Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

SEMESTER 7-MODUL 23
(TRAVEL MEDICINE)

SKENARIO 4

Disusun Oleh :
Dio Pria Andana
71190811075

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA
MEDAN
2023
Lembar Penilaian Makalah

NO Bagian yang Dinilai Skor Nilai

1. Ada makalah 60

2. Keseuaian dengan LO 0 – 10

3. Tata Cara Penulisan 0 – 10

4. Pembahasan Materi 0 – 10

5. Cover dan Penjilidan 0 – 10

TOTAL

NB : LO = Learning Objective

Medan,29 Januari 2023

Dinilai Oleh :

prof. H. M. Joesoef Simbolon, Sp. KJ (K)

2
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan saya kemudahan sehingga saya
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya saya
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Saya mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga mampu untuk menyelesaikan pembuatan
makalah sebagai tugas kuliah Fakultas Kedokteran UISU.
Saya tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, Saya mengharapkan kritik
serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah
yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini saya mohon
maaf yang sebesar-besarnya.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk kita
semua. Wassalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

Medan, 29 Januari 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1


1.1.LATAR BELAKANG................................................................................................... 1
1.2.RUMUSAN MASALAH .............................................................................................. 1
1.3.TUJUAN MASALAH................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................... 2
2.1. REGULASI YANG MENGATUR KESEHATAN HAJI ........................................... 2
2.2. ALUR TAHAPAN PEMERIKSAAN DAN PEMBINAAN KESEHATAN HAJI .... 3
2.3.FAKTO0FAKTOR RISIKO YANGVDAPAT MEMPENGARUHI KONDISI
KESEHATAN HAJI........................................................................................................... 7
2.4. MENERAPKAN TINGKAT RISIKO KESEHATAN JAMAAH HAJI .................... 8
2.5. ISTITHA’AH KESEHATAN...................................................................................... 9

BAB III PENUTUP............................................................................................................. 11


3.1KESIMPULAN .............................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG

lbadah haji merupakan ibadah yang sebagian besar berupa kegiatan fisik, dalam waktu lama
(lebih dari 30 hari) di negara Arab Saudi, dan berada pada lingkungan yang berbeda dengan
di lndonesia. Keadaan ini membutuhkan kondisi kesehatan jemaah calon haji yang prima,
yaitu kondisi kesehatan bagi jemaah haji yang optimal, trampil dan mandiri.

Pemerintah Indonesia setiap tahun memberangkatkan sekitar 200.000 jemaah haji ke Tanah
Suci Mekah dan Madinah untuk melaksanakan ritual haji. Kondisi kesehatan jemaah tersebut
ada yang sehat tanpa penyakit dan ada yang sehat dengan faktor risiko kesehatan. Kelompok
jemaah yang memiliki risiko kesehatan ini disebut sebagai jemaah haji risiko tinggi (risti).
Jemaah haji risiko tinggi yaitu jemaah haji dengan kondisi kesehatan yang secara
epidemiologi berisiko sakit dan atau mati selama melaksanakan ibadah haji.

Angka kesakitan jemaah haji Indonesia dapat dilihat dari jumlah rawat jalan dan rawat inap di
tanah air (Embarkasi-Debarkasi) dan di Arab Saudi. Proporsi jemaah haji risiko tinggi yang
berkisar 40-60 % ini akan berpengaruh terhadap jumlah angka kesakitan dan angka kematian
yang mungkin terjadi pada jemaah haji.

Persentase jemaah haji Indonesia yang berstatus risiko tinggi kesehatan terbesar terjadi pada
tahun 2015 yaitu sebesar 61,6%. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa persentase jemaah
haji Indonesia dengan risiko tinggi kesehatan setiap tahun mengalami peningkatan.
Peningkatan jumlah jemaah haji dengan risiko tinggi kesehatan ini perlu diwaspadai dan
dikelola sebaik mungkin. Identifikasi, analisis karakteristik, serta prediksi perkembangan
faktor risiko kesehatan pada jemaah haji harus dilakukan sedini mungkin oleh petugas
kesehatan. Perencanaan program pembinaan dan pelayanan kesehatan untuk mengeliminasi
faktor risiko kesehatan tersebut harus dilakukan dengan baik agar kondisi jemaah haji tetap
dalam keadaan sehat sehingga dapat melaksanakan ibadah dengan baik dan sempurna.

