Anda di halaman 1dari 70

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

SISTEM INTEGUMEN PADA Ny. M DENGAN DIAGNOSA


MEDIS ULKUS DIABETIK

Disusun oleh :

Nama : Jekly Lukman Warihani


NIM : 2018.C.10a.0938

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI SARJANA
KEPERAWATAN
T.A 2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini di susun oleh :

Nama : Jekly Lukman Warihani

NIM : 2018.C.10a.0938

Program Studi : S-1 Keperawatan

Judul : Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan sistem


integumen pada Ny. M dengan diagnosa medis ulkus diabetik.

Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menyelesaikan Praktik Pra-klinik Keperawatan 2 Program Studi S-1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangkaraya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Akademik

Nia Pristina,S.Kep.Ners.
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya untuk dapat menyelesaikan Laporan
pendahuluan dan asuhan keperawatan sistem integumen pada Ny. M dengan
diagnosa medis ulkus diabetik dengan baik meskipun banyak kekurangan
didalamnya. Saya berharap laporan pendahuluan penyakit ini dapat berguna dan
menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Ulkus Diabetik.

Menyadari sepenuhnya bahwa di dalam laporan pendahuluan penyakit ini


terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna oleh sebab itu berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan laporan pendahuluan. Semoga laporan
sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sebelumnya kami
mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-katayang kurang berkenan dan kami
memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan

Palangka Raya, 12 Oktober 2020

Penulis
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................... 2
1.3.1 Tujuan Umum ...................................................................... 2
1.3.2 Tujuan Khusus...................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan.................................................................. 2
1.4.1 Untuk Mahasiswa................................................................. 2
1.4.2 Untuk Klien dan Keluarga.................................................... 3
1.4.3 Untuk Institusi (Pendidikan dan Rumah Sakit).................... 3
1.4.4 Untuk IPTEK........................................................................ 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Konsep Penyakit..................................................................... 4
2.1.1 Definisi ................................................................................ 4
2.1.2 Anatomi fisiologi ................................................................. 4
2.1.3 Etiologi ................................................................................ 8
2.1.4 Klasifikasi ............................................................................ 8
2.1.5 Patofisiologi ......................................................................... 8
2.1.6 Manisfestasi Klinis .............................................................. 11
2.1.7 Komplikasi .......................................................................... 11
2.1.8 Pemeriksa Penunjang .......................................................... 11
2.1.9 Penatalaksanaan Medis ........................................................ 12
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan ......................................... 14

iii
iv

2.2.1 Pengkajian Keperawatan ..................................................... 14


2.2.2 Diagnosa Keperawatan ........................................................ 15
2.2.3 Intervensi Keperawatan ....................................................... 16
2.2.4 Implementasi Keperawatan ................................................. 19
2.2.5 Evaluasi keperawatan .......................................................... 19
2.2.6
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. Pengkajian .............................................................................. 20
3.1.1. Identitas Klien ..................................................................... 20
3.1.2. Riwayat Kesehatan/Perawatan ............................................ 20
3.1.3. Pemeriksaan Fisik ................................................................ 21
3.2 Tabel Analisa Data.................................................................. 29
3.3 Rencana Keperawatan ........................................................... 32
3.4 Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan ............................. 36

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Catatan perkembangan
Jurnal
SAP
Leaflet

iv
v

v
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ulkus kaki diabetik adalah cedera pada semua lapisan kulit, nekrosis atau
gangren yang biasanya terjadi pada telapak kaki, sebagai akibat dari neuropati
perifer atau penyakit arteri perifer pada pasien diabetes mellitus (Rosyid,2017).
Diantara penyebab terjadinya ulkus diabetik adalah akibat penurunan
sirkulasi ke perifer yang dipengaruhi oleh tingginya kadar gula dalam darah dan
penyakit arterial perifer yaitu aterosklerosis. Ulkus kaki diabetik ditandai dengan
peningkatan apoptosis fibroblast, penurunan fibroblast proliferasi sel dan
inflamasi berkepanjangan reaksi (Rosyid,2018).
Apabila ulkus diabetik tidak segera mendapatkan penanganan dengan serius
maka dapat meningkatkan penyebab terjadinya amputasi kaki pada klien DM.
Amputasi terjadi 15 kali lebih sering pada klien diabetes dari pada non diabetes.
Hal ini diperkirakan sampai tahun 2032 akan mengalami peningkatan jumlah
penyandang diabetes di dunia, dan terjadi peningkatan masalah kaki diabetik
(PERKENI,2011).
Prevalensi klien ulkus kaki diabetik di dunia sekitar 15% dengan risiko
amputasi 30 %, angka mortalitas 32% (IDF,2015). Penderita diabetes di Indonesia
yang mengalami komplikasi seperti, neuropati (63,5%), retinopati (42%),
nefropati (7,3%), makrovaskuler (16%), mikrovaskuler (6%), dan luka kaki
diabetik (15%). Sedangkan angka kematian akibat ulkus kaki diabetik dan
ganggren mencapai 17-23%, serta angka amputasi mencapai 15-30%, selain itu
angka kematian 1 tahun pasca amputasi sebesar 14,8% (Purwanti,2013).
Dalam perawatan ulkus diabetikum American Diabetik Association
(ADA), membuat target yang harus di capai, yaitu meningkatkan fungsi dan
kualitas hidup, mengontrol infeksi, meningkatkan status kesehatan, mencegah
amputasi, dan mengurangi pengeluaran biaya pasien (Lestari,2012).

1
2

Berdasarkan latar belakang di atas, mahasiswa dapat menyimpulkan bahwa


ulkus diabetik adalah penyakit yang dapat merusak integritas kulit dan
menimbulkan perasaan nyeri. Dengan kesimpulan tersebut, mahasiswa dapat
2

melengkapi asuhan keperawatan khususnya pada pasien dengan diagnosa medis


ulkus diabetik.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka mahasiswa mengambil rumusan
masalah bagaimana cara memberikan asuhan keperawatan pada pasien, khususnya
pada pasien dengan diagnosa medis ulkus diabetik.

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan umum
Agar penulis mampu berpikir secara logis dan ilmiah dalam memberikan
asuhan keperawatan pada pasien ulkus diabetik dengan menggunakan pendekatan
manajemen keperawatan secara benar, tepat dan sesuai dengan standard
keperawatan secara professional.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mahasiswa dapat melengkapi Asuhan Keperawatan pada pasien dengan
diagnosa medis ulkus diabetik
1.3.2.2 Mahasiswa dapat melakukan pengkajian pada pasien dengan diagnosa
medis ulkus diabetik
1.3.2.3 Mahasiswa dapat menganalisa kasus dan merumuskan masalah
keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis ulkus diabetik
1.3.2.4 Mahasiswa dapat menyusun asuhan keperawatan yang mencakup
intervensi pada pasien dengan diagnosa medis ulkus diabetik.
1.3.2.5 Mahasiswa dapat melakukan implementasi atau pelaksanaan tindakan
keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis ulkus diabetik.
1.3.2.6 Mahasiswa dapat mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan yang
diberikan kepada pasien dengan diagnosa medis ulkus diabetik

1.4 Manfaat
1.4.1 Untuk Mahasiswa
Memberikan pengalaman yang nyata tentang asuhan pada pasien
dengan diagnosa medis ulkus diabetik.
3

1.4.2 Untuk Klien dan Keluarganya


Pasien dan keluarga mengerti cara perawatan dan menghindari
penyebab pada penyakit secara benar dan bisa melakukan perawatan
dirumah dengan mandiri.
1.4.3 Untuk Institusi
Dapat digunakan sebagai informasi bagi institusi pendidikan dalam
pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan dan peningkatan mutu
pendidikan dimasa yang akan datang.
1.4.4 Untuk IPTEK
Dapat digunakan sebagai kunci untuk membangun kekuatan daya
saing yang bernilai tambah dan memberikan keunggulan kompetitif pada
masa yang akan datang.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit Ulkus Diabetik


2.1.1 Definisi
Ulkus diabetikum adalah luka yang dialami oleh penderita diabetes mellitus
pada area kaki dengan kondisi luka mulai dari luka superficial, nekrosis kulit, sampai
luka dengan ketebalan penuh, yang dapat meluas ke jaringan lain seperti tendon,
tulang dan persendian, jika ulkus dibiarkan tanpa penatalaksanaan yang baik akan
mengakibatkan infeksi atau gangren (Setiyawan, 2016).
Ulkus diabetik merupakan kerusakan yang terjadi sebagian (Partial Thickness)
atau keseluruhan (Full Thickness) pada daerah kulit yang meluas ke jaringan bawah
kulit, tendon, otot, tulang atau persendian yang terjadi pada seseorang yang menderita
penyakit Diabetes Melitus (DM), kondisi ini timbul akibat dari peningkatan kadar gula
darah yang tinggi (Tarwoto & Dkk., 2012)
Ulkus diabetik adalah cedera pada semua lapisan kulit, nekrosis atau gangren
yang biasanya terjadi pada telapak kaki, sebagai akibat dari neuropati perifer atau
penyakit arteri perifer pada pasien diabetes mellitus (Rosyid,2017).
Ulkus diabetikum adalah kerusakan pada kulit yang dapat meluas ke jaringan
dibawah kulit, tendon, otot, tulang atau persendian yang terjadi pada seseorang yang
menderita penyakit diabetes melitus, kondisi ini timbul sebagai akibat terjadinya
peningkatan kadar gula darah yang tinggi (Jekly Lukman, 2020)

2.1.2 Anatomi Fisiologi


Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa sekitar 1.5 meter persegi dengan
berat kira-kira 15% berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta
merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan
sensitif, bervariasi pada iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh
(Wasitaatmadja, 2011).

4
5
5

2.1.2.1 Epidermis
Epidermis merupakan lapisan terluar kulit, yang terdiri dari :
2.1.2.1.1 Stratum korneum, yaitu sel yang telah mati, selnya tipis, datar, tidak mempunyai
inti sel dan mengandung zat keratin.
2.1.2.1.2 Stratum lusidum, yaitu sel bentuk pipih, mempunyai batas tegas, tetapi tidak ada
inti. Lapisan ini terdapat pada telapak kaki. Dalam lapisan ini terlihat seperti pita
yang bening, batas-batas sudah tidak begitu terlihat.
2.1.2.1.3 Stratum glanulosum, sel ini berisi inti dan glanulosum.
2.1.2.1.4 Zona germinalis, terletak dibawah lapisan tanduk dan terdiri atas dua lapisan epitel
yang tidak tegas.
2.1.2.1.5 Sel berduri, yaitu sel dengan fibril halus yang menyambung sel satu dengan yang
lainnya, sehingga setiap sel seakan-akan tampak berduri.
2.1.2.1.6 Sel basale, sel ini secara terus-menerus memproduksi sel epidermis baru. Sel ini
disusun dengan teratur, berurutan dan rapat sehingga membentuk lapisan pertama
atau lapisan dua sel pertama dari sel basal yang posisinya diatas papilla dermis
(Susanto dan Ari, 2013).
2.1.2.2 Dermis
Dermis terletak dibawah lapisan epidermis. Dermis terdiri dari dua lapisan;
lapisan atas yaitu pars papilaris (stratum papilaris), dan bagian bawah yaitu pars
6

retikularis terdiri dari jaringan ikat longgar yang tersusun atas serabutserabut; serabut
kolagen, serabut elastic, dan serabut retikulus (Susanto dan Ari, 2013).
2.1.2.3 Subkutan
Subkutan mengikat kulit secara longgar dengan organ-organ yang berada di
bawahnya. Lapisan subkutan mengandung jumlah sel lemak yang beragam,
bergantung pada area tubuh dan nutrisi individu, serta berisi banyak pembuluh darah
dan ujung saraf. Sel lemak berbentuk bulat dengan intinya berdesakan kepinggir,
sehingga membentuk seperti cincin. Lapisan lemak ini disebut penikulus adiposus
yang tebalnya tidak sama pada setiap tempat dan jumlah antara laki-laki dan
perempuan. Fungsi penikulus adipose adalah sebagai shok breaker atau pegas bila
tekanan trauma mekanis yang menimpa pada kulit, isolator panas atau untuk
mempertahankan suhu. Di bawah subkutan terdapat selaput otot dan lapisan
berikutnya yaitu otot (Susanto dan Ari, 2013).

