Anda di halaman 1dari 21

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

REFERAT: MANIFESTASI PSIKIATRI PENDERITA HEPATOMA


LAPORAN KASUS: GANGGUAN ANXIETAS YTT F41.9

OLEH :

Nor Ain binti Mohd Kadir C11115828

PEMBIMBING RESIDEN :

dr. Hutomo JC Wibowo

SUPERVISOR PEMBIMBING :

Dr. dr. Sonny T. Lisal, Sp. KJ

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Nor Ain binti Mohd Kadir


NIM : C11115828

Universitas : Universitas Hasanuddin

Judul Referat: Manifestasi Psikologi Penderita Hepatoma

Adalah benar telah menyelesaikan referat dan laporan kasus berjudul “Manifestasi Psikologi

Penderita Hepatoma” dan telah disetujui serta telah dibacakan di hadapan pembimbing dan

supervisor dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, 2019.

Supervisor Pembimbing Residen Pembimbing

Dr. dr. Sonny T. Lisal, Sp. KJ dr. Hutomo JC Wibowo


Kata Pengantar

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang selalu melimpahkan rahmat,

anugrah, dan karunianya sehingga saya dapat menyelesaikan referat ini dengan baik dan sesuai

dengan waktu yang telah ditentukan. Saya mengucapkan terima kasih kepada Dr. dr. Sonny T.

Lisal, Sp. KJ dan dr. Hutomo JC Wibowo selaku pembimbing di Ilmu Penyakit Jiwa Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar 2019.

Saya menyadari bahwa penulisan referat saya masih kurang sempurna. Untuk itu saya

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca agar kedepannya saya

dapat memperbaiki dan menyempurnakan tulisan saya. Saya berharap agar referat yang saya tulis

ini berguna bagi semua orang dan dapat digunakan sebaik-baiknya sebagai sumber informasi. Atas

perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

Makassar, 2019

Penulis.
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................................ i

KATA PENGANTAR ................................................................................................................... ii

REFERAT: MANIFESTASI PSIKOLOGI PENDERITA HEPATOMA……….………..............3

BAB I ..............................................................................................................................................3

PENDAHULUAN ..........................................................................................................................3

BAB II............................................................................................................................................10

TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................................................10

2.1 DEFINISI PSIKOLOGI ..........................................................................................................10

2.2 HEPATOMA..........................................................................................................................10

2.3 EPIDERMIOLOGI MANIFESTASI PSIKOLOGI PENDERITA HEPATOMA.................10

2.4. MANIFESTASI PSIKOLOGI PENDERITA HEPATOMA...................................................

2.5. FAKTOR PENYEBAB MANIFESTASI PSIKOLOGI PENDERITA HEPATOMA........13

2.5 TATALAKSANA MANIFESTASI PSIKOLOGI PENDERITA HEPATOMA...................19

2.6 PEMANTAUAN PENGGUNAAN OBAT ............................................................................24

BAB III .........................................................................................................................................25

KESIMPULAN .............................................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................26

LAPORAN KASUS.....................................................................................................................28

I. IDENTITAS PASIEN ...............................................................................................................28

II. RIWAYAT PENYAKIT ..........................................................................................................27

III. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL ..................................................................................33

IV. PEMERIKSAAN FISIK DAN NEUROLOGI .......................................................................35


V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA ................................................................................36

VI. EVALUASI MULTIAKSIAL (SESUAI PPDGJ III)..............................................................37

VII. DAFTAR MASALAH ..........................................................................................................39

VIII. RENCANA TERAPI ...........................................................................................................40

IX. PROGNOSIS .........................................................................................................................40

X. DISKUSI .................................................................................................................................41
BAB I
PENDAHULUAN

Kanker merupakan kumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel yang tumbuh secara

terus-menerus,tidak terbatas, tidak terkoordinasi dengan jaringan sekitarnya dan tidak berfungsi

fisiologis (Price & Wilson, 2005). Menurut data WHO (World Health Organization) 2013, setiap

tahun jumlah penderita kanker di dunia bertambah, angka kejadian kanker meningkat dari 12,7

juta kasus pada tahun 2008 menjadi 14,1 juta kasus tahun 2012.

