Anda di halaman 1dari 72

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA NY.J DENGAN DIAGNOSA MEDIS KATARAK


SISTEM PENGINDERAAN

Oleh :

Nama : Nia Rahmawati

NIM : 2018.C.10a.0944

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN 2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini di susun oleh :


Nama : Nia Rahmawati
NIM : 2018.C.10a.0944
Program Studi : Sarjana Keperawatan
Judul : Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan
Pada Ny.J Dengan Diagnosa Medis Katarak Sistem
Penginderaan.

Telah Melakukan Asuhan Keperawatan Sebagai Persyaratan Untuk


Menyelesaikan Praktik Pra Klinik Keperawatan II Program Studi Sarjana
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangkaraya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Mengetahui,
Ketua Program Studi S1
Keperawata Pembimbing
n Akademik

Meilitha Carolina, Ners,


Rimba Aprianti, S.Kep.,
M.Kep
Ners
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah

melimpahkan kasih dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan Laporan ini

dengan judul “Asuhan Keperawatan Katarak Pada Ny.J Sistem Penginderaan.”

Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas (PPK 2).

Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners
STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Rimba Aprianti, S.Kep.,Nersselaku pembimbing akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini.
4. Ibu Meida Sinta Araini, S.Kep.,Ners selaku Koordinator Praktik Pra Klinik
Keperawatan 2.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Palangka Raya, 12 Oktober 2020

Penyusun
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................... 1
1.4 Manfaat.......................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit............................................................................. 3
2.1.1Anatomi Fisiologi......................................................................... 3
2.1.2 Definisi ........................................................................................ 14
2.1.3 Etiologi ........................................................................................ 14
2.1.4 Klasifikasi.................................................................................... 15
2.1.5 Patofisiologi(pathway) ................................................................ 16
2.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda Dan Gejala)....................................... 17
2.1.7 Komplikasi .................................................................................. 18
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang............................................................... 19
2.1.9 Penatalaksanaan Medis ............................................................... 20
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan .................................................. 21
2.3.1 Pengkajian Keperawatan ....................................................... 21
2.3.2 Diagnosa Keperawatan .......................................................... 22
2.3.3 Intervensi Keperawatan ......................................................... 22
2.3.4 Implementasi Keperawatan ................................................... 30
2.3.5 Evaluasi Keperawatan ........................................................... 30
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN............................................................ 31
3.1 Pengkajian ...................................................................................... 31
3.2 Diagnosa......................................................................................... 42
3.3 Intervensi ........................................................................................ 43
3.4 Implementasi ................................................................................. 45
DAFTAR PUSTAKA
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Angka kebutaan di Indonesia (1,5 persen) tertinggi di Wilayah Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) Asia Tenggara. Hal itu terutama disebabkan
ketidakseimbangan antara insiden (kejadian baru) katarak yang besarnya 210.000
orang per tahun dengan jumlah operasi katarak yang hanya 80.000 orang per
tahun. Akibatnya, terjadi backlog (penumpukan penderita) katarak yang cukup
tinggi.
Masalah gizi, masyarakat Indonesia memiliki kecenderungan menderita
katarak 15 tahun lebih cepat dibandingkan di daerah subtropis. Sekitar 16-22
persen penderita katarak yang dioperasi berusia di bawah 55 tahun. Hal itu diduga
berkaitan erat dengan faktor degeneratif akibat masalah gizi.
Katarak merupakan penyakit mata yang dicirikan dengan adanya kabut pada
lensa mata. Lensa mata normal transparan dan mengandung banyak air, sehingga
cahaya dapat menembusnya dengan mudah. Walaupun sel-sel baru pada lensa
akan selalu terbentuk, banyak faktor yang dapat menyebabkan daerah di dalam
lensa menjadi buram, keras, dan pejal. Lensa yang tidak bening tersebut tidak
akan bisa meneruskan cahaya ke retina untuk diproses dan dikirim melalui saraf
optik ke otak.
Penyakit katarak banyak terjadi di negara-negara tropis seperti Indonesia.
Hal ini berkaitan dengan faktor penyebab katarak, yakni sinar ultraviolet yang
berasal dari sinar matahari. Penyebab lainnya adalah kekurangan gizi yang dapat
mempercepat proses berkembangnya penyakit katarak.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan pengkajian pada klien dengan Katarak
2. Apa yang dimaksud dengan intervensi pada klien dengan Katarak
3. Apa yang dimaksud dengan implemtasi pada klien dengan Katarak
4. Apa yang dimaksud dengan evaluasi pada klien dengan Katarak

1.3 Tujuan Penulisan

1
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengkajian pada klien mengenai pengkajian pada klien
mengenai Katarak.
1. Untuk mengetahui dengan diagnosa pada klien dengan Katarak
2. Untuk mengetahui dengan intervensi pada klien dengan Katarak
3. Untuk mengetahui dengan implemtasi pada klien dengan Katarak
4. Untuk mengetahui dengan evaluasi pada klien dengan Katarak

1.3.2 Tujuan Khusus


Untuk memenuhi salah satu tugas PPKI 2

1.4 Manfaat
1.4.1 Untuk Mahasiswa
Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan
Katarak.
1.4.2 Untuk Klien Dan Keluarga
Klien dan keluarga dapat mengetahui tentang Katarak.
1.4.3 Untuk Institusi ( Pendidikan dan Rumah Sakit )
Instituasi ( Pendidikan dan RS ) dapat mengembangkan pengetahuan
mengenai asuhan keperawatan pada klien dengan Katarak.
1.4.4 Untuk IPTEK
Memberikan informasi dalam pengembangan ilmu keperawatan terutama
dalam keperawatan komunitas yang menjadi masalah kesehatan pada
masyarakat.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit


2.1.1 Anatomi Fisiologi

2.1.1.1. Sklera
Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada
mata serta bagian putih pada bola mata yang bersama kornea sebagai pembungkus
dan pelindung isi bola mata. Kekakuan tertentu pada sklera mempengaruhi
tekanan bola mata.
2.1.1.2. Kornea
Kornea (Latin cornum=seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian
selaput mata yang tembus cahaya. Kornea merupakan lapisan jaringan yang
menutupi bola mata sebelah depan dan terdiri atas 5 lapis, yaitu:
1. Epitel
• Tebalnya 50 μm, terdiri atas 5 lapis selepitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.

• Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan
menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel
basal berikatan erat berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel
poligonal di depannya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini
menghambat pengaliran air, eliktrolit, dan glukosa yang merupakan barrier.
• Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila
terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.

• Epitel berasal dari ektoderm permukaan


2. Membran Bowman
• Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang
tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.

• Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi


3. Stroma
• Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan
lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sadangkan dibagian
perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen
memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit
merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat
kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen
dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membran Descement
• Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea
dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya
• Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40
μm.
5. Endotel
• Berasal dari mesotelium, berlapis satu,bentuk heksagonal, besar 20-40 μm.
Endotel melekat pada membran descement melalui hemi desmosom dan zonula
okluden.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf V. saraf siliar longus berjalan supra koroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Boeman melepaskan
selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi samapai kepada kedua lapis
terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di
daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi
dalam waktu 3 bulan.
Trauma atau panyakkit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem
pompa endotel terganggu sehingga dekompresi endotel dan terjadi edema kornea.
Endotel tidak mempunya daya regenerasi. Kornea merupakan bagian mata yang
tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat
dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk
kornea dilakukan oleh kornea.
2.1.1.3. Aqueous Humor
Aqueous humor mengandung zat-zat gizi untuk kornea dan lensa,
keduanya tidak memiliki pasokan darah. Adanya pembuluh darah di kedua
struktur ini akan mengganggu lewatnya cahaya ke fotoreseptor. Aqueous humor
dibentuk dengan kecepatan 5 ml/hari oleh jaringan kapiler di dalam korpus
siliaris, turunan khusus lapisan koroid di sebelah anterior. Cairan ini mengalir ke
suatu saluran di tepi kornea dan akhirnya masuk ke darah. Jika aqueous humor
tidak dikeluarkan sama cepatnya dengan pembentukannya (sebagai contoh, karena
sumbatan pada saluran keluar), kelebihan cairan akan tertimbun di rongga anterior
dan menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler (“di dalam mata”). Keadaan
ini dikenal sebagai glaukoma. Kelebihan aqueous humor akan mendorong lensa
ke belakang ke dalam vitreous humor, yang kemudian terdorong menekan lapisan
saraf dalam retina. Penekanan ini menyebabkan kerusakan retina dan saraf optikus
yang dapat menimbulkan kebutaan jika tidak diatasi.
2.1.1.4.Lensa
Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di
dalam bola mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di
belakang iris dan terdiri dari zat tembus cahaya (transparan) berbentuk seperti
cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi.
Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik
mata belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat
lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa terus-
menerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa
sehingga membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa
yang paling dahulu dibentuk atau serat lensa yang tertua di dalam kapsul lensa. Di
dalam lensa dapat dibedakan nukleus embrional, fetal dan dewasa. Di bagian luar
nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut sebagai korteks
lensa. Korteks yang terletak di sebelah depan nukleus lensa disebut sebagai
korteks anterior, sedangkan dibelakangnya korteks posterior. Nukleus lensa
mempunyai konsistensi lebih keras dibanding korteks lensa yang lebih muda. Di
bagian perifer kapsul lensa terdapat zonula Zinn yang menggantungkan lensa di
seluruh ekuatornya pada badan siliar.
Secara fisiologis lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu:
• Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk
menjadi cembung

• Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan,

• Terletak ditempatnya, yaitu berada antara posterior chamber dan vitreous body
dan berada di sumbu mata.
Keadaan patologik lensa ini dapat berupa:
• Tidak kenyal pada orang dewasa yang mengakibatkan presbiopia,

• Keruh atau apa yang disebut katarak,


• Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi
Lensa orang dewasa dalam perjalanan hidupnya akan menjadi bertambah
besar dan berat.
2.1.1.5.Badan Vitreous (Badan Kaca)
Badan vitreous menempati daerah mata di balakang lensa. Struktur ini
merupakan gel transparan yang terdiri atas air (lebih kurang 99%), sedikit
kolagen, dan molekul asam hialuronat yang sangat terhidrasi. Badan vitreous
mengandung sangat sedikit sel yang menyintesis kolagen dan asam hialuronat
(Luiz Carlos Junqueira, 2003). Peranannya mengisi ruang untuk meneruskan sinar
dari lensa ke retina. Kebeningan badan vitreous disebabkan tidak terdapatnya
pembuluh darah dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya kekeruhanbadan
vitreous akan memudahkan melihat bagian retina pada pemeriksaan oftalmoskopi.
Vitreous humor penting untuk mempertahankan bentuk bola mata yang sferis.
2.1.1.6. Uvea
Uvea merupakan lapis vaskuler di dalam bola mata yang banyak
mengandung pembuluh darah yaitu ; iris, badan siliar, koroid. Iris atau selaput
pelangi mempunyai kemampuan mengatur secara otomatis masuknya sinar ke
dalam bola mata. Badan siliar mengandung otot untuk melakukan akomodasi
sehingga lensa dapat mencembung dan merupakan susunan otot melingkar dan
mempunyai sistem ekskresi di belakang limbus. Koroid itu sendiri lapis tengah
pembungkus bola mata yang banyak mengandung pembuluh darah dan
memberikan makan lapis luar retina.

