Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

EFISIENSI VAKSIN COVID 19 DAN

KEJADIAN IKUTAN PASCA VAKSINASI

Disusun oleh:
JOSAPAT BIMA SAKTI SITEPU
150100116

Pembimbing :

Prof. Dr. dr. Arlinda Sari Wahyuni, M. Kes

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
MAKALAH

EFISIENSI VAKSIN COVID 19 DAN

KEJADIAN IKUTAN PASCA VAKSINASI

Disusun oleh :
JOSAPAT BIMA SAKTI SITEPU
150100116

Pembimbing :

Prof. Dr. dr. Arlinda Sari Wahyuni, M. Kes

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
MAKALAH

EFISIENSI VAKSIN COVID 19 DAN

KEJADIAN IKUTAN PASCA VAKSINASI

“Makalah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi


persyaratan dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS)
di Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran,
Universitas Sumatera Utara”

OLEH:
JOSAPAT BIMA SAKTI SITEPU
150100116

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
MAKALAH

EFISIENSI VAKSIN COVID 19 DAN

KEJADIAN IKUTAN PASCA VAKSINASI

“Makalah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi


persyaratan dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS)
di Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran,
Universitas Sumatera Utara”

OLEH:
JOSAPAT BIMA SAKTI SITEPU
150100116

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Efisiensi Vaksin Covid 19 dan Kejadian Ikutan Pasca Vaksinasi


Nama : Josapat Bima Sakti Sitepu
Nim : 150100116

Medan, 25 Januari 2021


Pembimbing

Prof. Dr. dr. Arlinda Sari Wahyuni, M. Kes

i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan
judul “Efisiensi Vaksin Covid 19 dan Kejadian Ikutan Pasca Vaksinasi”.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen


pembimbing Prof. Dr.dr. Arlinda Sari Wahyuni, M. Kes yang telah meluangkan
waktunya dan memberikan banyak masukan dalam penyusunan makalah ini
sehingga dapat selesai tepat pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari


kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat, akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih.

Medan, 25 Januari 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Tujuan Makalah ...................................................................................... 1
1.3 Manfaat Makalah .................................................................................... 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 2
2.1 Vaksin ..................................................................................................... 2

2.1.1 Pengertian ...................................................................................... 2

2.1.2 Jenis Vaksin ................................................................................... 2

2.1.3 Cara Vaksin Bekerja ...................................................................... 3

2.2 Covid 19 .................................................................................................... 4

2.2.1 Sejarah Covid ................................................................................ 4

2.2.2 Vaksin Covid yang dikembangkan ............................................... 6

2.2.3 Platform Teknologi Vaksin ............................................................ 8

2.3 Hambatan Distribusi Vaksin ...................................................................... 12

2.4 Kejadian Ikutan Pasca Vaksinasi .............................................................. 14

BAB III. KESIMPULAN ............................................................................ 16


DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 17

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang

Pada akhir tahun 2019, terjadi suatu pandemi yang berasal dari Cina tepatnya di kota
Wuhan. Pandemi tersebut dikenal dengan Covid-19. Covid-19 disebabkan oleh SARS-CoV-2
(Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2). Tidak hanya di China, pandemi tersebut
menyebar ke seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia. Jika dibandingkan dengan SARS pada
2003 dan MERS pada 2012, penyebaran pandemi ini jauh lebih cepat. Hingga saat ini sudah lebih
dari 6,2 juta kasus positif yang dilaporkan. Sampai saat ini belum ditemukannya vaksin sebagai
agen penekan penyebarannya. Covid-19 disebabkan oleh Severe Acute. Respiratory Syndrome
Coronavirus 2 atau disingkat SARS-CoV-2 yang menyerang saluran pernafasan. Pembuatan
vaksin baru pada umumnya membutuhkan waktu yang lama yaitu dapat mencapai 10
tahun.Dengan demikian semua pemahaman yang lebih baik mengenai SARS-CoV-2 sangatlah
penting untuk mengeksplorasi terciptanya vaksin yang efektif. Berbagai program terkait vaksin
Covid-19 masih dalam tahap pengembangan. Dalam uraian ini akan diterangkan dari mulai dari
latar belakang vaksin COVID-19 hingga perkembangan vaksin Covid-19. Selain pengenalan
vaksin Covid-19, juga agar mampu memahami menelaah vaksin Covid-19 yang sedang
berkembang saat ini. Beberapa macam vaksin Covid-19 akan di bahas dalam makalah ini.

1.2 Tujuan Makalah


Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk lebih mengerti dan menelaah tentang
“Efisiensi Vaksin Covid-19 dan Kejadian Ikutan Pasca Vaksinasi” dan untuk memenuhi syarat
dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Departemen Ilmu Kesehatan
Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara.

