Anda di halaman 1dari 41

REFERAT ILMU PENYAKIT SARAF

TREMOR

Disusun oleh:
Alvita Suci Edgina 01073180008
Deandra Michella 01073180056
Gabriella Trisia 01073180065
Hubert Subekti
Michelle Lavinia Lee

Pembimbing:
dr. Imam Suhada, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


PERIODE 8 APRIL – 12 MEI 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
RUMAH SAKIT MARINIR CILANDAK
JAKARTA
KATA PENGANTAR
 

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terselesaikannya referat yang berjudul:
“Tremor”. Atas pengetahuan, serta bimbingan dan pengarahan dari para dokter dan staf
pembimbing di Rumah Sakit Marinir Cilandak, Jakarta saat kepaniteraan klinik berlangsung;
penulis ingin mengucapkan terima kasih. Penulis juga ingin berterima kasih khususnya kepada
dokter pembimbing yaitu dr. Imam Suhada, Sp.S, atas bimbingan, kritik, dan saran yang diberikan
sehingga karya tulis ini dapat selesai sebagaimana mestinya.

Penulis berharap adanya saran dan kritik yang membangun guna perbaikan dan
penyempurnaan untuk laporan kasus ini selanjutnya. Penulis berharap laporan kasus ini dapat
berguna bagi pembaca.

April 2019,

Penulis

  2  
 

DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar ............................................................................................................ 2
Daftar Isi ...................................................................................................................... 3
BAB I
1.1 Pendahuluan ................................................................................................... 5
1.2 Epidemiologi ................................................................................................. 4
1.3 Klasifikasi ..................................................................................................... 4
1.4 Anatomi yang Berperan dalam Patofisiologi Tremor ................................... 8
BAB II KLASIFIKASI TREMOR
2.1   Tremor Fisiologis ........................................................................................ 11
2.2   Tremor Essensial .......................................................................................... 12
2.2.1 Definisi ........................................................................................ 12
2.2.2 Epidemiologi .............................................................................. 12
2.2.3 Patogenesis dan Genetik ............................................................. 12
2.2.4 Manifestasi Klinis ...................................................................... 13
2.2.5 Diagnosis .................................................................................... 14
2.2.6 Diagnosis DIferensial ................................................................. 16
2.2.7 Terapi Tumor Essensial ............................................................... 17
2.3   Parkinsonian Tremor ................................................................................... 21
2.3.1 Penyakit Parkinson ...................................................................... 22
2.3.2 Idiopathic Parkinson Disease ..................................................... 24
2.4   Drug Induced Tremor .................................................................................. 28
2.4.1 Diagnosis ..................................................................................... 28
2.4.2 Faktor Resiko ............................................................................... 29
2.4.3 Tatalaksana Secara Umum .......................................................... 29
2.4.4 Tremor Inducing Drugs ............................................................... 30
2.5   Rubral Tremor ............................................................................................. 32
2.5.1 Definisi ......................................................................................... 32
2.5.2 Tanda dan Gejala ......................................................................... 33
2.5.3 Faktor Resiko .............................................................................. 33
2.5.4 Faktor Pencetus ........................................................................... 33
2.5.5 Patofisiologi ................................................................................ 33
2.5.6 Diagnosis ..................................................................................... 34

  3  
 

2.5.7 Manifestasi Klinis ........................................................................ 34


2.5.8 Terapi .......................................................................................... 35
2.6   Tremor Intensional ...................................................................................... 37
2.6.1 Penyebab ..................................................................................... 36
2.6.2 Gejala dan Tanda ......................................................................... 37
2.6.3 Diagnosis .................................................................................... 37
2.6.4 Terapi .......................................................................................... 38
BAB III REFERENSI ................................................................................................. 39

  4  
 

BAB I

1.1 Pendahuluan
Tremor didefinisikan sebagai gerakan involunter osilasi ritmis, yang timbul akibat
kontraksi otot-otot yang berlawanan secara bergantian atau ireguler dengan frekuensi dan
amplitudo tetap dalam periode waktu yang lama.1-4 Tremor merupakan gangguan gerakan yang
paling sering ditemukan, dapat terjadi dari waktu ke waktu pada kebanyakan individu normal pada
bentuk tremor fisiologis yang ditingkatkan.5

Menentukan penyebab tremor merupakan hal yang penting untuk menentukan prognosis
serta tatalaksana yang spesifik. Ketika menilai seseorang dengan tremor, fenomena daripada tremor
tersebut, ada atau tidaknya kelainan atau gejala neurologis lainnya, serta kemungkinan pengaruh
obat atau alkohol perlu diperhatikan. Riwayat penyakit pasien serta pemeriksaan neurologis
biasanya cukup untuk mendiagnosis penyebab dari tremor.6 Sebagian besar tremor mengenai
tangan, namun juga dapat terjadi pada bagian lain seperti lengan, kaki, kepala dan bahkan suara.

Secara klinis, tremor dapat dibagi menjadi dua. Resting tremor, dimana tremor terjadi pada
bagian tubuh yang sedang berelaksasi dan tidak sedang melawan gravitasi. Yang kedua adalah
Action tremor atau tremor aksi, yang terjadi dengan saat adanya kontraksi sadar dari otot dan dapat
dibagi lagi menjadi kinetic tremor, postural tremor, serta isometric tremor.8

1.2 Epidemiologi
Tremor fisiologis dapat terjadi pada semua orang normal pada saat istirahat atau bergerak
dengan amplitudo rendah dan frekuensi tinggi sehingga biasanya tidak terlihat oleh kasat mata dan
tidak dapat dirasakan sebagai gangguan. Tremor patologis yang paling sering ditemukan adalah
tremor esensial, yang mengenai sekitar 1% dari populasi di seluruh dunia dan kurang lebih 5% pada
orang tua usia lebih dari 60 tahun.7

1.3 Klasifikasi

Tremor dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yakni tremor fisiologis dan patologis.
Tremor yang bersifat fisiologis memiliki frekuensi antara 8 sampai dengan 13 Hz, dengan nilai
rerata pada usia dewasa yakni 10 Hz dan lebih kecil pada anak-anak maupun usia lanjut. Tremor
fisiologis terjadi pada setiap orang pada kegiatan sehari-hari, dan pada umumnya getarannya tidak

  5  
 

dapat dilihat dengan kasat mata. Tremor patologis dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi,
frekuensi, amplitudo, ritmisitas, etiologi, serta berdasarkan perubahan patologik. Tremor dapat
terjadi unilateral maupun bilateral. Lokasi terjadinya tremor yang paling sering adalah pada
ekstremitas atas bagian distal jari-jari dan tangan, namun bisa juga didapatkan pada lengan, kaki,
telapak kaki, lidah, bibir, kelopak mata, rahang, kepala, suara, dan meliputi seluruh tubuh.
Frekuensi tremor bisa lambat (3-5 Hz), sedang (5-8 Hz), atau cepat (9-12 Hz). Amplitudo tremor
bisa kasar, sedang atau halus. Tremor juga dapat terjadi secara konstan atau intermitten pada saat-
saat tertentu.

Selain itu, berdasarkan gambaran klinis, tremor dapat juga dibagi menjadi action tremor
dan resting tremor. Diagram klasifikasi tremor ditunjukkan pada gambar 1.1 dibawah ini.

Gambar 1.1. Klasifikasi Tremor


(Sumber : Ropper AH. Adams and Victor’s principles of neurology. 10th ed. New York: McGraw-Hill
Education Medical; 2014. 1654 p.)

1.   Tremor istirahat (resting/static tremor)


Tremor timbul pada bagian tubuh yang sepenuhnya ditopang melawan gravitasi dan tidak
ada kontraksi otot volunter. Misalnya, tangan yang diletakkan di pangkuan. Amplitudo meningkat
selama stres atau dengan gerakan umum (berjalan), dan berkurang dengan gerakan menunjuk
sasaran (tes telunjuk hidung). Tremor istirahat dapat ditemukan pada parkinsonism, alcohol
withdrawal, dan neurosifilis.9

2.   Tremor aksi (action tremor)

  6  
 

Tremor terjadi akibat kontraksi otot volunter. Tremor aksi yaitu tremor esensial, penyakit
serebellar, tremor Holmes, tremor fisiologis, obat-obatan tertentu, bisa juga ditemukan pada
Parkinsonism. Tremor aksi dibagi atas:
a.   Tremor postural
Terjadi pada bagian tubuh yang mempertahankan posisi melawan gravitasi.
Misalnya menunjuk suatu objek, menjulurkan lidah, mengangkat kedua tangan di sisi
tubuh.9
b.   Tremor kinetik
Terjadi pada gerakan volunter, terdiri dari :
●   Tremor kinetik sederhana (simple kinetic tremor): Tremor yang berhubungan yang
pergerakan ekstremitas, seperti gerakan pronasi-supinasi atau fleksi-ekstensi
pergelangan tangan. Tremor terjadi secara konstan sepanjang pergerakan yang
dilakukan. 8,9
●   Tremor intensi: Tremor ini terjadi pada gerakan menunjuk sasaran dengan
amplitudo yang semakin meningkat saat gerakan mendekati sasaran pada akhir
gerakan. Misalnya saat menuangkan teh, tes telunjuk hidung atau tes jari-jari.
Kemungkinan adanya tremor posisi tertentu atau tremor postural pada awal dan
akhir gerakan harus disingkirkan.8,9
●   Task-specific kinetic tremor: Tremor kinetik ini dipicu oleh aktivitas tertentu yang
membutuhkan keterampilan, seperti menulis, berbicara, memainkan musik
instrumental (tremor okupasi).8,9
c.   Tremor isometrik
Tremor yang terjadi pada kontraksi otot volunter melawan suatu tahanan konstan,
seperti mengepal bola, menekan telapak tangan pemeriksa.8,9
Walaupun klasifikasi tremor membantu dalam menentukan penyebab, sindrom-sindrom tremor
bervariasi, sehingga riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik sangat penting saat memeriksa pasien
tremor.

  7  
 

Gambar 1.2 Diagnosis Diferensial Tremor

Gambar 1.3 Jenis Tremor

1.4 Anatomi yang Berperan dalam Patofisiologi Tremor


Bagian dari sistem saraf yang berperan dalam terjadinya tremor salah satunya adalah
ganglia basalis. Ganglia basalis adalah bagian dari sistem motorik. Struktur ini memiliki fungsi
inisiasi dan modulasi pergerakan pada kontrol tonus otot. Nuklei utama ganglia basalis adalah
nukleus kaudatus, putamen dan globus palidus Nuklei tersebut berhubungan satu sama lain dan
dengan korteks serebri bagian motorik. Peran nuklei tersebut yakni memberikan efek inhibitorik
dan eksitatorik pada korteks motorik.6
Lesi pada ganglia basalis dan pada nuklei lain yang memiliki fungsi yang berkaitan, seperti
substansia nigra dan nukleus subtalamikus dapat menimbulkan impuls yang berkaitan dengan
pergerakan yang kurang atau berlebih dan/atau perubahan patologis pada otot. Gangguan yang
biasa terjadi pada ganglia basalis dan menimbulkan tremor yakni pada penyakit Parkinson.2,6

  8  
 

Penyakit Parkinson disebabkan oleh gangguan neurotransmisi dopaminergik dalam ganglia


basalis. Pada pemeriksaan patologis, neuron dopaminergik di substantia nigra nyata berkurang, dan
Lewy bodies (inklusi sitoplasma) yang ditemukan dalam sisa neuron dopaminergik. Lebih dari 10
autosomal gen atau lokus gen dominan dan resesif telah dikaitkan dengan penyakit Parkinson,
tetapi mutasi pada gen tunggal jarang menjadi penyebab.4

Gambar 1.4 Anatomi Ganglia Basalis


(Sumber : Bähr M, Frotscher M, Duus P. Duus’ topical diagnosis in neurology: anatomy, physiology,
signs, symptoms. Stuttgart; New York: Thieme; 2005.)

