A DENGAN
GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN GASTRO-
ENTERITIS AKUT DEHIDRASI RINGAN
DI RUANG RAWAT INAP ANAK RSUD
SAWAHLUNTO TAHUN 2016
OLEH:
RAMADHANI AULIA FITRI, S.KEP
1514901068
5
6
7
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Alhamdulillah, dengan mengucapkan puji dan syukur yang sebesar-
besarnya kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah dan
petunjuknya yang berlimpah sehinggga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
karya ilmiah ini. Judul karya ilmiah ini “Asuhan Keperawatan Pada An.A
Dengan Gangguan Sistem Pencernaan: Gastroenteritis Akut Disertai
Dehidrasi Ringan Di Ruang Rawat Inap Anak RSUD Sawahlunto” yang
merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Pendidikan Profesi
Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Fort De Kock Bukittinggi.
Dalam penyusunan karya ilmiah ini penulis banyak mendapatkan
bimbingan, arahan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan tak terhingga kepada Ibu Ns.
Wenny Lazdia, S. Kep, MAN sebagai pembimbing akademik yang telah banyak
membantu penulis dalam penyelesaian karya ilmiah ini serta kepada Ibu Ns.
Mardiyah, S. Kep sebagai pembimbing klinik yang telah banyak meluangkan
waktu dan pikiran dalam membimbing penulis dalam penyelesaian karya ilmiah
ini, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Ibu Dr. Ns. Hj. Evi Hasnita, S. Pd, M. Kes sebagai Ketua Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Fort De Kock Bukittinggi
2. Ibu Ns. Wenny Lazdia, S. Kep, MAN selaku Ketua Program Studi
Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Fort De Kock Bukittinggi
sekaligus sebagai pembangun motivasi penulis selama masa pendidikan
3. Bapak Direktur RSUD Sawahlunto serta perawat ruangan anak yang
telah memberi izin serta memberi pengarahan dan bimbingan selama
penulis melaksanakan praktek di RSUD Sawahlunto
4. Dewan penguji I Ibu Ns. Asdwi Maidaliza, S.Kep, M. Biomed dan
penguji II Ibu DR. Hj. Neila Sulung, S.Pd, Ns, M.kes yang telah
memberikan pengarahan dan bimbingan selama penulis melaksanakan
ujian karya ilmiah akhir ners
8
5. Dosen beserta Staf Program Studi Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Fort De Kock Bukittinggi yang telah memberikan ilmu
pengetahuan, peran serta dan semangat selama penulis mengikuti
pendidikan
6. Teristimewa seluruh keluarga tercinta yang telah begitu sabar
membantu, berkorban, memberi dorongan, motivasi dan semangat bagi
penulis baik moril maupun materil serta doa yang tulus dan kasih sayang
7. Semua sahabat dan rekan-rekan mahasiswa Program Studi Profesi Ners
angkatan 2015 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Fort de Kock Bukittinggi
yang telah mencurahkan perhatian, kekompakan dan kerja sama untuk
kesuksesan bersama
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan karya ilmiah ini di masa yang akan datang dan bermanfaat bagi
kita semua
Bukittinggi, Sepetember 2016
Penulis
9
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................ i
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. vi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Tujuan.............................................................................................. 3
C. Manfaat ........................................................................................... 4
BAB V PEMBAHASAN
A. Pengkajian ....................................................................................... 113
B. Diagnosa Keperawatan.................................................................... 114
C. Intervensi Keperawatan ................................................................... 115
D. Implementasi Keperawatan ............................................................. 115
E. Evaluasi Keperawatan ..................................................................... 117
10
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................... 119
B. Saran................................................................................................ 120
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
11
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel
Halaman
2.1 Intervensi .......................................................................................... 29
3.1 Imunisasi ........................................................................................... 40
3.1 Reflek ................................................................................................ 40
3.3 Penatalaksanaan ................................................................................ 41
3.4 Data fokus ......................................................................................... 47
3.5 Analisa data ....................................................................................... 48
3.6 Intervensi ........................................................................................... 50
3.7 Implementasi (catatan perkembangan) ............................................. 52
12
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar
Halaman
2.1 WOC Teoritis .................................................................................... 22
13
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 :Jurnal
Lampiran 2 :SAP Diare
Lampiran 3 :Lembar balik hipertensi
Lampiran 4 :Leaflet
Lampiran 5 :SOP
Lampiran 6 :Lembar konsul
14
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kesehatan menurut Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) tahun 2010
merupakan keadaan seimbang dari kesehatan jasmani, mental/rohani dan
sosial dan tidak hanya semata terbebas dari penyakit dan kecacatan. Sehat
adalah sebuah investasi, aset, dan harta yang paling berharga bagi setiap
individu. Kesehatan menurut Undang-undang Kesehatan Nomor 36 tahun
2009 adalah kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pancasila dan Undang-undang Dasar
Republik Indonesia Tahun 1945 (Lidwina, dkk, 2014 p.1)
Anak merupakan harapan bagi setiap keluarga dan sebagai generasi
penerus suatu keluarga, bangsa dan negara. Artinya kehidupan anak saat ini
menentukan kualitas generasui penerus keluarga dan bangsa dimasa
mendatang. Untuk itu kesehatan anak menjadi hal yang penting dan perlu
mendapat perhatian yang serius dari keluarga maupun pemerintah World
Health Organization (WHO) memberikan perhatian khusus pada negara yang
sedang berkembang untuk memasukkan penyakit diare dan pneumonia dalam
program kesehatan nasional karena penyebab utama kematian balita di negara
yang sedang berkembang disebabkan oleh kedua penyakit itu (Tadda, 2010)
dalam (Helena, 2014 p.1)
Oleh karena itu arah kebijakan pembangunan kesehatan di indonesia tahun
2009 sampai 2014 adalah peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan
dalam mempercepat target Millenium Develoment Goals (MDSg) dengan
fokus kebijakan antara lain menurunkan angka kematian ibu, bayi, dan anak
serta pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan. Penurunan angka
kematian bayi dan anak serta pengendalian penyakit dan penyehatan
lingkungan dapat menurunkan angka kesakitan bayi dan balita akibat
1 15
penyakit infeki maupun non infeksi (Dirjen Bina Gizi dan KIA, 2012) dalam
(Helena, 2014 p.1)
Pembangunan kesehatan yang tercantuuanm pada Sistem Kesehatan
Nasional adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen masyarakat
Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemuan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya. Derajat kesehatan masyarakat dapat
dilihat dari berbagai indikator yaitu angka harapan hidup, angka kematian dan
status gizi masyarakat. Salah satu sasaran yang ingin dicapai dalam
pembangunan kesehatan Indonesia adalah menurunnya angka kematian anak-
anak usia dibaawah 5 tahun menjadi dua puluh empat perseribu kelahiran
hidup (Buku pandua HKN 48, 2012) dalam (Lidwina,dkk, 2014 p.1)
Diare akut merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak berusia di
bawah lima tahun, yang didefinisikan sebagai peningkatan secara tiba-tiba
frekuensi dan perubahan konsistensi feses. Perubahan tersebut sering kali
disebabkan oleh agen infeksius pada saluran pencernaan. Diare akut biasanya
berlangsung lebih dari 14 hari dan memabaik tanpa penanganan spesfik jika
tidak disertai dengan dehidrasi (Hockenberry & Wilson, 2009) dalam (Maria,
dkk, 2012 p.1)
Akibat lanjut yang dapat terjadi pada anak balita yang menderita diare
adalah kekurgan cairn (dehidrasi) yang menyebabkan shock hipovolemia,
kekurangan elektrolit hiiponatremia, hipokalemia, hipokalsemia, kurang gizi,
gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak, dan dapat
menyebabkan kematian. Anak usia dibawah lima tahun (balita) sangat rentan
terhadap penyakit infeksi. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor yaitu faktor
dari anak seperti daya tahan tubuh anak yang masih rendah, status gizi dan
anak tidak mencuci tangan. Faktor lingkungan sarana air bersih yang kurang
dan jamban keluarga yang tidak memenuhi syarat kesehatan serta faktor ibu
antara lain pengetahuan ibu yang kurang, peilaku dan hygine ibu yang kurang
baik (Adisasmito, 2007) dalam (Helena, 2014 p.1)
WHO memperkiran 4 milyar kasus diare terjadi di dunia pada tahun 2007
dan 2,2 juta diantaranya meninggal, sebagian besar anak-anak di bawah umur
16
5 tahun (Adisasmito, 2007) dalam (Helena, 2014 p.1). WHO juga
menyebabkan penyakit infeksi seperti diare (18%), pneumonia (14%), dan
campak (5%) merupakan beberapa penyebab kematian anak-anak usia balita
di Indonesi (Solares, 2011) dalam (Lailatul, 2013 p.2)
Berdasarkan hasil survey Sub Unit Diare Departemen Kesehatan RI
tahun 2000 sampai tahun 2010, menunjukkan kejadian diare mengalami
peningkatan 36% yaitu 301 per 1000 penduduk meningkat menjadi 411 per
1000 penduduk (Helena, 2014 p.1). Sumatera barat menduduki peringkat ke
empat dengan angka period prevelensi diare sebasar (5,6%) setlah aceh,
Papua dan Banten (Riskesdas, 2013) . Dari hasil survey awal di RSUD
Sawahlunto di Ruang Anak RSUD Sawahlunto didapatkan kejadian diare dari
Januari - Agustus 2016 sebanyak 196 orang.
Maka dari itu muncul gagasan untuk mengurangi agar tidak muncul
penderita gastroenteritis dengan memberikan pendidikan kepada pasien dan
keluarga pasien dan dari latar belakang tersebut penulis mengambil kasus
tersebut sebagai penyusunan Karya Ilmiah Ners dengan mengambil judul
“Asuhan Keperawatan Pada An.A Dengan Gangguan Sistem
Pencernaan: Gastroenteritis Akut Disertai Dehidrasi Ringan Di Ruang
Rawat Inap Anak RSUD Sawahlunto”
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mengelola Asuhan Keperawatan pada An.A dengan Gangguan
Sistem Pencernaan: Gastroenteritis disertai Dehidrasi Ringan di Ruang
Rawat Inap Anak RSUD Sawahlunto tahun 2016
2. Tujuan Khusus
a. Mampu menerapkan konsep teori gastroenteritis
b. Melakukan asuhan keperawatan pada pasien gastroenteritis
c. Melakukan telaah hasil penelitian terkait asuhan keperawatan pada
gastroenteritis
d. Menganalisa kesenjangan antara teori jurnal dan kasus yang dikelola
pada pasien gastroenteritis
17
C. MANFAAT
1. Institusi
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan bagi
perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya disiplin ilmu
keperawatan mengenai asuhan keperawatan pada gastroenteritis.
2. Bagi RSUD Sawahlunto
Karya ilmiah ini dapat dijadikan sebagai media informasi tentang
penyakit yang diderita pasien dan bagaimana penanganan bagi pasien dan
keluarga baik di rumah maupun di rumah sakit khususnya untuk penyakit
gastroenteritis.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Merupakan data awal untuk dapat melakukan karya ilmiah
selanjutnya sehingga dapat dikembangkan dan sebagai pengembangan
kemampuan peneliti selanjutnya dalam melakukan asuhan keperawatan
dan menambah pengetahuan peneliti tentang asuhan keperawatan
terhadap pasien yang menderita gastroenteritis.
4. Bagi Pelayanan Keperawatan
Hasil karya ilmiah akhir ners ini dapat memberikan manfaat bagi
pelayanan keperawatan dengan memberikan gambaran dan
mengaplikasikan acuan dalam melakukan asuhan keperawatan pasien
gastroenteritisj yang komprehensif (bio, psiko, sosial, pengetahuan dan
sikap).
18
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. KONSEP TUMBANG
1. Dasar-dasar tumbuh kembang
Tumbuh kembang dianggab sebagai satu kesatuan yang
mencerminkan berbagai perubahan yang terjadi selama hidup seseorang.
Seluruh perubahan tersebut merupakan proses dinamis yang menekankan
beberapa dimensi yang saling tekait( Wong 2008, p.109)
Pertumbuhan peningkatan jumlah dan ukuran sel pada saat mebelah
diri dan mensintesis protein baru menghasilkan peningkatan ukuran
danberat seluruh atau sebagian sel. Perkembagan adalah perubahan dan
perluasan secara bertahap, perkembangan tahap kompleksitas dari yang
lebih rendah ke yang lebih tinggi, peningkatan dan perluasan kapasitas
seseorang melalui pertumbuhan, maturasi serta pembelajaran ( Wong
2008, p.109)
Maturasi adalah peningkatan kompetensi dan kemampuan adaptasi
penuaan, biasanya digunakan untuk menjelaskan perubahan kualitatif,
perubahan kompleksitas struktur yang memungkinkan berfungsinya
struktur tersebut pada tingkat yang lebih tinggi ( Wong 2008, p.109)
a. Tahap perkembangan
Kebanyakan ahli dibidang perkembangan anak menggolongkan
pertumbuhan dan perilaku anak kedalam berbagai tahap usia atau
istilah yang menggambarkan kelompok usia. Rentang usia dari tahap-
tahap tersebut bersifat semena, dan karena tidak mempertimbangkan
perbedaan-perbedaan individu, tidak dapat diterapkan pada semua
anak. Namun, pengelompokkan ini merupakan cara yang baik untuk
menjelaskan karakteristik mayoritas anak-anak saat periode
munculnya perubahan perkembangan dan tugas-tugas perkembangan
yang harus dicapai. Tugas perkembangan adalah serangkaian
keterampilan dan kompetensi yang harus dicapai atau dikuasai pada
5
19
setiap tahap perkembagan agar anak mampu berinteraksi secara efektif
dengan lingkungannya ( Wong 2008, p.109)
Menurut (Wong 2008, p.110) periode usia perkembangan terbagi atas:
1) Periode prenatal (konsepsi sampai lahir)
Geminal konsepsi sampai kira-kira 2 minggu, embrio 2
sampai 8 minggu dan janin 8 sampai 40 minggu (lahir). Cepatnya
laju pertumbuhan dan ketergantungan yang bersifat total membuat
periode ini menjadi periode yang terpenting dalam proses
perkembangan. Hubungan antara kesehatan maternal dan
manifestasi tertentu pada bayi bar lahir menekankan pentingnya
asuhan pranatal yang adekuat demi kesehatan dan kesejahteraan
bayi.
