Anda di halaman 1dari 36

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS POPULASI

RENTAN ( PENYAKIT MENTAL, KECACATAN, DAN


POPULASI TERLANTAR)

“Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Komunitas”

Dosen Pengampu: .

Disusun oleh :
Arum Setiani Sangadah (2020270015)

Naily Jazilatun Nikmah (2020270029)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SAINS AL QUR’AN JAWA TENGAH
DI WONOSOBO
2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun
guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat yang diampu oleh
Bapak Ns. Anang Kurniawan, S.Kep., M.Biomed., di Universitas Sains Al-Qur’an
Jawa Tengah Wonosobo.
Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Ns. Anang
Kurniawan, S.Kep., M.Biomed., selaku pengampu mata kuliah ini, dengan
bimbingan beliau kami dapat menyusun makalah ini dengan semaksimal
mungkin. Tugas makalah yang diberikan ini semoga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan pembaca terkait materi Asuhan Keperawatan Gawat
Darurat Dengan Kasus Sindrom Koroner Akut.
Kami juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah
membantu proses penyusunan pembuatan makalah ini. Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua
pihak yang bersifat membangun selalu di harapkan demi kesempurnaan makalah
ini. Demikian, kami sampaikan terimakasih.

Wassalamu’alaikum wr. wb

Wonosobo, 13 Mei 2023

ii
(Punyusun)

iii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.
....................................................................................................................................
ii
Daftar Isi.
....................................................................................................................................
iii
Bab I Pendahuluan
....................................................................................................................................
1
1. Latar Belakang...........................................................................................
1
2. Tujuan........................................................................................................
2
Bab II Konsep Dasar Penyakit
....................................................................................................................................
3
1. Anatomi Fisiologi Sistem Kardiovaskuler..............................................
3
2. Definisi....................................................................................................
4
3. Klasifikasi................................................................................................
5
4. Etiologi....................................................................................................
6
5. Manifestasi Klinis...................................................................................
8
6. Patofisiologi............................................................................................
9
iv
7. Pathway...................................................................................................
11
8. Komplikasi..............................................................................................
11
9. Pemeriksaan Diagnostik..........................................................................
12
10. Penatalaksanaan......................................................................................
14
Bab III Konsep Asuhan Keperawatan
....................................................................................................................................
17
1. Pengkajian.................................................................................................
17
2. Diagnosa Keperawatan..............................................................................
18
3. Intervensi...................................................................................................
19
Bab IV Jurnal Penelitian Terkait
....................................................................................................................................
24
Bab IV Penutup
....................................................................................................................................
26
1. Kesimpulan................................................................................................
26
2. Saran..........................................................................................................
26
DAFTAR PUSTAKA
....................................................................................................................................
27

v
Lampiran
....................................................................................................................................
29

vi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada tahun 2015, World Health Organization (WHO) mengungkapkan
bahwa 70% kematian di dunia disebabkan oleh Penyakit Tidak Menular
(PTM), 45% disebabkan oleh penyakit jantung dan pembuluh darah yaitu 17,7
juta dari 39,5 juta kematian. WHO juga memperkirakan bahwa per tahun 2019,
sekitar 17,9 juta orang meninggal akibat penyakit kardiovaskuler, 85%
kematian yang diakibatkan oleh penyakit kardiovaskuler disebabkan oleh
serangan jantung dan stroke (WHO, 2021). Setiap tahunnya, sekitar 915.000
orang Amerika akan mengalami serangan jantung dan lebih dari 30% akan
mengalami peristiwa kedua dan berpotensi fatal (Dwiputra, B, 2018).
Angka kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah di Indonesia setiap
tahun semakin meningkat. Berdasarkan data Riskesdas (2018), prevalensi
penyakit jantung berdasarkan diagnosis dokter di Indonesia sebesar 1,5% dari
total penduduk dan tiga provinsi dengan penyakit jantung tertinggi yaitu
Provinsi Kalimantan Utara 2,2%, Gorontalo 2% dan Daerah Istimewa
Yogyakarta 2%. Kematian akibat penyakit jantung di Indonesia juga cukup
tinggi. Data dari PERKI (2018) menyebutkan bahwa sebesar 26,4% kematian
akibat penyakit 2 jantung, angka ini empat kali lebih tinggi dari angka
kematian yang disebabkan oleh kanker (6%).
Salah satu penyakit jantung yang sering terjadi yaitu Artery Coronary
Syndrome (ACS). Acute Coronary Syndrome (ACS) atau Sindrom Koroner
Akut (SKA) merupakan suatu masalah kardiovaskular yang utama karena
menyebabkan angka perawatan rumah sakit dan angka kematian yang tinggi.
Sebagian besar ACS adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh darah
koroner yang koyak atau pecah akibat perubahan komposisi plak dan penipisan
tudung fibrosa yang menutupi plak tersebut (PERKI, 2018). Penyakit ini tentu
membutuhkan penanganan yang tepat baik dari segi pengobatan maupun
perawatan sesegera mungkin agar tidak sampai terjadi komplikasi. Untuk itu
1
penting bagi tenaga kesehatan mengetahui bagaimana tatalaksana dan
penanganan yang tepat pada kasus sindrom koroner akut.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengaplikasikan ilmu yang sudah didapat secara nyata
dalam memberikan asuhan keperawatan gawat darurat dengan kasus
sindrom koroner akut secara komprehensif.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu memahami konsep penyakit sindrom koroner akut,
b. Mampu melaksanakan pengkajian secara menyeluruh pada pasien
sindrom koroner akut,
c. Mampu menganalisa dan menentukan masalah keperawatan pada pasien
sindrom koroner akut,
d. Mampu melakukan intervensi dan implementasi untuk mengatasi
masalah keperawatan yang timbul pada pasien sindrom koroner akut,
e. Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
pada pasien dengan kasus sindrom koroner akut

