Disusun Oleh:
Hana Sulistia, S.Ked
NIM. 71 2021 065
Pembimbing
dr. Nurmalia, Sp. Rad
DEPARTEMEN RADIOLOGI
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. RIVAI ABDULLAH
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2022
HALAMAN PENGESAHAN
REFERAT
GAMBARAN RADIOLOGI PADA PENYAKIT
OSTEOMYELITIS
Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik di
SMF Ilmnu Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.
Pembimbing
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, saya bisa menyelesaikan laporan ini. Penulisan laporan
kasus ini dilakukan dalam rangka memenuhi syarat dalam mengikuti kegiatan
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah
Palembang BARI pada Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, dari masa kepaniteraan klinik sampai pada penyusunan laporan ini,
sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu, saya
mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Nurmalia, Sp. Rad selaku pembimbing yang telah menyediakan waktu,
tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan laporan kasus
ini;
2. Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan
material dan moral; dan
3. Rekan sejawat serta semua pihak yang telah banyak membantu saya dalam
menyelesaikan laporan kasus ini.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas
segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga laporan kasus ini
membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................iii
DAFTAR ISI .................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1
1.1. Latar Belakang.......................................................................................1
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
dengan niat sekunder yang mengakibatkan kematian yang tinggi dari sepsis.
Sejak ketersediaan antibiotik, angka kematian akibat osteomielitis, termasuk
osteomielitis stafilokokus, telah meningkat secara signifikan.3
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
ujungnya. Selama masa pertumbuhan diaphysis dipisahkan dari
epiphysis oleh cartilago epiphysis. Bagian diaphysis yang terletak
berdekatan dengan cartilago epiphysis disebut , metaphysis. Corpus
mempunyai cavitas medullaris di bagian tengah yang berisi medulla
ossium (sumsum fulang). Bagian luar corpus terdiri dari tulang
kompakta yang diliputi oleh selubung jaringan ikat, periosteum.
Ujung-ujung tulang panjang terdiri dari tulang spongiosa yang
dikelilingi oleh selapis tipis tulang kompakta. Facies articularis
ujung-ujung tulang diliputi oleh cartilago hyalin. 4
b. Tulang Pendek
Tulang pendek ditemukan pada tangan dan kaki (contohnya os
scaphoideum, os iunatum, talus, dan calcaneus). Benfuk fulang ini
umumnya segiempat dan terdiri atas tulang spongiosa yang
dikelilingi oleh selapis tipis tulang kompakta. Tulang pendek diliputi
periosteum dan facies articularis diliputi oleh cartilago hyalin4.
c. Tulang Pipih
Tulang pipih ditemukan pada tempurung kepala (contoh os
frontale dan os parietale).Bagian dalam dan luar tulang ini terdiriatas
lapisan tipis tulang kompakta, disebut tabula, yang dipisahkan oleh
selapis tulang spongiosa, disebut diploe. Scapula termasuk di dalam
kelompok tulang ini. walaupun berbentuk irregular. 4
d. Tulang lregular
Tulang iregular merupakan tulang yang tidak termasuk di dalam
kelompok yang telah disebutkan di atas (contoh tulang- tulang
tengkorak, vertebrae, dan os coxae). Tulang ini tersusun dari selapis
tipis tulang kompakta di bagian iuarnya dan bagian dalamnya
dibentuk oleh tulang spongiosa. 4
e. Tulang Sesamoid
Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang ditemukan pada
tendo-tendo tertentu di mana terdapat pergeseran tendo pada
permukaan tulang. Sebagian besar tulang sesamoid tertanam di
dalam tendo dan permukaan bebasnya diliputi oleh cartilago. Tulang
4
sesamoid yang terbesar adalah patella yang terdapat pada tendo
musculus quadriceps femoris. Contoh lain dapat ditemukan pada
tendo musculus flexor pollicis brevis dan musculus flexor hallucis
brevis. Fungsi tulang sesamoid adalah mengurangi friksi pada tendo,
dan merubah arah tarikan dari tendo.4
2.2. Osteomyelitis
2.2.1. Definisi
Osteomielitis didefinisikan sebagai infeksi yang mempengaruhi
tulang, menyebabkan kerusakan dan pembentukan tulang baru.
