Anda di halaman 1dari 26

Referat

GANGGUAN OBSESIF-KOMPULSIF

Disusun Oleh:
Dokter Muda Stase Bagian Ilmu Psikiatri
Periode 10 April 15 Mei 2017

Umi Salamah, S.Ked 04054821719112


Jessica Esmeranda Chairani, S.Ked 04084821719212
Ratu Rizki Ana, S.Ked 04084821719211
Nurfitria Rahman, S.Ked 04054821618055

Pembimbing
dr. Bintang Arroyantri P, SpKJ

BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RUMAH SAKIT UMUM MOH. HOESIN PALEMBANG
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Judul

Gangguan Obsesif-Komplusif

Oleh:

Umi Salamah, S.Ked 04054821719112


Jessica Esmeranda Chairani, S.Ked 04084821719212
Ratu Rizki Ana, S.Ked 04084821719211
Nurfitria Rahman, S.Ked 04054821618055

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
ujian kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Psikiatri Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya Periode 10 April 15 Mei 2017.

Palembang, April 2017


Pembimbing,

dr. Bintang Arroyantri P, SpKJ

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan sukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul
Gangguan Obsesif-Komplusif untuk memenuhi tugas ilmiah yang merupakan
bagian dari sistem pembelajaran kepaniteraan klinik, khususnya di Departemen
Ilmu Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Umum
Moh. Hoesin Palembang.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr.
Bintang Arroyantri P, SpKJ selaku pembimbing yang telah membantu
memberikan ajaran dan masukan sehingga tugas ilmiah ini dapat selesai.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas ilmiah ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik
yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Demikian lah penulisan tugas
ilmiah ini, semoga bermanfaat.

Palembang, April 2017

Tim Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..............................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................ii
KATA PENGANTAR.......................................................................................... iii
DAFTAR ISI.................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................6
2.1 Definisi...................................................................................................6
2.2 Epidemiologi..........................................................................................6
2.3 Etiologi...................................................................................................7
2.4 Gambaran Klinis...................................................................................11
2.5 Diagnosis..............................................................................................13
2.6 Diagnosis Banding...............................................................................18
2.7 Terapi....................................................................................................19
2.8 Perjalanan Penyakit dan Prognosis.......................................................23
BAB III KESIMPULAN.....................................................................................47
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................48

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Gangguan Obsesif-kompulsif (Obsessive Compulsive Disorder/OCD) adalah


gangguan kecemasan yang ditandai oleh pikiran-pikiran obsesif yang persisten dan
disertai tindakan kompulsif. Kondisi dimana individu tidak mampu mengontrol
pikiran-pikirannya yang menjadi obsesi yang sebenarnya tidak diharapkannya dan
mengulang beberapa kali perbuatan tertentu untuk dapat mengontrol pikirannya dan
menurunkan tingkat kecemasannya. 1 Penderita mengetahui bahwa perbuatan dan
pikirannya itu tidak masuk akal, tidak pada tempatnya atau tidak sesuai dengan
keadaan, tetapi ia tidak dapat menghilangkannya dan juga tidak mengerti mengapa ia
mempunyai dorongan yang begitu kuat untuk berbuat dan berpikir demikian. Bila
tidak menurutinya, maka akan timbul kecemasan yang hebat.2
Gangguan Obsesif-kompulsif membutuhkan adanya obsesi atau kompulsi
yang merupakan sumber gangguan atau kerusakan yang signifikan dan bukan karena
gangguan mental lainnya.3 Gangguan Obsesif-kompulsif diklasifikasikan dalam
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth Edition, Text Revision
(DSM-IV-TR) sebagai gangguan kecemasan.3
Gangguan obsesif kompulsif menduduki peringkat keempat dari gangguan
jiwa setelah fobia, gangguan penyalahgunaan zat dan gangguan depresi berat. 4
Kebanyakan pasien dengan gangguan obsesif kompulsif datang ke beberapa dokter
sebelum mereka ke psikiater dan umumnya sudah 9 tahun mendapat terapi, baru
kemudian mendapat diagnosis yang benar.5 Hal ini menunjukkan bahwa dokter selain
psikiater penting untuk mendapat diagnosis yang tepat.
Referat ini disusun untuk menambah pengetahuan mengenai definisi,
epidemiologi, etiologi, cara mendiagnosis, gambaran klinis, pemeriksaan status
mental, diagnosis banding, penatalaksanaan dan prognosis gangguan obsesif
kompulsif, agar membantu dokter menentukan diagnosis dan memberikan tatalaksana
yang tepat kepada pasien.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Gangguan obsesif-kompulsif adalah suatu contoh dari efek positif dimana pada
awal tahun 1980-an gangguan obsesif-kompulsif dianggap sebagai gangguan yang
jarang dan berespon buruk terhadap terapi. Sekarang diketahui bahwa gangguan
obsesif-kompulsif sering ditemukan dan sangat responsif terhadap terapi.6
Suatu obsesi adalah pikiran, perasaan, ide, atau sensasi yang mengganggu
(intrusif). Suatu kompulsi adalah pikiran atau perilaku yang disadari, dibakukan dan
rekuren, seperti menghitung, memeriksa atau menghindari. Obsesi meningkatkan
kecemasan seseorang sedangkan melakukan kompulsi menurunkan kecemasan
seseorang tetapi jika seseorang memaksa untuk melakukan suatu kompulsi,
kecemasan akan meningkat. Seseorang dengan gangguan obsesif-kompulsif biasanya
menyadari irasionalitas dari obsesi dan merasakan bahwa obsesi dan kompulsi
sebagai ego-distonik. Gangguan obsesif-kompulsif dapat merupakan gangguan yang
menyebabkan ketidakberdayaan karena obsesi dapat menghabiskan waktu dan dapat
mengganggu secara bermakna pada rutinitas normal seseorang, fungsi pekerjaan,
aktivitas sosial yang biasanya atau hubungan dengan teman dan anggota keluarga.6

