DISUSUN OLEH
Andi Cakra Irwansyah
110 209 0048
PEMBIMBING
dr. Yusriani Mangarengi M.kes
1
HALAMAN PENGESAHAN
2
HALAMAN PERSETUJUAN
3
ABSTRAK
Andi Cakra, Manajemen demam thypoid Secara Holistik Komprehensif
dengan Menggunakan Pendekatan Kedokteran Keluarga Di Puskesmas
minasa upaMakassar, dibimbing oleh dr. Yusriani Mangarengi M.kes
Latar belakang : Demam tifoid adalah penyakit yang disebabkan oleh
Samonella typhi atau Salmonella paratyphi. Tanda klinis klasik yang
muncul pada penderita berupa demam, malaise, nyeri perut, dan konstipasi.
Demam tifoid yang tidak segera ditangani akan memberat dan
mengakibatkan delirium, perdarahan intestinal, perforasi usus, dan kematian
dalam jangka waktu 1 bulan.
4
KATA PENGANTAR
Kami sangat menyadari bahwa penulisan studi kasus ini belum mencapai
sebuah kesempurnaan. Oleh karena itu, kami dengan penuh harap beberapa saran
dan kritik saudara saudari yang dapat memperbaiki penulisan studi kasus-studi
kasus selanjutnya. Baik yang kami tulis sendiri atau orang lain.
Penulis
5
DAFTAR ISI
6
2.3.5. Gejala-gejala…......................................................... 28
2.3.6. Diagnosis………. .................................................... 29
2.3.7. Pemeriksaan Penunjang ........................................... 30
2.3.8. Penatalaksanaan… ................................................... 34
2.3.9. Komplikasi…... ....................................................... 38
2.3.10. Prognosis... .............................................................. 38
BAB III METODOLOGI DAN LOKASI STUDI KASUS ............................... 39
3.1. Metodologi Studi Kasus ........................................................... 39
3.2. Waktu Dan Lokasi Melakukan Studi Kasus ............................ 39
3.2.1 Waktu Studi Kasus.................................................. 39
3.2.2 Lokasi Studi Kasus.................................................. 39
3.2.3 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................ 39
3.2.3.1 Letak Geografis........................................ 39
3.2.3.2 Keadaan Demografi................................. 39
3.2.3.3 Sarana Kesehatan..................................... 40
3.2.3.4 Tenaga Kesehatan dan Struktur
Organisasi................................................ 40
3.2.3.5 Visi dan Misi Puskesmas
Tamangapa............................................... 41
3.2.3.6 Upaya Kesehatan...................................... 42
3.2.3.7 Alur Pelayanan......................................... 44
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 42
4.1. Hasil Studi kasus………........................................................... 45
4.1.1 Penegakan diagnosis…………………………………………. 45
Identitas Pasien ....................................... 45
Anamnesis................................................ 45
Riwayat Penyakit Dahulu......................... 45
Riwayat Penyakit Keluarga...................... 45
Riwayat Sosial Ekonomi.......................... 45
Riwayat Kebiasaan................................... 45
Riwayat Pengobatan................................. 45
7
Riwayat kebiasaan.................................... 45
Pemeriksaan Fisik .................................... 46
Keadaan Umum......................................... 46
Vital Sign................................................. 46
Status Generalis....................................... 46
Informasi hasil pemeriksaan tambahan...................... 47
Keluarga .................................................................... 47
Profil Keluarga.......................................... 47
Karakteristik Demografi Keluarga............ 47
Penilaian Status Sosial dan Kesejahteraan
Hidup...................................................... 48
Penilaian Perilaku Kesehatan
Keluarga................................................... 49
Pola konsumsi keluarga………………… 49
Fungsi fisiologis…………………............ 49
Fungsi patologis………............................ 51
Genogram………...................................... 51
Bentuk keluarga…………………..…….. 51
Tahapan siklus keluarga............................ 51
Family Map……...................................... 52
4.1.2 Penyebab demam tifoid........................................... 52
4.1.3 faktor resiko demam tifoid........................................ 53
Aspek Personal…..................................... 53
Aspek Klinik…......................................... 53
Aspek Faktor Risiko Internal.................... 53
Aspek Faktor Risiko Eksternal................. 54
Aspek Psikososial Keluarga..................... 54
Aspek Fungsional..................................... 54
Derajat Fungsional.................................... 54
Rencana Pelaksanaan (Plan Of Action)... 54
8
Pemeriksaan Fisik..................................................... 58
Pemeriksaan Penunjang............................................ 58
Diagnosis Holistik.................................................... 58
4.1.4 Penatalaksanaan dan pencegahan
Pencegahan Primer................................................... 58
Pencegahan Sekunder.............................................. 59
Terapi Untuk Keluarga............................................ 59
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................... 60
5.1 KESIMPULAN.......................................................................... 60
5.2 SARAN....................................................................................... 61
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 62
LAMPIRAN.......................................................................................................... 63
9
DAFTAR TABEL
10
DAFTAR GAMBAR
11
BAB I
PENDAHULUAN
Demam tifoid adalah penyakit yang disebabkan oleh Samonella typhi atau
Salmonella paratyphi. Tanda klinis klasik yang muncul pada penderita berupa
demam, malaise, nyeri perut, dan konstipasi. Demam tifoid yang tidak segera
ditangani akan memberat dan mengakibatkan delirium, perdarahan intestinal,
perforasi usus, dan kematian dalam jangka waktu 1 bulan.1
Penularan terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi
kuman S. typhi dari tinja dan urine penderita atau carrier. Di beberapa negara
pencemaran terjadi karena mengkonsumsi kerang-kerangan yang berasal dari air
yang tercemar, buah-buahan dan sayur-sayuran mentah yang dipupuk dengan
kotoran manusia. Lalat dapat juga berperan sebagai perantara penularan
memindahkan mikroorganisme dari tinja ke makanan. Di dalam makanan
mikrorganisme berkembang biak memperbanyak diri mencapai dosis infektif.1
Demam Tifoid tersebar merata di seluruh dunia. Insidensi penyakit Tifoid
menurut WHO mencapai 17 juta orang dengan jumlah kematian sebanyak
600.000 orang setahun dan 70 % kematian terjadi di benua Asia.(3) Angka
kematian Demam Tifoid menurut WHO mencapai 10 – 20 %, sebelum ditemukan
antibiotik yang tepat, tetapi setelah ditemukan antibiotik yang tepat angka
kematian berkurang sampai 1 %. Pada penderita Demam Tifoid yang berat, S.
typhi menyerang usus, yang selanjutnya juga akan menyerang organ lain yang
menyebabkan adanya komplikasi pada organ lain seperti hati, limpa atau kantung
empedu.2
Penegakan diagnosis Demam Tifoid dilakukan dengan menggunakan
pemeriksaan laboratorium. Adapun metoda pemeriksaan yang dilakukan antara
lain pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan serologis dan metoda biakan kuman.