Hepatocellular Carcinoma(HCC) adalah jenis tumor yang ditemukan di organ hati yang

dikenal sebagai kanker hati primer atau hepatoma. Setiap tahun, karsinoma hepatoseluler

didiagnosis di lebih dari setengah juta orang di seluruh dunia, Dimana sekitar tiga per empat kasus-

kasus kanker hati ditemukan di Asia Tenggara (China,Hong Kong, Taiwan, Korea, dan Japan).

Insidennya meningkat dan menjadi salah satu dari lima malignancy di seluruh dunia dan penyebab

kematian terbesar ketiga akibat kanker setelah kanker paru-parudan kanker gaster. Data dari WHO

pada tahun 2002 menunjukkan terjadi 714.600 kasus HCC baru dimana 71% diantaranya adalah

laki-laki, hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan yang signifikan dari 364.300 kasus pada

tahun 2000. Estimasi insiden dari kasus terbaru adalah 500.000-1.000.000 kasus per tahun,

danmenyebabkan kira-kira 600.000 kematian di dunia.


Prevalensi penyakit hati pada pasien dengan penyakit jiwa, terutama mereka yang menerima

pengobatan psikotropika jangka panjang tidak diketahui. gangguan parah kejiwaan (skizofrenia

dan gangguan terkait, gangguan bipolar, gangguan depresi, dll) yang berhubungan dengan sindrom

metabolik dan pasien menderita berada pada risiko kardiovaskular tinggi (1.2). Diulang dan

paparan jangka panjang untuk zat beracun (alkohol, tembakau, dll), virus hepatitis kronis dan

penggunaan obat-obatan psikotropika dan polifarmasi, dapat saring fungsi detoksifikasi tubuh.

Semua ini memiliki toksisitas hati mereka sendiri di samping efek metabolik dan mungkin

bertanggung jawab atas kerusakan hati (3).


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi psikologi

Psikologi (dari bahasa Yunani Kuno: psyche = jiwa dan logos = kata) dalam arti bebas

psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa/mental Psikologi dapat didefinisikan sebagai

ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku dan proses mental. Secara keseluruhan dapat

disimpulkan bahwa psikologi sebagai studi ilmiah mengenai proses prilaku dan proses-proses

mental. Psikologi merupakan salah satu bagian dari ilmu prilaku atau ilmu sosial.

2.2 Hepatoma

2.2.1 Definisi hepatoma

Hepatoma disebut juga kanker hati atau karsinoma hepatoseluler atau karsinoma

hepatoprimer. Hepatoma merupakan pertumbuhan sel hati yang tidak normal yang di tandai

dengan bertambahnya jumlah sel dalam hati yang memiliki kemampuan membelah/mitosis

disertai dengan perubahan sel hati yang menjadi ganas. (Hussodo, 2006).

Kanker Hati atau Karsinoma Hepato Seluler (KHS) merupakan tumor ganas hati primer yang

sering di jumpai di Indonesia. KHS merupakan tumor ganas dengan prognosis yang amat buruk,

di mana pada umumnya penderita meninggal dalam waktu 2-3 bulan sesudah diagno sisnya di

tegakkan (Misnadiarly, 2007) .


2.2.2 Epidemiologi dan Karakter Klinis

Epidemiologi

Di seluruh dunia, HCC terutama dijumpai pada laki-laki dengan perbandingan antara 3:1

terutama di daerah dengan insidensi rendah dan di daerah yang insidensinya tinggi

perbandingannya 8:1 . Hal ini berkaitan dengan tingginya prevalensi infeksi HBV, alkoholisme

dan penyakit hati kronis pada laki-laki. (Hussodo, 2009) .

Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2014, melalui studi dan uji saring darah

PMI (Palang Merah Indonesia), menunjukkan bahwa 10 dari 100 orang Indonesia telah

terinfeksi hepatitis B dan C. Saat ini diperkirakan terdapat 28 juta penduduk Indonesia terinfeksi

hepatitis B dan C, 14 juta di antaranya berpotensi menjadi kronis, dan dari yang kronis,

sejumlah 1,4 juta orang berpotensi menderita kanker hepar.