2.2 Epidemiologi
Menurut studi ECA (Epidemiological Catchment Area) OCD diyakini langka,
gangguan obsesif-kompulsif memiliki prevalensi seumur hidup sebesar 2,5%.
Perkiraan terbaru tentang prevalensi seumur hidup umumnya berada pada kisaran 1,7-
4%.4 Penelitian ECA menemukan bahwa gangguan Obsesif-kompulsif adalah
gangguan kejiwaan yang tersering keempat (setelah fobia, gangguan penggunaan
narkoba dan gangguan depresif mayor).4
Pada orang dewasa, rasio laki-laki dan perempuan untuk terkena OCD adalah
sama, tetapi pada remaja, laki-laki lebih sering terkena gangguan obsesif-kompulsif
dibandingkan perempuan. Usia onset rata-rata adalah kira-kira 20 tahun. Secara
keseluruhan, kira-kira dua pertiga dari pasien memiliki onset gejala sebelum usia 25

6
tahun, dan kurang dari 15 persen pasien memiliki onset gejala setelah usia 35 tahun.
Orang yang hidup sendirian lebih banyak terkena gangguan obsesif-kompulsif
dibandingkan orang yang menikah. Gangguan obsesif-kompulsif ditemukan lebih
jarang diantara golongan kulit hitam dibandingkan kulit putih. 4
Pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif umumnya dipengaruhi oleh
gangguan mental lain. Prevalensi seumur hidup untuk gangguan depresif berat pada
pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah kira-kira 67 persen dan untuk
fobia sosial adalah kira-kira 25 persen. Diagnosis psikiatrik komorbid lainnya pada
pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah gangguan penggunaan alkohol,
fobia spesifik, gangguan panik, dan gangguan makan. 4
Pada beberapa pasien, gangguan ini dimulai pada masa pubertas atau
sebelumnya, timbulnya gangguan obsesif-kompulsif saat remaja umumnya terjadi
pada laki-laki. Pasien lain dapat memiliki onset dikemudian hari, misalnya, setelah
kehamilan, keguguran, atau selama proses melahirkan. Biasanya pasien dengan
gangguan Obsesif-kompulsif mengunjungi beberapa dokter dan menghabiskan waktu
lebih dari 9 tahun untuk mencari pengobatan sebelum akhirnya didiagnosis dengan
benar. Pasien juga mungkin merasa malu untuk mengunjungi dokter, atau mungkin
tidak menyadari bahwa bantuan tersedia, sehingga jeda waktu dari onset gejala
menuju ke diagnosis yang benar adalah dapat mencapai 17 tahun.4

2.3 Etiologi
2.3.1 Faktor Biologis
Neurotransmiter. Banyak uji coba klinis yang telah dilakukan terhadap
berbagai obat yang mendukung hipotesis bahwa suatu disregulasi serotonin terlibat
dalam pembentukan gejala gangguan obsesi-kompulsi. Data menunjukkan bahwa
obat serotonergik lebih efektif dibandingkan obat yang mempengaruhi sistem
neurotransmiter lain. Tetapi keterlibatan serotonin di dalam penyebab gangguan
obsesif-kompulsif tidak jelas pada saat ini.4
Neuroimunologi. Terdapat hubungan positif antara infeksi streptokokkus
dengan gangguan obsesif kompulsif. Infeksi streptokokkus grup A beta hemolitik
dapat menyebabkan demam reumatik dan sekitar 10-30% pasien mengalami chorea
Sydenham dan menunjukkan gejala obsesif kompulsif. Awitan infeksi biasanya terjadi

7
pada usia sekitar 8 tahun untuk menimbulkan gejala sisa itu. Keadaan ini disebut
pediatric autoimmune neuropsychiatric disorder associated with streptococcal
infection (PANDAS).5 Beberapa penelitian melaporkan kejadian gangguan obsesif-
kompulsif dengan atau tanpa gejala tik pada anak dan dewasa muda mengikuti infeksi
streptokokkus grup A. Sedikit laporan yang menyampaikan bahwa virus herpes
simpleks menjadi penyebab timbulnya gangguan obsesif kompulsif.3
Penelitian pencitraan otak. Berbagai penelitian pencitraan otak fungsional,
sebagai contoh PET (positron emission tomography), telah menemukan peningkatan
aktifitas (sebagai contoh, metabolisme dan aliran darah) di lobus frontalis, ganglia
basalis (khususnya kaudata), dan singulum pada pasien dengan gangguan obsesif
kompulsif. Baik tomografi komputer (CT scan) dan pencitraan resonansi magnetik
(MRI) telah menemukan adanya penurunan ukuran kaudata secara bilateral pada
pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif. Baik penelitian pencitraan otak
fungsional maupun struktural konsisten dengan pengamatan bahwa prosedur
neurologis yang melibatkan singulum kadang-kadang efektif dalam pengobatan
pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif. Suatu penelitian MRI baru-baru ini
melaporkan peningkatan waktu relaksasi T1 di korteks frontalis.4
Genetika. Penelitian kesesuaiaan pada anak kembar untuk gangguan obsesif-
kompulsif telah secara konsisten menemukan adanya angka kesesuaian yang lebih
tinggi secara bermakna pada kembar monozigotik dibandingkan kembar dizigotik.
Penelitian keluarga pada pasien gangguan obsesif kompulsif telah menemukan bahwa
35 persen sanak saudara derajat pertama pasien gangguan obsesif-kompulsif juga
menderita gangguan.4
Data biologis lainnya. Penelitian elektrofisiologis, penelitian
elektroensefalogram (EEG) tidur, dan penelitian neuroendokrin telah menyumbang
data yang menyatakan adanya kesamaan antara gangguan depresif dan gangguan
obsesif-kompulsif. Suatu insidensi kelainan EEG nonspesifik yang lebih tinggi dari
biasanya telah ditemukan pada pasien gangguan obsesif-kompulsif. Penelitian EEG
tidur telah menemukan kelainan yang mirip dengan yang terlihat pada gangguan
depresif, seperti penurunan latensi REM (rapid eye movement). Penelitian
neuroendokrin juga telah menemukan beberapa kemiripan dengan gangguan depresif,

8
seperti nonsupresi pada dexamethasone-suppression test pada kira-kira sepertiga
pasien dan penurunan sekresi hormon pertumbuhan pada infus clonidine (catapres).4,7

