Oleh
Nim : 141121031
Dengan ini menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Asuhan
Ruang Melati I RSUD dr.Pirngadi Medan” adalah benar hasil karya sendiri, kecuali
dalam pengutipan substansi disebutkan sumbernya dan belum pernah dianjurkan kepada
institusi mana pun serta bukan karya jiplakan. Saya bertanggungjawab atas keabsahan
dan kebenaran isinya sesuai dengan kaidah ilmiah yang harus dijunjung tinggi.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada tekanan atau
paksaan dari pihak mana pun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika ternyata
ii
iii
PRAKATA
Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih dan karunia-Nya saya
Pada Anak Dengan Diagnosa Demam Tipoid (Typus Abdominalis) Di Ruang Melati I
RSUD dr.Pirngadi Medan” yang merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan
arahan, dukungan dan doa dari berbagai pihak, baik mulai dari masa perkuliahan sampai
pada penyusunan Laporan Praktika Senior ini, tentulah akan terasa sangat sulit bagi
penulis untuk menyelesaikannya. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Bapak Setiawan, S.Kp, MNS, Ph.D selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara.
2. Ibu Sri Eka Wahyuni, S.Kep, Ns, M.Kep selaku Wakil Dekan I Fakultas
Utara.
3. Ibu Cholina Trisa Siregar, S.Kep. Ns, M.Kep, Sp. KMB selaku Wakil Dekan II
4. Ibu Dr. Siti Saidah Nasution, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat Selaku Wakil Dekan III Fakultas
iv
5. Ibu Farida Linda Sari Siregar, S.Kep. Ns, M.Kep selaku pembimbing yang telah
8. Kedua orang tua saya, yakni Bapak saya Marhusa Siregar dan Ibu saya Linse
Sitinjak, S.Pd yang telah memberikan bantuan, dukungan material dan moral serta
doa demi kemudahan dalam menyelesaikan pendidikan, saudaraku Jhon Ferianto, Sri
Wahyuni, Sri Sulastri, Sri Hertati, Paulus Zulheri Tua, dan Erika Malau, S.Ked yang
10. Serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam menempuh pendidikan dan
pembacanya, dan penulis juga menerima saran yang membangun dari semua pihak
untuk hasil yang lebih baik. Akhir kata penulis sampaikan terimakasih.
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul.............................................................................................. i
Halaman Pernyataan Orisinalitas............................................................... ii
Halaman Pengesahan Skripsi ...................................................................... iii
Prakata .......................................................................................................... iv
Daftar Isi ........................................................................................................ vi
Daftar Tabel .................................................................................................. viii
Abstrak .......................................................................................................... ix
vi
Bab 3. TINJAUAN KASUS ......................................................................... 42
3.1 Asuhan Keperawatan Pada An.M ................................................. 42
3.1.1 Pengkajian ............................................................................. 42
3.1.2 Diagnosa Keperawatan ......................................................... 53
3.1.3 Intervensi Keperawatan ........................................................ 54
3.1.4 Implementasi dan Evaluasi ................................................... 59
3.1.5 Ringkasan Keperawatan Anak Pulang .................................. 65
3.2 Asuhan Keperawatan Pada An.B .................................................. 66
3.2.1 Pengkajian ............................................................................. 66
3.2.2 Diagnosa Keperawatan ......................................................... 76
3.2.3 Intervensi Keperawatan ........................................................ 77
3.2.4 Implementasi dan Evaluasi ................................................... 80
3.2.5 Ringkasan Keperawatan Anak Pulang .................................. 82
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. SAP Cara Mencuci Tangan Yang Benar....................................... 87
2. Leaflet Cara Mencuci Tangan Yang Benar ................................... 96
vii
DAFTAR TABEL
viii
Judul : Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Diagnosa Demam Tipoid
(Typus Abdominalis) Di Ruang Melati I RSUD dr.Pirngadi Medan.
Nama : Henrianto Karolus Siregar, S.Kep
Nim : 141121031
Fakultas : Keperawatan
Tahun Akademik : 2016 / 2017
ABSTRAK
Praktika senior adalah salah satu mata ajar dalam program pendidikan profesi Ners di
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Praktika senior bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan mahasiswa profesi dalam mengaplikasikan teori dan konsep
keperawatan yang telah diperoleh selama proses pendidikan. Kompetensi yang harus
dicapai oleh mahasiswa profesi dalam praktika senior yaitu mampu untuk melakukan
penatalaksanaan asuhan keperawatan secara mandiri maupun kolaborasi pada klien anak
yang memiliki masalah tertentu akibat dampak dari gangguan pada berbagai sistem
tubuh melalui pendekatan proses asuhan keperawatan mulai dari pengkajian sampai
dengan evaluasi. Penatalaksanaan asuhan keperawatan yang diterapkan yaitu
penatalaksanaan asuhan keperawatan pada anak yang mengalami gangguan pada sistem
hematologi dengan masalah Demam Tipoid (Typus Abdominalis). Demam tipoid atau
Typhus Abdominalis adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh
bakteri Salmonela Typhi. Bakteri ini merupakan bakteri gram negatif, tidak berkapsul,
mempunyai flagela, dan tidak membentuk spora. Kuman ini mempunyai sekurang-
kurangnya tiga antigen yang penting untuk pemeriksaan laboratorium yaitu antigen O,
antigen H, dan antigen V1. Kegiatan Praktika senior ini dilakukan dengan melakukan
pengkajian dengan melakukan wawancara, dan observasi. Dari hasil pengkajian
diperoleh pendokumentasian asuhan keperawatan belum optimal, belum adanya Standar
Asuhan Keperawatan khususnya pada kasus Demam Tipoid (Typus Abdominalis) dan
belum optimalnya penberian pendidikan kesehatan yang dilakukan diruang Melati I
RSUD dr.Pirngadi Medan. Sehingga berdasarkan masalah tersebut perlu ditingkatkan
pelayanan keperawatan yang diberikan, peningkatan asuhan keperawatan dengan
menerapkan prinsip caring dalam memberi perawatan, pelaksanaan asuhan keperawatan
sesuai dengan Standar asuhan keperawatan secara tepat, dan melaksanakan
dokumentasi keperawatan.
Kata kunci : demam tipoid atau typhus abdominalis, caring, asuhan keperawatan.
ix
Title : Nursing Diagnosis Fever In Children With typhoidal (Abdominal
typus) In RSUD dr.Pirngadi Hospital Medan.
Name : Henrianto Karolus Siregar, S.Kep
Nim : 141121031
Faculty : Nursing
Academic Year : 2016/2017
ABSTRACT
Praktika senior is one of the teaching in the nurses professional education program at the
Faculty of Nursing, University of North Sumatra. Senior Praktika aims to improve
students' ability to apply the profession of nursing theory and concepts which have been
acquired during the educational process. Competency to be achieved by the students in
the profession senior Praktika that is able to undertake the management of nursing care
independently or collaborate on client's children who have particular problems due to
the impact of interference on the various systems of the body through a process
approach to nursing care ranging from assessment through to evaluation. Management
of nursing care that is applied is the management of nursing care in children with
disorders of the hematologic system with problems Fever typhoidal (Abdominal typus).
Typhoidal or Abdominal Typhus fever is an acute infection of the digestive tract caused
by the bacterium Salmonella Typhi. This bacterium is a gram-negative bacterium, not
encapsulated, have flagella, and does not form spores. This germ has at least three
important antigens for laboratory examination are antigens O, H antigens, and antigens
V1. Senior Praktika activities are carried out through assessment by conducting
interviews, and observation. From the assessment results obtained documentation of
nursing care is not optimal, yet their standard of nursing care, especially in the case of
fever typhoidal (Abdominal typus) and yet optimal health education administration do
In RSUD dr.Pirngadi Hospital Medan.. So based on these issues needs to be improved
nursing care provided, increase in nursing care by applying the principle of caring in
giving care, nursing care implementation in accordance with proper standards of nursing
care, and implement nursing documentation.
x
BAB 1
PENDAHULUAN
Praktika senior adalah salah satu mata ajar dalam program pendidikan profesi
konsep keperawatan yang telah diperoleh selama proses pendidikan. Kompetensi yang
harus dicapai oleh mahasiswa profesi dalam praktika senior yaitu mampu untuk
pada klien anak yang memiliki masalah tertentu akibat dampak dari gangguan pada
berbagai sistem tubuh melalui pendekatan proses asuhan keperawatan mulai dari
gangguan pada sistem hematologi dengan masalah Typus Abdominalis (Demam Tipoid).
Typhus Abdominalis atau demam tipoid adalah infeksi akut pada saluran
pencernaan yang disebabkan oleh bakteri Salmonela Typhi. Bakteri ini merupakan
bakteri gram negatif, tidak berkapsul, mempunyai flagela, dan tidak membentuk spora.
pemeriksaan laboratorium yaitu antigen O, antigen H, dan antigen V1 (Kunoli, 2013 dan
Zulkoni, 2011).
Penyakit ini tersebar merata diseluruh dunia. Insidensi penyakit demam tifoid
diseluruh dunia mencapai 17 juta setahun dengan jumlah kematian sebanyak 600.000
orang. Di Amerika Serikat demam tifoid muncul sporadis dan relatif konstan berkisar
antara 500 kasus setahun selama bertahun-tahun (bandingkan dengan demam tifoid
1
2
yang dilaporkan sebanyak 2.484 pada tahun 1950). Demam tifoid menyerang
penduduk disemua negara. Seperti penyakit menular lainnya tifoid banyak ditemukan
dinegara berkembang yang higiene pribadi dan sanitasi lingkungannya kurang baik
(Kunoli, 2013).
Demam adalah peningkatan abnormal suhu badan rectal minimal 38 oC. Demam
merupakan tanda adanya masalah yang menjadi penyebab, bukan suatu penyakit, dan
tidak terjadi dengan sendirinya. Demam umumnya terjadi akibat adanya gangguan pada
hipotalamus, atau dapat juga disebabkan oleh infeksi virus (Muscari, 2005). Demam
merupakan manifestasi penting infeksi anak sejak dulu. Demam didefenisikan sebagai
peningkatan suhu tubuh sentral diatas variasi normal harian dalam respon terhadap
bermacam keadaan patologis yang berbeda. Hampir 30% kunjungan ke dokter dan lebih
Demam Tifoid, menyatakan bahwa di Indonesia penyakit ini bersifat endemik dan
merupakan masalah kesehatan masyarakat. Dari telaah kasus di rumah sakit besar di
tahun dengan rata-rata kesakitan 500/100.000 penduduk dengan kematian antara 0,6–5
%.
