Anda di halaman 1dari 85

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Fakultas Kedokteran Skripsi Sarjana

2017

Hubungan Antara Merokok Dengan


Kejadian TB Paru di Medan

Sebayang, Yan Hasqi

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/2828
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
HUBUNGAN ANTARA MEROKOK DENGAN
KEJADIAN TB PARU DI MEDAN

Oleh:
YAN HASQI SEBAYANG
130100090

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


HUBUNGAN ANTARA MEROKOK DENGAN
KEJADIAN TB PARU DI MEDAN

SKRIPSI
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh:

YAN HASQI SEBAYANG

130100090

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK

Penyakit Tuberkulosis (TB) paru disebabkan oleh Mycobacterium


tuberculosis dan telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia, sehingga merupakan
salah satu masalah dunia. Dalam upaya pemberantasan TB paru, beberapa faktor telah
diketahui berhubungan dengan terjadinya TB paru antara lain kebiasaan merokok.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan merokok dengan kejadian TB
paru di Kota Medan.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan desain case
control. Populasi dalam penelitian ini adalah orang yang menderita TB paru dan tidak
menderita TB paru di medan. Sampel dalam penelitian ini diambil dengan
menggunakan metode stratified random sampling. Kelompok kasus 72 orang dan
kelompok kontrol 72 orang, terdapat keseluruhan 144 sampel.
Hasil analisis statistik menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
antara merokok dengan kejadian TB paru, didapati nilai p pada analisis data yaitu
0,095 (p>0,05). Pada analisis data berdasarkan risk estimate untuk mendapatkan nilai
odds ratio (OR), didapati nilai OR = 1,750 (CI = 0,904 – 3,386).
Dari 72 pasien penyakit TB dengan riwayat merokok sebanyak 42 orang
(29,2%). Berdasarkan Indeks Brinkman paling banyak adalah kelompok ringan 0 –
199 batang sebanyak 20 orang (13,9%). Berdasarkan jenis kelamin terbanyak adalah
laki – laki 48 orang (33,3%). Berdasarkan kelompok usia terbanyak berada pada
kelompok umur 21 - 30 tahun, sebesar 16 orang (22,2%). Kemudian dengan
kelompok BMI terbanyak adalah normoweight sebanyak 25 Orang (34,7%),
sedangkan tingkat pendidikan terbanyak SMA sebanyak 28 orang (38,9%), dan
kelompok pekerjaan terbanyak adalah wiraswasta sebanyak 32 orang (44,4%).

Kata Kunci: Merokok, TB Paru, Penyakit Infeksi

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

Lung tuberculosis (TB) is caused by Mycobacterium tuberculosis and has


infected one third of all human population around the world, so it has been global
problem. On the effort to fight lung TB, some factors are known for having related to
the disease, such as smoking. This study aims to evaluate the relation between
smoking and the incidence of lung TB in the city of Medan.
This study is a descriptive analytic research with case control design. The
study population was the people in Medan who had lung TB and ones who did not.
The study sample was taken based on stratified random sampling method. There were
72 people in the case group and 72 people in the control group, which made the total
114 samples.
The result of this study showed that there was no significant relation between
smoking and the incidence of lung TB based on data analysis that showed p value as
much as 0,095 (p>0,05). Risk estimate analysis on the data which was done to
determine odds ratio (OR) showed OR=1,750 (CI = 0,904 – 3,386).
From 72 lung TB patients, there were 42 people (29,2%) who had the history
of smoking habit. Based on the Brinkman Index, most of them, 20 people (13,9%),
smoked 0 – 199 ciggarettes, and were catagorized as mild smokers. Most patients, 16
people (22,2%) were 21 to 31 years old. Most patients based on BMI were
categorized as normoweight, which amounted to 25 people (34,7%), while based on
education, most of them were high school graduates, which amounted to 28 people
(38,9%), and the highest amount of occupational category was people who were
businessmen or women, which amounted to 32 people (44,4%).