Struktur lain yang juga berperan dalam terjadinya tremor, khususnya intention tremor
yakni serebelum. Serebelum adalah organ sentral untuk kontrol motorik halus. Struktur ini
memproses informasi dari berbagai jaras sensorik (terutama vestibular dan propioseptif), bersama
dengan impuls motorik dan memodulasi aktivitas area nuklear motorik di otak dan medula spinalis.
Secara anatomis, serebelum tersusun dari dua hemisfer dan vermis yang terletak di
antaranya. Secara fungsional, serebelum terbagi menjadi tiga komponen yakni vestibuloserebelum,
spinoserebelum dan serebroserebelum. Vestibuloserebelum menerima impuls aferen dari organ
vestibularis dan fungsinya adalah untuk mengatur keseimbangan. Vestibuloserebelum terdiri dari
flokulus dan nodulus pada serebelum, atau disebut sebagai lobus flokulonodular. Spinoserebelum
terutama mengolah impuls propioseptif dari traktus spinoserebelaris dan mengontrol postur serta
gaya berjalan. Spinoserebelum terdiri dari struktur anatomis kulmen dan lobulus sentralis dari lobus
anterior vermis. Serebroserebelum memiliki hubungan fungsional yang dekat dengan korteks
motorik telensefalon dan berperan untuk kehalusan dan ketepatan seluruh gerakan terkontrol halus.
Lesi serebelum akan memiliki manifestasi klinis berupa gangguan pergerakan dan keseimbangan.

  9  
 

Serebelum menerima semua impuls mengenai gerakan volunter terencana (planned


voluntary movement) dari motor korteks primer (Broadmann area 4 dan 6). Serebellum kemudian
memodulasi impuls dan mengirimkan kembali sinyal ke bagian korteks agar dapat terjadi gerakan
volunter terencana yang halus (soft). Ketika impuls tersebut masuk ke serebelum, nukleus dentatus
teraktivasi mengirimkan impuls ke red nucleus melalui superior cerebellar peduncle dari red
nucleus mengirimkan impuls ke inferior olive nucleus melalui central tegmental tract dan setelah
itu mengembalikan kembali impuls ke korteks otak sehingga menimbulkan gerakan volunter
terencana yang halus. Apabila terdapat lesi yang mengenai sirkuit dento-rubro-olivo-cerebellar
neural feedback loop ini maka akan menyebabkan gangguan gerakan halus volunter terencana dan
dapat menimbulkan intentional tremor atau tremor aksi.26

  10  
 

BAB II
KLASIFIKASI TREMOR

2.1 TREMOR FISIOLOGIS


Tremor fisiologis, atau tremor normal adalah jenis tremor yang secara umum dapat
ditemukan pada orang normal dan tidak menandakan adanya kelainan atau suatu penyakit. Tremor
fisiologis biasanya bersifat bilateral postural atau tremor aksi kinetik ringan, dengan amplitudo
rendah, frekuensi tinggi. Frekuensi tremor pada tremor fisiologis bervariasi antara 8-13 Hz, yang
tersering adalah 10 Hz pada orang dewasa dan berkurang pada anak-anak serta pada usia tua.3,6,8
Tremor fisiologis sering terjadi pada kondisi stres atau kecemasan, setelah kerja fisik yang berat,
atau berolahraga, atau setelah mengonsumsi kafein atau stimulan lainnya. Namun, pada umumnya
tremor fisiologis juga dapat muncul pada semua orang ketika sedang mempertahankan suatu postur
atau gerakan. Gerakan pada tremor fisiologis sangat halus sehingga sulit untuk dilihat dengan mata
telanjang, dan hanya ketika jari-jari terentang kuat. Dalam banyak kasus, instrumen khusus
diperlukan untuk pendeteksiannya seperti dengan meminta pasien untuk mengarahkan laser pointer
pada target yang jauh akan sering mengeksposnya.
Terdapat beberapa hipotesis yang menjelaskan terjadinya tremor fisiologis, teori yang
paling tradisional mencerminkan getaran pasif pada jaringan tubuh yang dihasilkan oleh aktivitas
mekanis dari jantung, namun tidak dapat menjelaskan kejadian keseluruhannya. Terdapat faktor
lain yang terlibat seperti input spindel, laju penembakkan kelompok neuron motorik yang tidak
terpakai, frekuensi resonansi alami dan inersia otot serta struktur lain yang lebih penting.3
Pada kondisi lain dimana tremor fisiologis lebih jelas mudah terlihat dan biasanya
reversibel tanpa adanya penyakit neurologis, disebut sebagai enhanced physiologic tremor (EPT)
atau “tremor fisiologis yang ditingkatkan”. EPT merupakan salah satu tipe tremor postural atau
tremor aksi yang memiliki frekuensi sama dengan tremor fisiologis namun dengan amplitudo yang
lebih besar. EPT biasanya terlihat pada posisi tangan yang direntangkan pada sisi tubuh dengan
keadaan takut dan cemas, gangguan metabolik (hipertiroid, tirotoksikosis, hiperkortisolisme,
hipoglikemi), feokromositoma, latihan fisik intens, alcohol withdrawal, obat sedatif, dan efek
toksik dari beberapa obat-lithium, asam nikotinat, xanthines (kopi, teh, aminofilin), dan
kortikosteroid. Peningkatan daripada tremor fisiologis terjadi pada keadaan metabolik dan
intoksikasi yang bukan merupakan fungsi dari sistem saraf pusat tetapi merupakan konsekuensi
dari stimulasi otot oleh reseptor beta-adrenergik dengan peningkatan level katekolamin.
Karakteristik tremor ini adalah tremor yang menghilang jika faktor pemicu atau faktor yang
mendasari dihindari. Pada kasus-kasus seperti ini, biasanya terapi non-farmakologis saja cukup

  11  
 

seperti pengendalian rasa takut dan cemas, atau pemicu dari tremor tersebut. Namun, pada beberapa
kasus, tremor fisiologis ringan pun bahkan dapat menyebabkan rasa malu dan terganggu secara
fungsional. Obat yang dapat digunakan untuk mengatasi tremor ini adalah golongan β-bloker
seperti propanolol direkomendasikan. Dosis obat-obat yang dapat diberikan pada tremor fisiologis
meninggi yaitu propanolol 160 mg/hari, atenolol 200 mg/hari, metoprolol 200 mg/hari, nadolol 80
mg/hari, timolol 20 mg/hari. Pemberian alkohol juga dapat mengurangi gejala tremor fisiologis
meninggi.3,9,1

2.2 TREMOR ESENSIAL


2.2.1. Definisi
Essential tremor adalah suatu gangguan pada saraf yang dikarakteristikkan dengan adanya
gerakan bergetar atau “tremor” pada bagian tubuh seperti tangan, lengan, kepala, larynx, lidah,
ataupun dagu. Bagian tubuh bawah jarang terkena. Essential tremor paling baik digambarkan oleh
orang-orang yang memiliki kesulitan dalam menulis ataupun menggambar spiral. Tremor esensial
merupakan tremor postural bilateral atau kinetik (≥4 Hz; biasanya 4-12 Hz) atau isolated head
tremor tanpa disertai dengan distonia.

2.2.2. Epidemiologi
Essential tremor adalah jenis tremor yang paling sering ditemukan, dengan prevalensi
dunia sekitar 1% dan 5% pada orang dewasa diatas 60 tahun. Insiden dari ET meningkat seiring
pertambahan usia, walaupun pada anak kecil dan remaja bisa terkena, terutama ketika ET familial.
Prevalensi antara pria dan wanita sama. Tremor jenis ini timbul pada frekuensi yang lebih rendah
daripada tremor fisiologis dan essential tremor tidak diasosiasikan dengan perubahan secara
neurologis. Essential tremor dihipotesiskan untuk menjadi faktor resiko terjadinya Parkinson.
Penelitian oleh Shahed dan Jankovic (2007) melaporkan adanya riwayat tremor bilateral, postural
pada kedua tangan. Selain itu, dilaporkan juga bahwa ada peningkatan prevalensi ET pada anggota
keluarga pasien dengan Parkinson, dan ditemukan adanya Lewy bodies pada beberapa pasien
dengan ET (15-24%).11

2.2.3. Patogenesis dan Genetik


Patogenesis dari ET sebagian besar tidak dapat dijelaskan, dan secara fenotipe dan
heterogenitas genetik menunjukkan bahwa ET bukan merupakan suatu penyakit, melainkan
merupakan suatu kumpulan gejala dari penyakit tertentu. Genetik merupakan salah satu komponen
yang kuat. Riwayat tremor pada keluarga terdapat pada 30-70% dari pasien dengan ET. Hal ini

  12  
 

disebabkan karena essential tremor diturunkan dalam pola autosomal dominant. Sebanyak 80%
dari familial ET menunjukkan gejala sebelum usia 40 tahun, namun pada sebagian orang, ET dapat
muncul pada masa kanak- kanak dan bertahan. Terdapat beberapa jenis gen yang menjadi faktor
risiko terbentuknya ET seperti Leucine-rich repeat and immunoglobulin domain-containing
protein 1 (LINGO), solute carrier family 1 member 2 (SLC1A2), serine/threonine kinase 32 B
(STK32B), PPARG coactivator 1 alpha (PPARGC1A), catenin alpha 3 (CTNNA3).12
Pada ET, terjadi hiperaktivitas dari cerebellothalamocortical circuit , dimana disfungsi
GABAergic pada nukleus dentata dan batang otak, yang kemungkinan disebabkan oleh
neurodegenrasi pada daerah ini.13

2.2.4. Manifestasi Klinis


2.2.4.1 Karakteristik Tremor
Tremor biasanya timbul pada lengan dan tangan dan terjadi secara simetris. Pada 15%
pasien, essential tremor timbul pertama kali pada tangan yang dominan. Tremor dapat hanya berada
pada extremitas atas atau pada kepala berupa kepala mengangguk dan menggeleng. Pada beberapa
kasus, tremor juga dapat meliputi rahang, bibir, lidah, larynx, sehingga timbul suara yang bergetar
(voice tremor). Pada beberapa pasien, tremor pada kepala atau suara biasanya mendahului tremor
pada tangan. Tremor kepala biasanya bersifat postural dan akan menghilang saat kepala disanggah.
Biasanya tremor pada anggota gerak dan kepala terlihat membaik ketika pasien sedang berjalan.
Adapun essential tremor memiliki 2 karakteristik berbeda yang dapat diklasifikasikan
menjadi “postural” dan “kinetic” tremor.
Pertama-tama, postural tremor akan timbul ketika salah satu anggota gerak berada dalam
posisi melawan gravitasi seperti ketika meluruskan lengan didepan badan. Pada pasien, maka
biasanya kedua lengan akan bergetar (bilateral tremor). Kedua, kinetic tremor juga disebut sebagai
action tremor dan hal ini dapat diobservasi pada saat dilaksanakannya gerakan volunter seperti saat
menulis, menggambar, dan lain-lain.Terkadang ET juga diperparah dengan goal directed
movement seperti minum dari gelas atau tes finger to nose. Essential tremor tidak akan terjadi saat
istirahat, ketika otot sedang dalam posisi yang dalam relaksasi sempurna, maka tremor tidak akan
terjadi. Adapun karakteristik yang penting dari essential tremor adalah:
●   adanya keparahan yang bervariasi tiap gejala tersebut muncul
●   adanya kecenderungan gejala tremor untuk memburuk saat ada stress emosional dan fisikal
●   kecenderungan untuk memburuknya gejala seiring dengan pertambahan usia
●   muncul pada umur yang bervariasi, termasuk pada masa kanak-kanak
●   Biasanya ada kecenderungan essential tremor untuk muncul pada keluarga

  13  
 

●   Essential tremor dapat timbul secara sporadis, adanya beberapa kasus dimana essential
tremor muncul tanpa adanya riwayat pada keluarga. Hal ini menunjukkan kemungkinan
adanya faktor lingkungan yang mungkin berperan.
●   Memiliki frekuensi yang tinggi, yaitu 4-12 Hz.

