Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan merupakan salah satu mata pelajaran yang
dilaksanakan pada jenjang pendidikan dasar, menengah, bahkan pada pendidikan tinggi. Tujuan
Pendidikan Jasmani yaitu untuk mengembangkan aspek kebugaran jasmani, keterampilan gerak,
keterampilan berpikir kritis, keterampilan sosial, penalaran, stabilitas emosional, tindakan moral dan
aspek pola hidup sehat. (Permendiknas No.22 Tahun 2006: 194).
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), pada Model Silabus Mata Pelajaran Penjas SD
2006, dikemukakan bahwa Pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan yang diajarkan di sekolah
memiliki peranan penting, yaitu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melihat
langsung dalam berbagai pengalaman belajar melalui aktivitas jasmani, olahraga dan kesehatan yang
dilakukan secara sistematis memberikan pengalaman belajar untuk membina pertumbuhan fisik dan
pengembangan psikis yang lebih baik, sekaligus membentuk pola hidup sehat dan bugar sepanjang
hayat. (Permendiknas No.22 Tahun 2006: 194). Pendidikan Jasmani, olahraga dan kesehatan
merupakan media untuk mendorong pertumbuhan fisik, perkembangan psikis, keterampilan motorik,
pengetahuan dan penalaran, penghayatan nilai-nilai (sikap mental-emosional-sportivitas-
spiritualsosial).
Di samping itu pendidikan jasmani merupakan salah satu mata pelajaran wajib di sekolah
termasuk di Sekolah Dasar, karena pendidikan jasmani masuk dalam kurikulum pendidikan.
Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari proses pendidikan secara total. Tujuan Pendidikan
Jasmani untuk mengembangkan 2 kebugaran fisik, mental, emosional dan sosial melalui kegiatan
fisik. Rusli Lutan (2009: 30), pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan
keseluruhan yang bertujuan meningkatkan individu secara organik, neuromuskuler, intelektual dan
emosional melalui aktivitas jasmani. Sedangkan guru selaku motivator dan fasilitator, memiliki
peranan penting dalam memberikan arti dan makna pembelajaran Penjas dan olahraga sebagai sarana
atau alat.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Model TPSR Dalam Pendidikan Jasmani?
2. Bagaimana Implementasi Model TPSR Dalam Pendidikan Jasmani?
3. Bagaimana Pengaruh Model TPSR Terhadap Perilaku Sosial?
C. Tujuan
1. Mengetahui Model TPSR Dalam Pendidikan Jasmani.
2. Mengetahui Implementasi Model TPSR Dalam Pendidikan Jasmani.
3. Mengetahui Pengaruh Model TPSR Terhadap Perilaku Sosial.
BAB I I
PEMBAHASAN
A. Model TPSR Dalam Pendidikan Jasmani
Model TPSR digunakan sebagai alternatif dalam pengajaran pendidikan
jasmani yang bertujuan untuk mengajarkan tanggung jawab pribadi dan sosial peserta
didik dari risiko ketimpangan sosial seperti kemiskinan, kekerasan, obat-obatan, dan
masalah keluarga (Hellison, 2003, Escarti A., 2010: 388).
Model TPSR merupakan alat pembelajaran yang mengajarkan keterampilan
dalam kehidupan sosial dan mempromosikan sikap bertanggung jawab (Wright, P.M
& Burton S., 2008).
Model TPSR mendidik tanggung jawab secara bertahap. Tahapan itu
diantaranya adanya waktu konseling (counseling time), penyuluhan kesadaran
(awareness talk), fokus pelajaran (lesson focus), pertemuan kelompok (group
meeting), dan waktu refleksi (reflection focus) (Hellison, 2003: 41).
Dalam pelaksanaannya, model TPSR berfokus pada sikap peserta didik dalam
mencapai lima tujuan utama (Gordon, B., Jacobs, JM & Wright, PM, 2016: 360),
yaitu: rasa hormat (Tingkat 1), partisipasi (Tingkat 2), kemandirian (Tingkat 3),
kepedulian (Tingkat 4), dan (Tingkat 5), kepemimpinan atau role model (Beale, A.,
2016: 33).
Model TPSR memberikan struktur pembelajaran yang lebih jelas dan
membantu dalam mengorganisasi di dalam pembelajaran pendidikan jasmani. Hal ini
dikarenakan struktur model TPSR secara lebih khusus mencakup pengajaran
langsung, diskusi kelompok, pengajaran teman sebaya (peer instruction),
pembelajaran kooperatif (cooperative learning), tugas individu (individual work),
refleksi diri (personal reflection), dan membuat keputusan (decision making) (Wright,
P.M., Burton, S, 2008: 139).
Model TPSR dikembangkan dengan tujuan untuk mengajarkan peserta didik
dan menggunakannya dalam kehidupan masyarakat secara luas (Gordon, B., 2010:
22).Model TPSR Hellison mengidentifikasi dua nilai yang terkandung, yaitu: (1)
mengoptimalisasikan kemampuan peserta didik dan mengolah diri sendiri; (2)
menghormati hak orang lain dan peduli terhadap sesama (Escarti, A., et.al., 2010:
668). Lima tingkatan dalam model TPSR yaitu, respek dan ikut merasakan (respecting
the rights and feelings of others), ikut berpartisipasi dan berusaha (participating and
effort), pengarahan diri (selfdirection), menolong dan kepemimpinan (helping other
and leadership), dan di luar pendidikan jasmani (outside the gym). (Hellison D., 2003:
1; Gordon, B 2010: 22). Kelima tingkatan tersebut memiliki kontribusi membantu
guru dan siswa untuk dapat memusatkan perhatiannya kepada tujuan atau hasil yang
akan dicapai terutama dalam aspek tanggung jawab (Wright, PM. & Burton, S., 2008:
39).