Osteomielitis adalah infeksi tulang di daerah trabekular yang
mempengaruhi tulang dan sumsum tulang. Osteomielitis adalah
penyakit infeksi yang menyerang tulang dan sumsum tulang, dengan
5
Staphylococcus aureus sebagai patogen penyebab pada 30% hingga
60% kasus pada manusia dan stafilokokus secara kolektif
menyebabkan sekitar 75% kasus.5
2.2.2. Etiologi
Organisme patogen tunggal sebagian besar adalah. S. aureus, S.
agalactiae, dan E. Coli. Sementara itu, S. aureus, S. pyogenes, dan
H. influenzae paling sering diisolasi pada anak-anak di atas usia satu
tahun. Kerentanan pejamu terhadap infeksi meningkat oleh (a) faktor
lokal seperti trauma, jaringan parut, sirkulasi yang buruk, sensibilitas
yang berkurang, penyakit tulang atau sendi kronis dan adanya benda
asing termasuk implan, serta (b) faktor sistemik seperti malnutrisi ,
penyakit umum, kelemahan, diabetes, penyakit reumatoid,
pemberian kortikosteroid dan semua bentuk imunosupresi, baik
didapat atau diinduksi.5
Tabel 1 menunjukkan etiologi osteomielitis yang umum dan
jarang. Beberapa patogen penyebab yang jarang harus
dipertimbangkan pada beberapa kasus. Osteomielitis Candida sp.
merupakan infeksi kronis yang terkait trauma dan
imunokompromais. Osteomielitis disebabkan Cryptococcus sp. dan
Aspergillus sp. berkaitan dengan kondisi imunokompromais.
Osteomielitis disebabkan Salmonella sp. umumnya pada pasien
anemia sel sabit.6
6
2.2.3. Epidemiologi
Penelitian di Glasgow, Skotlandia, menunjukkan insiden
osteomielitis hematogen akut pada anak di bawah usia tiga belas
tahun telah menurun dari 87 menjadi 42 kasus per 10.000 penduduk
selama periode penelitian 20 tahun.(2) Namun, jumlah kasus
osteomielitis yang terjadi di semua tempat lain kecuali tulang
panjang tetap sama sedangkan untuk tulang panjang itu sendiri angka
kejadiannya telah menurun seperti prevalensi S. aureus yang juga
menurun dalam jangka waktu 20 tahun ini. Berbeda dengan
osteomielitis hematogen, kejadian osteomielitis menular dan
inokulasi langsung osteomielitis yang disebabkan oleh
mikroorganisme meningkat yang mungkin karena kecelakaan
kendaraan bermotor dan penggunaan perangkat fiksasi ortopedi serta
implan sendi total.(1,3)
Studi lain menunjukkan insiden keseluruhan osteomielitis 21,8
kasus per 100.000 orang per tahun. Insiden lebih tinggi pada pria
untuk alasan yang tidak diketahui tetapi meningkat seiring
bertambahnya usia, terutama karena peningkatan prevalensi faktor
komorbiditas seperti diabetes mellitus dan penyakit pembuluh darah
perifer.begitu pula orang dengan immunocompromised.