1.3 Manfaat Makalah


Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penulis dan pembaca
khususnya yang terlibat dalam bidang medis dan masyarakat secara umum agar dapat lebih
mengetahui dan memahami lebih dalam menelaah artikel “Efisiensi Vaksin Covid-19 dan
Kejadian Ikutan Pasca Vaksinasi”.

1
BAB II

TINAJUAN PUSTAKA

2.1 Vaksin

2.1.1 Pengertian Vaksin

Vaksin berasal dari Bahasa Latin “Vaccine” dari bakteri Variolae vaccinae yang pertama
kali didemonstrasikan pada 1798 dapat mencegah dampak dari smallpox atau cacar pada manusia.
Kata vaksin saat ini digunakan pada seluruh preparasi biologis dan produksi material
menggunakan makhluk hidup yang meningkatkan imunitas melawan penyakit, mencegah
(prophylactic vaccines) atau perawatan penyakit (therapeutic vaccines). Vaksin dimasukkan ke
dalam tubuh dalam bentuk cairan baik melalui injeksi, oral, maupun rute intranasal (World Health
Organization, 2012).

2.1.2 Jenis Vaksin dan Komponennya

Vaksin terdiri dari mikroorganisme yang menjadi penyebab penyakit, maupun beberapa
komponen yang ada pada mikroorganisme seperti DNA atau RNA. Pembuatan vaksin dapat
dilakukan dengan berbagai cara sebagaimana ditunjukkan pada gambar 1.

Gambar 1. Contoh vaksin didasarkan pada jenis pembuatannya

Pembuatan vaksin dari organisme hidup yang dilemahkan dapat dibuat di bawah kondisi
sub-optimal atau modifikasi genetik yang memiliki kemampuan untuk mereduksi infeksi. Selain

2
itu dapat pula dilakukan dari keseluruhan organisme yang terdeaktivasi melalui proses kimia,
termal, maupun proses lainnya dan dari toksin yang telah terdeaktivasi. Vaksin dari komponen
mikroorganisme yang menjadi penyebab penyakit seperti protein spesifik, polisakarida, atau asam
nukleat. Serta vaksin yang dibuat dengan konjugasi polisakarida terhadap protein dapat
meningkatkan efektivitas vaksin polisakarida.

2.1.3 Cara vaksin Bekerja

Mikroorganisme yang telah dilemahkan atau terdeaktivasi masuk ke dalam tubuh dan akan
menginisiasi respon imun dalam tubuh. Respon ini dapat meniru respon natural jika terjadi infeksi.
Namun, tidak seperti organisme yang menyebabkan penyakit, vaksin yang dibuat tidak memiliki
kemampuan untuk menyebabkan penyakit yang ditunjukkan pada gambar 2. Komponen
organisme yang menyebabkan penyakit atau vaksin yang memicu respon imun yang dikenal
dengan antigen. Antigen ini akan memicu produksi antibodi oleh sistem imun. (World Health
Organization, 2012).

Gambar 2. Perbandingan respon imun yang disebabkan oleh bakteri dan vaksin

3
2.2 Covid 19 (SARS-CoV-2)

2.2.1 Sejarah Covid 19

Pada akhir tahun 2019, di Wuhan, China terdapat kasus yang menyebabkan ribuan pasien
meninggal dan secara cepat menyebar hingga seluruh dunia dalam beberapa bulan. Virus tersebut
diberi nama SARS-CoV-2 atau Covid-19 (Corona virus disease) yang merupakan pandem dari
virus SARS-CoV yang merebak pada tahun 2002 dan MERS-CoV pada 2012. Virus ini menjadi
jenis coronavirus ketiga yang muncul dan mengancam populasi manusia dikarenakan penyebaran
yang sangat cepat dan menyerang bagian vital yakni paru-paru. Gejala yang ditimbulkan oleh para
pasien antara lain demam tinggi, sulit bernapas, dan batuk serta untuk pengenalan gejala ini
membutuhkan waktu 2 hingga 14 hari setelah terinfeksi.

Kebutuhan mengembangkan vaksin secara cepat untuk melawan virus SARS-CoV-2


sangat tinggi beberapa bulan belakangan. Seluruh peneliti di berbagai dunia dalam segala bidang
yang berkaitan seperti ahli pandemi dan struktur biologi saling bahu-membahu untuk
mengembangkan vaksin ini. Para peneliti telah bekerja keras dalam mengembangkan vaksin
berbagai macam virus setidaknya 20 tahun belakangan dikarenakan munculnya berbagai virus baru
yang menggemparkan dunia, di antaranya virus H1N1, ebola, zika, SARS, MERS, hingga saat ini
Covid-19. Terdapat beberapa instansi peneliti yang telah melakukan penelitian dan didanai oleh
organisasi pemerintah maupun swasta di berbagai negara, salah satunya adalah Coalition for
Epidemic Preparedness Innovation (CEPI) yang merupakan organisasi swasta dalam penanganan
epideimi yang didanai oleh Welcome Trust, Bill and Melinda gates Foundation, European
Commission, dan delapan negara lain yang mendukung pengembangan vaksin melawan pandemic
pandemic yang masuk dalam prioritas World Health Organization (WHO) (Lurie et al, 2020).
Selain itu terdapat pula instansi lainnya seperti Moderna, BioNTech, Imperial College London,
InoVio, AstraZeneca, Merck, dan masih banyak lagi yang lainnya. Pada gambar 3 ditunjukkan
jumlah developer vaksin Covid-19 berdasarkan jenis instansi dan lokasi instansi tersebut (Thanh
Le et al, 2020).