Essential tremor diperburuk dengan emosi, olahraga, dan kelelahan. Essential tremor dapat
bertambah parah hingga tulisan tangan pasien menjadi tidak dapat dikenali ataupun pasien tidak
dapat makan dan minum sendiri karena komponen dalam sendok atau gelas tidak dapat dibawa ke
mulut tanpa menumpahkan makanan atau minuman tersebut. Pada tahap akhir, lama-kelamaan
seluruh tindakan yang membutuhkan keterampilan tangan menjadi sulit bahkan mustahil. 14.

2.2.5. Diagnosis
Tahap awal mendiagnosis ET adalah menentukan apakah pasien mengalami tremor atau
gangguan gerak lainnya. Tremor menunjukkan adanya gerakan ritmik dan oskilasi terhadap central
plane, serta involunter. Terdapat beberapa gangguan gerakan yang dapat mirip dengan tremor,
salah satunya adalah chorea. Chorea dapat dibedakan dari tremor melalui karakterisitiknya yaitu
nonoskilasi dan arritmik. Myoclonus juga dapat menyerupai tremor, namun biasanya bersifat
aritmik dan ketika dilakukan palpasi pada otot yang berkontraksi, dapat dirasakan adanya kejutan
( shock-like nature of movement). Distonia kadang sulit dapat dibedakan dengan tremor, namun
tremor biasanya tidak menyebabkan gerakan berputar ( twisting or turning) dari ekstremitas yang
terkena.
ET merupakan suatu diagnosis klinis yang harus dicurigai pada pasien yang mengeluhkan
adanya tremor berkepanjangan yang mengganggu aktivitas sehari- hari dan memiliki riwayat
tremor pada keluarga. Diagnosis diperkuat dengan pemeriksaan neurologis. Jika tremor hanya
terbatas pada tangan, tremor akan muncul pada saat pasien melakukan ekstensi lengan dan
melakukan manuver seperti finger to nose atau menuang air ke dalam gelas. Karakteristik tremor
pada ET adalah fleksi ekstensi dari bahu, pergelangan tangan atau jari. Penting juga meminta pasien
untuk menulis dan menggambar spiral ( Archimedes spiral). Pada pasien dengan ET, biasanya
tulisannya memiliki karakteristik yaitu besar dan tidak beraturan ( scribbly) dan berbeda dengan
Parkinson Disease yang menunjukkan adanya micrographia. Jika menggambar spiral, biasanya
berbentuk gelombang.

Kriteria diagnosis ( Berdasarkan International Parkinson and Movement Disorder) 15:

  14  
 

-   Isolated tremor consisting of bilateral upper limb action ( kinetic or postural) without other
motoric abnormalities
-   At least three years in duration
-   With or without tremor in other location ( leg, head, voice, and etc.)
-   Absence of other neurologic signs such as dystonia, ataxia or parkinsonism.

Adapun kriteria eksklusi adalah sebagai berikut :


-   Adanya gangguan neurologis lain, terutama adanya distonia (adanya gerakan yang
persisten dan repetitive pada anggota gerak sehingga membentuk gerakan memutar yang
repetitif ataupun postur abnormal yang tidak dapat diubah)
-   Adanya penyebab yang diketahui dari peningkatan tremor fisiologis, termasuk adanya
peningkatan eksposur terhadap obat yang diketahui menyebabkan tremor, ataupun keadaan
berhenti dari sebuah obat (withdrawal state)
-   Adanya riwayat ataupun gejala psychogenic tremor
-   Adanya penurunan kognitif yang berarti
-   Primary orthostatic tremor
-   Isolated voice tremor
-   Isolated position - task specific tremor (tremor hanya terjadi ketika melakukan pekerjaan
tertentu seperti menulis)
-   Isolated tongue or chin tremor
-   Isolated leg tremor

●   Pemeriksaan lab: dilakukan pemeriksaan lab untuk mengeksklusikan penyebab dari


enhanced physiological tremor, seperti elektrolit (terutama serum kalsium) dan tes fungsi
tiroid. Selain itu, perlu juga dilakukan pemeriksaan blood urea nitrogen (BUN) dan
kreatinin (tremor dapat timbul sebagai komplikasi dari chronic kidney disease. Tes fungsi
hati juga dapat dilakukan.
●   Electromyography: dapat dilakukan untuk menilai frekuensi tremor, ritmisitas dan
amplitudo tremor, namun pemeriksaan ini bukanlah pemeriksaan yang rutin dilakukan.
●   Brain imaging: MRI atau CT scan otak tidak diindikasikan pada pasien dengan gejala khas
ET. Neuroimaging harus dilakukan ketika adanya focal neurological examination findings
atau muncul secara mendadak, yang menunjukkan adanya kemungkinan penyebab postural
dari tremor, seperti stroke, demielinisasi atau lesi masa.

  15  
 

2.2.6. Diagnosis Diferensial


Enhanced Physiological Tremor
-   merupakan penyebab umum dari action tremor dan mirip dengan ET.
-­   Banyak faktor yang dapat mengenhance tremor fisiologik, terutama karena peningkatan
aktivitas simpatetik. Contohnya stress, cemas, excitement, kelemahan otot, demam,
hipoglikemia, alkohol atau opioid withdrawal, dan beberapa obat-obatan.  
-   Jika faktor pencetus tersebut dihilangkan , maka akan terjadi resolusi pada enhanced
physiological tremor. Hal inilah yang membedakan ET dengan enhanced physiological
tremor.

Parkinsonian Tremor
-   Parkinsonian tremor memiliki karakteristik yaitu tremor saat istirahat dan biasanya muncul
unilateral.
-   Biasanya memiliki gangguan neurologis lainnya seperti bradidiskinesia dan rigiditas.
-   Namun dalam beberapa kasus, terdapat tumpang tindih antara ET dan Parkinsonian tremor.
Pasien dengan Parkinson Disease dapat memiliki tremor postural yang singkat, biasanya
sebelum muncul gejala lainnya. Jika ditemukan adanya bradidiskiniesia, rigiditas, dan
micrographia pada awal tahap Parkinsonian Postural Tremor, maka dapat dicurigai adanya
Parkinson Disease, walaupun tanda ini tidak muncul lagi pada tahap selanjutnya.
-   Keterlibatan anggota tubuh juga dapat membedakan ET dengan PD. Tremor pada bagian
kepala dan leher lebih mengarah pada ET, sedangkan tremor pada rahang dan bibit lebih
mengarah ke PD.

Dystonic Head Tremor


-   Ketika tremor hanya terjadi pada kepala tanpa melibatkan bagian tubuh lainnya serta tidak
adanya tanda dari disfungsi serebellar, maka dystonic head tremor karena cervical dystonia
(spasmofili torticollis) harus dicurgai.
-   Cervical dystonia merupakan penyebab tersering dari distonia focal, dan biasanya
menyebabkan rotasi kepala (torticolis), tilt (laterocolis), fleksi atau ekstensi. Tremor kepala
yang disebabkan oleh Cervical Dystonia memiliki karakteristik yang lebih irregular dan
jerky dibandingkan ET dan meningkat dengan perubahan posisi kepala, biasanya terjadi
ketika menjauhkan kepala dari posisi torticollis.
-   Tremor kepala karena ET biasanya membaik setelah kepala disangga dengan bantal, dan
berkebalikan dengan Cervical Dystonia.

  16  
 

Spasmodic Dysphonia
-   Manifestasi fokal berupa tremor vokal jarang ditemukan pada ET. Namun jika ada, penting
untuk membedakan antara tremor vokal et causa ET atau spasmodic dysphonia. Hal ini
dapat dibedakan dengan meminta pasien untuk mengucapkan steady note seperti aaaaaa
atau eeee. Jika ditemukan adanya serak, tegang, seperti terjepit atau pecah suara —>
Spasmodic dysphonia.

2.2.7. Treatment of Essential Tremor


2.2.7.1. Terapi Medikamentosa 16

  17  
 

A.   Propranolol 17
Essential tremor dapat diinhibisi oleh beta-adrenergic antagonist yaitu propanolol secara
oral untuk periode yang lama. Berdasarkan Guideline dari the American Academy of Neurology (
AAN) pada tahun 2011 menyimpulkan dosis penggunaan propanolol yaitu 60-320 mg/hari. Efek
dari obat baru dapat dilihat setelah beberapa hari hingga minggu. Pada pasien, sekitar 50-70%
pasien memiliki pengurangan gejala, namun beberapa melaporkan adanya efek samping berupa
kelelahan, disfungsi ereksi, bradikardia, dan bronchospasm. Mekanisme dan tempat kerja beta-
blocker tidak diketahui secara pasti dalam mengurangi tremor. Propranolol dikontraindikasikan
pada pasien dengan heart block, asma, dan DM tipe I. AAN menganjurkan untuk konsultasi dengan
kardiologis sebelum memulai terapi propanolol pada pasien dengan penyakit jantung. Terdapat
beberapa jenis beta bloker lainnya :
-   Atenolol → selective beta adrenergic blocker, mungkin dapat menurunkan gejala tremor pada
anggota gerak karena ET. Atenolol dapat digunakan pada pasien dengan asma dan bronkospasme.
Namun masih terdapat pro dan kontra. Efektivitas dalam menurunkan gejala tremor masih belum
dapat dibuktikan.
-   Sotalol → nonselective beta adrenergic receptor blocker mungkin dapat menurunkan gejala tremor
pada ET.
-   Nadolol → nonselective beta adrenergic receptor blocker, mungkin dapat menurunkan gejala
tremor pada ET.
-   Metoprolol → selective beta adrenergic receptor blocker. Efektifitas obat ini masih belum terbukti.

Menurut beberapa penelitian, penggunaan beta adrenergic blocker lainnya dalam


mengurangi gejala ET tidak lebih baik dari propranolol.
Efektifitas dari penggunaan terapi medikamentosa untuk mengobati Et berkurang seiring
berjalannya waktu dikarenakan progresifitas penyakit atau terjadi intoleransi dari obat. Propranolol
dan Primidone masih efektif untuk mengurangi tremor pada mayoritas pasien setidaknya satu
tahun.

B. Primidone 18
Barbiturat yaitu primidone juga efektif dalam kontrol essential tremor dan obat ini dapat
digunakan untuk pasien yang tidak dapat merespon atau tidak dapat mentoleransi medikasi beta-
blocking, namun banyak pasien tidak dapat mentoleransi efek samping barbiturat yaitu rasa teler,
mual, ataupun ataxia. Pengobatan dapat dimulai pada 25 mg sehari dan ditingkatkan setiap harinya

  18  
 

sampai mencapai 75 mg sehari untuk meminimalisir efek samping. Berdasarkan AAN guideline,
menyimpulkan bahwa penggunaan primidone sampai dengan 750 mg/hari efektif untuk mengobati
tremor karena ET. Efek samping dari primidone meliputi sedation, drowsiness, kelelahan, depresi,
mual, muntah, ataksia, malaise, pusing, unsteadiness, bingung, vertigo, dan acute toxic reaction.
Efek samping ini lebih parah saat permulaan penggunaan obat, dan bukan merupakan
kontraindikasi untuk penghentian penggunan obat. Gabapentin, topiramat, mitrazipine, dan
benzodiazepine dan obat-obatan lain dapat digunakan sebagai terapi lini kedua..