Karakteristik Klinis

Temuan fisis tersering pada HCC adalah hepatomegali dengan atau tanpa ‘bruit’ hepatik,

splenomegali, asites, ikterus, demam dan atrofi otot. Sebagian dari pasien yang di rujuk

kerumah sakit karena perdarahan varises esofagus atau peritonitis bakterial spontan (SBP)

ternyata sudah menderita HCC. Pada suatu laporan serial nekropsi didapatkan bahwa 50% dari

pasien HCC telah menderita asites hemoragik yang jarang ditemukan pada pasien sirosis hati

saja. Pada 10% hingga 40% pasien dapat ditemukan hiperkolesterolemia akibat dari

berkurangnya produksi enzim beta-hidroksimetilglutaril koenzim-A reduktase, karena tiadanya

kontrol umpan balik yang normal pada sel hepatoma (Hussodo, 2009) .
2.2.4. Etiologi

Penyebab karsinoma ini tidak diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang terlihat :

 Virus Hepatitis B (HBV)

Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya HCC terbukti kuat, baik secara

epidemiologis klinis maupun eksperimental. Karsinogenisitas HBV terhadap hati mungkin

terjadi melalui proses inflamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi HBV

DNA ke dalam DNA sel pejamu, dan aktivitas protein spesifik HBV berinteraksi dengan gen

hati. (Hussodo, 2009) .

 Virus Hepatitis C (HCV)

Prevalensi anti HCV pada pasien HCC di Cina dan Afrika Selatan sekitar 30% sedangkan di

Eropa Selatan dan Jepang 70-80%. Prevalensi anti HCV jauh lebih tinggi pada kasus HCC

dengan HbsAg-negatif daripada HbsAg-positif. Pada kelompok pasien penyakit hati akibat

transfusi darah dengan anti HCV positif, interval saat transfusi hingga terjadinya HCC dapat

mencapai 29 tahun. Hepatokarsinogenesis akibat infeksi HCV diduga melalui aktivitas

nekroinflamasi kronik dan sirosis hati (Hussodo, 2009) .

 Sirosis Hati

Lebih dari 80% penderita karsinoma hepatoselular menderita sirosis hati. Peningkatan

pergantian sel pada nodul regeneratif sirosis di hubungkan dengan kelainan sitologi yang

dinilai sebagai perubahan displasia praganas. Semua tipe sirosis dapat menimbulkan
komplikasi karsinoma, tetapi hubungan ini paling besar pada hemokromatosis, sirosis

terinduksi virus dan sirosis alkoholik (Hussodo, 2009) .

 Aflaktosin

Aflaktosin B1 (AFB1) merupakan mitoksin yang di produksi oleh jamur Aspergillus. Dari

percobaan binatang diketahui bahwa AFB1 bersifat karsinogen. Metabolit AFB1 yaitu AFB

1 -2-3-epoksid merupakan karsinogen utama dari kelompok aflatoksin yang mampu

membentuk ikatan dengan DNA maupun RNA (Hussodo, 2009).

 Alkohol

Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik, peminum berat alkohol ( >50-

70g/hari dan berlangsung lama) berisiko untuk menderita HCC melalui sirosis hati

alkoholik. Hanya sedikit bukti adanya efek karsinogenik langsung dari alkohol. Alkoholisme

juga meningkatkan risiko terjadinya sirosis hati dan HCC pada pengidap infeksi HBV atau

HCV (Hussodo, 2009) .

2.2.5. Patogenesis

Telah dipastikan terdapat tiga keterkaitan etiologik yang utama : infeksi oleh HBV, Penyakit

hati kronis (khususnya yang berkaitan dengan HCV dan alkohol) dan kasus khusus

hepatokarsinogen dalam makanan (terutama aflatoksin) Banyak faktor, termasuk usia, jenis

kelamin, bahan kimia, virus, hormon, alkohol, dan gizi. Sebagai contoh, penyakit yang

paling besar kemungkinannya menimbulkan HCC pada kenyataannya adalah tirosinemia


herediter yang sangat jarang, hampir 40% pasien akan terjangkit tumor ini walaupun sudah

dilakukan kontrol diet (Kumar, 2007).

