Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS

Rhinosinusitis Kronik dengan Polip Nasi

Disusun oleh:
Fitri Hidayatul Hasanah Siregar (1102015083)
Rezkia Nurazizah (1102015198)

Pembimbing:
dr. Erlina Julianti, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK TELINGA HIDUNG TENGGOROK


RSUD KABUPATEN BEKASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
9 NOVEMBER – 28 NOVEMBER 2020
BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. E
Usia : 43 tahun
Alamat : Sukakarya, Bekasi
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Marital : Sudah Menikah
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Tanggal Pemeriksaan : 10 November 2020

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 10
November 2020 pukul 11.30 WIB

Keluhan Utama :
Hidung tersumbat kanan dan kiri sejak 4 bulan yang lalu.
Keluhan Tambahan :
Hidung gatal, berair, bersin-bersin, dan sakit kepala.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poliklinik THT RSUD Kabupaten Bekasi dengan
keluhan hidung tersumbat kanan dan kiri. Keluhan sudah dirasakan sejak
kurang lebih 4 bulan yang lalu. Keluhan disertai hidung pasien yang sering
berair kental berwarna kekuningan, bersin berulang dan gatal. Keluhan
dirasakan semakin memberat dalam satu minggu terakhir dimana
mengganggu istirahat pasien. Pasien mengaku keluhan ini muncul setiap hari
terutama saat terkena debu, cuaca dingin dan malam hari. Pasien juga
mengeluhkan nyeri pada daerah sekitar hidung dan pipi serta sakit kepala di
bagian dahi. Pasien mengaku memiliki alergi debu dan dingin dengan gejala
yang timbul bersin-bersin serta hidung keluar cairan yang bening sudah sejak

2
remaja. Pasien riwayat asma, namun sudah tidak pernah kambuh sejak
berusia 20 tahun. Keluhan batuk, demam, penciuman yang menurun, keluar
darah dari hidung, suara sengau, dan riwayat gigi berlubang, serta kejang
disangkal. Keluhan gangguan penglihatan dan gangguan pergerakan mata
disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat operasi polip pada tahun 2008
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat ISPA (-), infeksi telinga (-)
Riwayat asma (+), rhinitis alergi (+)
Riwayat DM (-), penyakit paru (-) dan penyakit jantung (-).

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga mengalami keluhan serupa yang dialami oleh
pasien.

Riwayat Pengobatan
Pasien selalu rutin mengkonsumsi obat alergi (Lergin) untuk mengurangi
gejala bersin dan hidung berair.

Riwayat Alergi
Pasien memiliki riwayat alergi debu dan cuaca dingin sejak remaja.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital
 Tekanan darah : 120/70 mmHg
 Nadi : 86 x / menit
 Respirasi : 20 x / menit

3
 Suhu : 36,50C
Kepala : Normocephal, tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat,
isokor, RCL/RCTL (+/+)
Leher : Trakea ditengah, tidak teraba massa, tidak teraba
pembesaran KGB
Thorax
 Pulmo : Pergerakan dinding dada simetris kanan kiri, suara nafas
vesikuler simetris kanan kiri, rhonki (-/-) maupun
wheezing
(-/-)
 Jantung : Bunyi jantung 1 dan 2 normal reguler, murmur (-) maupun
gallop (-)
Abdomen : Bising usus (+) normal, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)
Neurologis : Tidak dilakukan

IV. STATUS LOKALIS


A. Telinga
Bagian Kelainan Auris
Dextra Sinistra
 Kelainan kongenital Tidak ada Tidak ada
 Radang tumor Tidak ada Tidak ada
Preaurikula
 Trauma Tidak ada Tidak ada
 Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
 Kelainan kongenital Tidak ada Tidak ada
 Radang tumor Tidak ada Tidak ada
Aurikula
 Trauma Tidak ada Tidak ada
 Nyeri Tarik Tidak ada Tidak ada
Retroaurikula  Edema Tidak ada Tidak ada
 Hiperemis Tidak ada Tidak ada