2
BAB II

KONSEP DASAR

A. Anatomi Fisiologi Sistem Kardiovaskuler

1. Jantung
Jantung merupakan organ penting bagi sistim tubuh yang mempunyai
dua fungsi: (1) mengumpulkan darah dari jaringan tubuh dan memompanya
ke paru-paru dan (2) untuk mengambil darah dari paru-paru dan
memompanya ke seluruh jaringan tubuh. Jantung dibungkus oleh kantung
fibroserosa yang disebut kantung perikardium, yang dibagi menjadi (1)
fibrous pericardium, dan (2) serous pericardium (Ariedarmawan, 2020).
Dinding jantung terdiri dari tiga lapisan: (a) epikardium; (b)
miokardium; dan (c) endokardium. Epikardium adalah lapisan luar bilik
jantung dan dibentuk oleh lapisan visceral perikardium serosa. Miokardium
adalah lapisan tengah jantung dan terdiri dari tiga lapisan otot yang terlihat
terutama pada ventrikel kiri dan septum interventrikuler dan mencakup
lapisan subepicardial, lapisan konsentris tengah, dan lapisan subendokardial.
Endokardium merupakan lapisan terdalam jantung yang terbentuk dari
jaringan ikat endotelium dan subendotelial (Ariedarmawan, 2020).
Jantung memiliki empat bilik berbeda dengan dinding dan ketebalan
berbeda. Atrium kanan dan atrium kiri adalah bilik kecil berdinding tipis
yang terletak tepat di atas ventrikel kanan dan ventrikel kiri. Ventrikel
adalah ruang berdinding tebal yang lebih besar yang melakukan sebagian

3
besar pekerjaan dalam memompa darah. Atrium menerima darah dari sistem
vena/arteri dan paru-paru kemudian berkontraksi dan mengeluarkan darah
ke ventrikel. Ventrikel kemudian memompa darah ke seluruh tubuh atau ke
paru-paru (Ariedarmawan R, 2020).
Jantung terdiri dari beberapa ruang yang dibatasi oleh beberapa katup,
diantaranya adalah katup atrioventrikular dan semilunar. Katup atrio
ventrikular terdiri atas katup bicuspid (mitral) dan katup tricuspid, yang
terletak diantara atrium dan ventrikel, sedangkan katup semilunar terletak
antara ventrikel dengan aorta dan arteri pulmonal (Ariedarmawan, 2020).
2. Pembuluh Darah Jantung
Jantung menerima darah dari 2 cabang arteri, yaitu arteri koroner kanan
dan arteri koroner kiri. Arteri koroner kiri muncul dari sinus aorta posterior
kiri dan bercabang dua membentuk arteri descending anterior kiri dan
circumflexa kiri (LCx). Arteri koroner kiri memasok darah ke septum
interventrikular (dua pertiga anterior), apex, dan aspek anterior dari
ventrikel kanan dan kiri. Arteri circumflexa memiliki cabang utama, yaitu
arteri marginal kiri (Ariedarmawan, 2020).
Arteri koroner kanan muncul dari sinus aorta anterior dan mempunyai
cabang-cabang seperti arteri descending posterior, arteri nodal, dan arteri
marginal. Arteri descending posterior memasok darah sepertiga posterior
dari septum interventrikular dan AV node, Arteri nodal memasok darah
atrium kanan dan SA node, Arteri marginal kanan memasok darah bagian
dari ventrikel kanan dan dinding ventrikel kiri bawah. Pada akhirnya, arteri
koroner bercabang arteri kecil dan arteriol yang memasok darah ke otot
jantung (Ariedarmawan, 2020).

B. Definisi
Acute Coronary Syndrome (ACS) atau Sindrom Koroner Akut (SKA)
adalah suatu kumpulan gejala klinis iskemia miokard yang terjadi akibat
kurangnya aliran darah ke miokardium dengan gejala berupa nyeri dada,
perubahan segmen ST pada electrokardiogram (EKG) dan perubahan
4
biomarker jantung (Sanjani, 2018). Penyakit pembuluh darah arteri coroner
adalah gangguan fungsi sistem kardiovaskuler yang disebabkan karena otot
jantung kekurangan darah akibat adanya oklusi pembuluh darah arteri coroner
dan tersumbatnya pembuluh darah jantung (AHA, 2017).
Menurut Kemenkes (2019) SKA merupakan bagian dari spektrum penyakit
jantung koroner yang dicirikan oleh berkurangnya secara mendadak aliran
darah ke otot jantung (miokard) yang dikarenakan oleh gangguan di pembuluh
darah koroner. Sindom Koroner Akut merupakan kondisi klinis mulai dari ST-
Segment Elevation Myocardial Infarction (STEMI) sampai dengan ditemukan
kondisi non STEMI dan unstable angina. Hal ini berhubungan dengan ruptur
plak arterosklerosis dan trombosis sebagian ataupun komplit dari infark pada
arteri miokard (Coven & Yang, 2016).

C. Klasifikasi
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
elektrokardiogram (EKG), dan pemeriksaan marka jantung, SKA dibagi
menjadi (Irmalita et al., 2015):
1. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment
elevation myocardial infarction)
2. Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: Non ST
segment elevation myocardial infarction)
3. Angina Pektoris tidak stabil (UAP: Unstable Angina Pectoris)