Keywords: Smoking, Lung TB, Infectious Disease

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR
Assalamu aliakum warahmatullahi wabarakatuh, dengan memanjatkan puji
syukur serta mengharapkan ridho Allah SWT, alhamdullilah skripsi ini telah selesai
disusun sebagai salah saru persayaratan untuk mendapatkan Sarjana Kedokteran dari
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan skripsi ini penulis telah banyak mendapat bantuan,
bimbingan serta pengarahan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan. Terkhusus kepada orang tua penulis untuk Ayahanda Hasan Sebayang
SE, dan Ibunda Dr. Sumarnita br Tarigan Sp.Syang telah membesarkan, menjaga,
mendoakan, membiayai, serta merawat dengan penuh kasih sayang sehingga penulis
tidak mampu lagi menuliskan kata – kata untuk membalaskan jasa kebaikan kedua
orang tua dan saya yakin tiada kata indah apapun yang dapat membalas jasa – jasa
merekan selain berdoa serta memohon semoga Allah SWT yang membalas kebaikan
kedua orang tua penulis dengan iringan doa ya allah selamatkan serta bahagiakanlah
ayah bundaku dunia dan akhirat, AMIN.
Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. selaku Rektor Universitas Sumatera
Utara.
2. Dr.dr.Aldy Safruddin Rambe, Sp.S (K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
3. Dr. dr. Bintang Yinke Magdalena Sinaga M.Ked(P),Sp.P dan dr. Elvita R
Daulay M.Ked (rad),Sp.Rad selaku dosen pembimbing skripsi. Penulis
mengucapkan terima kasih yang sedalam – dalamnya serta penghormatan atas
arahan, bimbingan, serta waktu yang diluangkan kepada penulis sehingga
penelitian ini bisa diselesaikan.

Universitas Sumatera Utara


4. dr. Yoan Carolina Panggaben, MKT dan Nenni Dwi Aprianti Lubis, SP,M.Si
selaku dosen penguji skripsi. Penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam
– dalamnya serta penghormatan atas penilaian, bimbingan untuk perbaikan,
serta waktu yang diluangkan sebagai penguji sehingga penelitian ini dapat
dilaksanakan.
5. Bapak Direktur RSUP. Haji Adam Malik Medan yang telah memberikan ijin
untuk melakukan penelitian di RSUP. Haji Adam Malik Medan.
6. dr. Dina Arwina Dalimunthe Sp.KK sebagai dosen pembimbing akademik
penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar – besarnya serta
penghormatan atas waktu yang diluangkan dan bimbingannya selama masa
pendidikan penulis.
7. Seluruh Staf dan Pegawai RSUP. Haji Adam Malik Medan yang telah
membantu kelancaran proses pengambilan data di ruang rekam medik.
8. Seluruh staf Pengajar dan Pegawai Civitas Akademi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara yang telah membantu kelancaran proses
pembuatan skripsi dan proses administrasi.
9. Kakak penulis Risa Rahmasari br Sebayang, S.Ked yang selalu membimbing
serta memberikan kasih sayang.
10. Adik penulis Sara Nabila br Sebayang yang selalu membantu serta menemani
belajar.
11. Vivni kharisma Ritonga, Jonathan B. Wibisana, Akbar Al Maarij, dan Lissa
Sabrina atas dukungan yang diberikan kepada penulis.
12. Sahabat dan teman-teman penulis.
13. Responden dalam penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara


Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam penulisan
skripsi ini dan mengharapkan saran maupun kritik yang membangun untuk
menghasilkan karya yang lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga skripsi ini dapat
menjadi informasi yang bermanfaat bagi dunia kedokteran, khususnya bagi Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Medan, 19 Desember 2016


Penulis,

(Yan Hasqi Sebayang )


NIM : 130100090

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Pengesahan i
Abstrak ii
Abstract iii
Kata Pengantar iv
Daftar Isi vii
Daftar Tabel ix
Daftar Gambar x
Daftar Singkatan xi
Daftar Lampiran xii

BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1.Latar Belakang 1
1.2.Rumusan Masalah 3
1.3.Tujuan Penelitian 3
1.3.1.Tujuan umum 3
1.3.1.Tujuan khusus 3
1.4.Manfaat Penelitian 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1.Mycobacterium tuberculosis 5
2.1.1.Definisi Mycobacterium tuberculosis 5
2.1.2.Morfologi Mycobacterium tuberculosis 5
2.1.3.Kultur Mycobacterium tuberculosis 6
2.1.4.Patologi Mycobacterium tuberculosis 6
2.2.Tuberkulosis Paru 7
2.2.1.Definisi TB paru 7
2.2.2.Epidemiologi TB paru 7
2.2.3.Klasifikasi TB paru 8
2.2.4.Faktor risiko TB paru 9
2.2.5.Patogenesis TB paru 14
2.2.6.Diagnosis TB paru 15
2.2.7.Tatalaksana TB paru 17
2.2.8.Komplikasi dan prognosis TB paru 20
2.2.9. Pencegahan TB paru 22