12
tepat agar dapat mempercepat proses penyembuhan pasien dengan Demam
Tifoid.2
1.3. Aspek dari disiplin ilmu yang terkait dengan judul pendekatan
kedokteran keluarga pada penderita Demam Tifoid
13
kasus demam tifoid, sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia
yang berlaku serta mengembangkan pengetahuan.
1.3.3. Komunikasi efektif (Kompetensi 3) : Mahasiswa mampu melakukan
komunikasi, pemberian informasi dan edukasi pada individu, keluarga,
masyarakat dan mitra kerja dalam pengendalian demam tifoid.
1.3.4. Pengelolaan Informasi (Kompetensi 4) : Mahasiswa mampu
memanfaatkan teknologi informasi komunikasi dan informasi kesehatan
dalam praktik kedokteran.
1.3.5. Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran (Kompetensi 5) : Mahasiswa mampu
menyelesaikan masalah pengendalian demam tifoid secara holistik dan
komprehensif baik secara individu, keluarga maupun komunitas
berdasarkan landasan ilmiah yang mutakhir untuk mendapatkan hasil yang
optimum.
1.3.6. Keterampilan Klinis (Kompetensi 6) : Mahasiswa mampu melakukan
prosedur klinis yang berkaitan dengan masalah demam tifoid dengan
menerapkan prinsip keselamatan pasien, keselamatan diri sendiri, dan
keselamatan orang lain.
1.3.7. Pengelolaan Masalah Kesehatan (Kompetensi 7) : Mahasiswa mampu
mengelolah masalah kesehatan individu, keluarga maupun masyarakat
secara komprehensif, holistik, koordinatif, kolaboratif dan
berkesinambungan dalam konteks pelayanan kesehatan primer.
14
1.4.1. Tujuan umum
Tujuan dari penulisan laporan Studi Kasus ini adalah untuk dapat
menerapkan pendekatan diagnose holistik kasus demam tifoid di Puskesmas
minasa upa tahun 2017.
Dapat dijadikan acuan (referensi) bagi studi kasus lebih lanjut sekaligus
sebagai bahan atau sumber bacaan di perpustakaan.
15
1.4.3.4.Manfaat untuk pembelajar studi kasus (mahasiswa)
16
BAB II
Hygiene/ sanitasi
lingkungan Pemaparan bakteri invasi jaringan
Malnutrisi Makanan /
minuman
17
2.1.1. Konsep Mandala
Gaya hidup
- Suka jajan di luar
- Sering begadang
Lingkungan sekolah
Lingkungan
- Kantin sekolah kurang
Pelayanan
Pelayanan Keluarga sekolah
bersih
kesehatan
kesehatan - Kantin sekolah
- Tempat cuci piring di
- Jarak
- Jarak rumahrumah kurang bersih
dengan puskemas kantin yang tidak
dengan puskemas Pasien bersih
dekat
dekat Demam 7 hari, demam
- menggunakan
- menggunakan menigkat sore hari hingga
BPJS mandiri malam
BPJS mandiri
Mual muntah
Sulit BAB 3 hari
Lidah kotor
Widal : S.Typhi O : 1/60
S.Typhi H : 1/60
Faktor biologi
Faktor biologi Lingkungan
Lingkungan fisik
fisik
-pasien memilikimemiliki
-pasien riwayat - Sumber air minum yang
penyakit yang
riwayat penyakit sama
yang kurang
tidak steril
memennuhi syarat
sebelumnya
sama sebelumnya - kesehatan
Kebersihan dapur
- - faktor imunitas yang
faktor imunitas yang kurang bersih
- Kebersihan dapur kurang
rendah bersih
Komunitas
Kebersihan lingkungan di sekitar
rumah baik
18
2.2. Pendekatan diagnose holistik untuk mengetahui penyebab demam tifoid
pada pelayanan kedokteran keluarga di layanan primer
19
3. Menentukan kekuatan daya tahan tubuh yang meliputi kekuatan fungsi organ
4. Menentukan urutan tatacara terapi dan teknik terapi yang akan dipilihnya
5. Menentukan interfal kunjungan terapi. (Modul Pelatihan dan Sertifikasi
ASPETRI Jateng 2011).
Diagnosis Holistik memiliki standar dasar pelaksanaan yaitu :
1. Membentuk hubungan interpersonal antar petugas administrasi (penerimaan,
pencatatan biodata) dengan pasien
2. Membentuk hubungan interpersonal antara paramedis dengan pasien.
Melakukan pemeriksaan saringan (Triage), data diisikan dengan lembaran
penyaring
3. Membentuk hubungan interpersonal anatara dokter dengan pasien
4. Melakukan anamnesis
5. Melakukan pemeriksaan fisik
6. Penentuan derajat keparahan penyakit berdasarkan gejala, komplikasi,
prognosis, dan kemungkinan untuk dilakukan intervensi
7. Menentukan resiko individual diagnosis klinis sangat dipengaruhi faktor
individual termasuk perilaku pasien
8. Menentukan pemicu psikososial dari pekerjaan maupun komunitas
kehidupan pasien
9. Menilai aspek fungsi sosial.
Dasar-dasar dalam pengembangan pelayanan/pendekatan kedokteran keluarga di
layanan primer antara lain :
1. Pelayanan kesehatan menyeluruh (holistik) yang mengutamakan upaya
promosi kesehatan dan pencegahan penyakit
2. Pelayanan kesehatan perorangan yang memandang seseorang sebagai bagian
dari keluarga dan lingkungan komunitasnya
3. Pelayanan yang mempertimbangkan keadaan dan upaya kesehatan secara
terpadu dan paripurna (komprehensif).
4. Pelayanan medis yang bersinambung
5. Pelayanan medis yang terpadu
20
Pelayanan komprehensif yaitu pelayanan yang memasukkan pemeliharaan
dan peningkatan kesehatan (promotive), pencegahan penyakit dan proteksi khusus
(preventive & spesific protection), pemulihan kesehatan (curative), pencegahan
kecacatan (disability limitation) dan rehabilitasi setelah sakit (rehabilitation)
dengan memperhatikan kemampuan sosial serta sesuai dengan mediko legal etika
kedokteran.
Pelayanan medis yang bersinambung merupakan pelayanan yang
disediakan dokter keluarga merupakan pelayanan bersinambung, yang
melaksanakan pelayanan kedokteran secara efisien, proaktif dan terus menerus
demi kesehatan pasien.
Pelayanan medis yang terpadu artinya pelayanan yang disediakan dokter
keluarga bersifat terpadu, selain merupakan kemitraan antara dokter dengan
pasien pada saat proses penatalaksanaan medis, juga merupakan kemitraan lintas
program dengan berbagai institusi yang menunjang pelayanan kedokteran, baik
dari formal maupun informal.