2.1.1.7. Pupil
Pupil a anak-anak pupil berukuran kecil karena belum pad
berkembangnya rang dewasa ukuran
saraf pupil sedang, dan
simpatis.
orang tu O
a pupil yang dibangkitkan
mengecil oleh lensaakibat
yang sklerosis.rasa
P silau
ada pengecilan
waktuakibat dari tidur
berkurangnya pupil
rangsang mengalami
an simpatis dan
kurang rangsangan hambatan miosis. Mengecilnya pupil berfungsi untuk
mencegah aberasi kromatis pada akomodasi.
2.1.1.8. Retina
Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung
reseptor dan akan meneruskan rangsangan cahaya yang diterimanya berupa
bayangan. Dalam retina terdapat macula lutea atau bintik kuning yang merupakan
bagian kecil dari retina dan area sensitif paling rentan pada siang hari.

2.1.1.9. Saraf Optik

Saraf yang memasuki sel tali dan kerucut dalam retina, untuk menuju ke
otak.
2. Cara Kerja Indra Penglihatan

Mata manusia memiliki cara kerja otomatis yang sempurna, mata dibentuk
dengan 40 unsur utama yang berbeda dan kesemua bagian ini memiliki fungsi
penting dalam proses melihat kerusakan atau ketiadaan salah satu fungsi
bagiannya saja akan menjadikan mata mustahil dapat melihat. Lapisan tembus
cahaya di bagian depan mata adalah kornea, tepat dibelakangnya terdapat iris,
selain member warna pada mata iris juga dapat merubah ukurannya secara
otomatis sesuai kekuatan cahaya yang masuk, dengan bantuan otot yang melekat
padanya. Misalnya ketika berada di tempat gelap iris akan membesar untuk
memasukkan cahaya sebanyak mungkin. Ketika kekuatan cahaya bertambah, iris
akan mengecil untuk mengurangi cahaya yang masuk ke mata. System pengaturan
otomatis yang berkeja pada mata bekerja sebagaimana berikut.
Ketika cahaya mengenai mata sinyal saraf terbentuk dan dikrimkan ke
otak, untuk memberikan pesan tentang keberadaan cahaya, dan kekuatan cahaya.
Lalu otak mengirim balik sinyal dan memerintahkan sejauh mana otot disekitar
iris harus mengerut. Bagian mata lainnya yang bekerja bersamaan dengan struktur
ini adalah lensa. Lensa bertugas memfokuskan cahaya yang memasuki mata pada
lapisan retina di bagian belakang mata. Karena otot-otot disekeliling lensa cahaya
yang datang ke mata dari berbagai sudut dan jarak berbeda dapat selalu
difokuskan ke retina.Semua system yang telah kami sebutkan tadi berukuran lebih
kecil, tapi jauh lebih unggul daripada peralatan mekanik yang dibuat untuk meniru
desain mata dengan menggunakan teknologi terbaru, bahkan system perekaman
gambar buatan paling modern di dunia ternyata masih terlalu sederhana jika
dibandingkan mata. Jika kita renungkan segala jerih payah dan pemikiran yang
dicurahkan untuk membuat alat perekaman gambar buatan ini kita akan
memahami betapa jauh lebih unggulnya teknologi penciptaan mata.
Jika kita amati bagian-bagian lebih kecil dari sel sebuah mata maka
kehebatan penciptaan ini semakin terungkap. Anggaplah kita sedang melihat
mangkuk Kristal yang penuh dengan buah-buahan, cahaya yang datang dari
mangkuk ini ke mata kita menembus kornea dan iris kemudian difokuskan pada
retina oleh lensa jadi apa yang terjadi pada retina, sehinggasel-sel retina dapat
merasakan adanya cahaya ketika partikel cahaya yang disebut foton mengenai sel-
sel retina. Ketika itu mereka menghasilkan efek rantai layaknya sederetan kartu
domino yang tersusun dalam barisan rapi. Kartu domino pertama dalam sel retina
adalah sebuah molekul bernama 11-cis retinal. Ketika sebuah foton mengenainya
molekul ini berubah bentuk dan kemudian mendorong perubahan protein lain
yang berikatan kuat dengannya yakni rhodopsin.
Kini rhodopsin berubah menjadi suatu bentuk yang memungkinkannya
berikatan dengan protein lain yakni transdusin. Transdusin ini sebelumnya sudah
ada dalam sel namun belum dapat bergabung dengan rhodopsin karena ketidak
sesuaian bentuk. Penyatuan ini kemudian diikuti gabungan satu molekul lain yang
bernama GTP kini dua protein yakni rhodopsin dan transdusin serta 1 molekul
kimia bernama GTP telah menyatu tetapi proses sesungguhnya baru saja dimulai
senyawa bernama GDP kini telah memiliki bentuk sesuai untuk mengikat satu
protein lain bernama phosphodiesterase yang senantiasa ada dalam sel. Setelah
berikatan bentuk molekul yang dihasilkan akan menggerakkan suatu mekanisme
yang akan memulai serangkaian reaksi kimia dalam sel.
Mekanisme ini menghasilkan reaksi ion dalam sel dan menghasilkan
energy listrik energy ini merangsang saraf-saraf yang terdapat tepat di belakang
sel retina. Dengan demikian bayangan yang ketika mengenai mata berwujud
seperti foton cahaya ini meneruskan perjalanannya dalam bentuk sinyal listrik.
Sinyal ini berisi informasi visual objek di luar mata.Agar mata dapat melihat
sinyal listrik yang dihasilkan dalam retina harus diteruskan dalam pusat
penglihatan di otak. Namun sel-sel saraf tidak berhubungan langsung satu sama
lain ada celah kecil yang memisah titik-titik sambungan mereka lalu bagaimana
sinyal listrik ini melanjutkan perjalanannya disini serangkaian mekanisme rumit
terjadi energy listrik diubah menjadi energy kimia tanpa kehilangan informasi
yang sedang dibawa dan dengan cara ini informasi diteruskan dari satu sel saraf
ke sel saraf berikutnya. Molekul kimia pengangkut ini yang terletak pada titik
sambungan sel-sel saraf berhasil membawa informasi yang datang dari mata dari
satu saraf ke saraf yang lain.
Ketika dipindahkan ke saraf berikutnya sinyal ini diubah lagi menjadi
sinyal listrik dan melanjutkan perjalanannya ke tempat titik sambungan lainnya
dengan cara ini sinyal berhasil mencapai pusat penglihatan pada otak disini sinyal
tersebut dibandingkan informasi yang ada di pusat memori dan bayangan tersebut
ditafsirkan akhirnya kita dapat melihat mangkuk yang penuh buah-buahan
sebagaimana kita saksikan sebelumnya karena adanya system sempurna yang
terdiri atas ratusan kompenen kecil ini dan semua rentetan peristiwa yang
menakjubkan ini terjadi pada waktu kurang dari 1 detik.
Secara singkat Mekanisme melihat adalah :

1) Cahaya masuk ke dalam mata melalui pupil.

2) Lensa mata kemudian memfokuskan cahaya sehingga bayangan benda


yang dimaksud jatuh tepat di retina mata.

3) Kemudian ujung saraf penglihatan di retina menyampaikan


bayangan benda tersebut ke otak.

Otak kemudian memproses bayangan benda tersebut sehingga kita dapat


melihat benda tersebut.
Otot Penggerak Mata
Otot ini menggerakan mata dengan fungsi ganda dan untuk pergerakan
mata tergantung pada letak dan sumbu penglihatan sewaktu aksi otot.
Otot penggerak mata terdiri atas 6 otot yaitu :
1. M. Oblik inferior, aksi primer : -ekstorsi dalam abduksi
Sekunder : -elevasi dalam aduksi
-abduksi dalam elevasi
2. M. Oblik superior, aksi primer : -intorsi pada abduksi
Sekunder : -depresi dalam abduksi
3. M. Rectus inferior, aksi primer : -depresi pada abduksi
Sekunder : -ekstorsi pada abduksi
-aduksi pada depresi
4. M. Rectus lateral, aksi : -abduksi
5. M. Rectus Medius, aksi : -aduksi
6. M. Rectus Superior, aksi primer : -elevasi dalam abduksi
Sekunder : - intorsi dalam aduksi
-aduksi dalam elevasi

1. Otot oblik inferior

oblik inferior mempunyai origo pada fosa lakrimal tulang lakrimal,


berinsersi pada sclera posterior 2 mm dari kedudukan macula, dipersarafi saraf
okulomotor, bekerja untuk menggerakan mata ke atas, abduksi dan
eksiklorotasi
2. Otot oblik superior

Mempunyai origo pada annulus zinn superior dipersarafi saraf ke IV

arau saraf troklearis yang keluar dari bagian dorsal susunan saraf pusat.

Mempunyai aksi pergerakan miring dari troklea pada bola mata dengan
kerja utama terjadi bila sumbu aksi dan sumbu penglihatan searah atau mata
melihat ke arah nasal. Berfungsi menggerakan bola mata untuk depresi
terutama bila mata melihat ke nasal, abduksi dan insiklotorsi.
3. Otot Rektus Inferior

Rektus inferior mempunyai origo pada annulus zinn, berjalan antara


oblik inferior dan bola mata atau sclera dan insersi 6 mm di belakang limbus
yang pada persilangan dengan oblik inferior diikat kuat oleh ligament
lockwood.
Rectus inferior dipersarafi oleh N III

Fungsi menggerakan mata : depresi, eksoklotorsi, aduksi

Rectus inferior membentuk sudut 23 derajat dengan sumbu penglihatan.