2.2.6 Stadium Klinis

Tingkat penyakit (stadium) hepatoma primer terdiri dari :

Ia : Tumor tunggal diameter ≤ 3 cm tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe

peritoneal ataupun jauh

Ib : Tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter ≤ 5 cm di separuh hati, tanpa emboli

tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh

IIa : Tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan ≤ 10 cm di separuh hati, atau

dua tumor dengan gabungan ≤ 5 cm di kedua belahan hati kiri dan kanan tanpa emboli tumor,

tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh

IIb : Tumor tunggal atau multiple dengan diameter gabungan ≥ 10 cm di separuh hati, atau

tumor multiple dengan gabungan ≥ 5 cm di kedua belahan hati kiri dan kanan tanpa emboli

tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh

IIIa : Tidak peduli kondisi tumor, terdapat emboli tumor di pembuluh utama vena porta

atau vena kava inferior, metastasis kelenjar limfe peritoneal jauh salah satu

IIIb : Tidak peduli kondisi tumor, tidak peduli emboli tumor, metastasis (Desen, 2008)
2.1.7. Pemeriksaan penunjang

1. PemeriksaanLaboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah pemeriksaan Alfa- fetoprotein (AFP)

yaitu protein serum normal yang disintesis oleh sel hati fetal. Rentang normal AFP serum

adalah 0-20 ng/ml, kadar AFP meningkat pada 60%-70% pada penderita kanker hati.

(Hussodo, 2009)

2. Ultrasonografi (USG) abdomen

Untuk meminimalkan kesalahan hasil pemeriksaan FP, pasien sirosis hati dianjurkan

menjalani pemeriksaan USG setiap tiga bulan. (Hussodo, 2009) .

3. Strategi Skrining Dan Surveilan

Skrining dimaksudkan sebagai aplikasi pemeriksaan diagnostik pada populasi umum,

sedangkan surveillance adalah aplikasi berulang pemeriksaan diagnostik pada populasi yang

beresiko untuk suatu penyakit sebelum ada bukti bahwa penyakit tersebut sudah terjadi.

Karena sebagian dari pasien HCC dengan atau tanpa sirosis adalah tanpa gejala untuk

mendeteksi dini HCC diperlukan strategi khusus terutama bagi pasien sirosis hati dengan

HBsAg atau anti-HCV positif. (Husodo, 2009).

2.1.8 Prognosis

Pada umumnya prognosis karsinoma h epatoseluler adalah jelek. Tanpa pengobatan

kematian rata-rata terjadi sesudah 6-7 bulan setelah timbul keluhan pertama. Dengan

pengobatan, hidup penderita dapat diperpanjang sekitar 11 - 12 bulan. Bila karsinoma


hepatoseluler dapat dideteksi secara dini, usaha -usaha pengobatan seperti pembedahan

dapat segera dilakukan misalnya dengan cara sub - segmenektomi, maka masa hidup

penderita dapat menjadi lebih panjang lagi. Sebaliknya, penderita karsinoma hepatoseluler

fase lanjut mempunyai masa hidup yang lebih singkat. Kematian umumnya disebabkan oleh

karena koma hepatik, hematemesis dan melena, syok yang sebelumnya didahului dengan

rasa sakit hebat karena pecahnya karsinoma hepatoseluler. (Siregar.A.Gontar, 2011).

2.3 Epidermiologi Manifestasi Psikologi Penderita Hepatoma

Penyakit mental yang serius pada penderita hepatoma menyangkut 240 juta orang di

seluruh dunia (4). Definisi penyakit mental yang serius meliputi skizofrenia dan

schizoaffective gangguan, psikosis, dan gangguan mood yang membutuhkan perawatan

psikotropika tertentu. Prevalensi penyakit mental yang serius adalah 4 - 6 kasus per 1000

individu, dan 4% - 6% dari pengalaman populasi umum penyakit mental yang serius

setidaknya satu kali dalam hidup mereka (4).Pada pasien dengan penyakit kejiwaan yang

parah, kematian adalah dua sampai tiga kali lebih tinggi dari pada populasi umum. harapan

hidup berkurang karena somatik, khususnya, penyakit kardiovaskular (2). Populasi ini juga

terkena sindrom metabolik dan obesitas.