2) Masa bayi (lahir sampai 1 tahun)
Neonatus lahir sampai 27 atau 28 hari, bayi 1 sampai kira-
kira 1 tahun. Masa bayi merupakan masa perkembangan motorik,
kognitif, dan sosial yang cepat. Bersama pemberi asuhan
keperawatan (orang tua), bayi membentuk dasar rasa percaya pada
dunia dan dasar hubungan interpersonal dimasa yang akan datang.
Bulan pertama kehidupan yang kritis, meskipn bagian dari masa
bayi, sering dibedakan karena adanya penyesuaina fisik yang besar
kedalam ekstrauterus dan penyesuaian psikologis orang tua
3) Masa kanak-kanak awal (1-6 tahun)
Todler 1 sampai 3 tahun, prasekolah 3 saapai 6 tahun.
Periode ini yang berasal dari waktu anak-anak dapat bergerak
sambil berdiri sampai mereka masuk sekolah, dicirikan dengan
aktivitas yang tinggi dan penemuan-penemuan. Saat ini merupakan
saat pekembangan fisik dan kepribadian yang besar. Perkembangan
motorik berlangsung terus-menerus. Anak-anak pada usia ini
membutuhkan bahasa dan hubungan sosial yang lebuh luas,
mempelajari standar peran, memperoleh kontrol dan penguasaan
diri, semakin meyadari sifat ketergantungan dan kemandirian, dan
mulai membentuk konsep diri.
20
4) Masa kanak-kanak pertengahan ( 6-11 atau 12 tahun)
Sering disebut sebagai usia sekolah periode perkembangan
merupakan salah satu tahap perkembangan ketika anak diarahkan
menjauh dari kelompok keluarga dan berpusat di dunia hubungan
sebaya yang lebih luas. Pada tahap ini terjadi perkembangan fiik,
mental, dan sosial yang kontinu, disertai penekanan pada
perkembangan kompensasi keteranpilan. Pada tahap ini, kerja sama
sosial dan perkembangan moral dini lebih penting dan relevan
dengan tahap-tahap kehidupan berikutnya. Periode ini merupakan
periode kritis dalam perkembangan konsep diri.
5) Masa kanak-kanak akhir (11-19 tahun)
Prapubertas 10-13 tahun, remaja 13 sampai kira-kira 18 tahunper.
Periode maurasi dan perbahan cepat yang membingungkan yang
dikenal sebagai masa remaja dianggab sebagai periode transisi
yang dimulai pada masa pubertas dan berakhir ada saat memasuki
dunia dewasa biasanya lulus sekolah menengah atas. Maturasi
biologik dan kepribadian disertai dengan gejolak emosi dan fisik
yang tidak menentu, dan terdapat redefinisi konsep diri. Pada
periode ramaja akhir, mereka mulai menginternalisasikan nilai-
nilai yang telah mereka pelajari sebelumnya dan lebih berfokus
pada identitas individu daripada identitas kelompok.
2. Teori-teori perkembangan
a. Teori Perkembangan kognitif (Jean Piaget)
Perkembangan kognitif menurut Piaget merupakan perubahan-
perubahan yang terkait usia yang terjadi dalam aktifitas mental. Ia
juga menyebutkan bahwa kesuksesan perkembangan kognitif
mengikuti prosses yang urutannya melewati empat fase, yaitu fase
sensori motorik (0-2 tahun), fase pra-operasional (2-7 tahun), fase
operasional (7-11 tahun) dan fase operasional formal (>11 tahun)
(Wong, 2008, hlm 118).
21
Dalam teori perkembangan ini anak prasekolah termasuk dalam
fase pra-operasional, fase pra-operasional anak belum mampu
mengoperasionalisasikan apa yang dipikirkan melalui tindakan dalam
pikiran anak (Wong, 2008 p.119).
1) Teori Perkembangan Psikososial (Erikson)
Menurut Santrock (2011), Teori perkembangan ini
dikemukakan oleh Erikson yang mengemukakan bahwa
perkembangan anak selalu dipengaruhi oleh motivasi sosial dan
mencerminkan suatu keinginan untuk berhubungan dengan orang
lain.
Untuk mencapai kematangan kepribadian psikososial anak
harus melewati beberapa tahap yaitu : tahap percaya dan tidak
percaya (1-3 tahun), tahap kemandirian versus malu-malu (2-4
tahun), tahap inisiatif versus rasa bersalah (3-6 tahun), tahap
terampil versus minder (6-12 tahun), tahap identidas versus
kebingungan peran (12-18 tahun) (Wong, 2008 p. 117).
Dalam teori perkembangan psikososial anak prasekolah
termasuk dalam tahap perkembangan inisiatif versus rasa bersalah.
Pada tahap ini anak mulai mencari pengalaman baru secara aktif.
Apabila anak menapat dukungan dari orang tuanya untuk
mengekplorasikan keingintahuannya maka anak akan mengambil
inisiatif untuk suatu tindakan yang akan dilakukan, tetapi bila
dilarang atau dicegah maka akan tumbuh perasaan bersalah pada
diri anak (Wong, 2008 p.118).
2) Teori Perkembangan Psikoseksual (Freud)
Teori perkembangan psikoseksual pertama kali
dikemukakan oleh Sigmun Freud, ia menggunakan istilah
psikoseksual untuk menjelaskan segala kesenangan seksual.
Selama masa kanak-kanak bagian-bagian tubuh tertentu memiliki
makna psikologik yang menonjol sebagai sumber kesenangan baru
dan konflik baru yang secara bertahap bergeser dari satu bagian
tubuh ke bagian tubuh lain pada tahap-tahap perkembangan
22
tertentu. Dalam perkembangan psikoseksual anak dapat melalui
tahapan yaitu: tahap oral (0-1tahun), tahap anal (1-3 tahun), tahap
falik (3-6 tahun), tahap laten (6-12 tahun),dan tahap genital (>12
tahun) ((Wong, 2008 p.117).
Dalam teori perkembangan psikoseksual anak prasekolah
termasuk dalam tahap phalilc, dalam tahap ini genital menjadi area
tubuh yang menarik dan sensitif anak mulai mengetahui
perbedaanjenis kelamin dan menjadi ingin tahu tentang perbedaan
tersebut (Wong, 2008 p.117).
3) Teori Perkembangan Moral (Kohlberg)
Teori perkembangan moral dikemukakan oleh Kohlberg
dengan memandang tumbuh kembang anak ditinjaudari segi
moralitas anak dalam menghadapi kehidupan, tahapan
perkembangan moral yaitu: tahap prakonvensional (orientasi pada
hukum dan kepatuhan), tahap prakonvensional (orientasi
instrumental bijak), tahap konvensional, tahap pasca konvensional
(orientasi kontak sosial) (Wong, 2008, p.119).
Dalam teori perkembangan moral anak prasekolah
termasuk dalam tahap prakonvensional, dalam tahap
perkembangan ini anak terorientasi secara budaya dengan label
baik atau buruk, anak-anak menetapkan baik atau buruknya suatu
tindakan dari konsekuensi tindakan tersebut. Dalam tahap ini anak
tidak memiliki konsep tatanan moral, mereka menentukan prilaku
yang benar terdiri atas sesuatu yang memuaskan kebutuhan mereka
sendiri meskipun terkadang kebutuhan orang lain. Hal tersebut
diinterprestasikan dengan cara yang sangat konkrit tanpa kesetiaan,
rasa terimakasih atau keadilan (Wong, 2008 p.120)
23
3. Aspek-aspek pertumbuhan dan perkembangan
a. Aspek Pertumbuhan
Untuk menilai pertumbuhan anakdilakukan pengukuran
antropometri, pengukuran antropometri meliputi pengukuran berat
badan, tinggi badan (panjang badan), lingkar kepala.
Pengukuran berat badan digunakan untuk menilai hasil
peningkatan atau penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh,
pengukuran tinggi badan digunakan untuk menilai status perbaikan
gizi disamping faktor genetik sedangkan pengukuran lingkar kepala
dimaksudkan untuk menilai pertumbuhan otak. Pertumbuhan otak
kecil (mikrosefali) menunjukkan adanya reterdasi mental, apabila
otaknya besar (volume kepala meningkat) terjadi akibat penyumbatan
cairan serebrospinal (Hidayat, 2011 p.37).
b. Aspek perkembangan
1) Motorik kasar (gross motor) merupakan keterampilan yang
meliputi aktivitas otot yang besar seperti gerakan lengan dan
berjalan (Santrock, 2011, hlm 210). Perkembangan motorik kasar
pada masa prasekolah, diawali dengan kemampuan untuk berdiri
dengan satu kaki selama 1-5 detik, melompat dengan satu kaki,
membuat posisi merangkak dan lain-lain (Hidayat, 2009 p.25).
2) Motorik halus (fine motor Skills) merupakan keterampilan fisik
yang melibatkan otot kecil dan koordinasi meta dan tangan yang
memerlukan koordinasi yang cermat (Papilia, Old & Feldman,
2010, hlm. 316). Perkembangan motorik halus mulai memiliki
kemampuan menggoyangkan jari-jari kaki, menggambar dua atau
tiga bagian, menggambar orang, mampu menjepit benda,
melambaikan tangan dan sebagainya (Hidayat, 2009 p.26).
3) Bahasa (language)adalah kemampuan untuk memberikan respon
terhadap suara, mengkuti perintah dan dan berbicara spontan.
Pada perkembangan bahasa diawali mampu menyebut hingga
empat gambar, menyebut satu hingga dua warna, menyebutkan
kegunaan benda, menghitung, mengartikan dua kata, meniru
24
berbagai bunyi, mengerti larangan dan sebagainya (Hidayat, 2009
p.26).
4) Prilaku sosial (personal social) adalah aspek yang berhubungan
dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi dan berinteraksi
dengan lingkungannya. Perkembangan adaptasi sosial pada anak
prasekolah yaitu dapat berrmain dengan permainan sederhana,
mengenali anggota keluarganya, menangis jika dimarahi,
membuat permintaan yang sederhana dengan gaya tubuh,
menunjukan peningkatan kecemasan terhadapa perpisahan dan
sebagainya (Hidayat, p.26)
5) Untuk menilai perkembangan anak yang dapat dilakukan adalah
dengan wawancara tentang faktor kemungkinan yang
menyebabkan gangguan dalam perkembangan, kemudian
melakukan tes skrining perkembangan anak (Hidayat, 2009 p.38).
c. Tahap Perkembangan Anak Prasekolah
Menurut Wong (2008), priode prasekolah dimulai dari usia 3-
6 tahun periode ini dimulai dari waktu anak bergeraksambil
berdiri sampai mereka masuk sekolah, dicirikan dengan aktivitas
yang tinggi. Pada masa ini merupakan perkembangan fisik dan
kepribadian yang pesat, kemampuan interaksi sosial lebih luas,
memulai konsep diri, perkembangan motorik berlangsung terus
menerus ditandai keterampilan motorik seperti berjalan, berlari
dan melompat.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Anak
Prasekolah. Menurut Hidayat (2009) Proses Percepatan dan
Perlambatan Tumbuh kembang anak dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor.
1) Faktor Herediter
Faktor herediter merupakan faktor yang dapat diturunkan
sebagai dasar dalam mencapai tumbuh kembang. Yang
termasuk faktor herediter adalah bawaan, jenis kelamin, ras,
suku bangsa.
25
Faktor ini dapat ditentukan denganintensitas dan kecepatan
alam pembelahan sel telur, tingkat sensitifitas jaringan terhaap
rangsangan, umur puberitas, dan berhentinya pertumbuhan
tulang
2) Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan ini dapat meliputi lingkungan pranatal,
lingkungan postnatal, dan faktor hormonal. Faktorpranatal
merupakan lingkungandalam kandungan, mulai dari konsepsi
sampai lahir yang meliputi gizi pada waktu ibu hamil, posisi
janin, pengunaan obat-obatan ,alkohol atau kebiasaan
merokok.
Faktor lingkungan pasca lahir yang mempengaruhi tumbuh
kembang anak meliputi budaya lingkungan, sosial ekonomi,
keluarga. nutrisi, posisi anak dalam keluarga dan status
kesehatan.
Faktor hormonal yang berperan dalam tumbuh kembang
anak antara lain. somatotrofin (growth Hormon) yang berperan
alam mempengaruhi pertumbuhan tinggi badan, dengan
menstimulasi terjadinya poliferasi sel kartigo dan sistem
skeletal. Hormon tiroid menstimulasi metabolisme tubuh,
glukokartikoid menstimulasi pertumbuhan sel interstisial dari
testis untuk memproduksi testosteron dan ovarium untuk
memproduksi esterogen selanjutnya hormon tersebut
menstimulasi perkembangan seks baik pada anak laki-laki
maupun perempuan yang sesuai dengan peran hormonnya.
d. Stimulasi, Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak
Prasekolah
Stimulasi adalah kegiatan merangsang kemampuan dasar
anak 0-6 tahun agar anak tumbuh dan berkembang secara optimal.
Setiap anak perlu mendapatkan stimulasi rutin sedini mungkin dan
terus menerus pada setiap kesempatan. Stimulasi tumbuh kembang
26
anak dilakukan oleh ibu dan ayah atau yang erupakan orang
terdekat anak (Depkes, 2012 p.15).
Perkembangan kemampuan dasar anak mempunyai pola
yang tetap dan berlangsung secara berurutan, dengan demikian
stimulasi yang diberikan kepada anak dalam rangka merangsang
pertumbuhan dan perkembangan anak dapat diberikan orang tua
atau keluarga sesuai dengan pembagian kelompok umur stimulasi
(Depkes, 2012 p.15).
27
1) Bagian luar yang sempit / vestibula yaitu ruang diantara gusi,
gigi, bibir, dan pipi.
2) Bibir
Di sebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan di sebelah
dalam di tutupi oleh selaput lendir (mukosa). Otot orbikularis
oris menutupi bibir. Levator anguli oris mengakat dan depresor
anguli oris menekan ujung mulut.Pipi
Di lapisi dari dalam oleh mukosa yang mengandung papila,
otot yang terdapat pada pipi adalah otot buksinator.
3) Gigi
Bagian rongga mulut atau bagian dalam yaitu rongga
mulut yang di batasi sisinya oleh tulang maksilaris palatum
dan mandibularis di sebelah belakang bersambung dengan
faring.
