Anda di halaman 1dari 20

Referat

GAMBARAN RADIOLOGI PADA PENYAKIT


OSTEOMYELITIS

Disusun Oleh:
Hana Sulistia, S.Ked
NIM. 71 2021 065

Pembimbing
dr. Nurmalia, Sp. Rad

DEPARTEMEN RADIOLOGI
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. RIVAI ABDULLAH
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2022
HALAMAN PENGESAHAN

REFERAT
GAMBARAN RADIOLOGI PADA PENYAKIT
OSTEOMYELITIS

Dipersiapkan dan disusun oleh


Hana Sulistia, S. Ked
NIM. 71 2021 065

Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik di
SMF Ilmnu Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.

Palembang, Januari 2023

Pembimbing

dr. Nurmalia, Sp.Rad

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, saya bisa menyelesaikan laporan ini. Penulisan laporan
kasus ini dilakukan dalam rangka memenuhi syarat dalam mengikuti kegiatan
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah
Palembang BARI pada Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, dari masa kepaniteraan klinik sampai pada penyusunan laporan ini,
sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu, saya
mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Nurmalia, Sp. Rad selaku pembimbing yang telah menyediakan waktu,
tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan laporan kasus
ini;
2. Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan
material dan moral; dan
3. Rekan sejawat serta semua pihak yang telah banyak membantu saya dalam
menyelesaikan laporan kasus ini.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas
segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga laporan kasus ini
membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Palembang, Januari 2023

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................iii
DAFTAR ISI .................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1
1.1. Latar Belakang.......................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................3


2.1. Anatomi Tulang......................................................................................3
2.2. Ostemyelitis.............................................................................................5
2.2.1. Definisi................................................................................................5
2.2.2. Etiologi...............................................................................................6
2.2.3. Epidemiologi......................................................................................7
2.2.4. Patofisiologi .......................................................................................7
2.2.5. Klasifikasi..........................................................................................8
2.2.6. Diagnosis............................................................................................8
2.2.7. Penatalaksanaan................................................................................10
2.2.8. Komplikasi.........................................................................................12
2.2.9. Prognosis............................................................................................12
2.3 Gambaran Foto Polos Osteomyelitis.....................................................14

BAB III KESIMPULAN...............................................................................15


DAFTAR PUSTAKA....................................................................................16

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Infeksi tulang berbeda dari infeksi jaringan lunak karena tulang
terdiri dari kumpulan kompartemen kaku. Dengan demikian, tulang lebih
rentan daripada jaringan lunak terhadap kerusakan pembuluh darah dan
kematian sel karena tekanan pada peradangan akut. 1
Kecuali jika ditekan
dengan cepat, infeksi tulang pasti akan menyebabkan nekrosis. Salah satu
peradangan pada tulang disebut Osteomielitis. Osteomielitis adalah infeksi
tulang yang serius yang dapat bersifat akut atau kronis. Ini adalah proses
inflamasi yang melibatkan tulang dan strukturnya yang disebabkan oleh
organisme piogenik yang menyebar melalui aliran darah, patah tulang, atau
pembedahan.2
Osteomielitis adalah penyakit menular yang mempengaruhi tulang
dan sumsum tulang, dengan Staphylococcus aureus menjadi patogen
penyebab pada 30% hingga 60% kasus pada manusia dan stafilokokus
secara kolektif menyebabkan sekitar 75% kasus. Insiden keseluruhan
osteomielitis di Amerika Serikat sebagian besar tidak diketahui, tetapi
laporan menunjukkan setinggi 1 dari 675 penerimaan rumah sakit AS setiap
tahun atau sekitar 50.000 kasus setiap tahun. Pada anak-anak antara 1 dan 4
tahun, Gram-negatif Haemophilus influenzae dulunya merupakan patogen
yang cukup umum untuk osteomielitis dan artritis septik. Organisme
anaerobik (khususnya Peptococcus magnus) telah ditemukan pada pasien
dengan osteomielitis, biasanya sebagai bagian dari infeksi campuran.1,2
Osteomielitis umumnya berkembang dari sumber hematogen atau
traumatis. Osteomielitis hematogen paling sering terjadi pada anak usia < 16
tahun akibat penyebaran bakteri secara hematogen. Rute kedua, traumatis,
dapat terjadi sekunder akibat patah tulang atau pembedahan.1 Sebelum
pengenalan penisilin pada tahun 1940-an, pengelolaan osteomielitis
terutama melalui pembedahan terdiri dari debridement ekstensif,
saucerization, dan balutan luka setelah area yang terkena dibiarkan sembuh