2.1.2.4 Fungsi Kulit


Kulit pada manusia mempunyai fungsi yang sangat penting selain menjalin
kelangsungan hidup secara umum yaitu :
2.1.2.1.1 Proteksi
Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau mekanis,
misalnya terhadap gesekan, tarikan, gangguan kimiawi yang dapat menimbulkan
iritasi (lisol, karbol dan asam kuat). Gangguan panas misalnya radiasi, sinar
ultraviolet, gangguan infeksi dari luar misalnya bakteri dan jamur. Karena adanya
bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit dan serabut–serabut jaringan penunjang
berperan sebagai pelindung terhadap gangguan fisis. Melanosit turut berperan
dalam melindungi kulit terhadap sinar matahari dengan mengadakan tanning
(pengobatan dengan asam asetil).
2.1.2.1.2 Proteksi rangsangan kimia
Dapat terjadi karena sifat stratum korneum yang impermeable terhadap
berbagai zat kimia dan air. Di samping itu terdapat lapisan keasaman kulit yang
melindungi kontak zat kimia dengan kulit. Lapisan keasaman kulit terbentuk dari
hasil ekskresi keringat dan sebum yang menyebabkan keasaman kulit antara pH 5-
7

6,5. Ini merupakan perlindungan terhadap infeksi jamur dan sel–sel kulit yang telah
mati melepaskan diri secara teratur.
2.1.2.1.3 Absorbsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat, tetapi
cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitu juga yang larut dalam
lemak. Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2 dan uap air memungkinkan kulit ikut
Universitas Sumatera Utara mengambil bagian pada fungsi respirasi. Kemampuan
absorbsi kulit dipengaruhi tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembapan dan
metabolisme. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah di antara sel, menembus
sel–sel epidermis, atau melalui saluran kelenjar dan yang lebih banyak melalui sel–
sel epidermis.
2.1.2.1.4 Pengatur panas
Suhu tubuh tetap stabil meskipun terjadi perubahan suhu lingkungan. Hal ini
karena adanya penyesuaian antara panas yang dihasilkan oleh pusat pengatur panas,
medulla oblongata. Suhu normal dalam tubuh yaitu suhu visceral 36-37,5 derajat
untuk suhu kulit lebih rendah. Pengendalian persarafan dan vasomotorik dari
arterial kutan ada dua cara yaitu vasodilatasi (kapiler melebar, kulit menjadi panas
dan kelebihan panas dipancarkan ke kelenjar keringat sehingga terjadi penguapan
cairan pada permukaan tubuh) dan vasokonstriksi (pembuluh darah mengerut, kulit
menjadi pucat dan dingin, hilangnya keringat dibatasi, dan panas suhu tubuh tidak
dikeluarkan).
2.1.2.1.5 Ekskresi
Kelenjar–kelenjar kulit mengeluarkan zat–zat yang tidak berguna lagi atau zat
sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan amonia. Sebum
yang diproduksi oleh kulit berguna untuk melindungi kulit karena lapisan sebum
(bahan berminyak yang melindungi kulit) ini menahan air yang berlebihan sehingga
kulit tidak menjadi kering. Produksi kelenjar lemak dan keringat menyebabkan
keasaman pada kulit.
2.1.2.1.6 Persepsi
Kulit mengandung ujung–ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis.
Respons terhadap rangsangan panas diperankan oleh dermis dan subkutis,
Universitas Sumatera Utara terhadap dingin diperankan oleh dermis, peradaban
8

diperankan oleh papila dermis dan markel renvier, sedangkan tekanan diperankan
oleh epidermis. Serabut saraf sensorik lebih banyak jumlahnya di daerah yang
erotik.

2.1.3 Etiologi
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya ulkus diabetikum diantarannya
(Tarwoto., 2011) :

2.1.3.1 Neuropati sensori perifer yang menyebabkan insensitifitas nyeri

2.1.3.2 Trauma hal ini berhubungan dengan tekanan yang terlalu tinggi pada telapak
kaki selama proses berjalan

2.1.3.3 Deformitas kaki yang berhubungan dengan peningkatan tekanan pada plantar

2.1.3.4 Iskemia merupakan kekurangan darah dalam jaringan sehingga jaringan


mengalami kekurangan oksigen

2.1.3.5 Pembentukan kalus

2.1.3.6 Infeksi dan edema

2.1.3.7 Kontrol gula darah yang tidak bagus

2.1.3.8 Hiperglikemia yang terjadi selama berkepanjangan dan keterbatasan perawatan


kaki

2.1.4 Klasifikasi
Klasifikasi ulkus diabetikum menurut (Wijaya & Putri, 2013) :
2.1.4.1 Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit mash utuh dengan kemungkinan disertai
kelainan bentuk kaki.
2.1.4.2 Derajat 1 : Ulkus superfisial terbatas pada kulit
2.1.4.3 Derajat 2 : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang
2.1.4.4 Derajat 3 : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis
2.1.4.5 Derajat 4 : Gangren jarim kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis
2.1.4.6 Derajat 5 : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai

2.1.5 Patofisiologi
9

Luka kronik diabetes disebabkan oleh tiga faktor yaitu iskemi, neuropati, dan infeksi.
Kadar glukosa darah yang tidak terkendali akan menyebabkan komplikasi kronik neuropati
perifer berupa neuropati sensorik, motorik. Penderita diabetes juga menderita kelainan
vaskuler berupa iskemi. Hal ini disebabkan proses makroangiopati dan menurunnya sirkulasi
jaringan yang ditandai oleh hilang atau berkurangnya denyut nadi arteri dorsalis pedis,arteri
tibialis, dan arteri paplitea. Inilah yang menyebabkan kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku
menebal. Selanjutnya terjadi nekrosis jaringan, sehingga timbul ulkus yang biasanya timbul
dari ujung kaki atau tungkai kaki. Kelainan neurovaskuler pada penderita diabetes diperberat
dengan atherosklerosis. Atherosklerosis merupakan kondisi arteri menebal dan menyempit
karena penumpukan lemak didalam pembuluh darah. Menebalnya arteri dikaki dapat
mempengaruhi otot-otot kaki karena berkurangnya suplai darah, kesemutan, rasa tidak
nyaman, dan dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan kematian jaringan yang
akan berkembang menjadi ulkus kaki diabetes. Proses angiopati pada penderita diabetes
mellitus berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer tungkai bawah
terutama kaki, akibat perfusi jaringan bagian distal tungkai kaki berkurang (Wijaya & Putri,
2013).
Terjadinya ulkus diabetikum pada ekstremitas bawah diawali karena adanya
ketidakstabilan kadar glukosa dalam darah yang menyebabkan kelainan neuropati, dan
pembuluh darah, baik neuropati sensorik ataupun motorik, dan autonomik, akan
mengakibatkan berbagai perubahan kulit dan otot yang kemudian akan menyebabkan ulkus
diabetikum pada penderita diabetes mellitus (Haryono & Utami, 2019).
10

Woc Ulkus Diabetik


Infeksi
Neuropati sensori perifer Deformitas Trauma Iskemia

Ulkus diabetik

B B B B B B
11 2 3 4 5 6
Intake glukosa sel Hiperglikemia Angiopati diabetik Hiperglikemia Katabolisme Neuropati perifer
berkurang protein

Viskositas darah Makroangiopati Gg. Sensori


Glikosuria
Ketoasidosis Merangsang motorik
hipotalamus
Terganggunya aliran
Aliran darah Poliurea Trauma
darah ke kaki
Pernafasan melambat
Polidipsi dan
Iskemik Osmotik diuresis Polifagi Ulkus
Pola nafas tidak Iskemik jaringan
efektif
Dehidrasi Resiko Defisit Risiko infeksi
Luka
Ketidakefektifan nutrisi
perfusi jaringan Infeksi
perifer Luka sulit sembuh
Kekurangan volume
cairan
Ganggren
Ansietas

- Gangguan
Nyeri integritas kulit
- Gg. Mobilitas fisik

Gg. Istirahat tidur


11

2.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda & Gejala)


Tanda dan gejala pada pasien dengan ulkus diabetikum yaitu sering
kesemutan, nyeri kaki saat istirahat, sensasi rasa berkurang, kerusakan jaringan
(nekrosis), penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki
menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal dan kulit kering (Yunus, Bahri. 2015).
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus  panas
walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh
peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses
mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut
emboli memberikan 5 gejala klinis yaitu :
2.1.6.1 Nyeri
2.1.6.2 Kepucatan
2.1.6.3 Kesemutan
2.1.6.4 Denyut nadi hilang
2.1.6.5 Lumpuh

2.1.7 Komplikasi
2.1.8.1 Komplikasi makrovaskuler
Pada komplikasi makrovaskuler yang biasanya umum berkembang
yaitu trombosit otak atau dibagian otak mengalami pembekuan darah
sebagian, gagal jantung kongestif, penyakit jantung koroner dan
mengalami stroke.
2.1.8.2 Komplikasi mikrovaskuler
Komplikasi ini terjadi pada pasien diabetes dengan tipe 1 yaitu
nefropati, diabetik retinopati atau pasien mengalami kebutaan, neuropati
dan amputasi akibat luka diabetes yang sudah tidak mengalami
perawatan dengan baik lalu mengalami infeksi yang sangat parah.

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang menurut tentang diabetes mellitus terkait ulkus
diabetik (Wijaya & Putri,2013), meliputi :
12

2.1.8.1 Pemeriksaan darah meliputi gula darah sementara (GDS)> 200mg/dL,


gula darah puasa >120mg/dL dan 2 jam post prandial >200mg/dL.
2.1.8.2 Pemeriksaan urine adalah pemeriksaan yang didapatkan adanya glukosa
dalam urine. Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine
urine : hijau (+), kuning (++), merah (+++), dan merah bata (++++).
2.1.8.3 Pemeriksaan foto polos pada kaki diabetik dapat menunjukkan
demineralisasi dan sendi Charcot serta adanya osteomielitis. 
2.1.8.4 Computed Tomographic (CT) scan dan Magnetic Resonance Imanging
(MRI): meskipun pemeriksa yang berpengalaman dapat mendiagnosis
abses dengan pemeriksaan fisik, CT scan atau MRI dapat digunakan
untuk membantu diagnosis abses apabila pada pemeriksaan fisik tidak
jelas. 
2.1.8.5 Bone scaning masih dipertanyakan kegunaannya karena besarnya hasil
false positif dan false negatif. Penelitian mutakhir menyebutkan 99mTc-
IabeIed ciprofolxacin sebagai penanda (marker) untuk osteomielitis. 
2.1.8.6 Arteriografi konvensional: apabila direncanakan pembedahan vaskuler
atau endovaskuler, arteriografi diperlukan untuk memperlihatkan luas
dan makna penyakit atherosklerosis. Resiko yang berkaitan dengan
injeksi kontras pada angiografi konvensional berhubungan dengan
suntikan dan agen kontras.

2.1.9 Penatalaksanaan Medis


Penatalaksanaan pada ulkus diabetikum sebagai berikut Wijaya & Putri
(2013) :
2.2.2.1 Pengobatan
2.1.9.2.1 Pengobatan dari gangren diabetik sangat dipengaruhi oleh derajat dan
dalamnya ulkus, apabila di jumpai ulkus yang dalam harrus dilakukan
pemeriksaan yang seksama untuk menentukan kondisi ulkus dan besar
kecilnya debridement yang akan dilakukan dari penatalaksanaan
perawatan luka diabetik ada bebrapa tujuan yang ingin dicapai, antara
lain :
13

2.1.9.1.1.1 Mengurangi atau menghilangkan faktor penyebab


2.1.9.1.1.2 Optimalisasi suasana lingkungan luka dalam kondisi lembab
2.1.9.1.1.3 Dukungan kondisi klien atau host (nutrisi, komtrol diabetes melitus
dan kontrol faktor penyerta)
2.1.9.1.1.4 Meningkatkan edukasi klien dan keluarga
2.2.2.2 Perawatan luka diabetic
2.1.9.2.1 Mencuci luka
Merupakan hal pokok untuk meningkatkan, memperbaiki dan
mempercepat proses penyembuhan luka serta menghindari
kemungkinan terjadinya infeksi. Proses pencucian luka bertujuan untuk
membuang jaringan nekrosis, cairan luka yang berlebihan, sisa balutan
yang digunakan dan sisa metabolik tubuh pada permukaan luka. Cairan
yang terbaik untuk mencuci luka adalah yang non toksik pada proses
penyembuhan luka (misalnya NaCl 0,9%). Penggunaan
hidrogenperoxida hypoclorite solution dan beberapa cairan debridement
lainnya. Cairan antiseptik seperti provine iodine sebaiknya hanya
digunakan saat luka terinfeksi atau tubuh pada keadaan penurunan
imunitas.
2.1.9.2.2 Debridement
Debridement adalah membuang jaringan mati atau jaringan yang
tidak penting. (Delmas,2006). Debridemen jaringan nekrotik
merupakan komponen integral dalam pentalaksanaan ulkus kronik agar
ulkus mencapai penyembuhan. Proses debridemen dapat dengan cara
pembedahan, enzimatik, autolitik, mekanik, dan biological (larva)
(Tarwoto dkk, 2016).
14

2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
2.2.1.1 Anamnesa
2.2.1.1.1 Identitas
Identitas pasien meliputi: nama, jenis kelamin, umur, pekerjaan,
pendidikan, status perkawinan, agama, kebangsaan, suku, alamat,
tanggal dan jam MRS, no register, serta identitas yang bertanggung
jawab.
2.2.1.1.2 Keluhan utama
Pada umumnya ada rasa kesemutan pada kaki atau tungkai bawah, rasa
raba yang menurun, adanya luka yang tidak semubuh-sembuh dan
berbau, adanya nyeri pada luka.
2.2.1.1.3 Riwayat penyakit sekarang
Kapan terjadinya luka, sudah berapa lama proses terjadinya luka pada
pasien, penyebab terjadinya luka serta upaya penderita apa saja yang
telah di lakukan oleh pasien sebelumnya
2.2.1.1.4 Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit diabetes mellitus atau penyakitpenyakit lain
yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin
2.2.1.1.5 Riwayat penyakit keluarga
Dari genogram keluarga biasanya ada salah satu atau lebih keluarga
yang menderita penyakit yang sama. Karena penyakit DM adalah
termasuk penyakit turunan.

2.3.2.1 Pemeriksaan fisik


2.3.2.1.1 Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan,
berat badan dan tanda-tanda vital. (Wijaya & Putri, 2013)
2.3.2.1.2 Sistem integument
Pada pasien dapat ditemukan adanya kulit kurang sehat atau kurang
kuat dalam pertahanannya, sehingga mudah terkena infeksi dan
penyakit jamur. Pada pasein dapat ditemukan adanya turgor kulit
15

menurun, adanya luka atau warna kehitaman pada luka, kelembaban


dan suhu kulit di daerah sekitar ulkus, kemerahan pada kulit sekitar
luka, adanya pus pada ulkus (Wijaya & Putri, 2013).
2.3.2.1.3 Sistem kardiovaskuler
Pada pasien dapat ditemukan adanya riwayat hipertensi atau hipotensi,
takhikardi, palpitasi (Tarwoto dkk, 2016).
2.3.2.1.4 Sistem gastrointestinal
Pada pasien dapat ditemukan adanya mual dan muntah, peningkatan
nafsu makan, banyak minum dan rasa haus meningkat (Wijaya &
Putri, 2013).
2.3.2.1.5 Sistem urinarius
Pada pasien dapat di temukan adanya poliuri (kencing terusmenserus),
retensi urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih
dan diare (Wijaya & Putri, 2013).
2.3.2.1.6 Sistem muskuloskeletal
Pada pasien dapat ditemukan adanya, kelemahan otot, nyeri tulang,
adanya kesemutan, kram ekstremitas, osteomyelitis (Tarwoto dkk,
2016).
2.3.2.1.7 Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parathesia, anastesia, letargi, mengantuk,
reflek lambat, kacau mental, disorientasi (Wijaya & Putri, 2013).