2.4 Manifestasi Psikologi Penderita Hepatoma

1. Symptoms distress

Beberapa sub-studi berdasarkan data dari Studi Memahami Prognoses dan Preferensi untuk

Hasil dan Risiko Perawatan (DUKUNGAN) yang menggunakan sampel pasien sakit parah

di rumah sakit (Roth, Lynn, Zhong, Borum, & Dawson, 2000). Studi ini berfokus pada

sejumlah gejala seperti nyeri, mual, dan kecemasan, dan tidak mengatasi kesusahan
berdasarkan gejala gabungan yang dialami oleh pasien. Dalam sebuah studi oleh Desbiens

dan Wu (2000), 60% pasien sakit parah di rumah sakit dengan gagal hati mengalami sakit.

Temuan ini penting karena hati dapat dianggap sebagai organ yang relatif diam yang tidak

menimbulkan rasa sakit.Gejala ylain ang paling umum dilaporkan oleh pasien yang sakit,

kekurangan energi, merasa mengantuk, dan sulit tidur. Kekurangan energi adalah gejala

yang paling sering dan parah tapi rasa sakit adalah gejala yang paling menyedihkan.

2. Gangguan mental organik

Delirium dan demensia, gangguan kecemasan atau gangguan kepribadian organik hasil dari

baik efek langsung atau tidak langsung dari kanker atau pengobatan pada sistem saraf pusat

(SSP). Delirium telah ditandai sebagai disfungsi otak organik etiologi spesifik ditandai

dengan gangguan bersamaan tingkat kesadaran, perhatian, pemikiran, persepsi, memori,

perilaku psikomotor, emosi, dan siklus tidur-bangun. Sulit untuk membedakan delirium dari

demensia karena secara umum,gejala klinis delirium dan demensia adalah gangguan

memori, berpikir, dan penghakiman dan disorientasi Demensia muncul pada individu yang

relatif peringatan dengan sedikit atau tanpa mengaburkan kesadaran. Timbulnya temporal

gejala demensia lebih subakut, atau progresif kronis dan siklus tidur-bangun dari individu

dengan demensia tampaknya terganggu. Yang paling menonjol di demensia kesulitan dalam

pendek dan panjang memori jangka dan gangguan penilaian dan pemikiran abstrak, serta

terganggu fungsi kortikal yang lebih tinggi. Kadang-kadang pasien lansia akan memiliki

delirium ditumpangkan pada demensia yang mendasari.


2.5 Faktor Risiko Manifestasi Psikologi Penderita Hepatoma

Menyebabkan gangguan mental organik pada pasien kanker diuraikan dalam Tabel 2-2. Ada

dua etiologi utama SSP komplikasi: 1) efek langsung berhubungan dengan tumor primer atau

metastasis spred dengan ekstensi lokal atau dengan hematogen atau rute limfatik, yang dapat

mengakibatkan delirium, 2) efek tidak langsung, yang jauh lebih sering pada hepatoma lebih

umum menyebabkan delirium karena efek kegagalan organ, obat atau samping radiasi, perubahan

gizi dan efek kemoterapi.

1. Efek samping ubat gangguan jiwa

Tricyclic antidepressants (e.g. amitriptyline and imipramine), nueroleptic and antiemetic

drugs (e.g. chlorpromazine and prochlorperazine) and antihistamines (e.g., diphenhydramine

and hydroxyzine) have potent anticholinergic side effects. An “atropine psychosis” or delirium

characterized by restlessness, agitation, tachycardia, tachypnea and hallucinations can occur in

patients who are on multiple anticholinergic drugs or may be vulnerable can also prepecipitate

neuropsychatric symptoms ranging from oversedation and precipitate neuropsychiatric

sympthoms ranging from oversedation and disinhibition to agitation and delirium. Prominent

among the psychiatric symptoms patients experience with narcotic analgesic and illusions or

visual hallucinations.

