Anda di halaman 1dari 26

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM LAPORAN KASUS

FEBRUARI, 2022
FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

LAPORAN KASUS

“GOUT ARTHRITIS”

Oleh :

Andi Muh. Sultan Pasha


Ryan Okta Wijaya A. Yani
Rizki Safitri
Nurabiyyah Ekadisrah. DN
Iqra Ayudia Syahra

Pembimbing :
dr. H. Zakaria Mustari, Sp.PD, FINASIM

(Dalam rangka tugas kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Dalam)

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2022
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Andi Muh. Sultan Pasha

Ryan Okta Wijaya A. Yani

Rizki Safitri

Nurabiyyah Ekadisrah. DN

Iqra Ayudia Syahra

Institusi : Universitas Muhammadiyah Makassar

Judul Laporan Kasus : Gout Athritis

Telah menyelesaikan tugas laporan kasus dalam rangka kepaniteraan klinik pada
bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Februari 2022

Pembimbing

dr. H. Zakaria Mustari, Sp.PD, FINASIM


LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS

- Nama : Tn. MR
- Umur : 55 tahun
- Jenis Kelamin : Laki-Laki
- Pekerjaan : PNS
- Alamat : BTN Lestari Gowa
- Peserta : JKN
- DPJP : dr. Zakaria Mustari, Sp.PD.,FINASIM.
- Masuk RS : 07 Desember 2021
- No. RM : 44 29 19

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Nyeri Ulu Hati
2. Anamnesis Terpimpin :
Pasien masuk Rumah Sakit dengan keluhan nyeri ulu hati sejak 6 hari
yang lalu, disertai mual dan muntah sebanyak lebih dari 5 kali pada saat
dirumah, muntah tidak disertai darah, lemas, penglihatan kabur, pusing
berputar, nyeri kepala. Pasien menyukai makan daging seperti coto dan
setiap minggu pasien akan makan coto sepulang kerja.
Pada hari ke-5 di Rumah Sakit pasien mengeluhkan bengkak
kemerahan pada Ibu Jari Kaki, terasa sangat nyeri, mengganggu tidur dan
aktivitas pasien. Buang air besar dan buang air kecil kesan baik.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat penyakit jantung koroner sejak 6 tahun lalu, Riwayat
hipertensi dan Diabetes Melitus disangkal.
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan sama seperti
pasien.
C. PEMERIKSAAN UMUM
- Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos Mentis (E4M6V5)

D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Pasien
BB : 72,3 kg
TB : 169 cm
IMT : 25, 3 kg/m²
Status Gizi : Obesitas 1

2. Tanda-Tanda Vital
Tekanan Darah : 140/80 mmHg
Suhu : 36,5°C
Pernapasan : 22 kali/menit
Nadi : 67 kali/menit

3. Status Generalis
• Kepala:
- Bentuk Kepala : Normochepal
- Rambut : Hitam, tidak rontok
- Deformitas : Tidak ada

• Mata:
- Eksoptalmus/Enoptalmus: Tidak ada
- Konjungtiva : Anemis (-/-)
- Sklera : Ikterik (-/-)
- Pupil : Bulat, isokor D/S ukuran 2,5 cm/2,5 cm
- Palpebra : Udem palpebra (-/-)

• Telinga:
- Pendengaran : Dalam Batas Normal
• Hidung:
- Bentuk : Simetris
- Perdarahan : Tidak ada

• Mulut:
- Bibir : Kering (-), sianosis (-)
- Lidah kotor : Tidak ada

• Leher:
- DVS : Normal (R-4)
- Kelenjar Getah Bening : Tidak ada pembesaran
- Kelenjar Tiroid : Tidak ada pembesaran
- Kaku Kuduk : Tidak ada

• Thorax:
- Inspeksi : Simetris D/S
- Palpasi : Vocal Fremitus D/S, nyeri tekan (-)
- Perkusi : Sonor D/S, batas paru hepar setinggi ICS V dextra
- Auskultasi : Vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

• Jantung:
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
- Perkusi : Perkusi dari sonor ke redup
- Batas Kanan : ICS V linea parasternal dextra
- Batas Kiri : ICS V linea midclavicularis sinistra
- Auskultasi : Bunyi Jantung I/II murni, reguler, murmur (-)

• Abdomen:
- Inspeksi : Distended (-), ikut gerak nafas.
- Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (+), hepar tidak teraba, lien
tidak teraba, ballottement (-), tidak teraba massa.
- Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
- Auskultasi : Peristaltik (+) terdengar normal

• Genitalia : Edema scrotum (-)

• Ekstremitas:
- Atas : Edema (-), sianosis (-), hangat
- Bawah : Tampak benjolan pada Metatarsophalengeal Joint 1 Dextra
(ibu jari kaki), teraba panas, nyeri saat disentuh

• Kulit : Tidak tampak adanya petekie

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah Rutin (09/12/21)
WBC : 14,1 x 103 /µL
RBC : 4,54 x 106 /µL
HGB : 13,3 g/dL
HCT : 38,5%
PLT : 382 x 103 /µL

2. Kimia Darah (13/12/21)


GDS : 115 mg/dL
SGOT : 49 U/L
SGPT : 68 U/L
Asam Urat : 4,62 mg/dL

F. DIAGNOSIS
Diagnosis Utama : Gout Arthritis
Diagnosis Sekunder : Gangguan Fungsi Hati
G. PENATALAKSAAN

 Ringer Laktat 24 tetes/menit


 Natrium Diclofenac 50 mg 3 x 1
 Colchicine 0,5 mg 3x1
 Ketorolac 30 mg/ 8j/ IV
 Omeprazole 40 mg/ 12j/ IV
 Domperidon 10 mg 3x1