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


2.2.2.1 Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan luka dikaki yang tak
kunjung sembuh (D.0009. Hal 37)
2.2.2.2 Ketidakstabilan glukosa darah berhubungan dengan hiperglikemia/kadar
gula darah tinggi (D.0027 Hal.71)
2.2.2.3 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri pada bagian yang
mengalami luka (D.0054. Hal 124)
2.2.2.4 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (D.0077.
Hal.172)
16

2.2.2.5 Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan perubahan


sirkulasi (D.0129. Hal. 282)
2.2.2.6 Risiko infeksi berhubungan dengan proses penyakit (D.0142. Hal. 304)

2.3.3 Intervensi Keperawatan


2.3.3.1 Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan luka dikaki yang tak
kunjung sembuh (D.0009. Hal 37)
Kriteria hasil :
- Penyembuhan luka (5)
Intervensi :
1. Periksa sirkulasi perifer (Mis. Nadi perifer, edema, pengisian kapiler,
warna, suhu)
2. Identifikasi factor risiko gangguan sirkulasi
3. Monitor kemerahan, panas, nyeri atau bengkak
4. Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi
5. Hindari pengukuran tekanan dara pada keterbatasan perfusi
6. Lakukan pencegahan infeksi
7. Lakukan perawatan kaki dan kuku
8. Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat

2.3.3.2 Ketidakstabilan glukosa darah berhubungan dengan hiperglikemia/kadar


gula darah tinggi (D.0027 Hal.71)
Kriteria Hasil :
- Koordinasi (5)
- Pusing (5)
- Lelah/lesu (5)
- Keluhan lapar (5)
Intervensi :
1. Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia
2. Monitor kadar glukosa darah
3. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia
17

4. Berikan asupan cairan oral


5. Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala hiperglikemia tetap ada
atau memburuk
6. Fasilitasi ambulansi jika ada hipotensi ortostatik
7. Anjurkan menghindari olahraga saat kadar glukosa darah lebih dari
250 mg/dL
8. Ajarkan pengelolaan diabetes (mis. Penggunaan insulin, obat oral,
monitor asupan cairan, penggantian karbohidrat)
9. Kolaborasi pemberian insulin, cairan IV, kalium, jika perlu.

2.3.3.3 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri pada bagian yang
mengalami luka (D.0054. Hal 124)
Kriteria Hasil :
- Pergerakan ekstremitas (5)
- Kekuatan otot (5)
- Rentang gerak (5)
Intervensi :
1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
2. Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulansi
3. Monitor kondisi umum selama melakukan ambulansi
4. Fasilitasi aktivitas ambulansi dengan alat bantu
5. Fasilitasi melakukan mobilitas fisik, jika perlu
6. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
ambulansi
7. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
8. Anjurkan melakukan ambulasi dini
9. Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (mis. Berjalan dari
tempat tidur ke kursi roda, dll)

2.3.3.4 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (D.0077.


Hal.172)
Kriteria hasil :
18

- Keluhan nyeri (5)


- Meringis (5)
- Sikap protektif (5)
- Gelisah (5)
Intervensi :
1. Identifikasi skala nyeri
2. Monitor TTV
3. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
4. Berikan teknik nonfarmakologis
5. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
6. Fasilitasi istirahat dan tidur
7. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
8. Ajarkan teknik relaksasi dan teknik distraksi
9. Kolaborasi pemberian obat analgetic sesuai indikasi

2.3.3.5 Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan perubahan


sirkulasi (D.0129. Hal. 282)
Kriteria hasil :
- Kemerahan (5)
- Bau tidak sedap pada luka (5)
Intervensi :
1. Monitor karakteristik luka
2. Atur posisi klien sesuai dengan kondisi luka
3. Pertahankan dressing streril ketika melakukan perawatan luka
4. Bersihkan luka sesuai dengan kondisi luka
5. Keringkan luka dengan kasa kering (mis. Darah/nanah)
6. Tutup luka dengan balutan kering
7. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
8. Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
9. Kolaborasi pemberian antibiotic seperti antibiotic profilaksis
19

2.3.3.6 Risiko infeksi berhubungan dengan proses penyakit (D.0142. Hal. 304)
Kriteria hasil :
- Kemampuan mengidentifikasi faktor risiko (5)
- Kemerahan (5)
- Bengkak (5)
- Kebersihan tangan (5)
Intervensi :
1. Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik
2. Batasi jumlah pengunjung
3. Berikan perawatan kulit pada area edema
4. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
5. Pertahankan teknik aseptic pada pasien berisiko tinggi
6. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
7. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
8. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

2.3.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke
status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan (Potter & Perry, 2011).

2.3.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah
tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk mengatasi
suatu masalah. (Meirisa, 2013).
20

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa : Jekly Lukman Warihani


NIM : 2018.C.10a.0938
Ruang Praktek : Ruang bedah
Tanggal Praktek : 19 Oktober 2020
Tanggal & Jam Pengkajian : 19 Oktober 2020 & 11.00

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Klien
Nama : Ny. M
Umur : 55 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Dayak
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : Sarjana
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Jl. Mawar
TGL MRS : 17 Oktober 2020
Diagnosa Medis : DM Tipe II + Ulkus Diabetikum
3.1.2 Riwayat Kesehatan/Perawatan
1. Keluhan Utama
Klien mengatakan luka di kaki kirinya membusuk dan terasa nyeri, P: Proses
penyakit, Q: Seperti diiris-iris, R: Di bagian kaki kiri, S: Skala nyeri 6
(Sedang), T: Pada saat kaki kiri digerakkan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada hari sabtu, tanggal 17 Oktober 2020 klien datang ke RSUD dengan
keluhan lukanya membusuk di kaki kirinya disertai dengan nyeri. Satu bulan
yang lalu terdapat luka di kaki kiri klien, dua minggu sebelum masuk rumah
sakit keluhan dirasa semakin bertambah, luka pada kaki kiri menjadi

20
21

kemerahan dan mulai terlihat kehitaman. Satu minggu sebelum masuk rumah
sakit keluhan pada kaki kiri klien semakin bertambah, luka membengkak dan
mengeluarkan nanah. Karena klien tidak bisa mengobati luka tersebut maka
oleh keluarganya klien dibawa ke rumah sakit. Dari Hasil Pemeriksaan Fisik
ditemukan adanya luka, di sekitar luka tampak menghitam, merah, bengkak
dan mengeluarkan nanah. Hasil pemeriksaan vital sign TD: 130/90 mmHg, N:
76x/M, S: 36,80C, RR: 20x/M. Barulah setelah dari UGD, klien dipindahkan ke
ruang bedah untuk dilakukan tindakan keperawatan lebih lanjut.
3. Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)
Pasien memiliki riwayat penyakit Diabetes Mellitus Tipe II.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan ayahnya ada riwayat penyakit diabetes mellitus

GENOGRAM :

KETERANGAN:
= Laki-laki
= Perempuan
= Meninggal
= Hubungan keluarga
= Tinggal serumah
= Pasien
22

3.1.3 PEMERIKSAAN FISIK


1. Keadaan Umum
Kesadaran klien compos mentis, ekspresi wajah meringis, bentuk badan simetris,
terpasang infuse Nacl 20 tpm, posisi baring diatas tempat tidur, terdapat luka di
bagian kaki kiri yang tampak membusuk.
2. Status Mental
Tingkat kesadaran compos menthis, ekspresi meringis, bentuk badan simetris,
suasana hati cukup tenang, berbicara jelas, fungsi kognitif orientasi waktu pasien
dapat membedakan antara pagi, siang, malam, orientasi orang pasien dapat
mengenali keluarga maupun petugas kesehatan, orientasi tempat pasien
mengetahui bahwa sedang berada di rumah sakit. Insight baik, mekanisme
pertahanan diri adaptif.
3. Tanda-tanda Vital
Pada saat pengkajian tanda–tanda vital, tekanan darah 130/90 mmHg, Nadi
76x/menit, pernapasan 20x/menit dan suhu 36.80C.
4. Pernapasan (Breathing)
Bentuk dada simetris, tidak ada batuk, tidak ada sputum, tidak ada nyeri dada,
type pernafasan dada dan perut, irama pernafasan teratur, bunyi napas vesikular
dan tidak ada suara nafas tambahan.
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
5. Cardiovasculer (Bleeding)
Klien tidak merasa nyeri di bagian dadanya, cappilary refill ≤2 detik, pasien tidak
pucat, ada peningkatan Vena Jugularis, Bunyi Jantung normal, S1 S2.
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
6. Persyarafan (Brain)
Nilai GCS E:4 (membuka mata spontan), V: 5 , M 6 (bergerak sesuai
perintah) dan total Nilai GCS: 15, kesadaran Ny. M compos menthis, pupil Ny.
M isokor tidak ada kelainan, refleks cahaya kanan dan kiri positif, terdapat nyeri
di kaki bagian kiri.
Hasil dari uji syaraf kranial, saraf kranial I (Olfaktorius): pada pemeriksaan
menggunakan minyak kayu putih dengan mata tertutup pasien mampu mengenali
23

bau minyak kayu putih tersebut. Saraf kranial II (Optikus): pasien mampu
membaca nama perawat dengan baik pada saat perawat meminta pasien untuk
membaca namanya. Saraf kranial III (Okulomotor): pasien dapat mengangkat
kelopak matanya dengan baik. Saraf kranial IV (Troklearis): pasien dapat
menggerakkan bola matanya (pergerakan bola mata normal). Saraf kranial V
(Trigeminalis): pada saat pasien makan pasien dapat mengunyah dengan lancar.
Saraf kranial VI (Abdusen): pasien mampu menggerakan bola matanya ke kiri dan
kekanan. Saraf kranial VII (Fasialis): pasien dapat berekspresi terhadap rasa manis
dan asin. Saraf kranial VIII (Auditorius): pasien dapat menjawab dengan benar
dimana suara petikan jari perawat kiri dan kanan. Saraf kranial IX
(Glosofaringeus): pasien dapat merasakan rasa asam. Saraf kranial X (Vagus):
pada saat makan pasien dapat mengontrol proses menelan. Saraf kranial XI
(Assesorius): pasien dapat menggerakkan leher dan bahu. Saraf kranial XII
(Hipoglosus): pasien mampu mengeluarkan lidahnya.
Hasil uji koordinasi ekstremitas atas jari ke jari positif, jari ke hidung positif.
Ekstremitas bawah tumit ke jempol kaki, uji kestabilan positif; pasien dapat
menyeimbangkan tubuhnya, refleks bisep dan trisep kanan dan kiri postif dengan
skala 5, refleks brakioradialis kanan dan kiri positif dengan skala 5, refleks patela
kanan dan kiri positif dengan skala 5, refleks akhiles kanan dan kiri positif dengan
skala 5, refleks babinski kanan dan kiri positif dengan skala 5. Uji sensasi pasien
di sentuh bisa merespon.
Masalah keperawatan : Nyeri akut
7. Eliminasi Uri (Bladder)
Produksi urine 450ml/24 jam warna urine kuning, bau urine amoniak. Eliminasi
Ny. M tidak ada masalah atau lancar.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada masalah keperawatan
8. Eliminasi Alvi (Bowel)
Sistem pencernaan, bibir terlihat tampak baik, tidak ada lesi. Gigi terlihat lengkap
dan tidak ada karies gigi, gusi terlihat tidak ada peradangan dan perdarahan, lidah
berwana merah muda dan tidak ada peradangan, tidak ada perdarahan pada
mukosa, tidak ada peradangan pada tonsil, tidak ada keluhan nyeri pada
tenggorokan saat menelan. Palpasi abdomen tidak teraba massa dan tidak ada
24

nyeri tekan pada abdomen. Tidak ada hemoroid pada rectum. Pasien BAB 1x
sehari warna coklat dan lembek konsistensinya.
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
9. Tulang – Otot – Integumen (Bone)
Pergerakan Ny. M secara bebas dan tidak terbatas, terdapat nyeri di kaki kiri
bagian telapak kaki ekstremitas atas 5/5 dan ekstremitas bawah 5/5 normal
pergerakannya dan ada ulkus di kaki kiri di dekat telapak kaki maupun deformitas
pada tulang, maupun patah tulang.
Keluhan lainnya : Dari hasil pengkajian fisik, di sekitar luka tampak bengkak
dan mengeluarkan nanah, luka berada di kaki kiri di dekat telapak kaki.
Masalah Keperawatan : Nyeri akut & Risiko infeksi.
10. Kulit-kulit Rambut
Riwayat alergi pasien tidak pernah mengalami alergi obat, alergi makanan, alergi
kosmetik. Suhu kulit Ny. M hangat, ada luka di kaki kiri bagian di dekat telapak
kaki, warna kulit disekitar luka tampak menghitam dan kemerahan, turgor kulit
halus tidak kasar, jaringan parut tidak ada, tekstur rambut tidak terkaji, distribusi
rambut tidak terkaji, bentuk kuku simetris.
Masalah Keperawatan: Gangguan integritas kulit/jaringan
11. Sistem Penginderaan
Fungsi penglihatan normal, bola mata bergerak normal, sklera normal/putih,
konjungtiva merah muda, kornea bening. Pasien tidak memakai kecamata dan
tidak keluhan nyeri pada mata. Fungsi pendengaran baik, penciuman normal,
hidung simetris, dan tidak ada polip.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada masalah keperawatan
12. Leher dan Kelenjar Limfe
Massa tidak ada, jaringan parut tidak ada, kelenjar limfe tidak teraba, kelenjar
tyroid tidak teraba, mobilitas leher bergerak bebas tidak terbatas.
13. Sistem Reproduksi
Tidak ada kemerahan pada system reproduksi, gatal-gatal tidak ada, pendarahan
tidak ada, flour Albus tidak ada, clistoris tidak ada, labis tidak ada, uretra tidak
ada, kebersihan baik, tidak ada kehamilan, tafsiran partus tidak ada, tidak ada
25

keluhan lain, payudara simetris, putting menonjol, warna areola normal, Asi tidak
ada.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.

