Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

F12. GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU


AKIBAT PENGGUNAAN KANABINOIDA

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas akhir Kepaniteraan Klinik Madya di
Rumah Sakit Jiwa Daerah Abepura

Disusun oleh :
Janet Riani Himber (0120840138)

Pembimbing :
dr. Manoe Bernd Paul, Sp. KJ. M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
SMF PSIKIATRI
RUMAH SAKIT JIWA DAERAH ABEPURA
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Telah disetujui dan diterima serta dipresentasikan dihadapan pembimbing,


Referat yang berjudul “F12.Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan
Kanabinoida” sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian akhir Kepaniteraan
Klinik Madya pada SMF Psikiatri di Rumah Sakit Jiwa Daerah Abepura yang
dilaksanakan pada:

Hari :
Tanggal :
Tempat :

Menyetujui,
Dosen Penguji/ Pembimbing
Fakultas Kodekteran Universitas Cenderawasih

dr. Manoe Bernd Paul, Sp. KJ. M.Kes

2
EVALUASI REFERAT
KEPANITERAAN KLINIK PSIKIATRI
FK UNCEN – RSJD ABEPURA

No PENILAIAN NILAI KETERANGAN


1 Presentasi
1. Penyajian Presentasi
2. Penguasaan Materi
3. Slide Presentasi
2 Makalah
4. Susunan makalah
5. Isi makalah
6. Isi pembahasan kasus
3 Diskusi
7. Penguasaan materi kasus
8. Penguasaan materi di luar kasus
9. Peran aktif peserta lain
Peran aktif peserta diskusi
1. Nama :
Pertanyaan :
2. Nama :
Pertanyaan :
3. Nama :
Pertanyaan :
4 Ketrampilan Klinik
1. Teori Dasar :
2. Kemampuan/Skill :
5 Sikap
1. Kemampuan menimba ilmu/ Inisiatif
2. Disiplin Kerja
3. Kecermatan/Ketelitian Kerja
4. Kemampuan Belajar
Komentar :

Menyetujui,
Dosen Penguji/ Pembimbing

dr. Manoe Bernd Paul, Sp. KJ. M.Kes

3
BAB I PENDAHULUAN

Ketergantungan dan penyalahgunaan zat bukan masalah baru di Indonesia.


Dewasa ini, diperkirakan di Indonesia terdapat peningkatan jumlah penyalahguna
Napza dari tahun ke tahun. Napza yaitu singkatan dari narkotik, psikotropik, dan
zat adiktif lain. Sebutan yang mirip di masyarakat adalah “narkoba” yang
merupakan akronim dari narkotik, psikotropika dan bahan-bahan (atau obat-
obatan, zat adiktif lain) berbahaya. Napza ada yang semata-mata berasal dari
tumbuh-tumbuhan (natural, alami) seperti ganja, ada yang sintetis (shabu) dan ada
pula yang semi- sintetis (putauw). Napza didefinisikan sebagai setiap bahan kimia
atau zat yang bila masuk ke dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi tubuh secara
fisik dan psikologis.1

Di Indonesia, terdapat antara 2-3 juta orang yang pernah mengisap ganja. Di
Amerika Serikat 5 juta orang pernah menggunakan ganja sepekan sekali.
Pengguna pemula ganja, terutama di kalangan anak usia muda, meningkat tajam
selama 4-5 tahun terakhir, karena ganja mudah diperoleh dimana-mana (produk
lokal).1

Dari hasil penelitian dikemukakan bahwa pengguna Napza yang mengalami


gangguan jiwa masih sangat tinggi dibandingkan dengan pengguna Napza yang
tidak mengalami gangguan jiwa hal ini dikarenakan mengkonsumsi Napza dapat
menimbulkan kecanduan sehingga para pengguna akan mengkonsumsinya secara
terus-menerus akan mempengaruhi susunan saraf pusat sehingga menimbulkan
gangguan jiwa pada pengguna Napza.2

