Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

BY.NY. MARTINA TIN 1 DENGAN DIAGNOSA MEDIS RDS


DI RUANG MAWAR RSUD dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA

Disusun Oleh :

Niko Wibowo
NIM. 2019.C.11a.1021

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI S1 KEPERAWATAN TAHUN
AJARAN
2021/2022

LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan ini di susun oleh :

​Nama ​: Niko Wibowo

​Nim ​: 2019.C.11a.1021
​Program Studi ​: S-1 Keperawatan
​Judul ​:“Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan pada by. Ny. Martina
Tin 1 dengan diagnosa medis RDS (respiratory distres syndrome)

Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk menyelesaikan Praktik


Pra Klinik Keperawatan II Program Studi S-1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Eka Harap Palangkaraya.

Pembimbing Praktik

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Cristephanie, S.Kep., Ners Winnarti Triwijaya,.SSiT

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berkat limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan dan Juga
Asuhan Keperawatan dengan judul Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan dengan
diagnose medis RDS (respiratory distres syndrome).. Laporan pendahuluan dan asuhan
keperawatan ini disusun dalam rangka untuk memenuhi ataupun melengkapi tugas mata
kuliah Praktik Praklinik Keperawatan II.
Laporan Pendahuluan dan juga asuhan keperawatan ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak .Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid ,S.Pd,.M.Kes Selaku Ketua STIKES Eka Harap Palangka Raya.

2. Ibu Meilitha Carolina ,Ners., M.Kep Selaku Ketua Program Studi Ners STIKES Eka Harap
Palangka Raya.
3. Ibu Rimba Aprianti , S.Kep.,Ners Selaku Penanggung Jawab Mata Kuliah Praktik Praklinik
Keperawatan II.
4. Ibu Cristephanie, S.Kep., Ners Selaku dosen pembimbing Akademik yang telah banyak
memberi arahan, masukan dan bimbingan dalam penyelesaian Asuhan Keperawatan ini.
5. Ibu Winnarti Triwijaya,.SSiT Selaku Pembimbing Klinik yang telah memberikan izin,
informasi dan membantu dalam pelaksanaan praktik manajemen keperawatan di Ruang
Mawar RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.

PaO2/FiO2 CPAP/PEEP MORALITAS


Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan dan juga asuhan keperawatan ini
1. ARDS Ringan 200-300mmHg 27%
mungkin terdapat kesalahan ≥5dancm H2O
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, saya
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan
2. ARDS Sedang 100-200mmHg ≥5 cm H2O keperawatan 32 %
laporan pendahuluan dan juga asuhan ini dapat mencapai sasaran yang
diharapkan sehingga dapar bermanfaat bagi kita semua.
3. ARDS Berat ≤ 100mmHg ≥5 cm H2O 45%

Palangka Raya, 2 November 2021

Niko Wibowo
DAFTAR ISI LEMBARAN PENGESAHAN KATA
PENGANTAR DAFTAR ISI BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... ​1 1.2
Rumusan Masalah .................................................................................... ​3 1.3
Tujuan Penulisan ...................................................................................... ​3 1.4
Manfaat Penulisan .................................................................................... ​4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit RDS (Respiratory Distres Syndrome)
​2.1.1 ​Definisi RDS .....................................................................................
​6
​2.1.2 ​Anatomi Fisiologi .............................................................................
​6
​2.1.3 ​Etiologi ..............................................................................................
​13
​2.1.4 ​Patofisiologi .....................................................................................
​14
​2.1.5 ​Klasifikasi .........................................................................................
​15
​2.1.6 ​Manifestasi Klinis .............................................................................
​16
​2.1.7 ​Pathway .............................................................................................
​18
​2.1.8 ​Penatalaksanaan Medis .....................................................................
​19
B5 B4
​2.1.9 ​Komplikasi ........................................................................................
Prematuritas ​20
Sindrom nefrotik asites pada sirosi
​ .1.10 Pemeriksaan Penunjang ....................................................................
hepatik
2 ​21
Ketidakmampuan
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan
mengisap
Hipoalbunemia
ASI
​2.2.1 ​Pengkajian .........................................................................................
Tekanan
Reflek
​2osmotic
3
keloidbelum
menelan kapiler
menurun
sempurna ​2.2.2 ​Diagnosa ...........................................................................................
​25 keluar
Cairan berpindah
Penurunan berat badan
kapiler
​2.2.3 ​Intervensi ...........................................................................................
​27
Imaturitas
​2.2.4 ​Implementasi .....................................................................................

39 Eliminasi
MK: Gangguan
Urin
2.2.5 ​Evaluasi .............................................................................................
​39 ​ ...........................................................................................................

BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN

​3.1 Pengkajian ................................................................................................... ​40


​3.2 Diagnosa ...................................................................................................... ​49
​3.3 Intervensi ..................................................................................................... ​49
​3.4 Implementasi ............................................................................................... ​52
​3.5 Evaluasi ....................................................................................................... ​52
BAB 4 PENUTUP

​4.1 Kesimpulan .............................................................................................. ​55


​4.2 Saran ......................................................................................................... ​55
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. ​56

ii

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Gagal nafas pada neonatus merupakan masalah klinis yang sangat serius, yang
berhubungan dengan tingginya morbiditas, mortalitas, dan biaya perawatan. Sindroma
gagal nafas (respiratory distress sindrom, RDS) adalah istilah yang digunakan untuk
disfungsi pernafasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan penyakit yang
berhubungan dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru atau tidak adekuatnya
jumlah surfaktan dalam paru (Marmi & Rahardjo, 2012).
Respiratory Distress Syndrom (RDS) atau Sindrom Distres Pernapasan
merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea, frekuensi pernapasan yang lebih
dari 60 kali per menit, adanya sianosis, adanya rintihan pada saat ekspirasi serta ada
retraksi dinding dada saat inspirasi. Penyakit ini merupakan penyakit membran hialin
dimana terjadi perubahan atau kurangnya komponen surfaktan pulmoner. Komponen ini
merupakan suatu zat aktif pada alveoli yang dapat mencegah kolapsnya paru. Fungsi
surfaktan itu sendiri adalah merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak
terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara pada akhir ekspirasi. Penyakit ini sering
terjadi pada bayi prematur mengingat produksi surfaktan yang kurang (Hidayat, 2003).
Kegawatan pernafasan dapat terjadi pada bayi aterm maupaun pada bayi preterm,
yaitu bayi dengan berat lahir cukup maupun dengan beratbadan lahir rendah (BBLR).
Bayi dengan BBLR yang preterm mempunyai potensi kegawatan lebih besar karena
belum maturnya fungsi organ organ tubuh. Kegawatan sistem pernafasan dapat terjadi
pada bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram dalam bentuk sindroma
gagal nafas dan asfiksia neonatorum yang terjadi pada bayi cukup bulan paru(Marmi &
Rahardjo, 2012).
Angka kematian bayi merupakan indikator yang digunakan untuk melihat status
kesehatan anak, dan kondisi ekonomi penduduk secarakeseluruhan. Kematian bayi
adalah kematian yang terjadi padaperiode sejak bayi lahir sampai bayi belum berusia
tepat satu tahun. Kematian bayi dipengaruhi oleh jumlah kematian neonatal
Angka kejadian RDS di Eropa sebelum pemberian rutin antenatal steroid dan
postnatal surfaktan sebanyak 2-3 %, di USA 1,72% dari kelahiran bayi hidup periode
1998 - 1987. Secara tinjauan kasus, di negara-negara Eropa sebelum pemberian rutin
antenatal steroid dan postnatalsurfaktan, terdapat angka kejadian RDS 2-3%, di USA
1,72% dari kelahiran bayi hidupperiode 1986-1987. Sedangkan jaman moderen sekarang
ini dari pelayanan NICU turun menjadi 1% di Asia Tenggara. Di Asia Tenggara
penyebab terbanyak dari angka kesakitan dan kematian pada bayi prematur adalah RDS.
Sekitar 5 -10% didapatkan pada bayi kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat 501-
1500 gram. Angka kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan dan
menurun sejak digunakan surfaktan eksogen. Saat ini RDS didapatkan kurang dari 6%
dari seluruh neonatus (WHO, 2012).
Gangguan dan kelainan pernapasan menjadi penyebab utama kematian neonatal
(35,9%), lalu prematuritas (42,4%) dan sepsis (12%). Data bayi lahir dengan RDS di
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) tahun 2015 sebanyak 107 jiwa (Dinkes Provinsi
NTT, 2015).
Data yang didapatkan dari buku register di Ruangan NICU RSUD Prof. Dr. W. Z.
Johanes Kupang pada bulan Januari sampai dengan bulan Mei 2019 angka kelahiran
bayi dengan RDS yang dirawat diruangan NICU mencapai 86 orang (Buku Register
Ruangan NICU RSUD Prof. Dr. W. Z. Johanes).
Gagal nafas dapat terjadi pada bayi dengan gangguan pernafasan yang dapat
menimbulkan dampak yang cukup berat bagi bayi berupa kerusakan otak atau bahkan
kematian. Akibat dari gangguan pernafasan adalah terjadinya kekurangan oksigen
(hipoksia) pada bayi. Bayi akan beradaptasi terhadap kekurangan oksigen dengan
mengaktifkan metabolisme anaerob yang akan menghasilkan asam Laktat. Dengan
memburuknya keadaan asidosis dan penurunan aliran darah ke otak maka akan terjadi
kerusakan otak dan organ lainkarena hipoksia dan iskemia. Hal ini dapat menyebabkab
kematian pada neonatus (Ainsworth, 2006).
Penatalaksanaan utama gagal nafas pada neonatus adalah terapi suportif dengan
ventilasi mekanis, dan oksigenasi konsentrasi tinggi. Terapi lainnya meliputi
highfrequency ventilator, terapi surfaktan, inhalasi nitrat oksida dan extracorporeal
membran oxigenation (ECMO). Penanganan neonatus yang mengalami gagal napas
memerlukan suatu unit perawatan intensif, dan penatalaksanaan yang optimal tergantung
pada sistem perawatan neonatal yang ada yaitu ketrsediaan tenaga ahli, fasilitas yang
memiliki kemampuan dalam menilai dan memberikan tatalaksana kehamilan resiko
tinggi, serta memiliki kemampuan menerima rujukan dari fasilitas kesehatan
dibawahnya (Surasmi 2013)
Peningkatan kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu prioritas pembangunan
nasional 2015-2019. Upaya penurunan kematianbayi memerlukan informasi tentang
model intervensi pelayanan kesehatanbayi yang sesuai di Indonesia. Tujuannya untuk
mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan bayi dalam
rangka menurunkan angka kematian bayi di Indonesia.
Peningkatan status kesehatan dan gizi ibu dan anak adalah satu dari enam sasaran
pokok Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 20152019.
Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kesehatan 2015-2019 menyatakan bahwa
Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan 3 pilar utama meliputi paradigma sehat,
penguatan pelayanan kesehatan dan jaminan kesehatan nasional. Pada pilar penguatan
pelayanan kesehatan menggunakan pendekatan continuum of caredan intervensi
berbasis risiko. Ibu dan anak merupakan kelompok rentan karena berisiko tinggi
terhadap kesakitan dan kematian. Status kesehatan ibu dan anak yang dinyatakan dalam
angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) di Indonesa saat ini tinggi
dan termasuk tinggi bila dibandingkan dengan n egara Association of Southeast Asian
Nations (ASEAN) lainnya. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya pemerintah
dalam menurunkan kematian bayi,antara lain adalah bantuan operasional kesehatan
(BOK), jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas), jaminan persalinan semesta
(Jampersal) dan program rutin lainnya. Program tersebut dilaksanakan samadi seluruh
Indonesia dengan indikator-indikator pencapaian yang juga sama (Jurnal Kesehatan,
2017).
Dengan melihat latar belakang diatas maka saya melakukan Studi Kasus
Asuhan Keperawatan pada Bayi Ny. Martina Tin 1 dengan RDS diruangan Mawar
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, penulis merumuskan suatu masalah yaitu bagaimana
pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada by.Ny Martina Tin 1 dengan diagnosa medis
RDS (respiratory distres syndrome)
1.3. Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan penulisan ini adalah untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman langsung
tentang bagaimana menerapkan Asuhan Keperawatan pada by.Ny. Martina Tin 1 dengan
Diagnosa Medis RDS (respiratory distres syndrome)
1.3.2 Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu melengkapi Asuhan Keperawatan pada by.Ny. Martina Tin 1
dengan Diagnosa Medis RDS (respiratory distres syndrome)
1.3.2.1 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian Asuhan Keperawatan pada by.Ny.
Martina Tin 1 dengan diagnosa medis RDS (respiratory distres syndrome).