4
Gambar 3. Pengembang vaksin Covid-19 berdasarkan jenis dan lokasi

Setidaknya membutuhkan waktu 12 hingga 18 bulan untuk mengembangkan vaksin baru


hingga dapat diproduksi massal. Perkembangan vaksin hingga dapat digunakan secara massal
harus melewati setidaknya 3 fase. Fase awal adalah uji coba pra-klinis (Preclinical Testing) yang
diujikan kepada hewan seperti monyet atau tikus untuk melihat respon kekebalan tubuh penerima.
Setelahnya beranjak ke fase pertama (Phase I: Safety Trials), vaksin diberikan kepada sejumlah
pasien untuk menguji keamanan, ketepatan dosis, dan memastikan rangsangan terhadap sistem
imun tubuh penerima. Fase kedua (Phase II: Expanded Trials), vaksin yang telah lolos uji fase
pertama diujikan kepada ratusan orang yang dikelompokkan berdasarkan usia untuk melihat
keterikatan usia pada pengaruh vaksin. Uji pandemic kemudian diuji keamanan dan kemampuan
vaksin untuk merangsang kekebalan tubuh pada masingmasing usia. Fase ketiga (Phase III:
Efficacy Trials), vaksin diujikan pandemi kepada ribuan orang dan melihat seberapa banyak yang
terinfeksi dibandingkan dengan sukarelawan placebo (pengobatan yang tidak berdampak atau
penanganan palsu). Uji pandemic bertujuan untuk menentukan kemampuan vaksin melindungi
terhadap virus korona. Tahap berikutnya adalah approval atau persetujuan, yakni vaksin yang telah
melalui berbagai tahap sebelumnya ditinjau oleh pemerintah tiap negara (regulator approval) untuk
memutuskan vaksin akan disetujui atau tidak. Selama pandemic, vaksin dapat hak untuk
penggunaan darurat sebelum disetujui secara resmi. Jika kondisi darurat, dapat pula dengan
menggabungkan beberapa fase sehingga akan lebih cepat dikarenakan kebutuhan seperti yang
ditunjukkan pada gambar 4. Data pada tanggal 19 Juni 2020 menunjukkan jumlah vaksin di dunia
yang sedang dikembangkan sejumlah lebih dari 140 vaksin untuk melawan Covid-19. Dari
keseluruhan penelitian vaksin, belum ada yang disepakati untuk diproduksi massal, terdapat lebih
dari 125 vaksin yang terdapat pada tahap pra-klinis, 10 vaksin yang sedang uji coba fase pertama,

5
8 vaksin pada fase kedua, dan hanya 2 vaksin yang diujikan pada fase ketiga (The New York
Times, 2020).

Gambar 4. Perbedaan antara pengembangan vaksin biasa menggunakan paradigma pandemic

2.2.2 Vaksin COVID- 19 yang dikembangkan

Pengembangan vaksin oleh berbagai instansi menunjukkan penggunaan berbagai platform


teknologi untuk Covid-19, di antaranya penggunaan asam nukleat termasuk DNA dan RNA,
partikel yang menyerupai virus, peptida, vektor virus (replikasi dan non-replikasi), protein
rekombinan, serta pendekatan virus yang dilemahkan dan virus yang tidak aktif. Platform tersebut
tidak seluruhnya dapat dijadikan landasan untuk pembuatan vaksin, namun digunakan sebagai
pelajaran untuk mendalami dalam berbagai bidang, seperti onkologi yang dapat mendorong
pengembangan vaksin untuk pendekatan generasi selanjutnya yang dapat vaksin tersebut dapat
dicocokkan untuk kelompok-kelompok manusia yang didasarkan pada umur, kehamilan, maupun
kelainan pada pasien seperti kelainan imun (Thanh Le et al, 2020).