RESUME KASUS

Seorang laki-laki 55 tahun masuk ke RS Syekh Yusuf pada tanggal 07 Desember


2021 dengan keluhan nyeri ulu hati sejak 6 hari yang lalu, mual (+), muntah (+),
lemas, penglihatan kabur, pusing berputar, nyeri kepala. Pasien mempunyai
kebiasaan makan coto sepulang kerja. Pada hari ke-5 di RS pasien mengeluhkan
bengkak kemerahan pada Ibu Jari Kaki, terasa sangat nyeri, mengganggu tidur dan
aktivitas pasien. Pasien memiliki Riwayat PJK sejak 6 tahun lalu.

Pemeriksaan fisik yang bermakna dimana status gizi pasien obesitas 1,


pasien juga mengalami hipertensi stage 1, dan pada ekstremitas tampak benjolan
pada MTP Joint 1 Dextra (ibu jari kaki), teraba hangat, nyeri saat disentuh.
Pemeriksaan penunjang yang bermakna dimana SGOT: 49 U/L, SGPT: 68 U/L,
Asam Urat : 4,62 mg/dL.

Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang yang


dilakukan pasien di diagnosis Gout Arthritis dan diagnosa sekunder ialah Gangguan
fungsi hati. Pengobatan yang diberikan RL 24 tetes/menit, Natrium Diclofenac 50
mg 3x1, Colchicine 0,5 mg 3x1, Ketorolac 30 mg/ 8j/ IV, Omeprazole 40 mg/ 12j/
IV, Domperidon 10 mg 3x1.
PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Gout Artritis adalah penyakit yang sering ditemukan dan tersebar di seluruh
dunia. Gout Artritis merupakan kelompok penyakit heterogen sebagai akibat
deposisi kristal monosodium urat pada jaringan atau akibat supersaturasi asam
urat di dalam cairan ekstraseluler. Manifestasi klinis deposisi urat meliputi
artiritis gout akut, akumulasi kristal pada jaringan yang merusak tulang (tofi),
batu asam urat dan yang jarang adalah kegagalan ginjal (gout nefro-pati).
gangguan metabolisme yang mendasarkan gout adalah hiperurisemia yang
didefinisikan sebagai peninggian kadar urat lebih dari 0,7 ml/dl dan 6,0
mg/dL.1

B. ETIOLOGI
Gout mencakup sekelompok gangguan heterogen yang terjadi sendiri atau
dalam kombinasi dan meliputi hiperurisemia, serangan artritis inflamatori akut,
khas monoartikuler, deposisi tofus kristal urat dalam dan sekitar sendi, deposisi
interstisiil kristal urat dalam parenkim ginjal dan urolitiasis.2
Hiperurisemia dapat terjadi akibat peningkatan produksi urat, penurunan
sekresi asam urat atau kombinasi kedua proses tersebut. Jika terjadi
hiperurisemia, plasma dan cairan ekstraseluler sangat jenuh terhadap urat dan
keadaan ini mempermudah pembentukan kristal serta deposisi jaringan.
Keadaan ini dapat mengakibatkan manifestasi klinis yang termasuk dalam
istilah gout.2
Diet merupakan sumber eksogen purin dan karenanya memberi konsentrasi
urat serum sebanding dengan kandungan purinnya. Pembatasan ketat asupan
purin menurunkan konsentrasi rata-rata urat seum kecil 60 mmol/L (1,0 mg/dL)
dan ekskresi asam urat urin kira-kira 1,2 mmol/hari (200 mg/hari), karena kira-
kira 50 % purin RNA dan 25 % purin DNA yang dimakan muncul dalam urin
sebagai asam urat, makanan tinggi nukleas memberi efek yang bermakna
terhada kadar urat serum. Makanan ini meliputi hati, sweetbreads (timus dan
pankreas), ginjal dan anchovy semacam ikan kecil, 98 % individu dengan
hiperurisemia dan gout primer memiliki defek pada penanganan asam urat oleh
ginjal. Hal ini dibuktikan oleh nilai rasio bersihan urat terhadap kecepatan laju
filtrasi glomerulus yang lebih rendah dari normal selama rentang beban filtrasi
yang lebar. Akibatnya penderita gout mensekresikan kira-kira 40 % lebih
sedikit asam urat dibanding individu yang tidak menderita gout untuk setiap
konsentrasi ura plasma. Eksresi asam urat meningkat pada individu penderita
gout dan non gout jika kadar urat plasma meningkat karena asupan atau infus
purin, tetapi pada subjek dnegan gout, konsentrasi urat plasma harus 60-120
mmol/L (1-2 mg/dK) lebih tinggi dibanding normal untuk mencapai kecepatan
ekskresi asam urat yang setara.2
Secara teorits, perubahan ekskresi asam urat berasal dari penurunan laju
filtrasi glomerulus, peurunan sekresi tubuler atau peningkatan reabsorbsi
tubuler. Penurunan filtrasi urat tampaknya tidak menyebabkan hiperurisemia
primer tetapi berperan pada hiperurisemia pada insufisiensi ginjal. Meski
hiperurisemia tidak bervariasi pada penyakit ginjal kronik, hubungan antara
kreatinin serum, urea nitrogen dan konsentrasi urat buruk meskipun eksresi
asam urat per unit kecepatan filtrasi glomerulus meningkat progresif dengan
insufisiensi ginjal kronik, kapasitas sekretori tubuler cenderung dipertahankan,
kapasitas tubuler berkurang dan bersihan asam urat ekstrarenal meningkat
dengan bertambah beratnya kerusakan ginjal.2