3.1.4 POLA FUNGSI KESEHATAN


1. Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit:
Pasien mengatakan ingin cepat pulang dan lekas sembuh agar bisa berkumpul
bersama keluarga serta bisa melakukan aktivitas kembali, seperti berkebun.
2. Nutrisida Metabolisme
Tinggi badan 173 cm, berat badan sebelum sakit 55 kg, berat badan saat sakit 55

55
kg. IMT = =18,37 (normal IMT : 18-25) Diet biasa, diet rendah kalori,
1.73 x 1.73
tidak ada kesukaran menelan atau normal.
Pola Makan Sehari-hari Sesudah Sakit Sebelum Sakit
Frekuensi/hari 3x sehari 3x sehari
Porsi 1 porsi 1 porsi
Nafsu makan Baik Baik
Jenis makanan Nasi + Lauk pauk Nasi + Lauk pauk
Jenis minuman Air putih Air putih dan teh
Jumlah minuman/cc/24 jam ± 1200cc ± 4000cc
Kebiasaan makan Pagi, siang, sore Pagi, siang, sore
Keluhan/masalah Tidak Ada Merasa haus
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
3. Pola istirahat dan tidur
Pasien mengatakan sebelum sakit tidur pada malam hari 7-8 jam sedangkan pada
siang hari 4-5 jam. Saat sakit pasien tidur 2 jam pada malam hari dan siang hari
hanya 45 menit.
Masalah Keperawatan: Gangguan Pola Tidur
4. Kognitif
Pasien dan keluarga sudah mengetahui penyakitnya setelah diberikan penjelasan
dari dokter dan tenaga medis lainnya.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan
5. Konsep diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri, peran).
Gambaran diri pasien menyukai tubuhnya secara utuh. Ideal diri pasien ingin
cepat sembuh dari penyakit yang di deritanya. Identitas diri pasien adalah seorang
26

anak dari ibunya. Harga diri pasien tidak merasa rendah diri dengan penyakitnya.
Peran pasien sebagai seorang ibu dari 2 anak.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.
6. Aktivitas Sehari-hari
Sebelum dan sesudah sakit pasien dapat beraktivitas secara mandiri.
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
7. Koping-Toleransi terhadap stress
Pasien mengatakan bila ia sedang ada masalah, Ia selalu menceritakan kepada
keluarga.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan
8. Nilai Pola Keyakinan
Klien beragama Islam dan tidak ada masalah dengan keyakinannya
Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan

3.1.5 SOSIAL – SPIRITUAL


1. Kemampuan berkomunikasi
Pasien dapat berkomunikasi dengan baik.
2. Bahasa sehari-hari
Bahasa Jawa
3. Hubungan dengan keluarga
Baik dan harmonis.
4. Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain
Baik. Pasien dapat bekerja sama dengan perawat dalam pemberian tindakan
keperawatan. Hubungan dengan teman dan orang lain juga baik.
5. Orang berarti/terdekat
Keluarga.
6. Kebiasaan menggunakan waktu luang
Sebelum sakit, pasien bekerja dan meluangkan waktu untuk keluarga dan bekerja
di kebun.
Sesudah sakit, pasien hanya berbaring ditempat tidur.
7. Kegiatan beribadah
27

Sebelum sakit, pasien selalu menjalankan ibadah yaitu sholat dan kegiatan masjid
lainnya.

3.1.6 Data Penunjang (Radiologis, Laboratorium, Penunjang Lainnya)


1. Tabel pemeriksaan laboratorium dan radiologi
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Oktober 2020 CS 19
Hb 9,4 gr/dl 12-14 gr/dl
Ht 27 % 37-47 %
L 5900 /µ 10.000 /µ
Creatinin 1,22 0,6-1,3
Glukosa 515,9 80-120
Ureum 47,29 20-40
RBC 3,81 3,7-6,5
HGB 10,19 12-18
Albumin 2,0 gr/dl 3,5-5,5 gr/dl
MCV 82,9 80-99
MCH 26,5 27-31
PLT 386 150-450
RDW 42,2 35-47
PDW 9,9 9-13
MPV 8,4 7,2-11,1

1.1.1. PENATALAKSANAAN MEDIS


Nama Obat Dosis Obat Indikasi Rute
Nacl 20 tpm Sebagai pengganti cairan IV
tubuh yang hilang
Sulferazol 2 x 1 gr Digunakan untuk mengobati IV
infeksi kulit
Metronidazol 3 x 500 mg Menangani infeksi akibat IV
bakteri atau parasit di kulit,
tulang, sendi, darah, sistem
saraf dan daerah tubuh
lainnya.
Humulin R 3 x 10 µ Untuk pemeliharaan kadar IC
Naporamit gula darah.
Naproxen 1 x 500 gr Mengurangi gejala nyeri, Oral
bengkak, dan kemerahan
Metronidazole 15 mg Untuk mengobati infeksi. Infus
Obat ini bekerja dengan cara
menghentikan pertumbuhan
berbagai bakteri dan parasit.
28

Palangka Raya, 19 Oktober 2020


Mahasiswa

(Jekly Lukman Warihani)


NIM: 2018.C.10a.0938

3.2 TABEL ANALISA DATA


DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN MASALAH
DATA OBYEKTIF PENYEBAB
DS : Angiopati diabetik Nyeri akut
- Klien mengatakan kaki
bagian kirinya terasa nyeri Makroangiopati
29

DO :
- Di kaki klien tampak ada Terganggunya aliran darah
luka ke kaki
- Ekspresi wajah meringis
- Klien tampak gelisah Iskemik
- Penyebab nyeri kerusakan
neuropati perifer Luka
- PQRST
- P: Proses penyakit Persepsi nyeri
- Q: Seperti diiris-iris
- R: Di bagian kaki kiri
- S: Skala nyeri 6 (Sedang)
- T: Pada saat kaki kiri
digerakkan
- TTV :
- TD : 130/90 mmHg
- N : 76 x/menit
- S : 36,80 C
- R : 20x/menit

DS: Neuropati perifer Gangguan integritas


- Klien mengatakan luka kulit/jaringan
pada kaki kirinya Gg. Sensori motorik
membusuk
DO: Trauma
- Kulit di sekitar luka tampak
menghitam dan kemerahan Ulkus
- Klien terlihat meringis
karen terasa nyeri Gangguan integritas
- Tampak ada hematoma di kulit/jaringan
sekitar luka
- Ada riwayat penyakit DM +
Ulkus dan pada derajat 4
- TTV :
- TD : 130/90 mmHg
- N : 76 x/menit
- S : 36,80 C
- R : 20x/menit
30

DS : Angiopati diabetik Gangguan pola tidur


- Klien mengeluh sulit untuk
tidur karena nyeri Makroangiopati
DO :
- Klien tampak menguap Terganggunya aliran darah
- Klien tampak Lelah ke kaki
- Wajah klien tampak lesu
- Pola tidur malam : Iskemik
- 4-5 jam (Sesudah sakit)
- Pola tidur siang : Luka
- 45 menit (Sesudah sakit)
Nyeri

Ketidaknyamanan

DS : Neuropati perifer Risiko infeksi


- Klien mengatakan ada luka
di kaki kirinya Gg. Sensori motorik
DO :
- Kulit di sekitar luka tampak Trauma
bengkak dan mengeluarkan
nanah Ulkus
- Luka terbalut dengan
perban Risiko imfeksi
- Klien terlihat sedikit
menggaruk area kaki di
dekat lukanya
- TTV :
- TD : 130/90 mmHg
- N : 76 x/menit
- S : 36,80 C
- R : 20x/menit
- Hasil lab : 5900 /µ
31

PRIORITAS MASALAH

1. Nyeri akut berhungan dengan makroangiopati ditandai dengan ekspresi wajah


meringis, klien tampak gelisah, PQRST, P: Proses penyakit, Q: Seperti diiris-
iris, R: Di bagian kaki kiri, S: Skala nyeri 6 (Sedang), T: Pada saat kaki kiri
digerakkan, TTV TD : 130/90 mmHg, N : 76 x/menit, S : 36,8 0 C, R :
20x/menit.
2. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan neuropati perifer
ditandai dengan kulit di sekitar luka tampak menghitam dan kemerahan, klien
terlihat meringis karen terasa nyeri, Ada riwayat penyakit DM + Ulkus dan
pada derajat 4, tampak ada hematoma di sekitar luka, TTV: TD : 130/90
mmHg, N : 76 x/menit, S : 36,80 C, R : 20x/menit
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri ditandai dengan klien tampak
menguap, klien tampak Lelah, wajah klien tampak lesu, pola tidur malam : 4-5
jam (Sesudah sakit), pola tidur siang : 45 menit (Sesudah sakit)
4. Risiko infeksi berhubungan dengan ulkus ditandai dengan kulit di sekitar luka
tampak bengkak dan mengeluarkan nanah, luka terbalut dengan perban, klien
terlihat sedikit menggaruk area kaki di dekat lukanya, Hasil lab : 5900 /µ, TTV
: TD : 130/90 mmHg, N : 76 x/menit, S : 36,80 C, R : 20x/menit
32

RENCANA KEPERAWATAN
Nama Pasien : Ny. M
Ruang Rawat :

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional


1. Nyeri akut berhungan dengan Setelah di lakukan perawatan 1. Identifikasi skala nyeri 1. Untuk mengetahui tingkat nyeri yang
makroangiopati ditandai selama 1x7 jam diharapkan 2. Monitor tanda-tanda vital dialami klien
dengan ekspresi wajah teratasi, dengan kriteria: 3. Pertimbangkan jenis dan 2. Untuk mengetahui perasaan klien
meringis, klien tampak - Nyeri menurun (5) sumber nyeri dalam pemilihan terhadap nyeri
gelisah, PQRST, P: Proses - Kemerahan menurun (5) strategi meredakan nyeri 3. Untuk menentukan intervensi selanjutnya
penyakit, Q: Seperti diiris- - Hematoma menurun (5) 4. Berikan teknik 4. Agar nyeri klien merasa tenang
iris, R: Di bagian kaki kiri, S: - Kerusakan lapisan kulit nonfarmakologis
Skala nyeri 6 (Sedang), T: menurun (5) 5. Jelaskan penyebab, periode, 5. Agar klien dan keluarga klien tau dengan
Pada saat kaki kiri dan pemicu nyeri masalah yang dialaminya
digerakkan, TTV TD : 6. Ajarkan teknik relaksasi dan 6. Agar membantu mengurangi rasa nyeri
130/90 mmHg, N : 76 teknik distraksi dengan cara mengalihkan perhatian klien
x/menit, S : 36,80 C, R : 7. Kolaborasi pemberian obat 7. Untuk membantu menangani masalah
20x/menit. analgetic seperti naproxen yang dialami klien
33

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional


2. Gangguan integritas Setelah di lakukan perawatan 1. Monitor karakteristik luka 1. Mengetahui kondisi luka agar dapat
kulit/jaringan berhubungan selama 1x7 jam diharapkan 2. Atur posisi klien sesuai dengan menentukan intervensi
dengan neuropati perifer teratasi, dengan kriteria: kondisi luka 2. Membantu dalam menentukan perawatan
ditandai dengan kulit di - Keluhan nyeri menurun (5) 3. Pertahankan dressing streril luka
sekitar luka tampak - Keluhan Meringis, menurun ketika melakukan perawatan 3. Pasien merasa nyaman dan memudahkan
menghitam dan kemerahan, (5) luka perawat melakukan perawatan luka
klien terlihat meringis karen - Gelisah, menurun (5) 4. Bersihkan luka sesuai dengan 4. Mencegah terjadinya infeksi
terasa nyeri, tampak ada - Kesulitan tidur, menurun kondisi luka 5. Mencegah masuknya mikroorganisme ke
hematoma di sekitar luka, (5) 5. Keringkan luka dengan kasa dalam luka
TTV: TD : 130/90 mmHg, kering (mis. darah/nanah) 6. Mengurangi kelembaban yang berlebihan
N : 76 x/menit, S : 36,80 C, R 6. Tutup luka dengan balutan dan mencegah berkumpulnya
: 20x/menit. kering mikroorganisme
7. Jelaskan tanda dan gejala 7. Meningkatkan ketepatan drainase dan
infeksi melindungi luka dari masuknya
8. Ajarkan prosedur perawatan mikroorganisme
luka secara mandiri 8. Membantu klien dalam merawat lukanya
9. Kolaborasi pemberian sendiri
antibiotic seperti antibiotic 9. Meningkatkan sistem imun
profilaksis
34

