Anda di halaman 1dari 29

Referat

PERITONITIS

Pembimbing :

dr. Winardi S Lesmana, Sp.An

Disusun oleh:

Pipid Syachrul Padil (15310181)

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ANASTESI


RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI
TAHUN 2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karna berkah dan

anugrahnya kami dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Peritonitis” tepat pada

waktunya. Tujuan utama pembuatan referat ini adalah untuk mengetahui lebih dalam

mengenai peritonitis. Serta melengkapi syarat dalam menempuh program pendidikan

profesi dokter di bagian Ilmu Anastesi Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati.

Kami mengucapkan terimah kasih yang sebesar-besarnya kepada pembimbing

dr. Winardi S Lesmana,Sp.An selaku konsulen ilmu Anastesi yang telah memberikan

bimbingan dalam proses penyelesaian referat ini. Selain itu, kami juga mengucapkan

terima kasih kepada teman-teman yang berada dalam satu kelompok kepaniteraan yang

sama, atas dukungan dan bantuannya selama menjalani kepaniteraan ini.

Harapan kami semoga referat ini membantu menambah pengetahuan dan

pengalaman bagi para pembaca, serta dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,

petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.

Referat ini bukanlah karya yang sempurna karena masih memiliki banyak

kekurangan. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat

diharapkan oleh kami demi kebaikan referat yang akan datang.

Medan, 31 Agustus 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL................................................................................ 1

KATA PENGANTAR ............................................................................ 2

DAFTAR ISI............................................................................................ 3

BAB I. PENDAHULUAN....................................................................... 5
...................................................................................................................
...................................................................................................................

1.1 LATAR BELAKANG........................................................... 5

BAB II. PEMBAHASAN........................................................................ 7

2.1 DEFINISI.............................................................................. 7

2.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI............................................. 8

2.3 ETIOLOGI............................................................................ 12

2.4 PATOFIDIOLOGI................................................................ 13

2.5 MANIFESTASI KLINIS...................................................... 18

2.6.1 PEMERIKSAAN FISIK....................................................... 19

2.6.2 GAMBARAN RADIOLOGIS.............................................. 21

2.6.3 PEMERIKSAAN LABORATORIUM................................. 23

2.7 DIFFERENTIAL DIAGNOSA............................................ 23

2.8 PENATALAKSANAAN...................................................... 24

3
2.9 KOMPLIKASI...................................................................... 27

2.10 PROGNOSA......................................................................... 27

BAB III. PENUTUP ............................................................................... 28

3.1 KESIMPULAN...................................................................... 28
..............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 29

4
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di rongga

perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini

memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada

perforasi, perdarahan intra abdomen, infeksi, obstruksi dan strangulasi jalan cerna dapat

menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran

cerna sehingga terjadilah peritonitis.1,4

Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi

akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis,

perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi

kimiawi, atau dari luka tembus abdomen.4

Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri (secara

inokulasi kecil-kecilan); kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen,

resistensi yang menurun, dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif, merupakan

faktor-faktor yang memudahkan terjadinya peritonitis.8

Peritonitis merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada penderita

bedah dengan mortalitas sebesar 10-40%. Beberapa peneliti mendapatkan angka ini

mencapai 60% bahkan lebih dari 60%.

5
Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap

keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas

dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari

kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang.1,8

Dalam penulisan referat ini akan dibahas tentang definisi, etiologi, patofisiologi,

manifestasiklinik, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, komplikasi serta prognosis

dari peritonitis.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Peritonitis adalah peradangan peritoneum ( membran serosa yang melapisi

rongga abdomen dan menutupi visera abdomen ) merupakan penyulit berbahaya yang

dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Keadaan ini biasanya terjadi akibat

penyebaran infeksi dari organ abdomen, perforasi saluran cerna, atau dari luka tembus

abdomen. Organisme yang sering menginfeksi adalah organisme yang hidup dalam

kolon (pada kasus ruptura appendik) yang mencakup Eschericia coli atau Bacteroides.

Sedangkan stafilokokus dan streptokokus sering kali masuk dari luar.1,2

Reaksi awal peritoneum terhadap invasi bakteri adalah keluarnya eksudat

fibrinosa. Terbentuk kantong-kantong nanah (abses) di antara perlekatan fibrinosa yang

menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi.

Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai

pita-pita fibrosa yang kelak dapat menyebabkan terjadinya obstruksi usus.2

Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila

infeksi menyebar akan menyebabkan timbulnya peritonitis generalisata. Dengan

timbulnya peritonitis generalisata, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus

7
paralitik, usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke

dalam lumen usus, menyebabkan terjadinya dehidrasi, gangguan sirkulasi, oliguria, dan

mungkin shock.2,3

2.2. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Dinding perut mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang kompleks.

Dibagian belakang struktur ini melekat pada tulang belakang sebelah atas pada iga, dan

di bagian bawah pada tulang panggul. Dinding perut ini terdiri dari berbagai lapis, yaitu

dari luar ke dalam, lapis kulit yang terdiri dari kuitis dan sub kutis, lemak sub kutan dan

facies superfisial ( facies skarpa ), kemudian ketiga otot dinding perut m. obliquus

abdominis eksterna, m. obliquus abdominis internus dan m. transversum abdominis, dan

akhirnya lapis preperitonium dan peritonium, yaitu fascia transversalis, lemak

preperitonial dan peritonium. Otot di bagian depan tengah terdiri dari sepasang otot

rektus abdominis dengan fascianya yang di garis tengah dipisahkan oleh linea alba.1,2

Dinding perut membentuk rongga perut yang melindungi isi rongga perut. Integritas

lapisan muskulo-aponeurosis dinding perut sangat penting untuk mencegah terjadilah

hernia bawaan, dapatan, maupun iatrogenik. Fungsi lain otot dinding perut adalah pada

pernafasan juga pada proses berkemih dan buang air besar dengan meninggikan tekanan

intra abdominal.2

8
Gambar 1 :Tampak anterior otot dinding

abdomen dan penampang melintang otot

abdomen11

Peritoneum adalah membran serosa rangkap yang terbesar di dalam tubuh.

Peritoneum terdiri atas dua bagian utama, yaitu peritoneum parietal, yang melapisi

dinding rongga abdominal dan berhubungan dengan fascia muscular, dan peritoneum

visceral, yang menyelaputi semua organ yang berada di dalm rongga itu. Peritoneum

parietale mempunyai komponen somatic dan visceral yang memungkinkan lokalisasi

yang berbahaya dan menimbulkan defans muscular dan nyeri lepas. 1,2 Ruang yang bisa

terdapat di antara dua lapis ini disebut ruang peritoneal atau cavitas peritonealis. Ruang

di luarnya disebut Spatium Extraperitoneale. Di dalam cavitas peritonealis terdapat

cairan peritoneum yang berfungsi sebagai pelumas sehingga alat-alat dapat bergerak

tanpa menimbulkan gesekan yang berarti. Cairan peritoneum yang diproduksi

berlebihan pada kelainan tertentu disebut sebagai asites (hydroperitoneum).2 Luas

peritoneum kira-kira 1,8 meter2, sama dengan luas permukaan kulit orang dewasa.

Fungsi peritoneum adalah setengah bagiannya memiliki membran basal semipermiabel

yang berguna untuk difusi air, elektrolit, makro, maupum mikro sel. Oleh karena itu

9
peritoneum punya kemampuan untuk digunakan sebagai media cuci darah yaitu

peritoneal dialisis dan menyerap cairan otak pada operasi ventrikulo peritoneal shunting

dalam kasus hidrochepalus.3,4

Lapisan peritonium dibagi menjadi 3, yaitu:

1. Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika serosa).

2. Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis.

3. Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis.

Peritoneum viscerale berhubungan dengan parietale pada dinding abdomen

melalui suatu duplikatur yang disebut mesenterium.1,2,3

Cavitas peritonealis pada laki-laki tertutup seluruhnya tetapi pada perempuan

mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui tuba uterina, uterus dan vagina.

Spatium Extraperitoneale dapat dibedakan menurut letaknya , di depan (spatium

praepitoneale), di belakang (spatium retroperitoneale) dan dibawah (spatium

subperitoneale). Alat yang terletak di dalam cavitas peritoneale disebut letak

intraperitoneale, seperti pada lambung, jejunum, ileum, dan limpa. Sedangkan yang

terletak di belakang peritoneum disebut retroperitoneale seperti pada ginjal dan

pancreas.1,3,4

Omentum adalah dua lapisan peritoneum yang menghubungkan lambung

dengan alat viscera lainnya seperti dengan hepar (omentum minus), dengan colon

transversum (omentum majus), dan dengan limpa (omentum gastrosplenicum).