Penyalahgunaan narkotika adalah masalah perilaku sosial sehingga perlu


pemberian informasi atau pengetahuan yang harus didukung upaya pendidikan
kepada anak-anak sejak usia dini sehingga dapat mengubah perilaku dan pola
pikir anak, selain membimbing anak agar tumbuh menjadi lebih dewasa.3

4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Profil Kanabis

Kanabis adalah nama singkat untu tanaman rami Cannabis sativa. Semua
bagian dari tanaman mengandung kanabinoid psikoaktif, dimana Δ-9
tetrahydrocannabinol (Δ-9-THC) adalah yang paling banyak. Tanaman kanabis
biasanya dipotong, dikeringkan, dipotong kecil-kecil, selanjutnya digulung
menjadi rokok. (biasanya disebut “joints”), yang selanjutnya diisap seperti rokok.

Nama yang umum untuk kanabis adalah mariyuana, grass, pot weed, tea dan
Mary Jane. Nama lain untuk kanabis yang menggambarkan tipe kanabis dalam
berbagai kekuatan, adalah hemp, chasra, bhang, ganja, dagga dan sinsemilla.
Bentuk kanabis yang paling poten berasal dari ujung tanaman yang berbunga atau
dari eksudat resin yang dikeringkan dan berwarna cokelat-hitam yang berasal dari
daun, yang disebut sebagai hashish atau hash.

Efek euforia dari kanabis telah dikenali selama beribu-ribu tahun. Efek
medis yang potensial dari kanabis sebagai analgesik, antikonvulsan, dan hipnotis
telah dikenali pada abad ke-19 dan ke-20. Belakangan ini, kanabis dan komponen
aktifnya yang utama Δ-9-THC, telah berhasil digunakan untuk mengobati mual
sekunderkarena obat terapi kanker dan untuk menstimulasi nafsu makan pada
pasien dengan sindrom imunodefisiensi sindrom (AIDS).

2.2 Epidemiologi
The Monitoring The Future melakukan survey pada remaja usia sekolah
menunjukkan peningkatan penggunaan ganja pada usia 15 – 18 tahun. Pada tahun
1996, 23,1% pada usia 15 tahun dan 39,8% pada usia 18 tahun dilaporkan
menggunakan ganja setiap hari. Rasio penggunaan kanabis pada laki-laki dan
perempuan adalah 2 : 1 pada semua tingkat usia.
Penelitian yang lain terhadap prevalensi penggunaan ganja diperoleh dari
National Household Survey On Drug Abuse, dalam suatu populasi diambil sample
secara acak di seluruh Amerika, ganja lebih banyak digunakan dalam penelitian
meskipun telah dilarang. Prevalensi umur, pemakai ganja meningkat pada setiap
kelompok umur sampai usia 34 tahun dan menurun secara perlahan diatas usia ini.

5
Mereka yang berumur 18 – 21 tahun merupakan kelompok yang paling banyak
menggunakan ganja dan berkurang pada mereka yang berumur 50 tahun atau
lebih, yaitu sekitar 1%. Menurut revisi sebuah kepustakaan, sekitar 5% dari
seluruh populasi yang menggunakan ganja mengalami ketergantungan.

2.3 Neurofarmakologi
Seperti yang disebutkan sebelumnya, komponen utama dari kanabis adalah
Δ-9-THC; tetapi tanaman kanabis mengandung lebih dri 400 zat kimia, yang kira-
kira 60 buah diantaranya secara kimiawi berhubungan dengan Δ-9-THC. Pada
manusia, Δ-9-THC secara cepat dikonversi menjadi 11-hidroksi-Δ-9-THC, suatu
metabolit yang aktif di dalam sistem saraf pusat.

Suatu reseptor yang spesifik untuk kanabinol telah diidentifikasi, diklon


(cloned), dan dikarakterisasi. Reseptor adalah anggota dari keluarga reseptor yang
berkaitan dengan protein G, Reseptor kanabinoid diikat dengan protein G
inhibitor (Gi), yang berikatan dengan adenilil siklase di dalam pola menginhibisi.
Reseptor kanabinoid ditemukan dalam konsentrasi yang tertinggi di ganglia
basalis, hipokampus dan cerebelum dengan konsentrasi yang lebih rendah di
korteks serebral. Reseptor tidak ditemukan dibatang otak, suatu kenyataan yang
konsisten dengan efek kanabis yang minimal pada fungsi pernafasan dan jantung.
Penelitian pada binatang telah menemukan bahwa kanabinoid mempengaruhi
neuron monoamin dan gamma-aminobutyric acid (GABA).

