 3,69 –
5,46 (10^3/ul)
HCT : 41,3 –
52,1 %
WBC : 3,37 –
8,38 (10^3/ul)
PLT : 172 –
378 (10^3/ul)

2/4 Reaksi hospitalisasi Tujuan : 1. Lakukan 1. Memudahkan


Novembe berhubungan dengan perubahan pendekatan intervasi dan
r 2020 status kesehatan ditandai Setelah dilakukan pada pasien pasien tidak takut
dengan tindakan keperawatan 2. Ciptakan 2. Memberikan rasa
1 x 24 jam diharapkan lingkungan nyaman pada
- Pasien selalu mengeluh dampak hospitalisasi yang tenang pasien
bosan dirumah sakit minimal. dan nyaman 3. Memotivasi
- Pasien mengatakan 3. Berikan pembantu pasien
ingin cepat pulang motivasi pasien untuk
kerumahnya dan masuk untuk mengesktren
Kriteria hasil :
sekolah lagi mengungkapka alisasikan
- Ekspresi wajah pasien - Pasien tenang n pikiran dan kecemasan yang
murung dan gelisah - Wajah tidak perasaan dirasakan
- Pasien cemas dengan murung, tidak 4. Anjurkan pada 4. Agar pasien
sering bertanya-tanya selalu keluarga untuk selalu berasa
tentang perkembangan mengeluh dan sering seperti berada di
kesehatannya tidak cemas berkujung rumah dan selalu
terhibur

TINDAKAN KEPERAWATAN
Tindakan keperawatan hari ke-1

30
No Tgl Jam Tindakan Keperawatan
.
1. Mengobservasi TTV :
Dx 4 November 2020 12.15 TD : 100/70 mmHg
RR : 21 x/menit
1.
S : 36,2 C
N : 65x/menit
2. Meninggikan kepala dengan mengatur tempat tidur untuk
dinaikkan kurang lebih 35 derajat. Saat tidur kepala lebih
tinggi dari badan dengan di ganjal menggunakan bantal.
3. Mempertahankan suhu lingkungan agar tetap hangat.
 Memakaikan selimut saat tidur
 Menganjurkan untuk memakai baju yang tebal
 Menganjurkan saat mandi menggunakan air hangat
4. Membatasi aktivitas pasien
12.30  Membantu pasien dalam beraktivitas (makan, minum
dank e kamar mandi)
5. Memberikan infuse NaCl 0,9 % 10 tpm. Kemudian
memasukkan transfuse darah.
 Sebelumnya transfuse dimasukkan memeriksa kondisi
pasien, mencocokan identitas, memeriksa suhu pasien
36,2 C
 Kolf ke 1 (jam : 13.00 – 15.00 wib)
 Jenis PRC jumlah 125 cc
12.35
 Golongan darah O

12.45

31
13.00

6. Melakukan pendekatan pada pasien


Dx 12.34  Pasien mau mengungkapkan perasaanya dia pengen
. cepat pulang dan masuk sekolah lagi, serta dia merasa
sudah bosan.
2.
7. Menciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.

 Membatasi pengunjung yang masuk diruangan.


8. Memberikan motivasi paien untuk mengungkapkan pikiran
12.35 dan perasaan.
 Memberikan semangat untuk pasien agar tetap sabar
dalam menjalani masa pengobatan.
9. Menganjurkan pada keluarga untuk sering berkunjung.

12.45

Tindakan Keperawatan hari ke – 2

No Tgl Jam Tindakan Keperawatan


.
10. Mengobservasi TTV :
Dx 5 November 2020 08.00 TD : 110/70 mmHg
. RR : 28 x/menit

32
1. S : 37 C
N : 68x/menit
11. Meninggikan kepala dengan mengatur tempat tidur untuk
dinaikkan kurang lebih 35 derajat. Saat tidur kepala lebih
tinggi dari badan dengan di ganjal menggunakan bantal.
12. Mempertahankan suhu lingkungan agar tetap hangat.
 Memakaikan selimut saat tidur
08.15  Menganjurkan untuk memakai baju yang tebal
 Menganjurkan saat mandi menggunakan air hangat
13. Membatasi aktivitas pasien
 Membantu pasien dalam beraktivitas (makan, minum
dank e kamar mandi)
14. Memberikan infuse NaCl 0,9 % 10 tpm. Kemudian
memasukkan transfuse darah.
 Sebelumnya transfuse dimasukkan memeriksa kondisi
pasien, mencocokan identitas, memeriksa suhu pasien
08.40
36,2 C
 Kolf ke II (jam : 08.00 – 10.00 wib)
 Jenis PRC jumlah 125 cc
 Golongan darah O

08.50

09.00
15. Mengobservasi TTV :
22.30 TD : 110/80 mmHg
RR : 28 x/menit
S : 37 C
N : 65x/menit
16. Meninggikan kepala dengan mengatur tempat tidur untuk
dinaikkan kurang lebih 36,7 derajat. Saat tidur kepala lebih

33
tinggi dari badan dengan di ganjal menggunakan bantal.
17. Mempertahankan suhu lingkungan agar tetap hangat.
22.40  Memakaikan selimut saat tidur
 Menganjurkan untuk memakai baju yang tebal
 Menganjurkan saat mandi menggunakan air hangat
18. Membatasi aktivitas pasien
 Membantu pasien dalam beraktivitas (makan, minum
dank e kamar mandi)
19. Memberikan infuse NaCl 0,9 % 10 tpm. Kemudian
memasukkan transfuse darah.
22.45  Sebelumnya transfuse dimasukkan memeriksa kondisi
pasien, mencocokan identitas, memeriksa suhu pasien
36,2 C
 Kolf ke III (jam : 23.00 – 01.00 wib)
 Jenis PRC jumlah 125 cc