4) Palatum
Terdiri atas 2 bagian yaitu palatum durum (palatum keras)
yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dari sebelah tulang
maksilaris dan lebih kebelakang yang terdiri dari 2 palatum.
Palatum mole (palatum lunak) terletak dibelakang yang
merupakan lipatan menggantung yang dapat bergerak, terdiri
atas jaringan fibrosa dan selaput lendir.
5) Lidah
Terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput
lendir, kerja otot lidah ini dapat digerakkan ke segala arah.
Lidah dibagi atas 3 bagian yaitu : Radiks Lingua = pangkal
lidah, Dorsum Lingua = punggung lidah dan Apek Lingua +
ujung lidah. Pada pangkal lidah yang kebelakang terdapat
epligotis. Punggung lidah (dorsum lingua) terdapat
putingputing pengecapatau ujung saraf pengecap. Fenukun
Lingua merupakan selaput lendir yang terdapat pada bagian
bawah kira-kira ditengah-tengah, jika tidak digerakkan ke atas
nampak selaput lendir.
28
6) Kelenjar Ludah
Merupakan kelenjar yang mempunyai ductus bernama
ductus wartoni dan duktus stansoni. Kelenjar ludah ada 2 yaitu
kelenjar ludah bawah rahang (kelenjar submaksilaris) yang
terdapat di bawah tulang rahang atas bagian tengah, kelenjar
ludah bawah lidah (kelenjar sublingualis) yang terdapat di
sebelah depan di bawah lidah. Di bawah kelenjar ludah bawah
rahang dan kelenjar ludah bawah lidah di sebut koronkula
sublingualis serta hasil sekresinya berupa kelenjar ludah
(saliva). Di sekitar rongga mulut terdapat 3 buah kelenjar ludah
yaitu kelenjar parotis yang letaknya dibawah depan dari telinga
di antara prosesus mastoid kiri dan kanan os mandibular,
duktusnya duktus stensoni, duktus ini keluar dari glandula
parotis menuju ke rongga mulut melalui pipi (muskulus
buksinator). Kelenjar submaksilaris terletak di bawah rongga
mulut bagian belakang, duktusnya duktus watoni bermuara di
rongga mulut bermuara di dasar rongga mulut. Kelenjar ludah
di dasari oleh saraf-saraf tak sadar
7) Otot Lidah
Otot intrinsik lidah berasal dari rahang bawah (m
mandibularis, oshitoid dan prosesus steloid) menyebar
kedalam lidah membentuk anyaman bergabung dengan otot
instrinsik yang terdapat pada lidah. M genioglosus merupakan
otot lidah yang terkuat berasal dari permukaan tengah bagian
dalam yang menyebar sampai radiks lingua.
8) Faring (tekak)
Merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut
dengan kerongkongan (esofagus), di dalam lengkung faring
terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang
banyak mengandung limfosit.
29
b. Esofagus
Panjang esofagus sekitar 25 cm dan menjalar melalui dada
dekat dengan kolumna vertebralis, di belakang trakea dan jantung.
Esofagus melengkung ke depan, menembus diafragma dan
menghubungkan lambung. Jalan masuk esofagus ke dalam
lambung adalah kardia.
c. Gaster ( Lambung )
Merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang
paling banyak terutama didaerah epigaster. Lambung terdiri dari
bagian atas fundus uteri berhubungan dengan esofagus melalui
orifisium pilorik, terletak dibawah diafragma di depan pankreas
dan limpa, menempel di sebelah kiri fudus uteri.
d. Intestinum minor ( usus halus )
Adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang
berpangkal pada pylorus dan berakhir pada seikum, panjang + 6
meter. Lapisan usus halus terdiri dari :
1) lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar
(m.sirkuler)
2) Otot memanjang ( m. Longitudinal ) dan lapisan serosa
(sebelah luar ).
Pergerakan usus halus ada 2, yaitu
1) Kontraksi pencampur (segmentasi) Kontraksi ini dirangsang
oleh peregangan usus halus yaitu.desakan kimus
2) Kontraksi Pendorong
Kimus didorong melalui usus halus oleh gelombang peristaltik.
Aktifitas peristaltik usus halus sebagian disebabkan oleh
masuknya kimus ke dalam duodenum, tetapi juga oleh yang
dinamakan gastroenterik yang ditimbulkan oleh peregangan
lambung terutama di hancurkan melalui pleksus mientertus dari
lambung turun sepanjang dinding usus halus. Perbatasan usus
30
halus dan kolon terdapat katup ileosekalis yang berfungsi
mencegah aliran feses ke dalam usus halus. Derajat kontraksi
sfingter iliosekal terutama diatur oleh refleks yang berasal dari
sekum. Refleksi dari sekum ke sfingter iliosekal ini di perantarai
oleh pleksus mienterikus. Dinding usus kaya akan pembuluh
darah yang mengangkut zat-zat diserap ke hati melalui vena
porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi usus)
dan air (yang membantu melarutkan pecahanpecahan makanan
yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil
enzim yang mencerna protein, gula, dan lemak. Iritasi yang
sangat kuat pada mukosa usus,seperti terjadi pada beberapa
infeksi dapat menimbulkan apa yang dinamakan ”peristaltic
rusrf” merupakan peristaltik sangat kuat yang berjalan jauh pada
usus halus dalam beberapa menit.
e. Intestinium Mayor ( Usus besar )
Panjang ± 1,5 meter lebarnya 5 – 6 cm. Lapisan–lapisan
usus besar dari dalam keluar : selaput lendir, lapisan otot
melingkar, lapisan otot memanjang, dan jaringan ikat. Lapisan usus
besar terdiri dari :
1) Seikum
Di bawah seikum terdapat appendiks vermiformis yang
berbentuk seperti cacing sehingga di sebut juga umbai cacing,
panjang 6 cm.
2) Kolon asendens
Panjang 13 cm terletak di bawah abdomen sebelah kanan
membujur ke atas dari ileum ke bawah hati. Di bawah hati
membengkak ke kiri, lengkungan ini di sebut Fleksura
hepatika, di lanjutkan sebagai kolon transversum.
3) Appendiks ( usus buntu )
Bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari akhir
seikum.
4) Kolon transversum
31
Panjang ± 38 cm, membunjur dari kolon asendens sampai
ke kolon desendens berada di bawah abdomen, sebelah kanan
terdapat fleksura hepatica dan sebelah kiri terdapat fleksura
linealis.
5) Kolon desendens
Panjang ± 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri
membunjur dari atas ke bawah dari fleksura linealis sampai ke
depan ileum kiri, bersambung dengan kolon sigmoid.
6) Kolon sigmoid
Merupakan lanjutan dari kolon desendens terletak miring
dalam rongga pelvis sebelah kiri, bentuk menyerupai huruf S.
Ujung bawahnya berhubung dengan rectum. Fungsi kolon :
Mengabsorsi air dan elektrolit serta kimus dan menyimpan
feses sampai dapat dikeluarkan. Pergerakan kolon ada 2 mcam
:
a) Pergerakan pencampur (Haustrasi) yaitu kontraksi
gabungan otot polos dan longitudinal namun bagian luar
usus besar yang tidak terangsang menonjol keluar menjadi
seperti kantong.
b) Pergarakan pendorong ”Mass Movement”, yaitu kontraksi
usus besar yang mendorong feses ke arah anus.
f. Rektum dan Anus
Terletak di bawah kolon sigmoid yang menghubungkan
intestinum mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di
depan os sakrum dan os koksigis. Anus adalah bagian dari saluran
pencernaan yang menghubungkan rectum dengan dunia luar (
udara luar ). Terletak di antara pelvis, dindingnya di perkuat oleh 3
sfingter :
1) Sfingter Ani Internus
2) Sfingter Levator Ani
3) Sfingter Ani Eksternus
32
Di sini di mulailah proses devekasi akibat adanya mass movement.
Mekanisme :
1) Kontraksi kolon desenden
2) Kontraksi reflek rectum
3) Kontraksi reflek sigmoid
4) Relaksasi sfingter ani
3. Etiologi
Faktor penyebab diare menurut (Ngastiyah 2006) yaitu:
a. Faktor infeksi
Infeksi enteral ialah infeksi saluran pencernaan makanan yang
merupakan penyebab utama gastroenteritis pada anak. Meliputi
infeksi enteral sebagai berikut, infeksi bakteri, seperti vibrio, E.coli,
salmonella, shigella, campylobacter, yersina, aeromonas. Infeksi
virus yaitu enterovirus (virus ECHO, coxsackie, poliomyelitis,
adeno-virus, rotavirus). Infeksi parasit, cacing (ascaris, trichuris,
oxyuris, strongyloides), protozoa (entamoeba histolytica, giardia
lamblia, trichomonas hominis) dan jamur (candia albicans)
b. Infeksi parenteral
Infeksi parenteral ialah infessi diluar alat pencernaan makanan
seperti, otitis media akut (OMA), tonsilaitis/tonsilofaringitis,
broncopnemonia, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama
terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun
c. Faktor malabsobrsi
Malabsorbsi karbohidrat, misalnya disakarida (intoleransi laktosa,
maltosa dan sukrosa), monosakarida, (intoleransi glukosa, fruktosa
dan galaktosa. Malabsorbsi lemak dan malabsorbsi protein.
d. Faktor makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
e. Faktor psikologis, rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi
pada anak yang lebih besar).
4. Patofisiologi
Gastroenteritis adalah peningkatan keenceran dan frekuensi tinja.
Gastroenteritis datipat terjadi akibat adanya zat terlarut yang tidak dapat
33
diserap dalam tinja, yang disebut diare osmotik, atau karena iritasi
saluran cerna. Penyebab tersering iritasi adalah infeksi virus atau bakteri
di usus halus distal atau usus besar.
Gastroenteritis dapat ditularkan melalui rute rektal oral dari orang
keorang beberpa fasilitas keperawatan harian juga meningkatakan resiko
diare. Transpor aktif akibat rangsangan toksin bakteri terhadap elektrolit
kedalam usus halus, sel mujosa intestinal mengalami iritasi dan
meningkatkan sekresi cairan dan elektrolit. Mikroorganisme yang masuk
akan merusak sel mukosa intestinal sehingga menurunkan area
permukaan intestinal.
Iritasi usus oleh suatu patogen mempengaruhi lapisan mukosa
usus, sehingga terjadi peningkatan produk-produk sekretorik, termasuk
mukus. Iritasi oleh mikroba juga mempengaruhi lapisan otot sehingga
terjadi pengkatan motilitas. Peningkatan motilitas menyebabkan banyak
air dan elektrolit terbuang karena waktu yang tersedia untuk penyerapan
zat-zat tersebut di kolon berkurang. Individu yang mengalami diare berat
dapat meninggal akibat syok hipovolemik dan kelainan elektrolit. Toksin
colera yang ditularkan melalui bakteri kolera adalah contok dari bahan
yang sangat merangang mortalitas dan secara langsung dapat
menyebabkan sektesi air dan elektrolit ke dalam usus besar sehingga
unsur-unsur plasma yang penting ini terbuang dalam jumlah yang besar.
Gamgguan absorbsi cairan dan elektrolit dapat menyebabkan
peradangan dan menurunkan kemampuan intestinal untuk mengabsorbsi
cairn dan elektrolit. Hal ini terjadi karena sindrom malabsorbsi
meningkatkan mortalitas usus intestinal. Meningkatnya mortalita dan
cepatnya pengososngan pada intestinal merupakan gangguan dari
absorspsi dan sekresi cairan elektrolit yang berlebihan. Cairan sodium
potsium dan bikarbonat berpindah dalam rongga ekstra seluler kedalam
tinja sehingga meyebabkan dehidrasi, kekurangan elektrolit dapat
mengakibatkan asidosis metabolik.
Gastroenteritis akut ditandai dengan muntah dan diare terkait
kehilangan cairan dan elektrolit yang menimbulkan dehidrasi dan
34
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Penyebab utama diare
adalah virus (adenovirus enterik dan ribavirus) serta parasit (biardia
lambiachristopadium) patogen ini menimbulkan penyakit dengan
menginfeksi sel-sel menghasilkan enteretoksin atau kristotoksin yang
melekat pada dinding usus. Alat pencernaan yang terganggu pada pasien
yang mengalami gastroenteritis akut adalah usus halus (Corwin 2000)
dalam (Nurlaila, 2006 p.4)
35
5. WOC
Gambar 2.1
WOC
Penyerapan
Isi usus makanan diusus Meningkat
menurun tekanan osmotik
MK :Kekurangan
volume cairan 36
MK : Resiko syok
(hipovolemik)
6. Manifestasi Klinis
Pasien yang menderita gastroenteritis, mula-mula pasien cengeng,
Sumbergelisah,
: NANDA NIC-NOC
suhu 2013 meningkat, nafsu makan berkurang atau
tubuh biasanya
tidak ada kemungkinan timbul diare. Tinja cair mungkin disertai lendir
atau darah. Warna tinja mungkin lama berubah menjadi kehijau-hijauan
karena bercampir dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya timbul
lecet karena sering defekasi dan tinja makin lama makin asam akibat
makin banyak asam laktat yang bersal dari laktosa yang tidak diarbsorbsi
oleh usus selama diare. Gejala muntah dapat timbul setelah atau sebelum
diare dan dapat disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat
gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit. Bila pasien telah
banyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai nampak,
yaitu berat badan turun, tugor berkurang, mata dan ubun-ubun besar
menjadi cekung (pada bayi), selaput lendir bibir dan mulut serta kulit
tampak lering (Ngastiyah, 2005 p.225)
Frekuensi BAB (buang air besar) pada bayai lei lebih dari 3 kali
sehari dan pada neunatus lebih dari 4 kali sehari, bentuk cair pada buang
air besar kadang-kadang diserta lendir dan darah, nafsu makan menurun
warnanya lama kelamaan menjadi kehijauan karena bercampur empedu,
muntah, haus, malaise, adanya lecet pada daerah skitar anus, feses
bersifat banyak asam laktat yang besal dari laktosa yang tidak dapat
diserap oleh usus, adanya tanda dehidrasi, kemudian dapat terjadi
diuresis yang berkurang (oliguria sampai dengan anuria) atau sampai
terkadi asidosis metabolic seperti tampak pucat dengan pernafsan
kusmaul )Hidayat, 2006 p.13)
37
7. Komplikasi
Salah satu komplikasi dari gastroenteritis adalah dehidrasi menurut
Hidayat (2006) adalah
a. Dehidrasi ringan
Apabila kehilangan 2-5% dari berat badan atau rata-rata 25ml/kg BB
dengan gambaran klinik tugor kulit kurang elastis, suara serak,
penderita belum jatuh pada keadaan syok.
b. Dehidrasi sedang
Apabila kehilangan cairan 5-8% dari berat badan atau rata-rata
75ml/kg BB dengan gambaran klinik tugor kulit jelek, suara serak,
penderita jatuh syok, nadi cepat dan dalam.
c. Dehidrasi berat
Apabila kehilangan cairan 8-10% berat badan atau rata-rata 125 ml/kg
BB, pada dehidrasi berat volume darah berkurang sehingga terjadi
enjatan hipovolemik dengan gejala denyut jantung menjadi cepat, nadi
cepat dan kecil, tkanan darah menurun, pasien sangat lelah, kesadaran
menurun (apatis, samnolen, kadang sampai soporokomateus)\
8. Penatalaksanaan
a. Medis
Dasar pengobatan diare adalah:
1) Pemberian cairan, jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah
pemberiannya.
a) Cairan per oral
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang
diberikan peroral berupa cairan yang bersifat NaCl dan
NaHCO3 dan glukosa. Untuk diare akut dan kolera pada
anak diatas 6 bulan kadar Natrium 90 mEg/l. Pada anak
dibawah umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan-sedang
kadar natrium 50-60 mEg/l. Formula lengkap disebut oralit,
38
sedangkan larutan gula garam dan tajin disebut formula
yang tidak lengkap karena banyak mengandung NaCl dan
sukrosa.
b) Cairan parentral
Diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi berat,
dengan rincian sebagai berikut:
Untuk anak umur 1 bl-2 tahun berat badan 3-10 kg
(1) 1 jam pertama : 40 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt
(infus set berukuran 1 ml=15 tts atau 13 tts/kgBB/menit
(set infus 1 ml=20 tetes).