Sebagian besar penelitian telah menunjukkan bahwa binatang tidak


menggunakan kanabinoid dengan sendirinya, seperti yang mereka lakukan dengan
zat yang disalahgunakan lainnya. Selain itu, suatu perdebatan tentang apakah
kanabinoid menstimulasi yang disebut pusat kesenangan (reward center) di otak,
seperti neuron dopaminergik dari area tegmental ventralis. Tetapi, toleransi
terhadap kanabis memang terjadi,dan ketergantungan fisikologi adalah tidak kuat.
Gejala putus kanabis pada manusia adalah terbatas sampai peningkatan ringan
dalam iritabilitas, kegelisahan, insomnia, anoreksa, dan mual ringan; semua gejala
tersebut ditemukan hanya jika seseorang menghentikan kanabis dosis tinggi
secara mendadak.

6
Jika kanabis digunakan seperti rokok (smoked), efek euforik tampak dalam
beberapa menit, mencapai puncak dalam kira-kira 30 menit, dan berlangsung dua
sampai empat jam. Beberapa efek motorik dan kognitif berlangsung selama 5
sampai 12 jam. Kanabis juga dapat digunakan peroral jika disiapkan dalam
makanan seperti brownies dan cakes. Kira-kira harus digunakan dua sampai tiga
kali lebih banyak kanabis yang digunakan peroral untuk sama kuatnya dengan
kanabis yang digunakan lelaui inhalasi asapnya. Banyak variabel yang
mempengaruhi sifat psikoaktif dari kanabis, termasuk potensi penggunaan
kanabis, jalur pemberiaan, teknik mengisap, efek pirolisis dari kandungan
kanabinoid, dosis, lingkungan, pengalaman masa lalu pemakai, harapan pemakai,
dan kerentanan biologis unik dari pemakai terhadap efek kanabinoid.

2.4 Kriteria Diagnostik5


Dengan publikasi DSM-5, penyalahgunaan dan ketergantungan ganja
sekarang dianggap sebagai bagian dari gangguan penggunaan narkoba juga, atau
sederhananya, gangguan penggunaan ganja. Ketika meminta informasi terkait
penggunaan ganja, baik secara akut maupun kronis, dokter disarankan untuk
mengingat kriteria diagnostik yang dibahas di bawah ini.

Intoksikasi ganja

Intoksikasi ganja, gangguan terkait ganja yang diberi kode 292,89, didefinisikan
oleh DSM-5, sebagai berikut:

1. Penggunaan ganja baru-baru ini


2. Perubahan perilaku atau psikologis yang bermakna secara klinis (misalnya,
gangguan koordinasi motorik, euforia, kecemasan, rasanya waktu berjalan
lambat, gangguan penilaian, penarikan diri secara sosial) yang berkembang
selama, atau segera setelah penggunaan kanabis
3. Setidaknya 2 dari tanda-tanda berikut, berkembang dalam 2 jam
penggunaan kanabis:
 Konjungtiva merah
 Nafsu makan meningkat
 Mulut kering

7
 Takikardia
4. Gejalanya bukan karena kondisi medis umum dan tidak lebih baik
diperhitungkan oleh gangguan mental lain
Dokter diperintahkan untuk menentukan apakah ini terjadi dengan gangguan
persepsi — halusinasi dengan pengujian realitas utuh atau ilusi pendengaran,
visual, atau taktil terjadi tanpa adanya delirium.