Sumber: AHA & ESC


5
Infark miokard dengan elevasi segmen ST akut (STEMI) merupakan
indikator kejadian oklusi total pembuluh darah arteri koroner. Keadaan ini
memerlukan tindakan revaskularisasi untuk mengembalikan aliran darah dan
reperfusi miokard secepatnya, secara medikamentosa menggunakan agen
fibrinolitik atau secara mekanis berupa Intervensi Koroner Perkuatan (IKP)
primer dan bedah pintas arteri koroner. Diagnosis STEMI ditegakkan jika
terdapat keluhan angina pektoris akut disertai elevasi segmen ST yang
persisten di dua sandapan yang bersebelahan. Inisiasi tatalaksana
revaskularisasi tidak perlu menunggu hasil peningkatan marka jantung
(Kemenkes, 2019).
Diagnosis NSTEMI dan UAP ditegakkan jika terdapat keluhan angina
pektoris akut tanpa elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang
bersebelahan. Rekaman EKG saat presentasi dapat berupa depresi segmen ST,
inversi gelombang T, gelombang T yang datar, gelombang T pseudo-
normalization, atau bahkan tanpa perubahan. Sedangkan UAP dan NSTEMI
dibedakan berdasarkan kejadian infark miokard yang ditandai dengan
peningkatan marka jantung. Marka jantung yang digunakan adalah Troponin
I/T. Bila hasil pemeriksaan biokimia marka jantung terjadi peningkatan
bermakna, maka diagnosis menjadi NSTEMI. Pada UAP marka jantung tidak
meningkat secara bermakna (Kemenkes, 2019).
Jika pemeriksaan EKG awal tidak menunjukkan kelainan (normal) atau
menunjukkan kelainan yang nondiagnostik sementara angina masih
berlangsung, maka pemeriksaan diulang 10-20 menit kemudian. Jika ulangan
EKG tetap menunjukkan gambaran nondiagnostik sementara keluhan angina
sangat sugestif SKA, maka pasien dipantau selama 12-24 jam. EKG diulang
tiap 6 jam dan setiap terjadi angina berulang.

D. Etiologi
Etiologi SKA umumnya disebabkan adanya pecahnya plak, trombosis atau
iskemia (Helwani dkk, 2018). Dasar mekanisme terjadinya SKA umumnya
adalah aterosklerosis. Aterosklerosis adalah penyakit inflamasi imun sistemik
6
yang disebabkan oleh lipid. Inflamasi, merupakan salah satu faktor penyebab
SKA, yang bersifat lokal dan sistemik. Inflamasi berperan dalam inisiasi dan
perkembangan plak aterosklerotik, yang kemudian menyebabkan ketidak-
stabilan plak dengan pembentukan thrombus (Suhardi & Sri Shujuan, 2021).
Penyebab SKA paling sering adalah oklusi lengkap atau hampir lengkap
dari arteri koroner, biasanya dipicu oleh ruptur plak aterosklerosis yang rentan
dan diikuti oleh pembentukan thrombus. Sumbatan pada arteri koroner ini yang
menyebabkan terhambatnya aliran darah ke suatu bagian dari jantung. Jika
terhambatnya aliran darah ini yang berlangsung lebih dari beberapa menit,
maka jaringan jantung akan mati. Ruptur plak dapat dipicu oleh bebrapa faktor
risiko (Nurarif & Kusuma, 2015). .
Faktor risiko ada yang tidak dapat diubah dan faktor risiko yang dapat
diubah. Faktor risiko yang tidak dapat diubah yaitu: usia, jenis kelamin,
keturunan dan ras. Pertambahan usia akan meningkatkan aterosklerosis, hal ini
mencerminkan lebih lama menupuknya plak pada arteri koroner. Wanita
menopause lebih beresiko terbentuknya aterosklerosis dibanding sebelum
menopause resikonya sama dengan laki-laki. Riwayat dengan keluarga yang
mempunyai penyakit jantung koroner akan meningkatkan kemungkinan
timbulnya aterosklerosis prematur. Ras kulit putih lebih tinggi resiko terjadinya
aterosklerosis dibanding kulit hitam. Faktor yang dapat diubah yaitu penyakit
hipertensi, merokok, hiperkolestrolemia, toleransi glukosa (penyakit diabetes
melitus) dan peningkatan kadar lipid serum (Nurarif & Kusuma, 2015).
Menurut Dr. Lyndon Saputra (2014) penyebab dari SKA yaitu:
1. Aterosklerosis adalah radang pada pembuluh darah manusia yang
disebabkan penumpukan plak ateromatus yang terjadi dengan beberapa
fase dan tahap.
2. Emboli adalah hambatan pada aliran pembuluh darah, hambatan tersebut
dapat berupa gelembung udara atau darah yang menggumpal. Emboli
yang muncul pada manusia dapat mengganggu organ tubuh karena
kekurangan oksigen.

7
3. Trombosis adalah proses koagulasi dalam pembuluh darah yang
berlebihan sehingga menghambat aliran darah, atau bahkan
menghentikan aliran tersebut. Trombosis dapat terjadi dimana saja
dalam sirkulasi darah manusia. Namun klasifikasi umum dibagi
menjadi: Venous thromboembolisme (VTE) yang terjadi pada pembuluh
balik, arterial thrombosis yang terjadi pada pembuluh nadi.
4. Vasokontriksi pembuluh darah adalah penyempitaan pembuluh darah.
Kondisi ini akan mengurangi jumlah darah yang mengalir ke bagian
tubuh.

E. Manifestasi Klinis
Gejala Sindrom Koroner Akut biasanya muncul sebagai nyeri dada
retrosternal yang menjalar ke lengan, leher, atau rahang. Gejala lainnya dapat
berupa dispnea saat aktivitas, mual dan muntah, diaforesis, kelelahan, dan
sinkop. Gejala atipikal seperti nyeri epigastrium, gangguan pencernaan, dan
nyeri pleuritik dapat mengacaukan diagnosis (Suhardi & Sri Shujuan, 2021).
Manifestasi klinis dari SKA adalah adanya nyeri dada yang khas,
perubahan EKG, dan peningkatan enzim jantung. Nyeri dada khas SKA
dicirikan sebagai nyeri dada di bagian substernal, retrosternal dan prekordial.
Karakteristik seperti ditekan, diremas, dibakar, terasa penuh yang terjadi dalam
beberapa menit. Nyeri dapat menjalar ke dagu, leher, bahu, punggung, atau
kedua lengan. Nyeri disertai rasa mual, sempoyongan, berkeringat, berdebar,
dan sesak napas. Selain itu ditemukan pula tanda klinis seperti hipotensi yang
menunjukkan adanya disfungsi ventrikular, hipertensi dan berkeringat yang
menunjukkan adanya respon katekolamin, edema dan peningkatan tekanan
vena jugular yang menunjukkan adanya gagal jantung (Ningsih, 2022)
Ariedermawan (2020) menyatakan bahwa sebagian besar penderita dengan
SKA menggambarkan ketidaknyamanan dada atau nyeri dada iskemik yaitu
rasa sesak, berat, atau terbakar, yang dalam, kurang terlokalisasi, dan menjalar
ke ekstremitas atas bagian kiri, mandibular, atau leher. Ketidaknyamanan ini
biasanya berlangsung lama (> 20 menit) dan mungkin tidak hilang dengan
8
istirahat dan/atau nitrogliserin. Tanda klinis lain yang dapat ditemukan seperti
ketidaknyamanan epigastrium, diaphoresis, mual, atau sinkop. Peristiwa ini
dapat terjadi dengan aktivitas fisik atau saat istirahat dan lebih sering menyebar
dari pada terlokalisasi.

