Dosen Pengampu: .
Disusun oleh :
Arum Setiani Sangadah (2020270015)
Assalamu’alaikum wr.wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun
guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat yang diampu oleh
Bapak Ns. Anang Kurniawan, S.Kep., M.Biomed., di Universitas Sains Al-Qur’an
Jawa Tengah Wonosobo.
Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Ns. Anang
Kurniawan, S.Kep., M.Biomed., selaku pengampu mata kuliah ini, dengan
bimbingan beliau kami dapat menyusun makalah ini dengan semaksimal
mungkin. Tugas makalah yang diberikan ini semoga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan pembaca terkait materi Asuhan Keperawatan Gawat
Darurat Dengan Kasus Sindrom Koroner Akut.
Kami juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah
membantu proses penyusunan pembuatan makalah ini. Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua
pihak yang bersifat membangun selalu di harapkan demi kesempurnaan makalah
ini. Demikian, kami sampaikan terimakasih.
Wassalamu’alaikum wr. wb
ii
(Punyusun)
iii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.
....................................................................................................................................
ii
Daftar Isi.
....................................................................................................................................
iii
Bab I Pendahuluan
....................................................................................................................................
1
1. Latar Belakang...........................................................................................
1
2. Tujuan........................................................................................................
2
Bab II Konsep Dasar Penyakit
....................................................................................................................................
3
1. Anatomi Fisiologi Sistem Kardiovaskuler..............................................
3
2. Definisi....................................................................................................
4
3. Klasifikasi................................................................................................
5
4. Etiologi....................................................................................................
6
5. Manifestasi Klinis...................................................................................
8
6. Patofisiologi............................................................................................
9
iv
7. Pathway...................................................................................................
11
8. Komplikasi..............................................................................................
11
9. Pemeriksaan Diagnostik..........................................................................
12
10. Penatalaksanaan......................................................................................
14
Bab III Konsep Asuhan Keperawatan
....................................................................................................................................
17
1. Pengkajian.................................................................................................
17
2. Diagnosa Keperawatan..............................................................................
18
3. Intervensi...................................................................................................
19
Bab IV Jurnal Penelitian Terkait
....................................................................................................................................
24
Bab IV Penutup
....................................................................................................................................
26
1. Kesimpulan................................................................................................
26
2. Saran..........................................................................................................
26
DAFTAR PUSTAKA
....................................................................................................................................
27
v
Lampiran
....................................................................................................................................
29
vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tahun 2015, World Health Organization (WHO) mengungkapkan
bahwa 70% kematian di dunia disebabkan oleh Penyakit Tidak Menular
(PTM), 45% disebabkan oleh penyakit jantung dan pembuluh darah yaitu 17,7
juta dari 39,5 juta kematian. WHO juga memperkirakan bahwa per tahun 2019,
sekitar 17,9 juta orang meninggal akibat penyakit kardiovaskuler, 85%
kematian yang diakibatkan oleh penyakit kardiovaskuler disebabkan oleh
serangan jantung dan stroke (WHO, 2021). Setiap tahunnya, sekitar 915.000
orang Amerika akan mengalami serangan jantung dan lebih dari 30% akan
mengalami peristiwa kedua dan berpotensi fatal (Dwiputra, B, 2018).
Angka kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah di Indonesia setiap
tahun semakin meningkat. Berdasarkan data Riskesdas (2018), prevalensi
penyakit jantung berdasarkan diagnosis dokter di Indonesia sebesar 1,5% dari
total penduduk dan tiga provinsi dengan penyakit jantung tertinggi yaitu
Provinsi Kalimantan Utara 2,2%, Gorontalo 2% dan Daerah Istimewa
Yogyakarta 2%. Kematian akibat penyakit jantung di Indonesia juga cukup
tinggi. Data dari PERKI (2018) menyebutkan bahwa sebesar 26,4% kematian
akibat penyakit 2 jantung, angka ini empat kali lebih tinggi dari angka
kematian yang disebabkan oleh kanker (6%).
Salah satu penyakit jantung yang sering terjadi yaitu Artery Coronary
Syndrome (ACS). Acute Coronary Syndrome (ACS) atau Sindrom Koroner
Akut (SKA) merupakan suatu masalah kardiovaskular yang utama karena
menyebabkan angka perawatan rumah sakit dan angka kematian yang tinggi.