Berdasarkan pemeriksaan kesehatan jemaah haji di Embarkasi pada tahun 2013, dapat
diketahui beberapa jenis penyakit yang diderita oleh jemaah haji. penyakit terbanyak yang
ditemukan pada jemaah haji rawat jalan di Embarkasi haji adalah hipertensi dengan jumlah
3805 kasus (38%) , commond cold sebanyak 1495 kasus (15%), myalgia sebanyak 967 kasus
(10%), diabetes mellitus sebanyak 845 kasus (9%) dan dyspepsia 778 kasus (8%).

Jemaah haji yang mengalami penyakit yang bertambah berat dan memerlukan rawat inap
segera dirujuk ke Rumah Sakit rujukan untuk mendapatkan perawatan dan pengobatan yang
lebih intensif. Jemaah haji yang menjalani rawat inap selama di embarkasi pada tahun 2014
adalah jemaah haji dengan penyakit diabetes mellitus sebanyak 590 kasus (65%) dan
hipertensi sebanyak 258 kasus (28%). Jemaah haji yang sakit selama melaksanakan ibadah
haji di tanah suci mendapatkan pelayanan kesehatan oleh petugas kesehatan. Pelayanan
kesehatan yang diberikan yaitu berupa pengobatan dan perawatan di sarana rawat jalan
maupun rawat inap sesuai dengan tingkat keparahan penyakit yang diderita oleh jemaah haji.
(3)

1
Berdasarkan data yang terekam dalam Sistem Informasi Kesehatan Haji Indonesia
Kementerian Kesehatan RI (Siskohatkes) tahun 2014, jenis penyakit terbanyak pada jemaah
haji yang dirawat jalan selama di Arab Saudi di Arab Saudi adalah commond cold sebanyak
89.715 kasus dan hipertensi menduduki peringkat tertinggi kedua dengan jumlah 42.997
kasus. Penyakit terbanyak pada jemaah haji yang dirawat inap selama di Arab Saudi
menunjukan bahwa kelompok penyakit tidak menular lebih banyak dibandingkan dengan
kelompok penyakit menular. Penyakit tidak menular tersebut adalah diabetes mellitus
sebanyak 236 kasus dan hipertensi di urutan kedua sebanyak 235 kasus. Penyakit- penyakit
tersebut pada umumnya sudah terdeteksi pada jemaah haji sebelum mereka berangkat
melaksanakan ibadah haji ke Arab Saudi.

Kesehatan merupakan modal dalam perjalanan ibadah haji. Tanpa kondisi kesehatan yang
memadai, niscaya pencapaian peribadatan menjadi tidak maksimal. Oleh karena itu setiap
jemaah haji perlu menyiapkan diri agar memiliki status kesehatan optimal dan
mempertahankannya. Untuk melaksanakan ibadah haji, upaya yang dapat dilakukan adalah
dengan cara mengendalikan, mengurangi atau meniadakan faktor risiko yang dapat
mempengaruhi kesehatan calon jemaah, agar calon jemaah haji dapat melaksanakan ibadah
dengan baik dan lancar.

Dengan makin meningkatnya jumlah calon jemaah haji dari berbagai keragaman etnis dan
tingkat pendidikan, masalah masih selalu muncul dan semakin kompleks, seperti yang
dilaporkan bahwa angka kesakitan jemaah haji Indonesia meningkat. Hal ini dikarenakan
kurangnya pengetahuan jemaah tentang akan pentingnya kesehatan saat melaksanakan ibadah
haji, lingkungan jemaah haji yang padat dengan para jemaah sehingga menimbulkan sirkulasi
udara yang tidak baik serta pelayanan kesehatan yang kurang tanggap dalam memberikan
pemeriksaan kesehatan pada calon jemaah haji.