22.50

23.00
20. Melakukan pendekatan pada pasien.
Dx 5 November 2020 08.00  Pasien mau mengungkapkan perasaanya dia pengen
. cepat pulang dan masuk sekolah lagi, serta dia merasa
sudah bosan.
2.
21. Menciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
 Membatasi pengunjung yang masuk diruangan.
22. Memberikan motivasi paien untuk mengungkapkan pikiran
dan perasaan.
 Memberikan semangat untuk pasien agar tetap sabar
08.15 dalam menjalani masa pengobatan.
Menganjurkan pada keluarga untuk sering berkunjung.
23. Menganjurkan pada keluarga untuk sering berkunjung.

34
09.00

EVALUASI
Evaluasi hari ke – 1

No Tgl Jam Evaluasi


.

Dx 4 November 2020 20.00 S : Ibu pasien mengatakan anaknya masih pucat


.
O:
1.  Pasien pucat
 Konjungtiva anemis
 Bibir pucat
 Sclera ikteri
 Kulit kehitaman
 TTV :
- TD : 110/70 mmHg
- N : 68x/menit
- S : 36,2 C
- RR : 21x/menit

35
 Hasil laborat :
- HGB : 7,6 g/dl
- RBC : 3,27 (10^6/ul)
- HCT : 22,9 %
- WBC : 8,44 (10^3/ul)
- PLT : 229 (10^3/ul)
A : Masalah belum teratasi

P : Intervensi dilanjutkan no 1-5

Dx 4 November 2020 20.00 S : Pasien mengatakan bosan dan kapan sembuh bisa pulang kerumah.
.
O:
2.
- Ekspresi afek dan emosi wajah pasien murung dan gelisah

- pasien cemas dengan masih sering bertanya – Tanya tentang


perkembangan kesehatanya.

A : Masalah pasien belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi nomer 1-4

Evaluasi hari ke – 2

No Tgl Jam Evaluasi


.

Dx 5 November 2020 12.00 S : Ibu pasien mengatakan anaknya masih pucat


.
O:
1.  Pasien pucat
 Konjungtiva anemis
 Bibir pucat
 Akral dingin
 TTV :
- TD : 110/70 mmHg
- N : 68x/menit
- S : 36,2 C
- RR : 21x/menit
 Hasil laborat :
- HGB : 7,6 g/dl

36
- RBC : 3,27 (10^6/ul)
- HCT : 22,9 %
- WBC : 8,44 (10^3/ul)
- PLT : 229 (10^3/ul)
A : Masalah belum teratasi

P : Intervensi dilanjutkan no 1-5

Dx 5 November 2020 20.00 S : Pasien mengatakan lebih nyaman dan tenang sudah tidak bosan
. lagi.

2. O:

- Pasien tenang dan tidak gelisah

- Pasien tidak bertanya – Tanya lagi tentang perkembangan


penyakitnya.

- Ekspresi afek dan emosi wajah pasien terlihat ceria

A : Masalah pasien teratasi

P : Hentikan intervensi

Evaluasi hari ke – 3

No Tgl Jam Evaluasi


.

Dx 6 November 2020 06.00 S : Ibu pasien mengatakan anaknya sudah tidak pucat
.
O:
1.  Pasien tidak pucat
 Bibir tidak pucat
 Konjungtiva tidak anemis (warna merah muda)
 Akral hangat
 Kulit kehitaman
 TTV :
- TD : 110/70 mmHg
- N : 75x/menit
- S : 36,7 C
- RR : 22x/menit
 Hasil laborat :
37
- HGB : 11,2 g/dl
- RBC : 4,51 (10^6/ul)
- HCT : 32,7 %
- WBC : 5,73 (10^3/ul)
- PLT : 185 (10^3/ul)
A : Masalah teratasi

P : Hentikan intervensi, pasien pulang

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan. Thalasemia adalah penyakit
yang diturunkan kepada anaknya. Anak yang mewarisi gen Thalasemia dari satu
orangtua dan gen normal dari orangtua yang lain adalah seorang pembawa (carriers).
Anak yang mewarisi gen Thalasemia dari kedua orang tuanya akan menderita
Thalasemia sedang sampai berat. Komplikasi terbesar dari thalasemia dapat
menyebabkan kematian.

38
4.2 Saran
Untuk meningkatkan upaya pencegahan Talasemia yang terdiri dari beberapa
strategi, yakni (1) penapisan (skrining) pembawa sifat Talasemia, (2) konsultasi genetik
(genetic counseling), dan (3) diagnosis prenatal.

DAFTAR PUSTAKA

“Askep Thalasemia”
https://www.academia.edu/7115956/Makalah_Kelompok_Anak_ASKEP
diunduh pada tanggal 30 Novenber 2020. Pukul 19.00 WIB.

Regar,Joyce . ( 2009 ). Askep Genetik Talasemia. Jurnal Biomedik. 1. 153 –157

Rujito, Lantip (Ed.). 2019. Talasemia: Genetik Dasar dan Pengelolaan Terkini.
Universitas Jenderal Soedirman Penerbitan (UNSOED Press)

https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/1722/05.1%20bab%201.pdf?seq

39
http://simki.unpkediri.ac.id/mahasiswa/file_artikel/2015/12.2.05.01.0031.pdf

40

Anda mungkin juga menyukai