Sebagian besar ACS adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh darah
koroner yang koyak atau pecah akibat perubahan komposisi plak dan penipisan
tudung fibrosa yang menutupi plak tersebut (PERKI, 2018). Penyakit ini tentu
membutuhkan penanganan yang tepat baik dari segi pengobatan maupun
perawatan sesegera mungkin agar tidak sampai terjadi komplikasi. Untuk itu
1
penting bagi tenaga kesehatan mengetahui bagaimana tatalaksana dan
penanganan yang tepat pada kasus sindrom koroner akut.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengaplikasikan ilmu yang sudah didapat secara nyata
dalam memberikan asuhan keperawatan gawat darurat dengan kasus
sindrom koroner akut secara komprehensif.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu memahami konsep penyakit sindrom koroner akut,
b. Mampu melaksanakan pengkajian secara menyeluruh pada pasien
sindrom koroner akut,
c. Mampu menganalisa dan menentukan masalah keperawatan pada pasien
sindrom koroner akut,
d. Mampu melakukan intervensi dan implementasi untuk mengatasi
masalah keperawatan yang timbul pada pasien sindrom koroner akut,
e. Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
pada pasien dengan kasus sindrom koroner akut
2
BAB II
KONSEP DASAR
1. Jantung
Jantung merupakan organ penting bagi sistim tubuh yang mempunyai
dua fungsi: (1) mengumpulkan darah dari jaringan tubuh dan memompanya
ke paru-paru dan (2) untuk mengambil darah dari paru-paru dan
memompanya ke seluruh jaringan tubuh. Jantung dibungkus oleh kantung
fibroserosa yang disebut kantung perikardium, yang dibagi menjadi (1)
fibrous pericardium, dan (2) serous pericardium (Ariedarmawan, 2020).
Dinding jantung terdiri dari tiga lapisan: (a) epikardium; (b)
miokardium; dan (c) endokardium. Epikardium adalah lapisan luar bilik
jantung dan dibentuk oleh lapisan visceral perikardium serosa. Miokardium
adalah lapisan tengah jantung dan terdiri dari tiga lapisan otot yang terlihat
terutama pada ventrikel kiri dan septum interventrikuler dan mencakup
lapisan subepicardial, lapisan konsentris tengah, dan lapisan subendokardial.
Endokardium merupakan lapisan terdalam jantung yang terbentuk dari
jaringan ikat endotelium dan subendotelial (Ariedarmawan, 2020).
Jantung memiliki empat bilik berbeda dengan dinding dan ketebalan
berbeda. Atrium kanan dan atrium kiri adalah bilik kecil berdinding tipis
yang terletak tepat di atas ventrikel kanan dan ventrikel kiri. Ventrikel
adalah ruang berdinding tebal yang lebih besar yang melakukan sebagian
3
besar pekerjaan dalam memompa darah. Atrium menerima darah dari sistem
vena/arteri dan paru-paru kemudian berkontraksi dan mengeluarkan darah
ke ventrikel. Ventrikel kemudian memompa darah ke seluruh tubuh atau ke
paru-paru (Ariedarmawan R, 2020).
Jantung terdiri dari beberapa ruang yang dibatasi oleh beberapa katup,
diantaranya adalah katup atrioventrikular dan semilunar. Katup atrio
ventrikular terdiri atas katup bicuspid (mitral) dan katup tricuspid, yang
terletak diantara atrium dan ventrikel, sedangkan katup semilunar terletak
antara ventrikel dengan aorta dan arteri pulmonal (Ariedarmawan, 2020).
2. Pembuluh Darah Jantung
Jantung menerima darah dari 2 cabang arteri, yaitu arteri koroner kanan
dan arteri koroner kiri. Arteri koroner kiri muncul dari sinus aorta posterior
kiri dan bercabang dua membentuk arteri descending anterior kiri dan
circumflexa kiri (LCx). Arteri koroner kiri memasok darah ke septum
interventrikular (dua pertiga anterior), apex, dan aspek anterior dari
ventrikel kanan dan kiri. Arteri circumflexa memiliki cabang utama, yaitu
arteri marginal kiri (Ariedarmawan, 2020).
Arteri koroner kanan muncul dari sinus aorta anterior dan mempunyai
cabang-cabang seperti arteri descending posterior, arteri nodal, dan arteri
marginal. Arteri descending posterior memasok darah sepertiga posterior
dari septum interventrikular dan AV node, Arteri nodal memasok darah
atrium kanan dan SA node, Arteri marginal kanan memasok darah bagian
dari ventrikel kanan dan dinding ventrikel kiri bawah. Pada akhirnya, arteri
koroner bercabang arteri kecil dan arteriol yang memasok darah ke otot
jantung (Ariedarmawan, 2020).
B. Definisi
Acute Coronary Syndrome (ACS) atau Sindrom Koroner Akut (SKA)
adalah suatu kumpulan gejala klinis iskemia miokard yang terjadi akibat
kurangnya aliran darah ke miokardium dengan gejala berupa nyeri dada,
perubahan segmen ST pada electrokardiogram (EKG) dan perubahan
4
biomarker jantung (Sanjani, 2018). Penyakit pembuluh darah arteri coroner
adalah gangguan fungsi sistem kardiovaskuler yang disebabkan karena otot
jantung kekurangan darah akibat adanya oklusi pembuluh darah arteri coroner
dan tersumbatnya pembuluh darah jantung (AHA, 2017).