1.3.2.2 Mahasiswa mampu menganalisa kasus dan merumuskan masalah keperawatan


pada Asuhan Keperawatan pada by.Ny. Martina Tin 1 dengan diagnosa medis
RDS (respiratory distres syndrome).
1.3.2.3 Mahasiswa mampu menyusun asuhan keperawatan yang mencakup intervensi
Asuhan Keperawatan pada by.Ny. Martina Tin 1 dengan diagnosa medis RDS
(respiratory distres syndrome).
1.3.2.4 Mahasiswa mampu melakukan implementasi atau pelaksanaan tindakan Asuhan
Keperawatan pada by.Ny. Martina Tin 1 dengan diagnosa medis RDS
(respiratory distres syndrome).
1.3.2.5 Mahasiswa mampu mengevaluasi hasil dari Asuhan Keperawatan pada by.Ny.
Martina Tin 1 dengan diagnosa medis RDS (respiratory distres syndrome).
1.3.2.6 Mahasiswa mampu mendokumentasikan hasil dari Asuhan Keperawatan pada
by.Ny. Martina Tin 1 dengan diagnosa medis RDS (respiratory distres
syndrome).
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dengan
menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu pengetahuan yang diperoleh
selama menempuh pendidikan di Program Studi S1 Keperawatan STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
1.4.2 Bagi Klien dan Keluarga
Klien dan keluarga mengerti cara perawatan pada penyakit RDS (respiratory distres
syndrome) secara benar dan bisa melakukan keperawatan di rumah dengan mandiri.
1.4.3 Bagi Institusi
1.4.3.1 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan dan referensi tentang RDS (respiratory distres syndrome) dan
Asuhan Keperawatannya.
1.4.3.2 Bagi Institusi Rumah Sakit
Memberikan gambaran pelaksanaan Asuhan Keperawatan dan Meningkatkan mutu
pelayanan perawatan di Rumah Sakit kepada pasien dengan RDS (respiratory distres
syndrome) melalui Asuhan Keperawatan yang dilaksanakan secara komprehensif.
1.4.4 Bagi IPTEK
Sebagai sumber ilmu pengetahuan teknologi, apa saja alat-alat yang dapat membantu
serta menunjang pelayanan perawatan yang berguna bagi status kesembuhan klien.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit RDS (Respiratory Distres Syndrome)
2.1.1 Definisi RDS (Respiratory Distres Syndrome)
Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease (HMD),
merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada
bayi yang lahir dengan masa gestasi yang kurang (Mansjoer, 2015).
RDS adalah suatu sindrom kegawatan pada pernafasan yang terdiri atas gejala
dispneu, pernafasan cepat lebih dari 60 kali permenit, sianosis, merintih pada saat
ekspirasi; terdapat retraksi pada suprasternal, interkostal dan epigastrium. Pada penyakit
ini terjadi perubahan paru yaitu berupa pembentukan jaringan hialin pada memb ran
paru yang rusak.Kerusakan pada paru timbul akibat kekurangan komponen surfaktan
pulmonal. Surfaktan adalah suatu zat aktif yang memberikan pelumasan pada ruang
antar alveoli sehingga dapat mencegah pergesekan dan timbulnya kerusakan pada
alveoli yang selanjutnya akan mencegah terjadinya kolaps paru. (Yuliani, 2015)
Sindroma gagal nafas (respiratory distress sindrom, RDS) adalah istilah yang
digunakan untuk disfungsi pernafasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan penyakit
yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru atau tidak
adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. (Marmi & Rahardjo,2012) 2.1.2 Anatomi
Fisiologi

​ ​

Anatomi

Anatomi saluran pernapasan terdiri atas saluran pernapasan bagian atas( rongga
hidung, sinus paranasal, dan faring), saluran pernapasan bagian bawah( laring, trakhea,
bronkhus, dan alveoli), sirkulasi pulmonal ( ventrikel kanan, arteri pulmonar, kapiler
pulmonal, arteriola pulmonar, venula pulmonar, vena pulmonar, dan atrium kiri), paru (
paru kanan 3 lobus dan paru kiri 2 lobus), rongga pleura, dan otot-otot pernapasan.

1. Saluran Pernapasan Bagian Atas

Rongga Hidung

Hidung terdiri atas dua nostril yang merupakan pintu masuk menuju rongga
hidung. Rongga hidung adalah dua kanal sempit yang satu sama lainnya dipisahkan satu
sama lainnya oleh septum. Dinding rongga hidung dilapisi oleh mokosa respirasi serta sel
epitel batang, bersilia, dan berlapis semu. Mukosa tersebut menyaring, menghangatkan,
dan melembabkan udara yang masuk melalui hidung. Vestibulum merupakan bagian dari
rongga hidung yang berambut dan berfungsi menyaring partikel-partikel asing berukuran
besar agar tidak masuk ke saluran pernapasan bagian bawah. Dalam hidung juga terdapat
saluran-saluran yang menghubungkan antara rongga hidung dengan kelenjar air mata,
bagian ini di kenal dengan kantung nasolakrimalis. Kantung nasolakrimalis ini berfungsi
mengalirkan air melalui hidung yang berasal dari kelenjar air mata.

Sinus Paranasal

Sinus paranasal berperan dalam menyekresi mukus, membantu pengaliran air


mata melalui saluran nasolakrimalis, dan membantu dalam menjaga permukaan rongga
hidung tetap bersih dan lembab. Sinus paranasal juga termasuk dalam wilayah pembau di
bagian posterior rongganhidung. Wilayah pembau tersebut terdiri atas permukaan inferior
palatum kribriform, bagian superior septum nasal, dan bagian superior konka hidung.
Reseptor di dalam epitel pembau ini akan merasakan sensasi bau.

Faring

Faring ( tekak) adalah pipa berotot yang bermula dari dasar tengkorak dan
berakhir sampai persambungannya dengan esofagus dan batabg tulang rawan krikoid.
Faring terdiri atas 3 bagian yang dinamai berdasarkan letaknya, yaitu nasofaring( di
belakang hidung), orofaring (di belakang mulut), dan laringofaring ( di belakang
laring).

2. Saluran pernapasan bagian bawah

Laring

Laring terletak di antara faring dan trakhea. Berdasarkan letak vertebra servikalis,
laring berada di ruas ke-4 atau ke-5 dan berakhir di vertebra servikalis ruas ke-6. Laring
di susun oleh 9 kartilago yang disatukan oleh ligamen dan otot rangka pada tulanh hioid
di bagian atas dan trakhea di bawahnya. Kartilago yang terbesar adalah kartilago tiroid,
dan di depannya terdapat benjolan subkutaneus yang dikenal sebagai jakun yang terlihat
nyata pada pria. Kartilago tiroid dibangun oleh dua lempeng besar yang bersatu di bagian
anterior membentuk sebuah sudut seperti huruf V yang di sebut tonjolan laringeal.