C. Gabapentin 19
Gabapentin sebagai monoterapi kemungkinan dapat mengurangi tremor karena ET.
Efektifitas telah diuji dalam penelitian, dimana didapatkan penggunaan gabapentin 1200 mg/ hari
mengurangi tremor daripada placebo, dan menurunkan magnitude tremor pada hari ke 15 sebesar
77% yang diukur menggunakan accelerometry. Gabapentin memiliki efek samping yang lebih
rendah dibandingkan primidone, akan tetapi dapat menyebabkan rasa kantuk, dizziness, gait
unsteadiness terutama pada orang tua. Dosis awal 300 mg per hari ( dibagi dalam 3 dosis) lebih
dipilih daripada 900 mg per hari ( dibagi dalam 3 dosis ) pada orang tua.

D. Topiramate 20
Topiramate dapat mengurangi tremor pada anggota gerak karena ET dan memperbaiki
disabilitas fungsional. Namun penggunaan obat tersebut berhubungan dengan efek samping yang
tinggi seperti paresthesia, hilangnya nafsu makan, penurunan berat badan, somnolens, gangguan
konsentrasi dan gangguan memori. Dosis awal penggunaan Topiramate adalah 25 mg 1-2 kali
perhari, diikuti peningkatan 25-50 mg/hari setiap minggu nya hingga dosis maksimal 400 mg per
hari.

E. Nimodipine
Nimodipine adalah calcium channel blocker dan mungkin efektif dalam penanganan ET
dengan dosis 30 mg 4 kali sehari.

F. Toksin Botulinum 21
Injeksi toksin botulinum tipe A (BoNT-A) secara lokal pada ektremitas dapat mengurangi
keparahan dari essential tremor secara lokal, namun, akan ada gejala lemas pada lengan dan tangan
yang dapat mengganggu pasien. Medikasi yang sama juga dapat digunakan injeksi pada pita suara
untuk mengurangi tremor pada suara, namun dapat menyebabkan efek samping seperti breathiness,

  19  
 

serak dan gangguan menelan. Adapun dosis yang diberikan adalah sebanyak 1 U toxin diinjeksi
pada masing-masing pita suara.

G. Alkohol
Alkohol telah lama dikenal untuk memperbaiki ET, namun mekanisme kerjanya masih
belum diketahui. Pasien akan mengatakan bahwa mengkonsumsi alkohol sebelum makan atau
acara sosial dapat mengontrol tremor, walaupun tremor cenderung lebih buruk ketika efek dari
alkohol sudah habis.

2.7.7.2. Terapi Bedah 22,23


Terapi bedah diindikasikan pada pasien yang gagal dengan terapi farmakologis, meliputi
thalamic VIM nucleus deep brain stimulation (DBS) atau thalamotomi untuk tremor persisten.
Kontraindikasi dari tindakan bedah adalah demensia atau adanya gangguan kognitif signifikan,
karena dapat menyebabkan delirium pada perioperatif dan dapat memburuk setelah operasi.
Sebelum dilakukan tindakan bedah, pasien juga harus diperiksa apakah terdapat gangguan psikiatri
seperti cemas atau depresi. Jika ada, harus menunda pembedahan hingga gejala telah stabil.
Walaupun keduanya efektif, namun DBS lebih direkomendasi karena:
-   Tidak menyebabkan destruksi dari jaringan otak, sementara thalamotomi menyebabkan
lesi permanen yang irreversibel.
-   DBS dapat dilakukan secara bilateral bila dibutuhkan, sedangkan bilateral thalamotomi
hampir selalu menyebabkan gangguan artikulasi berbicara.

Pada kasus dimana essential tremor bersifat persisten, DBS meliputi implantasi elektroda
(lead) dengan empat atau lebih kontak pada nukleus ventral intermediate (VIM) dengan metode
stereotaktik. Lead lead tersebut dihubungkan dengan wayar ke pulse generator yang di implantasi
pada dinding dada di bawah clavicula. Berdasarkan bukti penelitian dari AAN menyimpulkan
bahwa DBS efektif untuk mengurangi tremor pada anggota gerak kontralateral. DBS bilateral dapat
memperbaiki tremor kepala dan suara, namun lebih sering menyebabkan disarthria. Komplikasi
dari pemasangan DBS meliputi komplikasi surgikal, komplikasi dari alat, serta komplikasi dari
stimulasi.
Komplikasi surgikal meliputi sakit kepala, iskemia, dan kejang.
Komplikasi dari alat meliputi malfungsi, infeksi, migrasi dari lead.

  20  
 

Komplikasi dari stimulasi meliputi dysarthria, paresthesia pada wajah atau anggota gerak
kontralateral, dystonia, gait instability.

Terdapat tiga tipe prosedur talamotomi, yaitu konvensional, gamma knife, dan MRI guided
focused ultrasound. Semua prosedur ini menyebabkan lesi permanen pada nukleus VIM pada
thalamus untuk mengobati tremor anggota gerak kontralateral. Bilateral talamotomi sudah tidak
lagi dilakukan pada ET karena dapat menyebabkan gangguan artikulasi berbicara.
-   Thalatomi konvensional unilateral : menggunakan stereotactic surgical dan
electrophysiologic techniques untuk menentukan lokasi dari nukleus VIM. Sebuah probe
diarahkan ke thalamus dan menggunakan radiofrequency untuk membentuk lesi. Metode
ini sudah digantikan dengan DBS karena menyebabkan lesi permanen.
-   MRI-guided focused ultrasound thalamotomy : menggunakan high energy ultrasound
beams untuk membentuk lesi pada VIM nukleus di thalamus. Walaupun tidak
membutuhkan kraniotomi, namun termasuk dalam tindakan invasif karena merusak
jaringan otak.
-   Thalamotomi Gamma Knife unilateral : menggunakan radiasi dosis tinggi dan ditargetkan
ke VIM nukleus di thalamus. Komplikasinya meliputi hemiparesis transien atau permanen,
disphagia, transien/sustained facial sensory loss.

2.3 PARKINSONIAN TREMOR


Parkinsonian tremor merupakan tremor ritmik dengan frekuensi 3-5 HZ. Bila
dilihat dengan elektromiografi, tremor ini ditandai dengan adanya ledakan aktivitas yang
bergantian antara otot yang berlawanan. Tremor biasanya terjadi pada salah satu atau kedua
tangan dan lengan, namun terkadang dapat juga mengenai daerah kaki, rahang, bibir, atau
lidah.3
Meskipun disebut sebagai tremor “istirahat”, untuk menjaga lengan pada posisi
istirahat membutuhkan kontraksi otot dalam tingkatan tertentu meskipun hanya sedikit.
Jika tangan yang tremor sepenuhnya berada dalam kondisi relaksasi, maka biasanya tremor
akan hilang dengan sendirinya. Namun, kondisi seperti ini jarang ditemukan pada pasien.
Pada umumnya penderita akan mempertahakan sedikit kontraksi tonik pada trunkus dan
otot proksimal pada tungkai. Pada kondisi ketika istirahat total, tremor akan hilang, seperti
halnya pada kebanyakan tremor abnormal lainnya, kecuali pada bentuk mioklonus..3

  21  
 

Frekuensi parkinsonian konstan dalam periode yang lama, tetapi amplitudonya


bervariasi. Stres emosional dapat meningkatkan amplitude dan dapat menambah efek
terjadinya tremor esensial. Pada pasien dengan penyakit Parkinson, tremor terjadi asimetris
dan pada awalnya mungkin terjadi unilateral. Tremor pada pasien dengan postencephalitic
parkinsonism seringkali memiliki amplitude yang lebih besar dan dapat mengenai daerah
otot proksimal.3
Pada parkinsonian bilateral, tipe tremor dapat dilihat pula pada kelompok usia
lanjut tanpa akinesia, rigidity, atau mask-like facies. Pada beberapa pasien ini tremor dapat
disertai dengan manifestasi penyakit Parkinson lainnya dalam beberapa tahun berikutnya,
tetapi pada beberapa orang dapat juga tidak disertai manifestasi lain, tremor dapat tetap
terjadi tanpa terlihat perubahan yang signifikan selama bertahun-tahun atau berkembang
dengan sangat lambat, tidak terpengaruh oleh obat-obatan anti-Parkinson.3

2.3.1. PENYAKIT PARKINSON


Penyakit parkinson merupakan penyakit otak yang menyebabkan terjadinya
gemetar, kekakuan, kesulitan berjalan, keseimbangan, dan koordinasi. Penyakit ini
ditemukan pertama kali oleh James Parkinson pada tahun 1817. Menurut teorinya, penyakit
ini dikarakteristikan dengan adanya gerakan tremor involunter dengan berkurangnya
kekuatan otot.3

2.3.1.2. Patofisiologi
Penyakit Parkinson terjadi ketika sel saraf atau neuron yang mengontrol pergerakan
mengalami kerusakan atau mati. Pada keadaan normal, neuron ini akan menghasilkan
senyawa kimia penting di otak, yaitu dopamin. Ketika neuron mengalami kerusakan atau
mati, maka produksi dopamin akan berkurang sehingga dapat menyebabkan gangguan
pergerakan pada penyakit Parkinson. Pada penyakit parkinson terdapat kerusakan pada
traktus nigro-striatum yang bersifat dopaminergik sehingga terjadi suatu penurunan kadar
dopamin dalam ganglia basalis. Hal inilah yang dianggap sebagai penyebab terjadinya
rigiditas, bradikinesia atau akinesia, dan tremor yang merupakan gambaran utama penyakit
tersebut.3,25

  22  
 

Pasien dengan penyakit parkinson juga kehilangan ujung saraf yang menghasilkan
norepinefrin, senyawa kimia utama yang membawa pesan sistem saraf simpatis yang
mengatur fungsi otonom tubuh, seperti denyut nadi dan tekanan darah. Hilangnya
norepinefrin dalam otak ini yang akan mengakibatkan gejala-gejala non-motor pada
penyakit parkinson, seperti kelelahan, tekanan darah yang ireguler, penurunan
metabolisme pencernaan, dan menurunnya tekanan darah secara mendadak ketika
perubahan posisi saat bangun dari duduk atau tidur.24

2.3.1.3. Tampilan Klinis.3


- Bradykinesia
- Resting tremor
- Postural instability
- Rigidity

GEJALA AWAL PADA PASIEN PARKINSON

Tremor 70%

Gait disturbance 11%

Stiffness 10%

Slowness 10%

Muscle aches 8%

Loss of dexterity 7%

Handwritting disturbance 5%

Depression, nervousness, other psychiatric disturbance 4%

  23  
 

Speech disturbance 3%

Gejala awal umumnya sulit untuk ditegakkan karena perjalanan penyakit yang
berkembang secara lambat dan cenderung terlihat sebagai gejala penuaan pada umumnya.
Bicara yang menjadi lembut, monotonus, dan tidak jelas. Pasien mungkin tidak menyadari
penyakit yang dideritanya dalam jangka waktu yang lama. Pada awalnya gejala yang
dialami pasien mungkin hanya sebatas nyeri punggung, leher, dan bahu atau pinggul, dan
kelemahan yang hilang timbul. Adanya sedikit kekakuan dan kelambatan dalam
pergerakan yang minimal membuat pasien seringkali terlambat datang mencari perhatian
medis. Berkurangnya pergerakan kecil pada daerah otot wajah menyebabkan pasien
tampak tidak berekspresi “masked” appearance (hypomimia).3

2.3.2. IDIOPATHIC PARKINSON DISEASE


Tremor istirahat pada penyakit Parkinson biasanya muncul pada satu tangan atau dapat
juga pada satu kaki (namun lebih jarang). Seiring dengan berkembangnya penyakit, tremor dapat
menyebar dari satu tangan ke bagian ipsilateral kaki dan atau bagian kontralateral dari lengan.
Tremor pada kaki lebih sering terjadi akibat penyakit Parkinson daripada tremor esensial. Daerah
wajah, bibir, dan rahang dapat terkena, namun pada penyakit parkinson, tremor jarang terjadi di
daerah kepala, berbeda dengan tremor esensial atau penyakit serebral.