C. PATOGENESIS
Gout (pirai) merupakan kelompok penyakit heterogen sebagai akibat
deposisi kristal monosodium urat pada jaringan, akibat gangguan metabolism
berupa hiperurisemia. Hiperurisemia adalah keadaan di mana terjadi
peningkatan kadar asam urat darah di atas normal. Hiperurisemia bisa terjadi
karena peningkatan metabolism asam urat (over production), penurunan
pengeluaran asam urat urin (underexcretion) atau gabungan lainnya.1
Hiperurisemia di sebabkan oleh dua faktor utama yaitu meningkatnya
produksi asam urat dalam tubuh, hal ini di sebabkan karena sintesis atau
pembentukan asam urat yang berlebihan. Produksi asam urat yang berlebihan
dapat di sebabkan karena leukimia atau kanker darah yang mendapat terapi
sitostatika. Faktor yang kedua adalah pengeluaran asam urat melalui ginjal
kurang (gout renal), gout renal primer di sebabkan karena ekskresi asam urat
di tubuli distal ginjal yang sehat, dan gout renal sekunder di sebabkan ginjal
yang rusak, misalnya pada glomerulonefritis kronis, kerusakan ginjal kronis
(chronic renal failure).3
Purin yang berasal dari katabolisme asam nukleat dalam diet diubah
menjadi asam urat secara lansung. Pemecahan nukleotida purin terjadi di
semua sel, tetapi asam urat hanya dihasilkan oleh jaringan yang mengandung
xhantine oxidase terutama di hepar dan usus kecil. Rerata sintesis asam urat
endogen setiap harinya adalah 300-600mg per hari, dari diet 600 mg per hari
lalu dieksresikan ke urin rerata 600 mg per hari dan ke usus sekitar 200 mg per
hari.3
Dua pertiga total urat tubuh berasal dari pemecahan purin endogen, hanya
sepertiga yang berasal dari diet yang mengandung purin. Pada pH netral asam
urat dalam bentuk ion asam urat (kebanyakan dalam bentuk monosodium urat),
banyak terdapat di dalam darah. Konsentrasi normal kurang dari 420 μmol/L
(7,0 md/dL). Kadar urat tergantung jenis kelamin, umur, berat badan, tekanan
darah, fungsi ginjal, status peminum alkohol dan kebiasaan memakan makanan
yang mengandung diet purin yang tinggi. Kadar Asam Urat mulai meninggi
selama pubertas pada laki-laki tetapi wanita tetap rendah sampai menopause
akibat efek urikosurik estrogen. Urat dikeluarkan di ginjal (70%) dan traktus
gastrointestinal (30%). Kadar asam urat di darah tergantung pada
keseimbangan produksi dan ekskresinya.3
Sintesis asam urat dimulai dari terbentuknya basa purin dari gugus ribosa,
yaitu 5-phosphoribosyl-1-pirophosphat (PRPP) yang didapat dari ribose 5
fosfat yang disintesis dengan ATP (Adenosinetriphosphate) dan merupakan
sumber gugus ribosa. Reaksi pertama, PRPP bereaksi dengan glutamin
membentuk fosforibosilamin yang mempunyai sembilan cincin purin. Reaksi
ini dikatalisis oleh PRPP glutamil amidotranferase, suatu enzim yang dihambat
oleh produk nukleotida inosinemonophosphat (IMP), adenine monophosphat
(AMP) dan guanine monophosphat (GMP). Ketiga nukleotida ini juga
menghambat sintesis PRPP sehingga memperlambat produksi nukleotida purin
dengan menurunkan kadar substrat PRPP. Inosine monophosphat (IMP)
merupakan nukleotida purin pertama yang dibentuk dari gugus glisin dan
mengandung basa hipoxanthine. Inosinemonophosphat berfungsi sebagai titik
cabang dari nukleotida adenin dan guanin. Adenosinemonophospat (AMP)
berasal dari IMP melalui penambahan sebuah gugus amino aspartat ke karbon
enam cincin purin dalam reaksi yang memerlukan GTP (Guanosine
triphosphate). Guanosinemonophosphat (GMP) berasal dari IMP melalui
pemindahan satu gugus amino dari amino glutamin ke karbon dua cincin purin,
reaksi ini membutuhkan ATP. Adenosine monophosphate mengalami
deaminasi menjadi inosin, kemudian IMP dan GMP mengalami defosforilasi
menjadi inosin dan guanosin. Basa hipoxanthine terbentuk dari IMP yang
mengalami defosforilasi dan diubah oleh xhantine oxsidase menjadi xhantine
serta guanin akan mengalami deaminasi untuk menghasilkan xhantine juga.
Xhantine akan diubah oleh xhantine oxsidase menjadi asam urat.3
Faktor-faktor yang mendorong terjadinya serangan artritis gout pada
penderita hiperurisemia belum diketahui pasti. Diduga kelarutan asam urat
dipengaruhi pH, suhu, dan ikatan antara asam urat dan protein plasma.4
Kristal monosodium urat yang menumpuk akan berinteraksi dengan fagosit
melalui dua mekanisme. Mekanisme pertama adalah dengan cara mengaktifkan
sel-sel melalui rute konvensional yakni opsonisasi dan fagositosis serta
mengeluarkan mediator inflamasi. Mekanisme kedua adalah kristal
monosodium urat berinteraksi langsung dengan membran lipid dan protein
melalui membran sel dan glikoprotein pada fagosit. Interaksi ini mengaktivasi
beberapa jalur transduksi seperti protein G, fosfolipase C dan D, Srctyrosine-
kinase, ERK1/ERK2, c-Jun N-terminal kinase, dan p38 mitogen-activated
protein kinase. Proses diatas akan menginduksi pengeluaran interleukin (IL)
pada sel monosit yang merupakan faktor penentu terjadinya akumulasi
neutrophil. Pengenalan kristal monosodium urat diperantarai oleh Toll-like
receptor (TLR) 2 dan TLR 4, kedua reseptor tersebut beserta TLR protein
penyadur MyD88 mendorong terjadinya fagositosis. Selanjutnya proses
pengenalan TLR 2 dan 4 akan mengaktifkan faktor transkripsi nuclear factor-
kB dan menghasilkan berbagai macam faktor inflamasi.4
Menurunnya kelarutan sodium urat pada temperature lebih rendah pada
sendi perifer seperti kaki dan tangan, dapat menjelaskan mengapa kristal MSU
diendapkan pada kedua tempat tersebut. Predileksi untuk pengendapan kristal
MSU pada metatarsofalagea-1 (MTP-1) berhubungan juga dengan trauma
ringan yang berulang – ulang pada daerah tersebut. Urat dalam cairan sendir
MTP-1 menjadi seimbang dengan urat dalam plasma pada siang hari
selanjutnya bila cairan sendi diresorbsi waktu berbaring, akan terjadi
peningkatan kadar urat local. Fenomena ini dapat menerangkan terjadinya
awitan (onset) gout akut pada malam hari pada sendi yang bersangkutan.1