F. Patofisiologi
Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh
darah koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan
komposisi plak dan penipisan tudung fibrus yang menutupi plak tersebut.
Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur
koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya trombosis (white thrombus).
Trombus ini akan menyumbat liang pembuluh darah koroner, baik secara total
maupun parsial atau menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluh koroner
yang lebih distal. Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan
vasokonstriksi sehingga memperberat gangguan aliran darah koroner
(Kemenkes, 2019).
Berkurangnya aliran darah koroner menyebabkan iskemia miokardium.
Pasokan oksigen yang berhenti selama kurang-lebih 20 menit menyebabkan
miokardium mengalami nekrosis (infark miokard). Infark miokard tidak selalu
disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah koroner. Obstruksi subtotal yang
disertai vasokonstriksi yang dinamis dapat menyebabkan terjadinya iskemia
dan nekrosis jaringan otot jantung (miokard). Akibat dari iskemia, selain
nekrosis, adalah gangguan kontraktilitas miokardium karena proses hibernating
dan stunning (setelah iskemia hilang), distritmia dan remodeling ventrikel
(perubahan bentuk, ukuran dan fungsi ventrikel) (Kemenkes, 2019).
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah manifestasi akut dan berat serta
merupakan bentuk kegawatdaruratan dari arteri koroner yang disebabkan oleh
suplai darah dan okigen ke miokardium yang tidak adekuat, terjadi ketidak-
seimbangan antara kebutuhan dan suplai aliran darah, penyebab utamanya
adalah sumbatan plak aterom pada arteri koroner. Hal ini dapat menyebabkan
iskemik pembuluh darah jantung dan bisa berlanjut ke infark. Akibat iskemik
9
dapat menurunkan kontraktilitas miokard sehingga curah jantungpun menurun
(Nurarif, 2015). Penyempitan arterosklerosis arteri koroner mengakibatkan
ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dan suplai oksigen
miokardium dapat menimbulkan nyeri. Kurangnya suplai oksigen ini
menyebabkan penumpukan asam laktat pada otot jantung (lemak tidak
seluruhnya dioksidasi menjadi karbondioksida, tetapi hanya sampai pada asam
laktat, akibat dari metabolisme anaerob), penumpukan asam laktat inilah yang
menyebabkan nyeri (Mulyadi, 2018).
Sindrom koroner akut ditandai dengan gejala nyeri dada yang disebabkan
oleh ketidakseimbangan hubungan antara pasokan dan kebutuhan oksigen
miokardial. Kebutuhan oksigen jantung ditentukan oleh beban kerjanya, gejala
nyeri dada muncul dikarenakan pasokan oksigen pada jantung tidak seimbang
dengan kebutuhan oksigen yang meningkat akibat beban kerja yang dilakukan.
Keluhan sesak pada sindrom koroner akut disebabkan karena kapasitas pompa
jantung yang berkurang sehingga darah yang berasal dari paru menumpuk
dibilik jantung sehingga terjadi sesak nafas dan daoat dipicu oleh aktivitas
sehingga tubuh memerlukan lebih banyak oksigen dan jantung harus berdenyut
lebih cepat ketidakseimbangan yang terjadi akibat penurunan fungsi otot
jantung dan kekurangan oksigen dapat terjadi perluasan area nekrosis otot yang
permanen karena otot jantung kehilangan suplai oksigen, suplai oksigen yang
tidak seimbang dapat mengurangi produksi energy dan biasanya timbul gejala
yaitu kelemahan, sesak nafas (Udjianti,2013).

10
G. Pathway
Faktor resiko (Hipertensi, Obstruksi Arteri
Arterosklerosis
merokok, DM, dll) koroner

Tidak seimbang
Suplai darah ke
kebutuhan dengan
miokard ↓
suplai oksigen

Metabolisme Anaerob Kontraktilitas


Iskemia
miokard ↓

Asam Laktat ↑ Infark Miokard


Kelemahan
miokard
Nyeri Akut Komplikasi (gagal
(D.0077) jantung, syok
kardiogenik, dll) Penurunan
Curah Jantung
(D.0008)

Intoleransi
Suplai darah ke
Aktivitas Kelemahan fisik
jaringan tidak adekuat
(D.0056)

Sumber: PPNI SDKI (2017)

H. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi yang dapat terjadi akibat dari penyakit sindrom
koroner akut yaitu:
1. Gagal Jantung
AHF dapat terjadi karena komplikasi sindrom koroner akut (acute
coronary syndrome/ ACS). Berdasarkan data Global Registry of Acute
Coronary Events (GRACE) sebanyak 13% penderita ACS akan
mengalami gejala awal kongesti paru dan 5,6% di antaranya berlanjut
menjadi AHF (Cahyu dkk, 2023).
11
2. Aritmia Pasca Stemi
Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidak-seimbangan sistem
saraf autonom, gangguan elektrolit, iskemi, dan perlambatan konduksi
di zona iskemi miokard (Ariedermawan, 2020)
3. Syok Kardiogenik (Che Muda, 2017)
4. Edema Paru (Che Muda, 2017)
5. Kematian (Che Muda, 2017).
Sedanngkan menurut Keputusan Mentri Kesehatan tahun 2019, komplikasi
yang dapat terjadi akibat dari STEMI dapat mengakibatkan gangguan
hemodinamik (gagal jantung, syok kardiogenik, aritmia, dan gangguan
konduksi fase akut) dan komplikasi kardiak seperti perikarditis meskipun saat
ini sudah jarang ditemukan.