(2) 7 jam berikutnya : 12 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt
(infusset berukuran 1 ml=15 tts atau 4 tts/kgBB/menit
(set infus 1 ml=20 tetes).
(3) 16 jam berikutnya : 125 ml/kgBB/ oralit
(4) Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-
15 kg
(5) 1 jam pertama : 30 ml/kgBB/jam atau 8 tts/kgBB/mnt
(1 ml=15 tts atau 10 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25
kg
(1) jam pertama : 20 ml/kgBB/jam atau 5 tts/kgBB/mnt (1
ml=15 tts atau 7 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
(2) 7 jam berikut : 10 ml/kgBB/jam atau 2,5 tts/kgBB/mnt
(1 ml=15 tts atau 3 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
(3) 16 jam berikut : 105 ml/kgBB oralit per oral.
Untuk bayi baru lahir dengan berat badan 2-3 kg
(1) Kebutuhan cairan: 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250
ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa
5% + 1 bagian NaHCO3 1½ %. Kecepatan : 4 jam
pertama : 25 ml/kgBB/jam atau 6 tts/kgBB/menit (1 ml
= 15 tts) 8 tts/kg/BB/mt (1mt=20 tts).
39
(2) Untuk bayi berat badan lahir rendah
Kebutuhan cairan: 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan
4:1 (4 bagian glukosa 10% + 1 bagian NaHCO3 1½
%).
2) Pengobatan dietetic
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan
berat badan kurang dari 7 kg, jenis makanan:
a) Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah
dan lemak tak jenuh
b) Makanan setengah padat (bubur atau makanan padat (nasi
tim)
c) Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang
ditemukan misalnya susu yang tidak mengandung laktosa
dan asam lemak yang berantai sedang atau tak jenuh.
3) Obat-obatan
Prinsip pengobatan menggantikan cairan yang hilang
dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau
karbohidrat lain.
9. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan tinja
1) Makroskopis dan mikroskopis
2) PH dan kadar gula dalam tinja
3) Bila perlu diadakan uji bakteri
b. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah,
dengan menentukan PH dan cadangan alkali dan analisa gas darah.
1) Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal
ginjal.
2) Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan
Posfat.
40
C. KONSEP ASKEP PENYAKIT
1. Pengkajian
Menurut Cyndi Smith Greenbery, 2004 adalah
a. Identitas klien
b. Riwayat keperawatan
Awal serangan : gelisah, suhu tubuh meningkat, anoreksia kemudian
timbul diare.
Keluhan utama : feses semakin cair, muntah, kehilangan banyak air
dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi, BB menurun, tonus dan turgor
kulit berkurang, selaput kadir mulut dan bibir kering, frekuensi BAB
lebih dari 4x dengan konsisten encer.
Riwayat kesehatan masa lalu: Riwayat penyakit yang diderita,
riwayat inflamasi
c. Riwayat Psikososial keluarga
d. Kebutuhan dasar
1) Pola Eliminasi: Mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4x
sehari
2) Pola Nutrisi: Diawali dengan mual, muntah, anoreksia,
menyebabkan penurunan BAB
3) Pola Istirahat dan Tidur: Akan terganggu karena adanya
distensi abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman
4) Pola Aktifitas: Akan terganggu karena kondisi tubuh yang
lemah dan adanya nyeri akibat disentri abdomen.
e. Pemeriksaan Penunjang
1) Darah: Ht meningkat, leukosit menurun
2) Feses: Bakteri atau parasite
3) Elektrolit: Natrium dan Kalium menurun
4) Urinalisa: Urin pekat, BJ meningkat
5) Analisa Gas Darah: Antidosis metabolik (bila sudah
kekurangan cairan)
41
f. Pemeriksaan Fisik
1) TTV - TD : menurun
-N : meningkat, cepat
-P : meningkat, cepat
-S : meningkat
2) Pertumbuhan
- BB : menurun
- TB : tetap
3) Tingkat kesadaran
a) Terjadi penurunan tingkat kesadran (apatis, sering bicara
tidak logis, konfusi, letargi
b) Peka rangsangan
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut( Amin Huda, 2013), Diagnosa keperawatan yang mungkin
muncul antara lain sebagai berikut :
a. Diare b.d proses infeksi, inflamasi diusus
b. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif
c. Kerusakan integritas kulit b.d ekskresi/ BAB sering.
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
penurunan intake makanan
e. Resiko syok (hipovolemi)
f. Gangguan pertukaran gas
g. Ansietas b.d perubahan status kesehatan
42
3. Intervensi
Tabel 2.1
Intervemsi
NO DX NOC NIC
KEPERAWATAN
1. Diare b.d proses NOC NIC
infeksi, inflamasi Bowel elimination Diarhea management
diusus Fluid balance Evaluasi efek samping pengobatan terhadap
Htindakan gastrointestinal
ydration Ajarkan pasien untuk menggunakan obat antu
Electrolyte and acid base diare
balance Instruksikan pasien/keluarga untuk mencatat
pwarna, jumlah frekuensi dan konsistensi dari
Kriteria hasil feses
Feses berbentuk BAB sehari sekali Evaluasi intatke makanan yang masuk
tiga hari Identifikasi faktor penyebab dari diare
Menjaga daerah sekitar rectal dari Monitor tanda dan gejala diare
irirasi Obsevasi tugor kulit
Tidak mengalami diare Ukur diare/ keluaran BAB
Menjelaskan penyebab diare, dan Hubungi dokter bila da kenaiakan bising usus
rasional tidakan Instruksian pasien untuk makan rendah serat,
Mempertahankan tugor kulit tingggi protein dan tinggi kalori jika
memungkinkan
Instruksikan untuk menghindari laksative
Ajarkan teknik menurunkan stress
Monitor persiapan makanan yang aman
43
2. Kekurangan volume NOC NIC
cairan b.d kehilangan Fluid balance Fluid management
cairan aktif Hydration Timbang popok / pembalut jika diperlukan
Nutritional status : foof and fluid Pertahnkan catatan intake dan output yang akurat
intake Monitor status hidrasi (kelelmbababan mebran
mukosa, nadi adekuat, tekanan darah osmotik),
Kriteria hasil jika diperlukan
Memepertahankan urinr output Monitor vital sign
sesuai dengan usia dan BB, BJ, Monitor masukan makanan/ cairan dan hitung
urine normql, HT normal intake kalori harian
Tekanan darag, nasi, suhu tubuh Kolaborasi pemberian cairan IV
dalam batas normal Monitor status nutrisi
Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, Berikan cairan IV pada suhu ruangan
elastisitas tugor kulit baik, Dorong masukan oral
membran mukosa lembab, tidak Berikan penggantian nesogastrik sesuai output
ada rasa hauas yang berlebihan Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
Kolaborasi dengan dokter
Hypovolemia management
Monitor status cairan termasuk intake dan output
cairan
Monitor tingkat HB dan hematokrit
Monitor tnda vital
Monitor respon pasien terhadap pemberian cairan
Monitor berat badan
Dorong pasien untuk menambah intake oral
Pemberian cairan IV monitor adanya tanda dan
gejala kelebihan volume cairan
44
3. Kerusakan integritas NOC NIC
kulit b.d ekskresi/ Tissue integrity : skin and mocus Preassure management
BAB sering membrances Anjurkan pasien untuk menggunakan
Hemodylisi pakaaian yang longgar
Hindari kerutan pada tempat tidur
Kriteria hasil Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
Integritas kulit yang baik bisa kering
dipertahankan (sensasi, elastisistas, Mobilissasi pasien (ubah posisi pasien) setiap
temperatut, hidrasi, pigmentasi) dua jam sekali
Tidak ada luka/ lesi pada kulit Monitor kulit akan adanya kemerahan
Menunjukkan pemahman dalam Oleskan lotion atau minyak baby pada daerah
proses perbaikan kulit dan yang tertekan
mencehag terjadinya cedera Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
berulang Monitor status nutrisi pasien
Mampu melindungi kulit dan Memndikan pasien dengan sabun dan air
mempertahankan kelembaban kulit hangat
dan perawatan alami Insision site care
Mjembersihkan, memantau dan
meningkatkan proses penyembuhan pada luka
yang ditutup dengan jahitan, klip atau straples
Monitor proses kesembuhan area insisi
Monitor tanda dan gejala infeksi pada area
insisi
Bersihkan area sekitar jahitan atau staples,
menggunakan lidi kapas steril
Gunakan preparat antiseptic, sesuai program
45
4. Ketidakseimbangan NOC NIC
nutrisi kurang dari Nutrisional statu Nutrition management
kebutuhan tubuh b.d Nutrisional status: food and fluid Kaji adanya alergi makanan
penurunan intake intake Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
makanan Nutrisional status : nutrient intake menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
Weight control dibutuhkan pasien
Anjurkan pasien untuk meningatkan intake
Kriteria hasil Fe
Adanya peningkatan berat badan Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein
sesuai dengan tujuan dan vitamin C
Berat badan ideal sesuai dengan Berikan substansi gula
tinggi badan Yakinkan diet yang dimakan mengandung
Mampu mengidentifikasi tinggi serat untuk mencegah konstipasi
kebutuhan nutrisi Berikan makanan yang terpilih (sudah
Tidak ada tanda-tanda malnutrisi dionsultasikan dengan ahli gizi)
Menunjukkan peningkatan fungsi Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
pengecapan dari menelan makanan harian
Tidak terjadi penurunan berat Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
badan yang berarti Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan
nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition monitoring
BB pasien dalam batas normal
Monitor adanya penurunan berat badan
Monitor tipe dan jimlah aktivitas yang bida
dilakukan
Monitor interaksi anak atau orang tua selama
makan
46
Monitor lingkungan selama makan
Monitor kulit kering dan perubahan
pigmentasi
Monitor tugor kulit
Monitor kekertingan, rambut kusam, dan
mudah patah
Monitor mual dan muntah
Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan
kadar Ht
Monitor petumbuhan dan perkembangan
Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
jaringan konjungtiva
Monitor kalori dan intake nutrisi
Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas oral
Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
47
5. Resiko syok NOC NIC
(hipovolemi) Syok prevention Syok prevention
Syok management Monitor status sirkulasi BP, warna kulit, suhu
kulit, denyut jantung, HR, dan ritme, nadi
Kriteria hasil perifer, dan kapiler refill
Nadi dalam batas yang diharapkan Monitor tanda inadekuat oksigenasi jaringan
Irama jantung dalam batas yang Monitor suhu dan pernafasan
diharapkan Monitor input dan output
Frekuensi nafas dalam batas yang Pantau nilai labor : HB, HT, AGD, dan
diharapkan elektrolit
Irama pernafasan dalam batas yang Monitor hemodinamik invasi yang sesuai
diharapkan Monitor tanda awal syok
Natrium serum dalam batas normal Tempatkan pasien pada posisi supine, kaki
Kalium serum dalam batas normal elevasi untuk peningkatan preload dengan
Klorida serum dalam batas normal tepat
Klorida serum dalam batas normal Lihat dan pelihara kepatenan jalam nafas
Magnesium dalam batas normal Berikan cairan IV dan atau oral yang tepat
PH darah serum dalam batas Berikan vasodilator yang tepat
normal Ajarkan keluraga dan pasien tentang tanda
dan gejala datangnya syok
Hidrasi
Ajarkan keluarga dan pasien tentang langkah
Indicator
untuk mrngatasi gejala syok
Mata cekung tidak ditemukan
Syok management
Demam tidak ditemukan
Monitor fungsi neurologis
TD dalam batas normal
Monitor fungsi renal
Hematokrit dalam batas normal
Monitor tekanan nadi
Monitor status cairan, input dan output
Catat gas darah arteri dan oksigen dijaraingan
48
Monitor EKG, sesuai
Memnfaatkan pemamntauan jalur arteri untuk
meningkatkan akurasi pembacaan tekanan
darah, sesuai
Menggambar gas darah arteri dan memonitor
jaringan oksigenasi
Memantau tren dalam parameter
hemodinamik (misalnya, CVP, MAP, tekanan
kapiler pulmunal/arteri)
Memantau faktor penentu pngiriman jaringan
oksigenasi (misalnya, PaO2 kadar
hemoglobin SaO2, CO), jika tersedia
Memantau tingkat karbondioksida sublingual
dan/ tonometrylambung sesuai
Memonitor gejala gagal pernafasan
(misalnya, rendah PaO2 penigkatan PaCO
tingkat, kelelahan otot pernafasan)
49
6. Gangguan pertukaran NOC NIC
gas Respiratory status :gas exchange Airway management
Respiratory status: ventilation
Vital sign status Buka jalan nafas, gunkan teknik chin lift atau jaw
thrust bila perlu
Krieria hasil Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Mendemonstrasikan peningkatan Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
ventilasi dan oksigenasi yang jalan nafas buatan
adekuat Pasang mayo bila perlu
Memelihara kebersihan paru-paru Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
dan bebas dari tanda-tanda distress Auskultasi suara nafas, catat adanya suara nafas
pernafasan tambahan
Mendemonstrasikan batuk efektif Lakukan suction pada mayo
dan suara nafas yang bersih, tidak Berikan bronkodilator bila perlu
ada sianosis dan dyspneu (mampu Berikan pelembab udara
mngeluarkan sputum, mampu Atur intake untuk cairan mengoptimlkan
bernafas dengan mudah, tidak ada keseimbangan
pursed lips) Monitor respirasi dan status O2
Tanda vital dalam rentang normal Respiratory monitorng
Monitor rata-rata, kedalman, irama, dan usaha
respirasi
Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan,
penggunaan otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
Monitor suara nafas, seperti dengkur
Monitor pola nafas : bradipena, takipnea,
kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
Catat lokasi trakea
50
Momitor kelelahan otot diagfragma (gerakan
parakdosis)
Auskultasi suara nafas, catat area penurunan/
tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan
nafas utama
Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya
51
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN A DENGAN GANGGUAN SISTEM
PENCERNAAN GASTROENTERITIS AKUT DEHIDRASI RINGAN DI
RUANG RAWAT INAP
ANAK RSUD SAWAHLUNTO
TAHUN 2016
A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS DATA
Nama : An. A
Umur : 6 bulan
Jenis kelamin : laki-laki
Pendidikan :-
Anak ke :1
BB/TB : 9.3 kg/ cm
Alamat : Palangki
38
38
DX Medis : GEA dehidrasi sedang
No. RM : 240803
Tanggal Masuk RS : 3-8-2016
Tanggal Pengkajian : 3-8-2016
2. KELUHAN UTAMA
Klien baru masuk kiriman dari IGD pada tanggal 3 Agustus 2016 jam
12.25 dengan keluahan demam sejak 2 hari sebelum masuk rumag sakit,
mencret lebih dari 8 kali, muntah lebih dari 6 kali, demam 38.5°C
4. RIWAYAT KESEHATAN
a. Riwayat Kesehatan Dahulu
Keluarga mengatakan sebelumnya pasien tidak pernah menderita
penyakit yang sama dengan yang dialami pasien saat ini, pasien hanya
menderita demam dan flu biasa
39
b. Riwayat Kesehatan Sekarang = saat dikaji
Keluarga mengatakan pasien mencret lebih dari 8 kali, muntah lebih
dari 6 kali, demam 38.5C, bising usus hiperaktif
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga mengatakan sebelumnya ibu pasien menderita diare sebelum
pasien sakit, pasien masih menyusui dengan ibu nya
6. RIWAYAT PSIKOSOSIAL
Pasien tampak menangis dan rewel selama berada di Rumah Sakit
7. TUMBUH KEMBANG
a. Motorik kasar : pasien bisa duduk tanpa pegangan
b. Motorik halus : pasein bisa memindahkan kubus
c. Bahasa : pasien bisa meniru bunyi dan bisa menoleh ke arah suara
d. Kognitif : pasien sudah bisa tepuk tangan
DDST terlampir
8. IMUNISASI
Tabel 3.1
Imunisasi
40
9. POLA KEBIASAAN SEHARI-HARI
a. Pola Nutrisi
Sehat : frekuensi menyusui >8 x/hari
Sakit : frekuensi meyusui >5 x/hari
b. Pola Tidur
Sehat : pasien tidur jam 21.00 - 07.00 WIB, pasien tidur nyenyak, pasien
ada tidur siang > 3 jam
Sakit : pasien tidut tak menentu, rewel, pasien tidur tidak nyenyak,
pasien sering terbangun saat tidur.