Hasil RISKESDAS tahun 2013 menyatakan bahwa dalam 12 bulan terakhir, tifoid
dapat dideteksi di Provinsi Sumatera Utara dengan persentase 0,9 persen, dan tersebar
untuk penyakit tifoid adalah sebesar 0,4 persen. Sedangkan di RSUD dr.Pirngadi
Medan sendiri, demam tifoid menjadi satu dari sepuluh terbesar untuk penyebab
3
pasien di rawat inap pada bulan Januari 2013, sedangkan data terbaru menyebutkan ada
setidaknya 297 kasus penderita Typhus Abdominalis yang dirawat inap di RSUD
dr.Pirngadi pada tahun 2016 dengan rincian 293 kasus baru dan 4 kasus lama.
Menurut Abata (2013), umumnya terapi penyakit ini berlangsung baik jika
diobati sejak dini dengan memperhatikan gejala-gejala awal penyakit tersebut. Namun
umur, keadaan umum pasien, derajat kekebalan tubuh, jumlah salmonella, serta cepat
Penelitian dilakukan oleh Syafrani (2013), yang berjudul Korelasi Titer Uji
Widal Dengan Derajat Klinis Pada Pasien Demam Tifoid Di RSUD Panglima
Sebaya Kabupaten Paser Periode Tahun 2012, menyatakan hasil penelitian yang
menunjukkan bahwa kadar titer uji widal memiliki hubungan dengan derajat klinis
pasien. Selain itu, adanya komplikasi yang terjadi pada masa pengobatan pasien sedikit
Laju kesembuhan dapat diketahui dengan analisis survival. Studi kesintasan atau
survival umumnya merupakan desain kohort dimana seluruh subyek yang diteliti
dengan masa pengamatan yang sama atau sampai mengalami efek. Namun dalam
prakteknya, banyak hal pada desain kohort yang tidak dapat diteliti dengan metode
tersebut, yang seringkali terjadi subyek masuk penelitian pada saat yang tidak sama
sedangkan penelitian harus dihentikan pada suatu saat tertentu. Karena itulah perlunya
suatu metode analisis khusus yang dapat merangkum jenis data seperti ini yaitu
hidup. Sedangkan analisis survival disebut juga analisis kelangsungan hidup atau
4
analisis kesintasan. Analisis survival adalah kumpulan dari prosedur statistik untuk
menganalisis data dimana variabel outcome yang diteliti adalah waktu (time) sampai
suatu kejadian (event) muncul. Time adalah tahun, bulan, minggu, atau hari dimulai
dari awal pengamatan kejadian sampai kejadian itu muncul. Kejadian (event) itu
bekerja atau kejadian lain sesuai dengan kepentingan peneliti. Metode analisis survival
yang sering dipakai adalah metode Tabel Kehidupan (Life Table) / Akturial (Cutler–
Ederer), metode Kaplan Meier (Product Limit), dan metode Regresi Cox (Yasril,
2009).
tipoid (typus abdominalis) dari bulan januari 2016 – januari 2017 berjumlah 59 orang.
Berdasarkan perolehan jumlah pasien tersebut maka penulis tertarik untuk mengambil
kasus Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Diagnosa Demam Tipoid (Typus
Medan.
a) Penulis mampu melakukan pengkajian pada Anak Dengan Diagnosa Demam Tipoid
e) Penulis mampu melakukan evaluasi pada Anak Dengan Diagnosa Demam Tipoid
dalam mengaplikasikan semua teori dan konsep yang telah diperoleh selama
pendidikan.
6
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Anak Dengan Diagnosa Demam Tipoid (Typus
1.5.3 Pasien
TINJAUAN TEORI
2005), yang mengacu kepada tahapan proses keperawatan yang meliputi pengkajian,
evaluasi.
dan dicatat.
2. Sumber data adalah pasien, keluarga atau orang yang terkait, tim kesehatan,
c. Status biologis-psikologis-sosial-spiritual
7
8
b. Diagnosa keperawatan terdiri dari masalah (P), penyebab (E), dan tabda/ gejala
c. Bekerja sama dengan pasien dan petugas kesehatan lainnya untuk memvalidasi
diagnosa keperawatan.
a. Perencanaan terdiri dari penetapan proritas masalah, tujuan dan rencana tindakan
keperawatan.
4. Standar 4: Impementasi
keperawatan.
9
digunakan
respon pasien
5. Standar 5: Evaluasi
b. Menggunakan data dasar dan respon pasien dalam mengukur kearah pencapaian
tujuan
keperawatan
1. Pengertian Dokumentasi
Dokumentasi adalah tulisan, data penting dari semua intervensi yang tepat bagi
perubhan yang terjadi dari tindakan yang dilakukan oleh perawat baik secara mandiri
maupun kolaborasi yang merupakan bagian permanen dari rekam medik klien.
3. Standart Dokumentasi
keperawatan.
11
merefleksikan hak klien. Juga mmeberikan batasan pada klien tentang suatu
yang ada. Prinsipnya adalah untuk menilai perkembangan status kesehatan klien,
6. Informasi kesehatan klien. Berbentuk dalam tabel dan grafik selam 24 jam antara
instotusi rumah sakit, ringkasan format pelaporan meliputi lembaran data dasar
8. Perencanaan pulang. Format mencakup personal data klien, dan data kesehatan
secara umum dan khusus, surat diizinkan pulang dari dokter yang merawat berikut
kesehatan klien selama di RS, agar dokter/ perawat/ tim professional lainnya yang
kasus, metode fungsional, tim keperawatan, keperawatan primer dan system manajemen
a. Metode Kasus
Disebut juga sebagai perawatan total yang merupakan metode paling awal. Pada
metode ini seorang perawat bertanggung jawab untuk memberikan perawatan pada
sejumlah pasien dalam waktu 8-12 jam setiap shift. Pasien akan dirawat oleh perawat
yang berbeda pada setiap pergantian shift, metode ini banyak dipakai pada keadaan
kurang tenaga perawat. Jalan keluarnya adalah dengan merekrut tenaga perawat yang
baru.
b. Metode Fungsional
Dalam model ini dibutuhkan pembagian tugas, prosedur, kebijakan dan alur
komunikasi yang jelas. Metode ini cukup ekonomis dan efisien serta mengarahkan
keperawatan.
c. Metode Tim
Metode ini lebih menekankan segi manusiawi pasien dan para perawat anggota
dimotivasi untuk belajar. Hal pokok yang harus ada adalah konfrensi tim yang
pasien selama 8-12 jam. Tujuan dari keperawatan tim adalah untuk memberikan
pasien masih menerima fragmentasi asuhan keperawatan jika ketua tim tidak dapat
menjalin hubungan yang lebih baik dengan pasien, keterbatasan tenaga dan keahlian
d. Keperawatan Primer
jam sehari, 7 hari/ minggu. Ini merupakan metode yang memberikan perawatan
merupakan manajer garis terdepan bagi perawatan pasien dengan akuntabilitas dan
Ini meupakan system pelayanan keperawatan yang lebih baru dimana para
manajer kasus (case manager) bertanggung jawab terhadap muatan kasus pasien
selam dirawat. Para manajer dapat terkait dengan muatan kasus dalam beberapa cara
seperti:
b. Dengan pasien secara geografis berada dalam satu unit atau unit-unit
seorang sarjana keperawatan atau perawat dengan pendidikan tingkat master untum
2.2.1 Definisi
Demam tipoid (Tyfus abdominalis) ialah penyakit infeksi akut yang biasanya
terdapat pada saluran cerna dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai
gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (Astuti,
2013).
Demam tipoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut pada usus
halus yang disebabkan oleh Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)
(Widodo, 2006). Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit yang mudah
menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah daya tahan tubuh, higienitas, umur, dan jenis
15
kelamin. Infeksi demam tifoid ditandai dengan bakterimia, perubahan pada sistem
Beberapa terminologi lain yang erat kaitannya adalah demam paratipoid dan
demam enterik. Demam paratipoid secara patologik maupun klinis adalah sama
dengan demam tifoid namun biasanya lebih ringan, penyakit ini disebabkan oleh spesies
Salmonella enteriditis, sedangkan demam enterik dipakai pada demam tifoid maupun
2.2.2 Epidemiologi
Demam tipoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai di seluruh dunia, secara
luas di daerah tropis dan subtropis terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang
tidak memadai dengan standar higienis dan sanitasi yang rendah yang mana di
Dari laporan World Health Organization (WHO) pada tahun 2003, terdapat 17
juta kasus demam tipoid per tahun di dunia dengan jumlah kematian mencapai
600.000 kematian dengan Case Fatality Rate (CFR = 3,5%). Angka kejadian penyakit
demam tipoid di daerah endemis berkisar antara 45 per 100.000 penduduk per tahun
kepadatan penduduk tinggi, serta kesehatan lingkungan yang tidak memenuhi syarat
(Lestari, 2011).
16
1200 per 105 penduduk / tahun (Lestari, 2011). Di Indonesia, demam tipoid dapat
ditemukan sepanjang tahun, di Jakarta Utara pada tahun 2001, angka kejadian demam
tipoid berjumlah 680 per 100.000 penduduk, dan pada tahun 2002 Demam tifoid
merupakan penyakit yang tersebar di seluruh dunia. Pada tahun 2000, angka kejadian
demam tifoid di Amerika Latin 53 per 100.000 penduduk dan di Asia Tenggara 110 per
100.000 penduduk (Harahap, 2011). Data WHO tahun 2003 memperkirakan terdapat
sekitar 17 juta kasus demam tipoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus
Angka kejadian demam tipoid di Eropa yaitu 3 per 100.000 penduduk, di Afrika
yaitu 50 per 100.000 penduduk dan di Asia yaitu 274 per 100.000 penduduk. Pada
tahun 2005, angka kejadian demam tipoid di Dhaka berjumlah 390 per 100.000
Berdasarkan Data Surveilans tahun 2007, angka kejadian demam tipoid tahun
2007 berjumlah sangat tinggi yaitu sebesar 110,7 per 100.000 penduduk. Propinsi
tifoid yang tertinggi sebesar 344,7 per 100.000 penduduk. Berdasarkan Profil Kesehatan
Propinsi Sumatera Utara tahun 2008, demam tifoid yang rawat jalan di Rumah Sakit
menempati urutan ke-5 dari 10 penyakit terbesar yaitu 661 penderita dari 12876 pasien
rawat jalan (5.1%), sedangkan rawat inap di Rumah Sakit menempati urutan ke-2 dari
10 penyakit terbesar yaitu sebanyak 1.276 penderita dari 11.182 pasien rawat inap
Salmonella typhi dapat hidup di dalam tubuh manusia (manusia sebagai natural
sekret saluran nafas, urin, dan tinja dalam jangka waktu yang sangat bervariasi.