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional


3. Gangguan pola tidur Setelah di lakukan perawatan 1. Identifikasi faktor yang 1. Mengetahui lebih dalam penyebab
berhubungan dengan nyeri selama 1x7 jam diharapkan mengganggu tidur gangguan tidur klien
ditandai dengan klien tampak teratasi, dengan kriteria: 2. Identifikasi makanan dan 2. Makanan dan minuman yang dikonsumsi
menguap, klien tampak - Keluhan sulit tidur menurun minuman yang mengganggu dapat mempengaruhi kualitas tidur
Lelah, wajah klien tampak (1) tidur
lesu, pola tidur malam : 4-5 - Keluhan pola tidur berubah, 3. Modifikasi lingkungan (mis, 3. Memberikan kenyamanan pada saat klien
jam (Sesudah sakit), pola menurun (1) pencahayaan, kebisingan, suhu tertidur
tidur siang : 45 menit - Keluhan istirahat tidak ruangan dan tempat tidur)
(Sesudah sakit) cukup, menurun (1) 4. Tetapkan jadwal tidur rutin 4. Menetapkan kebiasaan tidur klien agar
5. Lakukan prosedur untuk tepat pada waktunya
meningkatkan kenyamanan 5. Membuat klien rileks
(mis, pijat dan pengaturan
posisi)
6. Jelaskan pentingnya tidur 6. Menambah pengetahuan klien tentan
cukup selama sakit pentingnya kecukupan tidur dalam sehari
7. Anjurkan menepati kebiasaan 7. Membuat klien terbiasa untuk tidur sesuai
waktu tidur dengan jadwal yang sudah ditentukan
35

4. Risiko infeksi berhubungan Setelah di lakukan perawatan 1. Monitor tanda dan gejala 1. Menentukan tingkat infeksi agar dapat
dengan ulkus ditandai dengan selama 1x7 jam diharapkan infeksi local dan sistemik dicegah
kulit di sekitar luka tampak teratasi, dengan kriteria: 2. Batasi jumlah pengunjung 2. Menghindari penyebaran dari
bengkak dan mengeluarkan - Kemampuan 3. Berikan perawatan kulit pada mikroorganisme
nanah, luka terbalut dengan mengidentifikasi faktor area edema 3. Dapat membantu mencegah terjadinya
perban, klien terlihat sedikit risiko (5) 4. Cuci tangan sebelum dan infeksi yang lebih luas
menggaruk area kaki di dekat - Kemerahan (5) sesudah kontak dengan pasien 4. Menghindari terjadi kontaminasi bakteri
lukanya, TTV : TD : 130/90 - Bengkak (5) dan lingkungan pasien 5. Mencegah penyebaran/melindungi pasien
mmHg, N : 76 x/menit, S : - Kebersihan tangan (5) 5. Pertahankan teknik aseptic dari proses infeksi lainnya
0
36,8 C, R : 20x/menit pada pasien berisiko tinggi 6. Meningkatkan pengetahuan klien
6. Jelaskan tanda dan gejala 7. Membantu klien agar tidak terkontaminasi
infeksi bakteri
7. Ajarkan cara mencuci tangan 8. Membantu meningkatkan sistem imun
dengan benar
8. Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
36

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


Nama Pasien : Ny. M
Ruang Rawat :
Tanda tangan
Hari / Tanggal
Implementasi Evaluasi (SOAP) dan
Jam
Nama Perawat
Senin, 19 Diagnosa Keperawatan 1 S : Klien mengatakan nyerinya berkurang
Oktober 2020/ 1. Mengidentifikasi respon nyeri non verbal O:
07.00 2. Memonitor efek samping penggunaan - Klien tampak lebih tenang
analgetik - Klien tampak mengalihkan perasaan nyerinya
3. Memonitor TTV dengan terapi musik dan aromaterapi
4. Memberikan teknik nonfarmakologis seperti - Skala nyeri 3 (Ringan) Jekly Lukman
terapi musik atau aromaterapi. - Keluhan nyeri berkurang Warihani
5. Mengontrol ruangan yang dapat memperberat - Keluhan meringis berkurang
rasa nyeri (Mis. Suhu ruangan, kebisingan) - Klien masih tampak gelisah
6. Menjelaskan penyebab, periode, dan pemicu - Suara bising berkurang dan suhu ruangan normal
nyeri - Klien tampak paham dengan masalah nyeri yang
7. Mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk dialaminya
mengurangi rasa nyeri - Klien tampak bisa melakukan teknik
nonfarmakologis secara mandiri
- TTV :
- TD : 130/90 mmHg
- N : 76 x/menit
- S : 36,80 C
- R : 20x/menit
A : Masalah sebagian teratasi
P: Lanjutkan intervensi nomor 1, 2, 3, 4, 5, 7
37

Tanda tangan
Hari / Tanggal
Implementasi Evaluasi (SOAP) dan
Jam
Nama Perawat
Senin, 19 Diagnosa keperawatan 2 S: Klien mengatakan lukanya sudah terawat dengan
Oktober 2020/ 1. Memonitor karakteristik luka baik
07.00 2. Mengatur posisi klien sesuai dengan kondisi O:
luka - Klien sudah berposisi senyaman mungkin sesuai
3. Mempertahankan dressing streril ketika dengan kondisi lukanya
melakukan perawatan luka - Kondisi luka klien sudah terawat dengan baik Jekly Lukman
4. Membersihkan luka sesuai dengan kondisi luka dengan kemerahan dan kehitaman luka yang sudah Warihani
5. Mengeringkan luka dengan kasa kering (mis. tertutup perban
darah/nanah) - Klien masih tampak meringis menahan nyeri
6. Menutup luka dengan balutan kering - Klien dan keluarga tampak paham dengan tanda
7. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi dan gejal infeksi
8. Mengajarkan prosedur perawatan luka secara A : Masalah sebagian teratasi
mandiri P: Lanjutkan intervensi nomor 1, 3 dan 4
9. Berkolaborasi pemberian antibiotic seperti
antibiotic profilaksis Metronidazole

Hari / Tanggal Implementasi Evaluasi (SOAP) Tanda tangan


38

dan
Jam
Nama Perawat
Senin, 19 Diagnosa Keperawatan 3 S : Klien mengatakan tidurnya nyenyak
Oktober 2020/ 1. Mengidentifikasi faktor yang mengganggu O:
07.00 tidur - Suara bising tidak terdengar
2. Mengidentifikasi makanan dan minuman yang - Suhu ruangan normal
mengganggu tidur - Keluhan sulit tidur berkurang
3. Memodifikasi lingkungan (mis, pencahayaan, - Klien tampak rileks setelah dilakukan pijat dibagian Jekly Lukman
kebisingan, suhu ruangan dan tempat tidur) bahu dan pengaturan posisi Warihani
4. Menetapkan jadwal tidur rutin - Klien tampak paham dengan kebutuhan tidur yang
5. Melakukan prosedur untuk meningkatkan cukup selama sakit
kenyamanan (mis, pijat dan pengaturan posisi) - Klien tertidur 7-8 jam pada malam hari dan 1 jam
6. Menjelaskan pentingnya tidur cukup selama pada siang hari
sakit A : Masalah teratasi
7. Menganjurkan menepati kebiasaan waktu tidur P: Hentikan intervensi.

Hari / Tanggal
Jam Implementasi Evaluasi (SOAP)
39

Senin, 19 Diagnosa Keperawatan 4 S : Klien mengatakan ada luka di kaki kirinya


Oktober 2020/ 1. Memonitor tanda dan gejala infeksi local dan
O: Jekly Lukman
07.00 sistemik
2. Membatasi jumlah pengunjung - Luka dan edema sudah dibersihkan Warihani
3. Memberikan perawatan kulit pada area edema - Jumlah pengujung sudah dibatasi
4. Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak - Klien masih menggaruk area lukanya
dengan pasien dan lingkungan pasien - Klien sudah melakukan cuci tangan dengan cara
5. Mempertahankan teknik aseptic pada pasien yang benar
berisiko tinggi - Klien dan keluarga sudah paham tentang tanda dan
6. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi gejala infeksi
7. Mengajarkan cara mencuci tangan dengan A : Masalah sebagian teratasi
benar P: Lanjutkan intervensi nomor 1, 3, 4, 5

CATATAN PERKEMBANGAN
40

No Hari/ Tanggal Implementasi Evaluasi (SOAP) Tanda Tangan


.
1. Selasa, 20 Diagnosa 1 : S : Klien mengatakan masih terasa nyeri
1. Mengidentifikasi respon nyeri non O:
Oktober 2020
verbal - Klien tampak lebih gelisah
2. Memonitor efek samping penggunaan - Skala nyeri 6 (Ringan)
analgetik - Masih terdapat keluhan nyeri
3. Memonitor TTV - Keluhan meringis berkurang
4. Memberikan teknik nonfarmakologis - Suara bising berkurang dan suhu ruangan
seperti terapi musik atau aromaterapi. masih panas
5. Mengontrol ruangan yang dapat - Klien tampak paham dengan masalah
memperberat rasa nyeri (Mis. Suhu nyeri yang dialaminya
ruangan, kebisingan) - Klien tampak masih belum bisa
6. Menjelaskan penyebab, periode, dan melakukan teknik nonfarmakologis secara
pemicu nyeri mandiri
7. Mengajarkan teknik nonfarmakologis - TTV :
untuk mengurangi rasa nyeri - TD : 130/90 mmHg
- N : 76 x/menit Jekly Lukman
- S : 36,80 C Warihani
- R : 20x/menit
A : Masalah sebagian teratasi
P: Lanjutkan intervensi nomor 1, 2, 3, 4, 5, 7

Diagnosa 2 :
1. Memonitor karakteristik luka S: Klien mengatakan luka pada kaki kirinya
2. Mengatur posisi klien sesuai dengan membusuk
kondisi luka O:
41

3. Mempertahankan dressing streril - Klien sudah berposisi senyaman mungkin


ketika melakukan perawatan luka sesuai dengan kondisi lukanya
4. Membersihkan luka sesuai dengan - Kondisi luka klien sudah terawat namun
kondisi luka masih tampak kemerahan dan kehitaman pada
5. Mengeringkan luka dengan kasa luka
kering (mis. darah/nanah) - Klien masih tampak meringis menahan nyeri
6. Menutup luka dengan balutan kering - Klien dan keluarga tampak paham dengan
7. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi tanda dan gejal infeksi
8. Mengajarkan prosedur perawatan A : Masalah sebagian teratasi
luka secara mandiri P: Lanjutkan intervensi nomor 1, 3 dan 4
9. Berkolaborasi pemberian antibiotic
seperti antibiotic profilaksis
Metronidazole

Diagnosa 3 : S : Klien mengeluh sulit untuk tidur karena nyeri


1. Mengidentifikasi faktor yang O:
mengganggu tidur - Suara bising masih terdengar
2. Mengidentifikasi makanan dan - Suhu ruangan normal
minuman yang mengganggu tidur - Keluhan sulit tidur berkurang
3. Memodifikasi lingkungan (mis, - Klien tampak masih belum rileks
pencahayaan, kebisingan, suhu - Klien tampak paham dengan kebutuhan tidur
ruangan dan tempat tidur) yang cukup selama sakit
4. Menetapkan jadwal tidur rutin - Klien tertidur 5-6 jam pada malam hari dan 1
5. Melakukan prosedur untuk jam pada siang hari
meningkatkan kenyamanan (mis, pijat A : Masalah sebagian teratasi
dan pengaturan posisi) P: Lanjutkan intervensi nomor 1, 3, 4, 5
6. Menjelaskan pentingnya tidur cukup
42

selama sakit
7. Menganjurkan menepati kebiasaan
waktu tidur

Diagnosa 4 : S : Klien mengatakan ada luka di kaki kirinya


1. Memonitor tanda dan gejala infeksi O:
local dan sistemik
2. Membatasi jumlah pengunjung - Masih terdapat luka dan edema
3. Memberikan perawatan kulit pada - Jumlah pengujung sudah dibatasi
area edema - Klien masih menggaruk area lukanya
4. Mencuci tangan sebelum dan sesudah - Klien masih melakukan cuci tangan dengan
kontak dengan pasien dan lingkungan cara yang asal
pasien - Klien dan keluarga sudah paham tentang tanda
5. Mempertahankan teknik aseptic pada dan gejala infeksi
pasien berisiko tinggi A : Masalah sebagian teratasi
6. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi P: Lanjutkan intervensi nomor 1, 3, 4, 5
7. Mengajarkan cara mencuci tangan
dengan benar
43

2. Rabu, 21 Oktober Diagnosa 1 : S : Klien mengatakan nyerinya berkurang


2020 1. Mengidentifikasi respon nyeri non O:
verbal - Klien tampak lebih tenang
2. Memonitor efek samping penggunaan - Klien tampak mengalihkan perasaan nyerinya
analgetik dengan terapi musik dan aromaterapi
3. Memonitor TTV - Skala nyeri 3 (Ringan)
4. Memberikan teknik nonfarmakologis - Keluhan nyeri berkurang
seperti terapi musik atau aromaterapi. - Keluhan meringis berkurang
5. Mengontrol ruangan yang dapat - Klien masih tampak gelisah
memperberat rasa nyeri (Mis. Suhu - Suara bising berkurang dan suhu ruangan
ruangan, kebisingan) normal
6. Mengajarkan teknik nonfarmakologis - Klien tampak paham dengan masalah nyeri
untuk mengurangi rasa nyeri yang dialaminya
- Klien tampak bisa melakukan teknik
nonfarmakologis secara mandiri
- TTV :
- TD : 130/90 mmHg
- N : 76 x/menit
- S : 36,80 C
- R : 20x/menit
A : Masalah sebagian teratasi
P: Lanjutkan intervensi nomor 1, 2, 3, 4, 5, 7

Jekly Lukman
Diagnosa 2 : S: Klien mengatakan lukanya sudah terawat
Warihani
1. Memonitor karakteristik luka dengan baik
2. Mempertahankan dressing streril O:
ketika melakukan perawatan luka - Klien sudah berposisi senyaman mungkin
44
DAFTAR PUSTAKA