c. Pola Aktivitas/ Latihan/ Bermain/ Hoby
Sehat : pasien pada siang hari bermain bersama nenek pasien.
Sakit : pasien tampak rewel dan sering mengangis
41
11. POLA ELIMINASI
a. BAB
Sehat : pasien BAB 1-2 x/hari, konsistensi padat, warna kuning, bau
khas. Tidak ada darah.
Sakit : pasien BAB 5-6 x/hari, konsistensi cair tidak berampas,
warna kuning
b. BAK
Sehat : pasien BAK 3-4 x/hari, warna kuning jernih, bau khas, tidak
ada darah.
Sakit : pasien BAK 3-4 x/hari, warna kuning kernih, tidak ada darah.
42
d. Hidung
Inspeksi :lubang hidung simetris kiri dan kanan, tidak ada sinusitis dan
polip pada hidung, hidung bersih, tidak ada perdarahan, septum
lurus.terpasang NGT (IGFD 12 tetes/i)
Palpasi : tidak ada patahan pada tulang hidung.
e. Mulut
Inspeksi : mukosa bibir tidak kering, gigi belum ada, ovula lurus
f. Leher
Inspeksi :tidak ada lesi pada leher, tidak ada pembengkakan pada leher.
Palpasi : tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid dan getah bening.
g. Thorax
Inspeksi : dada simetris kiri dan kanan, bentuk dada normo chest, tidak
ada penggunaan otot bantu pernafasan, tidak ada lesi pada dada
Palpasi : fremitus kiri dan kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler, weezhing tidak ada, ronchi tidak ada.
h. Jantung
Inspeksi : ictus cordis terlihat
Palpasi :ictus cordis teraba 2 jari di RIC 5 di media
midcalvicularis sinistra
Perkusi : pekak
Auskultasi : bunyi jantung 1 dan 2 teratur, bising tidak ada.
i. Abdomen
Inspeksi : perut datar, tidak ada lesi di perut.
Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, abdomen kembung, turgor kulit
baik
Perkusi : timpani
Auskultasi : hiperaktif, frekuensi > 10
j. Kulit
Inspeksi : kulit tidak kuning, kulit tampak tidak kering
43
Palpasi : turgor kulit baik, tidak ada pitting oedema.
k. Ekstremitas
Ekstremitas lengkap, tidak ada oedema.
l. Reflek
Tabel 3.2
Reflek
NO Reflek Hasil
1. Reflek moro 3-6 Reflek moro positif: bayi terkejut dan membentangkan
bulan tangan dan kakinya bila disentuh.
2. Reflek rooting Reflek rooting: bayi bisa menghisap botol susu bayi
3. Reflek swallowing Reflek swallowing: bayi menghisap dot pada botol susu.
4. Reflek berkedip Reflek berkedip: pasien berkedip bila disentuh didekat mata
pasien
5. Reflek babinski Reflek babinski positif pasien mengkerutkan jari kakinya
bila diberi rangsangan pada telapak kaki
6. Reflek menghisap Reflek mnghisap positif: pasien akan memutar kepalanya
bila disentuh pada daerah sekitar bibir
44
14. PENATALAKSANAAN
Tabel 3.3
45
Penatalaksanaan
15. WOC KASUS
Gambar 3.1
WOC KASUS
Penyerapan
Isi usus makanan diusus Meningkat
menurun tekanan osmotik
Dehidrasi
MK :Resiko
MK: ketidak
Hipertermia seimbangan nutrisi
kurang dari
MK :Kekurangan
kebutuhan tubuh
volume cairan
46
B. DATA FOKUS
Tabel 3.4
Data Fokus
47
C. ANALISA DATA
Tabel 3.5
Analisa Data
48
Keluarga pasien mengatakan pasien muntah dari kebutuhan tubuh
Keluarga pasien mengatakan nafsu makan
pasien menurun
DO
Berat badan menurun
Bising usus hiperaktif
Tanggal
3-8-2016 : 9,3 kg
4-8-2016 : 8,8 kg
5-8-2016 : 8,8 kg
6-8-2016 : 8,8 kg
7-8-2016 : 8,7 kg
- Therapy
Oralit IGFD oralit 12 tetes/i
Zink syirup 1x1
Donperidon syirup 3x ¼
Nekolana 3x1
Kotrimoxazol 2x ¾
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Kekurangan volume cairan b.d dehidrasi sedang
b. Diare b.d proses infeksi
c. Hipertermi b.d proses infeksi
d. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual
dan muntah
49
E. INTERVENSI
Tabel 3.6
Intervensi
50
Kriteria hasil: - Monitor suhu sesering mungkin
- Suhu tubuh dalam rentang normal - Monitor warna dan suhu kulit
- Nadi dan RR dalam rentang normal - Monitor intake dan output
- Tidak ada perubahan warna kulit - Berikan antipiretik
- Selimuti pasien
- Anjurkan kompres hangat
51
Implementasi (Catatatan Perkembangan)
O:
- BAB tampak cair tidak
berampas
- Mukosa bibir lembab
- Suhu : 38,5 C
- Therapy
Oralit IGFD oralit 12
tetes/i
Zink syirup 1x1
Donperidon syirup 3x
¼
Nekolana 3x1
Kotrimoxazol 2x ¾
A:
- Masalah belum teratasi
P:
- Monitor status hidrasi
(kelembaban membran
mukosa, nadi adekuat)
52
- Monitor TTV
- Kolaborasi pemberian obat
- Monitor status nutrisi
- Dorong masukan oral
- Tingkatkan istirahat
- Berikan lingkungan yang
nyaman
Sore
S:
- Ibu pasien mengatakan
anaknya mencet > 3 kali tidak
berampas
- Ibu pasien mengatakan
anaknya muntah > 2kali
O:
- BAB tampak cair tidak
berampas
- Mukosa bibir lembab
- Suhu : 38.7 C
- Therapy
Oralit IGFD oralit 12
tetes/i
Zink syirup 1x1
Donperidon syirup 3x
¼
Nekolana 3x1
Kotrimoxazol 2x ¾
A:
- Masalah belum teratasi
P:
53
- Monitor status hidrasi
(kelembaban membran
mukosa, nadi adekuat)
- Monitor TTV
- Kolaborasi pemberian cairan
IV
- Monitor status nutrisi
- Dorong masukan oral
- Tingkatkan istirahat
- Berikan lingkungan yang
nyaman
Malam
S:
- Ibu pasien mengatakan
anaknya mencet > 3 kali tidak
berampas
- Ibu pasien mengatakan
anaknya muntah > 2kali
O:
- BAB tampak cair tidak
berampas
- Mukosa bibir lembab
- Suhu 36 C
- Therapy
Oralit IGFD oralit 12
tetes/i
Zink syirup 1x1
Donperidon syirup 3x
¼
Nekolana 3x1
Kotrimoxazol 2x ¾
54
A:
- Masalah belum teratasi
P:
- Monitor status hidrasi
(kelembaban membran
mukosa, nadi adekuat)
- Monitor TTV
- Kolaborasi pemberian cairan
IV
- Monitor status nutrisi
- Dorong masukan oral
- Tingkatkan istirahat
- Berikan lingkungan yang
nyaman
O:
- BAB tampak cair tidak
berampas
- Mukosa bibir lembab
- Suhu : 38,5 C
- Therapy
Oralit IGFD oralit 12
tetes/i
Zink syirup 1x1
55
Donperidon syirup 3x
¼
Nekolana 3x1
Kotrimoxazol 2x ¾
A:
- Masalah belum teratasi
P:
- Instruksikan pasien/keluarga
untuk mencatat warna, jumlah
frekuensi dan konsistensi dari
feses
- Monitor tanda dan gejala diare
- Observasi tugor kulit secara
rutin
Sore
S:
- Ibu pasien mengatakan
anaknya mencet > 3 kali tidak
berampas
- Ibu pasien mengatakan
anaknya muntah > 2kali
O:
- BAB tampak cair tidak
berampas
- Mukosa bibir lembab
- Suhu : 38.7 C
- Therapy
Oralit IGFD oralit 12
tetes/i
Zink syirup 1x1
Donperidon syirup 3x
56
¼
Nekolana 3x1
Kotrimoxazol 2x ¾
A:
- Masalah belum teratasi
P:
- Instruksikan pasien/keluarga
untuk mencatat warna, jumlah
frekuensi dan konsistensi dari
feses
- Monitor tanda dan gejala diare
- Observasi tugor kulit secara
rutin
Malam
S:
- Ibu pasien mengatakan
anaknya mencet > 3 kali tidak
berampas
- Ibu pasien mengatakan
anaknya muntah > 2kali
O:
- BAB tampak cair tidak
berampas
- Mukosa bibir lembab
- Suhu 36 C
- Therapy
Oralit IGFD oralit 12
tetes/i
57
Zink syirup 1x1
Donperidon syirup 3x
¼
Nekolana 3x1
Kotrimoxazol 2x ¾
A:
- Masalah belum teratasi
P:
- Instruksikan pasien/keluarga
untuk mencatat warna, jumlah
frekuensi dan konsistensi dari
feses
- Monitor tanda dan gejala diare
- Observasi tugor kulit secara
rutin
3. Hipertermi b.d proses Rabu/ 3-8- - Memonitor suhu sesering mungkin Pagi
infeksi 2016 - Memonitor warna dan suhu kulit S:
- Memberikan antipiretik - ibu pasien mengatakan
- Menyelimuti pasien anaknya demam
- Meganjurkan kompres hangat - ibu pasien memgatakan badan
anaknya terasa panas
O:
- suhu 38,5 C
- warna kulit kemerahan
- pasien tampak rewel
- terapi PCT 3 x 1
A:
- masalah belum teratasi
58
P
- Monitor suhu sesering
mungkin
- Monitor warna dan suhu kulit
- Berikan antipiretik
- Selimuti pasien
- Anjurkan kompres hangat
Sore
S:
- Ibu pasien mengatakan
anaknya masih demam
- Ibu pasien memgatakan
anaknya rewel
O:
- Suhu 38,7 C
- Warna kulit kemerahan
- Pasien tampak rewel
- Therapy PCT
A:
- Masalah belum teratasi
P:
- Monitor suhu sesering
mungkin
- Monitor warna dan suhu kulit
- Berikan antipiretik
- Selimuti pasien
- Anjurkan kompres hangat
59
Malam
S:
- Ibu pasien mengatakan
demam anaknya sudah turun
O:
- Suhu 36 C
- Kulit tidak kemerahan
- Terapy PCT 3x 1
A:
- Masalah teratasi sebagian
P:
- Monitor suhu sesering
mungkin
- Monitor warna dan suhu kulit
- Berikan antipiretik
- Selimuti pasien
- Anjurkan kompres hangat
O:
- BAB tampak cair tidak
berampas
- Pasien tampak kurang
menyusu
60
- Tugor kulit baik
- BB : 9.3 Kg
- Therapy
Oralit IGFD oralit 12
tetes/i
Zink syirup 1x1
Donperidon syirup 3x
¼
Nekolana 3x1
Kotrimoxazol 2x ¾
A:
- Masalah belum teratasi
P:
- Mengkaji adanya alergi
makanan
- Memberikan informasi
tentang kebutuhan nutrisi
- Menganjurkan untuk sering
memberikan ASI
- Memonitor adanya penurunan
berat badan
- Memberikan lingkungan yang
nyaman
- Memonitor turgor kulit
Sore
S:
- Ibu pasien mengatakan
anaknya mencet > 3 kali tidak
berampas
- Ibu pasien mengatakan
anaknya muntah > 2kali
61
O:
- BAB tampak cair tidak
berampas
- Tugorkulit baik
- Menyusui ada
- BB : 9.3 Kg
- Therapy
Oralit IGFD oralit 12
tetes/i
Zink syirup 1x1
Donperidon syirup 3x
¼
Nekolana 3x1
Kotrimoxazol 2x ¾
A:
- Masalah belum teratasi
P:
- Mengkaji adanya alergi
makanan
- Memberikan informasi
tentang kebutuhan nutrisi
- Menganjurkan untuk sering
memberikan ASI
- Memonitor adanya penurunan
berat badan
- Memberikan lingkungan yang
nyaman
- Memonitor turgor kulit
62
Malam
S:
- Ibu pasien mengatakan
anaknya mencet > 3 kali tidak
berampas
- Ibu pasien mengatakan
anaknya muntah > 2kali
O:
- BAB tampak cair tidak
berampas
- Pasien menyusui
- Tugor kulit baik
- BB : 9,3 kg
- Therapy
Oralit IGFD oralit 12
tetes/i
Zink syirup 1x1
Donperidon syirup 3x
¼
Nekolana 3x1
Kotrimoxazol 2x ¾
A:
- Masalah belum teratasi
P:
- Mengkaji adanya alergi
makanan
- Memberikan informasi
tentang kebutuhan nutrisi
- Menganjurkan untuk sering
memberikan ASI
- Memonitor adanya penurunan
63
berat badan
- Memberikan lingkungan yang
nyaman
- Memonitor turgor kulit
64
- Monitor TTV
- Kolaborasi pemberian cairan
IV
- Monitor status nutrisi
- Dorong masukan oral
- Tingkatkan istirahat
- Berikan lingkungan yang
nyaman
-
Sore
S:
- Ibu pasien mengatakan
anaknya mencet 2 kali
berampas
- Ibu pasien mengatakan
anaknya sudah tidak muntah
O:
- BAB tampak sudah berampas
- Therapy
Oralit IGFD oralit 12
tetes/i
Zink syirup 1x1
Donperidon syirup 3x
¼
Nekolana 3x1
Kotrimoxazol 2x ¾
A:
- Masalah teratasi sebagian
P:
- Monitor status hidrasi
65
(kelembaban membran
mukosa, nadi adekuat)
- Monitor TTV
- Kolaborasi pemberian cairan
IV
- Monitor status nutrisi