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA


KONSEP PENELITIAN 23
3.1.Kerangka Teori Penelitian 23
3.2.Kerangka Konsep Penelitian 24
3.3.Hipotesis Penelitian 24

Universitas Sumatera Utara


BAB 4 METODE PENELITIAN 25
4.1.Jenis Penelitian 25
4.2.Waktu dan Tempat Penelitian 25
4.3.Populasi dan Sampel 25
4.3.1.Populasi penelitian 25
4.3.2.Sampel penelitian 25
4.4.Teknik Pengumpulan Data 26
4.5.Pengolahan dan Analisa Data 26
4.6.Definisi Operasional 28

BAB 5 HASIL PENELITIAN 29


5.1. Hasil penilitian 29
5.1.1.Deskripsi lokasi penelitian 29
5.1.2.Deskripsi karakteristik 29
5.1.3. Hasil analisa data 30
5.1.3.1.Karakteristik Demografi 30
5.1.3.2.Kebiasaan Merokok dan Konsumsi Alkohol 32
5.1.3.3.Hubungan antara merokok dengan TB Paru 33
5.1.3.4.Hubungan antara derajat berat merokok
dengan TB Paru 33
5.1.3.5.Hubungan antara konsumsi alkohol dengan TB Paru 34

5.2. Pembahasan 35
5.2.1.Karakteristik demografi 35
5.2.2.Hubungan antara merokok dan derajat berat merokok
dengan TB Paru 37
5.2.3.Hubungan antara mengonsumsi alkohol dengan TB Paru 38

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 40


6.1. Kesimpulan 40
6.2. Saran 40
6.2.1. Kepada Instansi Kesehatan 40
6.2.2. Kepada Peneliti 40

DAFTAR PUSTAKA 41
LAMPIRAN 44

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

4.1. Definisi Operasional 28

5.1. Karakteristik Demografi 30

5.2. Kebiasaan Merokok dan Konsumsi Alkohol 32

5.3. Tabulasi Silang Merokok dengan TB Paru 33

5.4. Tabulasi Silang Derajat Berat Merokok dengan TB Paru 34

5.5. Tabulasi Silang Alkohol dengan TB Paru 35

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


2.1. Gambaran Mikroskopis M.Tuberculosis 6
3.1. Kerangka Teori Penelitian 23
3.2. Kerangka Konsep Penelitian 24

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR SINGKATAN

TB : Tuberkulosis
BCG : Bacillus calmette - Guerin
HIV : Human Immunodeficiency Virus
AIDS : Acquired Immuno Deficiency Syndrome
BMI : BodyMass Index
DOT : Directly Observed Treatment
DOTS : Directly Observed Treatment Short Course
WHO : World Health Organization
CO2 : Karbondioksida
UMR : Upah Minimum Regional
M2 : Meter Persegi
UV : Ultra Violet
BTA : Bakteri Tahan Asam
SPS : sewaktu-pagi-sewaktu
ATS : American Thoracic Society
CDC : Centers for Disease Control and Prevention
INH : Isoniazid
MDR TB : Multidrug Resistant Tuberculosis
XDR TB : Extensively Drug Resistant
LTBI : Latent Tuberculosis Infections
OR : Odds Ratio
CI : Confident Interval

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman


1. Daftar riwayat hidup 47
2. Izin survei awal penelitian 48
3. Izin meu ke EC 49
4. Surat ethical clearence 50
5. Izin penelitian 51
6. Data induk 53
7. Hasil output data 59

Universitas Sumatera Utara


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit Tuberkulosis (TB) paru disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis dan telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia, sehingga merupakan
salah satu masalah dunia. Kejadian TB paru di negara maju menunjukkan angka
prevalensi yang sangat kecil. Terdapat 8 juta penduduk terserang TB paru dengan
kematian 3 juta per tahun, dan 95% penderitanya berada di negara berkembang. Di
Indonesia, terdapat 583.000 kasus TB paru, dengan angka kematian 140.000 orang,
dan 13 orang dari 100.000 penduduk merupakan penderita baru. 1
Angka kejadian TB di seluruh dunia 9,4 juta (8,9 juta hingga 9,9 juta jiwa)
dan meningkat terus perlahan pada setiap tahunnya dan menurun lambat seiring
didapati peningkatan per kapita. Jumlah penderita TB di Indonesia mengalami
penurunan, dari peringkat ketiga menjadi peringkat kelima di dunia, namun hal ini
dikarenakan jumlah penderita TB di Afrika Selatan dan Nigeria melebihi dari jumlah
penderita TB di Indonesia.2
Penyebab meningkatnya masalah TB masih beragam sampai saat
ini.Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada negara yang sedang
berkembang sangat berpengaruh. Hal ini diakibatkan oleh tidak memadainya
komitmen politik dan pendanaan, tidak memadainya organisasi pelayanan TB (
kurang terakses oleh masyarakat, penemuan kasus/diagnosis yang tidak standar, obat
tidak terjamin penyediaannya, tidak dilakukan pemantauan, pencatatan dan pelaporan
yang standar, dan sebagainya), tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan
panduan obat yang tidak standar, gagal menyembuhkan kasus yang didiagnosis),
salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG, infrastruktur kesehatan yang
buruk pada negara-negara yang mengalami krisis ekonomi atau pergolakan
masyarakat. Faktor lain yang juga berpengaruh yaitu perubahan demografik karena