Gangguan penggunaan ganja

Gangguan penggunaan ganja, gangguan terkait ganja yang diberi kode 305,20
untuk yang ringan atau 304,30 untuk sedang atau berat, didefinisikan oleh DSM-5
sebagai berikut:

Pola masalah penggunaan kanabis yang mengarah ke gangguan atau tekanan


klinis yang signifikan, seperti yang ditunjukkan oleh setidaknya 2 hal berikut,
terjadi dalam periode 12 bulan:

 Ganja sering dikonsumsi dalam jumlah yang lebih besar atau periode yang
lebih lama dari yang dimaksudkan.
 Ada keinginan yang terus-menerus atau upaya yang gagal untuk
mengurangi atau mengendalikan penggunaan ganja.
 Banyak waktu yang dihabiskan dalam kegiatan yang diperlukan untuk
mendapatkan ganja, menggunakan ganja, atau pulih dari dampaknya.
 Keinginan, atau keinginan kuat atau dorongan untuk menggunakan ganja.
 Penggunaan ganja berulang mengakibatkan kegagalan untuk memenuhi
kewajiban peran utama di tempat kerja, sekolah, atau rumah.
 Penggunaan ganja terus menerus meskipun memiliki masalah sosial atau
interpersonal yang persisten atau berulang yang disebabkan atau
diperburuk oleh efek ganja.
 Kegiatan sosial, pekerjaan, atau rekreasi yang penting dihentikan atau
dikurangi karena penggunaan ganja.
 Ganja berulang digunakan dalam situasi di mana ia berbahaya secara fisik.

8
 Penggunaan ganja dilanjutkan meskipun pengetahuan memiliki masalah
fisik atau psikologis yang persisten atau berulang yang kemungkinan
disebabkan atau diperburuk oleh ganja.
 Toleransi, sebagaimana didefinisikan oleh: (1) kebutuhan akan ganja yang
meningkat tajam untuk mencapai keracunan atau efek yang diinginkan
atau (2) efek yang sangat berkurang dengan penggunaan berkelanjutan dari
jumlah zat yang sama.
 Withdrawal, sebagaimana dinyatakan oleh (1) sindrom withdrawal
karakteristik untuk ganja atau (2) ganja diambil untuk meringankan atau
menghindari gejala withdrawal
Dokter diminta untuk menentukan yang berikut:

 Dalam remisi awal - Setelah kriteria penuh untuk gangguan penggunaan


ganja sebelumnya dipenuhi, tidak ada kriteria untuk gangguan penggunaan
ganja telah dipenuhi setidaknya 3 bulan tetapi untuk kurang dari 12 bulan
(dengan pengecualian disediakan untuk keinginan).
 Dalam remisi berkelanjutan - Setelah kriteria penuh untuk gangguan
penggunaan ganja sebelumnya dipenuhi, tidak ada kriteria untuk gangguan
penggunaan ganja telah dipenuhi setiap saat selama periode 12 bulan atau
lebih (dengan pengecualian yang disediakan untuk keinginan).
Putus zat ganja

DSM-5 memberikan kriteria untuk putus zat ganja, diberi kode 292.0 dan
didefinisikan sebagai berikut:

1. Penghentian penggunaan ganja yang telah berat dan berkepanjangan (yaitu,


penggunaan sehari-hari atau hampir setiap hari selama periode setidaknya
beberapa bulan).
2. Tiga atau lebih dari tanda dan gejala berikut berkembang dalam waktu
sekitar 1 minggu setelah penghentian penggunaan yang berat dan
berkepanjangan:
 Lekas marah, marah atau agresi
 Kegugupan atau kecemasan
 Kesulitan tidur (yaitu, susah tidur, mimpi yang mengganggu)

9
 Nafsu makan menurun atau penurunan berat badan
 Kegelisahan
 Suasana hati yang depresi
3. Setidaknya satu dari gejala fisik berikut ini yang menyebabkan
ketidaknyamanan yang signifikan: sakit perut, gemetar / gemetar,
berkeringat, demam, kedinginan, atau sakit kepala.
4. Tanda-tanda atau gejala-gejala tersebut menyebabkan tekanan klinis yang
signifikan atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi-fungsi
penting lainnya.

Tanda-tanda atau gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis lain dan tidak
dijelaskan dengan lebih baik oleh gangguan mental lain, termasuk keracunan atau
putus zat lain.