4
 Nyeri Tekan Tidak ada Tidak ada
 Sikatrik Tidak ada Tidak ada
 Fistula Tidak ada Tidak ada
 Fluktuasi Tidak ada Tidak ada
 Kelainan Kongenital Tidak ada Tidak ada
 Kulit Tidak hiperemis Tidak hiperemis
 Sekret Tidak ada Tidak ada
Canalis
 Serumen Tidak ada Tidak ada
Akustikus
 Edema Tidak ada Tidak ada
Eksternus
 Jaringan Granulasi Tidak ada Tidak ada

 Massa Tidak ada Tidak ada

 Kolestetoma Tidak ada Tidak ada


 Bentuk  Normal  Normal
 Warna  Putih mutiara  Putih mutiara
Membran  Intak  Intak  Intak
Timpani  Cahaya  Terlihat cone  Terlihat cone
of light di of light di
arah jam 5 arah jam 7

Tes Pendengaran :
Pemeriksaan Auris
Dextra Sinistra
Tes Bisik Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Rinne Positif Positif
Tes Weber Tidak ada lateralisasi
Tes Swabach Sama dengan pemeriksa
Kesan : Normal

B. Hidung
Nasal
Bagian Kelainan
Dextra Sinistra
Keadaan  Bentuk
Normal Normal
Luar  Ukuran
Rhinoskop  Mukosa  Hiperemis  Hiperemis

5
i Anterior  Sekret  Ada, mukopurulen  Ada, mukopurulen
 Krusta  Tidak ada  Tidak ada
 Concha  Edema  Edema
Inferior
 Septum  Tidak ada septum  Tidak ada septum
deviasi deviasi

 Meatus  Terbuka  Tertutup


Media
 Polip/Tumo  Tidak tampak massa  Tidak tampak massa
r
 Pasase
Udara

Rhinoskop  Mukosa
i Posterior  Koana
 Sekret
 Torus
 Tidak dapat  Tidak dapat
tubarius
dinilai dinilai
 Fossa
Rossenmull
er
 Adenoid
C. Sinus Paranasal
Inspeksi :
 Edema & hiperemis pada maksilla, palpebra superior dan inferior : (-)
Palpasi :
 Nyeri tekan maksilla sinistra (+)
 Nyeri tekan pada medial atap orbita : (-)

6
 Nyeri tekan pada daerah kantus medius (-)
Transluminasi : Tidak dilakukan

D. Mulut dan Orofaring


Bagian Kelainan Keterangan
 Mukosa mulut  Tidak hiperemis
 Lidah  Tidak deviasi
 Palatum Mole  DBN
 Gigi Geligi  Berlubang (-), Karies (-)
Mulut

 Uvula  Tidak deviasi


 Halitosis  (+)
 Mukosa  Tidak hiperemis
 Besar  T1-T1
 Kripta  Tidak ada
 Detritus  Tidak ada
 Perlengketan  Tidak ada

Tonsil

 Mukosa  Tidak Hiperemis


Faring  Granulasi  Tidak terdapat granulasi
 Post Nasal Drip  (-)
Laring
 Epiglotis  Tidak dilakukan
 Kartilago Aritenoid
 Plica Ariepiglotika

7
 Plica Vestibularis
 Plica Vokalis
 Rima Glotis
 Trakea

E. Maxillofacial
Bagian Keterangan
Maxillofacial
 Bentuk Tidak ditemukan kelainan
 Parese N. Cranialis

F. Leher
Bagian Keterangan
Leher
 Bentuk  Bentuk normal, trakea berada di
 Massa tengah
 Massa (-), pembesaran KGB (-)

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Nasoendoscopy :

Gambar 1-2 Kavum Nasi Dextra Gambar 3-4 Kavum Nasi Sinistra
 Mukosa hiperemis  Mukosa hiperemis
 Chonca inferior edema (+) & media  Chonca inferior edema (+) & media
eutrofi (+) eutrofi (+)
 Meatus media terbuka  Meatus media tertutup