Platform terbaru yang digunakan untuk Covid-19 yakni didasarkan pada DNA atau mRNA
dikarenakan fleksibilitas yang tinggi dalam manipulasi antigen dan kecepatan yang baik. Moderna

6
memulai uji klinis dengan vaksin berdasarkan mRNA-1273 hanya selama dua bulan sejak
identifikasi untai RNA yang menunjukkan keberadaan virus Covid-19. Vaksin yang didasarkan
pada vektor virus menunjukkan tingkat ekspresi protein meningkatkan kecepatan pengembangan
dan pembuatannya. Nantinya, berbagai platform dengan kestabilan yang baik, dan kemampuan
menginduksi respon imun yang tinggi. Saat ini telah dikembangkan berbagai macam platform
teknologi untuk mengembangkan virus, namun permasalahannya adalah ketersediaan informasi
mengenai antigen Covid-19 yang masih terbatas. Sebagian besar, informasi yang telah tersedia
digunakan untuk menginduksi antibodi agar dapat meredam protein spike pada virus. Namun,
masih diteliti hubungan antar antibodi ini dengan reseptor manusia ACE2 (Angiotensin-converting
Enzyme) pada penyakit ini. Pada kasus beberapa tahun belakangan dengan virus SARS
menunjukkan potensi untuk dieksplor lebih dalam dan dikembangkan dalam pengujian in-vivo
dikarenakan virus Covid-19 dapat dikatakan sebagai mutase dari virus SARS yang sebelumnya
telah ada (Thanh Le et al, 2020).

Gambar 5. Fase klinis kandidat vaksin Covid-19 (hingga 6 Juni 2020)

7
2.2.3 Platform Teknologi Vaksin

1. Sinovac (Coronavac)

Sinovac saat ini menjalankan klinis fase 3 uji coba di Indonesia, Turki, Brasil, dan Chili,
dengan target total minimal 30.000 relawan. Di Indonesia, Sinovac bekerja sama dengan
perusahaan farmasi milik negara yaitu Biofarma dan Universitas Padjajaran. Sinovac telah
merekrut 1.620 orang subjek berusia 18-59 tahun di Bandung, Jawa Barat. Analisis sementara
dapat dilakukan bila jumlah kasus positif telah muncul dalam subjek yang diperkirakan bisa
dicapai pada bulan Januari 2021. Analisis independen dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan
Makanan Indonesia (BPOM) dan akan memberikan Otorisasi Penggunaan Darurat jika disetujui.

Vaksin diberikan dalam dua dosis dengan jarak dua minggu. Subjek diharapkan melakukan tes
darah pada bulan Desember, tapi mungkin diperpanjang hingga Maret untuk meninjau jangka
Panjang khasiat dan efek samping.

Menurut data sementara dari uji coba di Turki, CoronaVac menunjukkan Efikasi 91,25%,
karena hanya 3 dari 29 orang yang terinfeksi selama uji coba diberi vaksin sebagai bandingan 26
orang dalam kelompok plasebo. Data ini harus ditafsirkan dengan hati-hati. karena jumlah subjek
yang relatif sedikit. Percobaan di Brazil didapatkan hasil yang positif lebih tinggi (74 kasus),
Efikasi berkisar 50 %, tetapi hasil rinci belum di sebarluaskan atas permintaan perusahaan.

Sinovac akan menjadi vaksin utama yang akan digunakan oleh pemerintah Indonesia, dengan
biaya sepenuhnya ditanggung negara.Gelombang pertama 1,2 juta dosis vaksin Sinovac telah
diberikan masuk ke Indonesia pada 6 Desember, dengan gelombang kedua 1,8 juta dosis
diharapkan tiba pada awal Januari. Mirip dengan vaksin tidak aktif lainnya, CoronaVac stabil di
Penyimpanan 4 ° C. Vaksin tersebut akan menelan biaya US $ 30 per dosis.

2. SINOPHARM (BBIBP-CorV)

Uji coba fase 3 telah melibatkan 31.000 sukarelawan di UEA. Di bulan Desember,
Kementerian Kesehatan UEA meninjau analisis sementara Sinopharm. Dari uji coba fase 3,
Sinopharm memiliki efesiensi 86%. Sinopharm juga menunjukkan vaksin memiliki tingkat
serokonversi 99% dari NAb dan efektivitas 100% dalam mencegah kasus penyakit sedang dan

8
berat. Tidak ada masalah yang serius dilaporkan. Vaksin Ini diberikan di UEA sejak September
dan Bahrain sejak November, hingga melindungi petugas kesehatan garis depan paling memiliki
risiko infeksi. Di tempat lain, Sinopharm juga telah memulai pengujian fase 3 seperti di Maroko,
Mesir, Bahrain, Yordania, Pakistan, Peru, dan Argentina. Mirip dengan vaksin Sinovac, BBIBP-
CorV juga dapat disimpan pada suhu 4 ° C. Soal biaya, vaksinnya dihargai dengan US $ 145 yang
untuk dua dosis.

3. MODERNA (mRNA-1273)

Uji coba fase 3 Moderna, Terdaftar lebih dari 30.000 Relawan di AS. Analisis sementara
didasarkan pada 95 kasus, 90 di antaranya kasus COVID-19 di kelompok Placebo dan 5 kasus
yang di kelompok mRNA-1273, menghasilkan perkiraan titik efikasi vaksin 90-5 / 90 = 94,5%.
Analisis Selanjutnya terdapat 11 kasus parah untuk sementara waktu. 11 kasus terjadi di kelompok
placebo dan tidak ada di kelompok vasinansi mRNA-1273, memberikan efisiensi 100% dalam
mencegah penyakit parah. Tidak ada masalah keamanan yang signifikan dilaporkan.