Prinsip pelayanan Kedokteran Keluarga di Layanan Primer adalah:
a. Comprehensive care and holistic approach
b. Continuous care
c. Prevention first
d. Coordinative and collaborative care
e. Personal care as the integral part of his/her family
f. Family, community, and environment consideration
g. Ethics and law awareness
h. Cost effective care and quality assurance
i. Can be audited and accountable care
Pendekatan menyeluruh (holistic approach), yaitu peduli bahwa pasien
adalah seorang manusia seutuhnya yang terdiri dari fisik, mental, sosial dan
spiritual, serta berkehidupan di tengah lingkungan fisik dan sosialnya.
Untuk melakukan pendekatan diagnosis holistik, maka perlu kita melihat
dari beberapa aspek yaitu:
21
I. Aspek Personal : Keluhan utama, harapan dan kekhawatiran.
II. Aspek Klinis: Bila diagnosis klinis belum dapat ditegakkan cukup dengan
diagnosis kerja dan diagnosis banding.
III. Aspek Internal : Kepribadian seseorang akan mempengaruhi perilaku.
Karakteristik pribadi amat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, sosial ekonomi, kultur, etnis, dan lingkungan.
IV. Aspek Eksternal : Psikososial dan ekonomi keluarga.
V. Derajat Fungsi Sosial :
o Derajat 1: Tidak ada kesulitan, dimana pasien dapat hidup mandiri
o Derajat 2: Pasien mengalami sedikit kesulitan.
o Derajat 3: Ada beberapa kesulitan, perawatan diri masih bisa
dilakukan, hanya dapat melakukan kerja ringan.
o Derajat 4: Banyak kesulitan. Tak melakukan aktifitas kerja, tergantung
pada keluarga.
o Derajat 5: Tak dapat melakukan kegiatan
2.3.2. Etiologi
Basil penyebab tifoid adalah Salmonella typhi dan paratyphi dari genus
Salmonella. Basil ini adalah gram negatif, bergerak, tidak berkapsul, tidak
membentuk spora, tetapi memiliki fimbria, bersifat aerob dan anaerob fakultatif.
Ukuran antara 2 – 4 x 0,6 mikrometer. Suhu optimum untuk tumbuh adalah 37°C
dengan pH antara 6 – 8.1
22
Gambar 3. Salmonella typhi (dikutip dari kepustakaan 2)
2.3.3. Epidemologi
23
berkisar antara 45/100.000 penduduk/tahun sampai 1.000/100.000
penduduk/tahun. Di Asia 274/100.000 penduduk/tahun.
Pada tahun 2005 jumlah pasien rawat inap demam tifoid yaitu 81.116
kasus (3,15%) dan menempati urutan ke-2 dari 10 penyakit terbanyak pasien
rawat inap di rumah sakit di Indonesia. Profil kesehatan Indonesia 2008
menunjukkan prevalensi tifoid di Indonesia masih cukup tinggi, yaitu 1,6 persen
atau sekitar 600.000 sampai 1,5 juta kasus setiap tahunnya dan menempati urutan
15 dari penyakit yang menyebabkan kematian di Indonesia.
24
C. Faktor Environment
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai secara luas di
daerah tropis terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai
dengan standar hygiene dan sanitasi yang rendah. Beberapa hal yang
mempercepat terjadinya penyebaran demam tifoid adalah urbanisasi, kepadatan
penduduk, sumber air minum dan standart hygiene industri pengolahan makanan
yang masih rendah.
25
menimbulkan lebih dari satu kasus pada orang-orang serumah. Sumber
penularannya biasanya tidak dapat ditemukan.
2.3.4. Patogenesis
26
Gambar 4 : Patomekanisme demam tifoid (dikutip dari kepustakaan 3)
Didalam hati, kuman masuk kedalam kandung empedu, berkembang biak,
dan bersama cairan empedu dieksresikan secara intermitten kedalam lumen usus.
Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi kedalam
sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung
makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagosit kuman Salmonella
terjadi pelepasan berbagai mediator inflamasi yang selanjutnya akan
menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia,
sakit kepala, sakit perut, instabilitas vascular, gangguan mental, dan koagulasi.3
Didalam plak peyer makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hyperplasia
jaringan. Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah
27
sekitar plak peyer yang sedang mengalami nekrosis dan hyperplasia akibat
akumulasi sel-sel mononuclear di dinding usus. Proses patologi jaringan limfoid
ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus dan dapat
mengakibatkan perforasi.4
Endotoksin dapat menempel direseptor sel endotel kapiler dengan akibat
timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskuler,
pernapasan dan gangguan organ lainnya.3
2.3.5. Gejala-gejala
28
2.3.6. Diagnose
Untuk mendiagnosa suatu demam tifoid, kita perlu melakukan anamnesis
secara sistematis, pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis :
Pasien datang ke dokter karena demam. Demam turun naik terutama sore
dan malam hari (demam intermiten). Keluhan disertai dengan sakit kepala
(pusing-pusing) yang sering dirasakan di area frontal, nyeri otot, pegal-pegal,
insomnia, anoreksia dan mual muntah. Selain itu, keluhan dapat pula disertai
gangguan gastrointestinal berupa konstipasi dan meteorismus atau diare, nyeri
abdomen dan BAB berdarah. Pada anak dapat terjadi kejang demam.
Demam tinggi dapat terjadi terus menerus (demam kontinu) hingga minggu
kedua.
Faktor Risiko :
Higiene pribadi dan sanitasi lingkungan yang kurang.
Pemeriksaan Fisik
a. Suhu tinggi.
b. Bau mulut karena demam lama.
c. Bibir kering dan kadang pecah-pecah.
d. Lidah kotor dan ditutup selaput putih (coated tongue), jarang ditemukan
pada anak.
e. Ujung dan tepi lidah kemerahan dan tremor.
f. Nyeri tekan regio epigastrik (nyeri ulu hati).
g. Hepatosplenomegali.
h. Bradikardia relatif (peningkatan suhu tubuh yang tidak diikuti oleh
peningkatan frekuensi nadi).
Pemeriksaan fisik pada keadaan lanjut
a. Penurunan kesadaran ringan sering terjadi berupa apatis dengan kesadaran
seperti berkabut. Bila klinis berat, pasien dapat menjadi somnolen dan
koma atau dengan gejala-gejala psikosis (organic brain syndrome).
b. Pada penderita dengan toksik, gejala delirium lebih menonjol.
29
2.3.7. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Rutin
Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering ditemukan
leukopenia, dapat juga ditemukan kadar leukosit normal atau leukositosis.
Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Selain itu
pula dapat ditemukan anemia ringan dan trombositopenia. Pada pemeriksaan
hitung jenis leukosit dapat terjadi aneosinofilia maupun limfopenia. Laju endap
darah (LED) pada demam tifoid dapat meningkat. SGOT dan SGPT sering kali
meningkat, tetapi akan kembali menjadi normal setelah sembuh. Kenaikan SGOT
dan SGPT tidak memerlukan penanganan khusus.1
Pemeriksaan lain yang rutin dilakukan adalah uji widal dan kultur bakteri.
Sampai sekarang, kultur menjadi standar baku dalam penegakan diagnostik.
Selain uji widal, terdapat beberapa metode pemeriksaan serologi lain yang dapat
dilakukan dengan cepat dan mudah serta memiliki sensitivitas dan spesifisitas
lebih baik dari antara uji TUBEX, Typhidot dan dipstick.7
b. Uji Widal
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi antibodi terhadap kuman
Salmonella typhi. Pada uji Widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen
kuman Salmonella typhi dengan antibody yang disebu dengan agglutinin. Antigen
yang digunakan pada uji widal adalah suspense Salmonella yang sudah dimatikan
dan diolah dilaboratorium. Maksud uji widal adalah untuk menentukan adanya
agglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid yaitu : aglutinin O pada
tubuh kuman, Aglutinin H pada flagella kuman dan aglutinin Vi pada simpai
kuman.8
Dari ketiga agglutinin tersebut hanya agglutinin O dan agglutinin H yang
digunakan untuk diagnosisn demam tifoid. Semakin tinggi titernya maka semakin
besar kemungkinan terinfeksi oleh kuman ini.Pembentukan agglutinin mulai
terjadi pada akhir minggu pertama demam, kemudian meningkat secara cepat dan
mencapai puncak pada minggu keempat dan tetap tinggi selama beberapa minggu.
Pada fase akut mula-mula timbul aglutinin O, kemudian diikuti dengan agglutinin
H. pada orang yang telah sembuh aglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-6
30
bulan, sedangkan agglutinin H menetap lebih lama antara 9-12 bulan. Oleh karena
itu uji widal bukan untuk menentukan kesembuhan penyakit.9
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi uji widal yaitu pengobatan dini
dengan antibiotik, gangguan pembentukan antibodi, dan pemberian kortikosteroid,
waktu pengambilan darah, daerah endemik atau non endemik, riwayat vaksinasi,
reaksi anamnestik, yaitu peningkatan titer agglutinin pada infeksi bukan demam
tifoid akibat infeksi demam tifoid masa lalu atau vaksinasi, faktor teknik
pemeriksaan antar laboratorium.9
Saat ini belum ada kesamaan pendapat mengenai titer agglutinin yang
bermakna diagnostic untuk demam tifoid. Batas titer yang sering dipakai hanya
kesepakatan saja, hanya berlaku setempat dan batas ini bahkan dapat berbeda
diberbagai laboratorium setempat.9
c. Uji tubex
Uji tubex merupakan uji semi-kuantitatif kolometrik yang cepat (beberapa
menit) dan mudah untuk dikerjakan. Uji ini mendeteksi antibodi anti-Salmonella
typhi O9 pada serum pasien, dengan cara menghambat ikatan antara IgM anti-O9
yang terkonjugasi pada partikel latex yang berwarna dengan lipopolisakarida
Salmonella typhi yang terkonjugasi pada partikel magnetic latex. Hasil positif ujin
tubex ini menunjukkan terdapat infeksi Salmonellae serogroupD walau tidak
secara spesifik menunjuk pada Salmonella typhi. Infeksi oleh Salmonella
paratyphi akan memberikan hasil negatif.9
Secara imunologi, antigen O9 bersifat immunodominan sehingga dapat
merangsang respon imun secara independen terhadap timus dan merangsang
mitosis sel B tanpa bantuan dari sel T. karena sifat-sifat tersebut, respon terhadap
antigen O9 berlangsung cepat sehingga deteksi terhadap anti-O9 dapat dilakukan
lebih dini, yaitu pada hari ke 4-5 untuk infeksi primer dan hari ke 2-3 untuk
infeksi sekunder. Perlu diketahui bahwa uji tubex hanya dapat mendeteksi lgM
dan tidak dapat mendeteksi IgG sehingga tidak dapat dipergunakan sebagai
modalitas untuk mendeteksi infeksi lampau.9
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan 3 macam komponen
meliputi : tabung berbentuk V yang berfungsi meningkatkan sensitivitas, reagen A
31
yang mengandung partikel magnetik yang diselubungi dengan antigen O9, reagen
B yang mengandung partikel lateks berwarna biru yang diselubungi dengan
antibodi monoklonal spesifik dengan antigen O9. Untuk melakukan prosedur
pemeriksaan ini, satu tetes serum (25 µL) dicampurkan kedalam tabung dengan
satu tetes (25 µL) reagen A. setelah itu dua tetes reagen B (50 µL) ditambahkan
kedalam tabung. Hal tersebut dilakukan pada kelima tabung lainnya. Tabung-
tabung tersebut kemudian diletakkan pada rak tabung yang mengandung magnet
dan diputar selama 2 menit dengan kecepatan 250 rpm. Interretasi hasil dilakukan
berdasarkan warna larutan campuran yang dapat bervariasi dari kemerahan hingga
kebiruan. Berdasarkan warna inilah ditentukan skor, yang interpretasinya dapat
dilihat pada tabel berikut :
Skor Interpretasi
<2 Negatif Tidak menunjuk infeksi tifoid aktif
3 Borderline Pengukuran tidak dapat disimpulkan. Ulangi
pengujian apabila masih meragukan lakukan
pengulangan beberapa hari kemudian
4-5 Positif Menunjukkan infeksi tifoid aktif
>6 Positif Indikasi kuat infeksi tifoid
Tabel 1. Interpretasi hasil uji Tubex (dikutip dari kepustakaan 1)
Konsep pemeriksaan ini dapat diterangkan sebagai berikut. Jika serum
tidak mengandung antibodi terhadap O9, reagen B ini bereaksi dengan reagen A.