D. DIAGNOSIS
Berdasarkan Pedoman diagnosis dan pengelolaan Gout, Artritis gout terjadi
akibat peningkatan kadar asam urat serum atau hiperurisemia yang berlangsung
kronik sehingga terjadi deposisi kristal MSU di persendian. Perjalanan alamiah
gout terdiri dari tiga fase, yaitu5:
a. hiperurisemia tanpa gejala klinis,
b. artritis gout akut diselingi interval tanpa gejala klinis (fase interkritikal), dan
c. artritis gout kronis.
Hiperurisemia tanpa gejala klinis ditandai dengan kadar asam urat serum >
6.8 mg/dl, yang berarti telah melewati batas solubilitasnya di serum. Periode
ini dapat berlangsung cukup lama dan sebagian dapat berubah menjadi artritis
gout. Serangan artritis gout akut yang pertama paling sering mengenai sendi
metatarsophalangeal (MTP) 1 yaitu sekitar 80−90 % kasus, yang secara klasik
disebut podagra. Onset serangan tiba-tiba, sendi yang terkena mengalami
eritema, hangat, bengkak dan nyeri.5
Serangan artritis akut kedua dapat dialami dalam 6 bulan sampai dengan 2
tahun setelah serangan pertama. Serangan akut kedua dan seterusnya dapat
mengenai lebih dari satu persendian, dapat melibatkan tungkai atas, durasi
serangan lebih lama, interval antar serangan lebih pendek dan lebih berat.
Serangan artritis akut yang tidak terobati dengan baik akan mengakibatkan
artritis gout kronis yang ditandai dengan inϐlamasi ringan pada sendi disertai
destruksi kronis pada sendi-sendi yang mengalami serangan artritis akut. Pada
pemeriksaan ϐisik akan dijumpai deformitas sendi dan tofus pada jaringan
(kristal MSU dikelilingi sel mononuclear dan sel raksasa). Artritis gout kronis
berkembang dalam 5 tahun dari onset pertama artritis gout akut pada sekitar
30% pasien yang tidak terobati dengan baik.5
Kriteria diagnosis artritis gout akut dapat menggunakan kriteria menurut
American College of Rheumatology (ACR)/European League against
Rheumatism (EULAR) (Tabel 1).5

Tabel 1. Kriteria Gout dari ACR/EULAR 2015


(Perhimpunan Reumatologi Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Pengelolaan
Gout. 2018)
Diagnosa asam urat dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik serta
dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologis, dan cairan
sendi.6
1) Pemeriksaan Laboratorium
Seseorang dikatakan menderita asam urat ialah apabila pemeriksaan
laboratorium menunjukkan kadar asam urat dalam darah diatas 7 mg/dL untuk
pria dan lebih dari 6 mg/dL untuk wanita. Bukti adanya kristal urat dari cairan
sinovial atau dari topus melalui mikroskop polarisasi sudah membuktikan,
bagaimanapun juga pembentukan topus hanya setengah dari semua pasien
dengan gout. Pemeriksaan gula darah dilakukan untuk mendeteksi ada dan
tidaknya penyakit diabetes mellitus. Ureum dan kreatinin diperiksa untuk
mengetahui normal dan tidaknya fungsi ginjal. Sementara itu pemeriksaan
profil lemak darah dijadikan penanda ada dan tidaknya gejala aterosklerosis.7