I. Pemeriksaan Diagnostik
Penegakan diagnosa Sindrom koroner akut berdasarkan gejala, riwayat
kesehatan pribadi dan keluarga, serta hasil test diagnostic (Irmalita dkk, 2015)
berupa:
1. EKG
Pasien SKA dengan elevasi segmen ST dikelompokkan bersama
dengan LBBB (komplet) baru/persangkaan baru mengingat pasien
tersebut adalah kandidat terapi reperfusi. Oleh karena itu pasien
dengan EKG yang diagnostik untuk STEMI dapat segera mendapat
terapi reperfusi.
Persangkaan adanya infark miokard menjadi kuat jika gambaran
EKG pasien dengan LBBB baru/persangkaan baru juga disertai dengan
elevasi segmen ST ≥1 mm pada sadapan dengan kompleks QRS positif
dan depresi segmen ST ≥1 mm di V1-V3. Perubahan segmen ST
seperti ini disebut sebagai perubahan konkordan yang mempunyai
spesifitas tinggi dan sensivitas rendah untuk diagnosis iskemik akut.
Perubahan segmen ST yang diskordan pada sadapan dengan kompleks
QRS negatif mempunyai sensivitas dan spesifitas sangat rendah.
12
Adanya keluhan angina akut dan pemeriksaan EKG tidak ditemukan
elevasi segmen ST yang persisten, Diagnosisnya adalah infark miokard
dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI) atau angina pectoris tidak
stabil (APTS/UAP). Depresi segmen ST yang diagnostik untuk
iskemia adalah sebesar ≥0,05 mV di sadapan V1-V3 dan ≥0,1 mV di
sadapan lainnya. Bersamaan dengan depresi segmen ST, dapat
dijumpai juga elevasi segmen ST yang tidak persisten (˂20 menit), dan
dapat terdeteksi di ˃2 sadapan berdekatan. Inversi gelombang T yang
simetris ≥0,2 mV mempunyai spesifitas tinggi untuk iskemia akut.
2. Pemeriksaan Marka Jantung
Troponin I/T merupakan marka nekrosis miosit jantung dan
menjadi marka untuk diagnosis infark miokard. Peningkatan marka
jantung hanya menunjukkan adanya nekrosis miosit, namun tidak
dapat dipakai untuk menentukan penyabab nekrosis miosit tersebut
(penyebab koroner/nonkoroner).
3. Tes Laboratorium Darah
Data laboratorium, di samping marka jantung, yang harus
dikumpulkan di ruang gawat darurat adalah tes darah rutin, gula darah
sewaktu, status elektrolit, koagulasi darah, tes fungsi ginjal, dan panel
lipid. Pemeriksaan laboratorium tidak boleh menunda terapi SKA.
Pemeriksaan enzim jantung
1) Creatinin Kinase (CK, CKMB) mulai naik dalam 6 jam,
memuncak dalam 12-16 jam, normal kembali antara 3-4 hari tanpa
terjadi nekrosis baru.
2) Laktat dehidrogenisasi (LDH): Dapat dideteksi 24-48 jam pasca
infark, mencapai puncaknya setelah 3-6 hari, normal setelah
mencapai 8-14 hari.
3) Elektrolit: ketidakseimbangan elektrolit dalam darah dapat
mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas jantung, misalnya:
hipokalemia, hiperkalemia.

13
4) Sel darah putih: kadar leukosit biasanya tampak mengalami
peningkatan pada hari ke-2.
5) Kecepatan sedimentasi meningkat pada hari ke-2 dan ke-3.
4. Tes Radiologi
1) Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner,
biasanya dilakukan untuk mengukur tekanan ruang jantung dan
mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu
dilakukan pada fase AMI (Infark miokard akut) kecuali mendekati
bedah jantung angioplasty atau bersifat darurat.
2) Foto thorax
3) Pencitraan darah jantung MUGA (Multigated acquisition scan)
Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan
dinding regional dan fraksi ejeksi (aliran darah).
4) Nuklear Magnetic Resonance (NMR)
Memungkinkan visualisasi aliran darah, ruang jantung atau katup
ventrikel, lesi vaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau
infark dan bekuan darah.