2.3.2 Faktor Perilaku


Menurut ahli teori belajar, obsesi adalah stimuli yang dibiasakan. Stimulus
yang relatif netral menjadi disertai dengan ketakutan atau kecemasan melalui proses
pembiasaan responden dengan memasangkannya dengan peristiwa yang secara alami
adalah berbahaya atau menghasilkan kecemasan. Jadi, objek dan pikiran yang
sebelumnya netral menjadi stimuli yang terbiasakan yang mampu menimbulkan
kecemasan atau gangguan.4,7
Kompulsi dicapai dalam cara yang berbeda. Seseorang menemukan bahwa
tindakan tertentu menurunkan kecemasan yang berkaitan dengan pikiran obsesional.
Jadi, strategi menghindar yang aktif dalam bentuk perilaku kompulsif atau ritualistik
dikembangkan untuk mengendalikan kecemasan. Secara bertahap, karena manfaat
perilaku tersebut dalam menurunkan dorongan sekunder yang menyakitkan
(kecemasan), strategi menghindar menjadi terfiksasi sebagai pola perilaku kompulsif
yang dipelajari.4,7

2.3.3 Faktor Psikososial


Faktor kepribadian. Gangguan obsesif-kompulsif adalah berbeda dari
gangguan kepribadian obsesif-kompulsif. Sebagian besar pasien gangguan obsesif-
kompulsif tidak memiliki gejala kompulsif pramorbid. Dengan demikian, sifat
kepribadian tersebut tidak diperlukan atau tidak cukup untuk perkembangan
gangguan obsesif-kompulsif. Hanya kira-kira 15 sampai 35 persen pasien gangguan
obsesif-kompulsif memiliki sifat obsesional pramorbid.4
Faktor psikodinamika. Sigmund Freud menjelaskan tiga mekanisme
pertahanan psikologis utama yang menentukan bentuk dan kualitas gejala dan sifat
karakter obsesif-kompulsif; isolasi, meruntuhkan (undoing), dan pembentukan
reaksi.4,7
Isolasi. Isolasi adalah mekanisme pertahanan yang melindungi seseorang dari
afek dan impuls yang mencetuskan kecemasan. Jika terjadi isolasi, afek dan impuls
yang didapatkan darinya adalah dipisahkan dari komponen idesional dan dikeluarkan

9
dari kesadaran. Jika isolasi berhasil sepenuhnya, impuls dan afek yang terkait
seluruhnya terepresi, dan pasien secara sadar hanya menyadari gagasan yang tidak
memiliki afek yang berhubungan dengannya. 4
Undoing. Karena adanya ancaman terus-menerus bahwa impuls mungkin dapat
lolos dari mekanisme primer isolasi dan menjadi bebas, operasi pertahanan sekunder
diperlukan untuk melawan impuls dan menenangkan kecemasan yang mengancam
keluar ke kesadaran. Tindakan kompulsif menyumbangkan manifestasi permukaan
operasi defensif yang ditujukan untuk menurunkan kecemasan dan mengendalikan
impuls dasar yang belum diatasi secara memadai oleh isolasi. Operasi pertahanan
sekunder yang cukup penting adalah mekanisme meruntuhkan (undoing). Seperti
yang disebutkan sebelumnya, meruntuhkan adalah suatu tindakan kompulsif yang
dilakukan dalam usaha untuk mencegah atau meruntuhkan akibat yang secara
irasional akan dialami pasien akibat pikiran atau impuls obsesional yang
menakutkan.4
Pembentukan reaksi. Pembentukan reaksi melibatkan pola perilaku yang
bermanifestasi dan sikap yang secara sadar dialami yang jelas berlawanan dengan
impuls dasar. Seringkali, pola yang terlihat oleh pengamat adalah sangat dilebih-
lebihkan dan tidak sesuai.4
Faktor psikodinamik lainnya. Pada teori psikoanalitik klasik, gangguan
obsesif-kompulsif dinamakan neurosis obsesif-kompulsif dan merupakan suatu
regresi dari fase perkembangan oedipal ke fase psikoseksual anal. Jika pasien dengan
gangguan obsesif-kompulsif merasa terancam oleh kecemasan tentang pembalasan
dendam atau kehilangan objek cinta yang penting, mereka mundur dari fase oedipal
dan beregresi ke stadium emosional yang sangat ambivalen yang berhubungan
dengan fase anal. Adanya benci dan cinta secara bersama-sama kepada orang yang
sama menyebabkan pasien dilumpuhkan oleh keragu-raguan dan kebimbangan. Suatu
ciri yang melekat pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah derajat
dimana mereka terpaku dengan agresi atau kebersihan, baik secara jelas dalam isi
gejala mereka atau dalam hubungan yang terletak di belakangnya. Dengan demikian,
psikogenesis gangguan obsesif-kompulsif, mungkin terletak pada gangguan dan
perkembangan pertumbuhan normal yang berhubungan dengan fase perkembangan
anal-sadistik.4

10
Ambivalensi. Ambivalensi adalah akibat langsung dari perubahan dalam
karakteristik kehidupan impuls. Hal ini adalah ciri yang penting pada anak normal
selama fase perkembangan anal-sadistik; yaitu anak merasakan cinta dan kebencian
kepada suatu objek. Konflik emosi yang berlawanan tersebut mungkin ditemukan
pada pola perilaku melakukan-tidak melakukan pada seorang pasien dan keragu-
raguan yang melumpuhkan dalam berhadapan dengan pilihan.7
Pikiran magis. Pikiran magis adalah regresi yang mengungkapkan cara
pikiran awal, ketimbang impuls; yaitu fungsi ego, dan juga fungsi id, dipengaruhi
oleh regresi. Yang melekat pada pikiran magis adalah pikiran kemahakuasaan. Orang
merasa bahwa mereka dapat menyebabkan peristiwa di dunia luar terjadi tanpa
tindakan fisik yang menyebabkannya, semata-mata hanya dengan berpikir tentang
peristiwa tersebut. Perasaan tersebut menyebabkan memiliki suatu pikiran agresif
akan menakutkan bagi pasien gangguan obsesif-kompulsif.4

2.4 Gambaran Klinis


a. Gejala
Obsesi yang umum bisa berupa kegelisahan mengenai pencemaran, keraguan,
kehilangan dan penyerangan. Penderita merasa terdorong untuk melakukan ritual,
yaitu tindakan berulang, dengan maksud tertentu dan disengaja. Sebagian besar ritual
bisa dilihat langsung, seperti mencuci tangan berulang-ulang atau memeriksa pintu
berulang-ulang untuk memastikan bahwa pintu sudah dikunci. Ritual lainnya
merupakan kegiatan batin, misalnya menghitung atau membuat pernyataan berulang
untuk menghilangkan bahaya.
Penderita bisa terobsesi oleh segala hal dan ritual yang dilakukan tidak selalu
secara logis berhubungan dengan rasa tidak nyaman yang akan berkurang jika
penderita menjalankan ritual tersebut. Penderita yang merasa khawatir tentang
pencemaran, rasa tidak nyamannya akan berkurang jika dia memasukkan tangannya
ke dalam saku celananya. Karena itu setiap obsesi tentang pencemaran timbul, maka
dia akan berulang-ulang memasukkan tangannya ke dalam saku celananya.