4. Otot rectus lateral
Rectus lateral mempunyai origo pada annulus zinn di atas dan di bawah
foramen optic. Rectus lateral dipersarafi oleh N. VI. Dengan pekerjaan
menggerakan mata terutama abduksi.
5. Otot Rektus medius

Rektus medius mempunyai origo pada annulus ziin dan pembungkus


dura saraf optic yang sering memberikan dan rasa sakit pada pergerakan mata
bila terdapat neuritis retrobulbar, dan berinsersi 5 mm di belakang limbus.
Rectus medius merupakan otot mata paling tebal dengan tendon terpendek.
Menggerakan mata untuk aduksi

6. Otot rectus superior

Rectus superior mempunyai origo pada annulus zinn dekat fisura orbita
superior beserta lapus dura saraf optic yang akan memberikan rasa sakit pada
pergerakan bola mata bila terdapat neuritis retrobulbar. Otot ini berinsersi 7
mm dibelakang limbus dan dipersarafi cabang superior N III.
Fungsinya menggerakan mata elevasi, terutama bila mata melihat ke
lateral, aduksi, terutama bila melihat ke lateral dan insiklotorsi.
2.1.2 Definisi Katarak

Katarak adalah kekeruhan lensa. Katarak memiliki derajat kepadatan yang sangat
bervariasi dan dapat disebabkan oleh berbagi hal, tetapi biasanya berkaitan dengan penuaan
(Vaughan, 2000).
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya terjadi
akibat proses penuaan, tapi dapat timbul pada saat kelahiran (katarak kongenital). Dapat juga
berhubungan dengan trauma mata tajam maupun tumpul, penggunaan kortikosteroid
jangka panjang, penyakit sistemis, pemajanan radiasi, pemajanan sinar matahari yang lama,
atau kelainan mata yang lain (seperti uveitis anterior) (Smeltzer, 2001) Hal 1996.
Katarak adalah suatu keadaan dimana lensa mata yang biasanya jernih dan
bening menjadi keruh. Asal kata katarak dari kata Yunani cataracta yang berarti air
terjun. Hal ini disebabkan karena pasien katarak seakan-akan melihat sesuatu seperti tertutup
oleh air terjun didepan matanya (Ilyas, 2006) hal 2.
Jadi dapat disimpulkan, katarak adalah kekeruhan lensa yang normalnya transparan
dan dilalui cahaya ke retina, yang dapat disebabkan oleh berbagai hal sehingga terjadi
kerusakan penglihatan.

2.1.3 Etiologi
Penyebab utama katarak adalah proses penuaan. Anak bisa mengalami katarak yang
biasanya merupakan penyakit yang diturunkan, peradangan di dalam kehamilan, keadaan ini
disebut sebagai katarak kongenital. Lensa mata mempunyai bagian yang disebut pembungkus
lensa atau kapsul lensa, korteks lensa yang terletak antara nukleus lensa atau inti lensa dengan
kapsul lensa. Pada anak dan remaja nukleus bersifat lembek sedang pada orang tua nukleus ini
menjadi keras. Katarak dapat mulai dari nukleus, korteks, dan subkapsularis lensa.
Dengan menjadi tuanya seseorang maka lensa mata akan kekurangan air dan menjadi
lebih padat. Lensa akan menjadi keras pada bagian tengahnya, sehingga kemampuannya
memfokuskan benda dekat berkurang. Hal ini mulai terlihat pada usia 45 tahun dimana
mulai timbul kesukaran melihat dekat (presbiopia). Pada usia 60 tahun hampir 60% mulai
mengalami katarak atau lensa keruh. Katarak biasanya berkembang pada kedua mata akan
tetapi progresivitasnya berbeda. Kadang-kadang penglihatan pada satu mata nyata berbeda
dengan mata yang sebelahnya. Perkembangan katarak untuk menjadi berat memakan waktu
dalam bulan hingga tahun.
Berbagai faktor dapat mengakibatkan tumbuhnya katarak lebih cepat. Faktor lain
dapat mempengaruhi kecepatan berkembangnya kekeruhan lensa sepertidiabetes melitus, obat
tertentu, sinar ultra violet B dari cahay matahari, efek racun dari merokok, dan alkohol, gizi
kurang vitamin E, dan radang menahun di dalam bola mata. Obat tertentu dapat mempercepat
timbulnya katarak seperti betametason, klorokuin, klorpromazin, kortison, ergotamin,
indometasin, medrison, neostigmin, pilokarpin dan beberapa obat lainnya. Penyakit infeksi
tertentu dan penyakit seperti diabetes melitus dapat mengakibatkan timbulnya kekeruhan lensa
yang akan menimbulkan katarak komplikata (Ilyas, 2006) .
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun memiliki kecepatan yang berbeda. Dapat
disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemik, seperti diabetes. Namun kebanyakan
merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak
berkembang secara kronik ketika seseorang memasuki dekade ketujuh. Katarak dapat
bersifat kongenital dan harus diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat
menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling sering
berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat- obatan, alkohol,
merokok, diabetes, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu lama
(Smeltzer, 2001).
2.1.4 Klasifikasi Katarak
Jenis- jenis katarak menurut (Vaughan, 2000) hal 177- 181 terbagi atas :
1. Katarak terkait usia (katarak senilis)
Katarak senilis adalah jenis katarak yang paling sering dijumpai. Satu- satunya gejala
adalah distorsi penglihatan dan penglihatan yang semakin kabur.
2. Katarak anak- anak
Katarak anak- anak dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
a. Katarak kongenital, yang terdapat sejak lahir atau segera sesudahnya.
Banyak katarak kongenital yang tidak diketahui penyebabnya walaupun
mungkin terdapat faktor genetik, yang lain disebabkan oleh penyakit infeksi atau
metabolik, atau beerkaitan dengan berbagai sindrom.
b. Katarak didapat, yang timbul belakangan dan biasanya terkait dengan sebab-sebab
spesifik. Katarak didapat terutama disebabkan oleh trauma, baik tumpul maupun
tembus. Penyyebab lain adalah uveitis, infeksi mata didapat, diabetes dan obat.
3. Katarak traumatik
Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh cedera benda asing di lensa atau trauma
tumpul terhadap bola mata. Lensa menjadi putih segera setelah masuknya benda asing
karena lubang pada kapsul lensa menyebabkan humor aqueus dan kadang- kadang korpus
vitreum masuk kedalam struktur lensa.
4. Katarak komplikata
Katarak komplikata adalah katarak sekunder akibat penyakit intraokular pada fisiologi
lensa. Katarak biasanya berawal didaerah sub kapsul posterior dan akhirnya mengenai
seluruh struktur lensa. Penyakit- penyakit intraokular yang sering berkaitan dengan
pembentukan katarak adalah uveitis kronik atau rekuren, glaukoma, retinitis pigmentosa
dan pelepasan retina.
5. Katarak akibat penyakit sistemik
Katarak bilateral dapat terjadi karena gangguan- gangguan sistemik berikut: diabetes
mellitus, hipoparatiroidisme, distrofi miotonik, dermatitis atropik, galaktosemia, dan
syndrome Lowe, Werner atau Down.
6. Katarak toksik
Katarak toksik jarang terjadi. Banyak kasus pada tahun 1930-an sebagai akibat penelanan
dinitrofenol (suatu obat yang digunakan untuk menekan nafsu makan). Kortokosteroid
yang diberikan dalam waktu lama, baik secara sistemik maupun dalam bentuk tetes yang
dapat menyebabkan kekeruhan lensa.
7. Katarak ikutan
Katarak ikutan menunjukkan kekeruhan kapsul posterior akibat katarak traumatik yang
terserap sebagian atau setelah terjadinya ekstraksi katarak ekstrakapsular.
2.1.5 Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk

seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga

komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang

mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia,

nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Disekitar opasitas terdapat

densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior

merupakan bentuk katarak yang paling bermakna, nampak seperti kristal salju pada jendela.

Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.

Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari badan silier ke sekitar

daerah diluar lensa, misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalamui distorsi. Perubahan

kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan

dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya

protein lensa normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut

lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu

enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan
menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang

menderita katarak.
PATHWAY

Lensa normal dengan struktur posterior iris yang


jernih, transparan, dan memiliki kekuatan refraksi
besar
Nukleus
Kapsul anterior dan posterior
Korteks

Pertambahan usia,
trauma, radiasi, penyakit

Perubahan fisik dan kimia


dalam lensa

Menyebabkan kepadatan lensa

Ketidakseimbangan penyerapan protein lensa normal

Koagulasi Terputusnya protein


lensa normal
Kekeruhan pada lensa
mata Influx air ke dalam

Menghambat jalannya cahaya ke retina Mematahkan serabut

Mengabutkan pandangan Penurunan tajam Mengganggu transmisi


pandangan

Resiko Gangguan penerimaan Gangguan sensori


sensori; kerusakan sensori persepsi: penglihatan

Prosedur pembedahan

Pre operasi Post operasi


Gangguan Prosedur Gangguan
Ansieta Perubahan status
sensori invasif status organ kesehatan, Keterbatasan
persepsi: indera
Terputusnya informasi
kontinuitas
Resti jaringan Gangguan
sensori
Resiko persepsi: Ansieta
cedera penglihatan
Gangguan rasa
nyaman:nyeri
2.1.6 Manifestasi
Klinik
Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya,

pasien melaporkan penurunan ketajaman fungsi penglihatan, silau, dan

gangguan fungsional sampai derajat tertentu yang diakibatkan karena

kehilangan penglihatan tadi, temuan objektif biasanya meliputi pengembunan

seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan

oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan

bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada

retina. Hasilnya adalah pandangan kabur atau redup, menyilaukan yang

menjengkelkan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari.

Pupil yang normalnya hitam, akan tampak kekuningan, abu-abu atau putih.

Katarak biasanya terjadi bertahap selama bertahun-tahun , dan ketika katarak

sudah sangat memburuk, lensa koreksi yang lebih kuat pun tak akan mampu

memperbaiki penglihatan.

Orang dengan katarak secara khas selalu mengembangkan strategi

untuk menghindari silau yang menjengkel yang disebabkan oleh cahaya yang

salah arah. Misalnya, ada yang mengatur ulang perabotan rumahnya sehingga

sinar tidak akan langsung menyinari mata mereka. Ada yang mengenakan topi

berkelepak lebar atau kaca mata hitam dan menurunkan pelindung cahaya

saat mengendarai mobil pada siang hari (Smeltzer, 2001).

20
Menurut (Mansjoer, 2000), pada katarak senil, dikenal 4 stadium

yaitu: insipiens, matur, imatur, dan hipermatur.