Universitas Sumatera Utara


meningkatnya penduduk dunia dan perubahan struktur umur kependudukan, serta
dampak pandemik HIV.3
Dalam upaya pemberantasan TB paru, beberapa faktor telah diketahui
berhubungan dengan terjadinya TB paru antara lain kebiasaan merokok, minum
alkohol, pemakai obat–obatan, malnutrisi, udara dan ventilasi yang kurang baik,
keeratan kontak, status vaksinasi BCG, lama kontak dan sedikitnya cahaya matahari
yang masuk kedalam rumah4. Berdasarkan hasil penelitian Thoriqotul Hidayati, ada
beberapa faktor yang berhubungan dengan terjadinya TB paru antara lain faktor
kontak dengan sumber penular, faktor lingkungan dan beberapa faktor individu
seperti status vaksinasi BCG, kebiasaan merokok, umur, dan jenis kelamin.5
Jumlah perokok dari waktu ke waktu mengalami peningkatan, baik
perempuan maupun laki-laki, meskipun jumlah perokok masih tetap lebih banyak
ditemukan pada laki-laki. Usia perokok juga semakin bervariasi, banyak perokok
mulai merokok pada usia anak-anak bahkan ditemukan pada usia 11 bulan.6,7
Meskipun regulasi pengendalian masalah merokok di Indonesia telah dikeluarkan,
baik dalam bentuk peraturan perundang – undangan yang dihasilkan oleh badan
legislatif maupun peraturan yang dikeluarkan oleh badan eksekutif, jumlah perokok
di Indonesia tetap tinggi bahkan menempati urutan ketiga di dunia setelah Tiongkok
dan India.6,8
Tingginya jumlah perokok tersebut dapat diakibatkan karena rokok
menyebabkan kecanduan miopik.9 Prevalensi perokok usia di atas 15 tahun di
Indonesia pada tahun 2010 mencapai 34,7%. Bahkan menurut Dhae, hingga saat ini,
terdapat 69% remaja di Indonesia menjadi perokok aktif.6,7
Merokok menyebabkan perubahan patofisiologis di hampir seluruh bagian
saluran pernapasan bawah, termasuk organ paru. Substansi yang terkandung dalam
rokok dapat menyebabkan peradangan, perubahan struktural dan fungsional epitel,
penebalan pembuluh darah, dan kerusakan pada alveolus. Keadaan – keadaan tersebut
dapat mengakibatkan infeksi lebih mudah terjadi pada saluran pernapasan, termasuk
infeksi TB.12 Kandungan kimiawi yang terdapat dalam rokok dapat menyebabkan

Universitas Sumatera Utara


perkembangan komplek antigen – antobodi yang berpotensi mengakibatkan
kerusakan pulmonal. Substansi tersebut juga dapat memicu pengeluaran mediator –
mediator inflamasi, sehingga dapat memperparah kerusakan.13
Dalam penelitian retrospektif yang dilakukan di New Delhi, India, yang
mengevaluasi literatur teoritis dan penelitian mengenai hubungan faktor risiko
merokok terhadap kejadian TB dari tahun 1966 hingga 2002, didapati secara bukti
(evident based), merokok merupakan faktor risiko penting terhadap kejadian TB, dan
penelitian prospektif lebih lanjut akan diperlukan untuk mengkonfirmasi hal
tersebut.14
Penelitian yang dilakukan oleh O’Leary dkk yang dilakukan di Dublin,
Irlandia, ditemukan bahwa dalam kompartemen paru kelompok perokok, terjadi
peningkatan angka makrofag alveolar, yang mengindikasikan penurunan imunitas
spesifik, yang akan menurunkan respon imun terhadap infeksi M. tuberculosis.15
Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian mengenai hubungan
merokok dengan kejadian TB paru.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan hasil uraian di atas, maka peneliti ingin mengetahui:
“Adakah hubungan merokok dengan kejadian TB paru?”