Kartilago krikoid adalah kartilago berbentukcincin yang terletak di bawah


kartilago tiroid. Kartilago aritenoid adalah sepasang kartilago yang menjulang di
belakang krikoid, dan di atasnya terdapat kartilago kuneiform dan kornikulata yang
sangat kecil. Di atas kartilago tiroid terdapat epiglotis, yang berupa katub dan berfungsi
membantu menutup laring saat menelan makanan.

Trakhea

Trakhea adalah sebuah tabung yang berdiameter 2,5 cm dengan panjang 11 cm.
Trakhea terletak setelah laring dan memanjang ke bawah setara dengan vertebra torakalis
ke-5. Ujung trakhea bagian bawah bercabang menjadi 2 bronkus kanan dan kiri.
Percabangan bronkus kanan dan kiri dikenal sebagai karina. Trakhea tersusun atas 16-20
kartilago hialin berbentuk C yang melekat pada dinding trakhea dan berfungsi untuk
melindungi jalan udara. Kartilago ini juga berfungsi mencegah terjadinya kolaps atau
ekspansi berlebihan akibat perubahan tekanan udara yang terjadi dalam sistem
pernapasan. Bagian terbuka dari bentuk C kartilago trakhea ini saling berhadapan secara
posterior ke arah esofagus dan disatukan oleh ligamen elastis dan otot polos.

Bronkhus

Bronkhus mempunyai struktur serupa dengan trakhea. Bronkhus kiri dan kanan
tidak simetris. Bronkus kanan lebih pendek, lebih lebar, dan arahnya hampir vertikal
dengan trakhea. Sebaliknya bronkhus kiri lebih panjang, lebih sempit dan sudutnya pun
lebih runcing. Bentuk anatomi yang khusus ini memiliki implikasi klinis tesendiri jika
ada benda asing yang terinhalasi, maka benda itu lebih memungkinkan berada di
bronkhus kanan di bandingkan dengan bronkhus kiri karena arah dan lebarnya.

Alveoli dan Membran Respirasi

Membran respiratorius pada alveoli umumnya dilapisi oleh sel epitel pipih
sederhana. Sel-sel epitel pipih disebut dengan sel tipe 1. Makrofag alveolar bertugas
berkeliling di sekitar epitelium untuk memfagositosis partikel atau bakteri yang masih
dapat masuk ke permukaan alveoli, makrofag ini merupakan pertahanan terakhir pada
sistem pernapasan. Sel lain yang ada dalam membran respiratorius adalah sel septal atau
disebut juga dengan sel surfaktan dan sel Tipe 2. Surfaktan terdiri atas fosfolifid dan
lipoprotein. Surfaktan berperan untuk melapisi epitelium alveolar dan mengurangi
tekanan permukaan yang dapat membuat alveoli kolaps. Apabila produksi surfaktan tidak
mencukupi karena adanya injuri atau kelainan genetik ( kelahiran prematur), maka
alveoli dapat mengalami kolaps sehingga pola pernapasan menjadi tidak efektif.

3. Sirkulasi Pulmonal
Sirkulasi pulmonal dianggap sebagai sistem tekanan rendah karena tekanan darah
individu dalam posissi tegak, paru dapat di anggap terbagi menjadi 3 bagian, yaitu bagian
atas dengan suplai darah yang buruk, bagian bawah dengan suplai darah maksimal, dan
bagian di antara keduanya dengan suplai darah sedang. Ketika seseorang baring dan miring
ke salah satu sisi, lebih banyak darah yang melewati paru terendah. sistolik dalam arteri
pulmonalis adalah 20-30 mmHg,tekanan diastolik di bawah 12 mmHg dan tekanan pulmonal
rata-rata kurang dari 20 mmHg . kapiler pulmonal menerima kurang lebih 75% darah yang
mengalir pada sirkulasi pulmonal selama sistole. Nilai tekanan yang tepat dalam
kapilerpulmonal tidak pasti, hingga saat ini nilai yangmasih dipercaya adalah rentang
tekanan arteri dan vena pulmonalis, sekitar 4-12 mmHg. Tekanan yang rendah ini membuat
vaskulator pulmonal normal dapat meragamkan kapasitas untuk mengakomodasi aliran darah
yang diterimanya. Namun, ketika individu dalam posisi tegak, tekanan arteri pulmonal tidak
cukup besar untuk menyuplai darah ke bagian apeks paru terhadap kekuatan gaya gravitasi.
Dengan demikian, ketika posisi

4. Paru

Paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut, dan terletak dalam rongga
thoraks. Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa
pembuluh darah besar. Paru kanan lebih besar dari paru kiri. Selain itu, paru juga di bagi
menjadi 3 lobus, satu lobus pada paru kanan dan 2 lobus pada paru kiri. Lobus-lobus tersebut
dibagi menjadi beberapa segmen, yaitu 10 segmen pada paru kanan dan 9 segmen pada paru
kiri.proses patologis seperti atellektasis dan pneumonia sering kali terbatas pada satu lobus
atau pada satu segmen saja. Oleh karena itu, pengetahuan anatomi segmen paru penting bagi
perawat saat melakukan fisioterapi dada. Fisioterapi dada dilakukan untuk mengetahui
dengan tepat letak lesi dan akumulasi sekret.

5. Pleura

Pleura merupakan kantung tertutup yang terbuat dari membran serosa yang di
dalamnya mengandung cairan serosasatu bagian melekat pada kuat paru dan bagian lainnya
pada dinding rongga thoraks. Bagian pleura yang melekat kuat pada paru dan bagian
vesiralis dan lapisan paru yang membatasi rongga thoraks disebut pleura parietalis.

Pleura vesiralis adalah pleura yang menempel pada paru, menutup masing-masing
lobus paru, dan melewati visura yang memisahkan keduanya. Pleura parietalis melekat pada
dinding dada dan permukaan thoraks diafragma. Pleura parietalis juga melekat pada
mediastinum dan bersambungan dengan pleura viseralis di sekeliling perbatasan hilium.
Dua lapisan pleura dipisahkan oleh lapisan film tipis cairan serosa.cairan ini berfungsi
sebagai pelumas untuk mengurangi gesekan antara 2 lapisan pleura selama pergerakan
pernapasan berlangsung. Cairan pleuura disekresikan oleh sel epitel membran serosa. Pada
orang normal, cairan di rongga pleura sebanyak 1-20 ml.

6. Otot-Otot Pernapasan

Otot-otot pernapasan merupakan sumber kekuatan untuk menghembuskan udara.


Diafragma merupakan otot utama yang ikut berperan meningkatkan volume paru. Pada saat
istirahat, otot-otot pernapasan mengalami relaksasi. Saat inspirasi, otot
sternokleidomastoideus, otot skalenes, otot pektoralis minor, otot serratus anterior, dan otot
intercostalis sebelah luar mengalami kontraksi sehingga menekan diafragma ke bawah dan
mengangkat rongga dada untuk membantu udara masuk ke dalam paru. Pada fase ekspirasi,
otot-otot transversal dada, otot intercostalis sebelah dalam, dan otot abdominal mengalami
kontraksi, sehingga mengangkat diafragma dan menarik rongga dada untuk mengeluarkan
udara dari paru.

Fisiologis Pernapasan

• Proses Inspirasi
Inspirasi terjadi bila tekanan intrapulmonal lebih rendah dari tekanan luar.

Kontraksi diafragma dan interkostalis → volume thoraks membesar → tekanan pleura


menurun → paru mengembang → tekanan intra-alveoli menurun → udara masuk ke
dalam paru.

• Proses ekspirasi
Ekspirasi terjadi bila tekanan intrapulmonal lebih tinggi dari tekanan udara luar.

Otot inspirasi relaksasi → volume thoraks mengecil → tekanan pleura meningkat →


paru mengecil → tekanan intra-alveoli meningkat → udara bergerak ke luar paru.

• Proses Pernapasan
➢ Ventilasi merupakan pergerakan udara masuk dan ke luar dari paru-paru

➢ Transportasi

Distribusi → pembagian udara ke cabang-cabang bronkus

➢ Difusi adalah proses dimana terjadi pertukaran O2 dengan CO2, masuknya oksigen
dari alveoli ke darah dan pengeluaran CO2 dari darah ke alveoli.