Insipiens Matur Imatur Hipermatur

Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif

Cairan lensa Normla Bertambah Normal Berkurang

Iris Normal Terdorong Normal Tremulans

Bilik mata Normal Dangkal Normal Dalam

depan

Sudut bilik Normal Sempit Normal Terbuka

mata

Shadow test Negatif Positif Negatif Pseudopositif

Penyulit - Glaukoma - Uveitis,

Glaukoma

2.1.7 Komplikasi
1. Hilangnya vitreous. Jika kapsul posterior mengalami kerusakan selama

operasi maka gel vitreous dapat masuk ke dalam bilik anterior, yang

merupakan resikoterjadinya glaucoma atau traksi pada retina. Keadaan ini

membutuhkan pengangkatan dengan satu instrument yang mengaspirasi

dan mengeksisi gel (virektomi). Pemasanagan lensa intraocular sesegera

mungkin tidak bias dilakukan pada kondisi ini.

2. Prolaps iris. Iris dapat mengalami protrusi melalui insisi bedah pada

periode pasca operasi dini. Terlihat sebagai daerah berwarna gelap pada

21
lokasi insisi. Pupil mengalami distorsi. Keadaan ini membutuhkan

perbaikan segera dengan pembedahan.

3. Endoftalmitis. Komplikasi infeksi ekstraksi katarak yang serius, namun


jarang terjadi.

2.1.8 Penatalaksanaan
Sampai saat ini belum ditemukan obat yang dapat mencegah

katarak. Beberapa penelitian sedang dilakukan untuk memperlambat proses

bertambah keruhnya lensa untuk menjadi katarak (Ilyas, 2006).

Meski telah banyak usaha yang dilakukan untuk memperlambat

progresifitas atau mencegah terjadinya katarak, tatalaksana masih dengan

pembedahan (James, 2006). Untuk menentukan waktu katarak dapat

dibedah ditentukan oleh keadaan tajam penglihatan dan bukan oleh hasil

pemeriksaan. Tajam penglihatan dikaitkan dengan tugas sehari-hari

penderita. Digunakan

nama insipien, imatur, matur, dan hipermatur didasarkan atas kemungkinan

terjadinya penyulit yang dapat terjadi (Prof. Dr Sidarta Ilyas, dkk, 2002).

Operasi katarak terdiri dari pengangkatan sebagian besar lensa dan

penggantian lensa dengan implant plastik. Saat ini pembedahan semakin

banyak dilakukan dengan anestesi lokal daripada anestesi umum. Anestesi

lokal diinfiltrasikan di sekitar bola mata dan kelopak mata atau diberikan

secara topikal. Operasi dilakukan dengan insisi luas pada perifer kornea atau

sklera anterior, diikuti oleh ekstraksi (lensa diangkat dari mata) katarak

ekatrakapsular. Insisi harus dijahit. Likuifikasi lensa menggunakan probe

ultrasonografi yang dimasukkan melalui insisi yang lebih kecil dari kornea

atau sklera anterior (fakoemulsifikasi).

22
2.1.9 Pemeriksaan Penunjang
Selain uji mata yang biasanya dilakukan menggunakan kartu snellen,
keratometri, pemeriksaan lampu slit dan oftalmoskopi, maka
1.      scan ultrasound
(echography) dan hitung sel endotel sangat berguna sebagai alat diagnostik,
khususnya bila dipertimbangkan akan dilakukan pembedahan. Dengan hitung
sel endotel 2000 sel/mm3, pasien ini merupakan kandidat yang baik untuk
dilakukan fakoemulsifikasi dan implantasi IOL (Smeltzer, 2001)
2.      kartu mata snellen chart (tes ketajaman penglihatan dan sentral
penglihatan)
3.      lapang penglihatan, penurunan mungkin di sebabkan oleh glukoma
4.      pengukira tonograpi (mengkaji TIO,N 12-25 mmHg)
5.      pengukuran gonoskopi, membantu membedakan sudut terbuka dari sudut
tertutup  glukoma
6.      pemeriksaan oftalmologis,
mengkaji struktur internal okuler,pupil oedema,perdarahan retina,dilatasi &
pemeriksaan.belahan lampu memastikan Dx Katarak.

2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian Keperawatan
1. Aktivitas/istirahat
Perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan.
2. Neuro sensori
Gangguan penglihatan (kabur/tidak jelas), kesulitan memfokuskan kerja
dengan dekat atau merasa di ruang gelap. Perubahan kaca mata atau
pengobatan tidak memperbaiki penglihatan. Pupil nampak kecoklatan atau
putih susu dan peningkatan air mata.
3. Pengetahuan
Pemahaman tentang katarak, kecemasan.
4. Pemeriksaan diagnostik
Optotip Snellen, Oftalmoskopi, Slitlamp biomikroskopi.

23
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Pre Operasi
a. Cemas (ansietas) berhubungan dengan kerusakan sensori dan
kurangnya pemahaman mengenai tindakan operasi yang akan
dilakukan.
b. Resiko Cedera berhubungan dengan kerusakan penglihatan.
c. Gangguan sensori persepsi: penglihatan berhubungan dengan
gangguan penerimaan sensori/ perubahan status organ indera.
2. Post Operasi
a. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur
invasive.
b. Gangguan sensori perceptual : penglihatan berhubungan dengan
gangguan penerimaan sensori / status organ indera.
c. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan terputusnya
kontinuitas jaringan pasca operasi.
d. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kehilangan
penglihatan perifer sementara dan persepsi sekunder terhadap
pembedahan mata.
e. Cemas (ansietas) berhubungan dengan perubahan status
kesehatan.
f. Diagnosa Psikososial :
Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan sumber
informasi.

L. Fokus Intervensi & Rasional


1. Pre Operasi
a. Diagnosa keperawatan : cemas (ansietas) berhubungan dengan
kerusakan sensori dan kurangnya pemahaman mengenai tindakan operasi
yang akan dilakukan.
Tujuan : menurunkan stress emosional, ketakutan dan depresi,
penenmaan pembedahan dan pemahaman instruksi.
Kriteria hasil : mengucapkan pemahaman mengenai
informasi. Rencana tindakan :

24
1) Kaji derajat dan durasi gangguan visual. Dorong percakapan untuk
mengetahui keprihatinan pasien, perasaan, dan tingkat pemahaman.
Jawab pertanyaan, beri dukungan dan bantu pasien dengan metode
koping.
Rasional : informasi dapat menghilangkan ketakutan yang tidak
diketahui.Mekanisme koping dapat membantu pasien
berkompromi dengan kegusaran, ketakutan, depresi,
tegang, keputusasaan, kemarahan dan penolakan
2) Orientasikan pasien pada lingkungan yang baru.
Rasional: pengenalan terhadap lingkungan membantu mengurangi
ansietas dan meningkatkan keamanan.
3) Jelaskan rutinitas persiapan operasi dan tindakan operasi yang akan
dilakukan
Rasional: Pasien yang telah mendapat banyak informasi akan lebih
mudah menerima pemahaman dan mematuhi instruksi.
4) Jelaskan intervensi sedetil-detilnya. Perkenalkan diri anda pada
setiap interaksi, terjemahkan setiap suara asing, pergunakan
sentuhan untuk membantu komunikasi verbal.
Rasional: Pasien yang mengalami gangguan visual bergantung pada
masukan indera yang lain untuk mendapatkan informasi.
5) Dorong untuk menjalankan kebiasaan hidup sehari-hari bila mampu.
Pasan makanan yang bisa dimakan dengan tangan bagi mereka yang
tak dapat melihat dengan baik atau tidak memiliki keterampilan
koping untuk mempergunakan peralatan makan.
Rasional: Perawatan diri dan kemandirian akan meningkatkan rasa
sehat.
6) Dorong partisipasi keluarga atau orang yang berarti daiam
perawatan pasien.
Rasional: Pasien mungkin tak mampu melakukan semua tugas
sehubungan dengan penanganan dan perawatan diri.
7) Dorong partisipasi dalam aktivitas sosial dan pengalihan
bila memungkinkan
Rasional: Isolasi sosial dan waktu luang yang terlalu lama dapat
menimbulkan perasaan negative.
25
b. Resiko Cedera berhubungan dengan kerusakan penglihatan.
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
cedera dapat dicegah.
Kriteria hasil : Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup
untuk menurunkan faktor resiko dan melindungi
diri dari cedera.
Rencana tindakan :
1) Bantu pasien ketika mampu melakukan ambulasi, pre operasi
sampai stabil, dan mencapai penglihatan dan keterampilan koping
yang memadai. Gunakan teknik bimbingan penglihatan.
Rasional : Menurunkan resiko jatuh atau cedera ketika langkah
sempoyongan atau tidak mempunyai keterampilan
koping untuk kerusakan penglihatan.
2) Bantu pasien menata lingkungan. Jangan mengubah penataan meja
kursi tanpa orientasi terlebih dahulu.
Rasoinal : Memfasilitasi kemandirian dan menurunkan
resiko cedera.
3) Orientasikan pasien pada ruangan.
Rasional: Meningkatkan keamanan mobilitas dalam
lingkungan.
4) Bahas perlunya penggunaan persisai metal atau kacamata bila
diperintahkan
Rasional :Tameng logam atau kacamata melindungi mata
terhadap cedera.
5) Gunakan prosedur yang memadai ketika memberikan obat mata.
Rasional : Cedera dapat terjadi bila wadah obat menyentuh mata.
c. Gangguan sensori persepsi: penglihatan berhubungan dengan
gangguan penerimaan sensori/ perubahan status organ indera.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
dapat meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas
situasi individu.
Kriteria hasil : Mengenal gangguan sensori dan
berkompensasi terhadap perubahan, mengidentifikasi
atau memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.
26
Rencana tindakan :
1) Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau kedua
mata terlibat.
Rasional : Kebutuhan individu dan pilihan intervensi
bervariasi, sebab kehilangan penglihatan terjadi secara
lambat dan progresif. Bila bilateral, tiap mata dapat
berlanjut pada
laju yang berbeda. Tetapi biasanya hanya satu mata
diperbaiki per prosedur
2) Orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orang lain
disekitarnya.
Rasional : Memberikan peningkatan kenyamanan dan
kekeluargaan, menurunkan cemas dan disorientasi pasca
operasi.
3) Observasi tanda dan gejala disorientasi. Pertahankan pagar tempat
tidur sampai benar-benar sembuh.
Rasional : Terbangun dalam lingkungan tidak dikenal dan
mengalami keterbatasan penglihatan dapat
mengakibatkan bingung pada orang tua. Meningkatkan
resiko jatuh bila bingung/tidak tahu ukuran tempat tidur.
4) Pendekatan dari sisi yang tidak dioperasi, bicara dan menyentuh
sering, dorong orang terdekat tinggal dengan pasien.
Rasional : Memberikan rangsang sensori tepat terhadap isolasi
dan menurunkan bingung.
5) Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi mata
dimana dapat terjadi bila menggunakan obat teles mata.
Rasional : Gangguan penglihatan/ iritasi dapat berakhir 1-2 jam
setelah tetesan mata tetapi secara bertahap menurun dengan
penggunaan.
6) Ingatkan pasien menggunakan kacamata katarak yang tujuannya
memperbesar ± 25%, penglihatan perifer hilang, dan buta titik
mungkin ada.
Rasional : Perubahan ketajaman dan kedalaman persepsi dapat
menyebabkan bingunng penglihatan/ meningkatkan
27
resiko cedera sampai pasien belajar untuk
mengkompensasi.
2. Post Operasi
a. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur
invasive.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, infeksi
tidak terjadi.
Kriteria hasil : Meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu,
bebas drainase purulen, eritema, dan demam.
Rencana tindakan :
1) Diskusikan pentingnya mencuci tangan sebelum
menyentuh/mengobati mata.
Rasional : Menurunkan jumlah bakteri pada tangan, mencegah
kontamenasi area operasi
2) Gunakan/tunjukkan teknik yang tepat untuk membersihkan mata dari
dalam dengan kapas basah/bola kapas untuk tiap usapan, ganti
balutan dan masukkan lensa kontak bila menggunakan.
Rasional : Teknik aseptik menurunkan resiko penyebaran bakteri
dan kontaminasi silang.
3) Tekankan pentingnya tidak menyentuh/menggaruk mata yang
dioperasi.
Rasional : Mencegah kontaminasi dan kerusakan sisi operasi.
4) Observasi/diskusikan tanda terjadinya infeksi, contoh : kemerahan,
kelopak bengkak, drainase purulen.
Rasional : Infeksi mata terjadi 2 sampai 3 hari setelah prosedur
dan memerlukan upaya intervensi.
5) Berikan obat sesuai indikasi. Antibiotic (topical, parenteral,
subkonjungtiva) dan steroid.
Rasional : Sediaan topical digunakan secara profilaksis, dimana
terapi lebih agresif diperlukan bila terjadi infeksi. Steroid
digunakan untuk menurunkan inflamasi.
b. Gangguan sensori perceptual : penglihatan berhubungan dengan
gangguan penerimaan sensori / status organ indera.