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan merokok dengan kejadian TB paru.

1.3.2. Tujuan Khusus


Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui jumlah penderita TB paru dengan riwayat merokok.
2. Untuk mengetahui jumlah penderita TB paru tanpa riwayat merokok.

Universitas Sumatera Utara


3. Untuk mengetahui derajat berat merokok pada penderita TB paru dan
bukan penderita.
4. Untuk mengetahui karakteristik usia, jenis kelamin, BMI, pendidikan, dan
pekerjaan pada penderita TB paru dengan dan tanpa riwayat merokok.

1.4. Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat antara lain:
1. Bagi peneliti, menambah pengetahuan tentang merokok dan TB paru dan
sebagai syarat kelulusan dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
2. Bagi masyarakat, menambah pengetahuan masyarakat tentang merokok
dan TB paru, sehingga meningkatkan kesadaran masyarakat untuk
memperbaiki kebiasaan terkait merokok dan konsekuensinya, serta
pencegahan dan penanggulangan TB paru.
3. Bagi mahasiswa fakultas kedokteran, menambah pengetahuan tentang
merokok dan TB paru sebagai masukan untuk menambah ilmu dalam
pendidikan menjadi pelayan kesehatan bagi masyarakat.

Universitas Sumatera Utara


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Mycobacterium tuberculosis


2.1.1. Definisi Mycobaterium tuberculosis
Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri berbentuk batang, aerob, yang
tidak membentuk spora. Walaupun tidak mudah diwarnai, sekali diwarnai bakteri ini
menahan penghilangan warna oleh asam atau alkohol sehingga disebut basil tahan
asam. Bakteri ini merupakan penyebab penyakit tuberkulosis dan merupakan
pathogen yang sangat penting pada manusia.14

2.1.2. Morfologi Mycobacterium tuberculosis


Pada jaringan, basil tuberkulosis berupa batang lurus dan tipis berukuran
sekitar 0,4x3µm. Pada media artifisial, bakteri ini memiliki bentuk kokoid dan
filamentosa yang terlihat dalam berbagai morfologi dari satu spesies dengan yang
lainnya. M.tuberculosis tidak dapat dimasukkan ke dalam kelompok bakteri gram
positif maupun gram negatif.
Ketika diwarnai dengan pewarnaan dasar, bakteri tersebut tidak dapat
dihilangkan warnanya dengan alkohol, kecuai dengan iodin. Basil tuberkulosis sejati
ditandai oleh sifat , tahan asam – yaitu etil alkohol 95% yang mengandung asam
hidroklorida atau asam alkohol dengan cepat menghilangkan warna semua bakteri
kecuali mikobakteri. Sifat tahan asam bergantung kepada integritas selubung lilin.

Universitas Sumatera Utara


Pewarnaan teknik Ziehl-Neelsen dilakukan untuk identifikasi bakteri tahan asam.
Pada apusan sputum atau potongan jaringan, mikobakteri dapat terlihat dengan warna
kuning – oranye fluoresens setelah diwarnai dengan pewarnaan fluorokrom.14

Gambar 2.1. Gambaran mikroskopis M.tuberculosis15

2.1.3. Kultur Mycobacterium tuberculosis


Media untuk kultur primer mikrobakteri sebaiknya mencakup media non
selektif dan selektif. Media selektif mengandung antibiotik untuk mencegah
pertumbuhan bakteri dan jamur kontaminan lain. Terdapat tiga formulasi umum yang
dapat digunakan baik untuk media non selektif maupun selektif., yaitu media agar
semisintetik, media telur kental, dan media kaldu.
M.tuberculosis adalah bakteri aerob obligat dan memperoleh energi dari
oksidasi banyak senyawa karbon sederhana. Peningkatan tekanan CO2 meningkatkan
pertumbuhan bakteri. Aktivitas biokimianya tidak khas, dan kecepatan pertumbuhan
bakteri ini jauh lebih lambat daripada sebagian besar bakteri lainnya.
Waktu pembelahan basil tersebut adalah sekitar delapan belas jam. Bentuk
saprofit untuk tumbuh lebih cepat, berproliferasi baik pada suhu 220C hingga 330C,
menghasilkan lebih banyak pigmen, dan kurang tahan asam dibandingkan dengan
bentuk patogenik.14