Ketersediaan tes pencitraan sensitif, seperti magnetic resonance
imaging (MRI) dan skintigrafi tulang telah meningkatkan akurasi
diagnostik dan kemampuan untuk mengkarakterisasi infeksi. (3)
2.2.4. Patofisiologi
Osteomielitis dapat disebabkan karena patogen yang
menginokulasi trauma akibat pembedahan, penyebaran lokal dari
sendi atau jaringan lunak terdekat, atau secara hematogenik dari
fokus infeksi. Osteomielitis hematogenik tulang panjang biasanya
memengaruhi daerah metafisis tulang. Stasis aliran darah di
pembuluh darah metafisis akan menimbulkan deposisi mikroba dan
menyebabkan infeksi daerah tersebut. Insufisiensi vaskular ini juga
7
sering terjadi pada individu penderita diabetes melitus. Infeksi dapat
menyebabkan hancurnya korteks tulang yang bisa menyebar hingga
periosteum; hal ini dapat mengurangi suplai darah ke periosteum dan
menimbulkan nekrosis tulang. Fragmen nekrosis tulang disebut
sequestrum, yang dapat terlihat pada pencitraan radiografi; juga
dapat ditemukan pertumbuhan tulang baru di sekitar periosteum
yang rusak, disebut involucrum. Infeksi pada osteomielitis akut
terjadi sebelum terbentuknya sequestrum. Laju pembentukan
sequestrum berbeda-beda. Pada osteomielitis tulang belakang,
cenderung lambat, sedangkan pada osteomielitis akibat penggunaan
alat prostetik, cenderung cepat.6
2.2.5. Klasifikasi
Klasifikasi osteomielitis yang paling umum digunakan untuk
tata laksana adalah klasifikasi Cierny and Mader. Terdapat empat
kategori pada klasifikasi ini (Tabel 2), yaitu kategori 1 yang cukup
ditata laksana dengan antibiotik dan kategori 2 – 4 yang biasanya
memerlukan tata laksana lebih invasif seperti debridement atau
rekonstruksi.6
2.2.6. Diagnosis
Diagnosis pasti osteomyelitis ditegakkan dengan ditemukannya
mikroba dari kultur yang diambil dari lesi tulang, persendian, atau
darah. Anamnesis umumnya pasien datang dengan keluhan nyeri
8
pada tulang pada saat diam dan bergerak, dapat disertai demam
sistemik.
Pada osteomyelitis akut, tulang belum nekrosis dan pada
pemeriksaan fisik lokal menunjukkan adanya hangat, bengkak, dan
peradangan, dan terkadang disertai dengan gejala sistemik seperti
demam. Keberadaan ulkus yang dalam dan ekstensif, serta tidak
membaik setelah perawatan luka, maka harus dicurigai adanya
osteomyelitis kronis.
Pemeriksaan penunjang pada osteomyelitis dapat berupa
pemeriksaan darah lengkap, kultur, foto polos, ultrasound,
radionuklir, CT Scan dan MRI. Pada pemeriksaan darah lengkap
peningkatan Laju Endap Darah dan C-reactive protein (CRP)
merupakan tanda dari proses inflamasi, keduanya dapat meningkat
sekitar 64% pada pasien osteomyelitis kronis. Hitung sel darah putih
dapat meningkat pada osteomyelitis kronik7.
Pemeriksaan mikrobiologis berupa kultur darah dapat digunakan
untuk membantu diagnosis osteomyelitis. Apabila hasil kultur darah
tidak memberikan hasil yang positif tetapi pemeriksaan lain tetap
mencurigai adanya osteomyelitis, maka dapat dilakukan kultur dari
biopsi tulang. Biopsi tulang harus dilakukan sebelum pemberian
antibiotik atau lebih dari 48 jam setelah penghentian antibiotik.
Biopsi tulang bisa melalui insisi terbuka atau injeksi perkutan.
Prosedur ini dilakukan untuk pemeriksaan histopatologis dan kultur,
dan mungkin tidak perlu dilakukan jika telah ada temuan radiologis
yang konsisten yang dilengkapi hasil kultur darah positif. Untuk
mendapatkan hasil kultur yang akurat, biopsi tulang harus dilakukan
melalui jaringan yang tidak terinfeksi. Pencitraan nuklir merupakan
pemeriksaan yang sensitif, tetapi tidak spesifik karena sulit
dibedakan dari cedera pasca trauma atau kanker. Prosedur ini juga
terkadang menghambat manajemen pembedahan langsung.