2.1.3 Etiologi
RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena kurangnya produksi
surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, makin muda
usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadi RDS. Ada 4 faktor penting
penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia perinatal, maternal
diabetes, secsiocaesaria.
Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan untuk
menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi
prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya berkembang
paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas. Gejala tersebut biasanya muncul
segera setelah bayi lahir dan akan bertambah berat.
Sindroma gagal nafas adalah perkembangan imatur pada sistem pernafasan atau
tidak adekuatnya jumlah surfaktan pada paru-paru-paru. Sementara afiksia neonatorum
merupakan gangguan pernafasan akibat ketidakmampuan bayi beradaptasi terhadap
asfiksia. Biasanya masalah ini disebabkan karena adanya masalah-masalah kehamilan
dan pada saat persalinan (Marmi & Rahardjo, 2012).
Penyebab kegagalan pernafasan pada neonatus yang terdiri dari 4 faktor yaitu :
1. Faktor ibu
Faktor ibu meliputi hipoksia pada ibu, gravida emmpat atau lebih, sosial ekonomi
rendah maupun penyakit pembuluh darah ibu yang mengganggu pertukaran gas
janin seperti hipertensi, penyakit diabetes mellitus, dan lain-lain.
2. Faktor plasenta
Faktor plasenta meliputi sulosio plasenta, pendarahan plasenta, plasenta kecil,
plasenta tipis, plasenta tidak menempel pada tempatnya.
3. Faktor janin
Faktor janin atau neonatus meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher,
kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, kelainan kongenital pada
neonaatus dan lain-lain.
4. Faktor persalinan
Faktor persalinan meliputi partus lama, partus dengan tindakan dan lain-lain
2.1.4 Patofisiologi
Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya untuk
berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan faktor kritis
dalam terjadinya RDS. Ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya tersebut terutama
disebabkan oleh kekurangan atau tidak adanya surfaktan.
Berbagai teori telah dikemukakam sebagai penyebab kelainan ini yaitu
pembentukan subtansi surfaktan paru yang tidak sempurma dalam paru, merupakan alah
satu teori yang banyak dianut. Surfaktan ialah zat yang memenggang penaranan dalam
pengembangan paru dan merupakan suatu kompleks yang terdiri dari protein,
karbohidrat dan lemak. Senyawa utama zat tersebut ialah lesitin. Zat ini mulai dibentuk
pada kehamilan 22-24 minggu dan mencapai maksismum pada minggu ke35. Fungsi
surfaktan ialah untuk merendahkan tegangan permukaan alveolus hingga tidak terjadi
kolaps dan mampu menahan sisa udara pada akhir ekspirasi. Defisiensi zat surfaktan
yang ditemukan pada PMH akan menyebabkan kemampuan paru untuk
mempertahankan stabilitas menjadi terganggu; alveolus akan kembali kolaps setiap
akhir ekspirasi, sehingga untuk pernapasan berikutnya dibutuhkan tekanan negatif
intratoraks yang lebih besar dan disertai usaha inspirasi yang lebih kuat. Kolaps paru ini
memnyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO², dan
asidosis hipoksia akan menimbulkan:
a) Oksigenansi jaringan menurun sehingga terjadi metabolisme anerobik yang
menimbulkan asam laktat dan asam organik yang menyebabkan terjadinya
asidosis metabolik pada bayi.
b) Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris yang akan menyebabkan
terjadinya transudasi ke dalam alveoli dan terbentuknya fibrin, selanjutnya fibrin
bersama-sama dengan jaringan epitel yang nekrotik membentuk suartu lapisan
yang disebut membran hialin. Asidosis dan atelektasis juga menyebabkan
gangguan sirkulasi darah dari jantung. Demuikian pula aliran darah paru akan
menurun dan ini menyebabkan pembentukan zat surfaktan.
Secara singkat patofisiologinya dapat dilukiskan sebagai berikut:
atelektasis→hipksemia→hipoksia→asidosis→transudasi→penurunan aliran darah
paru→hambatan pembentukkan zat surfaktan→atelektasis. Hal ini berlangsung terus
sampai terjadi penyembuhan atau kematian.
2.1.5 Klasifikasi
Gagal nafas pada neonatus yang parunya normal secara structural maupun
fungsional sebelum penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada
pasien dengan penyakit paru kronik seperti hiperkapnia yang memburuk secara bertahap.
Setelah gagal nafas akut biasanya peri-paru akan kembali ke kebiasaan asalnya. Pada
gagal nafas kronik struktur paru mengalami kerusakan yang ireversibel.
Menurut definisi Berlin (2012), dikategorikan menjadi 3 tipe yaitu :

ARDS Berdasarkan tampilan histologis, ARDS dibagi menjadi 3 fase yaitu :


1. Fase Eksudatif (0-4 hari)
a. Edema Alveolar dan Interstitial.
b. Kongesti kapiler.
c. Kerusakan sel alveolar tipe I.
d. Pembentukan membran hialin lebih awal.
2. Fase Proliferatif (3-10 hari)
a. Peningkatan sel alveolar tipe II.
b. Penyusunan membrane hialin.
3. Fase Fibrotik (>10 hari)
a. Fibrosis membrane hialin dan septum alveolar.
b. Fibrosis duktus alveolar.

2.1.6 Manifestasi Klinis


Berat atau ringannya gejala klinis pada penyakit RDS (Respiratory Distress
Syndrom) ini sangat dipengaruhi oleh tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat
badan dan usia kehamilan, semakin berat gejala klinis yang ditunjukan. Gejala dapat
tampak beberapa jam setelah kelahiran. Bayi RDS (Respiratory Distress Syndrom) yang
mampu bertahan hidup sampai 96 jam pertama mempunyai prognosis yang lebih baik.
Gejala umum RDS yaitu: takipnea (>60x/menit), pernapasan dangkal, mendengkur,
sianosis, pucat, kelelahan, apnea dan pernapasan tidak teratur, penurunan suhu tubuh,
retraksi suprasternal dan substernal, pernapasan cuping hidung ( Surasmi, dkk 2013)
Umumnya terjadi pada bayi prematur dengan berat badan 1000-2000 gram atau 30- 36
minggu. Jarang pada bayi cukup bulan, dan sering disertai dengan riwayat asfiksia pada
waktu lahir atau tanda gawat janin pada akhir kehamilan. Gangguan pernapasan mulai
tampak dalam 6-8 jam pertama setelah lahir dan gejala yang karakteristik mulai terlihat
pada umur 24-72 jam. Bila keadaan membalik maka gejala akan menghilang pada akhir
minggu pertama. Bayi tampak dispenia da hiperpnea;sianosis;sianosis karena pirau
vena- arteri dalam apru dan jantung; retraksi suprasternal, epibradikardia,hipotensi,
kardiomegali,edema terutama didaerah dorsal tangan dan kaki,hiportemia, dan tonus
otot yang menurun. Gejala sentral dapat terlihat bila terjadi komplikasi.
Tanda dan gejala yang muncul biasanya adalah:
1. Manifestasi klinis respirasi
• Takipnea : laju napas > 60 kali per menit (normal laju napas 40 kali per menit)
• Sianosis sentral pada suhu kamaryang menetap atau memburuk pada 48-96 jam
kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik
• Retraksi : cekungan pada sternum dan kosta pada saat inspirasi • Grunting : suara
merintih saat ekspirasi • Pernapasan cuping hidung
• Krepitasi inspirasi halus
• Dyspnea
2. Manifestasi ketika penyakit berkembang
• Apnea
• Flaksiditas
• Tidak bergerak
• Tidak berespons
• Suara nafas berkurang
• Bercak-bercak
3. Manifestasi berhubungan dengan penyakit berat
• Keadaan seperti syok
• Penurunan retum jantung dan bradikardia
• Tekanan darah sistemik rendah T

Tabel . Evaluasi Gawat Napas dengan skor Downes


Pemeriksaan Skor

Frekuensi nafas 0 1 2

Retraksi <60/menit 60-80/menit >80/menit


Sianosis Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat
Air entry Tidak ada sianosis Sianosis hilang dengan Sianosis menetap
02 walaupun diberi O2
Merintih Tidak merintih Dapat didengar dengan Dapat didengar tanpa
stetoskop alat bantu
​Evaluasi:
- < 3 =gawat napas ringan
- 4-5 = gawat napas sedang
- > 6 = gawat napas berat

1
Sindrom hipoventilasi

MK: Pola Nafas Tdk


Efektif

MK: Gangguan Pertukaran


Gas

MK: Bersihan Jalan


Nafas Tdk Efektif
MK: Defisit Nutrisi

19

2.1.8. Penatalaksanaan Medis


• Memberikan lingkungan yang optimal. Suhu tubuh bayi harus selalu diusahakan
agar tetap daloam batas normal (36,5ᵒ-37ᵒC) dengan cara meletakkan bayi dan
inkubator. Kelembapan ruangan juga harus adekuat (70-80%).
• Pemberian oksigen. Pemberian oksigen harus dilakukan dengan hati-hati karena
berpengaruh kompleks terhadap bayi prematur. Pemberian 0₂ yanmg terlalu
banyak dapat menimbulkan komplikasi seperti: fibrosis paru, kerusakan retina
(fibroplasia retrolental) dan lain-lain. Untuk mencegah timbulnya komplikasi,
pemberian 0₂ sebaiknya diikuti dengan pemeriksaan analisis gas darah arteri. Bila
fasilitas untuk pemeriksaan analisis gas darah arteri tidak ada ,maka 0₂ diberikkan
dengan konsentarsi 0₂ tidak adalebih dari 40% sampai gejala sianosis menghilang.
Pada PMH berat diperlukan bantuan pernapasan dengan respirator.
• Pemberian cairan dengan elektorlit sangat perlu untuk mempertahankan
homoeotosis dan menghindarkan dehidrasi. Pada permulaan diberikan glukosa 5-
10% dengan jumlah yang disesuaikan dengan umur dan berat badan ialah 60125
ml/kg BB/ hari. Asidosis metabolik yang selalu dijumpai harus segera dikoreksi
dangan memberikan NaHCO3 secara intravena. Rumus pemberian NaCHO3
(mEq)= defisit basa x 0,3 x berat badan bayi; cara memberikanya setengahnya
diberikan secara bolus intravena, dan sisanya melalui tetesan . NaHCO3 berguna
untuk mempertahankan agar pH darah 7,35-7,45. Bila tidak fasilitas untuk
pemeriksaan analisis gas darah, NaHCO3 dapat diberi langsung melalui tetesan
dengan menggunakan campuran larutan glukosa 5- 10% dan NaHCO3 1,5%
dalam perbandingan 4:1. Perlu pemantauan apakah pemberian basa telah adekuat.

• Pembrian antibiotik. Bayi dengan PMH perluh mendapat antibiotik untuk


mencengah infeksi sekunder. Dapat diberikkan penisilin dengan dosis 50.000-
100.000 U/ kg BB/ hari,dengan atau tanpa gentamisisin 3-5 mg/kg BB/hari.
• Kemajuan terakhir dalam pnengobatan pasien PMH pemberian surfaktan eksogen
(surfaktan dari luar). Obat ini sangat efektif, namun harganya amat mahal.