Moderna juga telah melakukan uji coba untuk menguji mRNA-1273 pada remaja usia 12-18
tahun. Berdasarkan hasil uji coba efektivitasnya sangat baik. FDA AS telah mengesahkan izin
vaksinasi dalam keadaan darurat untuk vaksin Moderna pada 18 Desember. mRNA umumnya
paling stabil pada -80 ° C, khusus mRNA-1273 dan lapisan LNP-nya memungkinkan
penyimpanan pada -4 ° C selama 30 hari dan pada suhu ruangan selama 12 jam. Namun, Vaksin
ini lebih mahal dibandingkan dengan vaksin lainnya dengan harga US $ 37 per dosis.

4. BIONTECH/PFIZER (BNT162b2)

BioNTech / Pfizer telah menerbitkan hasil uji coba fase 3 mereka di NEJM. Dengan relawan
sebanyak 43.548 orang. berusia 16 tahun ke atas, termasuk lansia > 55 tahun, ditugaskan untuk
menerima suntikan dengan dosis 30 μg atau plasebo. Suntikan diberikan dalam dua dosis 30 μg
pada hari ke 0 dan 21. Uji fase ke 3 selesai pada akhir November 2020. 8 kasus positif diamati
dalam kelompok vaksinasi dan 162 kasus dalam kelompok plasebo, didapati hasil efikasi 95.0%.

9
Efek samping dilaporkan lebih banyak dalam kelompok vaksin dibandingkan plasebo (27%
vs. 12%), tetapi kebanyakan bersifat lokal dan reaksi minimal. Yang menggembirakan,
perlindungan konsisten di antara semua kelompok umur termasuk orang tua, di semua kelompok
kelompok ras dan orang dengan penyakit penyerta, seperti obesitas dan diabetes.

Penyimpanan vaksin membutuhkan suhu -70 ° C yang dianggap sebagai kelemahan utama
dibandingkan dengan vaksin Moderna. Tetapi vaksin dapat bertahan hingga 5 hari pada 2-8 ° C.
Pfizer telah mengembangkan file cold box 10 inci khusus untuk pengiriman termal. Untuk harga,
BNT162b2 ditetapkan pada US $ 20.

5. OXFORD/ASTRAZENECA (ChAdOx1 nCoV- 19)

Uji coba fase 3 awalnya dimulai di Inggris dan India, dan segera diikuti oleh Brasil, Afrika
Selatan, dan Amerika Serikat, dengan total relawan 23.848 orang. Berdasarka Analisa sementara
pada bulan November di The Lancet, 131 kasus COVID-19 didapat. Pada rencana awal adalah
memberikan dua dosis penuh 28 hari terpisah (dosis standar, SD / SD), satu subjek di Inggris
menerima setengah dosis sebagai mereka dosis pertama (dosis rendah / dosis standar, LD / SD)
karena kesalahan dalam persiapan dosis. Herannya, dosis LD / SD menyebabkan efikasi menjadi
90%, sedangkan pada SD/SD efikasi hanya mencapai 62%, sehingga rata-rata 70% untuk dua
subkelompok. Ada beberapa hipotesis diberikan, termasuk peniruan infeksi SARS-CoV-2 yang
lebih baik. Ini dianggap berita bagus karena dosis yang lebih rendah menyebabkan lebih banyak
persediaan vaksin, dan dosis LD / SD diharapkan untuk peluncuran di masa mendatang.

Berdasarkan Analisis sementara pada bulan November di The Lancet, Percobaan fase 3
dihentikan sementara dua kali karena efek samping yang sama ditemukan di dua kelompok : Yang
pertama kasus mielitis transversal yaitu pada bulan Juli dan disimpulkan tidak terkait dengan
vaksin, sedangkan yang lainnya terjadi 14 hari setelahnya dosis kedua pada peserta di Inggris.
masalah ini dianggap sebagai masalah transparansi karena AstraZeneca tidak melaporkan kasus
tersebut ke US FDA.

Karena termostabilitas vektor Iklan, ChAdOx1 stabil pada suhu 4 ° C selama setidaknya enam
bulan. Astrazeneca juga memberi harga vaksin itu berkisar US $ 4, menjadikannya vaksin
termurah yang diumumkan saat ini. Prospek efikasi biaya seperti itu sangat menarik minat global

10
terhadap vaksin. Dari 10 miliar global pre-order dari 10 pembuat vaksin, AstraZeneca menerima
paling banyak dengan jumlah lebih dari 3 miliar dosis.