2) Pemeriksaan Cairan Sendi


Pemeriksaan cairan sendi dilakukan di bawah mikroskop. Tujuannya ialah
untuk melihat kristal urat atau monosodium urate (kristal MSU) dalam cairan
sendi. Untuk melihat perbedaan jenis artritis yang terjadi perlu dilakukan kultur
cairan sendi. Dengan mengeluarkan cairan sendi yang meradang maka pasien
akan merasakan nyeri sendi yang berkurang. Dengan memasukkan obat ke
dalam sendi, selain menyedot cairan sendi tentunya, maka pasien akan lebih
cepat sembuh. Mengenai metode penyedotan cairan sendi ini, ketria
mengatakan bahwa titik dimana jarum akan ditusukkan harus dipastikan
terlebih dahulu oleh seorang dokter.7
Tempat penyedotan harus disterilkan terlebih dahulu, lalu jarum tersebut
disuntikkan dan cairan disedot dengan spuite. Pada umunya, sehabis
penyedotan dilakukan, dimasukkan obat anti-radang ke dalam sendi. Jika
penyedotan ini dilakukan dengan cara yang tepat maka pasien tidak akan
merasa sakit. Jarum yang dipilih juga harus sesuai kebutuhan injeksi saat itu
dan lebih baik dilakukan pembiusan pada pasien terlebih dahulu. Jika lokasi
penyuntikan tidak steril maka akan mengakibatkan infeksi sendi.7
Perdarahan bisa juga terjadi jika tempat suntikan tidak tepat dan nyeri
hebatpun bisa terjadi jika teknik penyuntikan tidak tepat. Selain memeriksa
keadaan sendi yang mengalami peradangan, dokter biasanya akan memeriksa
kadar asam urat dalam darah. Kadar asam urat yang tinggi adalah sangat
sugestif untuk diagnosis gout artritis. Namun, tidak jarang kadar asam urat
ditemukan dalam kondisi normal. Keadaan ini biasanya ditemukan pada pasien
dengan pengobatan asam urat tinggi sebelumnya.7
Karena, kadar asam urat sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh pengobatan
maka kadar standar atau kadar normal di dalam darah adalah berkisar dari 3,5
– 7 mg/dL. Pemeriksaan cairan sendi ini merupakan pemeriksaan yang terbaik.
Cairan hasil aspirasi jarum yang dilakukan pada sendi yang mengalami
peradangan akan tampak keruh karena mengandung kristal dan sel-sel radang.
Seringkali cairan memiliki konsistensi seperti pasta dan berkapur.7
Agar mendapatkan gambaran yang jelas jenis kristal yang terkandung maka
harus diperiksa di bawah mikroskop khusus yang berpolarisasi. Kristal-kristal
asam urat berbentuk jarum atau batangan ini bisa ditemukan di dalam atau di
luar sel. Kadang bisa juga ditemukan bakteri bila terjadi septic artritis.7

3) Pemeriksaan dengan Roentgen


Pemeriksaan ini baiknya dilakukan pada awal setiap kali pemeriksaan sendi.
Dan jauh lebih efektif jika pemeriksaan roentgen ini dilakukan pada penyakit
sendi yang sudah berlangsung kronis. Pemeriksaan roentgen perlu dilakukan
untuk melihat kelainan baik pada sendi maupun pada tulang dan jaringan di
sekitar sendi. Seberapa sering penderita asam urat untuk melakukan
pemeriksaan roentgen tergantung perkembangan penyakitnya. Jika sering
kumat, sebaiknya dilakukan pemeriksaan roentgen ulang. Bahkan kalau
memang tidak kunjung membaik, kita pun dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI). Tetapi demikian, dalam
melakukan pemeriksaan roentgen, kita jangan terlalu sering. Sebab,
pemeriksaan roentgen yang terlalu sering mempunyai risiko terkena radiasi
semakin meningkat. Pengaruh radiasi yang berlebihan bisa mengakibatkan
kanker, kemandulan, atau kelainan janin dalam kandungan pada perempuan.
Oleh karena itu, kita harus ekstra hati-hati dan harus bisa meminimalisasi
dalam melakukan pemeriksaan roentgen ini untuk menghindari kemungkinan
terjadinya berbagai risiko tersebut. Gold standard dalam menegakkan gout
artritis adalah menggunakan mikroskop terpolarisasi, yaitu dengan
ditemukannya kristal urat MSU (Monosodium Urat) di cairan sendi atau tofus.7
Untuk memudahkan diagnosis gout artritis akut, dapat digunakan kriteria
dari ARA (American Rheumatism Association) tahun 1997 sebagai berikut8:
A. Ditemukannya kristal urat di cairan sendi, atau
B. Adanya tofus yang berisi Kristal urat, atau
C. Terdapat 6 dari 12 kriteria klinis, laboratoris, dan radiologis sebagai
berikut:
1. Terdapat lebih dari satu kali serangan arthritis akut
2. Inflamasi maksimal terjadi pada hari pertama gejala atau serangan datang
3. Artritis monoartikuler (hanya terjadi di satu sisi persendian)
4. Kemerahan pada sendi yang terserang
5. Bengkak dan nyeri pada sendi MTP-1 (ibu jari kaki)
6. Artritis unilateral yang melibatkan MTP-1 (di salah satu sisi)
7. Artritis unilateral yang melibatkan sendi tarsal
8. Adanya tofus di artilago articular dan kapula sendi
9. Terjadinya peningkatan kadar asam urat dalam darah ( > 7.5mg/dL)
10. Pembengkakan sendi yang asimetris (radiologis)
11. Kista subkortikal tanpa erosi (radiologis)
12. Kultur mikroorganisme cairan sendi menunjukkan hasil negative