Pencitraan tulang tiga fase sangat membantu dalam mengevaluasi
9
vertebra dengan osteomyelitis akut dan infeksi diskusi yang
meragukan.8
Gambaran osteomyelitis pada foto polos kadang sulit dibedakan
dengan gambaran fase penyembuhan fraktur, kanker dan tumor jinak
pada tulang. Terlepas dari keterbatasannya, pemeriksaan foto polos
ini menjadi lini pertama untuk mendiagnosis osteomyelitis. Foto
polos juga berguna untuk menilai perkembangan penyakit.
Computed tomography scan tulang dapat lebih sensitif dibandingkan
dengan rontgen polos, serta dapat melihat area edema. CT scan
menjelaskan tulang lebih detail, adanya sequestrum dan perubahan
kecil seperti erosi atau kerusakan korteks, reaksi periosteal atau
endosteal, dan fistula intraoseus. Magnetic resonance imaging tulang
adalah pemeriksaan dengan sensitivitas tinggi, dapat menilai luas
dan lokasi osteomyelitis lengkap dengan perubahan patologis pada
sumsum tulang dan jaringan lunak. Sangat berguna dalam
mendeteksi osteomyelitis serta mengukur keberhasilan terapi.
Ultrasonography tulang untuk melihat kumpulan cairan sekitar
tulang tanpa intervensi jaringan lunak. Temuan lain termasuk
peningkatan dan penebalan periosteal. Pemeriksaan USG tulang
berguna pada kasus pasien dengan alat logam ortopedi, atau pada
pasien lainnya yang tidak dapat menjalani MRI.8
2.2.7. Penatalaksanaan
A. Bedah dan Debridement
Debridement merupakan prosedur bedah untuk membuang
jaringan nekrotik tulang (sequestrum), yang merupakan aspek
patologi osteomielitis kronik. Debridement dapat membantu
penetrasi antibiotik; metode ini juga dapat digunakan untuk
memperoleh data pengaruh antibiotik langsung terhadap kultur
jaringan. Selanjutnya, harus dilakukan rekonstruksi bagian
tulang yang hilang.6
10
Setelah pembedahan, manajemen selanjutnya adalah terapi
antibiotik. Antibiotik empiris saat menunggu hasil kultur adalah
vancomycin dan cephalosoprin generasi tiga atau kombinasi
antibiotik beta laktam/ inhibitor beta laktamase untuk mengatasi
bakteri umum Gram positif dan negatif penyebab osteomielitis.
Jika hasil kultur berupa methicillin-resistant Staphylococcus
aureus (MRSA), vancomycin menjadi pilihan utama. Para ahli
Amerika merekomendasikan terapi antibiotik parenteral selama
empat hingga enam minggu. Schmitt menguraikan terapi
medikamentosa untuk masing-masing patogen penyebab
osteomielitis (Tabel 3).6
11
parenteral dilakukan pada awal terapi dilanjutkan dengan
pemberian oral apabila mungkin. Durasi terapi biasanya selama
tiga minggu, namun ada data durasi terapi yang lebih cepat dan
lebih lama.6
2.2.8. Komplikasi
Perawatan dini, termasuk terapi antibiotik, diperlukan untuk
mencegah perkembangan komplikasi. Beberapa komplikasi yang
mungkin timbul dengan osteomielitis yang tidak diobati atau tidak
diobati dengan benar adalah:9
Artritis septik
Fraktur patologis
Karsinoma sel skuamosa
Pembentukan saluran sinus
Amiloidosis (jarang)
Abses
2.2.9. Prognosis
Dengan pengobatan dini yang agresif, prognosis osteomielitis
akut adalah baik. Namun, ada kemungkinan bahwa infeksi dapat
kambuh bertahun-tahun setelah pengobatan yang berhasil jika ada
trauma baru pada area yang sama atau jika kekebalan pejamu
12
terganggu. Pada orang dewasa, tingkat kekambuhan osteomielitis
kronis adalah sekitar 30% pada 12 bulan, tetapi dalam kasus yang
melibatkan P. aeruginosa, tingkat kekambuhan mungkin setinggi
50%. 10
13
Gambar 2. Gambaran abses brodie pada femur distal
14
BAB III
KESIMPULAN
15
DAFTAR PUSTAKA
16