6. GAMALEYA (Sputnik V)

efikasi vaksin Sputnik V itu 91,4%, berdasarkan analisis sementara dari kedua data diperoleh
28 hari setelah pemberian dosis pertama. Perhitungan didasarkan pada analisis data relawan (n =
18.794) yang diterima kedua dosis vaksin Sputnik V atau placebo pada titik kontrol kedua. Pada
bulan November, hasil sementara diumumkan dengan 39 dikonfirmasi, 8 kasus pada kelompok
yang divaksinasi dan 38 kasus pada kelompok plasebo.

Beberapa relawan memiliki efek samping jangka pendek seperti nyeri di titik injeksi dan gejala
seperti flu. Sputnik V dapat disimpan pada suhu 4 ° C dan diberi harga relatif rendah, yaitu US $
10.

7. JANSSEN/JOHNSON & JOHNSON

Uji klinis Tahap 3 mengamati vaksin dosis tunggal versus placebo dengan relawan sebanyak
60.000 orang dewasa berusia 18 tahun atau lebih, Sebagian relawan berusia 60 tahun atau lebih.
Percobaan ini mencakup mereka dengan dan tanpa komorbiditas yang terkait dengan peningkatan
risiko COVID-19 yang parah.

Penelitian dihentikan pada bulan Oktober karena penyakit yang tidak dapat dijelaskan dalam
satu kelompok. Percobaan dilanjutkan 11 hari kemudian tetapi penyakit yang tidak dapat
dijelaskan tetap ada.

8. CANSINO

Uji coba CanSino fase 3 masih berlangsung dengan total 40.000 relawan yang berusia 18
tahun atau lebih, dan sekitar 10.000 di antaranya berasal dari Pakistan. Sisanya berasal dari
Argentina, Chili, Meksiko, dan Rusia.

11
9. NOVAVAX

Uji coba fase 2 dilakukan di Afrika Selatan pada bulan Agustus. Untuk fase 3, Novavax
menggunakan 15.000 relawan dalam uji coba di Inggris. Di Amerika Serikat dan Meksiko, 100
lokasi uji coba telah dipilih untuk merekrut 30.000 relawan, dan dijadwalkan mulai pada 28
Desember. Novavax mengatakan bahwa lebih dari 25% peserta dalam uji coba ini berusia di atas
65 tahun, dengan 'proporsi besar' relawan juga memiliki kondisi medis yang mendasari. Belum
ada rincian tentang suhu penyimpanan atau harga.

2.3 HAMBATAN DALAM DISTRIBUSI VAKSIN

Kesepakatan produksi antara pabrikan asli dan pabrik biofarma lokal akan menentukan
distribusi yang efisien di negara tersebut. Misalnya, India telah mendapatkan 2 miliar dosis dengan
memanfaatkan produksi di institut mereka di Pune, pabrik vaksin terbesar di dunia. Di Indonesia,
Biofarma sebagai produsen vaksin lokal telah menetapkan target untuk memproduksi lebih dari
250 juta dosis pada tahun 2021, meskipun hal ini pada akhirnya bergantung pada pasokan bahan
dari Sinovac. Tidak ada produsen fase 3 lain yang terikat dalam kesepakatan produksi dengan
laboratorium Indonesia.

Pemerataan dalam distribusi vaksin di seluruh dunia tetap menjadi perhatian. Didorong
oleh tingkat keberhasilan yang tinggi dalam laporan sementara, sebagian besar negara
berpenghasilan tinggi telah membuat kesepakatan dengan banyak pembuat vaksin, berpotensi
meninggalkan LMIC hanya dengan kelebihan pasokan. Kanada memimpin sebagai negara
pemasok terbaik dengan menyiapkan hampir sembilan dosis per orang, diikuti oleh AS (tujuh per
orang) dan Inggris (lima). Indonesia berada di posisi kesebelas dengan mengamankan setidaknya
satu dosis per orang setengah dari kebutuhan. LMIC kemungkinan besar perlu bergantung pada
COVAX, hasil inisiatif bersama yang dipimpin oleh GAVI, CEPI dan WHO untuk distribusi
vaksin yang adil. COVAX menawarkan dosis untuk setidaknya 20% populasi negara, dan telah
mendaftarkan lebih dari 189 negara dengan sebagian besar LMIC, dan telah mengamankan 700
juta dosis dan menargetkan hingga 2 miliar pada akhir tahun 2021.