Wahyuningsih, Atik Setiawan dkk. 2016. “Hubungan Kadar Gula Darah


Dengan Insominia Pada Penderita Diabetes Mellitus”. The Indonesian Journal Of
Healt Science, Vol. 7, No 1, Desember 2016
Rosyid, F.N. (2017). Etiology, Pathophysiology, Diagnosis and
Management of Diabetics’ Foot Ulcer. International Journal of Research in
Medical Sciences. ISSN: 2120-6071. Volume 05, page : 4206-4207.
Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2,
Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika
Haryono, R., & Utami, M. P. (2019). Keperawatan medikal Bedah 2.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Yunus, Bahri. 2015. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Lama
Penyembuhan Luka Pada Pasien Ulkus Diabetikum di Rumah Perawatan ETN
Centre Makassar Tahun 2014. Skripsi: UIN Alauddin
Newfield, S. A., Hinz, M. D., Tiley, D. S., Sridaromont, K. L., Maramba, P.
J. (2012). Cox’s clinical applications of nursing diagnosis adult, child, women’s
mental health, gerontic, and home health considerations. 6 th Ed Philadelphia. F.A.
Davis Company.
http://dx.doi.org/10.22435/bpk.v45i3.6818.153-160
Karakteristik Ulkus Diabetikum pada Penderita Diabetes Mellitus ... (Eka Fitria, Abidah Nur, Nelly Marissa, Nur
Ramadhan)

Karakteristik Ulkus Diabetikum pada Penderita Diabetes Mellitus di


RSUD dr. Zainal Abidin dan RSUD Meuraxa Banda Aceh
CHARACTERISTICS OF ULCER AMONG DIABETES MELLITUS PATIENT IN
RSUD dr. ZAINAL ABIDIN AND RSUD MEURAXA BANDA ACEH

Eka Fitria, Abidah Nur, Nelly Marissa, dan Nur


Ramadhan Loka Litbang Biomedis Aceh
Jl. Sultan Iskandar Muda Blang Bintang Lr. Tgk. Dilangga No. 9 Lambaro, Aceh Besar Indonesia
E-mail : ummu.nuh.thalhah@gmail.com

Submitted : 26-5-2017, Revised : 10-6-2017, Revised : 27-6-2017, Accepted : 19-9-2017

Abstract
Diabetic mellitus remains prevalent in the world. It is a condition of hyperglycemia which are at
risk of macrovascular and microvascular complications. One of diabetes complications is diabetic
ulcers caused by loss of sensation of pain due to neuropathy. The research objective was to assess
the characteristics of ulcers in diabetic patients in two general hospitals in Banda Aceh with cross
sectional study design with purposive sampling. This study planned to observe a number of 215
diabetic patients. There were 57 people with diabetic ulcers including inpatients and outpatients
in two general hospitals in Banda Aceh in the period November- December 2015. Observations
were made to assess characteristics of ulcer sufferers. The result showed characteristics of Meggitt
Wagner grade 1 ulcer criteria who were dominated by women. Other characteristics included the
number of ulcer in only one place, location on foot, minimal exudate, such as a cliff-edged ulcer,
skin around the ulcer has minimal inflammation in red pale, ulcer without pain and without
maceration. Patients with diabetic ulcers should always observe hygiene, foot health and wound
care.

Keywords : Characteristic of diabetic ulcer, Diabetes Mellitus, neuropathy, foot care

Abstrak

Diabetes mellitus masih menjadi masalah kesehatan di dunia. DM merupakan kondisi meningkatnya
kadar gula darah yang berisiko menimbulkan komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular. Prevalensi
DM terus meningkat di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Salah satu komplikasi DM adalah ulkus
diabetikum yang terjadi akibat berkurangnya sensasi nyeri karena neuropati. Tujuan penelitian adalah
menilai karakteristik ulkus pada penderita DM di dua rumah sakit umum Kota Banda Aceh. Jenis
penelitian adalah observasional dengan desain potong lintang. Teknik pengambilan sampel adalah
secara purposive. Penelitian ini direncanakan mengamati ulkus diabetikum pada 215 pasien DM.
Sampel yang didapatkan berjumlah 57 orang penderita ulkus diabetikum yang dirawat dan berobat jalan
di dua rumah sakit umum Banda Aceh periode November sampai Desember 2015. Pengamatan
dilakukan untuk menilai karakteristik ulkus yang diderita oleh responden. Hasil penelitian didapatkan
karakteristik ulkus diabetikum kriteria Meggitt Wagner grade 1 didominasi oleh perempuan.
Karakteristik lainnya berturut-turut adalah jumlah ulkus hanya pada satu tempat, lokasi di kaki, eksudat
minimal, ulkus bertepi seperti tebing, kulit di sekitar ulkus dengan inflamasi minimal berwarna merah
muda, ulkus tanpa nyeri dan tanpa maserasi. Penderita ulkus diabetikum hendaknya selalu
memperhatikan kebersihan, kesehatan kaki dan melakukan perawatan luka.

Kata kunci : Karakteristik ulkus diabetikum, Diabetes Mellitus, neuropati, perawatan kaki
PENDAHULUAN
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kondisi meningkatnya kadar gula darah yang
dapat meningkatkan risiko kerusakan makrovaskular dan mikrovaskular sehingga menurunkan
kualitas hidup penderitanya.1 Di seluruh dunia, prevalensi diabetes pada orang dewasa di dunia
yang berumur 20-79 tahun akan menjadi 6,4%, berpengaruh kepada 285 juta orang tahun 2010
dan meningkat menjadi 7,7% pada tahun 2030 dan berpengaruh kepada 439 juta orang. Diantara
tahun 2010 dan 2030 jumlah penderita diabetes akan meningkat sebesar 69% di negara
berkembang, dan 20% di negara maju. 2 Menurut Riskesdas 2013, prevalensi DM berdasarkan
wawancara di Indonesia meningkat pada tahun 2013, yaitu sebesar 2,1% jika dibandingkan
dengan tahun 2007 (1,1%).3 Faktor risiko DM diantaranya adalah berat badan berlebih atau
obesitas, aktivitas fisik yang rendah, riwayat orang tua DM, etnik, diabetes gestasional, hipertensi,
HDL rendah, trigliserida tinggi, dan memiliki riwayat penyakit kardio vaskuler.4
Salah satu komplikasi dari DM adalah neuropati, berupa berkurangnya sensasi di kaki dan sering
dikaitkan dengan luka pada kaki.4 Neuropati perifer menyebabkan hilangnya sensasi di daerah distal kaki
yang mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki bahkan amputasi. 5 Neuropati sensori motorik
kronik adalah jenis yang sering ditemukan dari neuropati diabetikum. Seiring dengan lamanya waktu
menderita diabetes dan mikroangiopati, maka neuropati diabetikum dapat menyebabkan ulkus pada kaki,
deformitas bahkan amputasi.6 Ulkus kaki pada neuropati sering kali terjadi pada permukaan plantar kaki
yaitu di area yang mendapat tekanan tinggi, seperti area yang melapisi kaput metatarsal maupun area lain
yang melapisi deformitas tulang. Ulkus kaki diabetik berkontribusi terhadap >50% ulkus kaki penderita
diabetes dan sering tidak menimbulkan rasa nyeri disertai lebam.6
Neuropati perifer merupakan penyebab ulserasi yang susah dikontrol pada kaki penderita DM.
Hilangnya sensasi mengakibatkan hilangnya nyeri dan dapat disertai oleh kerusakan kulit baik karena
trauma maupun tekanan sandal dan sepatu yang sempit yang dipakai penderita sehingga
dapatberkembang menjadi lesi dan infeksi.7 Orang yang menderita DM ≥ 5 tahun berkemungkinan
hampir dua kali untuk menderita ulkus dibandingkan dengan orang yang menderita DM kurang dari 5
tahun.8 Semakin lama seseorang menderita DM maka semakin besar peluang untuk menderita
hiperglikemia kronik yang pada akhirnya akan menyebabkan komplikasi DM berupa retinopati,
nefropati, PJK, dan ulkus diabetikum.9 Meskipun gambaran klinis DM tipe 1 dan tipe 2 memiliki
perbedaan, misalnya pada DM tipe 1 dapat mengancam hidup penderitanya, memiliki gejala yang berat
dan membutuhkan insulin namun pada DM tipe 2 sedikit memberi gejala bahkan diabaikan oleh pasien.
Namun komplikasi diantara keduanya sama untuk menimbulkan kelainan profil lipid dalam darah yang
dapat memicu penyakit kardio vaskular, nefropati dan hipertensi. Selain itu juga ditemukan komplikasi
lain berupa, retinopati dan neuropati.6
Luka yang timbul secara spontan maupun karena trauma dapat menyebabkan luka terbuka yang
mampu menghasilkan gas gangren berakibat terjadinya osteomielitis.10 Gangren kaki merupakan
penyebab utama dilakukan amputasi kaki kaki nontraumatik. 7 Penderita DM sangat rentan mengalami
amputasi disebabkan kondisi penyakit yang kronik dan risiko komplikasi yang lebih besar.11
Klasifikasi luka kaki diabetik dibutuhkan untuk mengetahui lesi yang sedang diobati,
mempelajari hasil pengobatan dan dapat memberi pemahaman tentang kaki diabetik. 12 Sampai saat ini
sistem klasifikasi yang digunakan untuk menentukan derajat ulkus diabetik adalah kriteria Meggit-
Wagner dan University of Texas sistem.12
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik ulkus diabetikum pada penderita diabetes
mellitus yang ada di RSUD dr. Zainal Abidin dan RSUD Meuraxa di Banda Aceh. Pengamatan
terhadap ulkus diabetikum dirasa penting dilakukan karena dengan mengetahui derajat ulkus maka dapat
memprediksi pilihan perawatan, tindakan dan terapi yang sesuai. Bagi penderita juga bermanfaat
untuk menjaga kesehatan kaki dan mencegah komplikasi lebih lanjut.

BAHAN DAN METODE peneliti dari Loka Litbang Biomedis Aceh dengan
latar belakang pendidikan dokter umum, perawat,
Penelitian ini dilakukan di RSUD dr sarjana gizi, sarjana biologi, dan analis kesehatan.
Zainal Abidin dan RSUD Meuraxa Banda Aceh Sedangkan pembantu peneliti dari rumah sakit
selama 8 bulan. Pemilihan kedua rumah sakit terdiri dari dokter ahli penyakit dalam, PPDS ilmu
ini karena RSUD dr Zainal Abidin merupakan
rumah sakit pemerintah kelas A yang mampu
memberikan pelayanan kedokteran spesialis
dan sub spesialis luas dan ditetapkan sebagai
rumah sakit rujukan tertinggi dan memiliki poli
endokrin untuk merawat luka kaki diabetik.
RSUD Meuraxa merupakan rumah sakit negeri
kelas B yang mampu memberikan pelayanan
kedokteran spesialis dan sub spesialis terbatas
dan juga menampung rujukan dari rumah sakit
kabupaten. Penelitian ini telah memperoleh
ethical clearance dari komisi etik Badan
Litbangkes. Jenis penelitian adalah observasional
dengan desain potong lintang. Populasi adalah
semua penderita ulkus diabetik yang datang ke
RSUD dr Zainal Abidin dan RSUD Meuraxa
Banda Aceh dari bulan November sampai
Desember tahun 2015. Sampel adalah penderita
ulkus diabetik yang menjalani rawat inap/rawat
jalan di rumah sakit dr. Zainal Abidin dan RSUD
Meuraxa Banda Aceh. Teknik pengambilan
sampel dilakukan secara purposive. Penelitian ini
dilakukan untuk mengambil pus ulkus pada 215
penderita DM sesuai dengan rumus sampel yang
diperoleh, akan tetapi dalam pelaksanaannya
hanya diperoleh 57 orang responden yang terdiri
dari 40 orang dari RSUD dr. Zainal Abidin dan
17 orang dari RSUD Meuraxa Banda Aceh
periode November dan Desember 2015. Kriteria
inklusi sampel yaitu; (a) pasien dengan ulkus
diabetikum rawat inap dan rawat jalan di dua
rumah sakit, (b) bersedia ikut serta dalam
penelitian dengan menandatangani informed
consent, dan (c) memiliki rekam medik yang
lengkap. Kriteria eksklusi meliputi; (a) pasien
yang menderita sakit berat/komplikasi, (b) pasien
yang sulit berkomunikasi, dan (c) pasien yang
menolak ikut serta dalam penelitian.
Pengumpulan data dilakukan oleh tim
penyakit dalam, dan .perawat. Sebelum Abidin dan 17 orang dari RSUD Meuraxa Banda
dilakukan pengamatan terhadap ulkus dan Aceh.
wawancara, terlebih dahulu kepada responden
dijelaskan tentang penelitian yang akan
dilakukan, meminta kesediaan calon responden
untuk ikut serta dalam penelitian, dan
menandatangani informed consent. Pasien ulkus
diabetikum merupakan pasien BPJS yang rawat
jalan maupun yang dirawat inap. Setelah
mendapatkan persetujuan dari responden, tim
peneliti melakukan pengamatan terhadap ulkus
dan mengisi kedalam kuesioner. Pengamatan
terhadap ulkus membutuhkan waktu beberapa
menit baik terhadap pasien yang baru maupun
yang sudah lama sehingga dapat disesuaikan
dengan kriteria ulkus yang dinilai. Setelah itu
melakukan wawancara terhadap responden
untuk mengetahui karakteristik mereka. Data
yang diperoleh merupakan data karakteristik
ulkus diabetik berdasarkan klasifikasi Meggitt
Wagner dan beberapa variabel lainnya.
Klasifikasi Meggit Wagner merupakan salah satu
klasifikasi ulkus kaki diabetik yang paling sering
digunakan dalam klinis. Bagi dokter dan
peneliti, klasifikasi luka kaki diabetik sangat
diperlukan untuk menggambarkan luka pasien
yang dirawat, mempelajari hasil akhir pasien
setelah perawatan serta mendapat pemahaman
yang lebih tentang kaki diabetik. Klasifikasi
Meggitt Wagner terdiri dari 5 grade, yaitu;
(grade 0): hanya nyeri pada kaki, (grade 1):
ulkus dipermukaan kulit, (grade 2): ulkus yang
lebih dalam, (grade 3): ulkus sudah melibatkan
tulang, (grade 4): gangren pada sebagian kaki,
dan (grade 5): gangren pada semua kaki.12 Lama
waktu pasien menderita DM dihitung
berdasarkan saat pertama kali didiagnosa DM
oleh dokter/ tenaga kesehatan sampai saat pasien
diwawancara oleh peneliti. Data yang diperoleh
dianalisa secara deskriptif.