Menurut Kemenkes (2019) SKA merupakan bagian dari spektrum penyakit
jantung koroner yang dicirikan oleh berkurangnya secara mendadak aliran
darah ke otot jantung (miokard) yang dikarenakan oleh gangguan di pembuluh
darah koroner. Sindom Koroner Akut merupakan kondisi klinis mulai dari ST-
Segment Elevation Myocardial Infarction (STEMI) sampai dengan ditemukan
kondisi non STEMI dan unstable angina. Hal ini berhubungan dengan ruptur
plak arterosklerosis dan trombosis sebagian ataupun komplit dari infark pada
arteri miokard (Coven & Yang, 2016).
C. Klasifikasi
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
elektrokardiogram (EKG), dan pemeriksaan marka jantung, SKA dibagi
menjadi (Irmalita et al., 2015):
1. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment
elevation myocardial infarction)
2. Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: Non ST
segment elevation myocardial infarction)
3. Angina Pektoris tidak stabil (UAP: Unstable Angina Pectoris)
D. Etiologi
Etiologi SKA umumnya disebabkan adanya pecahnya plak, trombosis atau
iskemia (Helwani dkk, 2018). Dasar mekanisme terjadinya SKA umumnya
adalah aterosklerosis. Aterosklerosis adalah penyakit inflamasi imun sistemik
6
yang disebabkan oleh lipid. Inflamasi, merupakan salah satu faktor penyebab
SKA, yang bersifat lokal dan sistemik. Inflamasi berperan dalam inisiasi dan
perkembangan plak aterosklerotik, yang kemudian menyebabkan ketidak-
stabilan plak dengan pembentukan thrombus (Suhardi & Sri Shujuan, 2021).
Penyebab SKA paling sering adalah oklusi lengkap atau hampir lengkap
dari arteri koroner, biasanya dipicu oleh ruptur plak aterosklerosis yang rentan
dan diikuti oleh pembentukan thrombus. Sumbatan pada arteri koroner ini yang
menyebabkan terhambatnya aliran darah ke suatu bagian dari jantung. Jika
terhambatnya aliran darah ini yang berlangsung lebih dari beberapa menit,
maka jaringan jantung akan mati. Ruptur plak dapat dipicu oleh bebrapa faktor
risiko (Nurarif & Kusuma, 2015). .
Faktor risiko ada yang tidak dapat diubah dan faktor risiko yang dapat
diubah. Faktor risiko yang tidak dapat diubah yaitu: usia, jenis kelamin,
keturunan dan ras. Pertambahan usia akan meningkatkan aterosklerosis, hal ini
mencerminkan lebih lama menupuknya plak pada arteri koroner. Wanita
menopause lebih beresiko terbentuknya aterosklerosis dibanding sebelum
menopause resikonya sama dengan laki-laki. Riwayat dengan keluarga yang
mempunyai penyakit jantung koroner akan meningkatkan kemungkinan
timbulnya aterosklerosis prematur. Ras kulit putih lebih tinggi resiko terjadinya
aterosklerosis dibanding kulit hitam. Faktor yang dapat diubah yaitu penyakit
hipertensi, merokok, hiperkolestrolemia, toleransi glukosa (penyakit diabetes
melitus) dan peningkatan kadar lipid serum (Nurarif & Kusuma, 2015).
Menurut Dr. Lyndon Saputra (2014) penyebab dari SKA yaitu:
1. Aterosklerosis adalah radang pada pembuluh darah manusia yang
disebabkan penumpukan plak ateromatus yang terjadi dengan beberapa
fase dan tahap.
2. Emboli adalah hambatan pada aliran pembuluh darah, hambatan tersebut
dapat berupa gelembung udara atau darah yang menggumpal. Emboli
yang muncul pada manusia dapat mengganggu organ tubuh karena
kekurangan oksigen.
7
3. Trombosis adalah proses koagulasi dalam pembuluh darah yang
berlebihan sehingga menghambat aliran darah, atau bahkan
menghentikan aliran tersebut. Trombosis dapat terjadi dimana saja
dalam sirkulasi darah manusia. Namun klasifikasi umum dibagi
menjadi: Venous thromboembolisme (VTE) yang terjadi pada pembuluh
balik, arterial thrombosis yang terjadi pada pembuluh nadi.
4. Vasokontriksi pembuluh darah adalah penyempitaan pembuluh darah.
Kondisi ini akan mengurangi jumlah darah yang mengalir ke bagian
tubuh.