Masalah penting lainnya adalah termostabilitas. Distribusi rantai dingin yang biasa
digunakan di Indonesia menggunakan 2-8 ° C, sama dengan vaksin tidak aktif lain yang biasa

12
digunakan seperti polio. Karena pemerintah telah mengesahkan vaksin virus yang tidak aktif
sebagai pemasok utama, maka distribusi rantai dingin tidak akan menjadi masalah yang berarti.
Namun, ini akan menjadi tantangan untuk mendistribusikan vaksin yang harus disimpan pada suhu
-20 ° C (Moderna) atau atau -70 ° C (Pfizer). Pfizer telah mengembangkan kotak pendingin
pengiriman khusus tetapi ini akan membutuhkan biaya tambahan. Ada kemungkinan vaksin
mRNA akan terbatas di tempat-tempat dengan infrastruktur yang diperlukan di kota-kota besar di
Indonesia

Terakhir, penerimaan publik terhadap vaksin tersebut sangat menentukan cakupan


skeptisisme dan gerakan anti-vaksin tetap menjadi ancaman yang membayangi, terutama di era
internet ini di mana informasi yang salah menyebar lebih cepat daripada artikel ilmiah. Di
Indonesia, survei yang dilakukan Kementerian Kesehatan bersama UNICEF terhadap 115 ribu
responden dari seluruh provinsi menunjukkan sekitar dua pertiga responden bersedia
memvaksinasi diri sendiri, dan sekitar 35% bersedia membayar jika harganya sekitar 50 ribu
rupiah (US $ 3,5). Namun, jika harganya naik menjadi 300 ribu rupiah (US $ 14), hanya sekitar
6% yang bersedia membayar. Kekhawatiran utama responden yang menolak adalah keamanan,
efektivitas, dan kehalalan vaksin. Survei lain di Indonesia juga melaporkan 93,3% penerimaan
publik jika vaksin memiliki setidaknya efikasi 95%, tetapi penerimaan ini turun menjadi 67,0%
jika vaksin hanya memiliki efikasi 50%. Diharapkan hubungan yang kuat antara sains dan
masyarakat melalui komunikasi massa ilmiah yang lebih baik, serta kebijakan pemerintah yang
transparan dan berbasis bukti ilmiah dapat membantu meningkatkan kepercayaan publik terhadap
vaksin.

2.4 Kejadian ikutan pasca vaksinasi

Kejadian ikutan pasca vasinasi ialah Kejadian medis yang terjadi setelah imunisasi dapat
berupa reaksi vaksin, reaksi suntikan, kesalahan prosedur, ataupun koinsidens sampai ditentukan
adanya hubungan kausal.

Semakin sukses suatu kampanye vaksinasi, semakin berkurang penyakit ada dalam
masyarakat/ publik. Karena ancaman penyakit yang asli hilang dalam persepsi publik, perhatian
penduduk dapat fokus pada efek buruk vaksin. Terdistorsinya persepsi tentang risiko vaksin dan

13
ancaman kesehatan yang jauh lebih besar oleh penyakit asli dapat menyebabkan penurunan
penerimaan vaksin.

Untuk memastikan diterimanya penerimaan vaksin secara terusmenerus, penting untuk:

• Memantau insiden KIPI

• Secara ilmiah mengevaluasi kemungkinan asosiasi antara vaksin dengan KIPI

• tanggapi risiko yang baru teridentifikasi dari vaksin

• Komunikasikan manfaat dan risiko kepada pasien sebelum dilakukan vaksinasi.

Kejadian Ikutan Pasca Vaksinasi atau biasa disebut KIPI merupakan kejadian medik yang
diduga berhubungan dengan vaksinasi. Berupa reaksi vaksin, kesalahan prosedur, koinsiden,
reaksi kecemasan, atau hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan. KIPI diklasifikasikan serius
apabila kejadian medik akibat setiap dosis vaksinasi yang diberikan menimbulkan kematian,
kebutuhan untuk rawat inap, dan gejala sisa yang menetap serta mengancam jiwa.

Dokter harus memantau KIPI karena Tidak ada vaksin yang 100% aman dan tanpa risiko,
Penting untuk mengetahui risiko dan bagaimana menangani peristiwa semacam itu ketika terjadi,
Menginformasikan kepada orang dengan benar tentang KIPI membantu menjaga kepercayaan
publik terhadap program imunisasi, Pemantauan KIPI juga membantu meningkatkan kualitas
layanan

Vaksin yang digunakan dalam program vaksinasi COVID-19 ini masih termasuk vaksin
baru sehingga untuk menilai keamanannnya perlu dilakukan surveilan baik aktif maupun pasif
yang dirancang khusus. Kejadian Ikutan dengan Perhatian Khusus (KIPK). KIPI yang tidak terkait
dengan vaksin atau koinsiden harus diwaspadai, Penapisan status kesehatan sasaran yang akan
divaksinasi harus dilakukan seoptimal mungkin

Berikut merupakan KIPI yang kerap terjadi terutama pada vaksin darurat. Secara umum,
vaksin tidak menimbulkan reaksi pada tubuh, atau apabila terjadi, hanya menimbulkan reaksi
ringan. Vaksinasi memicu kekebalan tubuh dengan menyebabkan sistem kekebalan tubuh
penerima bereaksi terhadap antigen yang terkandung dalam vaksin. Reaksi lokal dan sistemik
seperti nyeri pada tempat suntikan atau demam dapat terjadi sebagai bagian dari respon imun.
Komponen vaksin lainnya (misalnya bahan pembantu, penstabil, dan pengawet) juga dapat

14
memicu reaksi. Vaksin yang berkualitas adalah vaksin yang menimbulkan reaksi ringan seminimal
mungkin namun tetap memicu respon imun terbaik. Frekuensi terjadinya reaksi ringan vaksinasi
ditentukan oleh jenis vaksin.