ketika diletakkan pada daerah yang mengandung medan magnet (magnet rak),
komponen magnet yang dikandung reagen A akan tertarik pada magnet rak,
dengan membawa serta pewarna yang dikandung oleh reagen B. sebagai
akibatnya, terlihat warna merah pada tabung yang sesungguhnya merupakan
gambaran serum yang lisis. Sebaliknya, bila serum mengandung antibodi terhadap
O9, antibodi pasien akan berikatan dengan reagen A menyebabkan reagen B tidak
tertarik pada magnet rak dan memberikan warna biru pada larutan.10
d. Uji Typhidot
Uji typhidot dapat mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang terdapat pada
protein membran luar Salmonella typhi. Hasil positif pada uji typhidot didapatkan
32
2-3 hari setelah infeksi dan dapat mengidentifikasi secara spesifik antibodi IgM
dan IgG terhadap antigen Salmonella typhi. Seberat 50 kD, yang terdapat dalam
strip nitroselulosa.10
Didapatkan sensitivitas uji ini sebesar 98%, spesifisitas sebesar 76,6% dan
efisiensi uji sebesar 84% pada penelitian yang dilakukan oleh Gopalakhrisnan
dkk (2002) yang dilakukan pada 144 kasus demam tifoid. Pada penelitian lain
yang dilakukan oleh Olsen dkk, didapatkan sensitifitas dan spesifisitas uji ini
hampir sama dengan uji tubex yaitu 79% dan 89% dengan 78% dan 89%.10
Pada kasus reinfeksi, respon imun sekunder IgG teraktivasi secara
berlebihan sehingga igM sulit terdeteksi. IgM dapat bertahan sampai 2 tahun
sehingga pendeteksian IgG saja tidak dapat digunakan untuk membedakan antara
infeksi akut dengan kasus reinfeksi atau konvalesen pada kasus infeksi primer.
Untuk mengatasi masalah tersebut, uji ini kemudian dimodifikasi dengan
mengaktivasi total IgG pada sampel serum. Uji ini yang dikenal dengan nama uji
typhidot-M, memungkinkan ikatan antara antigen dengan IgM spesifik yang ada
pada serum pasien. Studi evaluasi yang dilakukan oleh Khoo Ke dkk pada tahun
1997 terhadap uji typhidot-M menunjukkan bahwa uji ini bahkan lebih sensitif
(sensitivitas mencapai 100%) dan lebih cepat (3jam) dilakukan bila dibandingkan
dengan kultur.10
e. Uji IgM Dipstik
Uji ini secara khusus mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap
Salmonella typhi pada spesimen serum atau whole blood. Uji ini menggunakan
strip yang mengandung antigen lipopolisakarida (LPS) Salmonella typhi dan
antigen IgM (sebagai kontrol), reagen deteksi yang mengandung antibodi anti IgM
yang dilekati dengan lateks pewarna, cairan membasahi strip sebelum inkubasi
dengan reagen dan serum pasien, tabung uji. Komponen perlengkapan ini stabil
disimpan selama 2 tahun pada suhu 4-25 C ditempat kering tanpa paparan sinar
matahari. Pemeriksaan dimulai dengan inkubasi strip pada larutan campuran
reagen deteksi dan serum, selama 3 jam pada suhu kamar. Setelah inkubasi, strip
dibilas dengan air mengalir dan dikeringkan. Secara semi kuantitatif, diberikan
33
penilaian terhadap garis uji dengan membandingkannya dengan reference strip.
Garis kontrol harus terwarna dengan baik.10
House dkk, 2001 dan Gasem MH dkk, 2002 meneliti mengenai
penggunaan uji ini dibandingkan dengan pemeriksaan kultur darah di Indonesia
dan melaporkan sensitivitas sebesar 65-77% dan spesifisitas sebesar 95-100%.
Pemeriksaan ini mudah dan cepat (dalam 1 hari) dilakukan tanpa peralatan khusus
apapun, namun akurasi hasil didapatkan bila pemeriksaan dilakukan selama 1
minggu setelah timbulnya gejala.10
f. Kultur darah
Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi
hasil yang negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin disebabkan
oleh beberapa hal sebagai berikut: telah mendapatkan terapi dengan antibiotik,
volume darah yang kurang, riwayat vaksinasi, saat pengambilan darah setelah
minggu pertama pada saat aglutinin semakin meningkat.10
2.3.8. Penatalaksanaan/pengobatan
Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid sebagai
berikut Istirahat dan perawatan, dengan tujuan mencegah komplikasi dan
mempercepat penyembuhan, diet dan terapi penunjang (simtomatik dan suportif)
dengan tujuan mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien secara optimal,
pemberian antimikroba, dengan tujuan menghentikan dan mencegah penyebaran
kuman.1,4
a. Istirahat dan perawatan
Tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk mencegah
komplikasi. Tirah baring dengan perawatan yang sepenuhnya ditempat seperti
makan, minum, mandi, buang air kecil dan buang air besar akan membantu dan
mempercepat masa penyembuhan. Dalam perawatan perlu sekali dijaga
kebersihan tempat tidur, pakaian, dan perlengkapan yang dipakai. Posisi pasien
perlu diawasi untuk mencegah dekubitus dan pneumonia ortostatik serta higiene
perorangan tetap perlu diperhatikan dan dijaga.1,3
34
b. Diet dan terapi penunjang
Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan
penyakit demam tifoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan
umum dan gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhannya akan
semakin lama.1,3
Dimasa lampau penderita demam tifoid diberi diet bubur saring, kemudian
ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya diberikan nasi, yang perubahan
diet tersebut disesuaikan dengan tingkat kesembuhan pasien. Pemberian bubur
saring tersebut bertujuan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna
atau jperforasi usus. Hal ini disebabkan karena ada pendapat bahwa usus harus d;
iistirahatkan. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian makanan padat
dini yaitu nasi dengan lauk-pauk rendah selulosa (menghindari sementara sayuran
yang berserat) dapat diberikan dengan aman pada pasien dengan demam tifoid.1-3
Pemberian Antimikroba.
35
Obat-obat antimikroba yang sering digunakan untuk mengobati demam
tifoid adalah sebagai berikut:
36
d. Rumah tangga pasien memiliki atau dapat melaksanakan sistem
pembuangan ekskreta (feses, urin, muntahan) yang mememenuhi syarat
kesehatan.
e. Dokter bertanggung jawab penuh terhadap pengobatan dan perawatan
pasien.
f. Dokter dapat memprediksi pasien tidak akan menghadapi bahaya-bahaya
yang serius.
g. Dokter dapat mengunjungi pasien setiap hari. Bila tidak bisa harus
diwakili oleh seorang perawat yang mampu merawat demam tifoid.
h. Dokter mempunyai hubungan komunikasi yang lancar dengan keluarga
pasien.