Yang harus dicatat adalah diagnosis gout tidak bisa digugurkan meskipun
kadar asam urat normal.8
E. PENATALAKSANAAN
1. Prinsip Umum Pengelolaan Hiperurisemia dan Gout
a. Setiap pasien hiperurisemia dan gout harus mendapat informasi yang
memadai tentang penyakit gout dan tatalaksana yang efektif termasuk
tatalaksana terhadap penyakit komorbid.5
b. Setiap pasien hiperurisemia dan gout harus diberi nasehat mengenai
modifikasi gaya hidup seperti menurunkan berat badan hingga ideal,
menghindari alkohol, minuman yang mengandung gula pemanis
buatan, makanan berkalori tinggi serta daging merah dan seafood
berlebihan, serta dianjurkan untuk mengonsumsi makanan rendah
lemak, dan latihan fisik teratur.5
c. Setiap pasien dengan gout secara sistematis harus dilakukan anamnesis
dan pemeriksaan penapisan untuk penyakit komorbid terutama yang
berpengaruh terhadap terapi penyakit gout dan faktor risiko
kardiovaskular, termasuk gangguan fungsi ginjal, penyakit jantung
koroner, gagal jantung, stroke, penyakit arteri perifer, obesitas,
hipertensi, diabetes, dan merokok.5

2. Hiperurisemia tanpa gejala klinis


Tatalaksana hiperurisemia tanpa gejala klinis dapat dilakukan
dengan modifikasi gaya hidup, termasuk pola diet seperti pada prinsip
umum pengelolaan hiperurisemia dan gout. Penggunaan terapi penurun
asam uratpada hiperurisemia tanpa gejala klinis masih kontroversial. The
European League Against Rheumatism (EULAR), American Colleague of
Rheumatology (ACR) dan National Kidney Foundation (NKF) tidak
merekomendasikan penggunaan terapi penurun asam urat dengan
pertimbangan keamanan dan efektifitas terapi tersebut. Sedangkan
rekomendasi dari Japan Society for Nucleic Acid Metabolism,
menganjurkan pemberian obat penurun asam urat pada pasien
hiperurisemia asimptomatik dengan kadar urat serum >9 atau kadar asam
urat serum >8 dengan faktor risiko kardiovaskular (gangguan ginjal,
hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit jantung iskemik).5
3. Gout Akut
Serangan gout akut harus mendapat penanganan secepat mungkin.
Pasien harus diedukasi dengan baik untuk dapat mengenali gejala dini dan
penanganan awal serangan gout akut. Pilihan obat untuk penanganan awal
harus mempertimbangkan ada tidaknya kontraindikasi obat, serta
pengalaman pasien dengan obat-obat sebelumnya.5
Rekomendasi obat untuk serangan gout akut yang onsetnya <12 jam
adalah kolkisin dengan dosis awal 1 mg diikuti 1 jam kemudian 0.5 mg.
Terapi pilihan lain diantaranya OAINS, kortikosteroid oral dan/atau bila
dibutuhkan aspirasi sendi diikuti injeksi kortikosteroid. Kolkisin dan
OAINS tidak boleh diberikan pada pasien yang mengalami gangguan
fungsi ginjal berat dan juga tidak boleh diberikan pada pasien yang
mendapat terapi penghambat P-glikoprotein dan/atau CYP3A4 seperti
siklosporin atau klaritromisin.5
Serangan gout akut dapat dipicu oleh5:
1. Perubahan kadar asam urat mendadak. Peningkatan mendadak maupun
penurunan mendadak kadar asam urat serum dapat memicu serangan
artritis gout akut. Peningkatan mendadak kadar asam urat ini dipicu
oleh konsumsi makanan atau minuman tinggi purin. Sementara
penurunan mendadak kadar asam urat serum dapat terjadi pada awal
terapi obat penurun asam urat.
2. Obat-obat yang meningkatkan kadar asam urat serum, seperti:
antihipertensi golongan thiazide dan loop diuretic, heparin intravena,
siklosporin.
3. Kondisi lain seperti trauma, operasi dan perdarahan (penurunan volume
intravaskular), dehidrasi, infeksi, dan pajanan kontras radiografi.

Obat penurun asam urat seperti alopurinol tidak disarankan memulai


terapinya pada saat serangan gout akut namun, pada pasien yang sudah
dalam terapi rutin obat penurun asam urat, terapi tetap dilanjutkan. Obat
penurun asam urat dianjurkan dimulai 2 minggu setelah serangan akut
reda. Terdapat studi yang menunjukkan tidak adanya peningkatan
kekambuhan pada pemberian alopurinol saat serangan akut, tetapi hasil
penelitian tersebut belum dapat digeneralisasi mengingat besar sampelnya
yang kecil dan hanya menggunakan alopurinol. Indikasi memulai terapi
penurun asam urat pada pasien gout adalah pasien dengan serangan gout
≥2 kali serangan, pasien serangan gout pertama kali dengan kadar asam
urat serum ≥ 8 atau usia <40 tahun.5