Tremor postural dapat terjadi bersamaan dengan tremor istirahat atau dapat juga muncul
sendiri pada beberapa pasien dengan penyakit Parkinson, terkadang dapat disalah artikan dengan
tremor esensial.24

Tremor-dominant Parkinson disease – amplitude yang rendah pada tremor istirahat daerah tangan
atau rahang, tidak diikuti dengan manifestasi lain dari parkinsonism, terkadang dapat terjadi
sebagai satu-satunya manifestasi dan tidak berkembang menjadi penyakit Parkinson yang lebih
umum. Meskipun demikian, tremor merupakan tanda pertama dari penyakit Parkinson yang
seringkali menjadi progresif dan timbul gejala-gejala disabilitas seperti bradykinesia umum,
gangguan gaya berjalan, dan ketidakstabilan postural.
Pasien dapat bertahan selama bertahun-tahun dengan penyakit ini dengan hanya gejala
tremor yang dominan. Keadaan seperti ini disebut sebagai “tremor-dominant PD”.24

  24  
 

Penyakit lain yang berhubungan dengan tremor istirahat yaitu penyakit Wilson, degenerasi
non-Wilsonian hepatoserebral, dan injuri thalamus atau midbrain akibat stroke, trauma, atau
penyakit demielinasi. rest tremor dapat juga terjadi sebagai fenomena ”spillover” pada berbagai
macam penyakit, seperti penyakit Wilson, bentuk severe dari tremor esensial, dan sindrom serebral
atau extrapyramidal lainnya.3,24

2.3.2.1. Terapi
2.3.2.1.1. Levodopa3
Levodopa mengendalikan kadar dopamin substansia nigra, di dalam neuron
tersebut levodopa akan berkonversi menjadi dopamin sehingga menggantikan dopamin
striatal yang hilang. Pemberian levodopa sebaiknya dimulai dengan dosis rendah, dan
ditingkatkan secara sedikit-sedikit, dosis akhir sebaiknya serendah mungkin. Interval antar
dosis sebaiknya ditentukan sesuai dengan kebutuhan pasien.
Levodopa diberikan bersama dengan suatu inhibitor dopa-dekarboksilase
ekstraserebral yang akan mencegah konversi perifer levodopa menjadi dopamin, sehingga
efek samping seperti mual, muntah dan efek kardiovaskular dapat dikurangi. Oleh karena
itu, kadar efektif dopamin-otak dapat dicapai dengan dosis levodopa yang lebih rendah.
Inhibitor dopa-dekarboksilase ekstraserebral yang digunakan bersama dengan levodopa
adalah benserazid (pada co-beneldopa) dan karbidopa (pada co-kareldopa).

2.3.2.1.2. Dopamine agonist3,24


Dopamin agonis memberikan efek antiparkinson dengan bertindak langsung pada
reseptor dopamin dan meniru neurotransmitter endogen. Ada dua subkelas agonis
dopamin: agonis ergoline dan non-ergoline. Kedua subkelas ini menargetkan reseptor tipe-
D2 dopamin. Agonis dopamin ergolin meliputi bromokriptin, pergolide, lisuride, dan
cabergoline, sedangkan ropinirole dan pramipexole adalah agonis non-ergoline.
Apomorphine, salah satu agonis dopamin pertama yang terbukti memperbaiki gejala
parkinsonian, adalah kombinasi D1 dan D2 agonist tetapi harus diberikan secara subkutan.
Dopamin agonis telah membuktikan aktivitas antiparkinson. Pada awalnya, obat
ini diperkenalkan sebagai tambahan untuk pengobatan levodopa pada pasien yang
menunjukkan fluktuasi respons motorik dan diskinesia yang terkait dengan penggunaan
kronisnya. Penambahan agonis pada rezim pasien ini memungkinkan sekitar 20% - 30%
pengurangan dalam dosis levodopa dalam praktek dan mengarah pada peningkatan

  25  
 

komplikasi yang melumpuhkan. Dopamin agonis juga telah berhasil digunakan sebagai
monoterapi pada pasien de novo dengan maksud menunda pengobatan dengan levodopa
dan efeknya dapat menunda timbulnya komplikasi. Dopamin agonis tidak dimetabolisme
oleh jalur oksidatif sehingga tidak menyebabkan pembentukan radikal bebas sitotoksik
yang mungkin terkait dengan metabolisme dopamin. Dengan menekan pelepasan dopamin
endogen, dopamin agonis dapat melindungi neuron dopaminergik dari cedera.

a. Agonis dopamin derivatif ergot26


Contoh agonis dopamin jenis ini adalah bromokriptin, pergolide, lisuride,
dan ergoline kerja panjang, cabergoline.

●   Bromokriptin
Bromokriptin telah digunakan secara teratur sebagai terapi tambahan pada
pasien yang menerima levodopa untuk memungkinkan dosis levodopa yang lebih
rendah untuk digunakan dan untuk meningkatkan fluktuasi motor "akhir dosis".

●   Pergolide
Pergolide juga telah terbukti meningkatkan gejala penyakit Parkinson baik
ketika digunakan sebagai monoterapi dan dalam kombinasi dengan levodopa.
Pengobatan dengan monoterapi pergolide lebih dari 6 bulan pada pasien de novo
telah terbukti memberikan kemanjuran simtomatik dan kejadian efek samping
yang sama dengan levodopa. Pada beberapa pasien dengan penyakit Parkinson
yang rumit, dosis tinggi pergolide (4 mg) telah terbukti mengurangi fluktuasi
motor dan mencapai kontrol yang baik terhadap tanda parkinson dan gejala tanpa
memerlukan pengobatan levodopa secara bersamaan.

●   Lisuride
Seperti bromokriptin, lisuride merangsang reseptor dopamin mirip D2.
Lisuride sama efektif dan ditoleransi dengan baik seperti bromokriptin ketika
digunakan dalam kombinasi dengan levodopa pada pasien dengan penyakit
Parkinson lanjut yang mengalami respons yang memburuk terhadap levodopa dan
fluktuasi motor. Dalamsalah satu sebuah studi, terapi kombinasi dengan lisuride
dan levodopa, lebih dari 10 tahun , telah terbukti mengurangi dan menunda
perkembangan fluktuasi motorik dan diskinesia pada pasien dengan penyakit awal

  26  
 

dibandingkan dengan terapi dengan levodopa saja dengan tetap mempertahankan


respons terapeutik yang setara.

●   Cabergoline
Cabergoline adalah agonis ergonomis dopamin kerja panjang dengan
afinitas selektif untuk reseptor dopamin seperti D2 dan paruh plasma yang panjang
selama 65 jam. Monoterapi Cabergoline hingga 1 tahun telah terbukti hanya sedikit
kurang efektif daripada pengobatan levodopa.

Efek Samping Dopamin Agonis derivatif ergot, antara lain mual, muntah,
hipotensi ortostatik, halusinasi, delusi, dan ketika digunakan sebagai tambahan
untuk levodopa, eksaserbasi diskinesia

b. Agonis dopamin non-ergot26

●   Ropinirole
Ropinirole adalah agonis reseptor tipe-D2 dopamin yang kuat dan selektif
dan merupakan agonis dopamin aktif dopamin aktif non-ergolin pertama yang
tersedia. Studi telah menunjukkan bahwa ropinirole efektif ketika digunakan
sebagai monoterapi pada penyakit Parkinson awal, memberikan bantuan gejala
hingga 5 tahun. Penelitian 6 bulan terakhir pada pasien dengan fluktuasi motor
menunjukkan bahwa penggunaan ropinirol memungkinkan penurunan> 20%
dalam dosis levodopa.

●   Pramipexole
Studi elektrofisiologis in vitro menunjukkan bahwa pramipexole memiliki
potensi yang lebih besar untuk merangsang reseptor dopamin daripada agonis
ergoline.47 Pramipexole merangsang reseptor mirip D2, dengan afinitas tertinggi
untuk reseptor D3. Kemanjuran pramipexole pada pasien dengan penyakit
Parkinson telah dibuktikan dalam beberapa jangka pendek, uji coba terkontrol
plasebo.

  27  
 

Efek samping dari dopamin agonis non-ergoline:


Dopamin agonis non-ergolin ropinirole dan pramipexole dapat ditoleransi
dengan baik meskipun masih terkait dengan efek samping dopaminergik pada
umumnya, seperti mual, hipotensi, mengantuk, dan eksaserbasi diskinesia. Namun,
kedua obat tersebut dapat menyebabkan kebingungan dan halusinasi ketika
digunakan sebagai obat tambahan. Sampai saat ini, ropinirole dan pramipexole
tampaknya tidak menyebabkan efek samping spesifik untuk ergot seperti
peradangan kulit, vasospasme digital, dan paraesthesias, efusi pleura, infiltrat paru,
atau erythromelalgia.26
Tremor parkinsonian dapat juga diatasi dengan obat-obatan
antikolinergik benztropine, trihexyphenidyl, dan antikolinergik lainnya
seperti ethopropazine.24

2.4. DRUG INDUCED TREMOR


Tremor merupakan salah satu gejala yang sering dikeluhkan pasien. Kaffein dan b-adrenergic
agonis merupakan beberapa obat-obatan yang diketahui menyebabkan tremor dan memperburuk gejala
tremor. Obat lain seperti selective serotonin reuptake inhibitor dan tricyclic antidepressant juga dikenal
untuk dapat menyebabkan tremor.27

Tremor biasanya diklasifikasikan tergantung pada sikap tubuh ketika gejala tremor timbul. Action
tremor (termasuk postural dan kinetic tremor) timbul pada amplitudo dan frekuensi berbeda (4-12 Hz) dan
timbul ketika seseorang mempertahankan postur atau gerakan tertentu. Intention tremor memiliki frekuensi
<5Hz dan biasanya timbul pada amplitudo yang lebih besar pada saat seseorang melakukan gerakan yang
memiliki tujuan (target directed movement). Resting tremor timbul pada frekuensi 4-6 Hz, dan biasanya
timbul saat ekstremitas sedang melawan gaya gravitasi, dan gejala akan berkurang dengan adanya gerakan.
Ada perbedaan dari jenis tremor yang timbul sesuai dengan pemakaian obat pasien.27

2.4.1. Diagnosis
Untuk membedakan apakah tremor timbul karena efek suatu obat ataupun membedakan jenis
tremor membutuhkan adanya anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap. Beberapa faktor yang
mengarahkan kepada suatu drug induced tremor adalah :
1.   Eksklusi adanya penyebab medis lain yang dapat menimbulkan tremor (misalnya hipertiroidism,
atau hipoglikemia)

  28  
 

2.   Adanya relasi antara kejadian tremor dan awal pengobatan


3.   Adanya relasi antara dosis dan kejadian tremor (misalnya adanya perburukan dari tremor seiring
dengan menambahnya dosis obat ataupun penurunan dosis obat menghentikan gejala tremor)
4.   Tidak adanya progresi dari tremor (lain daripada tremor pada Parkinson ataupun tremor esensial)28

Drug induced tremor biasanya bersifat simetris untuk banyak obat, namun pada drug-induced parkinsonism
(DIP), pasien biasanya memiliki tremor istirahat unilateral.