Meningkatkan status kesehatan calon jemaah haji tidak terlepas dari faktor-faktor yang
menentukan perilaku kesehatan, dengan kata lain kegiatan status kesehatan harus disesuaikan
dengan determinan (faktor yang mempengaruhi perilaku itu sendiri). (6) Perilaku kesehatan
ditentukan oleh 3 faktor utama, yakni faktor pendorong (predisposing factors) yaitu faktor-
faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain
pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai dan tradisi. Selanjutnya faktor
pemungkin (enabling factors) yang meliputi sarana dan prasarana atau fasilitas untuk
terjadinya perilaku kesehatan, misalnya: Puskesmas, Posyandu, Rumah Sakit, tempat
pembuangan air, tempat pembuangan sampah, tempat olah raga, makanan bergizi dan uang.
Terakhir faktor penguat (reinforcing factors) yaitu faktor yang mendorong atau memperkuat
terjadinya perilaku. Kadang-kadang meskipun orang tahu dan mampu untuk berperilaku
sehat, tetapi tidak melakukannya.

Kota Pematangsiantar merupakan salah satu Kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara. Kota
Pematangsiantar ini selalu memberangkatkan calon jemaah haji dengan jumlah ± 100 calon
jemaah setiap tahunnya. Saat ini Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar mulai menangani
kesehatan fisik dan mental 135 calon haji tahun 2018 di daerahnya. Hal itu sesuai dengan
Peraturan Menteri kesehatan Nomor 15 Tahun 2016 tentang Istithaah kesehatan Jemaah haji.
Kegiatan pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar
kepada calon jemaah haji yaitu melakukan pemeriksaan kesehatan calon haji meliputi riwayat
penyakit, sakit yang dialami dan pemeriksaan terhadap indikasi penyakit menular.
Pemeriksaan ini dilakukan di Puskesmas-Puskesmas yang telah ditetapkan oleh Dinas
Kesehatan Kota Pematangsiantar.

2
Berdasarkan survei awal yang dilakukan terhadap 10 orang calon jemaah haji di Kota
Pematangsiantar didapat bahwa hanya 4 orang saja yang tidak memiliki penyakit dan
memiliki pengetahuan dan sikap yang baik dalam menjaga kesehatannya seperti
memeriksakan kesehatannya di pelayanan kesehatan terdekat dan mengatakan secara jujur
kepada tenaga kesehatan tentang kondisi kesehatannya, sedangkan 6 diantaranya menderita
penyakit yang meliputi 2 orang mengalami hipertensi, 1 orang mengalami gastritis, 1 orang
menderita asma, 1 orang peneumonia dan 1 orang diabetes melitus. Kejadian ini dikarenakan
beberapa masalah yang dialami calon jemaah haji seperti kurangnya informasi tentang
pemeriksaan kesehatan di pelayanan kesehatan serta pendidikan yang rendah sehingga
mengakibatkan kurangnya pengetahuan calon jemaah haji tentang cara meningkatkan status
kesehatan. Selain itu reaksi calon jemaah dalam menyikapi kegiatan pemeriksaan kesehatan
sebelum berangkat ke embarkasi dan sesudah di embarkasi juga terbilang negatif atau tidak
baik seperti menganggap pemeriksaan kesehatan tidak terlalu penting karena mereka tidak
memiliki riwayat penyakit dan mereka juga menganggap penyakit yang sudah dideritanya
tidak akan mungkin kambuh lagi, padahal penyakit hipertensi, gastritis, asma, pneumonia dan
diabetes melitus yang diderita oleh jemaah haji tersebut dapat terjadi dan kambuh
dikarenakan pikiran yang stres, gugup, kelelahan, tidak menjaga pola makanan dan udara
panas dari kondisi ruangan yang padat. Rendahnya pengetahuan dan sikap calon jemaah haji
ini juga menimbulkan tindakan yang kurang baik seperti mereka tidak mau memeriksakan
kesehatannya di pelayanan kesehatan terdekat, mereka hanya memeriksakan kesehatan pada
saat di embarkasi dan calon jemaah haji juga tidak menceritakan secara jujur tentang riwayat
penyakit yang dideritanya. Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk meneliti lebih
lanjut tentang Hubungan Faktor Perilaku dengan Status Kesehatan Calon Jemaah Haji di
Kota Pematangsiantar Tahun 2018.

1.2. RUMUSAN MASALAH


1. Apa saja yang termasuk dalam pemeriksaan tahapan 1 dalam istitha’ah Kesehatan?
2. Apa test kebugaran yang dilakukan oleh Calon Jemaah Haji?
3. Apa permasalahan kesehatan secara umum yang akan ditimbulkan bagi
perjalanan haji?
4. Bagaimana kriteria layak terbang Calon Jemaah Haji?
5. Apa Faktor Risiko masalah Kesehatan Jemaah Haji ?