Salmonella typhi yang berada di luar tubuh manusia dapat hidup untuk beberapa
minggu apabila berada di dalam air, es, debu, atau kotoran yang kering maupun pada
pakaian. Akan tetapi S. typhi hanya dapat hidup kurang dari 1 minggu pada raw
sewage, dan mudah dimatikan dengan klorinasi dan pasteurisasi (temp 63oC)
(Rampengan, 2005).
tidak memenuhi syarat kesehatan seperti penyediaan air minum yang tidak memenuhi
sanitasi umum, temperatur, polusi udara, dan kualitas air. Faktor sosial ekonomi seperti
2.2.3 Etiologi
typhosa / Salmonella typhi yang merupakan kuman gram negatif, bergerak dengan
Kuman ini dapat tumbuh pada semua media dan pada media yang selektif, bakteri
ini memfermentasi glukosa dan manosa, tetapi tidak dapat memfermentasi laktosa.
Waktu inkubasi berkisar tiga hari sampai satu bulan (Putra, 2012).
18
Sumber penularan utama demam tipoid adalah penderita itu sendiri dan karier
yang dapat mengeluarkan berjuta-juta kuman S. typhi dalam tinja, dan tinja inilah yang
Bakteri ini dapat hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun yang
sedikitlebih rendah, serta mati pada suhu 70oC ataupun oleh antiseptik (Rampengan,
2008).
Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di dalam
air, es, sampah, dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu 60o C)
1. Antigen O (Antigen Somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh kuman.
Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga endotoksin.
Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap
formaldehid.
2. Antigen H (Antigen Flagella) yang terletak pada flagella, fimbriae atau pili dari
kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan terhadap
3. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat melindungi
kuman terhadap fagositosis (Harahap, 2011). Selain itu, S. typhi juga dapat
dengan daya invasif bakteri dan efektivitas vaksin (Putra, 2012). Ketiga macam
4. Outer Membrane Protein (OMP) merupakan bagian dari dinding sel terluar yang
terletak di luar membran sitoplasma dan lapisan peptidoglikan yang membatasi sel
berfungsi sebagai reseptor untuk bakteriofag dan bakteriosin yang sebagian besar
terdiri dari protein urin, berperan pada patogenesis demam tifoid dan merupakan
Infeksi dapat ditularkan dengan cara menelan makanan atau minuman yang
terkontaminasi dengan tinja (WHO, 2003). Selain itu, penularan dapat terjadi juga
dengan kontak langsung jari tangan yang terkontaminasi tinja, urin, sekret saluran
Penularan S. typhi juga dapat terjadi melalui transmisi transplasental dari seorang
ibu hamil yang berada dalam bakterimia kepada bayinya. Sebagian besar penularan
terjadi melalui makanan / minuman yang tercemar oleh kuman di tinja atau urin
adalah:
a. Higiene perorangan yang rendah, seperti budaya cuci tangan yang tidak terbiasa.
b. Higiene makanan dan minuman yang rendah, seperti mencuci makanan dengan air
c. Sanitasi lingkungan yang kumuh, dimana pengelolaan air limbah, kotoran, dan
Indonesia, 2006).
masih mengandung bibit penyakit di dalam kandung empedu dan ginjal. Karier
demam tipoid adalah seseorang yang kotorannya (tinja atau urin) mengandung S. typhi
setelah satu tahun pasca demam tipoid, tanpa disertai gejala klinis. Pada penderita
demam tipoid yang telah sembuh setelah 2–3 bulan masih dapat ditemukan kuman S.
typhi di tinja atau urin. Penderita ini disebut karier pasca penyembuhan (Harahap,
2011).
2.2.5 Patogenesis
dalam lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus, dan selanjuntnya berkembang
biak (Widodo, 2006). Di usus terjadi produksi IgA sekretorik sebagai imunitas humoral
lokal yang berfungsi untuk mencegah melekatnya kuman pada mukosa usus. Sedangkan
fagositosis kuman oleh makrofag. Imunitas seluler sendiri berfungsi untuk membunuh
Bila respons imunitas humoral mukosa Ig A usus kurang baik, maka kuman akan
menembus sel-sel epitel terutama sel M dan selanjutnya ke lamina propria. Di lamina
propria kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh
makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan
selanjutnya dibawa ke plaque peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah
Melalui duktus torasikus, kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk
organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di
luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi
mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dan disertai dengan tanda-tanda dan
gejala penyakit infeksi sistemik. Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung
empedu, berkembang biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermiten
ke dalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk
lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali,
berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman
malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskular, gangguan mental, dan
Kelainan utama terjadi di ileum terminal dan plaque peyer yang hiperplasia
(minggu pertama), nekrosis (minggu kedua), dan ulserasi (minggu ketiga) serta bila
sembuh tanpa adanya pembentukan jaringan parut. Sifat ulkus berbentuk bulat
lonjong sejajar dengan sumbu panjang usus dan ulkus ini dapat menyebabkan
Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala- gejala klinis
yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai berat, dari asimtomatik hingga
gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian (Widodo, 2006).
Pada minggu pertama, gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala
serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing,
nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut,
batuk, dan epistaksis (Widodo, 2006). Pada orang dewasa, umumnya konstipasi
dijumpai pada awal penyakit (Nelwan, 2012). Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan
suhu badan meningkat. Sifat demam pada demam tifoid adalah meningkat perlahan-
lahan dan terutama pada sore hingga malam hari (Widodo, 2006).
Dalam minggu kedua, gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi
relatif (bradikardi relatif adalah peningkatan suhu 1oC tidak diikuti peningkatan denyut
nadi 8 kali per menit), lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung merah
pertama (suhu berkisar 39-40 oC), terutama pada sore dan malam hari (febris remiten).
Pada minggu kedua dan ketiga, demam terus-menerus tinggi dan (febris kontinyu)
kemudian turun secara lisis. Demam tidak hilang dengan antipiretik, tidak menggigil,
2.2.7 Diagnosis
Penegakan diagnosis sedini mungkin sangat bermanfaat agar bisa diberikan terapi
yang tepat. Pengetahuan gambaran klinis penyakit ini sangat penting untuk membantu
tambahan untuk membantu menegakkan diagnosis yang berupa pemeriksaan rutin, uji
anemia ringan, jumlah trombosit menurun (trombositopenia), laju endap darah (LED)
pada demam tifoid dapat meningkat, SGOT dan SGPT sering meningkat (Widodo,
2006), dan hitung jenis neutrofil rendah (neutropenia) dengan limfositosis relatif
(Astuti, 2013).
bakteri Salmonella typhi atau paratyphi. Pada uji ini, hasil dikatakan positif jika
terjadi reaksi aglutinasi antara antigen dengan antibodi yang disebut aglutinin. Oleh
karena itu, antibodi jenis ini dikenal sebagai febrile aglutinin. Hasil positif palsu
dapat disebabkan karena riwayat vaksinasi, reaksi silang dengan spesies lain
(Enterobacteriaceac sp), reaksi anamnestik (pernah sakit), dan adanya faktor reumatoid
24
(RF). Hasil negatif palsu dapat disebabkan karena sudah mendapatkan terapi antibiotik,
waktu pengambilan darah kurang dari 1 minggu sakit, keadaan umum buruk, dan
Pada pemeriksaan uji widal, yang digunakan untuk diagnosis demam tifoid adalah
kemungkinan terinfeksi kuman ini. Pembentukan aglutinin mulai terjadi pada akhir
minggu pertama demam, kemudian meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada
minggu ke-empat, dan tetap tinggi selama beberapa minggu. Pada fase akut mula-
mula timbul aglutinin O, dan kemudian diikuti dengan aglutinin H (Widodo, 2006).
Saat ini walaupun uji widal telah digunakan secara luas, namun belum ada
kesepakatan akan nilai standar aglutinasi (cut-off point) (Hosoglu, Bosnak, Akalin,
Geyik, Ayaz, 2008). Nilai standar agglutinin Widal untuk beberapa wilayah endemis di
Indonesia adalah di Yogyakarta titer O > 1/160, Manado titer O > 1/80, Jakarta titer O
> 1/80, Makasar titer O > 1/320 (Rachman, 2011). Jika titer O sekali periksa ≥ 1/200
atau terjadi kenaikan titer 4 kali, diagnosis demam tipoid dapat ditegakkan (Astuti,
2013).
Hasil pemeriksaan tes widal dianggap positif mempunyai arti klinis sebagai
a. Titer antigen O sampai 1/80 pada awal penyakit berarti suspek demam tifoid,
b. Titer antigen O diatas 1/60 berarti indikasi kuat terhadap demam tipoid
c. Titer antigen H sampai 1/40 berarti suspek terhadap demam tifoid, kecuali pada
Tanda dan gejala yang tidak spesifik membuat diagnosis klinis demam tifoid menjadi
sulit. Kultur darah adalah metode diagnosis standar yang hasilnya positif 60-80 %
pada pasien tifoid. Sensitivitas dari kultur darah lebih tinggi pada minggu pertama
sakit. Kultur sumsum tulang lebih sensitif hasilnya 80-95% pada pasien tifoid. Pada
kultur feses, hasilnya positif 30% pada pasien dengan akut demam tifoid (Parry et al,
2002).