Gambar 1. Algoritme Rekomendasi Pengelolaan Gout Akut


(Perhimpunan Reumatologi Indonesia. Pedoman Diagnosis dan
Pengelolaan Gout. 2018)
4. Fase Interkritikal dan Gout Kronis
Fase interkritikal merupakan periode bebas gejala diantara dua
serangan gout akut. Pasien yang pernah mengalami serangan akut serta
memiliki factor risiko perlu mendapatkan penanganan sebagai bentuk
upaya pencegahan terhadap kekambuhan gout dan terjadinya gout kronis.5
Pasien gout fase interkritikal dan gout kronis memerlukan terapi
penurun kadar asam urat dan terapi proϐilaksis untuk mencegah serangan
akut. Terapi penurun kadar asam urat dibagi dua kelompok, yaitu:
kelompok inhibitor xantin oksidase (alopurinol dan febuxostat) dan
kelompok urikosurik (probenecid).5
Alopurinol adalah obat pilihan pertama untuk menurunkan kadar
asam urat, diberikan mulai dosis 100 mg/hari dan dapat dinaikan secara
bertahap sampai dosis maksimal 900 mg/hari (jika fungsi ginjal baik).
Apabila dosis yang diberikan melebihi 300 mg/hari, maka pemberian obat
harus terbagi. Jika terjadi toksisitas akibat alopurinol, salah satu pilihan
adalah terapi urikosurik dengan probenecid 1−2 gr/hari. Probenecid dapat
diberikan pada pasien dengan fungsi ginjal normal, namun
dikontraindikasikan pada pasien dengan urolitiasis atau ekskresi asam urat
urin ≥800 mg/24jam. Pilihan lain adalah febuxostat, yang merupakan
inhibitor xantin oksidase non purin dengan dosis 80−120 mg/hari.
Kombinasi inhibitor xantin oksidase dengan obat urikosurik atau
peglotikase dapat diberikan pada pasien gout kronis dengan toϐi yang
banyak dan/atau kualitas hidup buruk yang tidak dapat mencapai target
kadar asam urat serum dengan pemberian dosis maksimal obat penurun
asam urat tunggal.5
Target terapi penurun asam urat adalah kadar asam urat serum <6
mg/dL, dengan pemantauan kadar asam urat dilakukan secara berkala. Pada
pasien dengan gout berat (terdapat toϐi, artropati kronis, sering terjadi
serangan artritis gout) target kadar asam urat serum menjadi lebih rendah
sampai <5 mg/dL. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk membantu
larutnya kristal monosodium urat (MSU) sampai terjadi total disolusi
kristal dan resolusi gout. Kadar asam urat serum <3 mg/dL tidak
direkomendasikan untuk jangka panjang. Semua pilihan obat untuk
menurunkan kadar asam urat serum dimulai dengan dosis rendah. Dosis
obat dititrasi meningkat sampai tercapai target terapi dan dipertahankan
sepanjang hidup. Sebagai contoh alopurinol dimulai dengan dosis 100
mg/hari, kemudian dilakukan pemeriksaan kadar asam urat setelah 4
minggu. Bila target kadar asam urat belum tercapai maka dosis alopurinol
ditingkatkan sampai target kadar asam urat tercapai atau telah mencapai
dosis maksimal.5
Setiap pasien gout yang mendapatkan terapi penurun kadar asam
urat berisiko mengalami serangan gout akut, terutama pada awal
dimulainya terapi penurun asam urat. Semakin poten dan semakin besar
dosis obat penurunan asam urat, maka semakin besar pula risiko terjadinya
serangan akut. Oleh sebab itu, untuk mencegah terjadinya serangan akut
gout direkomendasikan untuk memberikan terapi profilaksis selama 6
bulan sejak memulai terapi penurun kadar asam urat. Profilaksis yang
direkomendasikan adalah kolkisin dengan dosis 0.5–1 mg/hari, dosis harus
dikurangi pada gangguan fungsi ginjal. Bila terdapat intoleransi atau
kontraindikasi terhadap kolkisin, dapat dipertimbangkan pemberian
OAINS dosis rendah sebagai terapi profilaksis selama tidak ada
kontraindikasi.5

5. Rekomendasi Pengelolaan Gout Pada Pasien dengan Gangguan


Fungsi Ginjal
Pasien gout dengan gangguan fungsi ginjal dosis obat penurun kadar
asam urat serum (misalnya: probenecid dan alopurinol) harus
memperhatikan bersihan kreatinin. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal
berat dan mengalami serangan gout akut dapat diberikan kortikosteroid oral
dan injeksi intraartikuler. Bila nyeri masih belum teratasi dapat
ditambahkan analgesia golongan opioid. Alopurinol dan metabolitnya
mempunyai waktu paruh yang panjang. Pada gangguan fungsi ginjal dosis
alopurinol disesuaikan dengan bersihan kreatinin. Febuxostat dapat
diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal, dan tidak
membutuhkan penyesuaian dosis apabila bersihan kreatinin >30 ml/menit.
Pemberian kolkisin tidak memerlukan penyesuain dosis pada pasien
dengan gangguan fungsi ginjal yang memiliki bersihan kreatinin >60
ml/min/1.73 m2. Sedangkan pada pasien yang memiliki bersihan kreatinin
30─60 ml/min/1.73m2 dosis yang diberikan dibatasi 0.5 mg, pasien dengan
bersihan kreatinin 10─30 ml/min/1.73m2 dosis dibatasi 0.5 mg setiap 2─3
hari, dan pemberian kolkisin perlu dihindari pada pasien dengan bersihan
kreatinin <10 ml/min/1.73m2. 5