Acyclovir(an antiviral medication used in herpetic infections) where given intravenously, can

cause severe, often treatment- resistant delirium that can be accompanied by tingling of the

extrimities and innitus.


2. Infeksi

Hepatitis C terjadinya lebih sering pada pasien dengan psikosis, tetapi independen dari durasi

rawat inap (7). laporan baru penularan hepatitis C di lembaga psikiatri jarang terjadi (8).

Di Amerika Serikat, kebijakan pencegahan yang diterapkan pada pasien psikiatri yang berada

pada risiko infeksi. Selain itu, pusat pengendalian penyakit dan pencegahan (CDC)

merekomendasikan skrining HCV pada populasi prevalensi tinggi berusia antara 45 dan 65

tahun ( “baby boomer”), terutama pada individu yang paling terkena, seperti pasien kejiwaan

(9). Di antara faktor-faktor risiko hepatitis C, skizofrenia, penyalahgunaan psikoaktif zat,

penggunaan injeksi obat, jenis kelamin laki-laki, daerah asal metropolitan, usia, dan perilaku

seksual yang sering dikutip (10). Hepatitis B infeksi meningkat dengan usia, perilaku seksual

berisiko tinggi, dan lokasi perkotaan, dan bervariasi di berbagai negara (10).

Hepatitis C (11) Tapi tidak hepatitis B (6) Dapat dikaitkan dengan manifestasi kejiwaan

seperti kecemasan, psikosis, dan gangguan mood. pengobatan interferon dapat bertanggung

jawab untuk gangguan kejiwaan, yang merupakan penyebab utama penghentian pengobatan;

karenanya, gangguan kejiwaan harus diputar sebelum pengenalan interferon (11)

3.Pengambilan alkolhol yang berlebihan

Pasien dengan gangguan kejiwaan kronis seperti gangguan suasana hati dan skizofrenia

memiliki konsumsi alkohol yang berlebihan lebih sering daripada populasi umum (17).

Alkohol adalah zat psikoaktif pertama kali digunakan pada pasien yang menderita penyakit

mental yang berat (17). Gangguan terkait dengan alkohol tiga kali lebih sering pada pasien

dengan skizofrenia atau gangguan bipolar daripada populasi umum (17). Sebaliknya, 50

sampai 70% dari pasien dengan ketergantungan alkohol menderita penyakit mental yang berat
(18). Alkohol adalah penyebab utama sirosis di negara-negara Barat (19). Alkohol dapat

memperburuk lesi hepatik dari asal-usul lain dan meningkatkan terjadinya karsinoma

hepatoseluler. Pantang adalah pengobatan yang paling efisien dalam sirosis alkoholik. Di

Eropa, 30 sampai 50% dari transplantasi hati adalah terkait dengan alkohol, sedangkan

persentase jauh lebih rendah (17,2%) di USA (19). Meskipun semua tindakan pencegahan

yang diambil, sayangnya, 18% dari pasien-pasien ini mengalami kekambuhan parah dan

sepertiga dari mereka menunjukkan kekambuhan sirosis alkoholik (20). Sebuah pendekatan

multi-disiplin untuk memilih dan mengikuti pasien sangat penting untuk mengurangi risiko

kekambuhan alkohol setelah transplantasi hati. Pasien dengan hepatitis alkoholik akut dapat

dimasukkan dalam program transplantasi hati tertentu, tetapi tidak ada rekomendasi yang

sekarang tersedia (20)

4.Penyalahgunaan Narkoba lainnya

Cannabis, dan pada tingkat lebih rendah, asap tembakau atau metadon / buprenorfin

penggunaan terkenal memburuknya faktor fibrosis pada pasien dengan hepatitis C (21).

Endocannabinoid dan reseptor khusus mereka, CB1 dan CB2, mungkin terlibat dalam

steatosis hati. reseptor CB1 hadir dalam sistem saraf pusat dan meningkatkan nafsu makan,

sedangkan CB2 adalah pro-inflamasi. CB1 dapat terekspresi lebih dalam kasus obesitas (22).