Selain dari kultur yang positif, tidak ada tes laboratorium lain untuk diagnosis
demam tifoid. Leukopenia dan neutropenia terdetekasi 15-25% pada kasus. Diagnosis
defenitif demam tifoid dengan isolasi dari Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi
dari darah, sumsum tulang, rose spots¸ dan feses. Sensitivitas dari kultur darah
mencapai 90% selama minggu pertama terinfeksi dan menurun sampai 50% pada
minggu ketiga. Sensitivitas kultur sumsum tulang mencapai 90%. Ada juga tes serologi
2.2.8 Penatalaksanaan
Terapi pada demam tifoid adalah untuk mencapai keadaan bebas demam dan
gejala, mencegah komplikasi, dan menghindari kematian. Eradikasi total bakteri untuk
mencegah kekambuhan dan keadaan karier merupakan hal yang penting untuk
seperti makan, minum, mandi, buang air kecil, dan buang air besar akan
26
kebersihan tempat tidur, pakaian, dan perlengkapan yang dipakai. Posisi pasien perlu
2. Diet dan terapi penunjang cukup penting karena makanan yang kurang akan
menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun dan proses
peyembuhan akan menjadi lama. Ada pendapat bahwa usus harus diistirahatkan
dan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau perforasi usus
pemberian makan padat dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa
(menghindari sementara sayuran yang berserat) dapat diberikan dengan aman pada
demam tifoid yang disebabkan isolat tidak resisten terhadap fluoroquinolone dengan
angka kesembuhan klinis sebesar 98%, waktu penurunan demam 4 hari, dan angka
kekambuhan dan fecal karier kurang dari 2%. Fluoroquinolone memiliki penetrasi ke
2.2.9 Komplikasi
1) Intestinal
a. Perdarahan intestinal
Pada plague peyeri usus yang terinfeksi dapat terbentuk tukak/ luka berbentuk
lonjong dan memanjang terhadap sumbu usus. Bila luka menembus lumen usus
dan mengenai pembuluh darah, maka terjadi perdarahan. Selanjutnya bila tukak
menembus dinding usus maka perforasi dapat terjadi. Selain karena faktor luka,
perdarahan juga dapat terjadi karena gangguan koagulasi darah atau gabungan
kedua faktor.
b. Perforasi usus
Hal ini biasanya timbul pada minggu ketiga, namun dapat pula terjadi pada
minggu pertama dengan keluhan nyeri perut yang hebat terutama di daerah
kuadran kanan bawah yang kemudian menyebar ke seluruh perut dan disertai
dengan tanda-tanda ileus. Bising usus melemah dan terkadang pekak hati tidak
ditemukan karena ada udara bebas di abdomen. Tanda perforasi lainnya adalah
nadi cepat, tekanan darah turun, dan bahkan dapat terjadinya syok.
abdomen akut yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang dan nyeri
pada tekanan.
28
2) Ekstra-intestinal
Hal ini dapat terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakteremia)
yaitu meningitis, kolesistitis, ensefelopati dan lain-lain. Dehidrasi dan asidosis dapat
2.2.10 Pencegahan
individu harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang mereka konsumsi.
S. typhi akan mati dalam air yang dipanaskan setinggi 57oC dalam beberapa menit atau
kesehatan dan pemeriksaan kesehatan secara berkala terhadap penyaji makanan baik
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan cara imunisasi dengan vaksin yang
dibuat dari strain Salmonella typhi yang dilemahkan, mengkonsumsi makanan sehat,
memberikan pendidikan kesehatan untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat
dengan budaya cuci tangan yang benar dan memakai sabun, meningkatkan higiene
makanan dan minuman, dan perbaikan sanitasi lingkungan. Di Indonesia terdapat tiga
mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat. Pencegahan tersier adalah upaya yang
sebaiknya tetap menerapkan pola hidup sehat dan pada penderita carier perlu dilakukan
akan berdampak cukup besar terhadap penurunan kesakitan dan kematian akibat demam
tipoid. Tindakan preventif dan kontrol penularan kasus luar biasa (KLB) demam tipoid
mencakup banyak aspek, mulai dari segi kuman S. typhi sebagai agen penyakit dan
Secara garis besar, terdapat tiga strategi pokok untuk memutuskan transmisi
1. Identifikasi dan eradikasi S. typhi baik pada kasus demam tipoid maupun kasus
karier tipoid. Pelaksanaanya dapat dilakukan secara aktif dengan mendatangi sasaran
dan pasif dengan menunggu bila ada penerimaan pegawai di suatu instansi. Sasaran
aktif lebih diutamakan pada populasi tertentu seperti pengelola sarana makanan/
minuman. Sasaran lainnya adalah yang terkait dengan pelayanan masyarakat, yaitu
2. Pencegahan transmisi langsung dari pasien yang terinfeksi S. typhi akut maupun
karier. Kegiatan ini dilakukan di rumah sakit, klinik, maupun di rumah dan
3. Proteksi pada orang yang berisiko terinfeksi dapat dilakukan dengan cara vaksinasi
informasi atau data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenal masalah-
masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial dan
1. Identifikasi pasien. Sering ditemukan pada anak berumur di atas satu tahun.
2. Keluhan utama berupa perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing, dan
kurang bersemangat, serta nafsu makan berkurang (terutama selama masa inkubasi).
3. Suhu tubuh. Pada kasus yang khas, demam berlangsung selama 3 minggu, bersifat
febris remiten, dan suhunya tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama suhu tubuh
berangsur-angsur naik setiap harinya, biasanya menurun pada pagi hari dan
meningkat lagi paa sore dan malam hari. Dalam minggu kedua pasien terus berada
dalam keadaan demam. Pada minggu ketiga suhu tubuh berangsur turun dan normal
5. Pemeriksaan fisik
a. Mulut terdapat napas yang berbau tidak sedap serta bibir kering dan pecah-pecah
(ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor, sementara ujung dan tepinya
c. Biakan empedu basil Salmonella Typhosa dapat ditemukan dalam darah pasien
pada minggu pertama sakit. Selanjutnya, lebih sering ditemukan dalam urine dan
faeces.
d. Pemeriksaan widal
Untuk membuat diagnosis, pemeriksaan yang diperlukan adalah titer zat antigen
O. Titer yang bernilai 1/200 atau lebih menunjukkan kenaikan yang progresif.
yang merupakan dasar untuk memilih intervensi keperawatan untuk mencapai hasil
32
Perencanaan adalah suatu proses didalam pemecahan masalah yang merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang akan
dilakukan, bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang melakukan dari semua tindakan keperawatan (Dermawan, 2012 : 84)
33
• intake vitamn 12. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
• intake mineral jaringan konjungtiva
• intake zat besi 13. Monitor kalori dan intake nutrisi
• intake kalsium 14. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas oval
15. Catat jika lidah berwarna megenta, scarlet
Manajemen Nutrisi
1. Kaji adanya alergi makanan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
pasien
3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein
dan vitamin C
5. Berikan subtansi gula
6. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi
serat untuk mencegah konstipasi
7. Berikan makanan yang terpilih (sudah
dikonsultasikan dengan ahli gizi)
8. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
makanan harian
9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
2. Gangguan Termoregulasi: Hipertermi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pengaturan Suhu
Definisi: suhu tubuh naik diatas rentang selama 3x24 jam pengaturan suhu tubuh 1. Monitor minimal tiap 2 jam
Norma. pasien normal dengan indikator: 2. Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
• Suhu tubuh dalam rentang normal 3. Monitor TD, nadi, dan RR
34
Batasan karakteristik: • Nadi dan RR dalam rentang normal 4. Monitor warna dan suhu kulit
Kenaikan suhu tubuh naik diatas rentang • Temperatur kulit sesuai dengan rentang 5. Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
normal, kenaikan suhu tubuh diatas yang diaharapkan 6. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
rentang normal, serangan atau konvulsi • Tidak ada sakit kepala 7. Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya
(kejang), kulit kemerahan, pertambahan • Tidak ada nyeri otot kehangatan tubuh
RR, takikardi, saat disentuh tangan terasa • Tidak lekas marah 8. Ajarkan pada pasien cara mencegah
hangat. keletihan akibat panas
• Tidak ada perubahan warna kulit
9. Diskusikan tentang pentingnya penagturan
Faktor yang berhubungan: • Tidak ada tremor
suhu dan kemungkinan efek negatif dari
• Penyakit/trauma • Berkeringat saat kepanasan kedinginan
• Peningkatan metabolisme • Menggigil saat kedinginan 10. Beritahuakan tentang indikasi terjadinya
• Aktivitas yang berlebihan • Denyut nadi sesuai dengan yang keletihan dan penanganan emergency yang
diharapkan
• Pengaruh anestesi/medikasi diperlukan
• Pernafasan sesuai dengan yang 11. Ajarkan indikasi dari hipotermi dan
• Ketidakmampuan/penurunan
diharapkan penanganan yang diperlukan
• Kemampuan berkeringat
• Hidrasi adekuat 12. Berikan antipiretik jika perlu
• Terpapar di lingkungan panas
• Melaporkan kenyamanan suhu tubuh.
• Dehidrasi
Fever Treatment
• Pakaian yang tidak tepat Definisi: manajemen pasien dengan hiperpireksia
yang disebabkan oleh faktor non lingkungan.
Intervensi:
1. Monitor suhu sesering mungkin
2. Monitor IWL
3. Lakukan monitoring suhu secara kontinyu
4. Monitor warna dan suhu kulit
5. Monitor tekanan darah, nadi dan RR
6. Monitor penurunan tingkat kesadaran
35
7. Monitor WBC, Hb dan Ht
8. Monitor input dan output monitor
keabnormalan elektrolit
9. Monitor adanya aritmia
10. Monitor ketidakseimbangan asam basa
11. Berikan antipiretik
12. Berikan pengobatan untuk mengatasi
penyebab demam
13. Selimuti pasien
14. Lakukan tepid sponge
3. Gangguan Rasa Aman Dan Nyaman Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nyeri
Nyeri. selama 3x24 jam pasien dapat Definisi: mengurangi nyeri dan menurunkan
Definisi : sensori yang tidak mengontrol nyeri dengan indikator: tingkat nyeri yang dirasakan pasien.