2.4.2. Faktor resiko


Resiko untuk timbulnya drug-induced tremor meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
Tremor memang dikenal untuk timbul lebih banyak pada pasien usia tua, dan hal ini dikarenakan banyak
pasien usia tua yang memiliki banyak masalah medis dan diberikan berbagai macam obat.
Selain itu, interaksi antara penyakit pasien dengan obat juga penting, sebagai contoh jika pasien
memiliki penyakit ginjal kronis, maka gejala parkinsonism karena obat metoclopramide akan lebih parah.
Kondisi yang memperburuk gejala tremor pada drug-induced tremor adalah adanya liver failure, masalah
metabolik, dan lesi pada sistem saraf pusat seperti pada stroke ataupun multiple sclerosis. Mood dan tingkat
kecemasan juga mempengaruhi pada manifestasi drug induced tremor.29
Penggunan obat yang beragam juga berperan dalam timbulnya gejala tremor. Interaksi antara obat
antiepilepsi dapat menimbulkan peningkatan konsentrasi obat (misalnya asam valproate) dan menimbulkan
tremor. Perlu diketahui juga bahwa banyak obat tremorogenik yang memiliki sifat additive.30

2.4.3. Tatalaksana secara umum


Setelah diagnosis dibuat, maka jika tremor tidak mempengaruhi fungsi sosial ataupun okupasi
seseorang, maka dapat hanya dilakukan monitor terhadap pasien. Jika obat penyebab menimbulkan
keuntungan yang signifikan pada pasien, maka morbiditas tremor dapat dipertimbangkan dengan
keuntungan dari obat tersebut. Jika tremor sangat parah hingga mengganggu fungsi sosial atau okupasional
pada pasien, maka obat dapat mulai dikurangi ataupun dihentikan sama sekali. Pilihan lainnya adalah untuk
mengganti obat dengan obat lain yang tidak terlalu bersifat tremorognik. Jika obat tidak dapat dihentikan,
maka dapat diberikan medikasi simptomatis, seperti propranolol, yang biasanya efektif untuk mengatasi
tremor karena obat. Antikolinergik ataupun amantadine juga dapat memperbaiki gejala tremor.27

  29  
 

2.4.4. Tremor inducing drugs


1. Antiaritmik
Antiaritmik seperti amiodarone telah dilaporkan untuk menyebabkan terjadinya tremor, seperti yang
dilaporkan pada sepertiga pasien yang mengkonsumsi obat ini. Tremor yang ditimbulkan oleh amiodaron
bersifat postural dan intentional, dan mirip dengan tremor esensial. Tremor dapat timbul kapan saja pada
periode terapi dan bergantung pada dosis. Biasanya gejala tremor akan membaik 2 minggu setelah
pengurangan dosis atau jika mengganti obat. Penting untuk menyingkirkan hipertiroidisme pada pasien
yang diberikan amiodaron karena amiodarone diketahui juga dapat menyebabkan hipotiroidisme atau
hipertiroidisme.31
Procainamide dan mexiletine diasosiasikan dengan tremor postural dan intensional pada lengan dan kepala.
Adapun mekanisme timbulnya tremor pada penggunaan obat-obatan ini belum diketahui.27

2. Antibiotic, antiviral, antifungal


Cotrimoxazole (TMP-SMX) diketahui dapat menyebabkan tremor istirahat dan postural dan biasanya
gejala akan berhenti bila obat diberhentikan dalam beberapa hari. Adapun penyebab tremor pada
penggunaan obat ini tidak diketahui.32
Antiviral seperti vidarabine menyebabkan tremor intensional pada pasien yang diobati untuk herpes zoster.
Acyclovir juga diketahui menyebabkan tremor dimana faktor resiko terbesar untuk timbulnya tremor pada
pasien dengan asiklovir adalah dengan adanya pertambahan usia dan disfungsi renal. Sama seperti pada
obat lain, ketika obat dihentikan penggunaannya, gejala tremor akan hilang dalam beberapa hari.33
Amphotericin B diasosiasikan dengan parkinsonian test tremor, dan obat antifungal ketoconazole juga
diasosiasikan dengan adanya tremor namun insidensi tremor pada kedua obat ini jarang ditemukan dan akan
hilang setelah beberapa hari pemberhentian obat.34

3. Antidepressant dan mood stabilizers


Tricyclic antidepressant merupakan obat yang berguna untuk banyak hal termasuk nyeri
neuropatik, nyeri kepala, dan depresi. Amitriptilin diketahui dapat menyebabkan tremor postural pada
tangan beberapa pasien. Selain itu, amitriptilin juga diketahui untuk meningkatkan komponen sentral pada
tremor fisiologis. Adapun 5 dari 15 pasien yang menggunakan amitriptilin diketahui memiliki peningkatan
tremor postural.

Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI) paling banyak menyebabkan tremor. Tremor
merupakan gangguan yang paling sering ditemukan pada pengobatan. Tremor ini biasanya merupakan
tremor postural dan actional, dan biasanya akan muncul 1-2 bulan setelah terapi dimulai. Selain itu, dapat

  30  
 

timbul juga serotonin syndrome yang dapat timbul oleh pengobatan dengan SSRI ataupun dengan obat lain.
Tremor biasanya menjadi manifestasi awal sindroma ini, dan biasa terjadi pada kaki. Adapun SSRI
withdrawal memiliki gejala adanya getaran yang sediki, irritable, kecemasan, dan parestesia. Sindroma ini
biasanya timbul pada SSRI dengan waktu paruh yang lebih pendek seperti fluvoxamine dan paroxetine.35

Tremor merupakan salah satu efek samping dari penggunaan lithium, tremor biasanya tidak terlalu
parah dan tidak menyebabkan disabilitas. Pada penggunaan lithium, tremor biasanya timbul lebih banyak
pada laki-laki dibandingkan pada wanita, dan biasanya muncul pada pasien usia tua. Tremor pada
penggunaan lithium masuk pada kategori tremor fisiologis yang meningkat, dan biasanya timbul pada
tangan. Mekanisme bagaimana litium dapat menyebabkan tremor belum diketahui, namun tatalaksana awal
dapat berupa penurunan dosis obat, dan dapat diberikan b-adrenergic antagonis yaitu propranolol yang
dapat membantu menurunkan gejala tremor pada pasien.36

4. Antiepileptic
Asam valproate merupakan obat antiepilepsi yang paling banyak diasosiasikan dengan tremor.
Tremor yang disebabkan asam valproate merupakan tremor esensial, dan penggunaan obat dapat
meningkatkan gejala tremor. Tremor biasa merupakan tipe aksi dan postural, meskipun terkadang dapat
timbul juga gejala berupa tremor istirahat. Patofisiologi penyebab tremor pada penggunaan asam valproate
diduga karena banyak mekanisme berbeda, termasuk adanya pengurangan pada neuronal firing dan adanya
Na dependent action potential yang meningkatkan neurotransmisi GABAergik.37
Namun, dilain sisi, obat antiepilepsi dapat menjadi salah satu pilihan untuk mengobati tremor esensial dan
telah menjadi pilihan terapi utama. Obat-obatan yang digunakan antara lain carbamazepine dan gabapentin.

5. Neuroleptic dan dopamine-depleting agents


Obat ini dapat meningkatkan resting dan postural tremor, dan hal ini merupakan bagian dari drug
induced parkinsonism (DIP). Faktor resiko untuk terjadinya DIP adalah umur yang lebih tua, jenis kelamin
wanita, sejarah keluarga dan AIDS. Pasien yang memiliki gejala DIP biasanya sedang diterapi pada dosis
dopamine antagonis untuk memblokir 80% reseptor dopamine sentral. Tremor biasanya terjadi pada lengan
dan bersifat asimetrik. Thioridazine dan fluphenazine biasanya menginduksi tremor lebih banyak
dibandingkan chlorpromazine. Adapun neuroleptic generasi baru lebih jarang menimbulkan DIP. DIP
merupakan gejala yang reversible jika pasien tidak memiliki penyakit Parkinson sebelumnya. Reversibilitas
dapat timbul beberapa bulan hingga 15 bulan kemudian. Penghentian neuroleptic dapat dilakukan ataupun
mengganti obat dengan agen atipikal lebih baik pada pasien yang dapat mentoleransi obat ini.

  31  
 

Selain gejala resting tremor yang terjadi, tardive tremor juga dapat terjadi, dan gejala ini akan
membaik setelah minum obat neuroleptic atau terapi yang mengurangi dopamine. Tardive tremor berada
dalam amplitude yang lebih tinggi dibandingkan parkinsonian tremor dan dapat menyebabkan gangguan
aktivitas.

Cinnarizine dan flunarizine merupakan calcium channel antagonis yang memiliki fitur dopamine
blocking, obat-obatan ini digunakan untuk tatalaksana vertigo dan biasanya diasosiasikan dengan DIP dan
resting atau postural tremor.38

Adapun obat-obatan lain yang dapat menyebabkan terjadinya drug-induced tremor adalah :
●   Bronchodilator : salbutamol, salmeterol
●   Obat kemoterapi : thalidomide, cytarabine, ifosfamide
●   Obat lambung : metoclopramide, cimetidine, misoprostol, bismuth salts
●   Hormone : levothyroxine overdose, medroxyprogesterone, epinephrine (meningkatkan tremor
fisiologis)
●   Immunosupresant : ciclosporin, tacrolimus
●   Metylxanthine : theophylline, aminophylline27

2.5. RUBRAL TREMOR (HOLMES TREMOR)


2.5.1 Definisi
Holmes tremor pertama kali diidentifikasikan oleh Gordon Holmes pada tahun 1904, dapat
dideskripsikan sebagai pergerakan wing-beating yaitu pergerakan yang kasar, irregular dan paling jelas
diobservasi ketika anggota gerak sedang dijulurkan. Gerakan mirip dengan gerakan burung yang
mengepakkan sayapnya, dimana adanya pergerakkan tangan pada bahu yang abduksi.39 Gerakan ini
disebabkan karena kerusakan pada midbrain yang disebabkan oleh lesi pada superior cerebellar peduncle,
substantia nigra, dan red nucleus sehingga menyebabkan gangguan pada jaras outflow dari serebelum ke
bagian motorik dari thalamus. Tremor rubral adalah tremor yang muncul saat istirahat, namun dengan
frekuensi yang lebih lambat, yaitu 3 – 5 hz. Tremor ini juga tidak berubah atau meningkat dengan perubahan
postur tubuh atau dengan adanya aktivitas yang diarahkan oleh tujuan spesifik. Tremor yang dihasilkan
dapat merupakan kombinasi tremor istirahat, postural, aksi, dan intensi atau kinetic. Tremor Holmes juga
diasosiasikan dengan adanya ataxia, bradykinesia dan opthalmoplegia. Tremor muncul 1 – 24 bulan setelah
lesi terbentuk dikarenakan adanya perubahan pada otak yang dikenal dengan neuronal plastic changes atau
neuroplasticity yang memungkinkan kemampuan otak untuk berubah sepanjang kehidupan seseorang, dan