6. Perubahan Gaya Hidup


Tatalaksana optimal untuk penyakit gout membutuhkan tatalaksana
farmakologi maupun non farmakologi. Tatalaksana non farmakologi
meliputi edukasi pasien, perubahan gaya hidup dan tatalaksana terhadap
penyakit komorbid antara lain hipertensi, dislipidemia, dan diabetes
mellitus.5
a) Diet
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan seseorang mengalami
gout diantaranya faktor genetik, berat badan berlebih (overweight),
konsumsi obat-obatan tertentu (contoh: diuretik), gangguan fungsi
ginjal, dan gaya hidup yang tidak sehat (seperti: minum alkohol dan
minuman berpemanis). Hindari makanan yang mengandung tinggi
purin dengan nilai biologic yang tinggi seperti hati, ampela, ginjal,
jeroan, dan ekstrak ragi. Makanan yang harus dibatasi konsumsinya
antara lain daging sapi, domba, babi, makanan laut tinggi purin
(sardine, kelompok shellfish seperti lobster, tiram, kerang, udang,
kepiting, tiram, skalop). Alkohol dalam bentuk bir, wiski dan fortified
wine meningkatkan risiko serangan gout. Demikian pula dengan
fruktosa yang ditemukan dalam corn syrup, pemanis pada minuman
ringan dan jus buah juga dapat meningkatkan kadar asam urat serum.
Sementara konsumsi vitamin C, dairy product rendah lemak seperti
susu dan yogurt rendah lemak, cherry dan kopi menurunkan risiko
serangan gout.5
Pengaturan diet juga disarankan untuk menjaga berat tubuh yang
ideal. Diet yang ketat dan tinggi protein sebaiknya dihindari. Selain
pengaturan makanan, konsumsi air yang cukup juga menurunkan risiko
serangan gout. Asupan air minum >2 liter per hari disarankan pada
keadaan gout dengan urolithiasis. Sedangkan saat terjadi serangan gout
direkomendasikan untuk meningkatkan asupan air minum minimal 8 –
16 gelas per hari. Keadaan dehidrasi merupakan pemicu potensial
terjadinya serangan gout akut.5

b) Latihan Fisik
Latihan fisik dilakukan secara rutin 3−5 kali seminggu selama
30−60 menit. Olahraga meliputi latihan kekuatan otot, fleksibilitas otot
dan sendi, dan ketahanan kardiovaskular. Olahraga bertujuan untuk
menjaga berat badan ideal dan menghindari terjadinya gangguan
metabolisme yang menjadi komorbid gout. Namun, latihan yang
berlebihan dan berisiko trauma sendi wajib dihindari. Dan untuk yang
lainnya disarankan untuk menghentikan kebiasaan merokok.5

Tabel 2. Rekomendasi Diet untuk Pasien Gout


(Perhimpunan Reumatologi Indonesia. Pedoman Diagnosis dan
Pengelolaan Gout. 2018)
Tabel 3. Jenis-Jenis Obat Penurunan Kadar Serum Urat
(Perhimpunan Reumatologi Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Pengelolaan Gout.
2018)
Tabel 4. Rekomendasi Dosis Allopurinol Berdasarkan Laju Filtrasi Glomerulus
(Perhimpunan Reumatologi Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Pengelolaan Gout.
2018)

F. PROGNOSIS
Prognosis artritis gout dapat dianggap sebuah sistem bukan penyakit sendiri.
Dengan kata lain prognosis penyakit artritis gout merupakan prognosis
penyakit yang menyertainya. Artritis gout sering dikaitkan dengan morbiditas
yang cukup besar, dengan episode serangan akut yang sering menyebabkan
penderita cacat. Namun, artritis gout yang diterapi lebih dini dan benar akan
membawa prognosis yang baik jika kepatuhan penderita terhadap pengobatan
juga baik.1
DAFTAR PUSTAKA

1. Tehupeiory ES. Artritis Pirai (Atritis Gout) Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid III. Edisi VI. Jakarta Pusat: Interna Publishing. 2017. 3187-91 p.
2. Wortmann RL. Gout dan Gangguan Metabolisme Purin Lain Dalam: Buku
Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Harrison. Volume 5. Edisi 13.
Singapore: McGraw-Hill Book Company. 2000. 2300-06 p.
3. Harris, M. D., Siegel, L. B. and Alloway, J. A. (1999) ‘Gout and
hyperuricemia’, American Family Physician, 59(4), pp. 925–934. doi:
10.1016/b978-1-4160-3285-4.10087-7.
4. Wahyu Widyanto, F. (2017) ‘Artritis Gout Dan Perkembangannya’, Saintika
Medika, 10(2), p. 145. doi: 10.22219/sm.v10i2.4182.
5. Perhimpunan Reumatologi Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Pengelolaan
Gout. 2018. 3-14 p.
6. Firestein GS, Budd RC, Harris ED, Rudy S,Sergen JS. (eds) Kelley’s
Textbook of Rheumatology, 8th ed. W.B Saunders, Philadelphia. 2009:1481-
1506.
7. Gibson T. Clinical features of gout. Rheumatology. 3rd ed. Edinburg:
Elsevier;2009.1919-28 p.
8. Robert B. Salter, MD. Textbook of Disorders and Injuries of the
Musculoskeletal System.4rd ed. Lippincott Williams & Wilkins.
USA:2004.247-250p.

Anda mungkin juga menyukai