Sebuah antagonis CB1, bernama rimonabant, menekan steatosis hati pada tikus (23), Dan

penurunan berat badan pada pasien dewasa (24). Namun demikian, karena timbulnya

gangguan kejiwaan dan terutama ide bunuh diri, rimonabant ditarik dari pasar. injeksi obat

merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia mengenai sekitar diperkirakan 16 juta orang

(25) Dan merupakan penyebab utama hepatitis C dan transmisi B.


Ekstasi (MDMA: 3, 4-methylenedioxymethamphetamine) merupakan potensi, terkenal hati

akut penyedia kegagalan (26). Kokain kurang sering dikaitkan dengan gangguan hati (27).

Bahkan lebih jarang, ekstasi saja, atau dalam hubungan dengan konsumsi kokain, dapat

menyebabkan hepatitis kronis dan sirosis (28). toksisitas heroin hati mungkin terkait dengan

hipotensi dan / atau hipoksemia disebabkan oleh overdosis, dan dapat menyebabkan

perubahan dalam sinusoid hati (29).

2.5 Management Manifestasi Psikologi Penderita Hepatoma

1. Intervensi farmakologis harus disesuaikan dengan unit onkologi.

Mengandung pasien tersebut menjadi upaya kolaboratif dari medis, keperawatan, dan

staf keamanan yang dapat diajarkan tentang teknik pengobatan. bentuk konsentrat cair

oral haloperiod, thioridazine, atau chlorpromazine harus ditawarkan karena

penyerapannya cepat. Dosis efektif minimal harus digunakan dan dititrasi terhadap

sedasi dan efek samping otonom dan ekstrapiramidal. Haloperidol dapat diberikan

intracenously (0,5 mg untuk 2 mg) pada 1 mg per menit dan diulang setiap 30 menit

jika agitasi parah. Anti-depresan secara teratur digunakan pada pasien dengan penyakit

hati kronis (37). SSRI farmakokinetik berubah dalam kasus sirosis, khususnya di Child

Pugh B atau C sirosis: sertraline terutama terpengaruh, dengan peningkatan paruh dan

pengurangan 70% dari daerah di bawah kurva (AUC) pada pasien sirosis (75).

Paroxetine, fluoxetine, escitalopram, dan AUCs citalopram umumnya dua kali lipat

dalam kasus anak Pugh A sirosis (75). modifikasi serupa terlihat dengan selektif

inhibitor reuptake noradrenergik seperti venlafaxine dan duloxetine (37), Dengan

perubahan izin yang tinggi pada anak pasien Pugh C. kelas-kelas lain antidepresan
menunjukkan gangguan farmakokinetik identik pada pasien sirosis (37). Karena profil

mereka aman, SSRI adalah obat yang paling diresepkan pada pasien dengan sirosis

(76). Namun, hati-hati harus diambil sebagai SSRI dapat meningkatkan keasaman

lambung dan disfungsi trombosit, menyebabkan perdarahan ulkus dalam kasus seiring

anti-inflamasi resep obat anti-platelet atau non-steroid (76). Pada sirosis, singkat

benzodiazepin paruh seperti oxazepam yang istimewa. Benzodiazepin resep harus

dihindari pada pasien sirosis karena dapat memicu encephalopathy (68).

Farmakokinetika neuroleptik umumnya tidak berubah pada sirosis ringan (77).

Namun, metoclopramide meningkat AUC sebesar 50% pada sirosis (75). Jelas, agen

neuroleptik dapat memperburuk atau menyebabkan ensefalopati pada pasien dengan

sirosis lanjut atau gagal hati akut (78). Farmakokinetika donepezil, penghambat enzim

acetylcholinesterase, tidak dipengaruhi oleh sirosis hati (79). Di antara agen anti-

epilepsi, valproate harus dihindari pada pasien dengan lesi hati, terutama pada penyakit

beralkohol. Carbamazepine harus digunakan sangat hati-hati karena metabolisme hati

nya (70).

If pharmacological sedation is inadequate, physical restraint must be temporarily used to ensre

safety and prevent self harm. The application of physical restraints should be directed by a

staff member trained to do so safely. Loosely applied cotton padding and soft gauze nic.

Anda mungkin juga menyukai