2.1.9 Komplikasi
Menurut Cecily & Sowden (2009) Komplikasi RDS yaitu:
1) Ketidakseimbangan asam basa

2) Kebocoran ​udara ​(Pneumothoraks, ​pneumomediastinum,


pneumoperikardium, pneumoperitonium, emfisema subkutan, emfisema
interstisial pulmonal) 3) Perdarahan pulmonal
4) Penyakit paru kronis pada bayi 5%-10%
5) Apnea
6) Hipotensi sistemik
7) Anemia
8) Infeksi (pneumonia, septikemia, atau nosokomial)
9) Perubahan perkembangan bayi dan perilaku orangtua
Komplikasi yang berhubungan dengan prematuritas
1) Paten Duktus Arteriosus (PDA) yang sering dikaitkan dengan hipertensi
pulmonal
2) Perdarahan intraventrikuler
3) Retinopati akibat prematuritas
4) Kerusakan neurologis
2.1.10 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Cecily & Sowden (2009) pemeriksaan penunjang pada bayi dengan RDS
yaitu:
1. Kajian foto thoraks
1) Pola retikulogranular difus bersama udara yang saling tumpang tindih.
2) Tanda paru sentral dan batas jantung sukar dilihat, hipoinflasi paru
3) Kemungkinan terdapat kardiomegali bila sistem lain juga terkena (bayi dari ibu
diabetes, hipoksia atau gagal jantung kongestif)
4) Bayangan timus yang besar
5) Bergranul merata pada bronkogram udara yang menandakan penyakit berat jika
muncuk pada beberapa jam pertama
2. Gas darah arteri-hipoksia dengan asidosis respiratorik dan atau metabolik
1) Hitung darah lengkap
2) Elektrolit, kalsium, natrium, kalium, glukosa serum
3) Tes cairan amnion (lesitin banding spingomielin) untuk menentukan maturitas paru
4) Oksimetri nadi untuk menentukan hipoksia

20

2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan


2.2.1. Pengkajian Keperawatan
2.2.1.1 Pengumpulan Data :
​ Pengkajian klien menurut Padila (2012, h.197)
a. Identitas
b. Pengkajian terhadap factor resiko
1) Maternal : Usia, riwayat kesehatan yang lalu, perkembangan social dan riwayat
pekerjaan.
2) Obsetrik : Parity, periode, kondisi kehamilan terakhir

3) Perinatal : Antenatal, informasi prenatal maternal health (DM,jantung) 4) ​Intra


Partum event :
a) Usia gestasi : Lebih dari 34 minggu sampai dengan 42 minggu.
b) Lama dan karakteristik persalinan : Persalinan lama pada kala I dan II KPD 24 jam.
c) Kondisi ibu : Hipo/Hiper tensi progsif perdarahan, infeksi.
d) Keadaan yang mengidentifikasi fetal disstres HR lebih dari 120 x sampai dengan 140
x / menit.
e) Penggunaan analgesic
f) Metode meahirkan : Sectio Caesaria, Forsep, Vakum

​c. ​Pengkajian Fisik


1) Eksternal : Perhatikan warna, bercak warna , kuku, lipatan pada telapak kaki, periksa
potensi hidung dengan menutup sebelah lubang hidung sambil mengobservasi
pernafasan dan perubahan kulit.
2) Dada
Palpasi untuk mencari detak jantung yang terkencang, auskultasi untuk menghitung denyut
jantung, perhatikan bunyi nafas pada setiap dada.
a) Abdomen : Verifikasi adanya abdomen yang berbentuk seperti kubam atau tidak ada
anomaly, perhatikan jumlah pembuluh darah pada tali pusat. b) Neurologis : Periksa
tonus otot dan reaksi reflex.
d. Pemeriksaan Penunjang
e. Nilai APGAR
f. Pengkajian

​g. ​
1) Aktivitas/Istirahat
Status sadar mungkin 2-3 jam beberapa hari pertama, bayi tampak semi koma saat tidur ;
meringis atau tersenyum adalah bukti tidur dengan gerakan mata cepat, tidur sehari rata-
rata 20 jam.
2) Pernapasan dan Peredaran Darah
Bayi normal mulai bernapas 30 detik sesudah lahir, untuk menilai status kesehatan bayi
dalam kaitannya dengan pernapasan dan peredaran darah dapat digunakan metode
APGAR Score. Namun secara praktis dapat dilihat dari frekuensi denyut jantung dan
pernapasan serta wajah, ekstremitas dan seluruh tubuh, frekwensi denyut jantung bayi
normal berkisar antara 120-140 kali/menit (12 jam pertama setelah kelahiran), dapat
berfluktuasi dari 70-100 kali/menit (tidur) sampai 180 kali/menit (menangis).
Pernapasan bayi normal berkisar antara 30-60 kali/menit warna ekstremitas,
wajah dan seluruh tubuh bayi adalah kemerahan.Tekanan darah sistolik bayi baru lahir
78 dan tekanan diastolik rata-rata 42, tekanan darah berbeda dari hari ke hari selama
bulan pertama kelahiran. Tekanan darah sistolik bayi sering menurun (sekitar 15 mmHg)
selama satu jam pertama setelah lahir. Menangis dan bergerak biasanya menyebabkan
peningkatan tekanan darah sistolik.
3) Suhu Tubuh
0 0
Suhu inti tubuh bayi biasanya berkisar antara 36,5 C-37 C.Pengukuran suhu
tubuh dapat dilakukan pada aksila atau pada rektal.
4) Kulit
Kulit neonatus yang cukup bulan biasanya halus, lembut dan padat dengan sedikit
pengelupasan, terutama pada telapak tangan, kaki dan selangkangan.Kulit biasanya
dilapisi dengan zat lemak berwarna putih kekuningan terutama di daerah lipatan dan
bahu yang disebut verniks kaseosa.
5) Keadaan dan Kelengkapan Ekstremitas
Dilihat apakah ada cacat bawaan berupa kelainan bentuk, kelainan jumlah atau tidak sama
sekali pada semua anggota tubuh dari ujung rambut sampai ujung kaki juga lubang anus
(rektal) dan jenis kelamin.
6) Tali Pusat
Pada tali pusat terdapat dua arteri dan satu vena umbilikalis.Keadaan tali pusat harus
kering, tidak ada perdarahan, tidak ada kemerahan di sekitarnya.
7) Refleks
Beberapa refleks yang terdapat pada bayi :
a) Refleks moro (refleks terkejut). Bila diberi rangsangan yang mengagetkan akan terjadi
refleks lengan dan tangan terbuka.
b) Refleks menggenggam (palmer graps). Bila telapak tangan dirangsang akan memberi
reaksi seperti menggenggam. Plantar graps, bila telapak kaki dirangsang akan memberi
reaksi.
c) Refleks berjalan (stepping). Bila kakinya ditekankan pada bidang datang atau diangkat
akan bergerak seperti berjalan.
d) Refleks mencari (rooting). Bila pipi bayi disentuh akan menoleh kepalanya ke sisi yang
disentuh itu mencari puting susu.
e) Refleks menghisap (sucking). Bila memasukan sesuatu ke dalam mulut bayi akan
membuat gerakan menghisap.
8) Berat Badan
Pada hari kedua dan ketiga bayi mengalami berat badan fisiologis.Namun harus
waspada jangan sampai melampaui 10% dari berat badan lahir.Berat badan lahir normal
adalah 2500 sampai 4000 gram.
9) Mekonium
Mekonium adalah feces bayi yang berupa pasta kental berwarna gelap hitam kehijauan dan
lengket. Mekonium akan mulai keluar dalam 24 jam pertama.
10) Antropometri
Dilakukan pengukuran lingkar kepala, lingkar dada, lingkar lengan atas dan panjang badan
dengan menggunakan pita pengukur. Lingkar kepala fronto-occipitalis 34cm,
suboksipito-bregmantika 32cm, mento occipitalis 35cm. Lingkar dada normal 32-34
cm. Lingkar lengan atas normal 10-11 cm. Panjang badan normal 48-50 cm.
11) Seksualitas
Genetalia wanita ; Labia vagina agak kemerahan atau edema, tanda vagina/himen dapat
terlihat, rabas mukosa putih (smegma) atau rabas berdarah sedikit mungkin ada.
Genetalia pria ; Testis turun, skrotum tertutup dengan rugae, fimosis biasa terjadi.

​2.2.2. Diagnosa Keperawatan


1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan (SDKI
D.0001).
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus kapiler
(SDKI D.0003).
3. Pola ​napas ​tidak ​efektif ​berhubungan ​dengan
​sindrom ​hipoventilasi/ ketidakseimbangan metabolik. (SDKI D.0005)
4. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan gangguan ventilasi pulmonal.
(SDKI D.0009)
5. Hipotermia berhubungan dengan bayi baru lahir (SDKI D.0140).
6. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan imaturitas (SDKI D.0040)
7. Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak mampuan
mencerna nutrisi. (SDKI D.0019)
8. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik (SDKI D.0056).