Peritoneum dari usus kecil disebut mesenterium, dari appendik disebut mesoappendix

dari colon trnsversum dan sigmoideum disebut mesocolon transversum dan

10
sigmoideum. Mesenterium dan omentum berisi pembuluh darah dan limfe serta saraf

untuk alat viscera yang bersangkutan.2,3

Gambar 2. Struktur peritoneum 12

Peritoneum parietale sensitif terhadap nyeri, temperatur, perabaan dan tekanan

dan mendapat persarafan dari saraf-saraf segmental yang juga mempersarafi kulit dan

otot yang ada si sebelah luarnya. Iritasi pada peritoneum parietale memberikan rasa

nyeri lokal, namun insicipada peritoneum viscerale tidak memberikan rasa nyeri.1,2

Peritoneum viscerale sensitif terhadap regangan dan sobekan tapi tidak sensitif untuk

perabaan, tekanan maupun temperature.4,5

Perdarahan dinding perut berasal dari beberapa arah. Dari kraniodorsal diperoleh

perdarahan dari cabang aa. Intercostalis VI – XII dan a. epigastrika superior. Dari

kaudal terdapat a. iliaca a. sircumfleksa superfisialis, a. pudenda eksterna dan a.

epigastrika inferior. Kekayaan vaskularisasi ini memungkinkan sayatan perut horizontal

11
maupun vertikal tanpa menimbulkan gangguan perdarahan.1,2,3 Persarafan dinding perut

dipersyarafi secara segmental oleh n.thorakalis VI – XII dan n. lumbalis I. 2

Sangat penting untuk memahami posisi dari alat-alat viscera abdomen agar dapat

segera mengetahui atau memperkirakan alat apa yang terkena tusukan pada perut: .

 Hepar merupakan suatu organ yang besar yang mengisi bagian atas rongga abdomen.

 Kandung empedu merupakan kantong berbentuk seperti buah per melekat pada

permukaan visceral lobus kanan hepar. Ujung buntunya (fundus) menonjol di bawah

pinggir bawah hepar.

 Esophagus di daerah abdomen pendek, 1,25 cm terletak di belakang lobus kiri hepar.

 Gaster (ventriculus) terletak pada regio hypochondriaca kiri, epigastrica dan umbilicalis

 Duodenum terletak di regio epigastrica dan umbilicalis

 Pancreas terbentang dari regio umbilicalis sampai ke regio hypochondriaca kiri pada

lien.

 Lien terletak pada bagian atas kiri dari rongga abdomen antara lambung dan diaphragma

di regio sepanjang sumbu iga x kiri.

 Ren terletak pada dinding belakang abdomen posterior dari peritoneum parietale di sisi

kanan dan kiri columna transversalis.

 Glandula suprarenalis terletak pada dinding belakang abdomen di sisi kana dan kiri

columna vertebralis.

 Jejunum mengisi bagian atas kiri rongga abdomen dan ileum mengisi bagian kanan

bawah rongga abdomen dan rongga pelvis.

 Colon terbentang mengelilingi jejunum dan ileum, terbagi atas caecum, colon

ascendens, colon tranversum, colom desendens dan colon sigmoid.

12
2.3. ETIOLOGI

Peritonitis bakterial diklasifikasikan menjadi primer dan sekunder

1. Peritonitis primer

Disebabkan oleh invasi hematogen dari organ peritoneal yang


langsungdari rongga peritoneum. Banyak terjadi pada penderita : 3,4
- sirosis hepatis dengan asites
- nefrosis
- SLE
- bronkopnemonia dan TBC paru
- pyelonefritis

2. Peritonitis sekunder

Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi

gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak akan

menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat

memperberat terjadinya infeksi ini. Bakterii anaerob, khususnya spesies Bacteroides,

dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi. 3,4,5

Disebabkan oleh infeksi akut dari organ intraperitoneal seperti:

 Iritasi Kimiawi : Perforasi gaster, pankreas, kandung empedu,


hepar, lien, kehamilan extra tuba yang pecah
 Iritasi bakteri : Perforasi kolon, usus halus, appendix, kista ovarii pecah,
ruptur buli dan ginjal.
 Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam
cavum peritoneal.
3. Peritonitis Tersier
Peritonitis yang mendapat terapi tidak adekuat, superinfeksi
kuman, danakibat tindakan operasi sebelumnya. 2,3

13
2.4. PATOFISIOLOGI

Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat

fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang

menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi.

Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai

pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.2

Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran

mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka

dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya

interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke

perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk

mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan

juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera

gagal begitu terjadi hipovolemia.2,5

Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami

oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ

tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen

usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk

jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan

adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah.2

Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut

meningkatkan tekanan intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit

dan menimbulkan penurunan perfusi. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada

14
permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum.

Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul

ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang

kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria.

Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat

mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.1,2,4

Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus

karena adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus

sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu

obstruksi usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total

atau parsial, pada ileus stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah

sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya

terjadi perforasi usus dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga

dapat terjadi peritonitis.5

Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan

kuman S. Typhi yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari makan dan air yang

tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi masuk

keusus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang

mengalami hipertropi ditempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat

terjadi, perforasi ileum pada tifus biasanya terjadi pada penderita yang demam selama

kurang lebih 2 minggu yang disertai nyeri kepala, batuk dan malaise yang disusul oleh

nyeri perut, nyeri tekan, defans muskuler, dan keadaan umum yang merosot karena

toksemia.4,6

15
Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritonium yang mulai

di epigastrium dan meluas keseluruh peritonium akibat peritonitis generalisata. Perforasi

lambung dan duodenum bagian depan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang

mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat seperti ditikam di perut. Nyeri ini

timbul mendadak terutama dirasakan di daerah epigastrium karena rangsangan

peritonium oleh asam lambung, empedu dan atau enzim pankreas. Kemudian menyebar

keseluruh perut menimbulkan nyeri seluruh perut pada awal perforasi, belum ada infeksi

bakteria, kadang fase ini disebut fase peritonitis kimia, adanya nyeri di bahu

menunjukkan rangsangan peritonium berupa mengenceran zat asam garam yang

merangsang, ini akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi

peritonitis bakteria.2,3

Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen

apendiks oleh hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis dan

neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa

mengalami bendungan,makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas

dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan

intralumen dan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan oedem, diapedesis

bakteri, ulserasi mukosa, dan obstruksi vena sehingga udem bertambah kemudian aliran

arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan nekrosis atau

ganggren dinding apendiks sehingga menimbulkan perforasi dan akhirnya

mengakibatkan peritonitis baik lokal maupun general.2,5

Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul

abdomen dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ

16
yang berongga intra peritonial. Rangsangan peritonial yang timbul sesuai dengan isi dari

organ berongga tersebut, mulai dari gaster yang bersifat kimia sampai dengan kolon

yang berisi feses. Rangsangan kimia onsetnya paling cepat dan feses paling lambat. Bila

perforasi terjadi dibagian atas, misalnya didaerah lambung maka akan terjadi

perangsangan segera sesudah trauma dan akan terjadi gejala peritonitis hebat sedangkan

bila bagian bawah seperti kolon, mula-mula tidak terjadi gejala karena mikroorganisme

membutuhkan waktu untuk berkembang biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut

abdomen karena perangsangan peritonium.2,4,8

Jenis Peritonitis

 Peritonitis Aseptik.

Terjadi sekitar 20% dari seluruh kasus peritonitis di Inggris, dan biasanya

sekunder dari perforasi ulkus gaster atau duodenal. Peritonitis steril dapat berkembang

menjadi bakterial peritonitis dalam beberapa jam mengikuti transmigrasi dari

mikroorganisme (contohnya dari usus)

 Peritonitis bilier

Relatif jarang dari peritonitis steril dan dapat disebabkan dari :

1. iatrogenic (ligasi duktus sistikus saat cholesistektomi)

2. kolesistitis akut

3. trauma

4. idiopatik

Bentuk lain dari peritonitis steril, ada 4 penyebab :

1. Cairan pankreas

17
Misalnya dari pankreatitis akut, trauma. Pankreatitis bisa disebabkan karen proses

diagnostik laparotomi pada pasien yang tidak mengalami peningkatan serum amilase.