1
dengan niat sekunder yang mengakibatkan kematian yang tinggi dari sepsis.
Sejak ketersediaan antibiotik, angka kematian akibat osteomielitis, termasuk
osteomielitis stafilokokus, telah meningkat secara signifikan.3

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Tulang


Tulang adalah jaringan hidup yang struktumya dapat berubah sebagai
akibat tekanan yang dialaminya. Tulang selalu diperbaharui dengan
pembentukan tulang baru dan resorpsi. Seperti jaringan ikat lain, tulang
terdiri dari sel, serabut, dan matriks. Tulang bersifat keras karena matriks
ekstraselulernya mengalami kalsifikasi, dan mempunyai derajat elastisitas
tertentu akibat adanya serabut- serabut organik. Tulang mernpunyai fungsi
protektif, misalnya tengkorak dan columna vertebralis melindungi otak dan
medula spinalis dari cedera; stemum dan costa melindungi viscera rongga
toraks dan abdomen bagian atas. Tulang berperanan sebagai pengungkit
seperti yang dapat dilihat pada tulang panjang extremitas, dan sebagai tempat
penyimpanan utama dari garam calcium. Sumsum tulang yang berfungsi
membentuk sel-sel darah terdapat di dalam rongga tulang dan terlindungi oleh
tulang. 4
Tulang terdiri atas dua bentuk, tulang kompakta dan tulang spongiosa.
Tulang kompakta tampak sebagai massa yang padat; tulang spongiosa terdiri
atas anyaman trabekula. Trabekula tersusun sedemikian rupa sehingga tahan
akan tekanan dan tarikan yang mengenai tulang. 4

2.1.2 Klasifikasi Tulang


Tulang dapat diklasifikasikan secara regional atau berdasarkan
bentuk umumnya.. Tulang dapat dikelompokkan berdasarkan bentuk
umumnya: tulang panjang, tulang pendek, tulang pipih, tulang
iregular, dan tulang sesamoid. 4
a. Tulang Panjang
Tulang panjang ditemukan pada extremitas (contoh: humerus,
femur, ossa metacarpi, ossa metatarsi, dan phalanges). Paniangnya
lebih bepar dari lebarmya. Tulang ini mempunyai corpus berbentuk
tubular, diaphysis, dan biasanya terdapai epiphysis pada ujung,