1.3. TUJUAN PENULIS


1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang regulasi yang
mengatur Kesehatan haji
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang alur tahapan
pemeriksaan dan pembinaan Kesehatan haji
3. Mahasiswa mampu menganalisis faktor-faktor risiko yang dapat mempengaruhi
kondisi Kesehatan haji
4. Mahasiswa mampu menetapkan tingkat risiko Kesehatan Jemaah haji

3
5. Mahasiswa mampu menentukan Istitha’ah kesehatan

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. REGULASI YANG MENGATUR KESEHATAN HAJI


Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Jemaah haji adalah Warga Negara Indonesia, beragama Islam dan telah mendaftarkan
diri untuk menunaikan ibadah haji sesuai dengan persyaratan yang di tetapkan.
2. Istithaah adalah kemampuan Jemaah Haji secara jasmaniah, ruhaniah, pembekalan
dan keamanan untuk menunaikan ibadah haji tanpa menelantarkan kewajiban
terhadap keluarga.
3. Istithaah Kesehatan Jemaah Haji adalah kemampuan Jemaah Haji dari aspek
kesehatan yang meliputi fisik dan mental yang terukur dengan pemeriksaan yang
dapat dipertanggungjawabkan sehingga Jemaah Haji dapat menjalankan ibadahnya
sesuai tuntunan Agama Islam.
4. Pemeriksaan Kesehatan Jemaah Haji adalah rangkaian kegiatan penilaian status
kesehatan Jemaah Haji yang diselenggarakan secara komprehensif.
5. Pembinaan Istithaah Kesehatan Haji adalah serangkaian kegiatan terpadu, terencana,
terstruktur dan terukur, diawali dengan Pemeriksaan Kesehatan pada saat mendaftar
menjadi Jemaah Haji sampai masa keberangkatan ke Arab Saudi.
6. Tim Penyelenggara Kesehatan Haji Kabupaten/kota adalah adalah Tim yang
ditetapkan oleh Bupati/Walikota untuk menjalankan fungsi penyelenggaraan
kesehatan haji sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
7. Panitia Penyelenggara Ibadah Haji Embarkasi yang selanjutnya disebut PPIH
Embarkasi adalah Panitia yang dibentuk oleh Menteri Agama untuk melakukan
pembinaan, pelayanan, dan perlindungan Jemaah Haji pada saat pelaksanaan
operasional ibadah haji di Embarkasi.

5
8. Panitia Penyelenggara Ibadah Haji Embarkasi Bidang Kesehatan yang selanjutnya
disebut PPIH Bidang Kesehatan adalah Panitia yang dibentuk oleh Menteri Kesehatan
untuk melakukan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan Jemaah haji pada saat
pelaksanaan operasional Ibadah Haji di Embarkasi.
9. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan.

Pasal 2
Pengaturan Istithaah Kesehatan Haji bertujuan untuk terselenggaranya Pemeriksaan
Kesehatan dan Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji agar dapat menunaikan ibadahnya sesuai
dengan ketentuan ajaran agama Islam.
Pasal 3
Terhadap Jemaah Haji harus dilakukan Pemeriksaan Kesehatan dan Pembinaan Kesehatan
Jemaah Haji dalam rangka Istithaah Kesehatan Haji.
Pasal 4
(1) Dalam rangka penyelenggaraan Istithaah Kesehatan Haji, dinas kesehatan
kabupaten/kota membentuk tim penyelenggara kesehatan haji di wilayahnya.
Tim Penyelenggara Kesehatan Haji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan
Pemeriksaan Kesehatan dan Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji di Puskesmas dan/atau
Rumah Sakit yang ditunjuk
Pasal 5
Pemeriksaan Kesehatan dilakukan sebagai dasar pelaksanaan Pembinaan Kesehatan Jemaah
Haji dalam rangka Istithaah Kesehatan Jemaah Haji.
Pasal 6
(1) Pemeriksaan Kesehatan sebagimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi:
1. tahap pertama;
2. tahap kedua; dan
3. tahap ketiga.