E. Manifestasi Klinis
Gejala Sindrom Koroner Akut biasanya muncul sebagai nyeri dada
retrosternal yang menjalar ke lengan, leher, atau rahang. Gejala lainnya dapat
berupa dispnea saat aktivitas, mual dan muntah, diaforesis, kelelahan, dan
sinkop. Gejala atipikal seperti nyeri epigastrium, gangguan pencernaan, dan
nyeri pleuritik dapat mengacaukan diagnosis (Suhardi & Sri Shujuan, 2021).
Manifestasi klinis dari SKA adalah adanya nyeri dada yang khas,
perubahan EKG, dan peningkatan enzim jantung. Nyeri dada khas SKA
dicirikan sebagai nyeri dada di bagian substernal, retrosternal dan prekordial.
Karakteristik seperti ditekan, diremas, dibakar, terasa penuh yang terjadi dalam
beberapa menit. Nyeri dapat menjalar ke dagu, leher, bahu, punggung, atau
kedua lengan. Nyeri disertai rasa mual, sempoyongan, berkeringat, berdebar,
dan sesak napas. Selain itu ditemukan pula tanda klinis seperti hipotensi yang
menunjukkan adanya disfungsi ventrikular, hipertensi dan berkeringat yang
menunjukkan adanya respon katekolamin, edema dan peningkatan tekanan
vena jugular yang menunjukkan adanya gagal jantung (Ningsih, 2022)
Ariedermawan (2020) menyatakan bahwa sebagian besar penderita dengan
SKA menggambarkan ketidaknyamanan dada atau nyeri dada iskemik yaitu
rasa sesak, berat, atau terbakar, yang dalam, kurang terlokalisasi, dan menjalar
ke ekstremitas atas bagian kiri, mandibular, atau leher. Ketidaknyamanan ini
biasanya berlangsung lama (> 20 menit) dan mungkin tidak hilang dengan
8
istirahat dan/atau nitrogliserin. Tanda klinis lain yang dapat ditemukan seperti
ketidaknyamanan epigastrium, diaphoresis, mual, atau sinkop. Peristiwa ini
dapat terjadi dengan aktivitas fisik atau saat istirahat dan lebih sering menyebar
dari pada terlokalisasi.
F. Patofisiologi
Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh
darah koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan
komposisi plak dan penipisan tudung fibrus yang menutupi plak tersebut.
Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur
koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya trombosis (white thrombus).
Trombus ini akan menyumbat liang pembuluh darah koroner, baik secara total
maupun parsial atau menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluh koroner
yang lebih distal. Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan
vasokonstriksi sehingga memperberat gangguan aliran darah koroner
(Kemenkes, 2019).
Berkurangnya aliran darah koroner menyebabkan iskemia miokardium.
Pasokan oksigen yang berhenti selama kurang-lebih 20 menit menyebabkan
miokardium mengalami nekrosis (infark miokard). Infark miokard tidak selalu
disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah koroner. Obstruksi subtotal yang
disertai vasokonstriksi yang dinamis dapat menyebabkan terjadinya iskemia
dan nekrosis jaringan otot jantung (miokard). Akibat dari iskemia, selain
nekrosis, adalah gangguan kontraktilitas miokardium karena proses hibernating
dan stunning (setelah iskemia hilang), distritmia dan remodeling ventrikel
(perubahan bentuk, ukuran dan fungsi ventrikel) (Kemenkes, 2019).
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah manifestasi akut dan berat serta
merupakan bentuk kegawatdaruratan dari arteri koroner yang disebabkan oleh
suplai darah dan okigen ke miokardium yang tidak adekuat, terjadi ketidak-
seimbangan antara kebutuhan dan suplai aliran darah, penyebab utamanya
adalah sumbatan plak aterom pada arteri koroner. Hal ini dapat menyebabkan
iskemik pembuluh darah jantung dan bisa berlanjut ke infark. Akibat iskemik
9
dapat menurunkan kontraktilitas miokard sehingga curah jantungpun menurun
(Nurarif, 2015). Penyempitan arterosklerosis arteri koroner mengakibatkan
ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dan suplai oksigen
miokardium dapat menimbulkan nyeri. Kurangnya suplai oksigen ini
menyebabkan penumpukan asam laktat pada otot jantung (lemak tidak
seluruhnya dioksidasi menjadi karbondioksida, tetapi hanya sampai pada asam
laktat, akibat dari metabolisme anaerob), penumpukan asam laktat inilah yang
menyebabkan nyeri (Mulyadi, 2018).
Sindrom koroner akut ditandai dengan gejala nyeri dada yang disebabkan
oleh ketidakseimbangan hubungan antara pasokan dan kebutuhan oksigen
miokardial. Kebutuhan oksigen jantung ditentukan oleh beban kerjanya, gejala
nyeri dada muncul dikarenakan pasokan oksigen pada jantung tidak seimbang
dengan kebutuhan oksigen yang meningkat akibat beban kerja yang dilakukan.