28
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan dapat
meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi
individu.
Kriteria hasil : Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi
terhadap perubahan, mengidentifikasi atau
memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.
Rencana tindakan :
1) Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau kedua mata
terlibat.
Rasional : Kebutuhan individu dan pilihan intervensi bervariasi,
sebab kehilangan penglihatan terjadi secara lambat dan
progresif. Bila bilateral, tiap mata dapat berlanjut pada
laju yang berbeda. Tetapi biasanya hanya satu mata
diperbaiki per prosedur
2) Orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orang lain
disekitarnya.
Rasional : Memberikan peningkatan kenyamanan dan
kekeluargaan, menurunkan cemas dan disorientasi
pasca operasi.
3) Observasi tanda dan gejala disorientasi.
Rasional : Berada dalam lingkungan baru dengan mengalami
keterbatasan penglihatan dapat mengakibatkan bingung.
4) Pertahankan pagar tempat tidur sampai benar-benar sembuh dan
penglihatan bisa digunakan dengan maksimal.

29
Rasional : Meningkatkan resiko jatuh bila bingung/tidak terbiasa
dengan keadaan di rumah sakit.
5) Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi mata
dimana dapat terjadi bila menggunakan obat teles mata.
Rasional : Gangguan penglihatan/ iritasi dapat berakhir 1-2 jam
setelah tetesan mata tetapi secara bertahap menurun
dengan penggunaan.
6) Ingatkan pasien untuk menggunakan kacamata katarak yang
tujuannya memperbesar ±25%, penglihatan perifer hilang, dan
buta titik mungkin ada.
Rasional : Perubahan ketajaman dapat menyebabkan gangguan
penglihatan/ meningkatkan resiko cedera sampai pasien
belajar untuk mengkompensasi.
c. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan tindakan operasi
yang akan dilakukan.
Tujuan : Mendemonstrasikan berkurangnya ketidaknyamanan
mata.
Kriteria hasil : Menyangkal ketidaknyamanan mata, tak ada merintih,
ekspresi wajah rileks.
Rencana tindakan :
1) Tanyakan pasien tentang nyeri. Tentukan karakteristik nyeri,
misalnya terus-menerus, sakit, menusuk, terbakar. Buat rentang intesitas
pada skala 0-10.
Rasional : Memberikan informasi untuk membantu dalam
menentukan pilihan/ keefektifan intervensi.
2) Berikan analgesik resep sesuai pesanan dan mengevaluasi
keefektifan. Beri tahu dokter bila nyeri mata menetap atau
memburuk setelah pemberian pengobatan.
Rasional : Analgesik memblokir jaras nyeri. Ketidaknyamanan
mata berat menandakan perkembangan komplikasi dan
perlunya perhatian medis segera. Ketidaknyamanan
ringan diperkirakan
3) Berikan anti inflamasi dan agen anti infeksi oftalmik yang
diresepkan.
Rasional : Untuk menurunkan bengkak dan mencegah
infeksi.
4) Berikan kompres dingin sesuai pesanan dengan menggunakan
teknik aseptik. Ajarkan pasien bagaimana memberikan kompres
dengan menggunakan teknik aseptik dalam persiapan pulang.
Tekankan pentingnya mencuci tangan sebelum perawatan mata di
rumah. Rasional : Dingin membantu menurunkan
bengkak.
Kerusakan jaringan mempredisposisikan pasien pada
invasi bakteri
d. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kehilangan penglihatan
perifer sementara dan persepsi sekunder terhadap pembedahan mata.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, cedera dapat
dicegah.
Kriteria hasil: tidak ada memar kaki, menyangkal jatuh, tidak ada
manifestasi peningkatan intraokular atau
perdarahan.
Rencana tindakan :
1) Pertahankan posisi tempat tidur rendah, pagar tempat tidur tinggi,
dan bel pemanggil di samping tempat tidur. Orientasikan ulang
pasien terhadap susunan struktur ruangan. Instruksikan pasien untuk
memberi tanda untuk bantuan bila turun dari tempat tidur sampai
mampu ambulasi tanpa bantuan.
Rasional : Beberapa kejadian kehilangan keseimbangan terjadi
bila mata ditutup, khususnya pada lansia.
2) Mulai tindakan-tmdakan untuk mencegah peningkatan tekanan
intraokular :
a) Pertahankan kepala tempat tidur tinggi kira- kira 45 derajat
untuk 24 jam pertama.
b) Ingatkan pasien untuk menghindari batuk, bersin, membungkuk
dengan kepala rendah dari panggul, dan mengejan.
Rasional: Peningkatan tekanan intraokular meningkatkan nyeri
dan resiko terhadap kerusakan jahitan yang digunakan pada
pembedahan mata.
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan
sumber informasi.
Tujuan : memenuhi kebutuhan informasi klien.
Kriteria hasil: Menyatakan pemahaman kondisi dan pengobatan,
melakukan prosedur dengan benar dan alasan
tindakan.
Rencana tindakan :
1) Kaji informasi tentang kondisi individu dan prognosis.
Rasional: Meningkatkan kerjasama dengan program pascaoperasi.
2) Informasikan pasien untuk menghindari tetes mata yang dijual
bebas.
Rasional: Dapat bereaksi silang/ campur dengan obat
yang diberikan.
3) Diskusikan kemungkinan efek/ interaksi obat mata dan masalah
medis pasien seperti hipertensi, PPOM. Ajarkan metode yang tepat
memasukkan obat tetes untuk meminimalkan efek sistemik.

Rasional : Tindakan benar dapat membatasi absorbsi dalam


sirkulasi sistemik, meminimalkan masalah interaksi obat
dan efek sistemik yang tidak diinginkan.
4) Tekankan pentingnya evaluasi perawatan rutin. Beritahu untuk
melaporkan penglihatan berawan.
Rasional: Pengawasan periodik menurunkan resiko komplikasi
serius. Pada beberapa pasien, kapsula posterior dapat
menebal dalam 2 minggu/ beberapa tahun pasca operasi,
memerlukan terapi laser untuk mempeebaiki penglihatan.
f. Cemas (ansietas) berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Tujuan :cemas yang dirasakan pasien hilang.
Kriteria hasil: Tampak rileks melaporkan ansietas menurun,
menggunakan sumber secara efektif
Rencana tindakan :
1) Kaji tingkat ansietas, derajat pengalaman dan pengetahuan kondisi
saat ini.
Rasional : Faktor ini mempengaruhi persepsi pasien terhadap
ancaman diri, potensial siklus ansietas, dan dapat
mempengaruhi uoaya medik.
2) Berikan informasi yang akurat dan jujur. Diskusikan kemungkinan
bahwa pengawasan dan pengobatan dapat mencegah kehilangan
penglihatan tambahan
Rasional : Menurunkan ansietas sehubungan dengan ketidaktahuan/
harapan yang akan datang dan memberikan dasar fakta
untuk membuat pilihan informasi tentang pengobatan.
3) Dorong pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan
perasaan.
Rasional: Memberikan kesempatan untuk menerima situasi nyata.
Mengklarifikasi salah konsepsi dan pemecahan masalah.
4) Identifikasi sumber/ orang yang menolong
Rasional : Memberikan keyakinan bahwa pasien tidak
sendirian dalam menghadapi masalah.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Berdasarkan hasil pengkajian sistem penginderaan pada tanggal 11 Oktober


2020, jam 14.30 wib didapatkan hasil :

3.1 PENGKAJIAN
3.1.1 IDENTITAS KLIEN
Nama : Ny. J
Umur : 61 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Dayak/Indonesia
Agama : Kristen
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMP
Status Perkawinan : Kawin
Alamat : Jl. Tjilik Riwut KM 29
TGL MRS : 11 Oktober 2020
Diagnosa Medis : Katarak

3.1.2 RIWAYAT KESEHATAN/PERAWATAN


1. Keluhan Utama
Klien mengatakan Penurunan ketajaman penglihatan, silau, pandangan
kabur atau redup, susah melihat pada malam hari
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 11 Oktober 2020, Ny. J
umur 61 tahun dengan keluhan penurunan ketajaman penglihatan dan
silau, pandangan kabur atau redup , susah melihat pada malam hari serta
pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil mata matanya, dan
peka terhadap sinar atau cahaya. Pasien tampak gelsah dan
mengeluhkan rasa cemas atas penyakitnya yang berkelanjutan setiap
hari.
3. Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi) Pasien
mengatakan sejak beberapa tahun beliau merasakan aneh dengan warna
pupil matanya, dan 1 tahun yang lalu pernah mengalami konjungtivitis.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit keluarga