- Dorong masukan oral
- Tingkatkan istirahat
- Berikan lingkungan yang
nyaman
Malam
S:
- Ibu pasien mengatakan
anaknya mencet 2 kali
berampas
- Ibu pasien mengatakan
anaknya sudah tidak muntah
O:
- BAB tampak sudah berampas
- Therapy
Oralit IGFD oralit 12
tetes/i
Zink syirup 1x1
Donperidon syirup 3x
¼
Nekolana 3x1
Kotrimoxazol 2x ¾
A:
- Masalah belum teratasi
P:
66
- Monitor status hidrasi
(kelembaban membran
mukosa, nadi adekuat)
- Monitor TTV
- Kolaborasi pemberian cairan
IV
- Monitor status nutrisi
- Dorong masukan oral
- Tingkatkan istirahat
- Berikan lingkungan yang
nyaman
O:
- BAB tampak sudah berampas
- Therapy
Oralit IGFD oralit 12
tetes/i
Zink syirup 1x1
Donperidon syirup 3x
¼
Nekolana 3x1
Kotrimoxazol 2x ¾
A:
- Masalah teratasi sebagian
P:
67
- Instruksikan pasien/keluarga
untuk mencatat warna, jumlah
frekuensi dan konsistensi dari
feses
- Monitor tanda dan gejala diare
- Observasi tugor kulit secara
rutin
Sore
S:
- Ibu pasien mengatakan
anaknya mencet 2 kali
berampas
- Ibu pasien mengatakan
anaknya sudah tidak muntah
O:
- BAB tampak sudah berampas
- Therapy
Oralit IGFD oralit 12
tetes/i
Zink syirup 1x1
Donperidon syirup 3x
¼
Nekolana 3x1
Kotrimoxazol 2x ¾
A:
- Masalah teratasi sebagian
P:
- Instruksikan pasien/keluarga
untuk mencatat warna, jumlah
68
frekuensi dan konsistensi dari
feses
- Monitor tanda dan gejala diare
- Observasi tugor kulit secara
rutin
Malam
S:
- Ibu pasien mengatakan
anaknya mencet 2 kali
berampas
- Ibu pasien mengatakan
anaknya sudah tidak muntah
O:
- BAB tampak sudah berampas
- Therapy
Oralit IGFD oralit 12
tetes/i
Zink syirup 1x1
Donperidon syirup 3x
¼
Nekolana 3x1
Kotrimoxazol 2x ¾
A:
- Masalah belum teratasi
P:
- Instruksikan pasien/keluarga
untuk mencatat warna, jumlah
frekuensi dan konsistensi dari
feses
69
- Monitor tanda dan gejala diare
- Observasi tugor kulit secara
rutin
3. Hipertermi b.d proses Kamis/ 4-8- - Memonitor suhu sesering mungkin Pagi
infeksi 2016 - Memonitor warna dan suhu kulit S:
- Memonitor intake dan output - ibu pasien mengatakan
- Memberikan antipiretik anaknya sudah tidak demam
- Menyelimuti pasien - ibu pasien memgatakan
- Menganjurkan kompres hangat anaknya tidak rewel lagi
O:
- suhu 36,3C
- pasien tampak tidak rewel
- terapi PCT 3 x 1
A:
- masalah teratasi sebagian
P
- Monitor suhu sesering
mungkin
- Monitor warna dan suhu kulit
- Monitor intake dan output
- Berikan antipiretik
- Selimuti pasien
- Anjurkan kompres hangat
Sore
S:
- ibu pasien mengatakan
70
anaknya sudah tidak demam
- ibu pasien memgatakan
anaknya tidak rewel lagi
O:
- suhu 36,4C
- pasien tampak tidak rewel
- terapi PCT 3 x 1
A:
- masalah teratasi sebagian
P
- Monitor suhu sesering
mungkin
- Monitor warna dan suhu kulit
- Monitor intake dan output
- Berikan antipiretik
- Selimuti pasien
- Anjurkan kompres hangat
Malam
S:
- ibu pasien mengatakan
anaknya sudah tidak demam
- ibu pasien memgatakan
anaknya tidak rewel lagi
O:
- suhu 36,3C
- pasien tampak tidak rewel
- terapi PCT 3 x 1
71
A:
- masalah teratasi sebagian
P
- Monitor suhu sesering
mungkin
- Monitor warna dan suhu kulit
- Monitor intake dan output
- Berikan antipiretik
- Selimuti pasien
- Anjurkan kompres hangat
72
Kotrimoxazol 2x ¾
A:
- Masalah teratasi sebagian
P:
- Mengkaji adanya alergi
makanan
- Memberikan informasi
tentang kebutuhan nutrisi
- Menganjurkan untuk sering
memberikan ASI
- Memonitor adanya penurunan
berat badan
- Memberikan lingkungan yang
nyaman
- Memonitor turgor kulit
Sore
S:
- Ibu pasien mengatakan
anaknya mencet 2 kali
berampas
- Ibu pasien mengatakan
anaknya sudah tidak muntah
O:
- BAB tampak sudah berampas
- BB : 8,8 Kg
- Therapy
Oralit IGFD oralit 12
tetes/i
Zink syirup 1x1
Donperidon syirup 3x
73
¼
Nekolana 3x1
Kotrimoxazol 2x ¾
A:
- Masalah teratasi sebagian
P:
- Mengkaji adanya alergi
makanan
- Memberikan informasi
tentang kebutuhan nutrisi
- Menganjurkan untuk sering
memberikan ASI
- Memonitor adanya penurunan
berat badan
- Memberikan lingkungan yang
nyaman
- Memonitor turgor kulit
Malam
S:
- Ibu pasien mengatakan
anaknya mencet 2 kali
berampas
- Ibu pasien mengatakan
anaknya sudah tidak muntah
O:
- BAB tampak sudah berampas
74
- BB : 8,8 Kg
- Therapy
Oralit IGFD oralit 12
tetes/i
Zink syirup 1x1
Donperidon syirup 3x
¼
Nekolana 3x1
Kotrimoxazol 2x ¾
A:
- Masalah belum teratasi
P:
- Mengkaji adanya alergi
makanan
- Memberikan informasi
tentang kebutuhan nutrisi
- Menganjurkan untuk sering
memberikan ASI
- Memonitor adanya penurunan
berat badan
- Memberikan lingkungan yang
nyaman
- Memonitor turgor kulit
75
cairan b.d dehidrasi 2016 membran mukosa, nadi adekuat) S:
sedang - Memonitor TTV - Ibu pasien mengatakan
- Berkolaborasi pemberian cairan IV anaknya mencet 4 kali
- Memonitor status nutrisi berampas
- Mndorong masukan oral - Ibu pasien mengatakan
- Meningkatkan istirahat anaknya sudah tidak muntah
- Memberikan lingkungan yang nyaman
O:
- BAB tampak sudah berampas
- Therapy
Oralit IGFD oralit 12
tetes/i
Zink syirup 1x1
Donperidon syirup 3x
¼
Nekolana 3x1
Kotrimoxazol 2x ¾
A:
- Masalah teratasi sebagian
P:
- Monitor status hidrasi
(kelembaban membran
mukosa, nadi adekuat)
- Monitor TTV
- Kolaborasi pemberian cairan
IV
- Monitor status nutrisi
- Dorong masukan oral
- Tingkatkan istirahat
- Berikan lingkungan yang
nyaman
-
76
Sore
S:
- Ibu pasien mengatakan
anaknya mencret 1 kali
berampas
- Ibu pasien mengatakan
anaknya sudah tidak muntah
O:
- BAB tampak sudah berampas
- Therapy
Oralit IGFD oralit 12
tetes/i
Zink syirup 1x1
Donperidon syirup 3x
¼
Nekolana 3x1
Kotrimoxazol 2x ¾
A:
- Masalah teratasi sebagian
P:
- Monitor status hidrasi
(kelembaban membran
mukosa, nadi adekuat)
- Monitor TTV
- Kolaborasi pemberian cairan
IV
- Monitor status nutrisi
- Dorong masukan oral
- Tingkatkan istirahat
- Berikan lingkungan yang
nyaman
77
Malam
S:
- Ibu pasien mengatakan
anaknya mencet 1 kali
berampas
- Ibu pasien mengatakan
anaknya sudah tidak muntah
O:
- BAB tampak sudah berampas
- Therapy
Oralit IGFD oralit 12
tetes/i
Zink syirup 1x1
Donperidon syirup 3x
¼
Nekolana 3x1
Kotrimoxazol 2x ¾
A:
- Masalah belum teratasi
P:
- Monitor status hidrasi
(kelembaban membran
mukosa, nadi adekuat)
- Monitor TTV
- Kolaborasi pemberian cairan
IV
- Monitor status nutrisi
- Dorong masukan oral
- Tingkatkan istirahat
- Berikan lingkungan yang
78
nyaman
O:
- BAB tampak sudah berampas
- Therapy
Oralit IGFD oralit 12
tetes/i
Zink syirup 1x1
Donperidon syirup 3x
¼
Nekolana 3x1
Kotrimoxazol 2x ¾
A:
- Masalah teratasi sebagian
P:
- Instruksikan pasien/keluarga
untuk mencatat warna, jumlah
frekuensi dan konsistensi dari
feses
- Monitor tanda dan gejala diare
- Observasi tugor kulit secara
rutin
Sore
S:
79
- Ibu pasien mengatakan
anaknya mencret 1 kali
berampas
- Ibu pasien mengatakan
anaknya sudah tidak muntah
O:
- BAB tampak sudah berampas
- Therapy
Oralit IGFD oralit 12
tetes/i
Zink syirup 1x1
Donperidon syirup 3x
¼
Nekolana 3x1
Kotrimoxazol 2x ¾
A:
- Masalah teratasi sebagian
P:
- Instruksikan pasien/keluarga
untuk mencatat warna, jumlah
frekuensi dan konsistensi dari
feses
- Monitor tanda dan gejala diare
- Observasi tugor kulit secara
rutin
Malam
S:
- Ibu pasien mengatakan
anaknya mencet 1 kali
80
berampas
- Ibu pasien mengatakan
anaknya sudah tidak muntah
O:
- BAB tampak sudah berampas
- Therapy
Oralit IGFD oralit 12
tetes/i
Zink syirup 1x1
Donperidon syirup 3x
¼
Nekolana 3x1
Kotrimoxazol 2x ¾
A:
- Masalah belum teratasi
P:
- Instruksikan pasien/keluarga
untuk mencatat warna, jumlah
frekuensi dan konsistensi dari
feses
- Monitor tanda dan gejala diare
- Observasi tugor kulit secara
rutin
3. Hipertermi b.d proses Jumat/ 5-8- - Memonitor suhu sesering mungkin Pagi
infeksi 2016 - Memonitor warna dan suhu kulit S:
- Memonitor intake dan output - ibu pasien mengatakan
- Memberikan antipiretik anaknya sudah tidak demam
- Menyelimuti pasien - ibu pasien memgatakan
- Mnganjurkan kompres hangat anaknya tidak rewel lagi
O:
81
- suhu 36,2C
- pasien tampak tidak rewel
- terapi PCT 3 x 1
A:
- masalah teratasi sebagian
P
- Monitor suhu sesering
mungkin
- Monitor warna dan suhu kulit
- Monitor intake dan output
- Berikan antipiretik
- Selimuti pasien
- Anjurkan kompres hangat
Sore
S:
- ibu pasien mengatakan
anaknya sudah tidak demam
- ibu pasien memgatakan
anaknya tidak rewel lagi
O:
- suhu 36,3C
- pasien tampak tidak rewel
- terapi PCT 3 x 1
A:
- masalah teratasi sebagian
82
P
- Monitor suhu sesering
mungkin
- Monitor warna dan suhu kulit
- Monitor intake dan output
- Berikan antipiretik
- Selimuti pasien
- Anjurkan kompres hangat
Malam
S:
- ibu pasien mengatakan
anaknya sudah tidak demam
- ibu pasien memgatakan
anaknya tidak rewel lagi
O:
- suhu 36,3C
- pasien tampak tidak rewel
- terapi PCT 3 x 1
A:
- masalah teratasi sebagian
P
- Monitor suhu sesering
mungkin
- Monitor warna dan suhu kulit
- Monitor intake dan output
- Berikan antipiretik
83
- Selimuti pasien
- Anjurkan kompres hangat
O:
- BAB tampak sudah berampas
- BB : 8,8 Kg
- Therapy
Oralit IGFD oralit 12
tetes/i
Zink syirup 1x1
Donperidon syirup 3x
¼
Nekolana 3x1
Kotrimoxazol 2x ¾
A:
- Masalah teratasi sebagian
P:
- Mengkaji adanya alergi
makanan
- Memberikan informasi
tentang kebutuhan nutrisi
84
- Menganjurkan untuk sering
memberikan ASI
- Memonitor adanya penurunan
berat badan
- Memberikan lingkungan yang
nyaman
- Memonitor turgor kulit
Sore
S:
- Ibu pasien mengatakan
anaknya mencret 1 kali
berampas
- Ibu pasien mengatakan
anaknya sudah tidak muntah
O:
- BAB tampak sudah berampas
- BB : 8,8 Kg
- Therapy
Oralit IGFD oralit 12
tetes/i
Zink syirup 1x1
Donperidon syirup 3x
¼
Nekolana 3x1
Kotrimoxazol 2x ¾
A:
- Masalah teratasi sebagian
P:
- Mengkaji adanya alergi
makanan
85
- Memberikan informasi
tentang kebutuhan nutrisi
- Menganjurkan untuk sering
memberikan ASI
- Memonitor adanya penurunan
berat badan
- Memberikan lingkungan yang
nyaman
- Memonitor turgor kulit
Malam
S:
- Ibu pasien mengatakan
anaknya mencet 1 kali
berampas
- Ibu pasien mengatakan
anaknya sudah tidak muntah
O:
- BAB tampak sudah berampas
- BB : 8,8 Kg
- Therapy
Oralit IGFD oralit 12
tetes/i
Zink syirup 1x1
Donperidon syirup 3x
¼
Nekolana 3x1
Kotrimoxazol 2x ¾