Konseling dan Edukasi
Dalam penatalaksanaan demam tifoid, kita perlu melakukan konseling dan
edukasi kepada pasien tentang tata cara:
a. Pengobatan dan perawatan serta aspek lain dari demam tifoid yang harus
diketahui pasien dan keluarganya.
b. Diet, pentahapan mobilisasi, dan konsumsi obat sebaiknya diperhatikan
atau dilihat langsung oleh dokter, dan keluarga pasien telah memahami
serta mampu melaksanakan.
c. Tanda-tanda kegawatan harus diberitahu kepada pasien dan keluarga
supaya bisa segera dibawa ke rumah sakit terdekat untuk perawatan
Pendekatan Community Oriented
Melakukan konseling atau edukasi pada masyarakat tentang aspek
pencegahan dan pengendalian demam tifoid, melalui:
a. Perbaikan sanitasi lingkungan
b. Peningkatan higiene makanan dan minuman
c. Peningkatan higiene perorangan
d. Pencegahan dengan imunisasi
Kriteria Rujukan
Pasien demam tifoid bisa mendapat perawatan di rumah namun pada
beberapa kondisi, pasien dengan demam tifoid perlu dirujuk dengan kriteria:
37
a. Telah mendapat terapi selama 5 hari namun belum tampak perbaikan.
b. Demam tifoid dengan tanda-tanda kedaruratan.
Demam tifoid dengan tanda-tanda komplikasi dan fasilitas tidak mencukupi.
2.3.9. Komplikasi
Sebagai suatu penyakit sistemik maka hampir sama organ utama tubuh
dapat diserang dan berbagai komplikasi serius dapat terjadi. Beberapa komplikasi
yang dapat terjadi pada demam tifoid yaitu:
a. Komplikasi intestinal yaitu perdarahan usus, perforasi usus, ileus paralitik,
pankreatitis.
b. Komplikasi ekstraintestinal
Komplikasi kardiovaskuler : gagal sirkulasi perifer, miokarditis
Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia
Komplikasi paru : pneumonia, empiema, pleuritis
Komplikasi hepatobilier : hepatitis, kolestitis
Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis
Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis
2.3.10. Prognosis
Prognosis dari demam tifoid adalah berdasarkan dari cepat atau lambatnya
penanganan serta penggunaan antibiotik yang tepat. Bila penyakit berat,
pengobatan terlambat/tidak adekuat atau ada komplikasi berat maka prognosis
buruk.6
38
BAB III
3.1. Metodologi
39
Makassar Kota Makassar. Wilayah kerja puskesmas minasa upa terdiri dari
kelurahan gunung sari dengan 18 RW dan karunrung dengan 1 RW dengan
batasan sebgai berikut:
Wilayah kerja karunrung sebagian besar wilayah kerja puskesmas minasa
upa berada dalam wilayah kelurahan gunung sari dengan luas 166.372 km2 dan
kelurahan karunrung 10 km2. Serta total jumlah penduduk dan wilayah kerja
adalah 37.835 jiwa. Oleh karena berada didepan jalan poros maka puskesmas
minasa upa terjangkau oleh kendaraan umum
40
3.2.3.3. Tenaga Kesehatan
Jumlah tenaga kesehatan yang terdapat di Puskesmas Minasa upa tahun
2016 sebanyak 23 orang dengan berbagai spesifikasi, yang terdiri dari :
Dokter Umum : 2 orang
Dokter Gigi : 2 orang
Perawat : 6 orang
Bidan : 3 orang
Sanitarian : 1 orang
Nutrisionis : 1 orang
Pranata Laboratorium : 1 orang
Asisten Apoteker : 1 orang
Perawat Gigi : 2 orang
Rekam Medik : 1 orang
Sarjana Kesehatan Masyarakat :
- Epidemiologi : 1 orang
- Promkes : 1 orang
- AKK : 1 orang
3.2.3.3. Struktur organisasi
Struktur Organisasi Puskesmas Minasa upa berdasarkan Surat Keputusan
Kepala Dinas Kesehatan Kota Makassar Nomor :800/1682/SK/IV/2010 Tanggal
21 April 2010 terdiri atas :
Kepala Puskesmas
Kepala Subag Tata Usaha
Unit Pelayanan Teknis Fungsional Puskesmas
- Unit Kesehatan Masyarakat
- Unit Kesehatan Perorangan
Unit Jaringan Pelayanan Puskesmas
- Unit Puskesmas Pembantu ( Pustu )
- Unit Puskesmas Keliling ( Puskel )
- Unit Bidan Komunitas
41
3.2.3.5. Visi dan misi puskesmas
Puskesmas Minasa upa sebagai unit teknis Dinas Kesehatan Kota Makassar
yang bertanggung jawab terhadap pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya.
Puskesmas Minasa upa berperan menyelenggarakan upaya kesehatan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
penduduk agar memperoleh derajat kesehatan yang optimal.
Dengan fungsi tersebut maka Upaya Kesehatan di Puskesmas Minasa upa
terbagi atas 2 ( dua ) Upaya Kesehatan Yaitu :
42
2. Upaya Kesehatan Pengembangan, meliputi :
a. Upaya Kesehatan Sekolah
b. Upaya Kesehatan Olahraga
c. Upaya Kesehatan kerja
d. Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut
e. Upaya Kesehatan Jiwa
f. Upaya Kesehatan Mata
g. Upaya Kesehatan Usia lanjut
h. Pembinaan Pengobatan Tradisional
i. Perawatan Kesehatan Masyarakat
43
3.2.3.7. Alur Pelayanan
Pasien
Loket
Ruang
Tindakan
Apotik
mkk
Pasie
44
BAB IV
Nama : An. NK
Umur : 5 Tahun
Pekerjaan :-
Anamneses (holistik)
Keluhan utama
Demam
Riwayat penyakit sekarang
Demam sejak 7 hari sebelum datang ke puskesmas. Demam hilang
timbul di rasakan terutama pada sore hari. Pasien mengeluh nyeri kepala kadang-
kadang, mual dan muntah serta nafsu makan menurun, BAK lancar, BAB belum
3 hari terakhir.
Riwayat penyakit dahulu
Pasien pernah datang ke puskesmas dengan keluhan yang sama 5 bulan
yang lalu.
Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan yang sama
Riwayat sosial ekonomi
Pasien adalah seoarang anak dari Tn. R dan Ny. H dengan pekerjaan
bapak sebagai karyawan di sebuah perusahaan swasta dan ibu adalah seorang
ibu rumah tangga dengan rata-rata pendapatan Rp 1.500.000,00. Sosial ekonomi
keluarga ini termasuk keluarga dengan sosial ekonomi rendah.
45
Riwayat kebiasaan
Diakui oleh pasien bahwa ia memiliki pola makan yang teratur. Namun,
sering mengonsumsi makanan di kantin sekolah. Pada saat makan di sekolah
pasien jarang mencuci tangan dengan sabun karena ketidaktersediaan wastafel.