2.2. ALUR TAHAPANPEMERIKSAAN DAN PEMBINAAN KESEHATAN HAJI

Mengutip Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 15 Tahun 2016 Tentang Istithaah Kesehatan
Jemaah Haji, terdapat tiga tahapan yang harus dilalui setiap jamaah. Tahap kedua dan ketiga
akan jadi penentu apakah seseorang bisa menunaikan ibadah haji atau tidak.

6
Tahap pertama. Pemeriksaan dilakukan sebelum calon jamaah mendapatkan nomor porsi.
Pelaksananya adalah tim penyelenggara kesehatan haji kabupaten/kota.Pada tahap pertama
ini, semua hasil diagnosis akan dibagi ke dalam dua kategori. Calon jamaah dengan risiko
kesehatan tinggi (risti) dan calon jamaah tidak dengan risiko kesehatan tinggi (non-
risti).Selanjutnya calon jamaah akan diberikan program pembinaan kesehatan selama masa
tunggu. Pembinaan kesehatan bertujuan agar calon jamaah haji dapat meningkatkan ataupun
menjaga kesehatannya jelang pemeriksaan tahap dua yang akan menentukan kelaikan atau
istithaah.

Tahap kedua. Pemeriksaan yang dilakukan paling lambat tiga bulan sebelum keberangkatan
ini adalah tahap penetapan istithaah kesehatan itu sendiri. Wewenang pelaksanaanya masih
pada penyelenggara kesehatan haji kabupaten/kota.

Hasil pemeriksaan ini akan membagi status calon jamaah menjadi empat kategori.

1) Memenuhi syarat istithaah kesehatan jemaah haji;

2)Memenuhi syarat istithaah kesehatan jemaah haji dengan

pendampingan; 3)Tidak memenuhi syarat istithaah kesehatan jemaah haji

sementara; 4)Tidak memenuhi syarat istithaah kesehatan jemaah haji.

Hanya calon jamaah kategori 1, 2, dan 3 yang akan diberikan kesempatan melakukan
pelunasan, surat panggilan masuk asrama (SPMA), dan vaksin meningitis. Artinya jamaah
kategori 4 tidak istithaah dan tidak diberangkatkan ke Arab Saudi.

"Seluruh (calon) jamaah haji yang telah melakukan pemeriksaan kesehatan tahap kedua
(kecuali yang tidak memenuhi syarat), wajib mengikuti pembinaan kesehatan di masa
keberangkatan," demikian bunyi peraturan kementerian kesehatan yang ditetapkan pada
Februari 2018 itu.

Tahap ketiga. Pemeriksaan kesehatan tahap ketiga dilakukan untuk menetapkan status
kesehatan calon jemaah haji laik atau tidak laik terbang merujuk kepada standar keselamatan
penerbangan internasional dan/atau peraturan kesehatan internasional.

7
2.3.FAKTOR-FAKTOR RISIKO YANG DAPAT MEMPENGARUHI KONDISI
KESEHATAN HAJI

Pengertian awal dari risiko atau risk adalah probability of particular adverse effect atau
prediksi kemungkinan buruk kondisi seseorang. Faktor risiko adalah faktor yang berperan
dalam setiap kejadian penyakit dan akhirnya dapat menimbulkan gangguan kesehatan hingga
akhirnya akan mengurangi kesempurnaan jalannya ibadah haji. Faktor risiko tersebut antara
lain meliputi pencetus kejadian penyakit maupun faktor yang dapat memperberat kondisi
awal kesehatan jemaah haji. Menurut Hendrik L Blum ada 4 faktor yang mempengaruhi
status derajat kesehatan masyarakat atau perorangan. Faktor-faktor tersebut meliputi :

1. Faktor Perilaku

Perilaku yang sehat akan menunjang meningkatnya derajat kesehatan, hal ini dapat dilihat
dari banyaknya penyakit berbasis perilaku dan gaya hidup. Kebiasaan pola makan yang sehat
dapat menghindarkan diri kita dari banyak penyakit, diantaranya penyakit jantung, darah
tinggi, stroke, kegemukan, diabetes mellitus dan lain-lain. Perilaku atau kebiasaan mencuci
tangan sebelum makan juga dapat menghindarkan kita dari penyakit saluran cerna.