Inti dari model TPSR yang diharapkan dari peserta didik, menunjukkan bahwa
untuk berhasil dalam lingkungan sosialnya, maka peserta didik harus belajar
bertanggung jawab untuk diri sendiri dan bertanggung jawab terhadap orang lain,
serta menentukan cara untuk mengendalikan diri mereka, sehingga dapat diterima
oleh lingkungannya (Escarti, A., et.al, 2012: 185). Model TPSR secara bertahap
membiasakan peserta didik dalam bersikap dan berperilaku yang akan membantu
mereka untuk menjadi orang bertanggung jawab dan mampu mengendalikan diri
(Caballero, P., et. al., 2013: 428). Berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka model
pembelajaran TPSR adalah alat pembelajaran yang mengajarkan keterampilan untuk
berperilaku bertanggung jawab terhadap diri dan orang lain serta mampu
mengendalikan diri. Konsep model TPSR meliputi sebuah bentuk usaha untuk
menghargai hak dan perasaan orang lain, partisipasi, mengarahkan diri sebagai
manusia sosial yang peduli dan membantu orang lain.
Dalam olahraga, TPSR memiliki sejarah yang panjang dalam meningkatkan
“karakter baik” (Gordon, B., & Doyle, S., 2015: 152). Model TPSR dianggap sebagai
kerangka ideal untuk merancang kelas pendidikan jasmani dan keseluruhan kurikulum
sekolah (Siedentop, 1994; Wright, P.M & Burton, S., 2008; Koivisto, 2015: 20).
Konsep dasar model TPSR adalah mengembangkan prinsip dan proses pengembangan
remaja positif (positive youth development) (Hellison, D & Wright, P.M., 2003: 371).
Pengembangan remaja yang positif adalah gagasan umum yang mencakup
pengembangan beragam kompetensi yang dapat membantu anak muda dalam
berolahraga, dalam kehidupan mereka saat ini dan di masa yang akan datang (Gloud,
et.al., Escarti, A., et. al, 2010: 388).
Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mengajarkan tanggung jawab dan
sosial dalam pembelajaran akuatik adalah dengan menggunakan model TPSR. Model
ini menawarkan tingkatan sikap tanggung jawab pribadi dan sosial peserta didik.
Model ini dirasa sangat tepat untuk mengajarkan peserta didik memiliki sikap
tanggung jawab dan sosial bukan hanya pada saat pembelajaran akuatik saja tetapi
diharapkan juga bisa menjadi role model bagi orang lain.
Disinilah letak kelebihan model TPSR yang mampu mengklasifikasikan
peserta didik apakah memiliki tingkat tanggung jawab yang rendah atau tinggi.
Pengalaman gerak yang didapatkan peserta didik merupakan kontributor penting bagi
peningkatan angka partisipasi dan pengembangan sikap tanggung jawab yang menjadi
kontributor penting bagi kesejahteraan dan kesehatan sepanjang hayat (Siedentop,
1990; Ratliffe, 1994; Thomas and Laraine, 1994; Stran and Ruder 1996; CDC, 2000).
2. Awareness Talk
Awareness talk merupakan sesi untuk mengingatkan peserta didik mengenai tanggung
jawab yang ingin mereka capai, dan pada sesi ini peserta didik dapat membuat
kontrak dengan guru mengenai target tingkatan tanggung jawab yang akan dicapai
pada pembelajaran hari itu.
3. Lesson Focus
Sebagian besar waktu pembelajaran digunakan dalam sesi lesson focus. Selama sesi
ini, guru menggunakan strategi instruksional tertentu untuk mengintegrasikan
tanggung jawab ke dalam pembelajaran pendidikan jasmani. Dalam proses lesson
focus ini guru
dapat menggunakan berbagai strategi instruksional yang dianggap cocok untuk
mencapai tujuan pembelajaran.
4. Group Meeting
Sesi group meeting merupakan sarana pembelajaran praktis peserta didik untuk
mempelajari nilai-nilai demokratis, sesi ini bertujuan untuk memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk menyampaikan pandangan mereka mengenai proses
pembelajaran saat itu, mengenai teman-teman sekelasnya, dan seberapa efektif
instruksi pembelajaran yang disampaikan guru.
5. Reflection Time
Sesi akhir dari rencana pembelajaran TPSR adalah reflection time yang dilakukan
sebelum peserta didik meninggalkan kelas. Reflection time di desain agar peserta
didik merefleksi dan mengevaluasi mengenai seberapa respek mereka terhadap hak
dan perasaan orang lain, bagaimana effort and participation yang mereka tunjukkan
selama proses pembelajaran, dan kemungkinan mengaplikasikan target tanggung
jawab.
B. Kompetensi Dasar
Mempraktikan aktivitas dasar-dasar pengenalan di air
C. Tujuan Pembelajaran
Peserta didik dapat melakukan gerakan dasar-dasar pengenalan air
A., Gutiérrez, M., Pascual, C., & Llopis, R. (2010). Implementation of the personal
and social responsibility model to improve self-efficacy during physical
education classes for primary school children. International Journal of
Psychology and Psychological Therapy, 10(3), 387–402.