HASIL
Jumlah responden yang harus dicapai
dalam penelitian ini seharusnya 215 orang
pasien ulkus diabetikum, namun karena
keterbatasan penelitian dalam pelaksanaannya
hanya memperoleh 57 orang responden yang
terdiri dari 40 orang dari RSUD dr Zainal
Tabel 1. Karakteristik Penderita Ulkus Diabetikum (n=57)

Variabel Frekuensi Persen (%)


Jenis kelamin
- Laki-laki 26 45,6
- Perempuan 31 54,4
Usia
- Dewasa awal (26-35 tahun) 4 7,0
- Dewasa akhir (36-45 tahun) 5 8,8
- Lansia awal (46-55 tahun) 15 26,3
- Lansia akhir (56-65 tahun) 26 45,6
- Manula (65 tahun ke atas) 7 12,3
Lama menderita DM
- 0-6 bulan 5 8,8
- 6-12 bulan 1 1,7
- 1-5 tahun 20 35,1
- 6-10 tahun 14 24,6
-11-15 tahun 9 15,8
-16-20 tahun 5 8,8
- 21-25 tahun 2 3,5
- >25 tahun 1 1,7
Pemakaian krim kaki
- Ada 23 40,35
- Tidak ada 34 59,65

Tabel 2. Karakteristik Ulkus Diabetikum (n=57)

Karakteristik ulkus Frekuensi Persen (%)


Ukus kelas Meggitt Wagner

- Grade 0 0 0
- Grade 1 22 38,6

- Grade 2 21 36,8

- Grade 3 10 17,5

- Grade 4 3 5,3
- Grade 5 1 1,8
Jumlah

- 1 ulkus 36 63,2

- >2 ulkus alat gerak sama 17 29,8


- >2 ulkus kedua alat gerak 4 7.0
Lokasi

- Kaki kanan 26 45,6


- Kaki kiri 25 43,9
- Kaki kanan dan kiri 6 10,5
Eksudat
- Tanpa eksudat 32 56,1
- Eksudat minimal 17 29,8
- Eksudat sedang 8 14,1
Tepi ulkus
- Bertepi seperti garis pantai 22 38,6
- Bertepi seperti tebing 26 45,6
- Inflamasi atau tepi rusak 9 15,8
Kulit sekitar ulkus
Edema
- Minimal <2 centimeter 38 66,7
- Sedang (semua kaki) 14 24,5
- Berat (kaki dan tungkai) 5 8,8

- Merah muda 26 45,6


- Eritema 15 26,3
- Pucat,gelap 16 28,1
Warna

Inflamasi
- Minimal atau tanpa inflamasi 38 66,7
- Sedang 15 26,3
- Berat 4 7.0

Nyeri - Tanpa nyeri (kadang-kadang) 45 78,9


- Sedang 10 17,6
- Berat 2 3,5
Maserasi
- Tanpa maserasi atau 25% 47 82,5
- 26-50% 8 14,0
- >50% 2 3,5

Tabel 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Kelas Ulkus Diabetikum


Ulkus grade Ulkus grade Ulkus grade Ulkus grade Ulkus grade Ulkus grade
Variabel 0 1 2 3 4 5
Jenis kelamin
- Laki-laki 0 12 11 2 1 0
- Perempuan 0 10 10 8 2 1
Usia
- Dewasa awal (26-35 tahun) 0 1 1 1 1 0
- Dewasa akhir (36-45 tahun) 0 1 2 2 0 0
- Lansia awal (46-55 tahun) 0 6 6 3 0 0
- Lansia akhir (56-65 tahun) 0 9 10 4 2 1
- Manula (65 tahun ke atas) 0 5 2 0 0 0
Lama menderita DM
- 0-6 bulan 0 2 2 0 1 1
- 6-12 bulan 0 0 1 0 0 0
- 1-5 tahun 0 9 5 3 2 0
- 6-10 tahun 0 5 4 5 0 0
- 11-15 tahun 0 2 5 2 0 1
- 16-20 tahun 0 1 4 0 0 0
- 21-25 tahun 0 2 0 0 0 0
- >25 tahun 0 1 0 0 0 0
Pemakaian krim kaki
- Ada 0 7 8 7 1 0
- Tidak ada 0 15 13 3 2 1
Berdasarkan hasil penelitian, pada Tabel 1 dilaporkan responden dengan ulkus
diabetikum sebagian besar berjenis kelamin perempuan, lansia akhir, menderita DM sekitar 1-5
tahun, dan tidak menggunakan krim kaki
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa karakteristik ulkus pada penderita DM sebagian
besar berada pada kriteria Wagner grade 1 (ulkus superfisial), ulkus berjumlah 1 buah dengan
lokasi kaki kanan tanpa eksudat namun bertepi seperti tebing, kulit sekitar ulkus sebagian besar
edema minimal, berwarna merah muda dengan inflamasi minimal, nyeri dirasakan kadang-kadang
atau tanpa nyeri dan tanpa maserasi.
Berdasarkan Tabel 3 diperoleh karakteristik responden berdasarkan kelas ulkus
diabetikumyaitu untuk laki-laki dan perempuan sebagian besar menderita ulkus diabetikum
kriteria Meggitt Wagner grade 1 dan 2, lansia akhir (56-65 tahun) pada kriteria Meggitt Wagner
grade 2, menderita DM 1 sampai 5 tahun pada kriteria Meggitt Wagner grade 1, dan tidak
memakai krim/lotion kaki pada kriteria Meggitt Wagner grade 1.

PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan penderita ulkus diabetikum didominasi oleh perempuan


(54,4%). Hasil penelitian yang dilakukan di RSUD dr. H. Abdul Moeloek Lampung dengan
menggunakan metode cross sectional secara retrospektif dari data rekam medis pasien
ulkusdiabetik yang diobati sejak 1 Januari 2005 sampai 30 Mei 2009 melaporkan, infeksi
ulkus diabetikum paling banyak diderita oleh perempuan (65,3%).13 Berbeda dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Decroli di RSUP Dr. M. Djamil Padang.14 Menurut Perhimpunan
Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) 2015, penyakit diabetes lebih banyak
ditemukan pada perempuan dibanding laki-laki,15 dengan demikian kasus ulkus juga banyak
ditemukan pada kaum perempuan. Penderita ulkus diabetikum mayoritas adalah perempuan
yang dominan berumur 56-65 tahun diikuti umur 46-55 tahun.
Senada dengan hasil penelitian Utami yang melaporkan bahwa penderita ulkus
kebanyakan ditemukan pada responden yang berusia 55-60 tahun. 16 Menurut Agency for
Healthcare Research and Quality (AHRQ) tahun 2008, sebanyak 10% ulkus diabetikum
ditemukan pada kategori usia 45-54 tahun. 17 Dekade 4 dan 5 merupakan kelompok umur yang
paling umum dari penderita diabetes yang berimplikasi kepada kaki. 18 Umur merupakan faktor
risiko DM yang tidak dapat dimodifikasi dan umur wanita pada rentang usia menopause (40-45
tahun) akan mempercepat penurunan produksi esterogen dan resistensi insulin. Semakin cepat
wanita menopause maka semakin berisiko terhadap diabetes mellitus tipe 2. Pada wanita post
menopause adanya gangguan metabolisme, obesitas, dan gangguan hormone steroid
meningkatkan kejadian sindroma metabolik, DM tipe 2 , penyakit kardiovaskuler, dan
keganasan. 19-22
Pasien ulkus sudah menderita DM sejak 1 hingga 5 tahun yang lalu dengan kadar gula
darah yang tidak terkontrol. Kadar gula darah yang tidak terkontrol pada pasien ulkus
didapatkan lebih dari 200 mg/dl. Menurut Decroli, rata-rata kadar gula darah pasien dengan
ulkus di RSUP Dr. M. Djamil Padang adalah 315 mg/dl dengan lama menderita diabetes 1-10
tahun.14 Hiperglikemia berpengaruh terhadap perkembangan komplikasi diabetes melalui
beberapa jalur metabolisme yang berlangsung didalam tubuh. 23 Pada orang dengan
pengendalian glukosa darah yang buruk berkemungkinan 5,8 kali untuk terjadinya ulkus
diabetikum dibandingkan dengan orang yang mengendalikan glukosa darahnya dengan baik.
Pengendalian kadar gula darah penting dilakukan dengan pemeriksaan HbA1c minimal 2 x
setahun disamping tetap mengikuti tatalaksana DM dengan baik.8
Pengendalian kadar gula darah berpengaruh terhadap terjadinya infeksi. Disamping itu
infeksi juga dapat memperburuk kendali glukosa darah. Kadar glukosa darah yang tinggi akan
meperburuk kondisi infeksi.5
Dalam penelitian ini akan dibahas ulkus diabetikum berdasarkan kriteria Meggitt
Wagner. Kriteria Wagner paling umum dan sering digunakan untuk menentukan tingkatan dari
ulkus kaki diabetik. Kriteria Wagner mengembangkan sistem klasifikasi dan langkah-langkah
pengobatan untuk setiap tingkatan ulkus.18 Ulkus diabetikum kriteria Meggitt Wagner sebagian
besar berada pada grade 1, yaitu ulkus superfisial terbatas pada kulit. Penelitian yang dilakukan
oleh Oyibo di Manchester dan San Antonio juga melaporkan bahwa sebagian besar pasien
ulkus berada pada grade 1 kriteria Meggitt Wagner.24 Berbeda dengan hasil penelitian
observasional tentang pilihan manajemen pada kaki diabetik menurut klasifikasi Wagner yang
dilaporkan oleh Singh dkk, diperoleh pasien ulkus diabetikum didominasi berturut-turut oleh
kriteria Wagner grade 4, 2, 1, 3, 5, dan 0. Menurut Singh,klasifikasi Wagner paling umum
digunakan untuk menilai ulkus diabetik. Wagner mengembangkan sistem klasifikasi dan
algoritma terapi untuk tiap kelas ulkus.18
Penderita DM rata-rata memiliki satu ulkus yang mengenai kaki kiri dan kanan dengan
eksudat minimal dan bertepi seperti tebing. Ulkus paling banyak terdapat di bagian telapak kaki
25 dan jempol 26 kaki. Ulkus sering terjadi pertama kali di bagian telapak kaki dan jari jempol
yang disebabkan oleh tekanan tinggi.21 Luka pada pasien diabetes dapat terinfeksi menjadi ulkus
yang ditandai dengan adanya eksudat atau cairan pada luka sebagai tempat berkembangnya
bakteri.27,28 Hasil penelitian ini menunjukkan adanya eksudat yang minimal, dengan demikian
bakteri yang berkembang dalam ulkus juga minimal.
Kulit di sekitar ulkus diabetikum sebagian besar edema kurang dari 2 cm, berwarna
merah muda, dan inflamasi minimal. Pasien DM dengan kriteria infeksi ringan ditandai dengan
demam, kemerahan, dan edema pada kaki harus dirawat di rumah sakit. 21 Kepekaan atau nyeri
sebagian besar tidak lagi terasa atau kadang-kadang dan tanpa maserasi atau kurang dari 25%.
Bukti terjadinya infeksi adalah timbulnya gejala klasik inflamasi (kemerahan, panas di lokasi
luka, bengkak, nyeri) atau sekresi purulen atau gejala tambahan (sekresi non purulen,
perubahan jaringan granulasi,kerusakan tepi luka atau maserasi dan bau yang menyengat). 29
Infeksi sering disebabkan oleh luka yang kronik sehingga sangat penting untuk mengetahui
penyebab, mengidentifikasi dan mengelola infeksi pada luka. 30 Yang penting harus dipahami
dalam penyembuhan luka kaki diabetik antar lain, perfusi yang adekuat, debridement,
pengendalian infeksi, dan mengurangi risiko tekanan pada kaki.31
Ulkus kaki diabetik sering terjadi karena kombinasi neuropati (sensorik, motorik,
otonom) dan iskemia, kondisi ini diperparah lagi dengan infeksi. Neuropati diabetikum menjadi
faktor risiko utama terjadinya ulkus pada kaki. Hilangnya sensasi nyeri akan merusak kaki
secara langsung. Kerusakan saraf perifer sering timbul perlahan- lahan dan sering tanpa gejala.
Neuropati sensorik membuat kaki penderita tidak dapat merasakan apapun. Penggunaan alas
kaki yang tidak sesuai ukuran dan neuropati motorik akan merubah karakteristik dari postur kaki
sehingga membuat kaki menjadi melengkung, ujung kaki menekuk, dan membuat tekanan yang
pada tumit dan kaput metatarsal yang akhirnya akan membuat kulit menjadi tebal (kalus) yang
sewaktu-waktu dapat pecah sehingga menimbulkan ulkus. Kalus merupakan prediktor penting
timbulnya ulkus.6
Sampai 50% neuropati perifer pada penderita diabetes mungkin tidak menimbulkan
gejala, namun berisiko bagi penderitanya untuk mengalami cedera pada kaki mereka. Neuropati
perifer merupakan salah satu faktor risiko yang dapat meningkatkan terjadinya ulkus kaki atau
amputasi.32
Kendali glikemik yang buruk dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi pada kulit
dan kaki. Perawatan kulit pada kaki diabetes sangat perlu diperhatikan supaya tidak timbul luka
yang bisa berujung kepada infeksi. Perawatan kaki yang perlu dilakukan seperti mencuci kaki
dan kulit dengan sabun yang lembab, menggunakan air yang tidak terlalu panas, memakai
krim/lotion pada kaki dan kulit namun jangan diantara sela- sela jari kaki untuk menghindari
pertumbuhan bakteri.33

KESIMPULAN

Karakteristik ulkus diabetikum termasuk kriteria Meggitt Wagner grade 1, jumlah ulkus
hanya pada satu tempat, lokasi di kaki, eksudat minimal, ulkus bertepi seperti tebing, kulit
disekitar ulkus memiliki inflamasi minimal dengan warna merah muda, ulkus tanpa nyeri dan
tanpa maserasi.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kami ucapkan kepada Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
yang telah mendanai penelitian ini, Kepala Loka Litbang Biomedis Aceh, direktur RSUD
Zainal Abidin, direktur RSUD Meuraxa dan seluruh tim peneliti yang telah mendukung
kegiatan penelitian ini.