3
ujungnya. Selama masa pertumbuhan diaphysis dipisahkan dari
epiphysis oleh cartilago epiphysis. Bagian diaphysis yang terletak
berdekatan dengan cartilago epiphysis disebut , metaphysis. Corpus
mempunyai cavitas medullaris di bagian tengah yang berisi medulla
ossium (sumsum fulang). Bagian luar corpus terdiri dari tulang
kompakta yang diliputi oleh selubung jaringan ikat, periosteum.
Ujung-ujung tulang panjang terdiri dari tulang spongiosa yang
dikelilingi oleh selapis tipis tulang kompakta. Facies articularis
ujung-ujung tulang diliputi oleh cartilago hyalin. 4
b. Tulang Pendek
Tulang pendek ditemukan pada tangan dan kaki (contohnya os
scaphoideum, os iunatum, talus, dan calcaneus). Benfuk fulang ini
umumnya segiempat dan terdiri atas tulang spongiosa yang
dikelilingi oleh selapis tipis tulang kompakta. Tulang pendek diliputi
periosteum dan facies articularis diliputi oleh cartilago hyalin4.
c. Tulang Pipih
Tulang pipih ditemukan pada tempurung kepala (contoh os
frontale dan os parietale).Bagian dalam dan luar tulang ini terdiriatas
lapisan tipis tulang kompakta, disebut tabula, yang dipisahkan oleh
selapis tulang spongiosa, disebut diploe. Scapula termasuk di dalam
kelompok tulang ini. walaupun berbentuk irregular. 4
d. Tulang lregular
Tulang iregular merupakan tulang yang tidak termasuk di dalam
kelompok yang telah disebutkan di atas (contoh tulang- tulang
tengkorak, vertebrae, dan os coxae). Tulang ini tersusun dari selapis
tipis tulang kompakta di bagian iuarnya dan bagian dalamnya
dibentuk oleh tulang spongiosa. 4
e. Tulang Sesamoid
Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang ditemukan pada
tendo-tendo tertentu di mana terdapat pergeseran tendo pada
permukaan tulang. Sebagian besar tulang sesamoid tertanam di
dalam tendo dan permukaan bebasnya diliputi oleh cartilago. Tulang

4
sesamoid yang terbesar adalah patella yang terdapat pada tendo
musculus quadriceps femoris. Contoh lain dapat ditemukan pada
tendo musculus flexor pollicis brevis dan musculus flexor hallucis
brevis. Fungsi tulang sesamoid adalah mengurangi friksi pada tendo,
dan merubah arah tarikan dari tendo.4

Gambar 1. Penampang berbagai jenis tulang. A. Tulang panjang


(humerus). B. Tulang iregular (calcaneus). C. Tulang pipih (dua
buah os parietale dipisahkan oleh sutura sagitalis). D. Tulang
sesamoid (patella). E. Perhatikan susunan trabecula yang
bekerja sebagai penyanggah untuk menahan gaya kompresi dan
tarikan dari ujung proksimal femur.4

2.2. Osteomyelitis
2.2.1. Definisi
Osteomielitis didefinisikan sebagai infeksi yang mempengaruhi
tulang, menyebabkan kerusakan dan pembentukan tulang baru.
Osteomielitis adalah infeksi tulang di daerah trabekular yang
mempengaruhi tulang dan sumsum tulang. Osteomielitis adalah
penyakit infeksi yang menyerang tulang dan sumsum tulang, dengan

5
Staphylococcus aureus sebagai patogen penyebab pada 30% hingga
60% kasus pada manusia dan stafilokokus secara kolektif
menyebabkan sekitar 75% kasus.5

2.2.2. Etiologi
Organisme patogen tunggal sebagian besar adalah. S. aureus, S.
agalactiae, dan E. Coli. Sementara itu, S. aureus, S. pyogenes, dan
H. influenzae paling sering diisolasi pada anak-anak di atas usia satu
tahun. Kerentanan pejamu terhadap infeksi meningkat oleh (a) faktor
lokal seperti trauma, jaringan parut, sirkulasi yang buruk, sensibilitas
yang berkurang, penyakit tulang atau sendi kronis dan adanya benda
asing termasuk implan, serta (b) faktor sistemik seperti malnutrisi ,
penyakit umum, kelemahan, diabetes, penyakit reumatoid,
pemberian kortikosteroid dan semua bentuk imunosupresi, baik
didapat atau diinduksi.5
Tabel 1 menunjukkan etiologi osteomielitis yang umum dan
jarang. Beberapa patogen penyebab yang jarang harus
dipertimbangkan pada beberapa kasus. Osteomielitis Candida sp.
merupakan infeksi kronis yang terkait trauma dan
imunokompromais. Osteomielitis disebabkan Cryptococcus sp. dan
Aspergillus sp. berkaitan dengan kondisi imunokompromais.
Osteomielitis disebabkan Salmonella sp. umumnya pada pasien
anemia sel sabit.6