8
 Sekret (+) di kavum nasi  Sekret (+) di kavum nasi
 Polip / massa (-)  Polip / massa (+)
 Nasofaring dbn  Nasofaring dbn

VI. RESUME
Pasien datang ke poliklinik THT RSUD Kabupaten Bekasi dengan keluhan
hidung tersumbat kanan dan kiri sudah sejak 4 bulan yang lalu. Nyeri pada
daerah sekitar maksilla facial sinistra. Keluhan disertai bersin berulang,
hidung gatal, keluar sekret mukopurulen, terutama saat terkena debu, cuaca
dingin atau malam hari. Terdapat sakit kepala di bagian dahi. Pasien memiliki
riwayat operasi polip pada tahun 2008, asma dan rhinitis alergi. Pada
pemeriksaan tanda vital dan status generalis dalam batas normal. Pada
pemeriksaan status lokalis di termukan:

Hidung
Cavum nasi dextra & sinistra :
Mukosa hiperemis (+/+), edema konka Inferior (+/+), meatus media sinistra
tertutup, sekret mukopurulen (+/+), deviasi septum (-)
Pemeriksaan Sinus Paranasal
Nyeri tekan pada maxilla sinistra (+)
Mulut & Orofaring
Gigi geligi berlubang (-), karies (-)
Halitosis (+)
Tonsil : T1/T1

Nasoendoscopy :
Mukosa hiperemis
Chonca inferior dextra dan sinistra edema (+)
Chonca media dextra dan sinistra eutrofi (+)
Meatus media sinistra tertutup dan sekret (+)
Meatus media dextra terbuka dan sekret (+)
Polip/massa pada cavum nasi sinistra (+)

9
Nasofaring dalam batas normal

VII. DIAGNOSIS BANDING


 Polip Nasi e.c Rhinitis Alergi

VIII. DIAGNOSIS KERJA


 Rhinosinusitis Kronik dengan Polip Nasi

IX. PENATALAKSANAAN
 Terapeutik
o Obat cuci hidung : NaCl 0.9% 3 kali sehari (pagi, siang dan
sore)
o Kortikosteroid Intranasal : Fluticasone propionate 2 x 2 spray
o Kortikosteroid sistemik : Metilprednisolon 3 x 8 mg
o Antibiotik : Azithromycin 1 x 500 mg
o Antihistamin : Cetirizin 2 x 10 mg
 Edukasi
o Menjelaskan kepada pasien mengenai, penyakit, tatalaksana,
komplikasi dan prognosis penyakit.
o Menjelaskan manfaat dan prosedur cuci hidung di rumah.
o Menghindari hal-hal yang dapat mencetuskan gejala bersin berulang,
hidung gatal dan berair dengan hindari paparan debu dan cuaca dingin.
o Pasien dianjurkan tidak makan dan minuman dingin, pedas, dan
berminyak. Menghindari hal-hal yang dapat mencetuskan pilek dan
batuk serta segera berobat jika mengalami batuk dan pilek.
o Pasien dianjurkan untuk istirahat yang cukup agar kondisi tubuh dapat
prima sehingga proses perbaikan penyakit dapat cepat berjalan.
o Anjuran terapi operatif apabila tidak ada perbaikan dengan
medikamentosa.