A:
- Masalah belum teratasi
86
P:
- Mengkaji adanya alergi
makanan
- Memberikan informasi
tentang kebutuhan nutrisi
- Menganjurkan untuk sering
memberikan ASI
- Memonitor adanya penurunan
berat badan
- Memberikan lingkungan yang
nyaman
- Memonitor turgor kulit
87
Nekolana 3x1
Kotrimoxazol 2x ¾
A:
- Masalah teratasi sebagian
P:
- Monitor status hidrasi
(kelembaban membran
mukosa, nadi adekuat)
- Monitor TTV
- Kolaborasi pemberian cairan
IV
- Monitor status nutrisi
- Dorong masukan oral
- Tingkatkan istirahat
- Berikan lingkungan yang
nyaman
-
Sore
S:
- Ibu pasien mengatakan
anaknya mencret 1 kali
berampas
- Ibu pasien mengatakan
anaknya sudah tidak muntah
O:
- BAB tampak sudah berampas
- Therapy
Oralit IGFD oralit 12
tetes/i
Zink syirup 1x1
Donperidon syirup 3x
88
¼
Nekolana 3x1
Kotrimoxazol 2x ¾
A:
- Masalah teratasi sebagian
P:
- Monitor status hidrasi
(kelembaban membran
mukosa, nadi adekuat)
- Monitor TTV
- Kolaborasi pemberian cairan
IV
- Monitor status nutrisi
- Dorong masukan oral
- Tingkatkan istirahat
- Berikan lingkungan yang
nyaman
Malam
S:
- Ibu pasien mengatakan
anaknya mencet 1 kali
berampas
- Ibu pasien mengatakan
anaknya sudah tidak muntah
O:
- BAB tampak sudah berampas
- Therapy
Oralit IGFD oralit 12
tetes/i
89
Zink syirup 1x1
Donperidon syirup 3x
¼
Nekolana 3x1
Kotrimoxazol 2x ¾
A:
- Masalah belum teratasi
P:
- Monitor status hidrasi
(kelembaban membran
mukosa, nadi adekuat)
- Monitor TTV
- Kolaborasi pemberian cairan
IV
- Monitor status nutrisi
- Dorong masukan oral
- Tingkatkan istirahat
- Berikan lingkungan yang
nyaman
O:
- BAB tampak sudah berampas
- Therapy
90
Oralit IGFD oralit 12
tetes/i
Zink syirup 1x1
Donperidon syirup 3x
¼
Nekolana 3x1
Kotrimoxazol 2x ¾
A:
- Masalah teratasi sebagian
P:
- Instruksikan pasien/keluarga
untuk mencatat warna, jumlah
frekuensi dan konsistensi dari
feses
- Monitor tanda dan gejala diare
- Observasi tugor kulit secara
rutin
Sore
S:
- Ibu pasien mengatakan
anaknya mencret 1 kali
berampas
- Ibu pasien mengatakan
anaknya sudah tidak muntah
O:
- BAB tampak sudah berampas
- Therapy
Oralit IGFD oralit 12
tetes/i
Zink syirup 1x1
Donperidon syirup 3x
91
¼
Nekolana 3x1
Kotrimoxazol 2x ¾
A:
- Masalah teratasi sebagian
P:
- Instruksikan pasien/keluarga
untuk mencatat warna, jumlah
frekuensi dan konsistensi dari
feses
- Monitor tanda dan gejala diare
- Observasi tugor kulit secara
rutin
Malam
S:
- Ibu pasien mengatakan
anaknya mencet 1 kali
berampas
- Ibu pasien mengatakan
anaknya sudah tidak muntah
O:
- BAB tampak sudah berampas
- Therapy
Oralit IGFD oralit 12
tetes/i
Zink syirup 1x1
92
Donperidon syirup 3x
¼
Nekolana 3x1
Kotrimoxazol 2x ¾
A:
- Masalah belum teratasi
P:
- Instruksikan pasien/keluarga
untuk mencatat warna, jumlah
frekuensi dan konsistensi dari
feses
- Monitor tanda dan gejala diare
- Observasi tugor kulit secara
rutin
3. Hipertermi b.d proses Sabtu/6-8- - Memonitor suhu sesering mungkin Pagi
infeksi 2016 - Memonitor warna dan suhu kulit S:
- Memonitor intake dan output - ibu pasien mengatakan
- Memberikan antipiretik anaknya sudah tidak demam
- Menyelimuti pasien - ibu pasien memgatakan
- Menganjurkan kompres hangat anaknya tidak rewel lagi
O:
- suhu 36,3C
- pasien tampak tidak rewel
- terapi PCT 3 x 1
A:
- masalah teratasi sebagian
P
- Monitor suhu sesering
93
mungkin
- Monitor warna dan suhu kulit
- Monitor intake dan output
- Berikan antipiretik
- Selimuti pasien
- Anjurkan kompres hangat
Sore
S:
- ibu pasien mengatakan
anaknya sudah tidak demam
- ibu pasien memgatakan
anaknya tidak rewel lagi
O:
- suhu 36,2C
- pasien tampak tidak rewel
- terapi PCT 3 x 1
A:
- masalah teratasi sebagian
P
- Monitor suhu sesering
mungkin
- Monitor warna dan suhu kulit
- Monitor intake dan output
- Berikan antipiretik
- Selimuti pasien
- Anjurkan kompres hangat
94
Malam
S:
- ibu pasien mengatakan
anaknya sudah tidak demam
- ibu pasien memgatakan
anaknya tidak rewel lagi
O:
- suhu 36,1C
- pasien tampak tidak rewel
- terapi PCT 3 x 1
A:
- masalah teratasi sebagian
P
- Monitor suhu sesering
mungkin
- Monitor warna dan suhu kulit
- Monitor intake dan output
- Berikan antipiretik
- Selimuti pasien
- Anjurkan kompres hangat
95
- Memonitor turgor kulit
O:
- BAB tampak sudah berampas
- BB : 8,8 Kg
- Therapy
Oralit IGFD oralit 12
tetes/i
Zink syirup 1x1
Donperidon syirup 3x
¼
Nekolana 3x1
Kotrimoxazol 2x ¾
A:
- Masalah teratasi sebagian
P:
- Mengkaji adanya alergi
makanan
- Memberikan informasi
tentang kebutuhan nutrisi
- Menganjurkan untuk sering
memberikan ASI
- Memonitor adanya penurunan
berat badan
- Memberikan lingkungan yang
nyaman
- Memonitor turgor kulit
Sore
S:
- Ibu pasien mengatakan
anaknya mencret 1 kali
berampas
96
- Ibu pasien mengatakan
anaknya sudah tidak muntah
O:
- BAB tampak sudah berampas
- BB : 8,8 Kg
- Therapy
Oralit IGFD oralit 12
tetes/i
Zink syirup 1x1
Donperidon syirup 3x
¼
Nekolana 3x1
Kotrimoxazol 2x ¾
A:
- Masalah teratasi sebagian
P:
- Mengkaji adanya alergi
makanan
- Memberikan informasi
tentang kebutuhan nutrisi
- Menganjurkan untuk sering
memberikan ASI
- Memonitor adanya penurunan
berat badan
- Memberikan lingkungan yang
nyaman
- Memonitor turgor kulit
97
Malam
S:
- Ibu pasien mengatakan
anaknya mencet 1 kali
berampas
- Ibu pasien mengatakan
anaknya sudah tidak muntah
O:
- BAB tampak sudah berampas
- BB : 8,8 Kgs
- Therapy
Oralit IGFD oralit 12
tetes/i
Zink syirup 1x1
Donperidon syirup 3x
¼
Nekolana 3x1
Kotrimoxazol 2x ¾
A:
- Masalah belum teratasi
P:
- Mengkaji adanya alergi
makanan
- Memberikan informasi
tentang kebutuhan nutrisi
- Menganjurkan untuk sering
memberikan ASI
- Memonitor adanya penurunan
berat badan
- Memberikan lingkungan yang
nyaman
98
- Memonitor turgor kulit
99
2. Diare b.d proses Minggu/ 7- - Meginstruksikan pasien/keluarga untuk Pagi
infeksi 8-2016 mencatat warna, jumlah frekuensi dan S:
konsistensi dari feses - Ibu pasien mengatakan
- Memonitor tanda dan gejala diare anaknya tidak mencret sudah
- Mengobservasi tugor kulit secara rutin berampas
- Ibu pasien mengatakan
anaknya sudah tidak muntah
O:
- BAB tampak sudah berampas
- Therapy
Oralit IGFD oralit 12
tetes/i
Zink syirup 1x1
Donperidon syirup 3x
¼
Nekolana 3x1
Kotrimoxazol 2x ¾
A:
- Masalah teratasi
P:
- Pasien pulang
- Discharge planning cara
pemberian obat dan cara
mengatasi diare di rumah
100
- Menyelimuti pasien - ibu pasien memgatakan
- Menganjurkan kompres hangat anaknya tidak rewel lagi
O:
- suhu 36,3C
- pasien tampak tidak rewel
- terapi PCT 3 x 1
A:
- masalah teratasi
P:
- Pasien pulang
- Discharge planning mengtasi
demam dengan kompres
hangat dan cara pemberian
obat
101
- BB : 8,7 Kg
- Therapy
Oralit IGFD oralit 12
tetes/i
Zink syirup 1x1
Donperidon syirup 3x
¼
Nekolana 3x1
Kotrimoxazol 2x ¾
A:
- Masalah teratasi\
P:
- Pasien pulang
- Discharge planning cara
pemberian obat dan cara
mengatasi diare di rumah
102
BAB IV
TELAAH REVIEW JURNAL
A. JURNAL 1
1. Judul jurnal : Pengaruh kompres hangat terhadap perubahan suhu tubuh
pada pasien anak hipertermia di ruang rawat inap RSUD Dr.Moewardi
Surakarta
2. Penelitian oleh : Sri Purwanti dan Winarsih Nur Ambarwati tahun 2008
3. Tujuan penelitian : melakukan kompres hangat pada pasien yang
mengalami hipertermia
4. Metode : penelitian ini merupakan pre eksperimen dengan rancangan
yang dapat dipakai one group pte test and post test, yaitu dengan
menggunakan kelompok sampel yang sama. Penelitian ini menggunakan
test awal dan test akhir yang diberikan kepada kelompok yang sama,
setelah selang waktu untuk memberikan perlakuan. Penelitian ini
dilaksanakan diruang rawat inap, ruang cendana I, II, III RSUD Dr
Moewardi Surakarta. Penelitian ini dimulai pada bulan Oktober sampai
Desember 2005
5. Sampel : 30 responden anak dengan suhu panas tinggi
6. Hasil yang dukur : berdasarkan hasil penelitian ini ternyata antara umur
dan jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap penurunan suhu tubuh. pada
rerata suhu tubuh sebelum tindakan kompres hangat 38,9 C dengan SD
0,401C setelah mendapatkan kompres hangat selama 10 menit menjadi
37,9 C dengan SD 0.447 C. Pada uji ananlisis rerata suhu tubuh sesudah
tindakan kompres hangat selama 10 menit, terjadi rerata penurunan 0,97
C dengan SD 0,35 C dengan korelasi 0,668 nilai t 15,2 P=0,0001 yang
berarti p < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa ada perubahan yang
signifikan yang berarti Ho ditolak. Ho terima pengaruh kompres hangat
terhadap perubahan suhu tubuh pada pasien anak dengan hipertermia
7. Kesimpulan :bersadarkan data hasil penelitian pada 30 responden anak
dengan suhu panas tinggi yjenis ang dilakukan tindakan kompres hangat
109
109
ditemukan beberapa hasil penelitian. Setelah memberikan tindakan
kompres hangat selama 10 menit dapat disimpulkan :
a. Terdapat rerata suhu tubuh sebelum tindakan kompres hangat 38,9 C
dengan SD 0,401C
b. Setelah mendapatkan kompres hangat selama 10 menit menjadi 37,9
C dengan SD 0.447 C.
c. Pada uji ananlisis rerata suhu tubuh sesudah tindakan kompres hangat
selama 10 menit, terjadi rerata penurunan 0,97 C dengan SD 0,35 C
dengan korelasi 0,668 nilai t 15,2 P=0,0001 yang berarti p < 0,05.
d. Ho ditolak. Ho terima pengaruh kompres hangat terhadap perubahan
suhu tubuh pada pasien anak dengan hipertermia
B. JURNAL 2
1. Judul jurnal : Karakteristik peningkatan suhu tubuh pada anak dengan
diare di ruang merak infeksi RSUD Arifin Achmad Pekanbaru
2. Penelitian oleh : Deti Eswati 2011
3. Tujuan penelitian : untuk mengetahui karakteristik peningkatan suhu
tubuh anak dengan diare
4. Metode : penelitian ini adalah penelitian sederhana, yaitu penelitian yang
diarahkan untuk mendeskripsikan atau menguraikan suatu keadaan dalam
suatu kominitas. Penelitian ini dilakuka di RSUD Atifin Achmad
Pekanbaru yang merupakan rumah sakit rujukan di Provinsi Riau. Sampel
diambil dari populasi anak yang mengalami peningkatan suhu tubuh
dengan diare yang pernah dirawat di ruang Merak Infeksi RSUD 2010-
2011, menggunakan teknik total sampling yaitu pengambilan sampel data
secara keseluruhan terhadap data di ruang RM RSUD Arifin Achmad
Pekanbaru, dengan kriteria inklusi yaitu usia 6 bulan- 5 tahun.