Pemeriksaan fisik
- Keadaan umum
Sakit sedang/gizi cukup/compos mentis
- Vital sign
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : 15
Tek. Darah : 120/70 mmHg
Frek. Nadi : 88 x/menit
Frek Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 38,0 C
- Status generalis
- Kepala : Normocephal
- Mata : Konjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-),
pupil bulat, isokor
- THT : Dalam Batas Normal
- Leher : Pembesaran KGB dan tiroid (-), trakea berada di
tengah
- Paru-paru
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri
Palpasi : fremitus taktil dan vokal simetris kanan dan kiri
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : vesikuler kanan dan kiri, rhonki halus (-/-)
wheezing (-/-)
- Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba di ICS V linea midklavikula
sinistra
46
Perkusi : batas jantung kanan ICS IV linea sternalis dextra
batas jantung kiri ICS V linea midklavikula
sinistra
batas pinggang jantung ICS III linea parasternalis
sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I dan II normal, murmur (-)
- Abdomen
Inspeksi : simetris, datar, kelainan kulit (-), pelebaran vena
(-)
Auskultasi : bising usus normal
Palpasi : nyeri lepas (-), nyeri ketuk (-), hepatomegali(-)
spleenomegali (-)
Perkusi : timpani di semua lapang abdomen, nyeri ketuk (-)
Trombosit 156.000
Widal : S.Typhi O : 1/320
S. Typhi H : 1/160
S. Typhi AH : 1/40
S. Typhi BH : 1/40
Keluarga
Profil keluarga
Pasien B merupakan anak ke dua dari pasangan Tn. R dan Ny. H. Ayah
pasien berumur 45 tahun sebagai karyawan swasta dan ibu pasien berumur 39
tahun sebagai ibu rumah tangga.
47
- Alamat : Jl. Minasa upa 15/2 belakang sekolah
Status Jenis
No Nama Usia Pendidikan Pekerjaan
Keluarga kelamin
1 Tn. S Kepala Laki-laki 45 S1 Karyawan
Keluarga Tahun Swasta
2 Ny. H Istri Perempuan 39 SMA IRT
Tahun
3 An. SR Anak Laki-laki 24
Mahasiswa Mahasiswa
pertama Tahun
4 An. NA Anak Perempuan 22
Mahasiswa Mahasiswa
kedua Tahun
5 An. NK Anak Perempuan 5 tahun
- -
Ketiga
Tabel 8. Anggota keluraga yang Tinggal Serumah
48
Penilaian perilaku kesehatan
Kebiasaan makan keluarga pasien antara 2-3 kali sehari. Namun, pasien
lebih senang mengonsumsi makanan cepat saji di kantin sekolah.
49
Penilaian
Hampir
No. Pertanyaan Hampir Kadang-
Tidak
Selalu (2) kadang (1)
Pernah (0)
1 Adaptasi
Saya puas dengan
keluarga saya karena
masing-masing anggota
sudah menjalankan
kewajiban sesuai dengan
seharusnya
2 Partnership
(Kemitraan)
Saya puas dengan
keluarga saya karena
dapat membantu
memberikan solusi
terhadap permasalahan
yang saya hadapi
3 Growth
(Pertumbuhan)
Saya puas dengan
kebebasan yang
diberikan keluarga saya
untuk mengembangkan
kemampuan yang saya
miliki
4 Affection (Kasih
Sayang)
Saya puas dengan
kehangatan/kasih sayang
50
yang diberikan keluarga
saya
5 Resolve
(Kebersamaan)
Saya puas dengan waktu
yang disediakan
keluarga untuk menjalin
kebersamaan
Total Skor 9
Tabel 10. Penilaian Fungsi Fisiologis (APGAR) Keluarga Penderita demam tifoid
Dari Tabel APGAR diatas total Skor adalah 9 ini menunjukkan Fungsi
Keluarga Sehat
Fungsi patologis (skor SCREEM)
Aspek sumber daya patologi
1. Sosial : Pasien dapat hidup bermasyarakat dengan baik
2. Cultural : Keluarga pasien percaya akan adanya hal-hal gaib
3. Religious : Keluarga pasien rajin melakukan sholat 5 waktu, juga sering ikut
kegiatan pengajian dan tausiah
4. Ekonomi : Keluarga pasien merasa kebutuhan ekonomi tidak tercukupi
5. Edukasi : Tingkat pendidikan tertinggi di keluarga pasien yaitu S1
6. Medikasi : Pasien dan keluarga menggunakan sarana pelayanan kesehatan
dari Puskesmas dan memiliki jaminan kesehatan
Genogram
Bentuk keluarga
Bentuk keluarga ini adalah keluarga inti yang terdiri dari Tn. R sebagai
kepala keluarga dan Ny. H sebagai seorang istri dan ibu dari anaknya. Dari hasil
pernikahan Tn. R dan Ny. H mereka dikarunai dengan dengan tiga orang anak
yakni An. A (24 tahun), An. B (22 tahun), dan An. NK (5 tahun)
51
Tahapan siklus keluarga
Pasien C terlahir dari pasangan Tn. B dan Ny. H. Pasien B adalah anak
kedua. Diakui oleh ibunya bahwa penyakit yang diderita B tidak pernah dialami
oleh anggota keluarga yang lain.
Family map
Keterangan :
52
Analisis kasus
Aspek Personal
Pasien datang ke Puskesmas Minasa upa diantar oleh orang tua pasien
dengan keluhan demam sejak 7 hari yang lalu. Harapan pasien saetelah berobat ke
Puskesmas adalah agar pasien dapat sembuh. Pasien khawatir jika demamnya
tidak kunjung sembuh serta khawatir penyakitnya akan kambuh kembali yang
menyebabkan pasien menjadi lemas dan berat badan akan menurun.
Aspek Klinik
Demam dialami sejak 7 hari yang lalu demam dirasakan tidak terus
menerus dan meningkat pada sore dan malam hari.
- Pasien mengeluh nyeri kepala, mual dan muntah serta nafsu makan menurun
- Lidah kotor
- BAB belum 3 hari terakhir.
- Widal : S.Typhi O : 1/320 dan S.Typhi H : 1/60
53
- kurang istirahat dan suka begadang
- tidak mencuci tangan sebelum dan setelah makan
- jarang berolah raga
- tidak teratur minum obat
- orang tua dan pasien kurang memperhatikan kebersihan dapur, air minum dan
makanan di rumah.
Aspek Faktor Resiko Eksternal
- kurangnya pengetahuan pasien dan orang tua tentang penyebab penyakit demam
tifoid
Aspek Fungsional
Derajat fungsional
54
Hasil
Sasara Yang Biay
Aspek Kegiatan Waktu Ket.
n Diharapka a
n
Aspek Menginformasik Pasien Saat Pasien Tida Tidak
personal an kepada pasien dapat k ada menola
pasien untuk ke sembuh k
tidak suka jajan PKM dengan
di luar dan dan sempurna
istirahat yang saat dan dapat
cukup,tidak home melakukan
sering begadang visit ke aktifitas
lagi dan rumah sehari-hari
mencuci tangan pasien dengan
dengan sabun baik
sebelum dan
setelah makan.