Sebagian besar penderita menyadari bahwa obsesinya tidak mencerminkan


resiko yang nyata. Mereka menyadari bahwa perilaku fisik dan mentalnya terlalu

11
berlebihan bahkan cenderung aneh. Penyakit obsesif-kompulsif berbeda dengan
penyakit psikosa, karena pada psikosa penderitanya kehilangan kontak dengan
kenyataan. Penderita merasa takut dipermalukan sehingga mereka melakukan
ritualnya secara sembunyi-sembunyi. Sekitar sepertiga penderita mengalami depresi
ketika penyakitnya terdiagnosis.
Berbagai perilaku gangguan yang sering terjadi yaitu, membersihkan atau
mencuci tangan, memeriksa atau mengecek, menyusun, mengkoleksi atau menimbun
barang, menghitung atau mengulang pikiran yang selalu muncul (obsesif), takut
terkontaminasi penyakit/kuman, takut membahayakan orang lain, takut salah, takut
dianggap tidak sopan, perlu ketepatan atau simetri, bingung atau keraguan yang
berlebihan, mengulang berhitung berkali-kali (cemas akan kesalahan pada urutan
bilangan).
Individu yang mengalami gangguan obsesif-kompulsif kadang memilki
pikiran intrusif tanpa tindakan repetatif yang jelas akan tetapi sebagian besar
penderita menunjukkan perilaku kompulsif sebagai bentuk lanjutan dari pikiran-
pikiran negatif sebelumnya yang muncul secara berulang, seperti ketakutan terinfeksi
kuman, penderita gangguan obsesif-kompulsif sering mencuci tangan (washer) dan
perilaku umum lainnya seperti diatas.

b. Ciri-Ciri Obsesif Kompulsif


Simptom dari Obsesif-Kompulsif ditandai dengan pengulangan (repetatif)
pikiran dan tindakan sedikitnya 4 kali untuk satu kompulsi dalam sehari dan
berlangsung selama 1 sampai 2 minggu selanjutnya. Gejala utama obsesi-kompulsif
harus memenuhi criteria sebagai berikut:
1. Perilaku dan pikiran yang muncul tersebut disadari sepenuhnya oleh individu
atau didasarkan pada impuls dalam dirinya sendiri. Individu juga menyadari
bahwa perilakunya itu tidak rasional, namun tetap dilakukan untuk
mengurangi kecemasan.
2. Beberapa perilaku yang muncul disadari oleh individu dan berusaha melawan
kebiasaan dan pikiran-pikiran rasa cemas tersebut sekuat tenaga, namun tidak
berhasil.

12
3. Pikiran dan tindakan tersebut tidak memberikan perasaan lega, rasa puas atau
kesenangan, melainkan disebabkan oleh rasa khawatir secara berlebihan dan
mengurangi stres yang dirasakannya.
4. Obsesi (pikiran) dan kompulsi (perilaku) sifatnya berulang-ulang secara terus-
menerus dalam beberapa kali setiap harinya.
5. Obsesi dan kompulsi menyebabkan terjadinya tekanan dalam diri penderita
dan menghabiskan waktu (lebih dari satu jam sehari) atau secara signifikan
mengganggu fungsi normal seseorang, atau kegiatan social atau suatu
hubungan dengan orang lain.
6. Penderita merasa terdorong untuk melakukan ritual, yaitu tindakan berulang
seperti mencuci tangan dan melakukan pengecekan dengan maksud tertentu.

2.5 Diagnosis
Kriteria diagnostik untuk gangguan obsesif-kompulsif menurut DSM IV:
Salah satu obsesi atau kompulsif
Obsesi seperti yang didefinisikan sebagai berikut:
Pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan yang rekuren dan persisten yang
dialami, pada suatu saat dimana selama gangguan, sebagai intrusif dan tidak
sesuai, dan menyebabkan kecemasan dan penderitaan yang jelas.
Pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan tidak semata-mata kekhawatiran
yang berlebihan tentang masalah kehidupan yang nyata.
Orang berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, impuls, atau
bayangan-bayangan tersebut untuk mentralkannya dengan pikiran atau
tindakan lain.
Orang menyadari bahwa pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan obsesional
adalah keluar dari pikirannya sendiri( tidak disebabkan dari luar seperti
penyisipan pikiran).
Kompulsif seperti yang didefinisikan sebagai berikut:
Perilaku (misalnya, mencuci tangan, mengurutkan, memeriksa) atau tindakan
mental (misalnya berdoa, menghitung, mengulangi kata-kata dalam hati) yang
berulang yang dirasakannya mendorong untuk melakukannya sebagai respon

13
terhadap suatu obsesi, atau menurut dengan aturan yang harus dipatuhi secara
kaku.
Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau menurunkan
penderitaan atau mencegah suatu kejadian atau situasi yang menakutkan,
tetapi perilaku atau tindakan mental tersebut tidak dihubungkan dengan cara
yang realistik dengan apa mereka dianggap untuk menetralkan atau mencegah,
atau jelas berlebihan.
Pada suatu waktu selama perjalanan gangguan, orang telah menyadari bahwa
obsesi atau kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan. Catatan: ini tidak
berlaku bagi anak-anak
Obsesi atau kompulsi menyebabkan penderitaan yang jelas, menghabiskan waktu
(menghabiskan lebih dari satu jam sehari), atau secara bermakna mengganggu
rutinitas normal orang, fungsi pekerjaan (atau akademik), atau aktifitas atau
hubungan sosial yang biasanya.
Jika terdapat gangguan aksis I lainnya, isi obsesi atau kompulsi tidak terbatas
padanya (misalnya preokupasi dengan makanan jika terdapat gangguan makan,
menarik rambut jika terdapat trikotilomania, permasalahan pada penampilan jika
terdapat gangguan dismorfik tubuh, preokupasi dengan obat jika terdapat suatu
gangguan penggunaan zat, preokupasi dengan menderita suatu penyakit serius
jika terdapat hipokondriasis, preokupasi dengan dorongan atau fanatasi seksual
jika terdapat parafilia, atau perenungan bersalah jika terdapat gangguan depresif
berat).
Tidak disebabkan oleh efek langsung suatu zat (misalnya obat yang
disalahgunakan, medikasi) atau kondisi medis umum.