8. Sampel : 294 responden dengan kriteria inklusi yaitu usia 6 bulan- 5
tahun
9. Hasil yang dukur : berdasarkan suhu tubuh dari 294 responden yang
diteliti kemudian dekelompokkan menjadi 4 kategori peningkatan suhu
tubuh menjadi 4 kategori peningkatan suhu tubuh, yaitu low pireksia,
110
moderate pyreksia, high pyreksia, hyperpyreksia, dari total keseluruhan
responden, sebagian besar responden saat masuk rumah sakit mengalami
low pireksia yaitu sebanyak 173 responden (58%)
10. Kesimpulan :hasil penelitian mengnai karakteristik peningkatan suhu
tubuh pada anak dengan diare di ruang merak RSUD Arifin Achmad
menemukan bahwa dari 294 responden yang mengalami diare disertai
peningkatan suhu tubuh mayoritas berusia toodler (1-3 tahun) yaitu
berjumlah 161 responden (54,8%), jenis kelamin responden paling banyak
berjenis kelamin laki-laki yaitu 53,1%, dan jenis diare yang diamali yaitu
diare akut sebesar 98%. Responden yang telah diteliti secara umum
memiliki karakteristik peningkatan suhu tubuh dengan kategori
peningkatan suhu tubuh paling banyak yaitu lowpyreksia 58,8%,
mayoritas tipe demam yaitu intetemittent 43,2%, frekuensi nadi mayoritas
adalah takikadia 63,3%, frekuensi nafas mayoritas responden adalah
tachipnue 57,1%, sebagian responden tidak mengalami menggigil yaitu
93,2% dan tidak mengalami kejang sebesar 76,5%, nafsu makan menurun
paling banyak yaitu 82,7%, dan hasil pemeriksaan laboratorium mayoritas
responden mengalami infeksi 52%.
C. JURNAL 3
1. Judul jurnal : Gambaran gejala dan tanda klinik diare akut pada anak
karena blastocystis homunis
2. Penelitian oleh : Mona C.U Aman, Jeanette I. Ch. Manoppo, Rocky
Wilar
3. Tujuan penelitian : penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
gambaran gejala dan tanda klinis diare akut pada anak karena
Blastocytis Hominis
4. Metode : jenis penelitian ini deskriptif retrospektif dengan pendekatan
potong lintang. Populasi dalam penelitian ini ialah pasien anak dengan
diare akut pada RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Malalayang selama
Januari 2010- September 2014
111
5. Sampel : sampel dalam penelitian ini ialah pasien anak dengan diare
akut yang terinfeksi Blastocytis Hominis pada RSUP Prof Dr. R. D.
Kandou Malalayang selama Januari
6. Hasil yang dukur : berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan
frekuensi diare yang ditemukan dalam penelitian ini yaitu 2-10. Warna
feses berfariasi, yaitu kuning kecoklatan, kuning kehijauan dan hijau.
Suhu tubuh anak diare akut karena blastocystis hominis dengan nilai
normal sebanyak 21 (67,7%) pasien dan suhu tubuh dinyatkan demam
sebanyak 10 (32,3%)
7. Kesimpulan :bersadarkan data hasil penelitian pada 31 responden
anak dengan diare akit disumpulkan gejala klinis yang ditemukan pada
pasien diare akut karena infeksi blastocystis hominis adalah buang air
besar cair, demam dan muntah
112
BAB V
PEMBAHASAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah tahap awal proses keperawatan dan merupakan suatu
proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien (Potter dan
perry, 2005).
Berdasarkan teori Gastroennteritis adalah suatu keadaan pengeluaran tinja
yang tidak normal atau tidak seperti biasanya ditandai dengan peningkatan
volume, keenceran serta frekuensi lebih dari 3 kali dan pada neunatus lebih
dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lendir darah (Hidayat, 2006 p.12)
Frekuensi BAB (buang air besar) pada bayai lei lebih dari 3 kali sehari dan
pada neunatus lebih dari 4 kali sehari, bentuk cair pada buang air besar
kadang-kadang diserta lendir dan darah, nafsu makan menurun warnanya
lama kelamaan menjadi kehijauan karena bercampur empedu, nafsu makan
menurun muntah, haus, malaise, adanya lecet pada daerah skitar anus, feses
bersifat banyak asam laktat yang besal dari laktosa yang tidak dapat diserap
oleh usus, adanya tanda dehidrasi, kemudian dapat terjadi diuresis yang
berkurang (oliguria sampai dengan anuria) atau sampai terkadi asidosis
metabolic seperti tampak pucat dengan pernafsan kusmaul )Hidayat, 2006
p.13)
Dari hasil pengkajian, terdapat beberapa kesamaan antara tanda dan gejala
di teori dengan tanda dan gejala seseorang yang menderita GEA. Hal ini
sesuai dengan pengkajian penulis kepada pasien yang masuk ruang anak
kiriman dari IGD pada tanggal 3 Agustus 2016 jam 12.25 dengan keluahan
demam sejak 2 hari sebelum masuk rumag sakit, mencret lebih dari 8 kali,
muntah lebih dari 6 kali, demam 38.5C
Menurut asumsi peneliti terdapat kesamaan antara teori dan kasus yang
terjadi pada pasien dimana pasien juga memeliki tanda dan gejala yang sama
dengan di teori seperti Frekuensi BAB (buang air besar) pada bayi lebih dari
3 kali sehari bentuk cair pada buang air besar disertai lendir , nafsu makan
113
113
menurun , muntah. Tetapi pada kasus tidak terjadi gejala lain seperti pada
teori yaitu tidak terjadi buang air besar kadang-kadang diserta lendir dan
darah warnanya lama kelamaan menjadi kehijauan karena bercampur
empedu, malaise, adanya lecet pada daerah skitar anus, feses bersifat banyak
asam laktat yang besal dari laktosa yang tidak dapat diserap oleh usus,
kemudian dapat terjadi diuresis yang berkurang (oliguria sampai dengan
anuria) atau sampai terkadi asidosis metabolic seperti tampak pucat dengan
pernafsan, karena pada kasus pasien mengalami gastroenteritis pada dehidrasi
sedang.
B. DIAGNOSA
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respon
akutual atau potensial pasien terhadap masalah kesehatan dan perawat
mempunyai izin dan berkompeten untuk mengatasinya. Respon aktual dan
potensial pasien didapatkan dari data dasar pengkajian, tinjauan literatur yang
berkaitan, catatan medis pasien di masa lalu yang dikumpulkan selama
pengkajian (Potter dan Perry, 2005).
Berdasarkan buku menyatakan tentang diagnosa yang muncul pada
pasien GEA berdasarkan NANDA, sebagai berikut :
1. Diare b.d proses infeksi, inflamasi diusus
2. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif
3. Kerusakan integritas kulit b.d ekskresi/ BAB sering
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan
intake makanan
5. Resiko syok (hipovolemi)
6. Gangguan pertukaran gas
114
3. Hipertermi b.d proses infeksi
4. Resiko ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
anoreksia, mual dan muntah
Berdasarkan asumsi peneliti terdapat perbedaan antara diagnosa
teoritis dan diagnosa pada kasus. Dimana pada teori terdapat 6 diagnosa pada
pasien GEA sedangkan peneliti hanya menemukan 4 diagnosa pada saat
pengkajian. Dengan diangkatnya 4 diagnosa keperawatan utama diatas,
diharapkan dapat mengatasi masalah keperawatan pada pasien. Penulis juga
merencanakan pemberian penyuluhan-penyuluhan yang akan meningkatkan
pengetahuan pasien dan mempercepat proses penyembuhan pasien.
C. INTERVENSI
Intervensi (perencanaan) adalah kategori dalam prilaku keperawatan
dimana tujuan yang terpusat pada pasien dan hasil yang diperkirakan dan
ditetapkan sehingga perencanaan keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan
tersebut (Potter dan Perry, 2005).
Selama perencanaan, dibuat prioritas terhadap intervensi kepada An. A
selain berkolaborasi dengan pasien dan keluarga, penulis juga melibatkan
dokter, perawat, dan ahli gizi diruangan anak. Hasil yang diharapkan
dirumuskan berdasarkan Nanda, NIC dan NOC dengan sasaran spesifik
masing-masing diagnosa dan perencanaan tujuan, dengan membuat
implementasi berdasarkan intevensi.
Intervensi yang akan dilakukan adalah kompres hangat menurut jurnal dari
Sri Purwanti dan Winarsih Nur Ambarwati tahun 2008 tentang pengaruh
kompres hangat terhadap perubahan suhu tubuh pada pasien anak hipertermia
di ruang rawat inap RSUD Dr.Moewardi Surakarta
D. IMPLEMENTASI
Implementasi adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang di hadapi ke
status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan.
115
Asuhan keperawatan berupa tindakan telah dilakukan kepada pasien
116
f. Monitor adanya penurunan berat badan\Berikan lingkungan yang
nyaman
g. Monitor turgor kulit
E. EVALUASI
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan,
dan pelaksanaan yang sudah berhasil dicapai. Dalam menjalankan asuhan
keperawatan semua diagnosa berjalan dengan baik dan masalah keperawatan
dapat teratasi.
1. Kekurangan volume cairan b.d dehidrasi sedang
- Ibu pasien mengatakan anaknya mencret 1 kali berampas
- Ibu pasien mengatakan anaknya sudah tidak muntah
- BAB tampak sudah berampas
- Therapy
Oralit IGFD oralit 12 tetes/i
Zink syirup 1x1
Donperidon syirup 3x ¼
Nekolana 3x1
Kotrimoxazol 2x ¾
2. Diare b.d proses infeksi
- Ibu pasien mengatakan anaknya mencret 1 kali berampas
- Ibu pasien mengatakan anaknya sudah tidak muntah
- BAB tampak sudah berampas
- Therapy
Oralit IGFD oralit 12 tetes/i
Zink syirup 1x1
Donperidon syirup 3x ¼
Nekolana 3x1
Kotrimoxazol 2x ¾
3. Hipertermi b.d proses infeksi
- ibu pasien mengatakan anaknya sudah tidak demam
117
- ibu pasien memgatakan anaknya tidak rewel lagi
- suhu 36,3C
- pasien tampak tidak rewel
- terapi PCT 3 x 1
4. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
anoreksia, mual dan muntah
- Ibu pasien mengatakan anaknya mencet 2 kali berampas
- Ibu pasien mengatakan anaknya sudah tidak muntah
- BAB tampak sudah berampas
- BB : 8,8 Kg
- Therapy
Oralit IGFD oralit 12 tetes/i
Zink syirup 1x1
Donperidon syirup 3x ¼
Nekolana 3x1
Kotrimoxazol 2x ¾
118
BAB VI
PENUTUP
A. KESIMPULAN
119
119
B. SARAN
Diharapkan agar rumah sakit dapat menjadikan karya ilmiah ini sebagai
terutama rawat inap dalam memberikan pelayanan yang lebih baik dan
baik.
Diharapan hasil karya ilmiah ini dapat menjadi data awal untuk dapat
120
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmito, Wiku. 2007. Faktor resiko diare pada bayi dan balita di Indonesia:
Adisasmito, Wiku. 2007. Faktor Resiko Diare Pada Bayi Dan Balita Di Indonesia
Universitas Indonesia
C.U, Mona Aman dkk. 2015. Gambaran Gejala dan Tanda Klinis Diare Akut
Terhadap Kemampuan Ibu Dalam Merawat Area Perinial Anak Balita Dengan
Salameba Medika
Orient, Easy Dewantari. 2014. Manajemen Terapi Pada Diare Akut dengan
Dehidrasi Ringan Sedang dan Muntah Profuse pada Anak Usia 22 Bulan.
121
Pricilia, Mega Kurnia Sampul. 2015. Hubungan Diare dengan Kejadian
Poerwati, Endang. 2013. Determinan Lama Rawat Inap Pasien Balita dengan
Puji, Wiwis Astutu dkk. 2011. Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Sanitasi
Muhammadiyas Gombang
Purwanti, Sri dkk. 2008. Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Perubahan Suhu
Tubuh Pada Pasien Anak Hipertermia Di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi
Kedokteran Indonesia
Sagung Seto
Sagung Seto
Wong, Donna L. 2009. Buku Bahan Ajar Keperawatan Pediatrik, alih bahasa
122
123
124