2.2.3 Intervensi Keperawatan


Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi
1. Bersihan jalan Tujuan: kali permenit. Stabilisasi Jalan Napas
napas tidak Bersihan jalan napas (SIKI I.01025 Hal.406)
efektif kembali efektif Kriteria Observasi
berhubungan Hasil: Berwarna 1. Monitor kesimetrisan
dengan sekresi 1. Pernafasan normal dinding dada.
yang tertahan 40-60 2. Monitor saturasi
(SDKI D.0001) 2. Pernafasan teratur. oksigen (SpO2) dan
3. Tidak cyanosis. CO2
4. Wajah dan seluruh Terapeutik
tubuh kemerahan (pink 1. Posisikan kepala sesuai
variable). 5. Gas darah kebutuhan
normal PH = 7,35 – 2. Lakukan pengisapan
7,45 mulut dan orofaring
PCO2 = 35 mm Hg 3.Insersikan selang
PO2 = 50 – 90 oro/nasofaring den gan
mmHg tepat.
4. Pastikan selang
oro/nasofaring mencapai
dasar lidah dan menahan
lidah tidak jatuh
kebelakang.
5. Fiksasi selang
oro/nasofaring dengan
cara yang tepat.
6. Auskultasi dada setelah
intubasi
Edukasi
1. Jelaskan prosedur dan
tujuan stabilisasi jalan
napas.
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemilihan
ukuran dan tipe selang
endotrakeal atau
selang trakestomi yang
memiliki volume
tinggi, manset yang
memiliki tekanan
rendah.
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil)
Intervensi
2. Gangguan pertukaran
alveolus
gas Tujuan: Pemantauan Respirasi
berhubungan dengan Mengumpulkan dan (SIKI I.01014 Hal.247)
perubahan membran kapiler menganalisis keefektifan Observasi
(SDKI D.0003) pertukaran gas. Berwarna 1. Monitor frekuensi,
Kriteria Hasil: irama,
1. Pernafasan normal kedalaman, dan
40-60 kali permenit. upaya napas
2. Pernafasan teratur. 2. Monitor pola napas
3. Tidak cyanosis. (seperti
4. Wajah dan seluruh bradipnea,
tubuh kemerahan takipnea,
(pink variable). 5. Gas hiperventilasi,
darah normal PH Kussmaul,
= 7,35 – 7,45 CheyneStokes,
PCO2 = 35 mm Hg Biot, ataksik
PO2 = 50 – 90 3. Monitor kemampuan
mmHg batuk efektif
4. Monitor adanya
produksi sputum
5. Monitor adanya
sumbatan jalan
napas
6. Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
7. Auskultasi bunyi
napas
8. Monitor saturasi
oksigen
9. Monitor nilai AGD
10. Monitor hasil x-ray
toraks
Terapeutik
1. Atur interval waktu
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika
perlu
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi

3. Pola napas tidak efektif


berhubunga Tujuan: Manajemen jalan
dengan sindrom hipoventilasi/n Mengidentifikasi dan napas (SIKI I.01011
ketidakseimbangan metabolik. mengelola kepatenan jalan Hal.186) Observasi
napas. Berwarna 1.Monitor pola napas
D.0005) (SDKI Kriteria Hasil: (frekuensi,
1. Pernafasan kedalaman, usaha
normal 40-60 kali napas).
permenit. 2. Monitor bunyi
2. Pernafasan napas tambahan
teratur. (mis. Mengi,
3. Tidak cyanosis. wheezing, ronkhi
4. Wajah dan kering).
seluruh tubuh 3. Monitor sputum
kemerahan (pink (jumlah, warna,
variable). 5. Gas aroma).
darah normal Terapeutik
PH = 7,35 – 7,45 1. Pertahankan
PCO2 = 35 mm kepatenan jalan
Hg napas.
PO2 = 50 – 90 2. Lakukan
mmHg pengisapan lendir
jika perlu.
3. berikan oksigen
jika perlu.
Edukasi
1. Anjurkan asupan
cairan 200ml/hari
jika tidak
kontraindikasi
2. Ajarkan tekhnik
batuk efektif
Kolaborasi
1. ​kolaborasi
​pemberian
​bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi


4. Perfusi perifer
ventilasi
tidak
pulmonal.
efektif Tujuan: Memberikan Terapi Oksigen ( SIKI
berhubungan dengan gangguan tambahan oksigen untuk I.01026 Hal. 430
(SDKI D.0009) mencegah dan mengatasi Observasi
kondisi kekurangan 1. Monitor kecepatan aliran
oksigen jaringan. oksigen
Kriteria hasil : 2. Monitor tanda tanda
1. Denyut nadi perifer hipoventilasi
meningkat (5) 3. Minitor kemampuan
2. Warna kulit pucat melepas oksigen saat
menurun (5) makan.
3. Pengisian kaplier cukup 4. Monitor tingkat
membaik (5) kecemasan akibat terapi
4. Tekanan darah sistolik oksigen
cukup membaik (5) 5. Monitor integritas
5. Tekanan darah diastolic mukosa hidung akibat
cukup membaik pemasangan oksigen.
(5) Terapeutik
6. Tekanan arteri rata-rata 1. Bershikan sekret pada
cukup membaik (5) mulut, hidung, dan trakea,
jika perlu.
2. Pertahankan kepatenan
jalan napas.
3. Berikan oksigen
tambahan jika perlu.
4. Gunakan perangkat
oksigen yang sesuai dengan
tingkkat mobilitas pasien.
Edukasi
1. ​Ajarkan
​pasien ​dan
​keluarga
​cara menggunakan
okskigen dirumah.
Kolaborasi
1. Kolaborasi p-enentuan
dosis oksigen
2. Kolaborasi pemberian
oksigen saat aktivitas/ atau
tidur.

Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi

Diagnosa Keperawatan

5. Hipotermia berhubungan Tujuan: Mengidentifikasi dan Manajemen kejang (SIKI


dengan bayi baru lahir mengelola kontraksi otot dan I06193)
(SDKI D.0140). gerakan yang tidak terkendali. Observasi
Kriteria hasil : 1. Monitor terjadinya kejang
1. Menggigil menurun (1) berulang
2. Suhu tubuh sedang (3) 2. Monitor karakter kejang
3. Frekuensi nadi Sedang (3) (mis. Aktivitas motoric, dan
4. Pengisian kapiler cukup progresi kejang). 3. monitor
meningkat (2) status neurologis
5. Ventilasi sedang (3) 4. monitor tanda-tanda vital
Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan jalan
napas
2. Damping selama periode
kejang
3. Jauhkan benda berbahaya
terutama benda tajam
4. Catat durasi kejang
5. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan keluarga
menghindari memasukan
apapun ke dalam mulut pasien
saat periode kejang.
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
antikomvulsan, jika perlu.

Diagnosa Keperawatan
Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi

6. Gangguan eliminasi urine Tujuan: Mengumpulkan dan Pemantauan cairan ( SIKI I.


berhubungan dengan menganalisis data terkait 03121)
imaturitas (SDKI D.0040) pengaturan keseimbangan Observasi
cairan. 1. Monitor frekuensi dan
Kriteria hasil : kekuatan nadi
1. Frekuensi kejang menurun 2. Monitor frekuensi napas
(5) 3. Monitor tekanan darah
2. Hipetermia menurun (5) 4. Monitor berat badan
3. Diaphoresis menurun (5) 5. Monitor waktu pengisian
4. Pucat menurun (5) kapiler
5. Stastus kognitif meningkat 6. Monitor jumlah,warna dan
(5) jenis urine
6. Fungsi otonom meningkat Terapeutik
(5) 1. Atur I nterval waktu
pemamntauan sesuai dengan
kondisi pasien.
2. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

Diagnosa Keperawatan
Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi
7. Gangguan kebutuhan nutrisi Tujuan: Akumulasi bobot Pemantauan Nutrisi (SIKI
kurang dari kebutuhan tubuh tubuh sesuai dengan usia I.03123)
berhubungan dengan ketidak dan jenis kelamin. Observasi
mampuan mencerna nutrisi karena Kriteria hasil : 1. Identifikasi faktor yang
imaturitas. Berat badan membaik (5) mempengaruhi asupan gizi.
Tebal lipatan kulit membaik 2. Identifikasi perubahan
(5) berat badan
Indeks masa tubuh membaik 3. Identidikasi kemampuan
(5) menelan
4. Monitor mual muntah
5. Monitor asupan oral
6. Monitor warna
konjungtiva
Terapeutik
1. Timbang berat badan
2. Hitung perubahan berat
badan
3. Atur interval waktu
pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
4. Dokumentasikan hasil
pemantauan.
Edukasi
1. Jelaskan tjuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi


8. Intoleransi aktivitas Tujuan: Respon fisiologis Pemberian obat inhalasi (SIKI I.
berhubungan dengan terhadap aktivitas 01015)
kelemahan fisik (SDKI yang membutuhkan tenaga Observasi
D.0056). Kriteria hasil : 1.Identifikasi kemungkinan
1. Saturasi oksigen alergi, interaksi, dan
meningkat (5) kontraindikasi obat.
2. Warna kulit membaik (5) 2. Verifikasi order obat sesuai
3. Tekanan darah membaik dengan indikasi
(5) 3. Periksa tanggal kadaluwarsa
4. Frekuensi napas obat
membaik (5) 4. Monitor tanda vital dan hasil
laboratorium sebelum pemberian
oabt. 5. Monitor efek terapeutik
obat
6. Monitor efek samping,
toksitas, dan interaksi obat.
Terapeutik
1. Lakukan prinsip 6 Benar
2. Kocok inhaeler selama 2-3
detik sebelum penggunaan
3. Lepaskan penutup inhaeler
dan pegang terbalik.
4.Posisikan inhaeler di dalam
mulut mengarah ke tenggorokan
denganbibir tertutup rapat.
Edukasi
1. Anjurkan bernapas lambat
dan dalam selama penggunaan
nebulizer
2. Anjurkan menahan napas
selama 10 detik 3. Anjurkan
ekspirasi lambat melalui hidung
atau dengan bibir mengkerut.
4. Jelaskan jenis obat, alasan
pemberian, tindakan yang
diharapkan dan efek samping
obat.

27

2.2.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi merupakan tahap keempat dalam tahap proses keperawatan dengan
melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan
dalam rencana tindakan keperawatan (Hidayat, 2004). Dalam tahap ini perawat harus
mengetahui berbagai hal seperti bahaya fisik dan perlindungan pada pasien, tehnik komunikasi,
kemampuan dalam prosesdur tindakan, pemahaman tentang hak-hak pasien serta memahami
tingkat perkembangan pasien.
Pelaksanaan mencakup melakukan, membantu atau mengarahkan kinerja aktivitas sehari-hari.
Setelah dilakukan, validasi, penguasaan keterampilan interpersonal, intelektual dan teknik
intervensi harus dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan
psikologi dilindungi dan dokumentasi keperawatan berupa pencatatan dan pelaporan (Nursalam,
2008).