Gangguan lain yang diinduksi ganja

Delirium intoksikasi ganja

Delirium intoksikasi ganja, kelainan yang diinduksi ganja berkode 292,81,


bergantung pada definisi delirium dan diagnosis ini sesuai bila 2 gejala berikut
mendominasi:

 Gangguan dalam perhatian (yaitu, berkurangnya kemampuan untuk


mengarahkan fokus, mempertahankan, dan mengalihkan perhatian) dan
kesadaran (berkurangnya orientasi ke lingkungan)
 Gangguan tambahan dalam kognisi (yaitu, defisit memori, disorientasi,
bahasa, kemampuan visuospatial, atau persepsi)

Gangguan psikotik yang diinduksi ganja

Gangguan psikotik yang diinduksi ganja diberi kode 292,9 dan didefinisikan oleh
DSM-5 sebagai berikut:

1. Adanya satu atau kedua gejala berikut:


 Delusi
 Halusinasi

10
2. Bukti dari riwayat, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium dari salah
satu dari berikut ini:
 Gejala dalam kriteria pertama berkembang selama atau segera setelah
keracunan atau putus zat.
 Zat yang terlibat mampu menghasilkan gejala-gejala ini.
3. Gangguan ini tidak lebih baik disebabkan oleh gangguan psikotik yang
tidak disebabkan oleh zat. Bukti bahwa gejala lebih diperhitungkan oleh
gangguan psikotik yang tidak diinduksi zat mungkin termasuk yang berikut:
 Gejala-gejala mendahului timbulnya penggunaan zat (atau penggunaan
obat).
 Gejala-gejalanya menetap untuk periode yang substansial (misalnya,
sekitar satu bulan) setelah penghentian penarikan akut atau keracunan
parah atau secara substansial melebihi apa yang diharapkan mengingat
jenis atau jumlah zat yang digunakan atau durasi penggunaan.
 Bukti lain menunjukkan adanya gangguan psikotik independen yang
tidak diinduksi zat (misalnya, riwayat episode berulang yang tidak
terkait zat).
4. Gangguan tidak terjadi secara eksklusif selama delirium.
5. Gangguan tersebut menyebabkan tekanan atau kerusakan klinis yang
signifikan secara sosial, pekerjaan, atau bidang fungsi penting lainnya.

Gangguan kecemasan yang diinduksi ganja

Gangguan kecemasan yang diinduksi ganja, dikategorikan sebagai gangguan


yang disebabkan ganja dan diberi kode 292,89, didefinisikan oleh DSM-5
sebagai berikut:

1. Serangan panik atau kecemasan mendominasi dalam gambaran klinis.


2. Bukti dari riwayat, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium dari
salah satu dari yang berikut:
 Gejala dalam kriteria pertama berkembang selama atau segera setelah
keracunan atau penarikan zat.
 Zat yang terlibat mampu menghasilkan gejala pada kriteria pertama.

11
3. Gangguan tidak lebih baik disebabkan oleh gangguan kecemasan yang
tidak disebabkan oleh zat. Bukti bahwa gejala lebih diperhitungkan oleh
gangguan kecemasan yang tidak diinduksi zat mungkin termasuk yang
berikut:
 Gejala-gejala mendahului timbulnya penggunaan zat (atau
penggunaan obat).
 Gejala-gejalanya menetap untuk periode yang substansial (misalnya,
sekitar satu bulan) setelah penghentian penarikan akut atau keracunan
parah atau secara substansial melebihi apa yang diharapkan mengingat
jenis atau jumlah zat yang digunakan atau durasi penggunaan.
 Bukti lain menunjukkan adanya gangguan kecemasan independen
yang tidak diinduksi zat (misalnya, riwayat episode berulang yang
tidak terkait zat).
4. Gangguan tidak terjadi secara eksklusif selama delirium.
5. Gangguan tersebut menyebabkan tekanan atau kerusakan klinis yang
signifikan secara sosial, pekerjaan, atau bidang fungsi penting lainnya.