Sebutkan jika: Dengan tilikan buruk:jika selama sebagian besar waktu selama
episode terakhir, orang tidak menyadari bahwa obsesi dan kompulsi adalah
berlebihan atau tidak beralasan.7

Kriteria diagnostik untuk gangguan obsesif-kompulsif menurut DSM V:


Harus memiliki obsesi dan konpulsif.

14
Obsesi dan konpulsif harus secara signifikan mempengaruhi kehidupan sehari-
hari.
Mungkin atau mungkin tidak menyadari bahwa obsesi dan konpulsif berlebihan
atau tidak masuk akal.
Obsesi harus memenuhi kriteria khusus:
Gagal, dorongan, atau gambar yang mengganggu, berulang, dan terus-
menerus yang menyebabkan kesusahan.
Pikiran tidak hanya terlalu fokus pada masalah nyata dalam hidup.
Tidak berhasil mencoba untuk menekan atau mengabaikan pikiran, dorongan,
atau gambar yang mengganggu.
Mungkin atau mungkin tidak tahu bahwa pikiranhanya menghasilkan
pemikiran ini dan bahwa mereka tidak menimbulkan ancaman yang
sebenarnya.
Kompulsif harus memenuhi kriteria khusus:
Perilaku ritualistik berlebihan dan berulang yang penderita rasa harus
dilakukan, atau sesuatu yang buruk akan terjadi. Contohnya termasuk mencuci
tangan, menghitung, ritual mental diam, memeriksa kunci pintu, dll.
Perlakuan ritualistik memakan waktu paling sedikit satu jam atau lebih per
hari.
Penderitamelakukan ritual fisik atau tindakan mental ini untuk mengurangi
kecemasan parah yang disebabkan oleh pikiran obsesif.

Pedoman diagnosis menurut PPDGJ III:



Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau tindakan
kompulsif, atau kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya
dua minggu berturut-turut.

Hal tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau mengganggu
aktivitas penderita.

Gejala-gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut:
Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri.

15
Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan,
meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita.
Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut di atas bukan merupakan hal
yang memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari
ketegangan atau anxietas, tidak dianggap sebagai kesenangan seperti
dimaksud di atas.
Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan
pengulangan yang tidak menyenangkan (unpleasantly repetitive)

Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif, dengan depresi.
penderita gangguan obsesif kompulsif seringkali juga menunjukkan gejala
depresif, dan sebaliknya penderita gangguan depresi berulang dapat
menunjukkan pikiran-pikiran obsesif selama episode depresifnya.
Dalam berbagai situasi dari kedua hal tersebut, meningkat atau menurunnya
gejala depresif umumnya dibarengi secara paralel dengan perubahan gejala
obsesif. Bila terjadi episode akut dari gangguan tersebut, maka diagnosis
diutamakan dari gejala-gejala yang timbul lebih dahulu.
Diagnosis gangguan obsesif kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada
gangguan depresif pada saat gejalobsesif kompulsif tersebut timbul. Bila dari
keduanya tidak adayang menonjol, maka baik menganggap depresi sebagai
diagnosis yang primer. Pada gangguan menahun, maka prioritas diberikan
pada gejala yang paling bertahan saat gejala yang lain menghilang.

Gejala obsesif sekunder yang terjadi pada gangguan skizofrenia, sindrom
Tourette, atau gangguan mental organk, harus dianggap sebagai bagian dari
kondisi tersebut.

F42.0 Predominan Pikiran Obsesif atau Pengulangan


Pedoman Diagnostik

Keadaan ini dapat berupa gagasan, bayangan pikiran, atau impuls ( dorongan
perbuatan), yang sifatnya mengganggu (ego alien)

Meskipun isi pikiran tersebut berbeda-beda, umumnya hampir selalu
menyebabkan penderitaan (distress) 2

16
F42.1 Predominan Tindakan Kompulsif ( obsesional ritual)
Pedoman Diagnostik

Umumnya tindakan kompulsif berkaitan dengan kebersihan (khususnya
mencuci tangan), memeriksa berulang untuk meyakinkan bahwa suatu situasi
yang dianggap berpotensi bahaya terjadi, atau masalah kerapian dan
keteraturan.
Hal tersebut dilatarbelakangi perasaan takut terhadap bahaya yang
mengancam dirinya atau bersumber dari dirinya, dan tindakan ritual tersebut
merupakan ikhtiar simbolik dan tidak efektif untuk menghindari bahaya
tersebut.

Tindakan ritual kompulsif tersebut menyita banyak waktu sampai beberapa
jam dalam sehari dan kadang-kadang berkaitan dengan ketidakmampuan
mengambil keputusan dan kelambanan. 2

F42.2 Campuran Pikiran dan Tindakan Obsesif


Pedoman Diagnostik

Kebanyakn dari penderita obsesif kompulsif memperlihatkan pikiran obsesif
serta tindakan kompulsif. Diagnosis ini digunakan bialmana kedua hal
tersebut sama-sama menonjol, yang umumnya memang demikian.