2.2.5 Evaluasi Keperawatan

​Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi adalah
kegiatan yang dilakukan dengan terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan anggota
im kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana
keperawatan tercapi dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang. Kriteria
dalam menentukan tercapainya s
YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
Jln Beliang No 110 Telp/Fax. (0536) 3227707

FORMAT PENGKAJIAN NEONATUS

I. IDENTITAS

Identitas Bayi Identitas Orang Tua


Nama bayi : By.Ny. M T II (p) Nama Ayah : Tn. K
TTL : Palangka Raya Umur Ayah : 40 tahun
Jam Kelahiran : 08.39 WIB Pendidikan : SD
Jenis Kelamin : Perempuan Pekerjaan : Swasta
Agama Ayah : Islam
Nama Ibu : Ny. M. T
Umur Ibu : 39 tahun
Pendidikan : SD
Pekerjaan : IRT
Agama Ibu : Islam

II. RIWAYAT PERSALINAN


a. Awal Persalinan (hari/tgl/jam) : Selasa, 28 Oktober 2021, Pukul :
08.39 WIB
​b. Lama Persalinan ​ : 1 Jam
​c. Komplikasi Persalinan : Tidak ada komplikasi selama persalinan

​d. Terapi yang diberikan : Terapi CPAP 21%, PEEP 7 cmH2O

​e. Cara melahirkan ​ : Ny. M T melahirkan secara SC
​f. Tempat Melahirkan ​ : Ny. M T melahirkan di RS dr Doris Sylvanus
​g. Usia Kehamilan ​ : 30 Minggu
​h. Riwayat Kesehatan ibu : Sewaktu hamil Ny.M T tidak mempunyai riwayat

penyakit apapun selama hamil Ny.M T tidak ada pernah mengalami trauma
fisik/psikologis. Usia kehamilan 30 minggu. Ny.M T tidak pernah mengkonsumsi
obatobatan atau jamu saat hamil. Ibu tidak memiliki riwayat hipertensi, asma diabetes dll.
Ibu tidak memiliki riwayat trauma pada saat kehamilan. Keadaan
Umum Bayi
- RR 31x/menit
- S: 36.6 ˚C
- BB: 1.400 gram
- Frekuensi denyut jantung 126x/menit
- Terpasang CPAP F1O2 21 %, PEEP 7 cmH2O
- Suara pernafasan grunting
- Adanya retaksi dada
- Tampak sianosis
- Rawat inkubator
- Terpasang OGT

III. ​Pemeriksaan Fisik Neonatus


a. Antropometri
1. Berat Badan ​ : 1400 g
2. Panjang Badan : 39 cm
3. Lingkar Kepala : 28,5
- Sirkumferensia froto-occipital ​:……..cm
- Sirkumferensia mento-occipitalis:……..cm
- Sirkumferensia suboccipito-bregmatika:……..cm
- Sirkumferensia submento-bregmatika:……….cm

4. Lingkar Dada ​: 26 cm
5. Lingkar lengan atas ​: cm
Masalah Keperawatan : Defisit Nutrisi
b. Pernapasan dan peredaran darah (APGAR Score)

- Pernapasan/RR ​: 31 x/menit, type: dada dan perut, terdapat suara nafas tambahan yaitu
grunting
- APGAR Score ​: 8
No Tanda Score

0 1 2

1 Apperance (warna Seluruh tubuh Tubuh Seluruh tubuh


kulit) biru/pucat Mekanium Kehitaman kehitaman

2 Pulse Tak ada <100 x/ menit >100 x/ menit


(frekuensi jantung)
3 Grimance Tak ada Gerakan sedikit Gerakan
(refleks) kuat/melawan
4 Activity Lumpuh Ekstremitas agak fleksi Gerakan aktif
(tonus otot)
5 Respiration Tak ada Lambat, tidak teratur Gerakan aktif
(pernafasan) (Merintih)

- Frekuensi denyut jantung: 126 x/menit - ​


Kelainan/keluhan lain:
Pertambahan berat badan By.Ny. M lambat, badan dan ekstremitas terasa dingin, pasien
tampak lemah.
​Masalah Keperawatan ​: Pola napas tidak efektif
o
c. Suhu tubuh (rectal/axial) : axial 36.6 C
Masalah Keperawatan : Termoregulasi tidak efektif d.
Kepala/Leher

- Fontanel anterior : lunak


- Sutura sagitalis ​ : tepat
- Wajah ​ ​ : simetris
- Molding ​ ​ : cepalohematoma
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan e.
Mata : bersih Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
keperawatan

f. THT
Telinga : Normal, Bersih
Hidung : Simetris, Normal
Palatum : Normal
g. Toraks : Simetris, Normal, adanya retaksi dinding dada, pola napas tidak teratur.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
h. Abdomen
Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada kelainan atau benjolan pada perut, abdomen
bergerak bersamaan dengan Gerakan dada pada saat bernafas
Palpasi : tidak ada pembesaran liver dan ginjal
Perkusi : tidak ada cairan bebas/asites Auskultasi :
bising usus 5-30x/menit.
lingkar perut : cm liver : Tidak
ada pembesaran
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
i. Spina/tulang belakang (spina bifida)
Tidak mengalami kelainan tulang belakang (spina bifida)
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan a.
Kulit
Keadaan kulit bayi halus dan tampak Kehitaman.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
a. Keadaan dan kelengkapan tubuh dan ekstremitas
Bentuk normal, jari-jari tangan lengkap, tidak terdapat benjolan dan lesi.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
b. Tali pusat
Tali pusat segar dan belum lepas. Tidak tampak tanda-tanda infeksi pada tali pusat bayi.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan c. Anus
Ada lubang anus/tidak: Memiliki lubang anus yang sempurna
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan d.
Mekonium Tidak ada mekonium Masalah Keperawatan : Tidak
ada masalah keperawatan
e. Refleks: (moro, menggenggam, menghisap, berjalan)
Refleks moro baik, belum dapat menggengam dengan baik, belum dapat menghisap susu dot
dengan baik, dan belum bisa berjalan.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan Pemeriksaan Laboratorium
pada 2 November 2021
Parameter Nilai Nilai Normal Satuan
HB 19.4 14 – 24 g/dl
Hematokrit 58.6 44 – 64 %
Leukosit 9.35 4 - 10,5 103/uL
Trombosit 105 150 – 450 103/uL
95-100 %
SpO2 99
CRP 15.44 <10 mg/dl

Penatalaksanaan Medis
No Obat Indikasi Dosis Rute

1 O2 Nassal Kanul - terapi oksigen pada pasien 2 lpm O2NK


yang dapat bernafas spontan
namun membutuhkan
dukungan oksigen konsentrasi
rendah hingga sedang.

2 OGT - Pasien dengan gawat nafas OGT


atau tidak sadar
- Pasien dengan masalah
saluran pencernaan atas
(stenosis esophagus,tumor
mulut atau faring)
- Pasien tidak dapat menelan

3 Ampicilin - Untuk mengati infeksi bakteri 85mg/12


pada bagian tubuh seperti jam
saluran pernafasan,
saluran ​pencernaan,
saluran kemih, telinga dan
jantung
3 Gentacimin - Gentacimin termasuk 7mg/48
golongan antibiotik jam
aminoglikosida.Obat
gentacimin bekerja dengan
menghentikan
pertumbuhan bakteri/
4 Rawat Inkubator - Oksigenasi, melalui oksigen
suplemen dengan tudung
kepala atau kanula hidung,
atau bahkan saluran udara
tekanan positif continue
CPAP atau ventilasi mekanik
- Perlindungan ​dari
​suhu
dingin, infeksi, kebisingan
- Mempertahankan
keseimbangan cairan dengan
menyediakan cairan dan
menjaga kelembaban udara,
baik kelembaban yang tinggi
dari kulit dan penguapan dari
pernafasan bayi.

Palangka Raya, 2 November 2021


Yang mengkaji

​ ​ Niko Wibowo

ANALISIS DATA
DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN MASALAH
DATA OBYEKTIF PENYEBAB
Respiratory distress syndrom Pola Nafas tidak efektif

Surfaktan menurun

RR 31x/menit
Sindrom hipoventilasi
S: 36.6 ˚C
BB : 1400 gram
Frekuensi denyut Janin tidak dpt menjaga rongga
jantung 126x/menit paru ttp mengembang
Suara pernafasan
grunting Sesak nafas
Adanya retaksi dada
Tampak sianosis
Pola Nafas tidak efektif
Terpasang CPAP
21%
Rawat inkubator
DS:
DO:
-
-
-
-

-
-
-

DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN MASALAH


DATA OBYEKTIF PENYEBAB
DS: Respiratory distress syndrome Termoregulasi Tidak
DO: ​ Efektif
- RR 31x/menit
Stimulasi pusat termoregulasi
- S: 36.6 ˚C hipotalamus
- BB: 1400 gram
- Frekuensi denyut jantung
126x/menit Peningkatan kebutuhan oksigen
- Rawat inkubator
- Terapi CPAP 21% Suhu lingkungan ekstrim

- Terpasang O2 Nk
Berat badan ekstrem

Termoregulasi Tidak Efektif


DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN MASALAH
DATA OBYEKTIF PENYEBAB
DS: Respiratory distress syndrome Defisit Nutrisi
DO: ​
- RR 31x/menit
Ketidakmampuan menelan
- S: 36.6 ˚C makanan
- BB: 1.400 gram
- Frekuensi denyut jantung
126x/menit Ketidakmampuan
- Terapi CPAP 21 % mengabsorbsi nutrien

- Rawat inkubator
- Terpasang OGT
Defisit nutrisi
- CRP 15.44 mg/dl
- Diet asi 0,2 ml/2jam
- Reflek hisap lemah
- Reflek menelan tidak ada
PRIORITAS MASALAH
1. Pola nafas tidak efektif b.d sindrom hipoventilasi ditandai dengan RR 31x/menit, S: 36.6 ˚C, BB :
1400 gram, Frekuensi denyut jantung 126x/menit, Suara pernafasan grunting, Adanya retaksi
dada, Tampak sianosis, Terpasang CPAP 21%
2. Termoregulasi tidak efektif b.d Stimulasi pusat termoregulasi hipotalamus ditandai dengan RR
31x/menit, S: 36.6 ˚C, BB: 1400 gram, Frekuensi denyut jantung 126x/menit, Rawat
incubator.
3. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan ditandai dengan RR 31x/menit, S:
36.6 ˚C, BB: 1.400 gram, Frekuensi denyut jantung 126x/menit, Terapi CPAP 21 %, Tampak
sianosis, Rawat inkubator, Terpasang OGT, CRP 15.44 mg/dl, Diet asi 0,2 ml/2jam, Reflek
hisap lemah dan Reflek menelan tidak ada.