Gangguan tidur yang diinduksi ganja

DSM-5 mendefinisikan ini sebagai berikut:

1. Gangguan menonjol dan parah dalam tidur.


2. Ada bukti dari anamnesa, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium
dari kedua hal berikut:
 Gejala-gejala dalam kriteria pertama berkembang selama atau
segera setelah keracunan ganja atau setelah penarikan dari atau
paparan itu.
 Ganja mampu menghasilkan gejala pada kriteria pertama.
Gangguan itu tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan tidur
yang tidak diinduksi zat / obat. Bukti gangguan tidur independen
semacam itu dapat mencakup bahwa gejala mendahului
timbulnya penggunaan kanabis; gejala bertahan untuk periode
yang substansial (yaitu sekitar satu bulan) setelah penghentian

12
penarikan akut atau keracunan parah; atau ada bukti lain yang
menunjukkan adanya gangguan tidur yang tidak disebabkan oleh
obat / tanpa obat (yaitu, riwayat episode yang tidak berhubungan
dengan obat / yang berhubungan dengan pengobatan berulang).
3. Gangguan tidak terjadi secara eksklusif selama delirium.
4. Gangguan tersebut menyebabkan tekanan atau kerusakan klinis yang
signifikan secara sosial, pekerjaan, atau bidang fungsi penting lainnya.

Gangguan terkait kanabis yang tidak spesifik

Dikodekan sebagai 292,9, kategori ini berlaku untuk presentasi di mana


gejala karakteristik gangguan terkait kanabis yang menyebabkan distres
yang signifikan secara klinis atau penurunan fungsi sosial, pekerjaan, atau
bidang fungsi penting lainnya mendominasi tetapi tidak memenuhi kriteria
penuh untuk setiap kanabis yang spesifik. gangguan terkait atau salah satu
gangguan dalam kelas diagnostik gangguan terkait zat dan kecanduan.

2.5 Pemeriksaan Fisik & Status Mental


Pemeriksaan status mental menyeluruh merupakan komponen integral dari
setiap penilaian pasien. Temuan status mental utama yang terkait dengan
penggunaan ganja, gangguan yang disebabkan ganja, dan yang berhubungan
dengan ganja meliputi:

 Suasana hati: Penggunaan akut dapat dikaitkan dengan perasaan


euforia, tawa yang tidak terkendali, nafsu makan meningkat, dan
kesulitan berkonsentrasi. Dalam penggunaan yang kronis atau
withdrawal, pasien dapat menyampaikan suasana hati yang tertekan
yang ditandai oleh sikap apatis, kurangnya motivasi, lekas marah,
kehilangan minat pada aktivitas tipikal, kesulitan berkonsentrasi,
dan kemungkinan isolasi.
 Afek: Secara akut, Afek dapat menjangkau gambaran dari euforia
hingga cemas. Dalam penggunaan kronis, efeknya bisa menyempit
atau rata.

13
 Proses dan isi pemikiran: Seperti dalam setiap pemeriksaan status
mental, menilai pasien untuk adanya bunuh diri atau homicidality
dan mengambil tindakan yang tepat sangat penting. Pasien dapat
menunjukkan ide, asosiasi longgar, dan, dalam beberapa kasus,
delusi dan halusinasi.
 Kognisi: Dalam penggunaan akut dan kronis, kesulitan
berkonsentrasi dan kerusakan memori adalah umum.
Tanda-tanda dan gejala fisik yang terkait dengan penggunaan ganja sangat
relevan untuk diagnosis keracunan ganja. Dokter disarankan untuk
mengidentifikasi setidaknya 2 atau lebih dari gejala fisik berikut, terjadi
dalam 2 jam penggunaan ganja, sebagaimana didefinisikan oleh kriteria
DSM-5:

 Injeksi konjungtiva
 Nafsu makan meningkat
 Mulut kering
 Takikardia
Selain itu, pasien dapat menunjukkan gejala fisik yang terkait dengan
sindrom putus zat kanabis.