DAFTAR RUJUKAN

1. World Health Organization, International Diabe- tes Federation. Definition and


diagnosis of Dia- betes Mellitus and intermediate hyperglicaemia. Report of
WHO/IDF Consultation [internet]. 2006 [cited 2017 April 14]: [50]. Available from
http://www.who.int/diabetes/publications/Defini- tion%20and%20diagnosis%20of
%20diabetes_ new.pdf.
2. Shaw JE, Sicree RA, Zimmet PZ. Global estimates of the prevalence of diabetes for
2010 and 2030. Diabetes Atlas. Diabetes Research and Clinical Practice. 2010;
(87): 4-14.
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Laporan hasil riset kesehatan
dasar tahun 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan ; 2013.
4. American Diabetes Association. Standard of medical care in diabetes-2015.
Diabetes Care [internet]. 2015. January [cited 2017 April 14]; 38(1): [93].
Available from http://care.diabetesjournals.org/content/
suppl/2014/12/23/38.Supplement_1.DC1/
January_Supplement_Combined_Final.6-99.pdf.
5. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsen- sus pengendalian dan pencegahan
diabetes melli- tus tipe 2 di Indonesia 2011. Jakarta : PB Perkeni; 2011.
6. Bilous R, Donelly R. Buku pegangan diabetes. Ed 4. Jakarta: Bumi Medika; 2014.
7. Schteingart DE. Pankreas: metabolisme glukosa dan diabetes mellitus. In: Hartanto
H, Susi N, Wulansari P, Mahanani DA, editors. Patofisiologi konsep klinis proses-
proses penyakit. Jakarta: EGC; 2005.
8. Purwanti OS. Analisis faktor-faktor risiko terjadi ulkus kaki pada pasien diabetes
mellitus di RSUD DR. Moewardi [thesis]. Depok: Universitas Indonesia; Roza RL,
Afriant R, Edward Z. Faktor risiko terjadinya ulkus diabetikum pada pasien diabetes
mellitus yang dirawat jalan dan inap di RSUP Dr. M. Djamil dan RSI Ibnu Sina
Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(1): 243-248.
9. Kartika RW. Pengelolaan gangren kaki diabetik. CDK. 2017; 44(1): 18-22.
10. Sadikin LM. Coping stres pada penderita diabetes mellitus pasca amputasi. Jurnal
Psikologi dan Kesehatan Mental. 2013; 02(03): 17-23.
11. Jain AKC. A new classification of diabetic foot complications.: a simple and
effective teaching tool. The Journal of Diabetic Foot Complication. 2012; 4(1):1-5.
12. Kahuripan A, Andrajati R, Syafridani T. Analisis pemberian antibiotik berdasarkan
hasil uji sensitivitas terhadap pencapaian clinical outcome pasien infeksi ulkus
diabetik di RSUD DR.
H. Abdul Moeloek Lampung. Majalah Ilmu Kefarmasian. 2009; 6(2): 75-87.
13. Decroli E, Karimi J, Manaf A, Syahbuddin S. Profil ulkus diabetik pada penderita
rawat inap di bagian penyakit dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang. Maj Kedokt
Indon. 2008; 58(1): 3-7.
14. Lukito AA, Rahajoe AU, Rilantono LI, Harimurti GM, Soesanto AM, Danny SS,
dkk. Pedoman tatalaksana pencegahan penyakit kardiovaskular pada perempuan.
Jakarta : Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia; 2015.
15. Utami DT, Karim D, Agrina. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup
pasien diabetes mellitus dengan ulkus diabetikum. JOM PSIK. 2014; 1(2): 1-7.
16. Agency for Healthcare Research and Quality. Prevalence of diabetes, diabetic foot
ulcer, and lower extremity amputation among medicare beneficiaries, 2006 to 2008.
Effecive Health Care Program. 2011;10 (11): 1-7.
17. Gupta A, Haq M, Singh M. Management option in diabetic foot according to
Wagners classification: an observational study. Jk Science. 2016; 18(1): 35-38.
18. Burzawa JK, Schmeler KM, Soliman PT, Meyer LA, Bevers MW, Pustilnik TL, et
al. Prospective evaluation of insulin resistance among endometrial cancer patients.
Am J Obstet Gynecol. 2011; 204 (4): 1-15.
19. Suba Z. Low esterogen exposure and/or defective esterogen signaling induces
disturbances in glucose uptake and energy expenditure. J Diabetes Metab. 2013;
4(5):1-10.
20. Levin ME. An Overview of The Diabetic Foot: Pathogenesis, management and
prevention of lesions. Int. J. Diab. Dev.Countries. 1994; 14: 39-
47.
21. Martha A. Analisis faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan penyakit diabetes
mellitus pada perusahaan x. [thesis]. Depok: Universitas Indonesia; 2012.
22. Rodrigues J, Mitta N. Diabetic foot and gangrene. Department of Surgery, GOA
Medical Collage, India. 2011.
23. Oyibo S, Jude EB, Tarawneh I, Nguyen HC, Harkless L, Boulton AJM. A
comparison of two diabetic foot ucer classification system the wagner and the
university of texas wound classification systems. Diabetes Care. 2001; 24(1):84-88.
24. Hakimsyah. Peranan infeksi terhadap kejadian amputasi pada kaki diabetik.
[thesis]. Semarang: Universitas Diponegoro; 1999.
25. Aulia NF. Pola kuman aerob dan sensitifitas pada gangren diabetik. [thesis].
Medan: Universitas Sumatera Utara; 2008.
26. Munter C, Price PP, Werven WR, Sibbald G. Diabetic foot ulcers-prevention and
treatment . A Coloplast Quick Guide. 2012.
27. Yazdanpanah L, Nasiri M, Adarvishi S. Literature review on the management of
diabetic foot ulcer. World Journal of Diabetes. 2015; 6(1):37-53.
28. Lipsky BA, Berendt AR, Cornia PB, Pile JC, Peters EJG, Armstrong DG, et al.
Infection diseases society of america clinical practice guideline for the diagnosis
and treatment of diabetic foot infections. Clinical Infectious Diseases. 2012; 54(12):
132-173.
29. Swanson T, Grothier L, Schultz G. Wound made infection easy. Wounds
International [internet]. 2014. [cited 2017 April 3]; [6]. Available from
http://www.woundsinternational.com/media/oth- er-resources/_/1152/files/wi-
made-easy.pdf.
30. Wu SC, Driver VR, Wrobel JS, Armstrong DG. Foot ulcers in the diabetic patient,
prevention and treatment. Vasc Health Risk Manag. 2007; 3(1): 65-76.
31. American Diabetic Association. Microvascular complications and foot care.
Diabetes care. [in- ternet]. 2015. [cited 2017 April 13]. Available from
http://care.diabetesjournals.org/content/38/ Supplement_1/S58
32. National Diabetes Education Program. Diabetes foot and skin care. [internet]. June
2017. [cited 2017 August 4]. Available from https://www.cdc.
gov/diabetes/diabetesatwork/pdfs/diabetesfoot- andskincare.pdf

SATUAN ACARA PENYULUHAN


3.1. Satuan Acara Penyuluhan

Topik : Gangguan pola tidur

Hari/Tanggal : Jum’at, 23 Oktober 2020

Waktu : 07:00 WIB - Selesai

Sasaran : Keluarga pasien dan pasien

Tempat : RSUD Doris Sylvanus

3.1.1. Tujuan Umum

Setelah dilakukan tindakan pendidikan kesehatan selama 30 menit,


diharapkan keluarga pasien memahami materi Gangguan Pola Tidur dengan baik
dan benar.

3.1.2. Tujuan Khusus

Setelah mengikuti pendidikan kesehatan tentang Gangguan Pola Tidur,


diharapkan peserta dapat:

1. Memahami pengertian gangguan pola tidur.


2. Memahami factor-faktor yang mempengaruhi gangguan pola tidur.
3. Memahami macam-macam gangguan pola tidur.
4. Memahami akibat dari gangguan pola tidur
5. Memahami terapi yang dapat dilakukan untuk gangguan pola tidur.

3.1.3 Metode

1. Ceramah : Metode ceramah adalah metode pembelajaran yang dilakukan dengan


penyajian materi melalui penjelasan lisan oleh seseorang kepada para peserta.
2. Tanya jawab : Metode tanya jawab adalah proses dimana peserta bertanya
tentang materi yang belum dipahaminya dan pemateri yang menjawab
pertanyaan peserta tersebut.

3.1.4 Struktur Organisasi


Penyaji : Jekly Lukman Warihani
3.1.5 Media
1. PPT
2. Leaflet
3.1.5 KegiatanPenyuluhan
No Tahap Waktu Kegiatan Penyuluhan Sasaran
Kegiatan
1 Pembukaan 5 menit 1. Mengucapkan salam. 1. Menjawab
2. Memperkenalkan salam.
diri. 2. Mendengar
3. Menyebutkan kan dan
materi/pokok bahasan menyimak.
yang akan
disampaikan.
4. Kontrak waktu.
2 Pelaksanaan 20 menit Penyampaian materi. 1. Mendengar
1. Menyampaikan kan dan
pengertian gangguan menyimak.
pola tidur. 2. Bertanya
2. Menyampaikan mengenai
factor-faktor yang hal-hal
mempengaruhi yang belum
gangguan pola tidur. jelas dan
3. Menyampaikan dimengerti.
macam-macam
gangguan pola tidur.
4. Memahami akibat
dari gangguan pola
tidur
5. Menyampaikan terapi
yang dapat dilakukan
untuk gangguan pola
tidur.
3 Evaluasi 10 menit a. Menyampaikan 1. Mendengar
kesimpulan materi. dan
b. Membuka sesi tanya memperhati
jawab kan.
2. Peserta
bertanya
tentang
materi yang
disajikan
4 Penutup 5 Menit 1. Mengajak peserta 1. Mengikuti
untuk berfoto sesi foto
bersama. bersama.
2. Mengakhiri 2. Menjawab
pertemuan dengan salam.
mengucapkan salam.

3.1.7 Evaluasi
1. Memahami pengertian gangguan pola tidur.
2. Memahami faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan pola tidur.
3. Memahami macam-macam gangguan pola tidur.
4. Memahami akibat dari gangguan pola tidur
5. Memahami terapi yang dapat dilakukan untuk gangguan pola tidur.

Palangka Raya, 23 Oktober 2020

Penyuluh
Faktor yang mempengaruhi Apa itu gangguan
kebutuhan tidur: pola tidur? GANGGUAN POLA TIDUR

1. Penyakit dan rasa nyeri Gangguan pola tidur adalah


2. Latihan fisik yang berlebihan suatu keadaan dimana individu
sehingga menyebabkan mengalami atau memiliki risiko
kelelahan
mengalami perubahan dalam
3. Stress psikologis
4. Obat-obatan jumlah dan kualitas pola istirahat
yang menyebabkan
ketidaknyamanan atau
menganggu gaya hidup yang
diinginkan.
Penyuluh :

Jekly Lukman.W (2018.10a.0938)

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI S1 KEPERAWATAN
T.A 2020/2021
Macam-macam gangguan Akibat dari gangguan Cara mengatasi gangguan pola
pola tidur Pola tidur tidur

1. Apabila tidur siang, batasi


2. Pergi tidur saat mengantuk
1. Insomnia (Periode tidur pendek) 1. Menurunnya kemampuan bekerja 3. Gunakan Teknik relaksasi untuk
2. Hypersomnia (Tidur yang 2. Daya ingat dan konsentrasi meningkatkan kualitas tidur
berlebihan) menurun 4. Cobalah cari tempat yang nyaman
3. Narcolepsi (Keadaan tidak dapat 3. Tenaga dalam beraktivitas untuk tidur
mengendalikan diri untuk tidur berkurang 5. Hindari tempat yang bising
dalam keadaan apapun) 4. Kesulitan dalam berbicara yang 6. Atur temperature kamar
4. Parasomnia (Tiba-tiba sadar saat baik dengan orang lain 7. Batasi minuman yang berkapein saat
tertidur) 5. Badan lemah, kelelahan, sakit malam hari
5. Apnea tidur (Mendengkur pada saat kepala 8. Konsumsi susu sebelum tidur
tidur) 9. Atur posisi senyaman mungkin

Anda mungkin juga menyukai