Tabel 1. Etiologi osteomyelitis6

6
2.2.3. Epidemiologi
Penelitian di Glasgow, Skotlandia, menunjukkan insiden
osteomielitis hematogen akut pada anak di bawah usia tiga belas
tahun telah menurun dari 87 menjadi 42 kasus per 10.000 penduduk
selama periode penelitian 20 tahun.(2) Namun, jumlah kasus
osteomielitis yang terjadi di semua tempat lain kecuali tulang
panjang tetap sama sedangkan untuk tulang panjang itu sendiri angka
kejadiannya telah menurun seperti prevalensi S. aureus yang juga
menurun dalam jangka waktu 20 tahun ini. Berbeda dengan
osteomielitis hematogen, kejadian osteomielitis menular dan
inokulasi langsung osteomielitis yang disebabkan oleh
mikroorganisme meningkat yang mungkin karena kecelakaan
kendaraan bermotor dan penggunaan perangkat fiksasi ortopedi serta
implan sendi total.(1,3)
Studi lain menunjukkan insiden keseluruhan osteomielitis 21,8
kasus per 100.000 orang per tahun. Insiden lebih tinggi pada pria
untuk alasan yang tidak diketahui tetapi meningkat seiring
bertambahnya usia, terutama karena peningkatan prevalensi faktor
komorbiditas seperti diabetes mellitus dan penyakit pembuluh darah
perifer.begitu pula orang dengan immunocompromised.
Ketersediaan tes pencitraan sensitif, seperti magnetic resonance
imaging (MRI) dan skintigrafi tulang telah meningkatkan akurasi
diagnostik dan kemampuan untuk mengkarakterisasi infeksi. (3)

2.2.4. Patofisiologi
Osteomielitis dapat disebabkan karena patogen yang
menginokulasi trauma akibat pembedahan, penyebaran lokal dari
sendi atau jaringan lunak terdekat, atau secara hematogenik dari
fokus infeksi. Osteomielitis hematogenik tulang panjang biasanya
memengaruhi daerah metafisis tulang. Stasis aliran darah di
pembuluh darah metafisis akan menimbulkan deposisi mikroba dan
menyebabkan infeksi daerah tersebut. Insufisiensi vaskular ini juga

7
sering terjadi pada individu penderita diabetes melitus. Infeksi dapat
menyebabkan hancurnya korteks tulang yang bisa menyebar hingga
periosteum; hal ini dapat mengurangi suplai darah ke periosteum dan
menimbulkan nekrosis tulang. Fragmen nekrosis tulang disebut
sequestrum, yang dapat terlihat pada pencitraan radiografi; juga
dapat ditemukan pertumbuhan tulang baru di sekitar periosteum
yang rusak, disebut involucrum. Infeksi pada osteomielitis akut
terjadi sebelum terbentuknya sequestrum. Laju pembentukan
sequestrum berbeda-beda. Pada osteomielitis tulang belakang,
cenderung lambat, sedangkan pada osteomielitis akibat penggunaan
alat prostetik, cenderung cepat.6

2.2.5. Klasifikasi
Klasifikasi osteomielitis yang paling umum digunakan untuk
tata laksana adalah klasifikasi Cierny and Mader. Terdapat empat
kategori pada klasifikasi ini (Tabel 2), yaitu kategori 1 yang cukup
ditata laksana dengan antibiotik dan kategori 2 – 4 yang biasanya
memerlukan tata laksana lebih invasif seperti debridement atau
rekonstruksi.6

Tabel 2. Klasifikasi anatomis Cierny and Mader6

2.2.6. Diagnosis
Diagnosis pasti osteomyelitis ditegakkan dengan ditemukannya
mikroba dari kultur yang diambil dari lesi tulang, persendian, atau
darah. Anamnesis umumnya pasien datang dengan keluhan nyeri