J. Penatalaksanaan

14
Terapi awal adalah terapi yang diberikan pada pasien dengan diagnosis
kerja kemungkinan SKA atau definitif SKA atas dasar keluhan angina di ruang
gawat darurat, sebelum ada hasil pemeriksaan EKG dan/atau marka jantung
(sebelum diagnosis STEMI/NSTEMI ditegakkan). Terapi awal yang dimaksud
adalah morfin, oksigen, nitrat, aspirin clopidogrel/ticagrelor (disingkat
MONACO/MONATICA), yang tidak harus diberikan semua atau bersamaan
(Kemenkes, 2019).
1. Tirah baring. Tirah baring.
2. Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi
O2 arteri <95% atau yang mengalami distres respitasi
3. Suplemen oksigen dapat diberikan pada semua pasien SKA dalam 6
jam pertama, tanpa mempertimbangkan saturasi O2 arteri
4. Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada semua pasien yang tidak
diketahui intoleransinya terhadap aspirin. Aspirin tidak bersalut lebih
terpilih mengingat absorpsi sublingual (di bawah lidah) yang lebih
cepat.
5. Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate), dapat dipilih satu
di antara pilihan berikut:
a. Ticagrelor: Dosis awal 180 mg per oral dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 2 x 90 mg/hari kecuali pada pasien STEMI yang
direncanakan untuk reperfusi menggunakan agen fibrinolitik.
b. Clopidogrel: Dosis awal 300 mg per oral dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 75 mg/hari (pada pasien yang direncanakan untuk
terapi reperfusi menggunakan agen fibrinolitik, penghambat reseptor
ADP yang dianjurkan adalah clopidogrel).
6. Nitrat tablet/spray sublingual bagi pasien dengan nyeri dada yang masih
berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat (Kelas I-C). Jika nyeri
dada tidak hilang dengan satu kali pemberian, dapat diulang setiap lima
menit sampai maksimal tiga kali pemberian. Nitrat intravena diberikan
pada pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis nitrat
sublingual (kelas I-C). Nitrat tidak boleh diberikan pada pasien
15
hipotensi (tekanan darah sistolik <90 mmHg), laju jantung <50x/menit,
atau infark ventrikel kanan dan pasien yang mengkonsumsi sildenafil
dalam 24 jam.
7. Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit, bagi
pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis Nitrat sublingual
Tujuan pengobatan adalah dengan memperbaiki prognosis dengan cara
mencegah infark miokard lebih lanjut dan kematian. Yang dilakukan adalah
mengurangi progresivitas plak, menstabilkan plak dengan mengurangi
inflamasi, memperbaiki fungsi endotel, serta mencegah trombosis bila terjadi
disfungsi endotel atau pecahnya plak. Tujuan yang kedua adalah memperbaiki
simptom dan iskhemik.
Sesuai dengan algoritma dari tatalaksana SKA, ketika dijumpai diagnosa
definitif SKA maka dapat dilakukan tatalaksana terapi reperfusi. Terdapat dua
modalitas untuk terapi reperfusi pada STEMI, yakni secara invasif IKP primer,
Bedah Pintas Arteri Koroner (BPAK), serta farmakologis (terapi fibrinolitik)
Terapi reperfusi segera, diindikasikan untuk semua pasien dengan gejala yang
timbul dalam 12 jam dengan elevasi segmen ST yang menetap LBBB, RBBB
yang (terduga) baru. Terapi reperfusi (sebisa mungkin berupa IKP primer)
diindikasikan apabila terdapat bukti klinis maupun EKG adanya iskemia yang
sedang berlangsung, bahkan bila gejala telah ada lebih dari 12 jam yang lalu
atau jika nyeri dan perubahan EKG iskemik. Dalam menentukan terapi
reperfusi, tahap pertama adalah menentukan ada tidaknya rumah sakit sekitar
yang memiliki fasilitas IKP. Bila tidak ada, langsung pilih terapi fibrinolitik.
Bila ada, pastikan waktu tempuh dari tempat kejadian (baik rumah sakit atau
klinik) ke rumah sakit tersebut apakah kurang atau lebih dari 2 jam. Jika
membutuhkan waktu lebih dari 2 jam, reperfusi pilihan adalah fibrinolitik.
Setelah fibrinolitik selesai diberikan, jika memungkinkan pasien dapat dikirim
ke pusat dengan fasilitas IKP (Kemenkes, 2019).
SKA merupakan kasus kegawatan sehingga harus mendapatkan
penanganan yang segera. Dalam 10 menit pertama sejak pasien datang ke
instalasi gawat darurat, harus sudah dilakukan penilaian meliputi anamnesa
16
riwayat nyeri, pemeriksaan fisik, EKG 12 lead dan saturasi oksigen,
pemeriksaan enzim jantung, elektrolit dan bekuan darah serta menyiapkan i.v.
line dengan D5%. Obat-obatan yang diperlukan dalam menangani SKA
(Kemenkes, 2019) adalah:
1. Anti Iskemia
2. Anti Platelet
3. Penghambat reseptor glikoprotein IIb/IIIa
4. Antikoagulan
5. Kombinasi Antiplatelet dan Antikoagulan
6. Penghambat ACE dan Penghambat Reseptor Angiotensin
7. Statin

17
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
1) Airways
Kaji pasien apakah ada benda asing, sumbatan, cairan pada jalan nafas.
Kemudian dengar apakah ada suara nafas seperti gurgling, snoring,
stridor atau tidak.
2) Breathing
Kaji pergerakan dada pasien adakah retraksi, fail chest, dan simetris
atau tidak. Adakah lebam di dada, deviasi trakea dan nafas cuping
hidung atau tidak. Kaji RR apakah normal atau tidak. Kemudian
dengarkan suara paru dengan auskultasi paru. Kaji adakah krepitasi dan
nyeri tekan atau tidak.
3) Circulation
Kaji apakah ada perdarahan pada pasien atau tidak, akral dingin atau
tidak, frekuensi nadi, kekuatan nadi. Kaji juga apakah ada tanda-tanda
syok atau tidak pada pasien.
4) Disability
Cek pupil pasien apakah ada keabnormalan atau tidak. Kaji nilai GCS,
simetrisan kekuatan otot, dan adakah tanda lateralisasi pada pasien atau
tidak.
5) Exposure
Kaji adakah cedera pada pasien dengan membuka pakaian pasien.
6) Filey Cateter
Kaji kenutuhan pemasangan kateter urin, cek bladder urin, dan urin
output.
7) Gastric Tube

18
Kaji apakah pasien mengalami muntah atau tidak. Kaji kebutuhan
pemasangan NGT dengan mengkaji adakah fraktur basis crani pada
pasien.
8) Heart Monitor
Kaji hasil dari pemeriksaan EKG.
9) Imaging
Kaji hasil rontgen dan CT scan.
b. Pengkajian Sekunder
1) Anamnesis
Pengkajian meliputi identitas, keluhan utama, riwayat kesehatan
sekarang, riwayat kesehatan terdahulu, riwayat kesehatan keluarga.
a. Keluhan utama yang muncul
b. Adakah alergi makanan atau obat-obatan
c. Obat obatan yang dikonsumsi saat ini
d. Riwayat kesehatan
e. Kapan dan berapa banyak makan terakhir
f. Kejadian yang menyertai keluhan
2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan secara head to toe yaitu dari kepala hingga
kaki.
3) Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan penunjang biasanya dijumpai:
a. Perubahan EKG (berupa gambaran STEMI/INSTEMI dengan atau
tanpa gelombang Q patologik)
b. Enzim jantung (meningkat paling sedikit 1,5 kali nilai batas normal,
terutama CKMB dan troponin-T/I, dimana troponin lebih spefisik
untuk nekrosis miokard. Nilai normal troponin ialah 0,1-0,2 ng/dl,
dan dianggap positif bila >0,2, ng/dl).