2. Faktor Lingkungan

Berbicara mengenai lingkungan sering kali kita meninjau dari kondisi fisik. Lingkungan yang
memiliki kondisi sanitasi buruk dapat menjadi sumber berkembangnya penyakit. Hal ini jelas
membahayakan kesehatan masyarakat kita. Terjadinya penumpukan sampah yang tidak dapat
dikelola dengan baik, polusi udara, air dan tanah juga dapat menjadi penyebab. Upaya
menjaga lingkungan menjadi tanggung jawab semua pihak untuk itulah perlu kesadaran
semua pihak. Disamping lingkungan fisik juga ada lingkungan sosial yang berperan. Sebagai

8
mahluk sosial

9
kita membutuhkan bantuan orang lain, sehingga interaksi individu satu dengan yang lainnya
harus terjalin dengan baik. Kondisi lingkungan sosial yang buruk dapat menimbulkan
masalah kejiwaan.

3. Faktor Pelayanan Kesehatan

Kondisi pelayanan kesehatan juga menunjang derajat kesehatan masyarakat. Pelayanan


kesehatan yang berkualitas sangatlah dibutuhkan. Masyarakat membutuhkan posyandu,
puskesmas, rumah sakit dan pelayanan kesehatan lainnya untuk membantu dalam
mendapatkan pengobatan dan perawatan kesehatan. Terutama untuk pelayanan kesehatan
dasar yang memang banyak dibutuhkan masyarakat. Kualitas dan kuantitas sumber daya
manusia di bidang kesehatan juga mesti ditingkatkan.

Banyak kejadian kematian yang seharusnya dapat dicegah seperti diare, demam berdarah,
malaria, dan penyakit degeneratif yang berkembang saat ini seperti jantung karoner, stroke,
diabetes militus dan lainnya. penyakit itu dapat dengan mudah dicegah asalkan masyarakat
paham dan melakukan nasehat dalam menjaga kondisi lingkungan dan kesehatannya.

4. Faktor Keturunan (Genetik)

Nasib suatu bangsa ditentukan oleh kualitas generasi mudanya. Oleh sebab itu kita harus
terus meningkatkan kualitas generasi muda kita agar mereka mampu berkompetisi dan
memiliki kreatifitas tinggi dalam membangun bangsanya. Dalam hal ini kita harus
memperhatikan status gizi balita sebab pada masa inilah perkembangan otak anak yang
menjadi asset kita dimasa mendatang. oleh sebab itulah program penanggulangan kekurangan
gizi dan peningkatan status gizi masyarakat masih tetap diperlukan. Utamanya program
Posyandu yang biasanya dilaksanakan di tingkat RT/RW. Dengan berjalannya program ini
maka akan terdeteksi secara dini status gizi masyarakat dan cepat dapat tertangani.

Program pemberian makanan tambahan di posyandu masih perlu terus dijalankan,


terutamanya daeraha yang miskin dan tingkat pendidikan masyarakatnya rendah. Pengukuran
berat badan balita sesuai dengan kms harus rutin dilakukan. Hal ini untuk mendeteksi secara
dini status gizi balita. Bukan saja pada gizi kurang kondisi obesitas juga perlu dihindari.
Bagaimana kualitas generasi mendatang sangat menentukan kualitas bangas Indonesia
mendatang.

2.4. MENETAPKAN TINGKAT RISIKO KESEHATAN JAMAAH HAJI

Penyakit Menular
Akomodasi yang ramai, rendahnya higenitas, penyakit komorbid, makanan yang tidak
disimpan dengan baik dan vaksinasi pra-haji yang tidak memadai menyebabkan banyaknya
terjadi penyakit menular seperti penyakit pernapasan seperti meningitis, dan penyakit yang
menular melalui makanan.Penyakit infeksi pernapasan merupakan penyakit paling umum
menjadi penyebab masuk rumah sakit saat ibadah haji. SARS (Severe acute respiratory
syndrome), Influenza A H1N1, MERS-Cov (Middle East Respiratory Syndrome
Coronavirus) merupakan potensi paling tinggi dari infeksi selama ibadah haji. SARS
10
(Severe acute