Manifestasi fisik dan psikologis buruk lainnya yang terkait dengan


penyalahgunaan ganja adalah sebagai berikut:

 Berkeringat
 Sakit kepala
 Kegelisahan
 Kelupaan
 Distorsi visual
 Kurangnya konsentrasi
 Paranoia
 Perubahan mood
 Perubahan persepsi
 Merasa impersonal

14
 Gangguan panik
 Sindrom amotivasional
 Delusi
 Psikosis

2.6 Pemeriksaan Penunjang5

2.6.1 Pemeriksaan Laboratorium


a. Tes urin

Cannabinoid dapat dideteksi dalam urin selama 21 hari setelah


digunakan pada orang yang menggunakan kanabis secara kronis, karena metabolit
larut lemak ini secara perlahan dilepaskan dari sel lemak ke dalam darah, namun
pada hari ke-1 hingga ke-5 adalah periode normal.
Metode utama untuk deteksi urin adalah enzim immunoassay atau
radioimmunoassay. Cara ini murah, cepat, dan akurat. Hal ini juga berguna untuk
konfirmasi bagi yang tidak menggunakan zat kanabis.

b. Tes darah

Sampel darah dapat digunakan untuk mengukur kadar kuantitatif


cannabinoid. Pemantauan serial tetrahidrocannabinol (THC)-COOH terhadap
rasio kreatinin dapat membedakan antara pengguna baru terhadap kanabis dan
ekskresi residu. Untuk menilai sejauh mana penggunaan kanabis, penentuan THC-
COOH dalam bentuk bebas dan terikat sangatlah bermanfaat.
Analisis darah adalah metode pendeteksian yang sering digunakan untuk
interpretasi efek akut. Faktor pengaruh kanabis adalah alat yang digunakan untuk
menginterpretasikan konsentrasi THC dan metabolitnya pada kasus forensik.
Sampel darah harus diambil dalam jangka waktu 8 hari dari waktu penggunaan
dan konsentrasi THC-COOH lebih besar dari 75 ng/ml dihubungkan dengan
konsumsi kanabis secara reguler. Konsentrasi THC-COOH < 5 ng/ml
dihubungkan dengan konsumsi sesekali atau tidak rutin.
c. Analisa Rambut
Analisis rambut bukanlah alat yang cukup sensitif untuk mendeteksi
canabinoids. Senyawa THC, dan metabolik utama THC-COOH tidak terlalu

15
banyak terakumulasi pada rambut. THC-COOH tidak berikatan dengan melanin
secara kuat. Oleh karena itu konsentrasi pada rambut jauh lebih rendah bila
dibandingkan dengan kasus penyalahgunaan zat lain. Karena THC terdapat pada
asap dari rokok kanabis, hal tersebut dapat terdeteksi pada rambut jika ada
paparan dari sentuhan.

d. Tes saliva
Pengujian air liur adalah teknologi pendeteksian yang lebih baru.
Kehadiran delta-9-THC dalam cairan oral adalah indikasi yang lebih baik untuk
penggunaan baru dibandingkan dengan kehadiran 11-nor-delta-9-THC-9-COOH
yang terdeteksi dalam urin. Oleh karena itu, kemungkinan pengguna mengalami
efek yang lebih tinggi. Hal ini terbukti sangat berguna pemantauan kemampuan
mengemudi yang terganggu akibat penggunaan kanabis.

2.6.2 Pemeriksaan pencitraan


Teknik pencitraan MRI fungsional menunjukkan perbedaan yang signifikan
dalam besaran dan pola perubahan intensitas sinyal di dalam cingulate anterior
dan korteks prefrontal dorsolateral saat melakukan tugas standar pada perokok
kanabis kronis dibandingkan dengan kontrol yang sehat.
Studi neuroimaging, seperti CT-Scan, MRI, dan pemindaian tomografi
emisi positron, banyak digunakan untuk mempelajari efek neurobilogis dari
penyalahgunaan namun tidak bermanfaat secara klinis dalam penentuan pasti dari
penyalahgunaan baru zat kanabis.