Keluhan sesak pada sindrom koroner akut disebabkan karena kapasitas pompa
jantung yang berkurang sehingga darah yang berasal dari paru menumpuk
dibilik jantung sehingga terjadi sesak nafas dan daoat dipicu oleh aktivitas
sehingga tubuh memerlukan lebih banyak oksigen dan jantung harus berdenyut
lebih cepat ketidakseimbangan yang terjadi akibat penurunan fungsi otot
jantung dan kekurangan oksigen dapat terjadi perluasan area nekrosis otot yang
permanen karena otot jantung kehilangan suplai oksigen, suplai oksigen yang
tidak seimbang dapat mengurangi produksi energy dan biasanya timbul gejala
yaitu kelemahan, sesak nafas (Udjianti,2013).
10
G. Pathway
Faktor resiko (Hipertensi, Obstruksi Arteri
Arterosklerosis
merokok, DM, dll) koroner
Tidak seimbang
Suplai darah ke
kebutuhan dengan
miokard ↓
suplai oksigen
Intoleransi
Suplai darah ke
Aktivitas Kelemahan fisik
jaringan tidak adekuat
(D.0056)
H. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi yang dapat terjadi akibat dari penyakit sindrom
koroner akut yaitu:
1. Gagal Jantung
AHF dapat terjadi karena komplikasi sindrom koroner akut (acute
coronary syndrome/ ACS). Berdasarkan data Global Registry of Acute
Coronary Events (GRACE) sebanyak 13% penderita ACS akan
mengalami gejala awal kongesti paru dan 5,6% di antaranya berlanjut
menjadi AHF (Cahyu dkk, 2023).
11
2. Aritmia Pasca Stemi
Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidak-seimbangan sistem
saraf autonom, gangguan elektrolit, iskemi, dan perlambatan konduksi
di zona iskemi miokard (Ariedermawan, 2020)
3. Syok Kardiogenik (Che Muda, 2017)
4. Edema Paru (Che Muda, 2017)
5. Kematian (Che Muda, 2017).
Sedanngkan menurut Keputusan Mentri Kesehatan tahun 2019, komplikasi
yang dapat terjadi akibat dari STEMI dapat mengakibatkan gangguan
hemodinamik (gagal jantung, syok kardiogenik, aritmia, dan gangguan
konduksi fase akut) dan komplikasi kardiak seperti perikarditis meskipun saat
ini sudah jarang ditemukan.
I. Pemeriksaan Diagnostik
Penegakan diagnosa Sindrom koroner akut berdasarkan gejala, riwayat
kesehatan pribadi dan keluarga, serta hasil test diagnostic (Irmalita dkk, 2015)
berupa:
1. EKG
Pasien SKA dengan elevasi segmen ST dikelompokkan bersama
dengan LBBB (komplet) baru/persangkaan baru mengingat pasien
tersebut adalah kandidat terapi reperfusi. Oleh karena itu pasien
dengan EKG yang diagnostik untuk STEMI dapat segera mendapat
terapi reperfusi.
Persangkaan adanya infark miokard menjadi kuat jika gambaran
EKG pasien dengan LBBB baru/persangkaan baru juga disertai dengan
elevasi segmen ST ≥1 mm pada sadapan dengan kompleks QRS positif
dan depresi segmen ST ≥1 mm di V1-V3. Perubahan segmen ST
seperti ini disebut sebagai perubahan konkordan yang mempunyai
spesifitas tinggi dan sensivitas rendah untuk diagnosis iskemik akut.
Perubahan segmen ST yang diskordan pada sadapan dengan kompleks
QRS negatif mempunyai sensivitas dan spesifitas sangat rendah.
12
Adanya keluhan angina akut dan pemeriksaan EKG tidak ditemukan
elevasi segmen ST yang persisten, Diagnosisnya adalah infark miokard
dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI) atau angina pectoris tidak
stabil (APTS/UAP). Depresi segmen ST yang diagnostik untuk
iskemia adalah sebesar ≥0,05 mV di sadapan V1-V3 dan ≥0,1 mV di
sadapan lainnya. Bersamaan dengan depresi segmen ST, dapat
dijumpai juga elevasi segmen ST yang tidak persisten (˂20 menit), dan
dapat terdeteksi di ˃2 sadapan berdekatan. Inversi gelombang T yang
simetris ≥0,2 mV mempunyai spesifitas tinggi untuk iskemia akut.
2. Pemeriksaan Marka Jantung
Troponin I/T merupakan marka nekrosis miosit jantung dan
menjadi marka untuk diagnosis infark miokard. Peningkatan marka
jantung hanya menunjukkan adanya nekrosis miosit, namun tidak
dapat dipakai untuk menentukan penyabab nekrosis miosit tersebut
(penyebab koroner/nonkoroner).