8
pada tulang pada saat diam dan bergerak, dapat disertai demam
sistemik.
Pada osteomyelitis akut, tulang belum nekrosis dan pada
pemeriksaan fisik lokal menunjukkan adanya hangat, bengkak, dan
peradangan, dan terkadang disertai dengan gejala sistemik seperti
demam. Keberadaan ulkus yang dalam dan ekstensif, serta tidak
membaik setelah perawatan luka, maka harus dicurigai adanya
osteomyelitis kronis.
Pemeriksaan penunjang pada osteomyelitis dapat berupa
pemeriksaan darah lengkap, kultur, foto polos, ultrasound,
radionuklir, CT Scan dan MRI. Pada pemeriksaan darah lengkap
peningkatan Laju Endap Darah dan C-reactive protein (CRP)
merupakan tanda dari proses inflamasi, keduanya dapat meningkat
sekitar 64% pada pasien osteomyelitis kronis. Hitung sel darah putih
dapat meningkat pada osteomyelitis kronik7.
Pemeriksaan mikrobiologis berupa kultur darah dapat digunakan
untuk membantu diagnosis osteomyelitis. Apabila hasil kultur darah
tidak memberikan hasil yang positif tetapi pemeriksaan lain tetap
mencurigai adanya osteomyelitis, maka dapat dilakukan kultur dari
biopsi tulang. Biopsi tulang harus dilakukan sebelum pemberian
antibiotik atau lebih dari 48 jam setelah penghentian antibiotik.
Biopsi tulang bisa melalui insisi terbuka atau injeksi perkutan.
Prosedur ini dilakukan untuk pemeriksaan histopatologis dan kultur,
dan mungkin tidak perlu dilakukan jika telah ada temuan radiologis
yang konsisten yang dilengkapi hasil kultur darah positif. Untuk
mendapatkan hasil kultur yang akurat, biopsi tulang harus dilakukan
melalui jaringan yang tidak terinfeksi. Pencitraan nuklir merupakan
pemeriksaan yang sensitif, tetapi tidak spesifik karena sulit
dibedakan dari cedera pasca trauma atau kanker. Prosedur ini juga
terkadang menghambat manajemen pembedahan langsung.
Pencitraan tulang tiga fase sangat membantu dalam mengevaluasi

9
vertebra dengan osteomyelitis akut dan infeksi diskusi yang
meragukan.8
Gambaran osteomyelitis pada foto polos kadang sulit dibedakan
dengan gambaran fase penyembuhan fraktur, kanker dan tumor jinak
pada tulang. Terlepas dari keterbatasannya, pemeriksaan foto polos
ini menjadi lini pertama untuk mendiagnosis osteomyelitis. Foto
polos juga berguna untuk menilai perkembangan penyakit.
Computed tomography scan tulang dapat lebih sensitif dibandingkan
dengan rontgen polos, serta dapat melihat area edema. CT scan
menjelaskan tulang lebih detail, adanya sequestrum dan perubahan
kecil seperti erosi atau kerusakan korteks, reaksi periosteal atau
endosteal, dan fistula intraoseus. Magnetic resonance imaging tulang
adalah pemeriksaan dengan sensitivitas tinggi, dapat menilai luas
dan lokasi osteomyelitis lengkap dengan perubahan patologis pada
sumsum tulang dan jaringan lunak. Sangat berguna dalam
mendeteksi osteomyelitis serta mengukur keberhasilan terapi.
Ultrasonography tulang untuk melihat kumpulan cairan sekitar
tulang tanpa intervensi jaringan lunak. Temuan lain termasuk
peningkatan dan penebalan periosteal. Pemeriksaan USG tulang
berguna pada kasus pasien dengan alat logam ortopedi, atau pada
pasien lainnya yang tidak dapat menjalani MRI.8