2. Darah.

Misalnya ruptur kista ovarium, aneurisma aorta yang pecah.

3. Urine

Misalnya intraperitoneal ruptur dari kandung kemih.

4. Meconium

Adalah campuran steril dari sel epitel, mucin, garam,, lemak, dan bilier dimana dibentuk

saat fetus mulai menelan cairan amnion. Peritonitis mekonium berkembang lambat di

kehidupan intra uteri atau di periode perinatal saat mekonium memasuki rongga

peritoneum melalui perforasi inestinal.

 Peritonitis TB

Biasanya terjadi pada imigran atau pasien dengan imunokompromise. Menyebar

ke peritoneum melalui:

1. secara langsung melalui limfatik nodul, regio ileocaecal atau pyosalping TB.

2. Melalui darah (blood-borne) infeksi dari TB paru.

Kejadiannya dapat secara akut (seperti peritonitis pada umumnya), dan kronik

(onsetnya lebih spesifik, dengan nyeri perut, demam, penurunan berat badan, keringat

malam, massa abdomen). Makroskopik, ada 4 bentuk dari penyakit ini : ascitic,

encysted, plastic, atau purulent. Terapinya berdasarkan terapi anti-TB, digabungkan

dengan laparotomi (apabila di indikasikan) untuk komplikasi intra-abdominal.

 Peritonitis Klamidia

18
Fitz Hugh Curtis sindroma dapat menyebabkan inflamasi pelvis dan digambarkan oleh

nyeri hipokondrium kanan, pireksia, dan hepatic rub.

 Obat-obatan dan benda asing.

Pada pemakaian isoniazid, practolol, dan kemoterapi intraperitoneal dapat menyebabkan

peritonitis akut. Bedak dan starch dapat menstimulus perkembangan benda asing

granulomata apabila benda-benda itu bertemu pada rongga peritoneum (contohnya

sarung tangan bedah).

2.5 MANIFESTASI KLINIS

Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tanda –

tanda rangsangan peritonium. Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri tekan dan

defans muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma.

Peristaltik usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara usus.4

Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik dan terjadi

takikardia, hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok.4 Rangsangan ini

menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran peritonium

dengan peritonium. Nyeri subjektif berupa nyeri waktu penderita bergerak seperti jalan,

bernafas, batuk, atau mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri jika digerakkan seperti

palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes lain.4,5

2.6 DIAGNOSIS

2.6.1 PEMERIKSAAN FISIK

Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan kondisi umum, wajah, denyut nadi,

pernapasan, suhu badan, dan sikap baring pasien, sebelum melakukan pemeriksaan

19
abdomen. Gejala dan tanda dehidrasi, perdarahan, syok, dan infeksi atau sepsis juga

perlu diperhatikan. 1

Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan peritonitis, keadaan umumnya tidak baik.

Demam dengan temperatur >380C biasanya terjadi. Pasien dengan sepsis hebat akan

muncul gejala hipotermia. Takikardia disebabkan karena dilepaskannya mediator

inflamasi dan hipovolemia intravaskuler yang disebabkan karena mual damuntah,

demam, kehilangan cairan yang banyak dari rongga abdomen. Dengan adanya dehidrasi

yang berlangsung secara progresif, pasien bisa menjadi semakin hipotensi. Hal ini bisa

menyebabkan produksi urin berkurang, dan dengan adanya peritonitis hebat bisa

berakhir dengan keadaan syok sepsis.8

Inspeksi : Pemeriksa mengamati adakah jaringan parut bekas operasi

menununjukkan kemungkinan adanya adhesi, perut membuncit dengan gambaran usus

atau gerakan usus yang disebabkan oleh gangguan pasase. Pada peritonitis biasanya

akan ditemukan perut yang membuncit dan tegang atau distended. 1,2

Palpasi : Peritoneum parietal dipersarafi oleh nervus somatik dan viseral yang

sangat sensitif. Bagian anterir dari peritoneum parietale adalah yang paling sensitif.