Apabila salah satu memang jelas lebih dominan,sebaiknya dinyatakan dalam
diagnosis F42.0 atau F42.1. hal ini berkaitan dengan respon yang berbeda
terhadap pengobatan. Tindakan kompulsif lebih respondif terhadap terapi
perilaku.8

F42.8 Gangguan Obsesif Kompulsif Lainnya


F42.9 Gangguan Obsesif Kompulsif YTT
Pemeriksaan Status Mental
Pada pemeriksaan status mental, pasien dengan OCD juga dapat
menunjukkan gejala gangguan depresif. Gejala seperti itu terdapat pada sekitar 50

17
persen pasien. Sejumlah pasien OCD memiliki ciri khas yang mengesankan
gangguan kepribadian obsesif kompulsif tetapi sebagian besar tidak. Pasien
dengan OCD terutama laki-laki, memiliki angka membujang yang lebih tinggi dari
rata-rata. Pasien yang menikah memiliki jumlah perpecahan perkawinan yang
lebih besar dari biasa.

2.7. Diagnosis Banding


2.7.1 Keadaan Medis
Persyaratan diagnosis DSM-IV TR pada distress pribadi dan gangguan
fungsional membedakan OCD dengan pikiran dan kebiasaan yang sedikit berlebihan
atau biasa. Gangguan neurologis utama untuk dipertimbangkan dalam diagnosis
banding adalah gangguan tourette, gangguan tic lainnya, epilepsy lobus temporalis,
dan kadang-kadang trauma serta komplikasi pasca ensefalitis.

2.7.2 Gangguan Tourette


Gejala khas gangguan tourette adalah tik motorik dan vocal yang sering
terjadi bahkan setiap hari. Gangguan tourette dan OCD memiliki awitan dan gejala
yang serupa. Sekitar 90 persen orang dengan gangguan tourette memiliki gejala
kompulsif dan sebanyak dua pertiga memenuhi criteria diagnostic OCD.

2.7.3 KeadaanPsikiatri Lain


Pertimbangan psikiatri utama di dalam diagnosis banding OCD adalah
skizofrenia, gangguan kepribadian obsesif kompulsif, fobia dan gangguan depresif.
OCD biasanya dapat dibedakan dengan skizofrenia yaitu tidak ada gejala skizofrenik
lain, sifat gejala yang kurang bizar, dan tilikan pasien terhadap gangguannya.
Gangguan kepribadian obsesif kompulsif tidak memiliki derajat hendaya fungsional
yang terkait OCD. Fobia dibedakan yaitu tidak adanya hubungan antara pikiran
obsesif dan kompulsi. Gangguan depresi berat kadang-kadang dapat disertai gagasan
obsesif tetapi pasien yang hanya dengan OCD yang gagal memenuhi kriteria
diagnostik gangguan depresif berat.

18
Keadaan psikiatri lain yang dapat terkait erat dengan OCD adalah
Hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan mungkin gangguan pengendalian
impuls lain, seperti kleptomania dan judi patologis. Pada semua gangguan ini, pasien
memiliki pikiran berulang (contohnya kepedulian akan tubuh) atau perilaku berulang
(contohnya mencuri). Sejumlah kelompok riset meneliti gangguan ini dan gangguan
lain seperti perilaku seksual kompulsif, hubungannya dengan OCD, dan responnya
terhadap berbagai terapi.

2. 8. Terapi
Dengan mengumpulkan bukti-bukti bahwa gangguan obsesif kompulsif adalah
sangat ditentukan oleh faktor biologis, teori psikoanalitik klasik telah ditinggalkan.
Selain itu karena gejala obsesif kompulsif tampaknya sangat tahan terhadap
psikoterapi psikodinamika dan psikoanalisis, terapi farmakologis dan perilaku
menjadi sering. Tetapi faktor psikodinamika mungkin cukup bermanfaat dalam
mengerti apa yang mencetuskan eksaserbasi gejala dan dalam mengobati berbagai
bentuk penolakan pengobatan, seperti ketidakpatuhan terhadap pengobatan.9
Banyak pasien gangguan obsesif-kompulsif secara terus menerus menolak
usaha pengobatan. Mereka menolak menggunakan medikasi dan menolak melakukan
tugas pekerjaan rumah dan aktifitas yang dianjurkan lainnya yang diberikan oleh ahli
terapi perilaku. Gejala obsesif-kompulsif sendiri, tidak peduli bagaimana beratnya
didasarkan secara biologis, mungkin memiliki arti psikologis penting yang
menyebabkan pasien enggan mengungkapkannya. Suatu penggalian psikodinamika
terhadap penolakan pasien terhadap pengobatan dapat menyebabkan peningkatan
kepatuhan.
Penelitian yang terkendali baik telah menemukan bahwa farmakoterapi atau
terapi perilaku atau kombinasinya efektif secara bermakna dalam menurunkan gejala
pasien gangguan obsesif kompulsif. Keputusan tentang terapi mana yang aka
digunakan berdasarkan pada pertimbangan dan pengalaman klinisi dan penerimaan
pasien terhadap berbagai modalitas.

2.8.1 Farmakoterapi

19
Kemajuan farmakoterapi dalam gangguan obsesif-kompulsif telah dibuktikan
dalam banyak uji klinis. Manfaat tersebut ditingkatka oleh pengamatan bahwa
penelitian menemukan angka respon plasebo adalah kira-kira lima persen. Persentase
tersebut rendah dibandingkan angka respon plasebo 30 sampai 40 persen yang sering
ditemukan pada penelitian obat antidepresan dan ansiolitik.
Data yang tersedia menyatakan bahwa semua obat yang digunakan untuk
mengobati gangguan depresif atau gangguan mental lain, dapat digunakan dalam
rentang dosis yang biasanya. Efek awal biasanya terlihat setelah empat sampai enam
minggu pengobatan, walaupun biasanya diperlukan waktu delapan sampai enam belas
minggu untuk mendapatkan manfaat terapeutik yang maksimum. Walaupun
pengobatan dengan obat antidepresan masih kontroversial, sebagian pasien dengan
gangguan obsesif-kompulsif yang berespon terhadap pengobatan dengan antidepresan
tampaknya mengalami relaps jika terapi obat dihentikan. Pengobatan standar adalah
memulai dengan obat spesifik-serotonin, contohnya clomipramine (Anafranil) atau
inhibitor ambilan kembali spesifik serotonin (SSRI-serotonin specific reuptake
inhibitor), seperti Fluoxetine (Prozac).7
a. Clomipramine
Obat standar untuk pengobatan gangguan obsesif kompulsif adalah
clomipramine, suatu obat tetrasiklik spesifik serotonin yangjuga digunakan
untuk pengobatan gangguan depresif. Kemajuan clomipramine dalam
mengobati gangguan obsesif kompulsif didukung oleh banya uji coba klinis.
Clomipramine biasanya dimulaidengan dosis 25 sampai 50 mg sebelum tidur
dan dapat ditingkatkan dengan peningkatan 25 mg sehari setiap dua sampai
tiga hari, sampai dosis maksimum 250 mg sehari atau tampak efek samping
yang membatasi dosis. Karena Clopramine adalah suatu obat trisiklik, obat ini
disertai dengan efek samping berupa sedasi, hipotensi, disfungsi seksual dan
efek samping antikolinergik, seperti mulut kering. 4

b.Serotonin-spesific reuptake inhibitor (SSRI)