Gambar Genogram Keluarga

Keterangan:
: meninggal
: laki-laki
: perempuan
: pasien
: tinggal serumah
: garis keturunan

3.1.3 PEMERIKSAAN FISIK


1. Keadaan Umum
Klien tampak gelisah, kesadaran compos mentis TD : 130/80 mmhg N : 90
o
x/menit RR :20x/menit S : 36, C .
2. Status Mental
Tingkat kesadaran Compos menthis, Ekspresi wajah lemas, Bentuk badan
semetris,Cara Berbaring/Bergerak Terlentang, cara berbicara cukup jelas,
suasana hati pasien sedih karena memikirkan penyakit nya untuk
penampilan pasien cukup rapi, insight baik, untuk mekanisme pertahan diri
adaptif.
 Orientasi Waktu : Pasien dapat membedakan waktu Pagi,
Siang dan malam
 Orientasi Orang : Pasien dapat mengenali keluarganya dan
petugas kesehatan
 Orientasi Tempat : Pasien mengetahui bahwa dia di rawat
Keluhan Lainnya : Tidak Ada
3. Tanda-tanda Vital
Pada saat melakuakan pengkajian pada pasien Ny. J dengan tanda – tanda
vital
o
a. Suhu/T : 36. C Axilla
b. Nadi/HR : 90 x/menit
c. Pernapasan/RR : 20 x/menit
d. Tekanan Darah/BP : 130/80 mmHg
4. Pernapasan (Breathing)
Bentuk Dada Simetris , Kebiasaan Merokok tidak ada , Batuk Berdahak
tidak ada, Sianosis Tidak Ada , , tipe pernapasan menggunakan dada dan
perut, irama pernafasan teratur.
Keluhan Lainnya : Tidak ada
Masalah Keperawatan : Tidak ada
5. Cardiovasculer (Bleeding)
Pada saat melakuakan pengkajian pada pasien Ny. J sistem pengindraan di
daerah kardiaovaskuler tidak ada nyeri, capillary refill time > 2 detik, tidak
ada, ictus cordis tidak terlihat, vena jugularis tidak meningkat, suara jantung
Lup Dup
Keluhan Lainnya :
Masalah Keperawatan :

6. Persyarafan (Brain)
Nilai GCS E:4 ( membuka mata spontan ), V:5 ( orentasi dengan baik ), M 6
( bergerak sesuai perintah ) dan total Nilai GCS:15 normal, kesadaran Ny.
J compos menthis, pupil isokor tidak ada kelainan, reflex cahaya kanan dan
kiri positif.
Hasil dari uji syaraf kranial, saraf kranial I (Olfaktorius): pada
pemeriksaan menggunakan minyak kayu putih dengan mata tertutup
pasien mampu mengenali bau minyak kayu putih tersebut. Saraf
kranial II (Optikus): pasien kurang mampu membaca nama perawat dengan
baik pada saat perawat meminta pasien untuk membaca namanya.
Saraf kranial III (Okulomotor): pasien dapat mengangkat kelopak
matanya dengan baik. Saraf kranial IV (Troklearis): pasien dapat
menggerakkan bola matanya (pergerakan bola mata normal). Saraf
kranial V (Trigeminalis): pada saat pasien makan pasien dapat
mengunyah dengan lancar. Saraf kranial VI (Abdusen): pasien mampu
menggerakan bola matanya ke kiri dan kekanan. Saraf kranial VII
(Fasialis): pasien dapat membedakan rasa manis dan asin. Saraf kranial
VIII (Auditorius): pasien dapat menjawab dengan benar dimana suara
petikan jari perawat kiri dan kanan. Saraf kranial IX (Glosofaringeus):
pasien dapat merasakan rasa asam. Saraf kranial X (Vagus): pada saat
makan pasien dapat mengontrol proses menelan. Saraf kranial XI
(Assesorius): pasien dapat menggerakkan leher dan bahu. Saraf kranial XII
(Hipoglosus): pasien mampu mengeluarkan lidahnya.
Hasil uji koordinasi ekstremitas atas jari ke jari positif, jari ke hidung
positif. Ekstremitas bawah tumit ke jempol kaki, uji kestabilan positif;
pasiendapat menyeimbangkan tubuhnya, refleks bisep dan trisep kanan dan
kiri postif dengan skala 5, refleks brakioradialis kanan dan kiri positif
dengan skala 5, refleks patela kanan dan kiri positif dengan skala 5, refleks
akhiles kanan dan kiri positif dengan skala 5, refleks babinski kanan dan kiri
positif dengan skala 5.
Keluhan Lainya : Tidak Ada
Masalah Keperawatan : Tidak Ada
6. Eliminasi Uri (Bladder)
Produksi urine 2500 ml dalam 2 hari, warna urine kuning, bau urine berbau
khas dan tidak ada masalah/lancar.
Keluhan Lainnya : Tidak Ada
Masalah Keperawatan: Tidak Ada
7. Eliminasi Alvi (Bowel)
Mulut dan faring bibir lembab, tidak ada karies gigi dan ada yang
berlubang, gusi baik tidak ada perdangan, warna lidah merah agak
kepucatan, mukosa kering, untuk buang air besar (BAB) 2 kali sehari
,kuning lembek dan tidak ada diare, konstipasi (-), Fases berdarah (-),
Kembung (-), bising usus 8x menit/menit, tidak ada benjolan, dan tidak ada
nyeri tekan pada perutnya.
Keluhan Lainnya : Tidak Ada
Masalah Keperawatan: Tidak Ada
8. Tulang – Otot – Integumen (Bone)
Kemampuan pergerakan sendibebas, parese tidak ada, paralise tidak ada,
hemiparese tidak ada, krepitasi tidak ada ,nyeri tidak ada ,kekakuan tidak
ada, flasiditas tidak ada, spastisitas tidak adaukuran ototsimetris
Keluhan Lainnya : Tidak Ada
Masalah Keperawatan: Tidak Ada
9. Kulit-kulit Rambut
Pasien tidak ada riwayat alergi, suhu badan hangat, warna kulit normal,
tugor cukup baik, tekstur halus, tidak ada lesi, tekstur rambut kasar,
distribusi rambut tidak merata bentuk kuku pasien simetris.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada
10. Sistem Penginderaan

Pada saat pengkajian ditemukan Pengembunan seperti mutiara keabuan


pada kedua pupil mata. Penurunan ketajaman penglihatan fungsi ,
pendengaran klien baik, bentuk hidung simetris, tidak ada lesi, tidak ada
patensi, tidak ada obstruksi, tidak ada kelainan pada cavum nasal dan septum
nasal, dan tidak ada polip. Keluhan Lainnya : Tidak ada
Masalah Keperawatan : Gangguan persepsi sensori : penglihatan
11. Leher dan Kelenjar Limfe
Tidak terdapat adanya massa, jaringan parut tidak ada, kelenjar limfe tidak
teraba, kelenjar tyroid tidak teraba, mobilitas leher bebas.
3.1.4 POLA FUNGSI KESEHATAN
1. Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit:
Pasien mengatakan sehat itu penting, dimana saya dapat beraktivitas secara
mandiri semetara jika saya sakit saya tidak bisa beraktivitassecara mandiri,
dan pasien mengatakan ingin cepat pulang.
2. Nutrisida Metabolisme
TB : 148 cm
BB sekarang : 58Kg
BB sebelum sakit:59 Kg
Diet:
 Biasa  Cair  Saring  Lunak
Diet Khusus:
 Rendah garam  Rendah kalori  TKTP
Rendah lemak  Rendah purin  Lainnya: Tidak Ada
 Mual
 Muntah - kali/hari
Kesukaran menelan  Ya  Tidak
Keluhan Lainnya: Tidak ada
Pola Makan Sehari-hari Sesudah Sakit Sebelum Sakit
Frekuensi/hari 3x1 sehari 3x1 sehari
Porsi 1 porsi 1 porsi
Nafsu makan Baik Baik
Jenis makanan Nasi, sayur, lauk, buah Nasi, sayur, lauk
Jenis minuman Air putih dan susu Air putih
Jumlah minuman/cc/24 jam ± 650cc ± 700cc
Kebiasaan makan Pagi, siang, malam Pagi, siang, malam
Keluhan/masalah Tidak Ada Tidak Ada

Masalah Keperawatan: Tidak Ada


3. Pola istirahat dan tidur:
Pasien tampak agak susah tidur.
Pola tidur malam: 4 jam (Selama sakit)
8 jam (Sebelum sakit)
Pola tidur siang: 30menit(Selama sakit)
30 menit(Sebelum sakit)
Masalah Keperawatan: Gangguan Pola Tidur
4. Kognitif:
Pasien tidak mengetahui tentang penyakit yang di deritanya dan baru
pertama kali mengalami penyakit seperti ini
Masalah Keperawatan : Kurang pengetahuan
5. Konsep diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri, peran):
Gambaran diri : Pasien dapat menerima kekurangannya sekarang
Ideal diri : Pasien ingin cepat sembuh
Identitas diri : Pasien seseorang perempuan
Harga diri : Pasien sangat diperhatikan oleh keluarga
Peran diri : Pasien adalah seorang ibu rumah tangga
Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan
6. Aktivitas Sehari-hari
Pasien dapat beraktivitas seperti biasanya tetapi tidak bisa terlalu banyak
gerak di karenakan kondisi pasien masih lemas untuk aktivitas pasien
mampu untuk ke kamar mandi sendiri.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada
7. Koping-Toleransi terhadap stress
Pasien Mengatakan bila ada masalah pasien berbicara kepada suami dan
keluarganya
Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan
8. Nilai Pola Keyakinan
Pasien meyakini agamanya sendiri.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan
3.1.5 SOSIAL – SPIRITUAL
1. Kemampuan berkomunikasi

Pasien mampu berkomunikasi dengan baik

2. Bahasa sehari-hari

Bahasa Dayak dan Indonesia.

3. Hubungan dengan keluarga

Baik dan harmonis.

4. Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain

Baik. Pasien dapat bekerja sama dengan perawat dalam pemberian tindakan

keperawatan. Hubungan dengan teman dan orang lain juga baik.

5. Orang berarti/terdekat

Suami dan keluarga.

6. Kebiasaan menggunakan waktu luang

Sebelum sakit, pasien selalu bersama keluarga.

Sesudah sakit, pasien hanya berbaring ditempat tidur.