Aspek Menganjurkan Pasien Saat Keluhan Tida Tidak
Klinis agar orang tua pasien demam k ada menola
pasien ke pasien k
memperhatikan PKM dapat
secara khusus dan membaik
keadaan pasien, saat
karena demam home
tifoid dapat visit
kambuh jika keruma
daya tahan h
tubuh menurun, pasien
meminumkan
obat secara
55
teratur dan
kontrol kembali
ke PKM jika
keluhan belum
membaik
Aspek - Memberi Pasien Saat Untuk Tida Tidak
Risiko informasi kepada pasien menjaga k ada menola
Internal pasien agar ke agar k
pasien selalu PKM penyakit
istirahat yang dan yag
cukup di rumah, saat diderita
tidak sering home pasien
begadang lagi, visit tidak
minu obat yang keruma kambuh
teratur, h lagi dan
memperhatikan pasien menjaga
kebiasaan anak higienitas
untuk pasien.
mengurangi
makan diluar dan
mencuci tangan
sebelum makan
Aspek Memberi Orang Saat Untuk Tida Tidak
Risiko informasi tua pasien menjaga k ada menola
Eksternal kepada orang ke agar k
tua dan pasien PKM penyakit
tentang dan yag
penyebab tifoid saat diderita
dan cara home pasien
penularan serta visit tidak
pencegahanya keruma kambuh
56
h lagi dan
pasien menjaga
higienitas
pasien.
Aspsek Meberi Seluru Saat Mengurang Tida Tidak
psikososi informasi h pasien i faktor- k ada menola
al kepada orang keluarg ke faktor yang k
keluarga tua tentang a PKM dapat
bahaya penyakut dan memperber
tifoid serta saat at keadaan
memperhatikan home klinis
kebersihan visit pasien.
makanan, dan keruma Menjaga
membuatkan h keluarga
makanan yang pasien tetap sehat
disukai anaknya
sehingga
anaknya tidak
suka jajan di
luar lagi.
Aspek Menganjurkan Pasien Saat Agar Tida Tidak
Fungsion agar setelah pasien kondisi k ada menola
al sembuh pasien ke tubuh anak k
dapat melakukan PKM tetap sehat
aktifitas namun dan dan
pasien harus saat membuat
tetap menjaga home anak lebih
daya tahan visit aktif
tubuhnya keruma
dengan h
berolahraga dan pasien
57
menjaga
kebersihan
lingkungan
sekitar dan
higienitas
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum baik. Tanda Vital :Tekanan Darah: 120/70 mmHg, Nadi :
88 x/menit, Pernapasan : 20 x/menit, Suhu : 37,80C.
Pemeriksaan Penunjang
Trombosit 156.000
Widal : S.Typhi O : 1/320
S. Typhi H : 1/160
S. Typhi AH : 1/40
S. Typhi BH : 1/40
Diagnosis Holistik (Bio-Psiko-Sosial)
Diagnose Klinis : Demam Typhoid
Diagnose Psikososial : Orang tua pasien khawatir terhadap penyakit
anaknya, kebiasaan pasien sering jajan makanan di luar rumah.
Pencegahan Primer
Pencegahan primer diperlukan agar orang sehat tidak terinfeksi Demam
Thyphoid antara lain :
- Menghindari faktor risiko demam typhoid
- Menghindari jajan makanan luar rumah yang tidak terjamin
kebersihannya
- Mencuci tangan dengan sabun sebelum dan setelah makan
58
- Istirahat yang cukup dan tidak suka begadang
- Memasak makanan dan minuman sebelum dikonsumsi oleh keluarga
- Memperhatikan kebersihan dapur
Pencegahan Sekunder
1. Pengobatan farmakologi berupa :
- GG 3 x 1/2
- paracetamol 500 mg 3x1/2
- cholaramphenicole syr 3 x 2 sdt
2. Pengobatan non farmakologis
- Istirahat total selama minimal 5 hari
- Mengindari konsumsi makanan yang tidak terjaga kebersihannya
- Konsumsi makanan yang lunak selama masa istirahat
59
BAB V
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil studi kasus Demam typhoid pada anak yang dilakukan di
layanan primer Puskesmas minasa upa Kota Makassar tahun 2017 mengenai
Pendekatan Diagnostik Holistik, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang
pasien didiagnosa menderita Demam Typhoid.
Diagnosis Holistik (multiaksial)
a. Aspek personal : kekhawatiran pasien akan penyakitnya dan harapan
pasien setelah berobat ke puskesmas adalah agar pasien dapat sembuh.
b. Aspek klinik : Demam Typhoid
c. Aspek resiko internal : aspek risiko internal yang didapatkan pada pasien
yaitu faktor kebiasaan mengonsumsi dan jajan makanan yang tidak
terjamin kebersihannya, kebiasaan jarang mencuci tangan sebelum
makan, kurang memperhatikan kebersihan kantin sekolah dan rumah,
kurang istirahat dan suka begadang, tidak teratur minum obat dan
berobat hanya jika ada keluhan.
d. Aspek risiko eksternal : kurangnya pengetahuan orang tua tentang
penyakit demam tifoid
e. Aspek Psikososial keluarga : Kurangnya pengetahuan keluarga tentang
penyakit yang diderita pasien dan adanya dukungan dan motivasi dari
anggota keluarga baik secara moral dan materi
f. Aspek fungsional : Semenjak sakit, pasien membatasi aktivitas diluar
rumah, dan hanya melakukan kegiatan fisik ringan dirumah dan istirahat
yang cukup.
Diagnose Klinis : Demam Typhoid
Diagnose Psikososial : Orang tua pasien khawatir terhadap penyakit
anaknya, serta kebiasaan pasien sering jajan makanan di luar rumah dan
sering begadang.
60
5.2. Saran
Dari beberapa masalah yang dapat ditemukan pada An. NK, berupa :
penyakit demam tifoid dengan kebiasaan mengonsumsi makanan yang tidak
terjamin kebersihannya, maka disarankan :
a. Tidak jajan sembarangan di luar rumah dan memeperhatikan kebersihan
tempat makan
b. Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan
c. Memberikan edukasi kepada pasien untuk menjaga kebersihan makanan,
minuman dan kebersihan dapur.
61
#DAFTAR PUSTAKA
1. Nelwan, R.H.H. 2012. Tata Laksana Terkini Demam Tifoid. Divisi Penyakit
Tropik dan Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI/RSCM. Jakarta.
5. Widodo, D. Demam tifoid. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III
Ed 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2006.
7. Hosaglu, S., Bosnak, V., Akalin, S., Geyik, M.F., Ayaz, C. Evaluation of
false negativity of the Widal test among culture proven typhoid fever cases.
Jinfect Developing Countries 2008; 2(6): 475-8
62