10
X. PROGNOSIS
Quo Ad Vitam : ad Bonam
Quo Ad Functionam : ad Bonam
Quo Ad Sanationam : Dubia ad Bonam

11
BAB II
PEMBAHASAN

Rhinosinusitis kronik adalah inflamasi pada mukosa nasal dan sinus


paranasal dengan dua atau lebih gejala dimana salah satunya harus dengan hidung
tersumbat atau nasal discharged mukopurulent, nyeri pada wajah, dan penurunan
penciuman, dan berlangsung lebih dari sama dengan 12 minggu tanpa adanya
periode penyembuhan.4 Rhinosinusitis kronik dibagi menjadi dua jenis, yaitu
rhinosinusitis dengan polip nasi dan rhinosinusitis kronik tanpa polip nasi. 4 Polip
nasi adalah massa lunak yang mengandung banyak cairan di dalam rongga
hidung, berwarna putih keabu-abuan yang terjadi akibat inflamasi mukosa. Polip
dapat timbul pada penderita laki-laki maupun perempuan, dari usia anak-anak
sampai usia lanjut. Dulu diduga predisposisi timbulnya polip nasi adalah rhinitis
alergi atau penyakit atopi, tetapi makin banyak penelitian yang mengemukakan
berbagai teori dan para ahli sampai saat ini menyatakan bahwa etiologi polip nasi
masih belum diketahui dengan pasti.1

Di Indonesia studi epidemiologi menunjukkan bahwa perbandingan pria dan


wanita 2-3:1 dengan prevalensi 0,2%-4,3%.2 Pada penelitian Jahromy dan Pour,
ditemukan polip nasi pada laki laki sebanyak 60.3% dengan usia rata rata 39,5
tahun. Penelitian lain mengatakan bahwa prevalensi polip nasi lebih tinggi pada
pasien asma dari pada yang nonasma dan 16,5% pasien asma lebih dari empat
puluh tahun ditemukan polip nasi.3

Klasifikasi dan stadium polip nasi menurut Mackay adalah stadium 0


dengan tidak ada polip, stadium 1 dengan polip terbatas di meatus media dan tidak
keluar rongga hidung. Tidak tampak dengan pemeriksaan rhinoskopi anterior.
Stadium 2 dengan polip sudah keluar dari meatus media dan tampak di rongga
hidung tetapi tidak memenuhi atau menutupi rongga hidung. Dan stadium 3,
dengan polip sudah memenuhi rongga hidung.2 Banyak teori yang mengarahkan
polip ini sebagai manifestasi dari inflamasi kronis, oleh karena itu, tiap kondisi

12
yang menyebabkan adanya inflamasi kronis pada rongga hidung dapat menjadi
faktor predisposisi polip. Bisa timbul pada kondisi inflamasi mukosa hidung
(rhinosinusitis), kelainan gerak siliaris atau komposisi mukus hidung yang
abnormal (fibrosis kistik). Berbagai penyakit yang berhubungan dengan
pembentukan polip hidung adalah konik rhinosinusitis, asma, intoleransi aspirin,
fibrosis kistik, allergic fungal sinusitis, Kartagener syndrome, Churg-strauss
syndrome, dan Young syndrome.2,4

Pembentukan polip diasosiasikan dengan adanya peradangan kronik yang


berulang pada mukosa hidung dan sinus, disfungsi saraf otonom serta predisposisi
genetik. Menurut teori Barnstein, terjadi perubahan mukosa hidung akibat
peradangan atau aliran udara yang berturbulensi, terutama di daerah sempit di
kompleks ostiomeatal. Terjadi prolaps submukosa yang diikuti oleh reepitealisasi
dan pembentukan kelenjar baru. Juga terjadi peningkatan penyerapan natrium oleh
permukaan sel epitel yang berakibat retensi air sehingga terbentuk polip. 1,5 Teori
lain mengatakan karena ketidakseimbangan saraf vasomotor terjadi peningkatan
permeabilitas kapiler dan gangguan regulasi vaskular yang mengakibatkan
dilepaskannya sitokin-sitokin dari sel mast, yang akan menyebabkan adanya
edema dan lama-kelamaan menjadi polip. Bila proses terus berlanjut, mukosa
yang sembab makin membesar menjadi polip dan kemudian akan turun ke rongga
hidung dengan membentuk tangkai.1