Palpasi harus selalu dilakukan di bagian lain dari abdomen yang tidak dikeluhkan

nyeri. Hal ini berguna sebagai pembanding antara bagian yang tidak nyeri dengan

bagian yang nyeri. Nyeri tekan dan defans muskular (rigidity) menunjukkan adanya

proses inflamasi yang mengenai peritoneum parietale (nyeri somatik). Defans yang

murni adalah proses refleks otot akan dirasakan pada inspirasi dan ekspirasi berupa

reaksi kontraksi otot terhadap rangsangan tekanan3,5

20
Pada saat pemeriksaan penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan setempat.

Otot dinding perut menunjukkan defans muskular secara refleks untuk melindungi

bagian yang meradang dan menghindari gerakan atau tekanan setempat. 1,5

Perkusi : Nyeri ketok menunjukkan adanya iritasi pada peritoneum, adanya

udara bebas atau cairan bebas juga dapat ditentukan dengan perkusi melalui

pemeriksaan pekak hati dan shifting dullness. Pada pasien dengan peritonitis, pekak

hepar akan menghilang, dan perkusi abdomen hipertimpani karena adanya udara bebas

tadi.7,8

Pada pasien dengan keluhan nyeri perut umumnya harus dilakukan pemeriksaan
1,7
colok dubur dan pemeriksaan vaginal untuk membantu penegakan diagnosis. Nyeri

yang difus pada lipatan peritoneum di kavum doglasi kurang memberikan informasi

pada peritonitis murni; nyeri pada satu sisi menunjukkan adanya kelainan di daeah

panggul, seperti apendisitis, abses, atau adneksitis. Nyeri pada semua arah menunjukkan

general peritonitis. Colok dubur dapat pula membedakan antara obstruksi usus dengan

paralisis usus, karena pada paralisis dijumpai ampula rekti yang melebar, sedangkan

pada obstruksi usus ampula biasanya kolaps. Pemeriksaan vagina menambah informasi

untuk kemungkinan kelainan pada alat kelamin dalam perempuan. 1,2

Auskultasi : Dilakukan untuk menilai apakah terjadi penurunan suara bising

usus. Pasien dengan peritonitis umum, bising usus akan melemah atau menghilang sama

sekali, hal ini disebabkan karena peritoneal yang lumpuh sehingga menyebabkan usus

ikut lumpuh/tidak bergerak (ileus paralitik). Sedangkan pada peritonitis lokal bising

usus dapat terdengar normal. 3,7

21
2.6.2 GAMBARAN RADIOLOGIS

Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan

dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan foto

polos abdomen 3 posisi, yaitu : 5,8

1.Tiduran telentang ( supine ), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi anteroposterior

( AP ).

2.Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar

horizontal proyeksi AP.

3.Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal,

proyeksi AP.

Gambaran radiologis pada peritonitis yaitu :terlihat kekaburan pada cavum

abdomen, preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya udara bebas

subdiafragma atau intra peritoneal.2,8

Gambar 3 Foto BNO pada peritonitis.8

2.6.3 PEMERIKSAAN LABORATORIUM

22
1.Darah Lengkap, biasanya ditemukan leukositosis, hematocrit yang meningkat

2.BGA, menunjukan asidosis metabolic, dimana terdapat kadar karbondioksida yang

disebabkan oleh hiperventilasi.

3. Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein (lebih dari

3 gram/100 ml) dan banyak limfosit; basil tuberkel diidentifikasi dengan kultur. Biopsi

peritoneum per kutan atau secara laparoskopi memperlihatkan granuloma tuberkuloma

yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan didapat.2,10

2.7. DIFFERENTIAL DIAGNOSA

Diagnosis banding dari peritonitis adalah apendisitis, pankreatitis,

gastroenteritis, kolesistitis, salpingitis, kehamilan ektopik terganggu.4

2.8. PENATALAKSANAAN

 Konservatif

Prinsip umum pengobatan adalah mengistirahatkan saluran cerna dengan :9

- Memuasakan pasien

- Dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik atau intestinal

- Pengganti cairan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena

- Pemberian antibiotik yang sesuai

- Pembuangan fokus septik (apendiks) atau penyebab radang lainnya

1. Pemberian oksigen

Adalah vital untuk semua pasien dengan syok. Hipoksia dapat dimonitor oleh pulse

oximetri atau BGA.4

2. resusitasi cairan

23
Biasanya dengan kristaloid, volumenya berdasarkan derajat syok dan dehidrasi.

Penggantian elektrolit (biasanya potassium) biasanya dibutuhkan. Pasien harus

dikateterisasi untuk memonitor output urine tiap jam. Monitoring tekanan vena sentral