menyenangkan dan pengalaman • Mengenali faktor penyebab Intervensi :
emosional yang muncul secara aktual • Mengenali onset (lamanya sakit) 1. lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
atau potensial, kerusakan jaringan atau • Menggunakan metode pencegahan termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
menggambarkan adanya kerusakan. • Menggunakan metode nonanalgetik frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
untuk mengurangi nyeri 2. observasi reaksi non verbal dari
Batasan karakteristik : • Menggunakan analgetik sesuai ketidaknyamanan
• Laporan secara verbal atau non verbal kebutuhan 3. gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
• Fakta dan observasi • Mencari bantuan tenaga kesehatan mengetahui pengalaman nyeri pasien
• Gerakan melindungi • Melaporkan gejala pada tenaga 4. kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
• Tingkah laku berhati-hati kesehatan 5. evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
• Gangguan tidur (mata sayu, tampak • Menggunakan sumber-sumber yang 6. evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan
capek, sulit atau gerakan kacau, tersedia lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri
masa lampau
menyeringai) • Mengenali gejala-gejala nyeri
• Tingkah laku distraksi (jalan-jalan, • Mencatat 7. bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
pengalaman nyeri menemukan dukungan
menemui orang lain, aktivitas berulang-
36
ulang). sebelumnya 8. kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
• Respon autonom (diaphoresis, • Melaporkan nyeri sudah terkontrol nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
perubahan tekanan darah, perubahan kebisingan
pola nafas, nadi dan dilatasi pupil). Setelah dilakukan tindakan keperawatan 9. kurangi faktor presipitasi
• Tingkah laku ekspresif (gelisah, marah, selama 3x24 jam pasien dapat 10. pilih dan lakukan penanganan nyeri
menangis, merintih, waspada, napas mengetahui tingkatan nyeri dengan (farmakologi, non farmakologi dan inter
panjang, iritabel) indikator: personal)
• Berfokus pada diri sendiri • Melaporkan adanya nyeri 11. kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
• Muka topeng • Luas bagian tubuh yang terpengaruh intervensi
• Fokus menyempit (penurunan persepsi • frekuensi nyeri 12. ajarkan tentang teknik non farmakologi
pada waktu, kerusakan proses berfikir, • panjangnya episode nyeri berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
penurunan interaksi dengan orang dan • pernyataan nyeri 13. evaluasi keefektifan kontrol nyeri
14. tingkatkan istirahat
lingkungan) • ekspresi nyeri pada wajah
• Perubahan nafsu makan dan minum 15. kolaborasikan dengan dokter jika keluhan dan
• posisi tubuh protektif
tindakan nyeri tidak berhasil
• kurangnya istirahat
Faktor yang berhubungan : • ketegangan otot Analgetic Administration
Agen injury (fisik, biologis, psikologis). • perubahan pada frekuensi pernafasan Definisi : penggunaan agen farmakologi untuk
• perubahan nadi menghentikan atau mengurangi nyeri.
• perubahan tekanan darah Intervensi :
• perubahan ukuran pupil 1. tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan
• keringat berlebih derajat nyeri sebelum pemberian obat
• kehilangan selera makan 2. cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis
dan frekuensi
3. cek riwayat alergi
4. pilih analgetik yang diperlukan atau kombinasi
dari analgetik ketika pemberian lebih dari satu
5. tentukan pilihan analgetik tergantung tipe dan
37
beratnya nyeri
6. tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan
dosis optimal
7. pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara teratur
8. monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgetik pertama kali
9. berikan analgetik tepat waktu terutama saat
nyeri hebat
10. evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan
gejala (efek samping).
4. Kekurangan Volume Cairan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Monitor Cairan
Definisi: penurunan cairan intravaskuler, selama 3x24 jam keseimbangan cairan 1. Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan
interstisiil, dan atau mengarah pasien normal dengan indikator : dan eliminasi
intravaskuler. Ini mengarah ke • TD dalam rentang yang diharapkan 2. Tentukan kemungkinan faktor resiko dari
dehidrasi, kehilangan cairan dengan • CVP dalam rentang yang diharapkan ketidakseimbangan cairan (hipertermi, terapi
pengeluaran sodium. • Tekanan arteri rata-rata dalam rentang diuretik, kelainan renal, gagal jantung,
yang diharapkan diaporesis, disfungsi hati)
Batasan karakteristik: • Nadi perifer teraba 3. Monitor berat badan
Kelemahan, kehausan, penurunan turgor • Keseimbangan intake dan output dalam 4. Monitor serum dan elektrolit urine
kulit/lidah, membran mukosa / kulit 24 jam 5. Monitor serum dan osmolaritas urine
kering, peningkatan denyut nadi, • 6. Monitor BP, HR, RR
Suara nafas tambahan tidak ada
penurunan tekanan darah, penurunan 7. Monitor tekanan darah orthostatik dan
• Berat badan stabil
tekanan nadi, pengisian vena menurun, perubahan irama jantung
perubahan status mental, konsentrasi • Tidak ada asites 8. Monitor parameter hemodinamik invasif
urine meningkat, temperatur tubuh • Tidak ada distensi vena 9. Catat secara akurat intake dan output
meningkat, hematokrit meninggi, • Tidak ada edema perifer 10. Monitor membran mukosa dan turgor kulit,
kehilangan berat badan seketika. • Hidrasi kulit serta rasa haus
38
• Membran mukosa basah 11. Monitor warna dan jumlah
• Serum elektrolit dbn
• Ht dbn Manajemen Cairan
Faktor yang berhubungan: • Tidak ada haus yang abnormal 1. Pertahankan posisi tirah baring selama masa
• Kehilangan volume cairan secara aktif • Tidak ada sunken eyes akut
• Kegagalan mekanisme pengaturan • Urine putput normal
2. Kaji adanya peningkatan JVP, edema dan asites
3. Tinggikan kaki saat berbaring
• Mampu berkeringat
4. Buat jadwal masukan cairan
• Tidak demam 5. Monitor intake nutrisi
6. Timbang BB secara berkala
7. Monitor TTV
8. Pantau haluaran urine (karakteristik, warna,
ukuran)
9. Keseimbangan cairan secara 24 jam
10. Monitor tanda dan gejala asites dan edema
11. Ukur lingkaran abdomen, awasi tetesan infus
12. Pantau albumin serum
13. Kaji turgor kulit
5. Resiko Trauma Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Lingkungan
Definisi: dalam resiko cedera sebagain selama 3x24 jam resiko trauma pasien 1. Sediakan lingkungan yang aman bagi pasien
hasil dari interaksi kondisi lingkungan dapat terkontrol dengan indikator : 2. Identifiksi kebutuhan keamanan pasien, sesuai
dengan respon adaptif individu dan 1. Pengetahuan tentang resiko meningkat dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien
sumber pertahanan. 2. Memonitor faktor resiko dari dan riwayat penyakit terdahulu pasien
lingkungan 3. hindari lingkungan yang berbahaya
Faktor resiko : 3. Memonitor faktor resiko dari personal 4. pasang siderail tempat tidur
Eksternal : 4. Memodifikasi gaya hidup untuk 5. sediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
• Mode transpor atau cara perpindahan mengurangi resiko 6. tempatkan saklar lampu di tempat yang mudah
• Manusia atau penyedia pelayanan 5. Menghindari paparan yang bisa dijangkau pasien
39
• Fisik (contoh: rancangan struktur dan mengancam kesehatan 7. batasi pengunjung
arahan masyarakat, bangunan, 6. Memonitor perubahan status kesehatan 8. berikan penerangan yang cukup
perlengkapan) 9. Anjurkan keluarga menemani pasien
• Nutrisi 10. Kontrol lingkungan dari kebisingan
• Biologial (imunisasi, mikroorganisme) 11. Pindahkan barang-barang yang dapat
• Kimia (racun, obat, alkohol, bahan membahayakan
pengawet) 12. Berikan penjelasan pada pasien dan
Internal: keluarga atau pengunjung adanya perubahan
• Psikologis status kesehatan dan penyebab penyakit.
• Malnutrisi
• Bentuk darah abnormal (penurunan
Hb, talasemia, trombositopeni)
• Tidak berfungsinya sensori
• Disfungsi afektor
• Hipoksia jaringan
• Perkembangan usia
• Fisik (kerusakan kulit/tidak utuh,
berhubungan dengan mobilitas).
6. Kurang Pengetahuan: Proses; Setelah dilakukan tindakan keperawatan Teaching: Pengetahuan Proses Penyakit
Pengobatan selama 3x24 jam pasien mengetahui Definisi: membantu pasien memahami informasi
tentang proses penyakit dengan indikator yang berhubungan dengan penyakit yang spesifik
Definisi: tidak adanya atau kurangnya pasien dapat : Intervensi
informasi kognitif tentang hal yang • Familiar dengan nama penyakit 1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan
spesifik. • Mendeskripsikan proses penyakit pasien tentang proses penyakit yang spesifik
• Mendeskripsikan faktor penyebab 2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
Batasan karakteristik : • Mendeskripsikan faktor resiko bagaiman hal ini berhubungan dengan anatomi
• Mengungkapkan masalah • Mendeskripsikan efek penyakit dan fisiologi
40
• Tidak tepat mengikuti perintah • Mendeskripsikan tanda dan gejala 3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul
• Tingkah laku yang berlebihan (histeris, • Mendeskripsikan perjalanan penyakit pada penyakit
apatis, sikap bermusuhan, agitasi) • Mendeskripsikan tindakan untuk 4. Gambarkan proses penyakit
menurunkan progresifitas penyakit 5. Identifikasi kemungkinan penyebab dengan
Faktor yang berhubungan : • Mendeskripsikan komplikasi cara yang tepat
• Kurang paparan • Mendeskripsikan tanda dan gejala dari 6. Sediakan informasi tentang kondisi pasien
• Mudah lupa komplikasi 7. Sediakan bagi keluarga atau SO informasi
• Misintepretasi informasi • Mendeskripsikan tindakan pencegahan tentang kemajuan pasien
• Keterbatasan kognitif untuk komplikasi 8. Sediakan pengukuran diagnostik yang tersedia
9. Diskusikan perubahan gaya hidup yang
• Kurang keinginan untuk mencari
mungkin diperlukan untuk mencegah
informasi
komplikasi di masa yang akan datang dan atau
• Tidak mengenal sumber informasi
proses pengontrolan penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi
11. Gambarkan rasional rekomendasi manajemen
terapi
12. Dukung pasien untuk mengeksplorasi
atau mendapatkan second opinion
13. Eksplorasi kemungkinan sumber dukungan
14. Instruksikan pasien mengenai tanda dan
gejala untuk melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan
41
BAB 3
TINJAUAN KASUS
3.1.1 Pengkajian
a. Identitas Data
Nama : An. M
Suku : Batak
Agama : Islam
Pendidikan : SD
b. Keluhan Utama
1) Prenatal
42
43
2) Natal
3) Postnatal
4) Tindakan (operasi)
5) Alergi
An.M tidak ada riwayat alergi makanan, obat-obatan, atau hal lain.
6) Kecelakaan
7) Imunisasi
e. Riwayat Keluarga
Genogram
Keterangan :
: Laki-Laki
: Perempuan
: Meninggal
: Pasien
: Serumah
f. Riwayat Sosial
1. Yang mengasuh
An.M periang namun hanya mau bergaul dengan anggota keluarganya saja.
Pada saat sakit pasien hanya berbicara pada orang tua dan adiknya.
5. Lingkungan rumah
meter
g. Kebutuhan Dasar
Makanan
2. Selera
Pada waktu sehat, An.M mampu menghabiskan porsi makanan oleh ibunya.