2.7 Penatalaksanaan5
a. Rawat Jalan
Tindak lanjut perawatan haruslah komprehensif dan melibatkan layanan
seperti yang diberikan oleh unit perawatan NAPZA. Pengobatan mencakup terapi
perilaku (bertujuan untuk mengurangi kemungkinan kambuh dan membangun
mekanisme penanganan untuk menolak penggunaan lebih lanjut), terapi keluarga,
kelompok, dan terapi individual; dan tes urin secara berkala untuk memantau
kepatuhan.
Narkotika Anonim (NA) adalah kelompok swadaya yang berpedoman
pada prinsip-prinsip yang mirip dengan alkoholic anonymous dan bermanfaat

16
dalam membantu pecandu untuk tidak kembali menjadi pengguna kanabis.
Program pengobatan pada remaja biasanya berfokus untuk mempromosikan
keterampilan berkomunikasi dan perilaku sesuai usianya.

b. Rawat Inap
Rawat inap untuk pengobatan penyalahgunaan atau ketergantungan
kanabis tidak disarankan. Selain itu, perawatan rawat inap tidak disarankan untuk
sindrom putus zat kanabis (CWS), dimana CWS hanya umumnya terjadi pada sub
kelompok pengguna kronis yang berat.

c. Terapi Medikamentosa Pada Rawat Inap Dan Rawat Jalan


Secara keseluruhan, terdapat keterbatasan terhadap penelitian empiris
yang berfokus pada peran farmakoterapi dalam pengobatan ketergantungan
kanabis. Pada penelitian dengan metode double blind randomized yang
memeriksa peran nefazodon yang diberikan kepada 300 mg 2x sehari dan
bupropion-SR dosis 150 mg 2x sehari menunjukkan bahwa obat tersebut tidak
efektif untuk meningkatkan absen penggunaan atau mengurangi gejala putus zat
diantara pasien yang mencari pengobatan untuk ketergantungan kanabis.
Saat ini, tidak ada obat yang menunjukkan efektifitas dalam pengobatan
ketergantungan kanabis atau pengurangan gejala putus zat. Gejala akan membaik
sejalan seiring dengan proses berjalannya waktu.

2.8 Diagnosa Banding5

1. Psikosis Terkait Alkohol


2. Asma Alergi dan Lingkungan
3. Gangguan Jiwa Terkait Amfetamin
4. Gangguan kecemasan
5. Atrial Tachycardia
6. Toksisitas Benzodiazepine
7. Gangguan Psikotik Singkat
8. Delirium
9. Depresi
10. Penggunaan Halusinogen

17
11. Gangguan Panik
12. Hipersomnia primer
13. Gangguan Penggunaan Obat Penenang, Hipnotis, Anxiolytic
14. Gangguan Mood yang Diinduksi Zat

2.9 Prognosis

Seperti halnya kondisi penyalahgunaan zat lainnya, kekambuhan umum


terjadi pada mereka yang memenuhi kriteria ketergantungan, dan pengobatan
mungkin diperlukan untuk beberapa episode.5

18
BAB III PENUTUP

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Husin, A. B. & Siste, K., 2013. Gangguan Penggunaan Zat. In: S. D.


Elvira & G. Hadisukanto, eds II. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI,
2. Yeni O, Fitria N. 2014. Hubungan Antara Karakteristik Pengguna Napza
Dengan Kejadian Gangguan Jiwa Di Ruangan Poliklinik Napza Terpadu
Di Rumah Sakit Dr. Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan Tahun
2013. Sumatera Selatan : Bidang Pelayanan Medik Rumah Sakit Dr.
Ernaldi Bahar.
3. Rosdiana. 2018. Cegah Penggunaan Narkotika Melalui Promosi
Kesehatan. Sulawesi Selatan: CV Kaaffah Learning Center
4. Kaplan, HI, Saddock, BJ & Grabb, JA., 2010. Kaplan-Sadock Sinopsis
Psikiatri Ilmu Pengetahuan Prilaku Psikiatri Klinis. Tangerang : Bina Rupa
Aksara
5. Medscape, 2017, Cannabis-Related Disorder, (online),
(https://emedicine.medscape.com/article/286661) diakses tanggal 16
September 2019

20

Anda mungkin juga menyukai