dan penggunaan inotropik sebaiknya digunakan pada pasien dengan sepsis atau pasien

dengan komorbid. Hipovolemi terjadi karena sejumlah besar cairan dan elektrolit

bergerak dari lumen usus ke dalam rongga peritoneal dan menurunkan caran ke dalam

ruang vaskuler.4,9

3. analgetik

Digunakan analgetik opiat intravena dan mungkin dibutuhkan antiemetik.4

4. Antibiotik

Harus spektrum luas, yang mengenai baik aerob dan anaerob, diberikan intravena.

Cefalosporin generasi III dan metronidazole adalah strategi primer. Bagi pasien yang

mendapatkan peritonitis di RS (misalnya oleh karena kebocoran anastomose) atau yang

sedang mendapatkan perawatan intensif, dianjurkan terapi lini kedua diberikan

meropenem atau kombinasi dari piperacillin dan tazobactam. Terapi antifungal juga

harus dipikirkan untuk melindungi dari kemungkinan terpapar spesies Candida. 4,5

 Definitif

Pembedahan

1. Laparotomi

Biasanya dilakukan insisi upper atau lower midline tergantung dari lokasi yang dikira.

Tujuannya untuk :9,10

- menghilangkan kausa peritonitis

24
- mengkontrol origin sepsis dengan membuang organ yang mengalami inflamasi atau

ischemic (atau penutupan viscus yang mengalami perforasi).

- Peritoneal lavage

Mengkontrol sumber primer dari sepsis adalah sangat penting. Re-laparotomi

mempunyai peran yang penting pada penanganan pasien dengan peritonitis sekunder,

dimana setelah laparotomi primer ber-efek memburuk atau timbul sepsis. Re-operasi

dapat dilakukan sesuai kebutuhan. Relaparotomi yang terencana biasanya dibuat dengan

membuka dinding abdomen dengan pisau bedah sintetik untuk mencegah eviserasi.

Bagaimanapun juga, penelitian menunjukkan bahwa five year survival rate di

RS dan jangka panjang, lebih tinggi pada relaparotomi sewaktu daripada relaparotomi

yang direncanakan. Pemeriksaan ditunjang dengan CT scan. Perlu diingat bahwa tidak

semua pasien sepsis dilakukan laparotomi, tetapi juga memerlukan ventilasi mekanikal,

antimikrobial, dan support organ. Mengatasi masalah dan kontrol pada sepsis saat

operasi adalah sangat penting karena sebagian besar operasi berakibat meningkatkan

morbiditas dan mortalitas

2. Laparoskopi

Teori bahwa resiko keganasan pada hiperkapnea dan syok septik dalam absorbsi

karbondioksida dan endotoksin melalui peritoneum yang mengalami inflamasi, belum

dapat dibuktikan. Tetapi, laparoskopi efektif pada penanganan appendicitis akut dan

perforasi ulkus duodenum. Laparoskopi dapat digunakan pada kasus perforasi kolon,

tetapi angka konversi ke laparotomi lebih besar. Syok dan ileus adalah kontraindikasi

pada laparoskopi.9

3. Drain

25
Efektif digunakan pada tempat yang terlokalisir, tetapi cepat melekat pada

dinding sehingga seringkali gagal untuk menjangkau rongga peritoneum. Ada banyak

kejadian yang memungkinkan penggunaan drain sebagai profilaksis setelah laparotomi.

2.9. KOMPLIKASI

1. Syok Sepsis1,10

Pasien memerlukan penanganan intensif di ICU

2. Abses intraabdominal atau sepsis abdominal persisten. 10,11

Pada tanda-tanda sepsis (pireksia, leukositosis), pemeriksaan harus disertakan CT

dengan kontras luminal (khususnya apabila terdapat anastomosis in-situ). Re-laparotomi

diperlukan apabila terdapat peritonitis generalisata. Drainase perkutaneus dengan

antobiotik pilihan terbaik merupakan terapi pada tempat yang terlokalisir. Terapi

antibiotik disesuaikan dengan kultur yang diambil dari hasil drainase. Sepsis abdominal

26
mengakibatkan mortalitas sekitar 30-60%. Faktor yang mempengaruhi tingkat

mortalitas adalah :

- Usia

- Penyakit kronis

- Wanita

- Sepsis pada daerah upper gastrointestinal

- Kegagalan menyingkirkan sumber sepsis.