RENCANA KEPERAWATAN

Nama Pasien : By.Ny. M T

Ruang Rawat : Mawar


Diagnosa Tujuan (Kriteria Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil)
Pola Nafas Tidak Setelah dilakukan Manajemen Jalan 1. Mengetahui
Efektif (D.0005) asuhan keperawatan Nafas (I.01011) kemampuan
selama 1 x 7 jam, pola Observasi klien dalam
napas bayi kembali bernafas.
stabil dengan kriteria1. Monitor pola napas 2. Memantau
hasil : (frekuensi, apakah ada
- Penggunaan otot kedalaman, usaha bunyi nafas
bantu pernafasan napas). tambahan pada
2. Monitor bunyi napas klien.
(5) tambahan (mis. 3. Mengetahui
- Dpsnea menurun (5) Mengi, wheezing, jumlah dan jenis
ronkhi kering). sputum.
- Pemanjangan fase
3. Monitor sputum 4. Menghindari
eekspirasi (5)
(jumlah, warna, penyebab
- Frekusensi nafas aroma). Terapeutik terganggunya
cukup membaik 4. Pertahankan jalan napas
(4) kepatenan jalan 5. Oksigen
napas. membantu
- Kedalaman nafas
5. Berikan oksigen mempermudah
cukup membaik
melalui CPAP oksigenasi klien.
(4) 6. Membantu
Kolaborasi
meringkankan
6. Kolaborasi pola nafas tidak
​pemberian efektif.
bronkodilator,
​ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.

Termoregulasi Tidak Setelah dilakukan Regulasi Temperatur 1. Mengetahui suhu


Efekktif (D.0149) asuhan keperawatan (I.14578) bayi yang stabil
selama 1 x 7 jam, pola Observasi 2. Mengetahui suhu
napas bayi kembali 1. Monitor suhu bayi tubuh anak tiap
stabil dengan kriteria sampai stabil
hasil : 2 jam
1. Kulit merah 2. Monitor suhu tubuh 3. Mengetahui tekanan
menurun (5) anak tiap 2 jam, darah, frekuensi
jika perlu pernafasan dan
2. Pucat menurun (5) 3. Monitor tekanan
nadi
3. Takipnea menurun darah, frekuensi 4. Mengetahui warna
(5) pernafasan dan nadi suhu kulit
4. Suhu tubuh 4. Monitor warna dan
suhu kulit 5. Meningkatklan
membaik (5) asupan cairan dan
5. Suhu kulit membaik 5. Perawatan bayi nutrisi
(5) dalam inkubator
Terapeutik 6. Mengatur suhu
tubuh inkubator
6. Tingkatkan asupan
cairan dan nutrisi 7. Mengajarkan teknik
yang adekuat metode kanguru
7. Atur suhu inkubator (PMK)
sesuai kebutuhan 8. Berkolaborasi
Edukasi dalam pemberian
8. Demonstrasikan atipiretik, jika
teknik perawatan perlu
metode kanguru
(PMK) untuk bayi
BBLR
Kolaborasi
9. Kolaborasi
pemberian
antipiretik, jika
perlu
Defisit Nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi 1. Mengetahui status
(D.0019) asuhan keperawatan (I.03119) nutrisi
selama 1 x 7 jam, pola Observasi 2. Mengetahui asupan
napas bayi kembali 1. Identifikasi status makanan
stabil dengan kriteria nutrisi 3. Mengetahui hasil
hasil : pemeriksaan
1. Kekuatan otot 2. Monitor asupan
makanan laboratorium
menelan 4. Memberikan
meningkat 3. Monitor hasil suplemen
(5) pemeriksaan makanan
laboratorium
2. Berat badan Terapeutik 5. Berkolaborasi
membaik (5) dengan ahli gizi
4. Berikan suplemen untuk
3. Indeks Masa Tubuh makanan
(IMT) membaik mwmbwereikan
Kolaborasi nutrisi yang
(5) 5. Kolaborasi dengan dibutuhkan
DPJP untuk
menentukan
jumlah kalori dan
jenis nutrien yang
dibutuhkan

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI


KEPERAWATAN
Hari/Tanggal Tanda
Jam tangan
Implementasi Evaluasi (SOAP) dan
Nama
Perawat
Diagnosa Keperawatan 1 S
2 November 2021 1. Memonitor pola :
napas (frekuensi, -
kedalaman, usaha O
napas). :
2. Memonitor bunyi - Penggunaan otot bantu pernafasan
napas tambahan (5)
(mis. Mengi,
- Dipsnea menurun (5)
wheezing, ronkhi
kering). - Pemanjangan fase eekspirasi (5)
3. Mempertahankan - Frekusensi nafas cukup membaik (4) Niko
kepatenan jalan Wibowo
napas. - Kedalaman nafas cukup membaik (4)
4. Memberikan
oksigen jika perlu A : Masalah teratasi sebagian
5. Berkolaborasi P : lanjutkan intervensi 1,3,dan 4
​pemberian
1. Monitor ​pola ​napas
​bronkodilat
(​ frekuensi, kedalaman, usaha
or, ekspektoran,
napas).
mukolitik, jika
2. Monitor bunyi napas tambahan (mis.
perlu.
Mengi, wheezing, ronkhi kering).
3. Pertahankan kepatenan jalan napas.
4. Berikan oksigen jika perlu.
5. Kolaborasi ​pemberian
​bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.

Hari/Tanggal Tanda
Jam tangan
Implementasi Evaluasi (SOAP) dan
Nama
Perawat
2 November 2021 Diagnosa Keperawatan 2 S
1. Memonitor suhu :
bayi sampai stabil -
O
2. Memonitor suhu :
tubuh anak tiap 2 1. Kulit merah menurun (5)
jam, jika perlu
3. Mengatur suhu 2. Pucat menurun (5)
inkubator sesuai 3. Takipnea menurun (5)
kebutuhan 4. Suhu tubuh cukup membaik (4)
4. Mendemonstrasikan 5. Suhu kulit cukup membaik (4)
teknik perawatan
metode kanguru A : Masalah teratasi sebagian
(PMK) untuk bayi P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,dan 4 Niko
BBLR Wibowo
1. Monitor suhu bayi sampai stabil
5. Berkolaborasi
pemberian 2. Monitor suhu tubuh anak tiap 2
antipiretik, jika jam, jika perlu
perlu 3. Atur suhu inkubator sesuai
kebutuhan
4. Demonstrasikan teknik
perawatan metode kanguru
(PMK) untuk bayi BBLR
5. Kolaborasi pemberian
antipiretik, jika perlu

2 November Diagnosa Keperawatan 3 S:


2021
1. Mengidentifikasi status nutrisi O:
2. Memonitor asupan makanan - Kekuatan otot menelan
3. Memonitor hasil pemeriksaan meningkat (5)
laboratorium - Berat badan cukup
membaik (4) Niko
4. Memberikan suplemen makanan Wibowo
5. Berkolaborasi dengan DPJP untuk - Kebutuhan cairan terpenuhi
menentukan jumlah kalori dan jenis A : Masalah belum teratasi
nutrien yang dibutuhkan
P : Lanjutkan intervensi 1,2 4
dan 5
- Identifikasi status nutrisi
- Monitor asupan makanan
- Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
- Berikan suplemen makanan
- Kolaborasi dengan DPJP
untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan
27

BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan
RDS adalah suatu sindrom kegawatan pada pernafasan yang terdiri atas gejala
dispneu, pernafasan cepat lebih dari 60 kali permenit, sianosis, merintih pada saat ekspirasi;
terdapat retraksi pada suprasternal, interkostal dan epigastrium. Pada penyakit ini terjadi
perubahan paru yaitu berupa pembentukan jaringan hialin pada membran paru yang
rusak.Kerusakan pada paru timbul akibat kekurangan komponen surfaktan pulmonal.
Surfaktan adalah suatu zat aktif yang memberikan pelumasan pada ruang antar alveoli
sehingga dapat mencegah pergesekan dan timbulnya kerusakan pada alveoli yang selanjutnya
akan mencegah terjadinya kolaps paru. (Yuliani, 2015).

4.2 Saran
Disarankan untuk pembaca Asuhan keperawatan ini agar tetap membaca
literatureliteratur lainnya untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang penyakit
Respiratory Distress Syndrom (RDS).

DAFTAR PUSTAKA
Cecily & Sowden (2009). Buku Saku Keperawatan Pedriatik. Edisi 5. Jakarta: EGC
Dinkes Provinsi NTT. (2015). Profil Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Nelson, (2011), Ilmu Ksesehatan Anak Esensial, Ed 6, Jakarta: Elsevier Nelson, (2010),
Esensi Pediatri, Ed 4, Jakarta: EGC
Sudarti & Fauziah. (2013). Asuhan Neonatus Resiko Tinggi dan Kegawatan. Cetakan I.
Yogyakarta: Nuha medika
Rahardjo dan Marmi,2012, Asuhan Neonatus, Bayi, Balita dan Prasekolah. Jakarta :
Pustaka Belajar
Suriadi & Yuliani. 2006. Buku Pegangan Praktik Klinik. Asuhan keperawatan pada
Anak Edisi 2. Jakarta : Sagung Seto.
27

Anda mungkin juga menyukai