Klasifikasi serius KIPI tidak berhubungan dengan tingkat keparahan (berat atau ringan)
dari reaksi KIPI yang terjadi. Reaksi ringan setelah imunisasi umum terjadi termasuk rasa sakit &
bengkak di tempat suntikan, demam, irritability, malaise. Sembuh sendiri, hampir tidak
memerlukan perawatan simtomatik. Penting untuk meyakinkan dan menjamin bahwa pasien/
orang tua memahami reaksi tsb. Sedangkan Reaksi Berat Jarang terjadi, Reaksi tersebut termasuk
kejang, trombositopenia, episode hipotonik hiporesponsif, persistent inconsolable screaming.
Dalam banyak kasus self limiting dan tidak mengarah ke masalah jangka Panjang. Mungkin juga
terjadi Anafilaksis, meski berpotensi fatal, dapat diobati tanpa efek jangka Panjang.

SOP yang harus diikuti penerima vaksin setelah divaksin ialah Setelah vaksinasi, mintalah
pasien untuk menunggu 30 menit untuk melihat adanya reaksi cepat yang terjadi setelah vaksinasi,
Bila tidak ada reaksi yng cepat, bisa pulang, biasanya petugas akan memberikan nomor kontak
yang bisa dihubungi, dan bisa beraktivitas seperti biasa, jangan lupa untuk mencatat nomor telpon
yang bisa dihubungi bila ada keluhan pasca vaksinasi, Petugas akan melakukan pemantauan reaksi
tersebut, dan sesungguhnya ini sudah dimulainya pemantauan kasus KIPI langsung setelah
vaksinasi. Puskesmas/ RS menerima laporan KIPI dari sasaran yang
divaksinasi/masyarakat/kader, dan apabila ditemukan dugaan KIPI serius agar segera dilaporkan
ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk dilakukan pelacakan. Hasil pelacakan dilaporkan ke
Pokja/Komda PP-KIPI untuk dilakukan analisis kejadian, tindak lanjut kasus.

15
BAB III

KESIMPULAN

Pengembangan vaksin COVID-19 bergerak dengan cepat. Efisiensi vaksi sejauh ini
membuktikan kemampuan ilmiah memerangi pandemi. Produsen juga harus memperhitungkan
memperhitungkan efisiensi dunia nyata, khususnya di Indonesia dengan jumlah penduduk yang
sangat besar dan infrastruktur yang terbatas. Kelayakan logistik, distribusi, biaya, ketersediaan
pasokan, dan penerimaan adalah faktor penting untuk sukses.

Vaksin yang efektif dan efisien pasti akan menjadi peluru perak untuk mengakhiri
pandemi. Dalam Sementara itu, kesehatan masyarakat perlu dijaga.karena, Uji coba saat ini
dirancang untuk mengukur pencegahan penyakit; apakah vaksin efektif untuk mencegah
SARSCoV- 2. Kita harus tetap waspada sampai kekebalan populasi dapat tercapai.

Kejadian ikutan pasca vasinasi ialah Kejadian medis yang terjadi setelah imunisasi dapat
berupa reaksi vaksin, reaksi suntikan, kesalahan prosedur, ataupun koinsidens sampai ditentukan
adanya hubungan kausal

Semakin sukses suatu kampanye vaksinasi, semakin berkurang penyakit ada dalam
masyarakat/ publik. Karena ancaman penyakit yang asli hilang dalam persepsi publik, perhatian
penduduk dapat fokus pada efek buruk vaksin. Terdistorsinya persepsi tentang risiko vaksin dan
ancaman kesehatan yang jauh lebih besar oleh penyakit asli dapat menyebabkan penurunan
penerimaan vaksin.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. (2012). “Basic Concept of Vaccination”. Immunization,


Vaccines and Biologicals: Vaccine Fact Book.
2. Thanh Le, T., Zacharias A., Arun K., Raul G. R., Stig T., Melanie S., dan Stephen M.
(2020). The COVID-19 Vaccine Development Landscape. Nature Reviews: Drug
Discovery, 10, 305-306.
3. Corum, J., Denise G., dan Carl Z. (2020). “Corona Virus Tracker”. The New York Times.
4. Syamaidzar, Syamaidzar. 2020. Review Vaksin Covid-19. Universitas Indonesia. Jakarta.
5. Ophinni, Youdiil. Dkk, 2020. COVID-19 Vaccines: Current Status and Implication for
Use in Indonesia. Acta Med Indones - Indones J Intern Med. Indonesia

17

Anda mungkin juga menyukai