3. Adhesi

Dapat menyebabkan obstruksi intestinal atau volvulus.

2.10. PROGNOSA

Prognosis untuk peritonitis lokal dan ringan adalah baik, sedangkan pada

peritonitis umum prognosisnya mematikan akibat organisme virulen.1

BAB III

KESIMPULAN

Peritonitis adalah peradangan peritoneum ( membran serosa yang melapisi

rongga abdomen dan menutupi visera abdomen ) merupakan penyulit berbahaya yang

dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Keadaan ini biasanya terjadi akibat

penyebaran infeksi dari organ abdomen, perforasi saluran cerna, atau dari luka tembus

abdomen.1,2

27
Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tanda –

tanda rangsangan peritonium. Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri tekan dan

defans muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma.

Peristaltik usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara usus.4

Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap

keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas

dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari

kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang.

Penatalaksanaan dari peritonitis yaitu : dekompresi saluran cerna dengan

penghisapan nasogastrik atau intestinal, penggantian cairan dan elektrolit yang hilang

yang dilakukan secara intravena , pemberian antibiotic yang sesuai, dan pembuangan

dari focus infeksi dari organ abdomen. Prognosis untuk peritonitis local adalah baik,

sedangkan untuk peritonitis umum yaitu buruk.

DAFTAR PUSTAKA
1. Wim de jong, Sjamsuhidayat.R. 2011 Buku ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta :
EGC.
2. Schwartz, Shires, Spencer. 2000.Peritonitis dan Abses Intraabdomen dalam
Intisari Prinsip – Prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6. Jakarta : EGC. Hal 489 – 493
3. Schrock. T. R.. 2000.Peritonitis dan Massa abdominal dalam Ilmu Bedah, Ed.7,
alih bahasa dr. Petrus Lukmanto, EGC, Jakarta.
4. Arief M, Suprohaita, Wahyu.I.K, Wieiek S, 2000, Bedah Digestif, dalam Kapita
Selekta Kedokteran, Ed:3; Jilid: 2; p 302-321, Media Aesculapius FKUI,
Jakarta.

28
5. Wim de jong, Sjamsuhidayat.R, 1997.Gawat Abdomen, dalam Buku ajar Ilmu
Bedah; 221-239, EGC, Jakarta.
6. Price, Sylvia. 2005.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6.

Jakarta : EGC.

7. Philips Thorek, Surgical Diagnosis,Toronto University of Illnois College of


Medicine,third edition,1997, Toronto.
8. Rasad S, Kartoleksono S, Ekayuda I.1999.Abdomen Akut, dalam Radiologi
Diagnostik, Hal 256-257, Gaya Baru, Jakarta.
9. Rotstein. O. D., Simmins. R. L., 1997, Peritonitis dan Abses Intra-abdomen
dalam Terapi Bedah Mutakhir, Jilid 2, Ed.4, alih bahasa dr. Widjaja Kusuma,
Binarupa Aksara, Jakarta
10. Rosalyn Carson-De Witt MD, Peritonitis Health Article,
http://www.css/healthlinestyles.v1.01.css
11. Putz R & Pabst R. 2007. Atlas Anatomi Manusia:Sobotta, jilid.2.Jakarta :EGC
12. http://www.google.co.id/imgres?
q=peritoneum+anatomy&hl=en&biw=1024&bih=456&tbm=isch&tbnid=kVlqe
7wt9F-
yUM:&imgrefurl=http://www.radiologyassistant.nl/en/p4a252c5303035/periton
eum-and-mesentery-part-i-anatomy.html&docid=__fv5Xl60-
q7gM&imgurl=http://www.radiologyassistant.nl/data/bin/a5097979750a1d_ove
rzicht.jpg&w=500&h=503&ei=dgxHUZCqDY7zrQfbv4DQBw&zoom=1&sa=
X&ved=0CHAQhBwwCA&ved=1t:3588,r:8,s:0,i:112&iact=rc&dur=2450&pa
ge=1&tbnh=176&tbnw=175&start=0&ndsp=10&tx=88&ty=117

29

Anda mungkin juga menyukai