SSRI yang sekarang tersedia di Amerika Serikat adalah fluoxetine,
sertraline (Zoloft), dan paroxetine (Paxil). Beberapa uji coba klinis telah
menunjukkan manfaat fluoxetine dan sertraline dalam gangguan obsesif-

20
kompulsif, dan paroxetin mungkin juga efektif. Fluvoxamine, SSRI yang lain
masih belum tersedia di Amerika Serikat tetapi telah terbukti efektif dalam
mengobati gangguan obsesif kompulsif.
Penelitian tentang Fluoxetine dalam gangguan obsesif-kompulsif
menggunakan dosis sampai 80 mg setiap hari untuk mencapai manfaat
terapeutik. Walaupun SSRI mempunyai efek seperti overstimulasi, kegelisahan,
nyeri kepala, insomnia, mual, dan efek samping gastrointestinal, SSRI dapat
ditoleransi dengan lebih baik daripada obat trisiklik. Dengan demikian, kadang-
kadang SSRI digunakan sebagai obat lini pertama dalam pengobatan gangguan
obsesif kompulsif. 4
Jika terapi dengan clomipramine atau SSRI tidak berhasil, banyak terapis
memperkuat obat pertama dengan penambahan valproat (Depakene), litium
(Eskalith), atau karbamazepin (Tegretol). Obat lain yang dapat dicoba dalam
terapi OCD adalah venlafaksin (Effexor), pindolol (Visken), dan MAOI,
khususnya fenelzin (Nardil). Agen farmakologis lain untuk terapi pasien yang
tidak responsif mencakup buspiron (BuSpar), 5-hidroksitriptamin (5-HT), L-
triftofan, dan klonazepam (Klonopin). Agen antipsikotik dapat membantu
ketika juga terdapat gangguan tic atau sindrom Tourette.4

2.8.2 Terapi perilaku


Walaupun beberapa perbandingan telah dilakukan, terapi perilaku sama
efektifnya dengan farmakoterapi pada gangguan obsesif-kompulsif. Dengan
demikian, banyak klinisi mempertimbangkan terapi perilaku sebagai terapi terpilih
untuk gangguan obsesif-kompulsif. Terapi perilaku dapat dilakukan pada situasi rawat
inap maupun rawat jalan. Pendekatan perilaku utama pada gangguan obsesif-
kompulsif adalah pemaparan dan pencegahan respon. Desensitisasi, menghentikan
pikiran, pembanjiran, terapi implosi, dan pembiasaan tegas juga telah digunakan pada
pasien gangguan obsesif kompulsif. Dalam terapi perilaku pasien harus benar-benar
menjalankannya untuk mendapatkan perbaikan.4
Terapi tingkah laku ini dimulai dengan pasien membuat daftar tentang
obsesinyakemudian diatur sesuai hierarki mulai dari yang kurang membuat cemas
sampai yangpaling membuat cemas. Dengan melakukan paparan berulang terhadap

21
stimulusdiharapkan akan menghasilkan kecemasan yang minimal karena adanya
habituasi.9

2.8.3 Psikoterapi
Psikoterapi suportif jelas memiliki bagiannya, khususnya untuk pasien
gangguan obsesif-kompulsif, walaupun gejalanya memiliki berbagai derajat
keparahan, adalah mampu untuk bekerja dan membuat penyesuaian sosial. Dengan
kontak yang kontinu dan teratur dengan tenaga yang profesional, simpatik, dan
mendorong, pasien mungkin mampu untuk berfungsi berdasarkan bantuan tersebut,
tanpa hal tersebut gejalanya akan menyebabkna gangguan. Kadang-kadang jika ritual
dan kecemasan obsesional mencapai intensitas yang tidak dapat ditoleraansi, perlu
untuk merawat pasien di rumah sakit sampai tempat penampungan institusi dan
menghilangkan stres lingkungan eksternal menurunkan gejala sampai tingkat yang
dapat ditoleransi.4
Anggota keluarga pasien seringkali menjadi putus asa karena perilaku pasien.
Tiap usaha psikoterapik harus termasuk perhatian pada anggota keluarga melalui
dukungan emosional, penentraman, penjelasan dan nasihat tentang bagaimana
menangani dan berespons terhadap pasien.4,7

2.8.4 Terapi lain


Terapi keluarga seringkali berguna dalam mendukung keluarga, membantu
menurunkan percekcokan perkawinan yang disebabkan gangguan, dan membangun
ikatan terapi dengan anggota keluarga untuk kebaikan pasien. Terapi kelompok
berguna sebagai sistem pendukung bagi beberapa pasien. Untuk pasien yang sangat
kebal terhadap pengobatan, terapi elektrokonvulsif (ECT) dan bedah psiko
(psychosurgery) harus dipertimbangkan. ECT tidak seefektif bedah psiko tetapi
kemungkinan harus dicoba sebelum pembedahan. Prosedur bedah psiko yang paling
sering dilakukan untuk gangguan obsesif kompulsif adalah singulotomi, yang berhasil
dalam mengobati 25 sampai 30 persen pasien yang tidak responsif terhadap
pengobatan lain. Komplikasi yang paling sering dari bedah psiko adalah

22
perkembangan kejang, yang hampir selalu dikendalikan dengan pengobatan
Phenytoin (Dilantin). Beberapa pasien yang tidak respon dengan bedah psiko saja dan
dengan farmakoterapi atau terapi perilaku sebelum operasi menjadi respon terhadap
farmakoterapi atau terapi perilaku setelah bedah psiko.7,4,9