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan
posterior, pemeriksaan nasoendoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang
lebih tepat dan dini. Pada anamnesis dapat ditemukan gejala yang yang timbul
serta riwayat penyakit. Obstruksi hidung unilateral adalah gejala yang muncul.
Obstruksi bisa menjadi bilateral saat polip tumbuh ke nasofaring dan mulai
menghalangi choana. Keluarnya cairan mukopurulent dari hidung, terdapat nyeri
pada wajah serta penurunan penciuman harus terdapat 2 yang menjadi gejala
dominan. Kemudian dapat disertai gejala tambahan lainnya seperti hidung gatal,
bersin-bersin, sakit tenggorokan, batuk, demam dan lainnya.4,5

13
Rinoskopi anterior tidak dapat menentukan adanya polip antrokoanal di
posterior yang tumbuh besar, permukaan licin dapat terlihat massa keabu-abuan
yang ditutupi dengan cairan hidung, lembut dan dapat digerakkan ke atas dan ke
bawah dengan probe. Polip yang besar dapat menonjol dari lubang hidung dan
menunjukkan tampilan padat merah muda di bagian yang terbuka. Rhinoskopi
posterior dapat menunjukkan pengisian massa globular choana atau nasofaring.
Polip besar bisa menggantung di belakang langit-langit lunak dan hadir di
orofaring.

Diagnosis dapat dengan mudah dibuat pada pemeriksaan klinis.


Pemeriksaan hidung dengan endoskopi dapat memperlihatkan polip choanal atau
antrokoanal yang tersembunyi di posterior di rongga hidung. Computed
tomography (CT) scan sinus paranasal adalah penting untuk menyingkirkan erosi
tulang dan sugestif ekspansi dari neoplasia. Terkadang polip hidung sederhana
dikaitkan dengan keganasan di bawahnya, terutama usia diatas 40 tahun dan ini
harus disingkirkan secara histologis pemeriksaan jaringan yang dicurigai. CT scan
juga membantu merencanakan operasi.

Diagnosis ini harus dibedakan dari gumpalan lendir sering kali terlihat
seperti polip tetapi sebenarnya menghilang saat meniup hidung, konka media
yang mengalami hipertrofi dibedakan olehnya penampilan merah muda dan rasa
keras tulang pada pengujian probe. Angiofibroma memiliki riwayat epistaksis
rekuren yang banyak. Konsistensi kokoh dan mudah berdarah saat diselidiki.
Neoplasma lain dapat dibedakan berdasarkan penampilan merah muda, sifat rapuh
dan kecenderungannya berdarah.

Terapi awal yang diberikan pada rhinosinusitis kronik dengan polip nasi
yaitu kortikosteroid topical dan irigasi hidug menggunakan normal saline yang
dapat membantu menghilangkan patogen, allergen, dan mucus yang tebal.
Penggunaan kortikosteroid intranasal dapat mengurangi ukuran polip, mengurangi
gejala sinonasal seperti mengurangi edema dan meningkatkan kualitas hidup
pasien. Kortikosteroid oral juga dapat mengurangi ukuran polip dan memperbaiki

14
gejala tetapi harus selalu diberikan dengan hati-hati mengingat hubungannya
dengan efek samping sistemik yang serius. Penggunaan Kortikosteroid intranasal
dan sistemik menunjukkan efek yang baik. Antibiotik mungkin berguna dalam
mengobati eksaserbasi infeksius oleh Streptococcus pneumoniae, Haemophilus
Influenza, Moraxella, dan Staphilococcus aureus. Beberapa penelitian terbuka
menunjukkan beberapa efek antibiotik pada ukuran polip dan gejala pasien serta
banyak ditemukan kolonisasi bakteri S. aureus pada sekret rhinosinusistis kronik.
Efeknya tampaknya sedang tetapi mungkin lebih tahan lama daripada steroid
sistemik, namun belum diselidiki sepenuhnya hingga saat ini, studi lebih lanjut
diperlukan.4,5