2. Diagnosa Keperawatan
1) Penurunan curah jantung b.d perubahan kontraktilitas (D.0008)
19
2) Nyeri Akut b.d agen pencedera fisiologis d.d mengeluh nyeri, tampak
meringis, pola napas berubah (D.0077)
3) Intoleransi Aktivitas b.d kelemahan d.d dispnea saat/setelah aktivitas,
merasa lemah, frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat,
gambaran EKG menunjukan aritmia saat/setelah aktivitas (D.0056)

3. Intervensi

No Diangnosa SLKI SIKI


Keperawatan

1 Penurunan Tujuan: Perawatan Jantung (I.02075)


curah jantung Setelah dilakukan
a. Observasi
b.d perubahan intervensi keperawatan
1) Identifikasi tanda/gejala
kontraktilitas diharapkan curah jantung
primer penurunan curah
(D.0008) meningkat dengan kriteria
jantung
hasil:
2) Identifikasi tanda/gejala
a. Kekuatan nadi perifer
sekunder penurunan curah
meningkat
jantung
b. Gambaran EKG
3) Monitor tekanan darah
aritmia menurun
4) Monitor intake dan output
c. Dispnea menurun
cairan
d. Tekanan darah
5) Monitor berat badan setiap
membaik
hari pada waktu yang sama
(L.02008) 6) Monitor saturasi oksigen
7) Monitor keluhan nyeri dada
8) Monitor nilai laboratorium
jantung
9) Monitor fungsi alat pacu
jantung
10) Monitor EKG 12 sadapan

20
Monitor aritmia
11) Periksa tekanan darah dan
frekuensi nadi sebelum dan
sesudah aktivitas
12) Periksa tekanan darah dan
frekuensi nadi sebelum
pemberian obat
b. Terapeutik
1) Posisikan pasien semi-
Fowler atau Fowler dengan
kaki ke bawah atau posisi
nyaman
2) Berikan diet jantung yang
sesuai
3) Gunakan stocking elastis
atau pneumatik intermiten,
sesuai indikasi
4) Fasilitasi pasien dan
keluarga untuk modifikasi
gaya hidup sehat
5) Berikan terapi relaksasi
untuk mengurangi stres, jika
perlu
6) Berikan dukungan
emosional dan spiritual
7) Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen >94%
c. Edukasi
1) Anjurkan beraktivitas fisik

21
sesuai toleransi
2) Anjurkan beraktivitas fisik
secara bertahap
3) Anjurkan berhenti merokok
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
2) Rujuk ke program jantung

2 Nyeri Akut b.d Tujuan: Pemberian Analgesik (I.02061)


agen pencedera Setelah dilakukan
a. Observasi
fisiologis intervensi keperawatan
1) Identifikasi karakteristik
(D.0077) diharapkan tingkat nyeri
nyeri
klien menurun dengan
2) Identifikasi riwayat alergi
kriteria hasil:
obat
a. Keluhan nyeri menurun
3) Identifikasi kesesualan jenis
b. Meringis menurun
analgesik (mis. narkotika,
c. Frekuensi nadi mebaik
non-narkotik, atau NSAID)
d. Pola napas membaik
dengan tingkat keparahan
e. Tekanan darah
nyeri
membaik
4) Monitor tanda-tanda vital
(L.08066) sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
5) Monitor efektifitas
analgesik
b.Terapeutik
1) Diskusikan jenis analgesik
yang disukai untuk
mencapai analgesia optimal,
jika perlu
2) Pertimbangkan penggunaan
22
infus kontinu, atau bolus
oploid untuk
mempertahankan kadar
dalam sorum
3) Tetapkan target efektifitas
analgesik untuk
mengoptimalkan respons
pasien
4) Dokumentasikan respons
terhadap efek analgesik dan
efek yang tidak diinginkan
c. Edukasi
Jelaskan efelc terapi dan efek
samping obat
d.Kolaborasi
Kolaborasi pemberian dosis dan
jenis analgesik, sesuai indikasl

3 Intoleransi Tujuan : Manajemen Energi (I.05178)


Aktivitas b.d Setelah dilakukan
a. Observasi
kelemahan intervensi keperawatan
1) Identifikasi gangguan fungsi
(D.0056) diharapkan toleransi
tubuh yang mengakibatkan
aktivitas klien meningkat
kelelahan
dengan kriteria hasil:
2) Monitor kelelahan fisik
a. Frekuensi nadi
3) Monitor lokasi dan
meningkat
ketidaknyamanan selama
b. Saturasi oksigen
melakukan aktivitas
membaik
b.Terapeutik
c. Keluhan lelah menurun
1) Sediakan lingkungan
d. Dispnea saat
nyaman dan rendah stimulus
melakukan aktivitas
2) Berikan aktivitas distraksi
23
menurun yang menenangkan
e. Dispnea setelah c. Edukasi
aktivitas menurun Anjurkan tirah baring
f. Aritmia saat aktivitas d.Kolaborasi
menurun Kolaborasi dengan ahli gizi
g. Aritmia setelah tentang cara meningkatkan
aktivitas menurun asupan makanan
h. Tekanan darah
membaik

(L.05047)

24
BAB IV
JURNAL PENELITIAN TERKAIT

Judul Jurnal : Efektivitas Terapi Oksigenasi Nasal Kanul Terhadap Saturasi


Oksigen Pada Penyakit Acute Coronary Syndrome (ACS) Di
Instalasi Gawat Darurat RSUD Ulin Banjarmasin
Penulis : Ilmi Darmawan dan Milasari
Nomor :2
Tahun : 2019
Volume :3
Nama Jurnal : Caring Nursing Journal