11
respiratory syndrome), Influenza A H1N1 dan MERS-Cov (Middle East Respiratory
Syndrome Coronavirus) dapat terbawa oleh Jemaah haji yang berpergian, di mana kemudian
akan secara lokal menularkan ke Jemaah haji lain sebelum kembali ke kota dan negara
masing-masing sehingga dapat memperkuat dan mempercepat penyebaran infeksi global.
Setelah wabah N.meningitides W135 di 2000 dan 2001 terjadi penyebaran global,(41)
penyakit meningokokus adalah penyakit yang dianggap berisiko di haji sehingga harus
melakukan vaksin sebelum tiba di Arab Saudi Pada akhir masa haji, semua jemaah harus
mencukur rambutnya, pisau cukur yang tidak steril dapat berisiko penularan melalui darah
seperti penyakit Hepatitis B, C dan HIV tetapi tidak ada bukti untuk penularan penyakit yang
ditularkan melalui darah pada saat ibadah haji. Namun demikian, vaksinasi Hepatitis B
sebelum perjalanan dan pengaturan pisau cukur yang steril dapat mencegah penularan
penyakit yang ditularkan melalui darah.

Menteri Kesehatan Arab Saudi melakukan berbagai tindakan pengendalian infeksi, termasuk:
penyaringan, memantau pintu masuk dan isolasi bagi yang dicurigai kasus, surveilans
epidemiologi penyakit menular, dan sistem informasi berbasis komputer, pengujian
laboratorium, infeksi control, dan memberikan pengobatan yang tepat.

Upaya pencegahan untuk pengendalian penyakit menular seperti: ikuti vaksinasi tahunan
yang diperbarui, penegakan peraturan tentang keamanan pangan dan air, pengaturan
pencukuran kepala dan pisau cukur yang disterilkan, kesadaran jemaah untuk kebersihan
tangan, tetap terhidrasi, penggunaan masker wajah, tabir surya, anti serangga, makanan dan
air dan kebersihan pribadi, hindari keramaian yang tidak penting. Memulai diri pengobatan
sesuai dengan kebutuhan, lanjutkan pengobatan biasa, laporkan penyakit

Penyakit tidak menular

Penyakit tidak menular banyak terjadi pada Jemaah Haji, seperti terinjak-injak orang atau
cedera, kelelahan, heatstroke, penyakit kardiovascular, stres emosional yang intens, dehidrasi.

Faktor utama cuaca panas selama haji yaitu paparan panas langsung dari sinar matahari
dengan waktu yang lama, dan panas dari kendaraan yang menyebabkan kelelahan panas atau
heat stroke dan dehidrasi pada jemaah haji.

Selama beberapa tahun terakhir, penyakit kardiovaskular dengan hipertensi adalah salah satu
penyebab utama Jemaah haji masuk ICU (Unit Perawatan Intensif) dengan tingkat kematian
yang tinggi.

Kondisi ibadah haji yang sangat ramai, dengan jutaan jemaah menjalankan ibadah dalam
ruang dan waktu yang sama, maka dapat menyebabkan beberapa kejadian akibat kerumunan
besar. Selama ibadah haji, trauma adalah salah satu yang utama penyebab morbiditas dan
mortalitas. Karena keadaan tersebut saat ibadah haji maka sering juga ditemukan kondisi
orang yang terinjak-injak oleh orang lain.

Dengan banyaknya terjadi kondisi tersebut, maka telah dilakukan peningkatan upaya untuk
menangani permasalahan ini dengan penggunaan model simulasi kerumunan, penilaian yang
terbaik dengan cara pengelompokan dan penjadwalan jamaah, manajemen kerumunan,
manajemen bagasi, pemantauan video dan perubahan

12
2.5. MENENTUKAN ISTITHA’AH KESEHATAN
Jadi istitha’ah adalah suatu kondisi sesorang memiliki bekal secara finansial (untuk biaya
perjalanan dan biaya keluarga yang ditinggalkan), menguasai pengetahuan manasik haji,hati
yang ikhlas, sabar, syukur, tawakkal dan tawaddlu’, sehat mental dan fisik . Sedangkan yang
dimaksud dengan kendaraan adalah sesuatu yang dapat mengantarkan sesorang untuk
melaksanakan ibadah haji tercakup didalamnya waktu, keamanan dan kesempatan (kuota).
Adapun istitha’ah haji ada dua macam yaitu:
1. Istitha’ah mubasyirah : yaitu seseorang mampu untuk melakukan haji dan umrah
dengan kemampuan dirinya sendiri, sehat mental dan fisik, mampu menempuh perjalanan
dan mengerjakan manasik tanpa kesusahan.