  32  
 

kemampuan otak untuk melakukan sesuatu dapat dipindahkan ke bagian otak lain. Sehingga, jika ada
kerusakan pada sistem dopaminergik dan cerebellothalamik, akan menyebabkan fungsi otak dialihkan ke
bagian otak lain dan hal ini menjelaskan keterlambatan munculnya gejala setelah adanya lesi.40

2.5.2. Tanda dan Gejala


●   Tremor berfrekuensi rendah (<4.5Hz)
●   Memiliki fase istirahat dan tremor intensi
●   Tremor bergerak lambat
●   Tremor secara timbul spesifik pada ekstremitas atas
●   Tremor dapat berupa tremor postural
●   Tremor dapat muncul ketika otot sedang dalam keadaan istirahat, dan memperparah ketika
sedang ada kontraksi otot volunter41

2.5.3. Faktor resiko

●   Paparan berlebihan terhadap logam berat (merkuri, timbal)


●   Konsumsi obat dan toksin yang berlebih (antidepressant, antipsikotik)
●   Konsumsi kopi dan teh yang berlebih
●   Kondisi hipertiroid dan juga hiperglikemi42

2.5.4. Faktor Pencetus


Disebabkan oleh lesi yang merusak sirkuit yang mengendalikan tugas fisiologis seperti gerakan
yang tepat, motoric learning dan control of muscle groups. Secara spesifik, merupakan reaksi terlambat atas
lesi yang merusak sistem dopaminergic dan cerebellothalamik. Penyebab utama lesi adalah stroke pada
brainstem dan trauma. Sedikit penelitian yang meneliti mengenai faktor genetik penyakit ini, namun,
seseorang lebih rentan terkena tremor ini jika ada riwayat stroke, penggunaan obat terlarang dan adanya
penyakit lain dalam keluarga.40

2.5.5. Patofisiologi
1.   Patofisiologi terjadinya tremor belum diketahui secara pasti. Namun, ada 2 prinsip yang
dipostulasikan untuk tremorogenesis. Pertama, adanya hiperekstabilitas fungsional serta osilasi
yang bersifat ritmis dari neuron meskipun tanpa adanya perubahan secara struktural. Gejala tremor
yang akan berkurang dengan konsumsi alkohol ataupun penggunaan obat-obatan mensugestikan
bahwa gangguan yang terjadi pada tremor bersifat hanya fungsional. Prinsip kedua adalah bahwa

  33  
 

akan ada patologi struktural jika ada tanda-tanda neurodegenerasi dan hal ini tidak ditemukan pada
beberapa tremor.
2.   Cortico-striato-thalamo-cortical loop melalui basal ganglia memiliki fungsi untuk mengintegrasi
beberapa kelompok otot yang berbeda untuk menciptakan gerakan kompleks. Loop ini menjamin
gerakan kontinu yang tidak bisa diakhiri atau terganggu oleh pengaruh hal – hal yang tidak relevan
dari faktor eksternal.
3. Segitiga Guillain-Mollaret yang meliputi red nucleus, inferior olivary nucleus dan nucleus dentate
yang mengontrol gerakan presisi yang volunter. Neuron ION menerima input dari red nucleus
kemudian mentransmisikan ke sel – sel serat purkinje di korteks serebelum. Masing – masing
neuronnya terhubung oleh gap junction sehingga dapat bertindak sebagai sinkronisasi saraf
ansambel. Pada tubuh manusia yang normal atau sehat, neuron inferior olivary nucleus, kalsium
channel meregulasi depolarisasi osilasi normal yang mempengaruhi proses dan koordinasi temporal
dari modulasi serebelum dan pembelajaran motorik. Kerusakan pada inferior olivary nucleus
mengganggu segitiga Guillain Mollaren dan menyebabkan tremor.40

2.5.6. Diagnosis
Diagnosis dapat dibuat dari gejala fisik yang mengarahkan kepada diagnosis tremor Holmes. Selain
itu dapat dilakukan tes untuk melihat apakah tremor muncul ketika istirahat atau ketika adanya kontraksi
otot volunter, serta frekuensi dari tremor tersebut. Tremor holmes secara general akan memperburuk ketika
berdiri dan ketika ada gerakan yang bersifat intensional, selain itu, tremor Holmes juga tidak terlalu bersifat
ritmis, jika dibandingkan dengan jenis tremor lainnya.41
Selain secara klinis dan menggunakan EMG, untuk mengeksklusi hipertiroidisme, maka akan
dilakukan pemeriksaan thyroid stimulating hormone. MRI juga dapat dilakukan untuk melihat jika ada lesi
struktural pada thalamus, midbrain, dan substantia nigra. 41

2.5.7. Manifestasi Klinis


Gejala tremor yang dideskripsikan oleh Holmes pada tahun 1904 mendeskripsikan tremor berkisar
3-4 Hz pada osilasi otot flexor-extensor, timbul pada saat istirahat, dan dieksaserbasi dengan postur dan
diintensifikasi dengan adanya gerakan. Sekarang,oleh Consensus Statement of Movement Disorder Society
on Tremor pada tahun 1998, Holmes tremor didefinisikan sebagai tremor resting dan intention dengan
amplitudo irregular. Namun, terkadang tremor postural juga dapat muncul pada banyak pasien. Tremor ini
diketahui sebagai tremor dengan frekuensi rendah, biasanya dibawah 4.5 Hz. Pada pemeriksaan imaging,
biasa dapat ditemukan lesi pada otak pada penderita tremor ini 40

  34  
 

Penelitian oleh Rania, et al (2016) menemukan bahwa ditemukannya lesi pada sistem saraf pusat
pada pasien dengan tremor Holmes biasanya ada pada usia rata-rata 40 tahun. Penyebab utama yang
ditemukan adalah karena lesi vaskular (48,3%), dimana lesi berupa lesi iskemik dan hemoragik. Ditemukan
17.24% pasien dengan riwayat trauma kepala. Gejala diketahui muncul tidak langsung setelah munculnya
lesi, namun berjarak kurang lebih 2 bulan (jangka waktu 7 hari hingga 288 bulan). Adapun gejala yang
diobservasi adalah sebagai berikut: 40
●   Hemiparesa → kelemahan otot pada satu sisi tubuh
●   Ataksia → berkurangnya kontrol dari gerakan atau koordinasi gerakan volunter, seperti pada saat
berjalan ataupun mengambil barang
●   Hypesthesia → berkurangnya sensasi yang dirasakan akan rangsangan taktil
●   Distonia → adanya kontraksi otot yang konstan dan repetitif sehingga menyebabkan adanya
gerakan seperti berputar ataupun postur abnormal yang konstan
●   Disatria → artikulasi yang sulit ataupun tidak jelas pada pasien dengan kemampuan linguistik yang
normal
●   Cranial nerve palsies
●   Vertical gaze palsies and alteration
●   BradIkinesia → merupakan gejala yang timbul saat gerakan sulit dilakukan ataupun memiliki
kelambatan pergerakan ketika akan memulai suatu gerakan, merupakan gejala dari parkinson
●   Gangguan psikiatri
●   Kejang40

2.5.8. Terapi
●   Levodopa → obat yang terutama digunakan pada parkinson, levodopa merupakan komponen yang
dibutuhkan tubuh untuk diubah menjadi dopamin. Kekurangan dopamin diketahui untuk
menyebabkan terjadinya tremor. Diketahui bahwa F-dopa uptake pada bagian dengan lesi sangat
berkurang jika dibandingkan pasien yang normal ataupun pada sisi kontralateralnya. Namun,
beberapa pasien ditemukan tidak berespon terhadap levodopa dan ada beberapa dugaan adanya
variasi dalam patofisiologi tremor ini sehingga masing-masing pasien dapat menunjukkan respon
yang berbeda terhadap pengobatannya.
●   Injeksi botoks → bekerja dengan cara menyebabkan hambatan antara neuromuscular junction
sehingga memperlemah otot yang diinjeksi oleh toksin botulinum dan mengurangi gejala tremor,
adapun terapi ini hanya dianjurkan ketika terapi oral sudah tidak dapat bekerja.

  35  
 

●   Dompaminergic agonist, ach drugs, clonazepam, levetiracetam, carbamazepine → munculnya


tremor diduga disebabkan karena kekurangan daripada dopamin sehingga dapat diberikan agonis
dopamine yang diharapkan dapat menurunkan gejala tremor
●   Thalamotomi atau phallidotomy or DBS → hasil menunjukkan adanya kontrol tremor yang paling
baik43

2.6 TREMOR INTENSIONAL


Tremor intentional merupakan salah satu bagian dari tremor serebellar, dapat
didefinisikan sebagai tremor dengan gerakan kasar dan berada pada frekuensi rendah,
dibawah 5 Hz. Tremor tipe ini tidak muncul saat anggota gerak berada dalam keadaan
inaktif dan selama bagian awal dari pergerakan volunter, tetapi terjadi ketika adanya
gerakan aktif. Tremor intensional memiliki karakteristik yang bertambah buruk saat
melakukan target-directed movement.44 Tremor intensional biasa bergerak sejajar dengan
arah dari gerakan, sehingga pada pasien dengan tremor intensional, seorang mungkin akan
melewati atau tidak mencapai target, sebuah kondisi yang dikenal dengan dismetria.
Tremor ini disebabkan karena disfungsi pada cerebellum, terutama pada sisi yang sama
dengan tremor, yang mengontrol gerakan yang diarahkan oleh stimulasi visual. Tremor
dapat berupa unilateral atau bilateral, bergantung pada lokasi lesi serebelar. Penyebab dari
lesi serebelar ini termasuk adanya kerusakan dan degradasi cerebellum karena penyakit
neurodegenerative, trauma, tumor, stroke, ataupun keracunan.45 Tremor dan ataxia yang
dialami pasien dapat sangat mengganggu dengan performa pasien dalam melakukan
aktivitas sehari-hari. Pada beberapa pasien dapat terjadi osilasi ritmik pada kepala di
trunkus (titubation), atau pada trunkus itu sendiri pada tingkatan yang kurang lebih sama.
Tremor tipe ini dapat terjadi akibat adanya penyakit dari serebelum, khususnya nukleus
dentata, tetapi pada penyakit saraf tepi tertentu juga dapat menstimulasi jenis tremor ini.
Tremor intensional seringkali ditemukan pada pasien dengan multiple sklerosis.3

2.6.1. Penyebab
Tremor intensional dapat menjadi gejala pertama dari multiple sclerosis, dimana
adanya kehilangan fungsi motorik dan sensitivitas merupakan pertanda awal lesi
cerebellar. Namun, selain daripada itu, ada variasi kausa tremor intensi, dimana beberapa

  36  
 

penyakit neurologi seperti stroke, alcoholism, Creutzfeldt-Jakob disease, Guillain-Barre


syndrome, fragile X syndrome, tumor otak, gula darah rendah, hyperthyroidism,
hypoparathyroidism, insulinoma, dan cedera kepala. Selain itu, beberapa infeksi seperti
rubella, H. influenza, rabies dan varicella juga sudah diasosiasikan dengan tremor ini.
Selain itu ada beberapa obat yang menyebabkan tremor ini, seperti obat antiaritmik, anti
epileptik, cyclosoporin, lithium, neuroleptic, dan stimulants. Selain itu, kafein, penggunaan
rokok, dan alkohol disertai dengan stress, kecemasan, kelelahan juga dapat menjadi
penyebab tremor intensional karena dapat memengaruhi cerebellum, brainstem, atau
thalamus.44,46