Intervensi bedah dalam pengobatan polip hidung dipertimbangkan pada


pasien yang gagal membaik setelah percobaan pengobatan medis yang maksimal.
Operasi sinus endoskopi fungsional melibatkan pembersihan polip dan mukosa
polipoid serta pembukaan ostia sinus. Pengangkatan jaringan inflamasi dan
pengurangan beban antigen yang memicu inflamasi tersebut, serta peningkatan
ventilasi sinus dan pembersihan mukosiliar, adalah mekanisme yang mungkin
digunakan BSEF/FESS (Bedah Sinus Endoskopi Fungsional) untuk memperbaiki
gejala.4

Komplikasi jarang terjadi dan sebagian besar disebabkan oleh efek pada
tulang di sekitarnya. Mereka termasuk erosi tulang dan ekspansi polip, osteitis dan
pembentukan tulang metaplastik dan kadang-kadang neuropati optik. Beberapa
laporan kasus merujuk pada komplikasi orbital, intrakranial dan tulang yang khas
dapat terjadi pada Rinosinusitis kronik tetapi hampir selalu untuk episode infektif
sekunder akut.5 Perawatan medis sering gagal pada polip hidung masif dan
membutuhkan operasi endoskopi. Semua polip dihilangkan, dan drainase dan
ventilasi disediakan untuk semua pada sinus.5

Walaupun sudah banyak dilakukan pengobatan bahkan operasi, polip


hidung memiliki tingkat rekurensi yang tinggi.4

15
Pada kasus ini, pasien berjenis kelamin laki-laki usia 43 tahun dengan
riwayat penyakit asma dan rhinitis alergi. Berdasarkan anamnesis didapatkan
keluhan hidung tersumbat, keluar sekret kental berwarna kekuningan, nyeri di
daerah sekitar maksilla sinistra, juga sakit kepala sejak 4 bulan yang lalu. Pasien
memiliki riwayat operasi polip pada tahun 2008. Pasien juga memiliki riwayat
penyakit asma dan rhinitis alergi.

Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior, didapatkan mukosa hiperemis


kanan dan kiri, edema konka Inferior kanan dan kiri, meatus media sinistra
tertutup, dan sekret mukopurulen. Pada sinus paranasal didapatkan nyeri tekan.
Pada pemeriksaan penunjang endoskopi, tampak massa berwarna putih keabuan
pada meatus media cavum nasi sinistra Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan, didapatkan diagnosis rhinosinusitis
kronik dengan polip nasi.

Planning therapy pada pasien adalah dengan pemberian antibiotic, yaitu


Azithromycin 1 x 500 mg. Metilprednisolon 3 x 8 mg, Cetirizin 2 x 10 mg dan
obat cuci hidung NaCl 0.9% 3 kali sehari (pagi, siang dan sore). Prognosis pada
pasien ini adalah bonam karena belum ada komplikasi yang terjadi.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Dalam: Buku Ajar Ilmu


Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, edisi ketujuh. Jakarta:
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017.

2. Fp, Amaliya T.Persisten Bilateral Recurrent Nasal Polyps Stadium 2 in


Women With History of Polypectomy and Persistent Allergic Rhinitis.
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung Medula, vol. 1. no. 5, hh 1–
6.2013

3. Tritt S, McMain KC,Kountakis SE. Unilateral nasal polyposis : Clinical


presentation and pathology. Am J Otolaryngol. 2008;29(4):230-2.

4. Fokkens, W. J., Lund, V. J., Mullol, J., Bachert, C., Alobid, I., Baroody, F.,
Cohen, N., Cervin, A., Douglas, R., Gevaert, P., Georgalas, C., Goossens,
H., Harvey, R., Hellings, P., Hopkins, C., Jones, N., Joos, G., Kalogjera, L.,
Kern, B.,Wormald, P. J. (2012). EPOS 2012: European position paper on
rhinosinusitis and nasal polyps 2012. A summary for
otorhinolaryngologists. Rhinology, 50(1), 1–12.

5. Dhingra PL, Dhingra S. 2016. Diseases of ear, nose and throat, 7 th ed,
India: Elsevier, pp: 4-5, 70.

17

Anda mungkin juga menyukai