2.2.7. Penatalaksanaan
A. Bedah dan Debridement
Debridement merupakan prosedur bedah untuk membuang
jaringan nekrotik tulang (sequestrum), yang merupakan aspek
patologi osteomielitis kronik. Debridement dapat membantu
penetrasi antibiotik; metode ini juga dapat digunakan untuk
memperoleh data pengaruh antibiotik langsung terhadap kultur
jaringan. Selanjutnya, harus dilakukan rekonstruksi bagian
tulang yang hilang.6

B. Medikamentosa pada Osteomielitis Dewasa

10
Setelah pembedahan, manajemen selanjutnya adalah terapi
antibiotik. Antibiotik empiris saat menunggu hasil kultur adalah
vancomycin dan cephalosoprin generasi tiga atau kombinasi
antibiotik beta laktam/ inhibitor beta laktamase untuk mengatasi
bakteri umum Gram positif dan negatif penyebab osteomielitis.
Jika hasil kultur berupa methicillin-resistant Staphylococcus
aureus (MRSA), vancomycin menjadi pilihan utama. Para ahli
Amerika merekomendasikan terapi antibiotik parenteral selama
empat hingga enam minggu. Schmitt menguraikan terapi
medikamentosa untuk masing-masing patogen penyebab
osteomielitis (Tabel 3).6

Tabel 3. Terapi antibiotik pada osteomielitis dewasa6

C. Medikamentosa Osteomielitis Akut Hematogenik Anak


Pada anak, osteomielitis paling sering terjadi melalui jalur
hematogenik dan paling sering pada usia kurang dari lima tahun.
Patogen tersering pada kasus anak adalah Staphylococcus
aureus. Regimen terapi medikamentosa yang direkomendasikan
oleh Schmitt sebagai terapi osteomielitis hematogenik akut pada
anak tersaji pada tabel 4. Pada umumnya, osteomielitis
hematogenik akut pada anak-anak ditangani tanpa pembedahan.
Namun, kasus osteomielitis akibat MRSA mungkin memerlukan
pembedahan untuk mengontrol infeksi dan sepsis. Terapi

11
parenteral dilakukan pada awal terapi dilanjutkan dengan
pemberian oral apabila mungkin. Durasi terapi biasanya selama
tiga minggu, namun ada data durasi terapi yang lebih cepat dan
lebih lama.6

Tabel 4. Terapi medikamentosa antibiotik osteomielitis


hematogenik akut pada anak-anak6

2.2.8. Komplikasi
Perawatan dini, termasuk terapi antibiotik, diperlukan untuk
mencegah perkembangan komplikasi. Beberapa komplikasi yang
mungkin timbul dengan osteomielitis yang tidak diobati atau tidak
diobati dengan benar adalah:9

 Artritis septik
 Fraktur patologis
 Karsinoma sel skuamosa 
 Pembentukan saluran sinus
 Amiloidosis (jarang)
 Abses

2.2.9. Prognosis
Dengan pengobatan dini yang agresif, prognosis osteomielitis
akut adalah baik. Namun, ada kemungkinan bahwa infeksi dapat
kambuh bertahun-tahun setelah pengobatan yang berhasil jika ada
trauma baru pada area yang sama atau jika kekebalan pejamu

12
terganggu. Pada orang dewasa, tingkat kekambuhan osteomielitis
kronis adalah sekitar 30% pada 12 bulan, tetapi dalam kasus yang
melibatkan P. aeruginosa, tingkat kekambuhan mungkin setinggi
50%. 10