Pada saat sakit An.M malas makan dan tidak nafsu makan.
An.M makan nasi 3 kali sehari yaitu pagi, siang, dan malam hari. Makanan
menghabiskan makanan yang disajikan karena mual dan tidak naafsu makan.
46
Pola Tidur
2. Tidur siang
An.M selalu tidur siang. Durasi waktu tidur siang 2 jam setiap hari
Mandi
An.M mandi 2 kali sehhari. Selama dirawat di rumah sakit An.M hanya dilap
Aktivitas Bermain
Sebelum dirawat di Rumah Sakit, An.M hanya bermain dengan teman sebaya
Eliminasi
Sebelum dirawat di rumah sakit, An.M BAK 4-6 kali/ hari dengan warna
kuning jernih, BAB 5 kali/ hari dengan konsistensi lebih banyak air daripada
ampas.
1. Diagnosis medis
2. Tindakan operasi
3. Status cairan
4. Status nutrisi
5. Obat-obatan
6. Aktivitas
7. Tindakan keperawatan
b. Kaji dan catat intake dan output cairan dan asupan makanan.
disfungsi hati).
8. Hasil LAB
Jenis Pemeriksaan
Darah Lengkap Hasil Nilai Normal
Hemoglobin (HGB) 9.3 g/dL 12.0-16.0
Eritrosit (RBC) 3.72 Juta/µl 4.10-5.10
Leukosit (WBC) 3.040 /µl 4,000-11,000
Hematokrit 35% 36-47
Trombosit (P LT) 163.000 /µl 150,000-450,000
MCV 67 fL 81-99
MCH 24.9 pg 27.0-31.0
MCHC 37.2 g/dL 31.0-37.0
RDW 13.2 % 11.5-14.5
MPV 8.4 fL 6.5-9.5
PCT 0.200 % 0.100-0.500
PDW 11.0 % 10.0-18.0
Hitung Jenis:
Neutrofil 60.80% 50.0-70.0
Limfosit 29.20% 20.0-40.0
Monosit 8.00% 2.00-8.00
Eosinofil 1.40% 1.00-3.00
Basofil 0.60% 0.00-1.00
Neutrofil Absolut 2.76 x 10 3 / µL 2.7-6.5
Limfosit Absolut 1.52 x 10 3 / µL 1.5-3.7
Monosit Absolut 0.39 x 10 3 / µL 0.2-0.4
Eosinofil Absolut 0.07 0-0.10
Basofil Absolut 0.01 0-0.1
IPF 0.0 % 1-4.8
NRBC 0.2
Widal Test
O :1/60 H :1/60
AO : 1/60 AH : 1/60
BO : 1/40 BH : 1/80
CO : 1/40 CO : 1/80
49
9. Foto rontgen
10. Lain-lain
i. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
2. TB/BB
131cm/24kg
3. Lingkar kepala
62cm
4. Kepala
Bentuk kepala lonjong, simetris, tidak ada tonjolan, kulit kepala nampak
5. Mata
Isokor, reflex mata ada, konjungtiva berwarna merah muda, tidak ada
6. Leher
Posisi trakea medial dan anatomis, tidak ada pembesaran tyroid, tidak ada
7. Telinga
8. Hidung
Bentuk simetris, septum nasi medial, tidak ada luka, pembengkakan dan
9. Mulut
10. Dada
Bentuk simetris, gerakan dada simetris, puting terletak diantara iga ke 4 dan
11. Paru-paru
Bergerak simetris pada saat bernafas, vibrasi simetris dan jelas pada area
12. Jantung
13. Perut
Bentuk simetris, bising usus >30x/i, ada nyeri pada saat palpasi, turgor
kulit lambat.
14. Punggung
Fleksibel, panjangnya simetris, tidak ada nyeri dan kekakuan, rentang gerak
penuh.
51
15. Genitalia
Organ genitalia lengkap, testis teraba dalam skrotum, rambut pubis belum
16. Ekstremitas
a. Ekstremitas atas
Bentuk simetris dan sama panjang, jumlah jari 10 (kanan- kiri), kulit
b. Ekstremitas bawah
Bentuk simetris dan sama panjang, jumlah jari 10 (kiri dan kanan),
a. RR: 24 x/ i (regular)
b. HR: 86 x/ I (regular)
c. Temp: 38oC
1. Kemandirian bergaul
Pada saat sehat, An.M mudah bergaul dengan orang lain dengan teman
sebaya.
2. Motorik halus
aktivitasnya.
52
3. Motorik kasar
An.M mampu duduk sendiri, berdiri di tempat tidur dan dapat melakukan
aktivitasya.
4. Kognitif
5. Bahasa
k. Informasi Lain
An.M dibawa ke RSU Tanjung balai pada tanggal 16 Desember 2016. Selama
ruangan melalui IGD dengan keluhan demam sudah 3 minggu naik turun.
Saat masuk ruangan An.M ditimbang dan BB 24 kg. An.M tampak lemah, mata
m. Masalah Keperawatan
pengaturan suhu tubuh ditandai dengan ibu pasien mengatakan demam dialami
pasien ± 1 bulan. Awalnya demam bersifat tinggi, demam naik turun dan terjadi
bulan. makanan yang disajikan tidak dihabiskan hanya ½ porsi saja yang
perawatan di rumah ditandai dengan orang tua pasien cemas dengan keadaan
anaknya tidak sembuh, ibu pasien sering bertanya dengan penyakit anaknya.
3.1.3 Intervensi Keperawatan
54
55
Fever Treatment
Definisi: manajemen pasien dengan hiperpireksia
yang disebabkan oleh faktor non lingkungan.
Intervensi:
1. Monitor suhu sesering mungkin
2. Monitor IWL
3. Lakukan monitoring suhu secara kontinyu
4. Monitor warna dan suhu kulit
5. Monitor tekanan darah, nadi dan RR
6. Monitor penurunan tingkat kesadaran
7. Monitor WBC, Hb dan Ht
8. Monitor input dan output monitor
keabnormalan elektrolit
9. Monitor adanya aritmia
10. Monitor ketidakseimbangan asam basa
11. Berikan antipiretik
12. Berikan pengobatan untuk mengatasi
penyebab demam
13. Selimuti pasien
14. Lakukan tepid sponge
55
56
Manajemen Nutrisi
1. Kaji adanya alergi makanan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien.
3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein
dan vitamin C
5. Berikan subtansi gula
6. Yakinkan diet yang dimakan mengandung
tinggi serat untuk mencegah konstipasi
56
57
3. Kurang Pengetahuan: Proses; Setelah dilakukan tindakan keperawatan Teaching: Pengetahuan Proses Penyakit
Pengobatan selama 3x24 jam pasien mengetahui Definisi: membantu pasien memahami informasi
tentang proses penyakit dengan indikator yang berhubungan dengan penyakit yang spesifik
Definisi: tidak adanya atau kurangnya pasien dapat :
informasi kognitif tentang hal yang • Familiar dengan nama penyakit Intervensi
spesifik. • Mendeskripsikan proses penyakit 1. Berikan penilaian tentang tingkat
• Mendeskripsikan faktor penyebab pengetahuan pasien tentang proses penyakit
Batasan karakteristik : • Mendeskripsikan faktor resiko yang spesifik
• Mengungkapkan masalah • Mendeskripsikan efek penyakit 2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
• Tidak tepat mengikuti perintah • Mendeskripsikan tanda dan gejala bagaiman hal ini berhubungan dengan anatomi
• Tingkah laku yang berlebihan (histeris, • Mendeskripsikan perjalanan penyakit dan fisiologi
apatis, sikap bermusuhan, agitasi) 3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa
• Mendeskripsikan tindakan untuk
muncul pada penyakit
menurunkan progresifitas penyakit
Faktor yang berhubungan : 4. Gambarkan proses penyakit
• Mendeskripsikan komplikasi
• Kurang paparan • Mendeskripsikan tanda dan gejala dari
5. Identifikasi kemungkinan penyebab dengan
• Mudah lupa cara yang tepat
komplikasi 6. Sediakan informasi tentang kondisi pasien
• Misintepretasi informasi • Mendeskripsikan tindakan pencegahan 7. Sediakan bagi keluarga atau SO informasi
• Keterbatasan kognitif untuk komplikasi tentang kemajuan pasien
• Kurang keinginan untuk mencari
8. Sediakan pengukuran diagnostik yang tersedia
informasi
9. Diskusikan perubahan gaya hidup yang
• Tidak mengenal sumber informasi
57
58
58
59
59
60
Ketidakseimbangan nutrisi: Pasien tampak masih lemah, tidak S : Orang tua pasien mengatakan An.M
kurang dari kebutuhan tubuh nafsu makan. tidak nafsu makan, makanan yang
berhubungan dengan penurunan • Monitor adanya penurunan berat disajikan hanya habis ½ porsi saja,
kemampuan absorpsi makanan. badan. BB sebelum sakit : 40 kg, pada saat makan pasien mau muntah.
sesudah sakit : 24 kg.
• Monitor interaksi anak dan orang tua O:Pasien tampak mau muntah, makanan
selama makan yang di sajikan tidak dihabiskan. BB
• Monitor lingkungan selama makan sebelum sakit : 40 kg, sesudah sakit :
• Kaji adanya alergi makanan 24 kg dalam waktu 1 bulan.
• Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan nutrisi A : Ketidakseimbangan nutrisi: kurang
yang dibutuhkan pasien dari kebutuhan tubuh berhubungan
• Berikan makanan yang terpilih (sudah dengan penurunan kemampuan
dikonsultasikan dengan ahli gizi) absorpsi makanan belum teratasi.
• Ajarkan pasien bagaimana membuat
catatan makanan harian P : Memantau keadaan umum pasien
• Monitor jumlah nutrisi dan kandungan Kaji adanya alergi makanan
kalori Kolaborasi dengan ahli gizi
• Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi
60
61
Kurang pengetahuan keluarga penyakit yang spesifik S : Orang tua pasien mengatakan cemas
berhubungan dengan penyakit • Jelaskan patofisiologi dari penyakit dengan keadaan anaknya tidak
yang dialami dan perawatan di dan bagaiman hal ini berhubungan sembuh, ibu pasien sering bertanya
rumah. dengan anatomi dan fisiologi dengan penyakit anaknya.
• Gambarkan tanda dan gejala yang
biasa muncul pada penyakit O : Orang tua pasien tampak cemas.