2.6.2. Gejala dan Tanda


Tremor dapat disertai dengan tremor postural dan tanda-tanda serebral lainnya:3
-   Nistagmus
-   Disartia
-   Dismertria
-   Disdiadokinesia
-   Ataxic gait

2.6.3. Diagnosis
Diagnosis dari Intention Tremor dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis, hal yang penting untuk ditanyakan adalah :
-   Usia saat muncul gejala
-   Munculnya secara mendadak atau perlahan-lahan
-   Anatomical affected sites
-   Progresifitas
-   Faktor yang memperparah dan memperingan
-   Ada alcohol abuse
-   Riwayat tremor pada keluarga
-   Obat obat yang dikonsumsi
Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah pemeriksaan finger to nose test dan heel to shin test.
Tremor akan muncul pada akhir dari gerakan tersebut.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan berupa peemeriksaan MRI untuk melihat apakah terdapat
lesi pada serebelum, dan juga pemerikaan EMG, dimana frekuensi tremor < 5 Hz.47

  37  
 

2.6.4. Terapi
Tremor intensional sulit untuk diobati karena seringkali tremor kembali muncul setelah obat
dikonsumsi. Ada beberapa jenis pengobatan yang dapat digunakan untuk tremor intensional, yaitu adanya
pengobatan farmakologi, perubahan gaya hidup, dan pengobatan invasif seperti dengan melakukan operasi
ataupun thalamic deep brain stimulation.48
Tremor intensional dikenal sebagai tremor yang paling sulit untuk diobati melalui farmakoterapi
dan obat-obatan. Beberapa obat yang telah ditemukan memiliki efek yang baik untuk tremor intensional
adalah isoniazid, buspirone hydrochloride, glutethimide, carbamazepine, clonazepam, topiramate,
propanolol, dan primidone. Isoniazid diketahui menginhibisi gamma-aminobutyric acid-aminotransferase,
yaitu sebuah enzim yang memecahkan GABA, sehingga GABA akan meningkat. Hal ini diharapkan dapat
berperan dalam mereduksi ataksia cerebellar. Neurotransmitter lain yang ditargetkan oleh obat-obatan yang
dapat memperbaiki gejala tremor intensional adalah serotonin. Buspirone hydrochloride merupakan obat
yang mengurangi fungsi serotonin pada sistem saraf pusat dan beberapa penelitian menemukan obat ini
dapat digunakan untuk tremor intensional.44
Terapi diketahui dapat mengurangi gejala tremor namun tidak dapat menghilangkan tremor sama
sekali. Dengan menerapkan teknik relaksasi seperti meditasi, yoga, hipnosis, beberapa pasien menunjukkan
perbaikan gejala tremor. Selain itu, alternatif yang dapat digunakan adalah dengan pemberian beban pada
lengan yang dapat mengurangi tremor. 46
Untuk pasien yang tidak merespon terhadap obat, terapi fisik, dapat digunakan intervensi operasi
seperti deep brain stimulation dan dengan membuat lesi secara operatif pada nucleus thalamus dapat
menjadi terapi jangka panjang yang efektif. Deep brain stimulation dapat mengurangi gejala tremor namun
tidak memperbaiki kesalahan lain seperti dissynergia dan dysmetria. Deep brain stimulation dilaksanakan
dengan memasukkan implantasi neurostimulator atau brain pacemaker yang memberikan impuls elektrikal
kepada bagian otak tertentu sehingga adanya aktivitas otak yang ter-regulasi secara konstan dan teratur.
Banyak ditemukan bahwa tremor tereduksi secara amplitudo.48
Thalamotomy dikerjakan pada lesi thalamus nucleus untuk mengganggu sirkuit tremor. Namun,
prosedur ini bersifat sangat invasif, dengan pengobatan yang berisiko tinggi dan memiliki banyak efek
samping seperti perburukan gejala multiple sclerosis, disfungsi kognitif, perburukan dysarthria dan
dysphagia. Selain itu, banyak tremor yang kembali timbul setelah prosedur ini.49

  38  
 

REFERENSI

1. Grimaldi G, Manto M. Neurological tremor: sensors, signal processing and emerging applications.
Sensors 2010;10:1399-422.
2. Berendse HW, van Laar T. Tremor. In: Wolters EC, van Laar T, editors. Parkinsonism and related
disorders. Amsterdam: University Press, 2007: p. 309-22.
3. Ropper AH, Phil RHBD. Adams and Victor’s Principles of Neurology (8th ed.). New York: McGraw-
Hill, 2005.
4. Deuschl G, Volkmann J, Raethjen J. Tremors: differential diagnosis, pathophysiology, and therapy. In:
Jankovic J, Tolosa E, editors. Parkinson’s Disease and Movement Disorders (5th ed.). Philadelphia:
Williams & Wilkins, 2007; p. 298-311.
5. Jankovic J, Fahn S. Physiologic and pathologic tremors. Diagnosis, mechanism, and management. Ann
Intern Med 1980; 93:460.
6. Puschmann A, Wszolek ZK. Diagnosis and Treatment of Common Forms of Tremor. 2011;1(212):65–
77.
7. UpToDate [Internet]. Uptodate.com. 2019 [cited 2 May 2019]. Available from:
https://www.uptodate.com/contents/essential-tremor-clinical-features-and-diagnosis
8. UpToDate [Internet]. Uptodate.com. 2019 [cited 2 May 2019]. Available from:
https://www.uptodate.com/contents/overview-of-tremor
9. Alarcon, F, Zijlmans JCM, Duerias G, Cevallos N. (2004). Post-Stroke Movement Disorders : report of
65 patients. J. Neurol Neurosurg Psychiatry (75) : 1568-1574
10. Louis ED. Fascinating rhythm: recognizing and treating tremor. Ann Neurol. 2007;22:833–8. 14
11. Louis ED, Ferreira JJ. How common is the most common adult movement disorder?Update on the
wordwide prevalance of essential tremor. Move Disord 2010; 25:534
12. Merner ND, Girad SL, Catoire H, et al. Exome sequencing identifies FUS mutations as a cause of
essential tremor, Am J Hum Genet 2012: 91:313
13. Helmich RC, Toni I, DeuschiG, Bloem BR. The Pathophysiology of Essential Tremor and Parkinson’s
Tremor, 2013:378
14. Louis ED, Essntial tremors : a family of neurodegenerative disorders?Arch Neurol 2009: 66:1202
15. Bhatia KP, Bain P, Bajaj N, et al. Consensus Statement on the Classification of tremor, from the task
force on tremor of the International Parkinson and Movement Disorder Society, Mov Disord 2018;33:75
16. Rajput AH, Rajput A. Medical Treatment of Essential Tremor. J Cent Nerv Sys Dis 2014; 6:29
17. Sweet RD, Blumberg J, Lee JE, MC Dowell FH, Propranolol Treatment of Essential Tremor, Neurology
1974; 24;64

  39  
 

18. Nida A, Alston J, Schweinfurth J. Primidone Therapy for Essential Tremor 2016; 142:117.
19. Ondo W, Hunter C, Vuong KD, et al. Gabapentin for Essential Tremor: a multiple-dose, placebo-
controlled trial; Mov Disord 2000:15:678
20. Bruno E, Nicoletti A, Quttrocchi G, et al. Topiramate for Essential Tremor, Cochrane Database Syst
Rev 2017; 4:CD009683
21. Hertegard S, Grangvist S, Lindestad PA, Botulinum Toxin Injections for Essential Voice Tremor Ann
Otol hinol Laryngol 2000;109:204
22. Flora ED, Perera Cl, Cameron AL, Maddern GJ. Deep Brain Stimulation for Essential Tremor
systematic review: Mov Disord 2010;25:1550
23. Louis ED, Treatment of Medically Refractory Essential Tremor, N Engl J Med 2016: 375:792
24. Tarsy D. Overview of Tremor. 2019.
25. National Institute of Aging. Parkinson’s Disease. 2017.
26. DUUS
27. Morgan J, Sethi K. Drug-induced tremors. The Lancet Neurology. 2005;4(12):866-876.
28. Asymmetry in clinical features of drug-induced parkinsonism. (1990). The Journal of Neuropsychiatry
and Clinical Neurosciences, 2(1), pp.64-66.
29. Ayd F. A Survey of Drug-Induced Extrapyramidal Reactions. JAMA. 1961;175(12):1054.
30. Indo, T. (1982). Metoclopramide-Induced Parkinsonism. Archives of Neurology, 39(8), p.494.
31. Dorian. Amiodarone for the treatment and prevention of ventricular fibrillation and ventricular
tachycardia. Vascular Health and Risk Management. 2010;:465.
32. Orucki M. Tremor Induced by Trimethoprim-Sulfamethoxazole in Patients with the Acquired
Immunodeficiency Syndrome (AIDS). Annals of Internal Medicine. 1988;109(1):77.
33. Nadel A. Vidarabine Therapy for Herpes Simplex Encephalitis. Archives of Neurology.
1981;38(6):384.
34. Mott S, Packer R, Vezina L, Kapur S, Dinndorf P, Conry J et al. Encephalopathy with parkinsonian
features in children following bone marrow transplantations and high-dose amphotericin B. Annals of
Neurology. 1995;37(6):810-814.
35. Leo R. Movement Disorders Associated With the Serotonin Selective Reuptake Inhibitors. The Journal
of Clinical Psychiatry. 1996;57(10):449-454.
36. Putten T. Lithium-induced disabling tremor. Psychosomatics. 1978;19(1):27-31.
37. Millichap J. Movement Disorders Induced by Antiepileptic Drugs. Pediatric Neurology Briefs.
2007;21(2):15.
38. Sethi K. Movement Disorders Induced by Dopamine Blocking Agents. Seminars in Neurology.
2001;21(01):059-068.

  40  
 

39. Mahajan R, Zachariah U. Wing-Beating Tremor. New England Journal of Medicine. 2014;371(1):e1.
40. Raina G, Cersosimo M, Folgar S, Giugni J, Calandra C, Paviolo J et al. Holmes tremor. Neurology.
2016;86(10):931-938.
41. Buijink A, Contarino M, Koelman J, Speelman J, van Rootselaar A. How to Tackle Tremor – Systematic
Review of the Literature and Diagnostic Work-Up. Frontiers in Neurology. 2012;3.
42. Puschmann A, Wszolek Z. Diagnosis and Treatment of Common Forms of Tremor. Seminars in
Neurology. 2011;31(01):065-077.
43. Menon B, Sasikala P, Agrawal A. Giant Middle Fossa Epidermoid Presenting as Holmes’ Tremor
Syndrome. Journal of Movement Disorders. 2014;7(1):22-24.
44. Seeberger, Lauren. "Cerebellar Tremor-Definition and Treatment." The Colorado Neurological Institute
Review. Fall 2005.
45. Bhidayasiri R. Differential diagnosis of common tremor syndromes. Postgraduate Medical Journal.
2005;81(962):756-762.
46. Eidelberg, David, Pourfar, Michael. "Tremor." 2007. In The Merck Manuals Online Medical Library.
47. Wyne K. A comprehensive review of tremor. Journal of the American Academy of Physician Assistants.
2005;18(12):43-50.
48. Wishart H. Chronic deep brain stimulation for the treatment of tremor in multiple sclerosis: review and
case reports. 2019.
49. Benabid A, Pollak P, Hoffmann D, Gervason C, Hommel M, Perret J et al. Long-term suppression of
tremor by chronic stimulation of the ventral intermediate thalamic nucleus. The Lancet.
1991;337(8738):403-406.

  41  

Anda mungkin juga menyukai