2.3. Gambaran Foto Polos Osteomyelitis


Pemeriksaan foto polos memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang
rendah untuk mendeteksi osteomyelitis akut. Sebagian besar kasus, pada
pasien dengan gejala 2 minggu awal akan memiliki hasil radiologis yang
normal. Tanda-tanda pada osteomyelitis akut yang mungkin terlihat yaitu
adanya periosteal reaction (Gambar 1), pada kasus subakut bisa didapatkan
adanya lesi berbatas tegas, bulat, bersifat radiolusen berupa kavitas dengan
diameter berukuran 1-2 cm. Kavitas dapat dikelilingi oleh sklerosis (abses
Brodie) (Gambar 2) dan pembengkakan jaringan lunak. Pada osteomyelitis
kronis adanya sequester menunjukan daerah tulang nekrotik yang menjadi
jelas dan dikelilingi oleh involucrum padat (Gambar 3).9

Gambar 1. Gambaran reaction periosteal pada dorso plantar

13
Gambar 2. Gambaran abses brodie pada femur distal

Gambar 3. Gambaran involucrum dan squestrum pada femur

14
BAB III
KESIMPULAN

Diagnosis yang tepat pada osteomielitis penting karena menentukan


pengambilan keputusan dalam pengelolaan penyakit. Diagnosis klinis
osteomielitis dapat diperumit oleh beberapa kondisi, seperti adanya prostesis,
ulkus yang luas, insufisiensi vaskular, atau diabetes mellitus. Teknik pencitraan
memainkan peran penting dalam diagnosis osteomielitis, tetapi hasilnya harus
ditafsirkan dengan hati-hati karena memiliki rentang sensitivitas dan spesifisitas
yang luas. Radiografi konvensional, teknik yang terjangkau dan tersedia secara
luas, telah terbukti berguna dalam mendiagnosis dan menyingkirkan diagnosis
banding osteomielitis. Intervensi bedah untuk menghilangkan jaringan nekrotik
dan pemberian antibiotik untuk membasmi patogen diperlukan dalam pengelolaan
osteomielitis. kuinolon, rifampisin,

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Rangga Rawung, Chita Moningkey. Osteomyelitis: A Literature Review.


Jurnal Biomedik (JBM). 2019;11(2).69-79.
2. Marloes I. Hofstee,Gowrishankar Muthukrishnan,z Gerald J. Atkins.
Current Concepts of Osteomyelitis From Pathologic Mechanisms to
Advanced Research Methods.The American Journal of
Pathology.2020;6(190).1152-1160.
3. Blom A, Warwick D, et al.System of Orthopaedics and Trauma. Tenth
Edition. 2018. University of Bristol Bristol, UK.
4. Snell richard s, MD, PhD. 2012. Anatomi Klinik Berdasarkan Sistem
(clinical anatomy by system). Jakarta: Kedokteran EGC.
5. Momodu II, Savaliya V.Osteomyelitis. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing; 2021 Jan. 2021, StatPearls Publishing LLC.
6. Theola, J., Suryoadji, K. A. and Yudianto, V. R. (2021) ‘Osteomielitis:
Diagnosis, Tatalaksana Bedah, dan Medikamentosa’, Cermin Dunia
Kedokteran, 48(11), p. 341. doi: 10.55175/cdk.v48i11.1553.
7. Dutra LMA, Melo MC, Moura MC, Leme LAP, De Carvalho MR,
Mascarenhas AN, Novaes MRCG. Prognosis of the outcome of severe
diabetic foot ulcers with multidisciplinary care. J Multidiscip
Healthc. 2019;12:349-359. [PMC free article] [PubMed]
8. Rangga Rawung, Chita Moningkey. Osteomyelitis: A Literature Review.
Jurnal Biomedik (JBM). 2019;11(2).69-79.
9. Lee, Y. J., Sadigh, S., Mankad, K., Kapse, N., & Rajeswaran, G. (2016).
Pencitraan osteomielitis. Pencitraan Kuantitatif dalam Kedokteran dan
Bedah, 6(2), 184-198. https://doi.org/10.21037/qims.2016.04.01
10. Nimmy Thakolkaran, MBBS,1 Avinash K. Shetty, MD. Acute
Hematogenous Osteomyelitis in Children. 2019;19(2).116-118.

16

Anda mungkin juga menyukai