Pada jurnal ini, peneliti melakukan penelitian terkait Efektivitas Terapi


Oksigenasi Nasal Kanul Terhadap Saturasi Oksigen Pada Penyakit Acute
Coronary Syndrome (ACS) Di Instalasi Gawat Darurat RSUD Ulin Banjarmasin.
Penyakit ACS merupakan kegawatan jantung dengan gambaran klinis yang
beragam, ACS merupakan jenis penyakit jantung terbanyak di Indonesia sekitar
420.449 ribu. Penyakit jantung penyebab kematian nomor satu di Negara
berpenghasilan rendah menengah. Penyakit ini menghambat pergerakan darah
kaya oksigen kearah jantung yang dapat menyebabkan kematian otot jantung,
sehingga diperlukannya oksigen oleh sel-sel miokardium untuk metabolisme
aerob. Oksigen tambahan dapat meningkatkan suplai ke otot jantung diharapkan
besarnya infark tidak bertambah. Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui
perbedaan sebelum dan sesudah diberikan terapi oksigenasi nasal kanul terhadap
perubahan saturasi oksigen pada pasien ACS. Metode penelitian menggunakan
eksperimen semu dengan rancangan One-group Pra-Post Test Design, tekhnik
sampling Purposive Sampling menggunakan uji Paired T-Test, jumlah responden
22 orang. Didapatkan nilai rata-rata saturasi oksigen sebelum 91.59% dan sesudah
93.9%. Hasil pengukuran saturasi oksigen sebelum dan sesudah diberikan terapi
oksigenasi nasal kanul didapatkan nilai p (0,000) <α (0,05). Ada efektifitas

25
pemberian saturasi oksigen nasal kanul terhadap saturasi oksigen pada pasien
ACS.

26
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sindrom Koroner Akut (SKA) penurunan aliran darah pada arteri koroner
secara sebagian maupun total sehingga otot jantung tidak dapat berfungsi
dengan baik atau mati. Sindom Koroner Akut merupakan kondisi klinis mulai
dari ST-Segment Elevation Myocardial Infarction (STEMI) sampai dengan
ditemukan kondisi non STEMI dan unstable angina. Hal ini berhubungan
dengan ruptur plak arterosklerosis dan trombosis sebagian ataupun komplit dari
infark pada arteri miokard. Penyakit ini merupakan penyakit serius yang jika
tidak ditangani dengan tepat dapat mengakibatkan komplikasi hingga yang
terparah adalah kematian. Untuk itu diperlukan tatalaksana yang tepat meliputi
pengobatan maupun perawatan. Dalam melakukan asuhan keperawatan pada
kasus SKA perlu dilakukan secara komprehensif meliputi proses pengkajian,
diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi.

B. Saran
Setelah pembuatan makalah ini diharapkan agar pembaca khususnya
mahasiswa dapat memahami dan mengaplikasikan apa yang telah dibahas.
Untuk meningkatkan pengetahuan, mahasiswa dapat membaca atau mencari
pengetahuan lebih banyak lagi dari sumber lain terkait dengan materi ini.
Apabila dalam makalah ini pembaca menemukan kesalahan atau kekurangan
diharapkan untuk memberikan saran atau masukan guna untuk perbaikan
makalah yang selanjutnya.

27
DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association (AHA). (2017). Health Care Research: Coronary


Heart Disease. American Heart Association Journal

Ariedarmawan, Rachmat (2020). Karakteristik Penderita Sindrom Koroner Akut


Yang Dirawat Inap di Bagian Kardiologi RSUD Andi Makkasau Parepare
Periode 2015:1-2018:31. Skripsi. Makkasar: Universitas Bosowa.

Coven, David L, MD, PhD. (2016). Acute Coronary Syndrome. Medscape,


http://emedicine.medscape.com/article/1910735-overview

Dwiputra, B. (2018). Mengenali Tanda dan Gejala Serangan Dini Penyakit


Jantung Koroner. Jakarta: Direktorat P2PTM.

Irmalita, D. (2015). Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. (Ketiga).


Jakarta: Centra Communications.

Irmalita, Juzar D (2015). Penyakit Kardiovaskuler. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.

Kemenkes (2019). Keputusan mentri Kesehatan Republik Indonesia Tentang


Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Sindrom
Koroner Akut. Diakses pada 13 Mei 2023 melalui:
https://yankes.kemkes.go.id/unduhan/fileunduhan_1610419977_266892.p
df

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Hasil Utama Riskesdas 2018.

Mulyadi, Maykel Kiling (2018). Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Tingkat Nyeri
Pada Pasien Sindrom Koroner Akut di Instalasi Gawat Darurat RSUP
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. e-journal Keperawatan (e-Kp), 6 (1),
hlm 1-7

Lyndon, Saputra (2014). Visual Nursing Kardiovaskuler. Sumatra Barat: Binarupa


Aksara.

28
Nency C, Surya MK, Kurnia A. (2023). Gagal Jantung Akut sebagai Komplikasi
Sindrom Koroner Akut. CDK Vol.50, hlm 30-35. Diakses dari
https://cdkjournal.com pada 13 Mei 2023 pukul 13.00

Nurarif AH, dan Kusuma (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction

PERKI (2018) Serangan Penyakit Jantung Koroner Makin Sering Terjadi Pada
Usia Muda, Terutama Perempuan. Available at:
http://www.inaheart.org/education_for_patient/2020/3/4/serangan_penyaki
t_jantung_koroner_makin_sering_terjadi_pada_usia_muda_terutama_pere
mpuan.

Suhardi, F. L., & Shujuan, S. (2021). SINDROMA KORONER AKUT AKIBAT


HIPOKSIA: SEBUAH LAPORAN KASUS . Jurnal Medika Hutama,
2(02), 642-646.

Sanjani, Rizal Dwi & Nurkusumasari, Nanda. (2020). Sindrom Koroner Akut.
Surkarta: PP PERKI

Tim Pokja PPNI (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik, Edisi I. Jakarta: PPNI.

Timm Pokja PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi


dan Tindakan Keperawatan, Edisi I. Jakarta: PPNI.

Tim Pokja PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi I. Jakarta: PPNI.

Udjianti, W.J. (2013). Keperawatan Kardiovaskuler, Cetakan 3. Jakarta: EGC

World Health Organization (WHO). (2021). Cardiovascular Diseases (CVDs).


Diakses pada 13 Mei 2023, dari https://www.who.int/en/newsroom/fact-
sheets/detail/cardiovascular-diseases-(cvds)

29
Lampiran

30

Anda mungkin juga menyukai