2. Istitha’ah ghoiru mubasyirah: yaitu seseorang mempunyai finansial yang cukup yang
dengannya ia bisa mewakilkan kepada orang lain untuk mengerjakan haji dan umrahnya,
baik ketika dia masih hidup ataupun telah wafat.
3. Seseorang dinyatakan mampu untuk melaksanakan ibadah haji secara mandiri bila
sehat mental dan fisik untuk menempuh perjalanan ketanah suci dan melaksanakan ibadah
haji. Bahwa masa tunggu keberangkatan cukup lama jika mendaftar sekarang maka yang
bersangkutan diperkirakan akan berangkat haji ditahun 2042 yang akan datang (Kuota
Prov. Sumsel). Bagaimana kalau jemaah yang bersangkutan berhalangan (uzur).
4. Apabilaseseorang mengalami uzur syar’i untuk melaksanakan ibadah haji karena
penyakit yang dideritanya atau kondisi tertentu yang menghalanginya untuk tidak
melaksanakan ibadah haji secara mandiri, tetapi ia memiliki kemampuan secara finansial,
maka kewajiban haji atas dirinya tidaklah gugur, sedangkan pelaksanaannya ditunda atau
dibadalk

PENUTUPAN
3.1.KESIMPULAN
Ibadah haji diwajibkan bagi setiap muslim dan muslimah yang mampu
(istitha’ah). Istitha’ah yang menjadi salah satu syarat wajib haji. mencakup aspek finansial
(biaya perjalanan dan bekal untuk keluarga yang ditinggalkan) dan keamanan. Aspek
kesehatan serta kemampuan jasmani dan rohani merupakan faktor yang harus diperhatikan
oleh calon jamaah haji. Permenkes No.15 tahun 2016 telah mengatur tentang istitha’ah
kesehatan jamaah haji. Dalam Permenkes tersebut dijelaskan bahwa istitha’ah kesehatan
jamaah haji memiliki makna kemampuan jamaah haji dari aspek kesehatan yang meliputi
fisik dan mental yang terukur melalui pemeriksaan medis. Meskipun dalam Permenkes soal
istitha’ah haji ini telah diterapkan dalam penyelenggaraan ibadah haji, kasus wafatnya
jamaah haji di Arab Saudi masih tinggi. Pada musim haji 2017, jamaah haji Indonesia yang
wafat mencapai 431 orang. Sementara pada 2016, jamaah haji yang wafat tercatat 390 orang.
Tentu angka kematian jamaah haji tersebut memiliki banyak variabel. Pertama, kondisi
kesehatan sebagian jamaah yang kurang prima sejak dari tanah air. Kedua, lingkungan dan
pola perilaku jamaah selama berada di Tanah Suci. Ketiga, pada tahun 2017 Indonesia
mendapat kuota sebanyak 221 ribu jamaah, sedangkan pada tahun 2016 jamaah haji yang
diberangkatkan sebanyak 168.800 jamaah.Secara umum, ada tiga hal yang menyebabkan
jamaah haji tidak memenuhi
13
syarat isthita’ah kesehatan; 1) penyakit yang bisa membahayakan diri sendiri dan jamaah lain,
2) gangguan jiwa berat, dan 3) penyakit berat yang tidak dapat disembuhkan.

DAFTAR PUSTAKA

 Kemenkes RI. Infodatin-Haji.pdf. Jakarta: Kemenkes RI; 2015. p. 1.


 Kementerian Agama RI. Kuota Haji Jawa Barat. Kementeri Agama RI [Internet].
2 Madjid ahmad abdul. Seluk Beluk Ibadah Haji dan Umrah. surabaya: Mutiara
Ilmu; 1993. 24 p.
 Aqilla U. Buku Pintar Tuntunan Haji dan Umrah. Jakarta: Al-Magfirah; 2012. 27
p.
 Dimjati D. Panduan Ibadah Haji dan Umrah Lengkap. Pandu Haji Umr. 2011;19–
20.
 Kementerian Agama RI. Pedoman Pendaftaran Haji Reguler. Direktur Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umrah; 2016.
 Widyarini. Penyelenggaraan Ibadah Haji Bagi Lansia. Az Zarqa. 2016;8(2):219–
35.
 017; Available from: https://haji.kemenag.go.id/

14

Anda mungkin juga menyukai