2.9. Perjalanan Penyakit dan Prognosis


Lebih dari setengah pasien dengan gangguan obsesif kompulsif memiliki
onset gejala yang tiba-tiba. Kira-kira 50 sampai 70 persen pasien memiliki onset
gejala setelah suatu peristiwa yang menyebabkan stres, seperti kehamilan, masalah
seksual, dan kematian seorang sanak saudara. Karena banyak pasien tetap
merahasiakan gejalanya, mereka seringkali terlambat 5 sampai 10 tahun sebelum
pasien datang ke psikiater, walaupun keterlambatan tersebut kemungkinan
dipersingkat dengan meningkatkan kesadaran akan gangguan tersebut diantara orang
awam dan profesional. Perjalanan penyakit biasanya lama tetapi bervariasi. Beberapa
pasien mengalami penyakit yang berfluktuasi, dan pasien lain mengalami penyakit
yang konstan. 4,7
Kira-kira 20 sampai 30 persen pasien dengan gangguan obsesif kompulsif
memiliki gangguan depresif berat, dan bunuh diri adalah risiko bagi semua pasien
dengan gangguan obsesif kompulsif. Suatu prognosis buruk dinyatakan oleh
mengalah (bukannya menahan) pada kompulsi, onset pada masa anak-anak, kompulsi
yang aneh (bizzare), perlu perawatan di rumah sakit, gangguan depresif berat yang
menyertai, kepercayaan waham, adanya gagasan yang terlalu dipegang (overvalued)-
yaitu penerimaan obsesi dan kompulsi, dan adanya gangguan kepribadian (terutama
gangguan kepribadian skizotipal). Prognosis yang baik ditandai oleh penyesuaian
sosial dan pekerjaan yang baik, adanya peristiwa pencetus, dan suatu sifat gejala yang
episodik. Isi obsesional tampaknya tidak berhubungan dengan prognosis. 4

23
BAB III
KESIMPULAN

Suatu obsesi adalah pikiran, perasaan, ide, atau sensasi yang mengganggu
(intrusif). Suatu kompulsi adalah pikiran atau perilaku yang disadari, dibakukan dan
rekuren, seperti menghitung, memeriksa atau menghindari. Gangguan Obsesif-
kompulsif (Obsessive Compulsive Disorder/OCD) adalah gangguan kecemasan yang
ditandai oleh pikiran-pikiran obsesif yang persisten dan disertai tindakan kompulsif.
Prevalensi seumur hidup gangguan Obsesif-kompulsif berada pada kisaran
1,7-4% dan menempati peringkat keempat gangguan jiwa terbanyak setelah fobia,
gangguan penggunaan narkoba dan gangguan depresif mayor.
Obsesi yang umum bisa berupa kegelisahan mengenai pencemaran, keraguan,
kehilangan dan penyerangan. Penderita merasa terdorong untuk melakukan ritual,
yaitu tindakan berulang, dengan maksud tertentu dan disengaja. Sebagian besar ritual
bisa dilihat langsung, seperti mencuci tangan berulang-ulang atau memeriksa pintu
berulang-ulang untuk memastikan bahwa pintu sudah dikunci. Ritual lainnya
merupakan kegiatan batin, misalnya menghitung atau membuat pernyataan berulang
untuk menghilangkan bahaya.
Persyaratan diagnosis DSM-IV TR pada distress pribadi dan gangguan
fungsional membedakan OCD dengan pikiran dan kebiasaan yang sedikit berlebihan
atau biasa. Gangguan neurologis utama untuk dipertimbangkan dalam diagnosis
banding adalah gangguan tourette, gangguan tic lainnya, epilepsy lobus temporalis,
dan kadang-kadang trauma serta komplikasi pasca ensefalitis.
Penelitian yang terkendali baik telah menemukan bahwa farmakoterapi atau
terapi perilaku atau kombinasinya efektif secara bermakna dalam menurunkan gejala
pasien gangguan obsesif kompulsif. Keputusan tentang terapi mana yang aka
digunakan berdasarkan pada pertimbangan dan pengalaman klinisi dan penerimaan
pasien terhadap berbagai modalitas.
Suatu prognosis buruk dinyatakan oleh mengalah (bukannya menahan) pada
kompulsi, onset pada masa anak-anak, kompulsi yang aneh (bizzare), perlu perawatan
di rumah sakit, gangguan depresif berat yang menyertai, kepercayaan waham, adanya
gagasan yang terlalu dipegang (overvalued)-yaitu penerimaan obsesi dan kompulsi,

24
dan adanya gangguan kepribadian (terutama gangguan kepribadian skizotipal).
Prognosis yang baik ditandai oleh penyesuaian sosial dan pekerjaan yang baik,
adanya peristiwa pencetus, dan suatu sifat gejala yang episodik. Isi obsesional
tampaknya tidak berhubungan dengan prognosis.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Ko Soo Meng. Obsessive Compulsive Disorder. 2006. Available from:


www.med.nus.edu.sg/pcm/book/14.pdf.
2. Maramis WF. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University
Press.2009.h 312-313
3. Grebeerg, WM. Obsessive Compulsive Disorder. [ updated 2011 December
29; cited 2012 July 29]. Available from : http://emedicine.medscape.com/
article/1934139-overview
4. Kaplan, H.l dan Saddock B.J. 1993. Comprehensive Textbook of Psychiatry
vol.2 6th edition. USA: Williams and Wilikins Baltimore.
5. Kaplan IH, Sadock BJ, Greb JA. Gangguan Obsesif Kompulsif. Dalam Made
Wiguna. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Jilid
Dua. Binarupa Aksara Publisher: Tanggerang. 2010. 56-68.
6. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri Ilmu
Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. 2rd rev. ed. Kusuma M, translator.
Jakarta: Erlangga; 2010, 56-67 p.
7. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, 4th ed. DSM-IV
Washington DC: American Psychiatry Association, 1994.
8. Maslim, R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ III. Jakarta. 2003
9. Khouzan HR. Obsessive compulsive disordes : what to do if you recognize
baffling behaviour. Postgard Med 1999; 106(7): 133-41.

26

Anda mungkin juga menyukai