7. Kegiatan beribadah
Sebelum sakit, pasien selalu menjalankan ibadah

3.1.6 DATA PENUNJANG (RADIOLOGIS, LABORATORIUM, DAN


DATA PENUNJANG LAINNYA)
1. Tabel pemeriksaan laboratorium
Parameter Hasil Nilai Normal
Natrium (Na) 133 135 – 148 mmol/L
Kalium (K) 3,5 3,5 – 5,3 mmol/L
Calsium (Ca) 0,9 0,95 – 1,2 mmol/L
3.1.7 PENATALAKSANAAN MEDIS
Terapi Obat Dosis Rute Indikasi
Inj. Cefrtadizime 2 x 1 gr IV Digunakan untuk mengobati
infeksi bakteri
Inj. Ketorolak 3 x 30 mg IV Digunakan untuk mengurangi
rasa nyeri

Palangka Raya, 11 Oktober 2020


Mahasiswa

( Nia Rahmawati )
ANALISA
DATA

No DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN MASALAH


DATA OBYEKTIF PENYEBAB
1 Ds : faktor usia Gangguan persepsi sensori :
- Pasien mengeluh penurunan ↓ penglihatan
ketajaman penglihatan dan perubahan fisik + kimia
silau, pandangan kabur / redup ↓
, susah melihat pada malam adanya denaturasi protein lensa
hari. Serta pengembunan ↓
seperti mutiara keabuan pada saraf optikus melemah
pupil mata. ↓
- Pasien mengatakan sejak transparasi lensa
beberapa tahun beliau ↓
merasakan aneh dengan warna kerusakan sel selaput lensa
pupil matanya, dan peka ↓
terhadap sinar/ cahaya. penurunan kerjenihan lensa
- Pasien mengatakan 1 tahun ↓
yang lalu pernah mengalami penurunan ketajaman
konjungtivitis penglihatan

Do :
         Pasien di diagnosa menderita
katarak
2 Ds : peningkatan stresor kurang ansietas
- Pasien mengeluh rasa cemas pengetahuan terhadap
atau ketidak nyamanan atas penyakitnya
penyakit yang berkelanjutan ↓
setiap hari merasakan ketidak nyamanan
- Pasien mengatakan tidak atas penyakitnya
terlalu banyak tahu mengenai
penyakitnya
Do :
         Pasien tampak gelisah
PRIORITAS MASALAH

1. Gangguan persepsi sensori : penglihatan berhubungan dengan usia lanjut


- pasien mengatakan penglihatan menurun
- pasien mengatakan sulit membaca dan melihat dengan jelas
- usia pasien 61 tahun
2. Ansietas berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi ditandai
dengan
- Pasien tampak gelisah
- Pasien tampak bingung
- Pasien sering bertanya tentang penyakitnya
RENCANA KEPERAWATAN
Nama Pasien : Ny. J
Ruang Rawat : Sistem Penginderaan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1. Gangguan persepsi Setelah dilakukan 1. Lakukan peningkatan komunikasi 1. Dengan peningkatan


sensori : penglihatan tindakan 2. Lakukan manajemen lingkungan komunikasi dapat membantu
berhubungan dengan usia keperawatan selama 2 × 7 Jam 3. Pantau status neurologis pembelajaran untuk menjalani
lanjut diharapkan pasien mengalami 4. Kolaborasi dengan dokter dan ahli hidup pada pasien dengan
peningkatan penglihatan fisioterapi spesialis THT penurunan fungsi penglihatan
Dengan kriteria hasil : 2. Lingkungan yang aman
- Pasien mengalami ketajaman nyaman, dapat menghindari
penglihatan pasien dari bahaya
- TTV dengan batas normal 3. Dengan memantau status
neurologis dapat mencegah /
meminimalkan komplikasi
neurologis
4. Pemberian terapi ( operasi )
pada pasien dengan defisit
penglihatan dapat memulihkan
ketajaman penglihatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
2. Ansietas berhubungan Setelah diberikan asuhan 1. Observasi tingkat pengetahuan 1. Menegtahui sejauh mana pasien
keperawatan 1 x 7 jam
dengan kurang pasien memahami dan mengerti tentang
diharapkan ansietas pasien
terpaparnya berkurang, dengan kriteria hasil : 2. Ajarkan tehnik menenangkan penyakitnya
informasi 1. Pasien mengatakan tidak lagi diri 2. Meminimalkan ke khawatiran
cemas dengan penyakitnya 3. Ajarkan peningkatan koping dan ketakutan terhadap penyakit
2. Pasien tidak tampak gelisah 4. Berikan pendidikan kesehatan yang di derita
tentang penyakit katarak 3. Dengan tehnik menenangkan
diri dapat meredakan kecemasan
pada pasien
4. Dapat membantu pasien untuk
beradaptasi dengan persepsi
stresor dan perubahan yang
menghambat pemenuhan
tuntutan dan peran hidup.

43
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Nama Pasien : Ny. J


Ruang Rawat : Sistem Penginderaan

Hari/Tanggal dan Implementasi Evaluasi ( SOAP ) Tanda tangan


Jam perawat
11 September Diagnosa 1 S : Pasien mengatakan “matanya masih
1. Melakukan peningkatan komunikasi buram dalam melihat sekeliling saat
2020 malam hari”
kepada pasien
Pukul 14.30 wib 2. Melakukan manajemen lingkungan O:
-Klien tampak berbaring
agar mempermudah aktifitas pasien
- aktifitas yang dilakukan klien tampak
3. Memantau status neurologis ringan dan terkadang dibantu keluarga
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi di lanjutkan

44
Hari/Tanggal dan Implementasi Evaluasi ( SOAP ) Tanda tangan
Jam perawat
11 Oktober 2020 Diagnosa 2 S: Pasien mengatakan ”saya sudah
1. Mengobservasi tingkat pengetahuan mengetahui dan paham tentang penyakit
2020 katarak”
Pukul 14.45 wib pasien
2. Mengajarkan tehnik menenangkan diri
O:
3. Mengajarkan peningkatan koping - Pasien mendapatkan dukungan dari
4. Memberikan pendidikan kesehatan keluarga
tentang penyakit katarak - Pasien dapat berkooperatif dengan
perawat
- Pasien tampak memahami tentang
penyakit katarak yang ditandai dengan
pasien dapat menjawab apa yang
ditanyakan oleh perawat seputar
katarak.
- Pasien tampak tenang
A: Masalah sudah teratasi
P: Hentikan intervensi

45
SATUAN ACARA PENYULUHAN
(SAP)

Nama : Nia Rahmawati


Pokok Bahasan : Katarak
Sub Pokok bahasan : Katarak
Sasaran : Keluarga
Waktu : 30 Menit
Tempat : Keluarga Ny. J
Hari/tgl Pelaksanaan : 11 Oktober 2020
Jam Pelaksanaan : 14.45 WIB – 15.15 WIB

I. PENDAHULUAN
Manusia dipengruhi berbagai system untuk memudahkan mereka memenuhi kebutuhsn
hidupnya. Salah satu system yang sangat penting adalah system indra. Namun yang dibahas
disini adalah mata, salah satu dari mata adalah konjungtiva. yang lebih mengkhusus membahasa
tentang gangguan pada konjungtiva. Sebagai anggota tim kessehatan khususnya perawat,kita
penting mengetahui bagaimana konsep dasar penyakit dan asuhan keperawatan dari mata
khususnya pada pasien gangguan konjungtiva . Pentingnya mengetahui konsep dasar penyakit
mata memudahkan kita untuk memaahami lebih dalam system kerja indra penglihatan.

II. TUJUAN
1. Tujuan Intruksional Umum (TIU)
Pada akhir penyuluhan kesehatan, peserta penyuluhan diharapkan mampu memahami
tentang pengertian konjungtivitis, penyebab, tanda dan gejala, pengobatan, perawatan
serta pencegahannya.
2. Tujuan IntruksionalKhusus (TIK)
Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan, keluarga penyuluhan diharapkan mampu:
1. Menjelaskan pengertian konjungtivitis
2. Menjelaskan penyebab konjungtivitis
3. Menjelaskan gejala klinis konjungtivitis
4. Menjelaskan tentang terapi tindakan pengobatan penyakit konjungtivitis
5. Menjelaskan tentang bagaimana cara pencegahan konjungtivitis.
6. Menjelaskan tentang bagai mana perawatan konjungtivitis

44
III. SASARAN
Keluarga

IV. TARGET
Keluarga dapat mengetahui tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala,
pencegahan, perawtan serta pengobatannya terhadap penyakit KONJUNGTIVITIS
VERNALIS.

V. MATERI
1. Pengertian Katarak
2. Penyebab Katarak
3. Tanda dan Gejala Katarak
4. Pencegahan Katarak
5. Pengobatan Katarak
6. Perawatan Katarak

VI. METODE
1. Ceramah
2. Diskusi

VII.MEDIA
1. Materi pangajaran / lembar balik
2. Leaflet

VIII. STRATEGI PELAKSANAAN


1. Waktu : 11 Oktober 2020
2. Tempat : Ruangan
IX. SUSUNAN ACARA
Sasaran
No Waktu Kegiatan
Penyajian Masyarakat
1. 5 menit Pembukaan  Menyampaikan salam  Menjawab salam
a. Salam pembuka pembuka, maksud dan  Memperhatikan dan
b. Perkenalan tujuan serta kontrak waktu terlihat antusias
c. Menyampaikan pelaksanaan kegiatan mengikuti
tujuan kepada peserta penyuluhan penyuluhan
d. Kontrak waktu dengan bahasa yang sopan
e. Melakukan apersepsi dan jelas serta penggunaan
kata yang efisien.
 Menanyakan beberapa
pertanyaan seputar opini
peserta mengenai topik
penyuluhan.
2. 15 menit Kegiatan Inti  Menyampaikan materi  Menyimak dan
a. Penyampaian, materi dengan jelas dan tepat memperhatikan
 Pengertian sesuai dengan metode yang penyuluhan dengan
konjungtivitis dipilih baik dan antusias.
vernalis  Menyampaikan materi tidak
 Penyebab berbelit-belit serta efisien
konjungtivitis sehingga mencegah
vernalis kekurangan waktu
 Tanda dan Gejala  Memanfaatkan semua
konjungtivitis media yang tersedia untuk
vernalis menyampaikan materi
 Pencegahan dengan baik.
konjungtivitis
vernalis
 Pengobatan
konjungtivitis
vernalis
 Perawatan
konjungtivitis
vernalis

3. 10 menit Penutup  Melalukan dialog interaktif  Peserta penyuluhan


a. Sesi tanya jawab dengan peserta penyuluhan. dengan antusias
b. Melakukan evaluasi  Menanyakan beberapa bertanya dan
c. Menyimpulkan pertanyaan singkat kepada berdialog tentang

46
materi yang pasien tentang materi materi penyuluhan.
didiskusikan penyuluhan untuk  Bersama penyaji
d. Mengakhiri kegiatan mengetahui feed back. menyimpulkan
dengan salam Misalnya dengan materi.
memberikan studi kasus dan  Mengerti dan
hadiah kepada peserta yang mempunyai
bisa menjawab dengan pengetahuan baru
benar. tentang materi
 Menyampaikan kesimpulan penyuluhan
dengan singkat dan jelas. ditandai dengan
 Menyampaikan salam hampir keseluruhan
penutup dan ucapan peserta dapat
terimakasih dengan sopan menjawab studi
dan jelas. kasus.
 Menjawab salam.