3. Tes Laboratorium Darah
Data laboratorium, di samping marka jantung, yang harus
dikumpulkan di ruang gawat darurat adalah tes darah rutin, gula darah
sewaktu, status elektrolit, koagulasi darah, tes fungsi ginjal, dan panel
lipid. Pemeriksaan laboratorium tidak boleh menunda terapi SKA.
Pemeriksaan enzim jantung
1) Creatinin Kinase (CK, CKMB) mulai naik dalam 6 jam,
memuncak dalam 12-16 jam, normal kembali antara 3-4 hari tanpa
terjadi nekrosis baru.
2) Laktat dehidrogenisasi (LDH): Dapat dideteksi 24-48 jam pasca
infark, mencapai puncaknya setelah 3-6 hari, normal setelah
mencapai 8-14 hari.
3) Elektrolit: ketidakseimbangan elektrolit dalam darah dapat
mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas jantung, misalnya:
hipokalemia, hiperkalemia.
13
4) Sel darah putih: kadar leukosit biasanya tampak mengalami
peningkatan pada hari ke-2.
5) Kecepatan sedimentasi meningkat pada hari ke-2 dan ke-3.
4. Tes Radiologi
1) Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner,
biasanya dilakukan untuk mengukur tekanan ruang jantung dan
mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu
dilakukan pada fase AMI (Infark miokard akut) kecuali mendekati
bedah jantung angioplasty atau bersifat darurat.
2) Foto thorax
3) Pencitraan darah jantung MUGA (Multigated acquisition scan)
Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan
dinding regional dan fraksi ejeksi (aliran darah).
4) Nuklear Magnetic Resonance (NMR)
Memungkinkan visualisasi aliran darah, ruang jantung atau katup
ventrikel, lesi vaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau
infark dan bekuan darah.
J. Penatalaksanaan
14
Terapi awal adalah terapi yang diberikan pada pasien dengan diagnosis
kerja kemungkinan SKA atau definitif SKA atas dasar keluhan angina di ruang
gawat darurat, sebelum ada hasil pemeriksaan EKG dan/atau marka jantung
(sebelum diagnosis STEMI/NSTEMI ditegakkan). Terapi awal yang dimaksud
adalah morfin, oksigen, nitrat, aspirin clopidogrel/ticagrelor (disingkat
MONACO/MONATICA), yang tidak harus diberikan semua atau bersamaan
(Kemenkes, 2019).
1. Tirah baring. Tirah baring.
2. Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi
O2 arteri <95% atau yang mengalami distres respitasi
3. Suplemen oksigen dapat diberikan pada semua pasien SKA dalam 6
jam pertama, tanpa mempertimbangkan saturasi O2 arteri
4. Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada semua pasien yang tidak
diketahui intoleransinya terhadap aspirin. Aspirin tidak bersalut lebih
terpilih mengingat absorpsi sublingual (di bawah lidah) yang lebih
cepat.
5. Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate), dapat dipilih satu
di antara pilihan berikut:
a. Ticagrelor: Dosis awal 180 mg per oral dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 2 x 90 mg/hari kecuali pada pasien STEMI yang
direncanakan untuk reperfusi menggunakan agen fibrinolitik.
b. Clopidogrel: Dosis awal 300 mg per oral dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 75 mg/hari (pada pasien yang direncanakan untuk
terapi reperfusi menggunakan agen fibrinolitik, penghambat reseptor
ADP yang dianjurkan adalah clopidogrel).
6. Nitrat tablet/spray sublingual bagi pasien dengan nyeri dada yang masih
berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat (Kelas I-C). Jika nyeri
dada tidak hilang dengan satu kali pemberian, dapat diulang setiap lima
menit sampai maksimal tiga kali pemberian. Nitrat intravena diberikan
pada pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis nitrat
sublingual (kelas I-C). Nitrat tidak boleh diberikan pada pasien
15
hipotensi (tekanan darah sistolik <90 mmHg), laju jantung <50x/menit,
atau infark ventrikel kanan dan pasien yang mengkonsumsi sildenafil
dalam 24 jam.
7. Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit, bagi
pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis Nitrat sublingual
Tujuan pengobatan adalah dengan memperbaiki prognosis dengan cara
mencegah infark miokard lebih lanjut dan kematian. Yang dilakukan adalah
mengurangi progresivitas plak, menstabilkan plak dengan mengurangi
inflamasi, memperbaiki fungsi endotel, serta mencegah trombosis bila terjadi
disfungsi endotel atau pecahnya plak. Tujuan yang kedua adalah memperbaiki
simptom dan iskhemik.