• Gambarkan proses penyakit
• Sediakan informasi tentang kondisi A: Kurang pengetahuan keluarga
pasien berhubungan dengan penyakit
• Diskusikan pilihan terapi yang dialami dan perawatan di
• Instruksikan pasien mengenai tanda rumah belum teratasi.
dan gejala untuk melaporkan pada
pemberi perawatan kesehatan P : Memantau keadaan umum pasien
Jelaskan patofisiologi dari penyakit
Diskusikan pilihan terapi.
Kamis Gangguan termoregulasi: • Memantau keadaan umum pasien S : Orang tua pasien mengatakan An.M
2 Februari 2017 hipertermi berhubungan dengan • Mengukur vital sign : masih demam. T : 37,6ºC
meningkatnya pengaturan suhu TD : 100/80 mmHg
tubuh. HR : 84 x/menit O : Demam (+)
0 A : Gangguan termoregulasi: hipertermi
T: 37,6 C, RR : 28 x/menit
• Memberikan banyak minum berhubungan dengan meningkatnya
• Monitor tanda-tanda hipertermi dan pengaturan suhu tubuh belum
hipotermi teratasi.
• Berikan pengobatan untuk mengatasi
penyebab demam : Memberikan Pct P : Mengukur vital sign
250 mg Memantau keadaan umum pasien
• Memantau keadaaan umum pasien : Memberikan kompres
Ketidakseimbangan nutrisi: Pasien tampak masih lemah. S : Orang tua pasien mengatakan An.M
61
62
kurang dari kebutuhan tubuh • Monitor adanya penurunan berat masih tidak nafsu makan, makanan
berhubungan dengan penurunan badan. yang disajikan hanya habis ½ porsi
kemampuan absorpsi makanan. • Monitor lingkungan selama makan saja.
• Kaji adanya alergi makanan
• Kolaborasi dengan ahli gizi untuk O: Makanan yang di sajikan tidak
menentukan jumlah kalori dan nutrisi dihabiskan. BB sesudah sakit : 24 kg
yang dibutuhkan pasien dalam waktu 1 bulan.
• Berikan makanan yang terpilih (sudah
dikonsultasikan dengan ahli gizi) A : Ketidakseimbangan nutrisi: kurang
• Monitor jumlah nutrisi dan kandungan dari kebutuhan tubuh berhubungan
kalori dengan penurunan kemampuan
• Berikan informasi tentang kebutuhan absorpsi makanan belum teratasi.
nutrisi
P : Memantau keadaan umum pasien
Kaji adanya alergi makanan
Kolaborasi dengan ahli gizi
Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi
• Berikan penilaian tentang tingkat
pengetahuan pasien tentang proses
Kurang pengetahuan keluarga penyakit yang spesifik S : Orang tua pasien mengatakan masih
berhubungan dengan penyakit • Jelaskan patofisiologi dari penyakit cemas dengan keadaan anaknya
yang dialami dan perawatan di dan bagaiman hal ini berhubungan tidak sembuh.
rumah. dengan anatomi dan fisiologi
• Gambarkan tanda dan gejala yang O : Orang tua pasien tampak cemas.
biasa muncul pada penyakit
• Gambarkan proses penyakit A: Kurang pengetahuan keluarga
• Sediakan informasi tentang kondisi berhubungan dengan penyakit
62
63
63
64
Kurang pengetahuan keluarga • Berikan penilaian tentang tingkat S : Orang tua pasien mengatakan sudah
berhubungan dengan penyakit pengetahuan pasien tentang proses tidak cemas dengan keadaan
yang dialami dan perawatan di penyakit yang spesifik anaknya.
rumah. • Sediakan informasi tentang kondisi
pasien O : Orang tua pasien tampak rileks.
• Diskusikan pilihan terapi
A: Kurang pengetahuan keluarga
berhubungan dengan penyakit
yang dialami dan perawatan di
rumah sudah teratasi.
64
65
peningkatan kesehatan yang salah satunya ditandai dengan demam anak sudah
berkurang dan nafsu makan anak sudah meningkat, keluarga disarankan untuk selalu
Hari selasa, tanggal 7 Februari 2017, anak sudah dibolehkan pulang oleh
dokter yang menangani. Rencana pemulangan yang saya lakukan kepada orangtua dan
demam.
3.2.1 Pengkajian
a. Identitas Data
Nama : An.B
Suku : Jawa
Agama : Islam
b. Keluhan Utama
terjadi pada sore dan malam hari, T: 38,2 ºC. Ibu pasien mengatakan pasien
BAB lebih dari 6 kali sehari dengan konsistensi air lebih banyak dari ampas.
1) Prenatal
2) Natal
3) Postnatal
4) Tindakan (operasi)
5) Alergi
An.B tidak ada riwayat alergi makanan, obat-obatan, atau hal lain.
6) Kecelakaan
7) Imunisasi
e. Riwayat Keluarga
Genogram
Keterangan :
: Laki-Laki
: Perempuan
: Pasien
: Serumah
f. Riwayat Sosial
1. Yang mengasuh
An.B dirawat dan tinggal bersama keluarganya. An.B mendapat kasih sayang
An.B periang namun hanya mau bergaul dengan anggota keluarganya saja.
69
5. Lingkungan rumah
g. Kebutuhan Dasar
Makanan
2. Selera
Pada waktu sehat, An.B mampu menghabiskan porsi makanan maupun susu
yang dibuat oleh ibunya. Pada saat sakit An.B malas makan dan tidak nafsu
makan.
An.B makan bubur 2 kali sehari yaitu pagi dan sore hari. An.B minum susu
formula 40 cc / 2 jam.
Pola Tidur
2. Tidur siang
An.B selalu tidur siang setelah minum susu. Durasi waktu tidur siang 1 jam
setiap hari
70
Mandi
An.B mandi 2 kali sehari. Selama dirawat di rumah sakit An.B hanya dilap
Aktivitas Bermain
Sebelum dirawat di Rumah Sakit, An.B hanya bermain dirumah dengan anggota
keluarganya.
Eliminasi
Sebelum dirawat di rumah sakit, An.B BAK 6-8 kali/ hari dengan warna kuning
jernih, BAB 5 kali/ hari dengan konsistensi lebih banyak air daripada ampas.
1. Diagnosis medis
2. Tindakan operasi
3. Status cairan
4. Status nutrisi
5. Obat-obatan
Pct ½ tab 3x/hari, dan ceftriaxone 1,5 gr/mg, oralit 50-100 cc / x mencret.
6. Aktivitas
An.B sudah mampu duduk sendiri namun masih dibantu apabila berjalan.
71
7. Tindakan keperawatan
b. Kaji dan catat intake dan output cairan dan asupan makanan.
disfungsi hati).
8. Hasil LAB
Hb: 10 gr/dL, leukosit: 13.500/ mm3, Ht: 27%, Trombosit: 524.000/ mm3
9. Foto rontgen
10. Lain-lain
-
72
i. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
2. TB/BB
65 cm/ 5,8 kg
3. Lingkar kepala
54 cm
4. Kepala
Bentuk kepala oval, simetris, tidak ada tonjolan, kulit kepala nampak bersih,
5. Mata
Isokor, reflex mata ada, konjungtiva berwarna merah muda, tidak ada
6. Leher
Posisi trakea medial dan anatomis, tidak ada pembesaran tyroid, tidak ada
7. Telinga
8. Hidung
Bentuk simetris, septum nasi medial, tidak ada luka, pembengkakan dan
9. Mulut
10. Dada
Bentuk simetris, gerakan dada simetris, puting terletak diantara iga ke 4 dan
11. Paru-paru
Bergerak simetris pada saat bernafas, vibrasi simetris dan jelas pada area
12. Jantung
13. Perut
Bentuk simetris, bising usus >30x/i, ada nyeri pada saat palpasi, turgor
kulit lambat.
14. Punggung
Fleksibel, panjangnya simetris, tidak ada nyeri dan kekakuan, rentang gerak
penuh.
15. Genitalia
Organ genitalia lengkap, testis teraba dalam skrotum, rambut pubis belum
16. Ekstremitas
a. Ekstremitas atas
b. Ekstremitas bawah
Bentuk simetris dan sama panjang, jumlah jari 10 (kiri dan kanan),
a. RR: 26 x/ i (regular)
b. HR: 84 x/ I (regular)
c. Temp: 38, 2 oC
1. Kemandirian bergaul
2. Motorik halus
3. Motorik kasar
4. Kognitif
An.B dapat tertawa saat diajak bermain, An.B sudah mengerti jika ibunya
pergi.
75
5. Bahasa
jelas.
k. Informasi Lain
An.B demam dialami 1 minggu yang lalu. Demam terjadi pada sore
dan malam hari, T: 38,2 ºC. Pasien diberi paracetamol untuk menurunkan
BAB lebih dari 6 kali sehari dengan konsistensi air lebih banyak dari ampas.
An.B dibawa ke RSUD dr.Pirngadi pada tanggal 22 januari 2017. An.B masuk
ke ruangan melalui IGD dengan keluhan demam dialami 1 minggu yang lalu.
Demam terjadi pada sore dan malam hari, T: 38,2 ºC. Pasien diberi paracetamol
mengatakan pasien BAB lebih dari 6 kali sehari dengan konsistensi air lebih
m. Masalah Keperawatan
pengaturan suhu tubuh ditandai dengan ibu pasien mengatakan demam dialami
1 minggu yang lalu. Demam terjadi pada sore dan malam hari, T: 38,2 ºC.
tidak turun.
pasien BAB lebih dari 6 kali sehari dengan konsistensi air lebih banyak dari
ampas. Makanan yang disajikan tidak dihabiskan hanya ½ porsi saja yang
77
78
Fever Treatment
Definisi: manajemen pasien dengan hiperpireksia
yang disebabkan oleh faktor non lingkungan.