X. MATERI
( Terlampir)

XI. EVALUASI
1. Evaluasi Struktur
o SAP sudah siap 1 hari sebelum penyuluhan.
o Media (Lembar balik, Leaflet) dan tempat sudah siap
o Moderator sudah siap.
o Peserta siap mengikuti penyuluhan.
2. Evaluasi Proses
o Media (Lembar balik, Leaflet) sudah disiapkan sesuai rencana.
o Tempat siap
o Penyaji,moderatordan peserta siap mengikuti penyuluhan.
3. Evaluasi Hasil
o Penyuluhan berjalan sesuai rencana dan tepat waktu.
o Masalah yang muncul saat pelaksanaan penyuluhan dapat diatasi dengan baik.

47
o Tujuan penyuluhan tercapai yaitu peserta penyuluhan dapat memahami tentang
isi penyuluhan dan diharapkan akan terjadi perubahan perilaku.

XII. DAFTAR PERTANYAAN


1. Penyakit konjungtivitis disebabkan oleh apa?
2. Apa sajah gejalanya?
3. Bagaimana tanda-tanda yang sudah terkena Katarak?
4. Cara apa sajakah yang dapat dilakukan guna mencegah paenyakit
Katarak?
5. Apa saja pengobatannya?
6. Bagaimana perawatannya?

XIII. Lampiran Materi


KATARAK

1. Pengertian
 Katarak merupakan penyakit mata yang dicirikan dengan adanya kabut pada lensa mata

2.     Penyebab
      Penyebab penyakit katarak antara lain:
1) Kekurangan gizi yang dapat mempercepat proses berkembangannya penyakit katarak
2) Katarak umumnya merupakan proses penuaan
3) Paparan sinar ultraviolet panjang
4) Penggunaan obat-obatan seperti kortikosteroid
5) Penyakit tertentu seperti diabetes juga dapat mempercepat timbulnya katarak.
6) Katarak juga dapat terjadi pada saat lahir atau trauma pada mata.

3. Gejala
Gejala umum gangguan katarak meliputi:
1) Penglihatan tiak jelas,seperti terdapat kabut menghalangi objek
2) Peka terhadap cahaya dan sinar
3) Dapat melihat dobel pada satu mata
4) Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca
5) Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.
4. Pencegahan
1) Pencegahan utama adalah mengontrol penyakit yang berhubung dengan katarak
dan menghindari faktor-faktor yang mempercepat terbentuknya katarak.
2) Menggunakan kaca mata hitam ketika berada di luar ruangan pada siang hari bisa
mengurangi jumlah sinar ultraviolet yang masuk ke dalam mata.
3) Berhenti merokok bisa mengurangi resiko terjadinya katarak

5. Penanganan
1) Satu-satunya pengobatan untuk katarak adalah pembedahan/operasi pembedahan di
lakukan jika penderita tidak dapat melihat dengan baik dengan bantuan kaca mata
untuk melakukan kegiatannya sehari-hari.beberapa penderita mungkin merasa
penglihatannya lebih baik hanya dengan mengganti kaca matanya.
2) Penderita yang telah menjalani pembedahan katarak biasanya akan mendapat lensa
buatan sebagai pengganti lensa yag telah di angkat.lensa buatan ini merupakan
lempengan plastik yang di sebut lensa intraokuler,biasanya lensa intraktor di masukan
ke dalam kapsul lensa mata.untuk mencegah infeksi mengurangi perdarahan dan
mempercepat penyabunan selama beberapa minggu setelah pembedahan di berikan
tetes mata atau salep.untuk melindugi mata dari penderita sebaiknya menggunakan
kaca mata atau pelindung mata yang terbuat dari logam sampai luka pembedahan
benar-benar sembuh
DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Ophthalmology. 2018. External Disease and Cornea. Section


11. San Fransisco: MD Association.

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.


Jakarta: EGC.

http://duniavirly.blogspot.com/2012/02/askep-konjungtivitis.html, diakses tanggal


08 Maret 2016

http://ners-blog.blogspot.com/2011/03/askep-gangguan-konjungtiva.html,
diakses tanggal 08 Maret 2016

Ilyas, Sidarta., Sri Rahayu Yulianti. 2015. Ilmu Penyakit Mata, Balai Penerbit
FKUI, Jakarta: 121-131.

Smeltzer Bare, dkk. 1997. Keperawatan Medikal Bedah Volume III. Jakarta.

Vaughan, Daniel G., Asbury., Taylor., Riordan-Eva., Paul. 2016. Oftalmologi Umum
(General Ophthalmology). Ed. 17. Widya Medika, Jakarta: 5;97-12

TANDA-
TANDA
APAKAH
KATARA
YANG
K
DIMAKS 1.
UD
DENGAN peng
KATARA lihat
an
K? tidak
jelas
Katarak ,
adalah sepe
suatu rti
keadaan terda
dimana pat
lensa mata kabu
yang jernih t
dan bening men
menjadi ghal
keruh. angi
obje
k
2. peka
terhadap
sinar
atau k
cahaya dapa
3. dapat t
melihat mem
dobel baca
pada satu 5.
mata lensa
4. mata
mem beru
erluk bah
an menj
penc adi
ahay bura
aan m
yang sepe
teran rti
g kaca
untu susu

JENIS-JENIS KATARAK
S
e
c
a
r
a

u
m
u
m
APA
PENYEBAB t
e
TERJADINYA r
KATARAK ? d
1. proses a
penuaan/usia lanjut p
2. obat-obatan a
yang t
dapat
mengakibatkan 4
kekeruhan lensa
3. bengkak pada j
mata karena e
pukulan benda n
asing i
4. perokok berat s
5. minuman yang
memabukkan/alkoho k
l a
t
a k
r a
a t
k a
r
s a
e k
p
e y
r a
t n
i g

b t
e e
r r
i j
k a
u d
t i
:
1. s
K e
a j
t a
a k
r
b
a
a
k
y
c i
o
l
n
a
g
h
e
i
n
r
i
t d
a a
l n
m b
e e
r r
u k
p e
a m
k b
a a
n n
g n
i
p
a s
d a
a n
g
t a
a t
h
u j
n a
r
p a
e n
r g
t
a t
m e
a r
j
d a
a d
l i
a .
m 2.
K
h a
i t
d a
u r
p a
n k
y
a t
. r
a
J u
e m
n a
t
i
i
s
k
k
m
a e
t r
a u
r p
a a
k k
a
i
n a
t
k a
a r
t a
a k
r
a k
k o
m
y p
a l
n i
g k
a
t t
e a
r
j m
a e
d r
i u
p
k a
a k
r a
e n
n
a k
a
k t
e a
c r
e a
l k
a
k y
a a
a n
n g

p d
a i
d s
a e
b
m a
a b
t k
a a
. n
3.
K o
l r
e o
h i
d
k
o s
n e
s r
u t
m a
s
i p
e
o n
b d
a e
t r
i
s t
e a
p
e d
r i
t a
i b
e
p t
r e
e s
d .
n 4.
i K
s
o a
l
o t
n
e a

d r
a
n a

k k
o
r s
t
i e
k
o n
s
t i
e
l a

i i
s t

m a

e n

r d

u e

p n

a g

k a

a n

n u

k s

a i

t a

a ,

r m
e
a r
u
k p
a
y k
a
a n

n j
e
g n
i
b s

e k
a
r t
a
k r
a
k i
n
y g
a
n u
g m
p u
a m
l
B
BAGAIMANAKAH A
CARA
G
PENCEGAHANNY
A? AI
M
1. jika masih muda A
maka dapat N
diatasi dengan
memakan sayuran A
dan buah- buahan K
yang banyak A
mengandung
vitamin A, H
vitamin C, dan P
vitamin E E
2. jika sudah tua,
kebanyakan sudah N
mengalami tanda A
dan gejala dari N
penyakit ini, jadi
diperiksakan ke G
dokter ahli mata A
sebelum parah. N
A
N
K
A
T
A
R
A
K

Jik
a
pe
n ac
d am
e ata
r ma
i ka
t tid
a ak
pe
k rlu
a dil
t ak
a uk
r an
a pe
k m
be
m da
a ha
s n.
i Na
h m
un,
b
jik
i
a
s
pe
a
nd
m eri
e ta
l tid
i ak
h bis
a a
t me
lih
d at
e lag
n i
g ba
a hk
n an
de
b ng
a an
n ba
t nt
u ua
a n
n ka
ca
k ma
t ari
a du
, a
la
p ng
e ka
m h
b pe
e nti
d ng
a :
h 1. pengangkatan lensa
a 2
n .
pe
p ng
e ga
r nti
l an
u len
sa
d
de
i
ng
l
an
a
len
k
sa
u
bu
k
ata
a
n
n
op
.
era
P
si
e
kat
m
ara
b
k
e
bia
d
sa
a
ny
h
a
a
be
n
rla
t ng
e su
r ng
d am
i an
r da
i n
jar
d an
g h
me
t ng
e ala
r mi
j op
a era
d si
i kat
ara
i k
n di
f be
e ri
k tet
s es
i ma
ta
s
ata
e
u
t
sal
e
ep
l
da
a
n
h
ha
n
rus
y
me
a
ng
.
gu
B na
i ka
a n
s pel
a in
n du
y ng
a ma
ta
o se
r pe
a rti
n ka
g ca
ma
s ta
e hit
t am
e un
l tu
a k
m pe
e m
m be
a da
s ha
t n
i be
k na
a r-
n be
na
l r
u se
k m
a bu

Nama : Nia Rahmawati


NIM: 2018.C.10a.0944
YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN NERS
Jalan Beliang No.110 Palangka Raya Telp. (0536)3327707

LEMBAR KONSUL
Nama Mahasiswa : Nia Rahmawati
Program Studi : S1 Keperawatan
Tingkat / Semester : III A / V
Preseptor Akademik :Rimba Aprianti, S.Kep., Ners

Hari /
TTD TTD
NO Tang Hasil Konsultasi
Preseptor Mahasiswa
gal
1. Nia
Rahmawati

Anda mungkin juga menyukai