Sesuai dengan algoritma dari tatalaksana SKA, ketika dijumpai diagnosa
definitif SKA maka dapat dilakukan tatalaksana terapi reperfusi. Terdapat dua
modalitas untuk terapi reperfusi pada STEMI, yakni secara invasif IKP primer,
Bedah Pintas Arteri Koroner (BPAK), serta farmakologis (terapi fibrinolitik)
Terapi reperfusi segera, diindikasikan untuk semua pasien dengan gejala yang
timbul dalam 12 jam dengan elevasi segmen ST yang menetap LBBB, RBBB
yang (terduga) baru. Terapi reperfusi (sebisa mungkin berupa IKP primer)
diindikasikan apabila terdapat bukti klinis maupun EKG adanya iskemia yang
sedang berlangsung, bahkan bila gejala telah ada lebih dari 12 jam yang lalu
atau jika nyeri dan perubahan EKG iskemik. Dalam menentukan terapi
reperfusi, tahap pertama adalah menentukan ada tidaknya rumah sakit sekitar
yang memiliki fasilitas IKP. Bila tidak ada, langsung pilih terapi fibrinolitik.
Bila ada, pastikan waktu tempuh dari tempat kejadian (baik rumah sakit atau
klinik) ke rumah sakit tersebut apakah kurang atau lebih dari 2 jam. Jika
membutuhkan waktu lebih dari 2 jam, reperfusi pilihan adalah fibrinolitik.
Setelah fibrinolitik selesai diberikan, jika memungkinkan pasien dapat dikirim
ke pusat dengan fasilitas IKP (Kemenkes, 2019).
SKA merupakan kasus kegawatan sehingga harus mendapatkan
penanganan yang segera. Dalam 10 menit pertama sejak pasien datang ke
instalasi gawat darurat, harus sudah dilakukan penilaian meliputi anamnesa
16
riwayat nyeri, pemeriksaan fisik, EKG 12 lead dan saturasi oksigen,
pemeriksaan enzim jantung, elektrolit dan bekuan darah serta menyiapkan i.v.
line dengan D5%. Obat-obatan yang diperlukan dalam menangani SKA
(Kemenkes, 2019) adalah:
1. Anti Iskemia
2. Anti Platelet
3. Penghambat reseptor glikoprotein IIb/IIIa
4. Antikoagulan
5. Kombinasi Antiplatelet dan Antikoagulan
6. Penghambat ACE dan Penghambat Reseptor Angiotensin
7. Statin
17
BAB III
1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
1) Airways
Kaji pasien apakah ada benda asing, sumbatan, cairan pada jalan nafas.
Kemudian dengar apakah ada suara nafas seperti gurgling, snoring,
stridor atau tidak.
2) Breathing
Kaji pergerakan dada pasien adakah retraksi, fail chest, dan simetris
atau tidak. Adakah lebam di dada, deviasi trakea dan nafas cuping
hidung atau tidak. Kaji RR apakah normal atau tidak. Kemudian
dengarkan suara paru dengan auskultasi paru. Kaji adakah krepitasi dan
nyeri tekan atau tidak.
3) Circulation
Kaji apakah ada perdarahan pada pasien atau tidak, akral dingin atau
tidak, frekuensi nadi, kekuatan nadi. Kaji juga apakah ada tanda-tanda
syok atau tidak pada pasien.
4) Disability
Cek pupil pasien apakah ada keabnormalan atau tidak. Kaji nilai GCS,
simetrisan kekuatan otot, dan adakah tanda lateralisasi pada pasien atau
tidak.
5) Exposure
Kaji adakah cedera pada pasien dengan membuka pakaian pasien.
6) Filey Cateter
Kaji kenutuhan pemasangan kateter urin, cek bladder urin, dan urin
output.
7) Gastric Tube
18
Kaji apakah pasien mengalami muntah atau tidak. Kaji kebutuhan
pemasangan NGT dengan mengkaji adakah fraktur basis crani pada
pasien.
8) Heart Monitor
Kaji hasil dari pemeriksaan EKG.
9) Imaging
Kaji hasil rontgen dan CT scan.
b. Pengkajian Sekunder
1) Anamnesis
Pengkajian meliputi identitas, keluhan utama, riwayat kesehatan
sekarang, riwayat kesehatan terdahulu, riwayat kesehatan keluarga.
a. Keluhan utama yang muncul
b. Adakah alergi makanan atau obat-obatan
c. Obat obatan yang dikonsumsi saat ini
d. Riwayat kesehatan
e. Kapan dan berapa banyak makan terakhir
f. Kejadian yang menyertai keluhan
2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan secara head to toe yaitu dari kepala hingga
kaki.
3) Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan penunjang biasanya dijumpai:
a. Perubahan EKG (berupa gambaran STEMI/INSTEMI dengan atau
tanpa gelombang Q patologik)
b. Enzim jantung (meningkat paling sedikit 1,5 kali nilai batas normal,
terutama CKMB dan troponin-T/I, dimana troponin lebih spefisik
untuk nekrosis miokard. Nilai normal troponin ialah 0,1-0,2 ng/dl,
dan dianggap positif bila >0,2, ng/dl).
2. Diagnosa Keperawatan
1) Penurunan curah jantung b.d perubahan kontraktilitas (D.0008)
19
2) Nyeri Akut b.d agen pencedera fisiologis d.d mengeluh nyeri, tampak
meringis, pola napas berubah (D.0077)
3) Intoleransi Aktivitas b.d kelemahan d.d dispnea saat/setelah aktivitas,
merasa lemah, frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat,
gambaran EKG menunjukan aritmia saat/setelah aktivitas (D.0056)
3. Intervensi
20
Monitor aritmia
11) Periksa tekanan darah dan
frekuensi nadi sebelum dan
sesudah aktivitas
12) Periksa tekanan darah dan
frekuensi nadi sebelum
pemberian obat
b. Terapeutik
1) Posisikan pasien semi-
Fowler atau Fowler dengan
kaki ke bawah atau posisi
nyaman
2) Berikan diet jantung yang
sesuai
3) Gunakan stocking elastis
atau pneumatik intermiten,
sesuai indikasi
4) Fasilitasi pasien dan
keluarga untuk modifikasi
gaya hidup sehat
5) Berikan terapi relaksasi
untuk mengurangi stres, jika
perlu
6) Berikan dukungan
emosional dan spiritual
7) Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen >94%
c. Edukasi
1) Anjurkan beraktivitas fisik
21
sesuai toleransi
2) Anjurkan beraktivitas fisik
secara bertahap
3) Anjurkan berhenti merokok
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
2) Rujuk ke program jantung
(L.05047)
24
BAB IV
JURNAL PENELITIAN TERKAIT
25
pemberian saturasi oksigen nasal kanul terhadap saturasi oksigen pada pasien
ACS.
26
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sindrom Koroner Akut (SKA) penurunan aliran darah pada arteri koroner
secara sebagian maupun total sehingga otot jantung tidak dapat berfungsi
dengan baik atau mati. Sindom Koroner Akut merupakan kondisi klinis mulai
dari ST-Segment Elevation Myocardial Infarction (STEMI) sampai dengan
ditemukan kondisi non STEMI dan unstable angina. Hal ini berhubungan
dengan ruptur plak arterosklerosis dan trombosis sebagian ataupun komplit dari
infark pada arteri miokard. Penyakit ini merupakan penyakit serius yang jika
tidak ditangani dengan tepat dapat mengakibatkan komplikasi hingga yang
terparah adalah kematian. Untuk itu diperlukan tatalaksana yang tepat meliputi
pengobatan maupun perawatan. Dalam melakukan asuhan keperawatan pada
kasus SKA perlu dilakukan secara komprehensif meliputi proses pengkajian,
diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi.
B. Saran
Setelah pembuatan makalah ini diharapkan agar pembaca khususnya
mahasiswa dapat memahami dan mengaplikasikan apa yang telah dibahas.
Untuk meningkatkan pengetahuan, mahasiswa dapat membaca atau mencari
pengetahuan lebih banyak lagi dari sumber lain terkait dengan materi ini.
Apabila dalam makalah ini pembaca menemukan kesalahan atau kekurangan
diharapkan untuk memberikan saran atau masukan guna untuk perbaikan
makalah yang selanjutnya.
27
DAFTAR PUSTAKA
Mulyadi, Maykel Kiling (2018). Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Tingkat Nyeri
Pada Pasien Sindrom Koroner Akut di Instalasi Gawat Darurat RSUP
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. e-journal Keperawatan (e-Kp), 6 (1),
hlm 1-7
28
Nency C, Surya MK, Kurnia A. (2023). Gagal Jantung Akut sebagai Komplikasi
Sindrom Koroner Akut. CDK Vol.50, hlm 30-35. Diakses dari
https://cdkjournal.com pada 13 Mei 2023 pukul 13.00
PERKI (2018) Serangan Penyakit Jantung Koroner Makin Sering Terjadi Pada
Usia Muda, Terutama Perempuan. Available at:
http://www.inaheart.org/education_for_patient/2020/3/4/serangan_penyaki
t_jantung_koroner_makin_sering_terjadi_pada_usia_muda_terutama_pere
mpuan.
Sanjani, Rizal Dwi & Nurkusumasari, Nanda. (2020). Sindrom Koroner Akut.
Surkarta: PP PERKI
Tim Pokja PPNI (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik, Edisi I. Jakarta: PPNI.
Tim Pokja PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi I. Jakarta: PPNI.
29
Lampiran
30