Intervensi:
1. Monitor suhu sesering mungkin
2. Monitor IWL
3. Lakukan monitoring suhu secara kontinyu
4. Monitor warna dan suhu kulit
5. Monitor tekanan darah, nadi dan RR
6. Monitor penurunan tingkat kesadaran
7. Monitor WBC, Hb dan Ht
8. Monitor adanya aritmia
9. Monitor ketidakseimbangan asam basa
10. Berikan antipiretik
11. Berikan pengobatan untuk mengatasi
penyebab demam
12. Selimuti pasien
13. Lakukan tepid sponge
2. Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang Setelah dilakukan tindakan keperawatan Monitor Nutrisi
Dari Kebutuhan Tubuh. 3x24 jam status nutrisi pasien norma 1. Berat badan pasien dalam batas normal
dengan indikator: 2. Monitor adanya penurunan berat badan
Definisi: keadaan dimana individu • Intake nutrien normal 3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa
mengalami intake nutrisi yang kurang • Intake makanan dan cairan normal dilakuakan
dari kebutuhan tubuh untuk memenuhi • Berat badan normal 4. Monitor interaksi anak dan orang tua selama
kebutuhan metabolik. • Massa tubuh normal makan
• Pengukuran biokimia normal 5. Monitor lingkungan selama makan
6. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
78
79
79
80
80
81
81
82
peningkatan kesehatan yang salah satunya ditandai dengan demam anak sudah
Hari selasa, tanggal 3 Februari 2017, anak sudah dibolehkan pulang oleh
dokter yang menangani. Rencana pemulangan yang saya lakukan kepada orang tua dan
demam.
4.1 Kesimpulan
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada An.M selama tiga hari dan
melakukan pengkajian kembali baik secara teoritis maupun secara tinjauan kasus didapatkan
1. Pada pengkajian secara umum ditemukan kendala yang berati, pada An.M dengan badan
panas, suhu tubuh 38,°C, akral hangat, mual setelah makan, aktifitas dibantu keluarga.
2. Setelah dilakukan pengkajian dan analisa kasus muncul tiga diagnosa pada pasien.
Ketiga: Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan penyakit yang dialami dan
perawatan di rumah.
3. Intervensi yang muncul pada diagnosa pertama yaitu: Monitor suhu sesering
mungkin, Lakukan monitoring suhu secara kontinyu, Monitor warna dan suhu kulit,
Monitor tekanan darah, nadi dan RR, Monitor WBC, Hb dan Ht, Berikan pengobatan
untuk mengatasi penyebab demam. Diagnosa kedua: Kaji adanya alergi makanan,
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan, jumlah kalori dan nutrisi yang
ahli gizi), Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian, Berat badan
pasien dalam batas normal, Monitor adanya penurunan berat badan, Monitor tipe
83
84
dan jumlah aktivitas yang biasa dilakuakan, Monitor interaksi anak dan orang tua
pasien tentang proses penyakit yang spesifik, Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
bagaiman hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, Gambarkan tanda dan
4.2 Saran
4.2.3 Pasien
pengetahuan penyakit tipoid dilakukan dengan cara hidup sehat, mencuci tangan
sebelum makan.
Daftar Pustaka
Abata, Qorry’ Aina., 2013. Beragam Cara Atasi Penyakit Berbahaya. Pustaka Pelajar
dan Al-furqon, Yogyakarta.
Fauci, A.S., et al. Enteric (Typhoid) Fever. 2008. Dalam: Harrison’s Principle of
Internal Medicine 17th Edition.
Garna , H.B. 2012. Buku Ajar Devisi Infeksi dan Penyakit Tropis Departemen Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. CV Sagung
Seto: Bandung.
Harahap, N. 2011. Karakteristik Penderita Demam Tipoid Rawat Inap Di RSUD Deli
Serdang Lubuk Pakam.
Hasibuan, S.I. 2009. Karakteristik Penderita Demam Tipoid Rawat Inap Di Rumah
Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun 2004 – 2008.
KEPMENKES RI., 2012. Nomor 364 2012 Tentang Pedoman Pengendalian Demam
Tipoid.
Koasih, E.N. 1984. Pemeriksaan Laboratorium Klinik. Penerbit Alumni, Bandung. Hal
66.
Kunoli, Firdaus J., 2013. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular Untuk Mahasiswa
Kesehatan Masyarakat. Penerbit Buku Trans Info Media, Jakarta.
Muscari Mary E. 2005. Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. Alih Bahasa Alfriana; Editor
Edisi Bahasa Indonesia, Esty Wahyuningsih. Penerbit Buku Kedokteran. EGC:
Jakarta.
Nelwan, R.H.H. 2012. Tata Laksana Terkini Demam Tipoid. Divisi Penyakit Tropik dan
Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI/RSCM. Jakarta.
85
86
Nursalam, dkk. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (Untuk Perawat dan Bidan).
Salemba Medika : Jakarta.
Parry, C.M., Hien, T.T., Dougan, G., et al. Typhoid fever. Dalam: The New England
Journal of Medicine. 2002: 1770-1782.
Pramitasari, O.P. 2013. Faktor Risiko Kejadian Penyakit Demam Tipoid Pada
Penderita Yang Dirawat Di Rumah Sakit Umum Daerah Ungaran.
RISKESDAS Provinsi Sumatera Utara., 2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013.
Soedarno, S.S., Garna, H., Hadinegoro, S.R. Demam Tifoid. Dalam: Ikatan Dokter
Anak Indonesia. 2012 . Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis Ed 2. Jakarta.
Soewando, E.S. 2002. Seri Penyakit Tropik Infeksi; Perkembangan Terkini Dalam
Pengelolaan Beberapa Penyakit Tropik Infeksi. Penerbit Airlangga University
Press.
Syafrani. 2013. Korelasi Titer Uji Widal Dengan Derajat Klinis Pada Pasien Demam
Tipoid di RSUD Panglima Sebaya Kabupaten Paser Periode Tahun 2012.
WHO (World Health Organization). 2003. Background Doc: The Diagnosis, Treatment
and Prevention of Typhoid Fever. Geneva, Swizerland.
Widodo, D. 2006. Demam tipoid. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III
Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Yasril, 2009. Analisis Multivariat Untuk Penelitian Kesehatan. Mitra Cendikia Offset,
Yogyakarta.
Pokok Bahaan : Cara mencuci tangan yang benar dan mencegah cacingan
Sasaran : An.M
Waktu : 30 menit
A. TUJUAN
pencegahan cacingan.
b. Anak mengetahui gejala yang muncul jika mereka mengalami cacingan dan
B. ANALISA SITUASI
87
88
C. Materi
2. Klasifikasi cacing parasit yang hidup pada tubuh manusia yang dapat membuat
anak cacingan.
3. Gejala yang mucul pada anak yang cacingan dan cara pencegahannya.
4. Pencegahan cacingan.
5. Pengobatan cacingan.
D. Metode
E. Media
1. Poster
2. Laptop
89
F. Kegiatan Penyuluhan
A. Pengertian
dan menimbulkan gejala atau tanpa gejala. Kecacingan merupakan masalah kesehatan
yang perlu penanganan serius terutama untuk daerah tropis karena cukup banyak
terhambatnya tumbuh kembang anak, kurang gizi dan zat besi yang mengakibatkan
anemia.
Setiap jenis cacing memiliki ciri khas. Ada yang senang di dalam usus besar, di
usus halus, maupun di usus buntu. Bentuknya pun ada yang besar dan kecil. Klasifikasi
b. Besarnya : 20 - 30 cm
d. Cara Penularannya:
iv. Bila larva ini sampai ke tenggorokan dan tertelan, mereka masuk ke
dalam usus kecil dan menjadi dewasa di sana. Cacing gelang dapat
90
91
b. Besarnya : 3 - 5 cm
d. Cara Penularannya:
iii. Telur cacing keluar melalui kotoran dan jika telur ini tertelan, terulanglah
siklus ini.
a. Warna : Merah
b. Besarnya : 8 - 13 mm
d. Cara Penularannya:
ii. Melalui saluran darah larva dibawa ke paru-paru yang menyebabkan batuk
iii. Larva yang ditelan menjadi dewasa pada usus kecil dimana mereka
Cacing tambang merupakan infeksi cacing yang paling merugikan kesehatan anak-
anak. Infeksi cacing tambang dapat menyebabkan anemia (kurang darah). Cacing
a. Warna : Putih
92
b. Besarnya : 1 cm
d. Cara Penularannya:
ii. Anus menjadi gatal, garukan pada anus membawa telur cacing ini
Cacing keremi mudah sekali menular dan jika seorang terkena, seluruh keluarga
perlu diobati. Pada saat pengobatan, sprei, sarung bantal dan pakaian yang dipakai
perlu dicuci.
C. Gejala Cacingan
Parasit adalah tumbuhan atau binatang yang hidup pada tubuh, dimana mereka
merampas makanan yang kita perlukan. Ayng tentunya dapat menghambat pertumbuhan
bagi anak-anak. Parasit yang sering dijumpai ialah: cacing gelang, cacing cambuk,
lebih dari 80% penduduk Indonesia cacingan. Gejala-gejala cacingan antara lain:
1. Perut buncit
6. Penyumbatan usus
93
Anak yang cacingan biasanya kondisi gizi mulai menurun sehingga kesehatan
mereka terganggu. Bila dibiarkan terlihat kulit anak pucat, tubuh makin kurus serta
perut membuncit karena kekurangan protein. Pada kondisi sangat berat, cacingan bisa
menimbulkan peradangan pada paru yang ditandai dengan batuk dan sesak, sumbatan di
usus, gangguan hati, kaki gajah dan perforasi usus. Pada keadaan ini obat cacing tak lagi
membantu secara optimal. Seorang anak yang terkena cacingan akan mengalami kurang
gizi, anemia, terjadi gangguan di saluran pencernaan, mengalami penurunan daya tahan
tubuh, penurunan kemampuan belajar pada anak, dan penurunan nafsu makan.
D. Langkah Pencegahan
Tak sulit mencegah kecacingan pada anak. Inilah langkah-langkah yang dapat
Noer. (1996). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jakarta: FK UI.
94
APA ITU CUCI TANGAN ??? 12. Sesudah buang air besar dan buang
mencuci tangan adalah proses yang air kecil.
secara mekanis melepaskan kotoran dan
debris dari kulit tangan dengan BAGAIMANA LANGKAH
menggunakan sabun biasa dan air. CUCI TANGAN???
WAKTU PELAKSANAAN
CUCI TANGAN ….. 8. Setelah menangani sampah.
9. Sebelum memasukkan atau mencopot 2. Kemudidian usap dan gosok juga kedua
1. Setelah memegang hewan atau lensa kontak. punggung tangan secara bergantian
kotoran hewan. 10. Setelah menggunakan fasilitas umum
2. Setelah mengusap hidung, atau (mis. toilet, warnet, wartel, dan lain –
bersin di tangan. lain).
3. Sebelum dan setelah mengiris 11. Pulang bepergian dan setelah
sesuatu. bermain.
4. Sebelum dan setelah makan.
3. Jangan lupa jari-jari tangan, gosok 6. Letakkan ujung jari ke telapak tangan
sela-sela jari hingga bersih kemudian gosok perlahan
THANK
dengan mengatupkan tangan