Universitas Sumatera Utara


2.1.4. Patologi Mycobacterium tuberculosis
Produksi dan perkembangan lesi serta penyembuhannya atau progresi
terutama ditentukan oleh jumlah mikobakterium dalam inokullum,
perkembangbiakan selanjutnya, dan tipe pejamu. Terdapat dua lesi utama pada
patologi M.tuberculosis, yaitu tipe eksudatif dan tipe produktif.
Tipe eksudatif terdiri dari reaksi inflamasi akut, dengan cairan edema, leukosit
polimorfonuklear, dan kemudian, monosit di sekitar basil tuberkulosis. Tipe ini
terlihat terutama pada jaringan paru, mirip seperti pneumonia bakterial. Lesi dapat
sembuh melalui resolusi sehingga keseluruhan eksudat diabsorpsi, namun dapat
menyebabkan nekrosis jaringan yang masif atau dapat berkembang menjadi tipe
produktif. Selama fase eksudatif, uji tuberkulin menjadi positif.
Ketika telah berkembang sempurna, lesi ini terdiri dari tiga zona, yaitu (1)
area sentral yang besar, sel raksasa multinukleus yang mengandung basil
tuberkulosis; (2) zona pertengahan sel epiteloid pucat, tersusun secara radial; dan (3)
zona perifer fibroblas, limfosit, dan monosit.
Basil tuberkulosis menyebar di pejamu melalui penyebaran langsung, melalui
saluran limfe dan aliran darah, serta melalui bronki dan saluran pencernaan. Begitu
mikrobakteri memantapkan dirinya di dalam jaringan, mikroorganisme ini terutama
menetap secara intraseluler di dalam monosit, sel retikuloendotelial, dan sel raksasa.
Lokasi intraseluler ini merupakan salah satu dari beberapa sifat mikobakteri yang
mempersulit kemoterapi dan memudahkan resistensi mikroba.14

2.2. Tuberkulosis Paru


2.2.1. Definisi Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis (TB) paru merupakan suatu penyakit infeksi paru yang menular,
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini bila tidak diobati
atau pengobatannya tidak tuntas, dapat menimbulkan komplikasi yang berbahaya
hingga kematian. TB diperkirakan sudah ada di dunia sejak tujuh ribu tahun yang

Universitas Sumatera Utara


lalu, namun kemajuan dalam penemuan dan pengendalia penyakit TB baru terjadi
dalam dua abad terakhir.16

2.2.2. Epidemiologi Tuberkulosis Paru


TB merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan dunia
yang utama, walaupun pengobatan TB masih yang efektif sudah tersedia. Penyakit ini
dideklarasikan sebagai global health emergency oleh WHO pada tahun 1993.
Kejadian TB jauh lebih tinggi pada negara berkembang, yaitu sebesar 95% dari
seluruh kejadian TB di dunia. Penderita TB sebanyak 75% berada pada usia
produktif, yaitu 20 – 49 tahun. Alasan utama munculnya atau meningkatnya beban
TB global ini antara lain disebabkan oleh: (1) kemiskinan pada berbagai penduduk,
tidak hanya pada negara yang sedang berkembang tetapi juga pada penduduk
perkotaan tertentu di negara maju, (2) adanya perubahan demografik dengan
meningkatnya penduduk dunia dan perubahan dari struktur usia manusia yang hidup,
(3) perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi pada penduduk di kelompok yang
rentan terutama di negara miskin, (4) tidak memadainya pendidikan mengenai TB
terhadap para dokter, (5) terlantar dan kurangnya biaya untuk obat, sarana diagnostik,
dan pengawasan kasus TB dimana terjadi deteksi dan tatalaksana kasus yang tidak
adekuat, (6) adanya epidemic HIV terutama di wilayah Afrika dan Asia.
Indonesia adalah negara dengan prevalensi TB tertinggi ke-3 di dunia setelah
Cina dan India. TB menempati peringkat ke-3 sebagai penyebab kematian tertinggi di
Indonesia. Prevalensi nasional TB paru sekitar 0,24%. Angka kejadian TB di
Indonesia relatif terlepas dari angka pandemi infeksi HIV karena masih relatif
rendahnya infeksi HIV, tetapi hal ini akan berubah di masa yang akan datang melihat
semakin meningkatnya angka infeksi HIV dari tahun ketahun.17

2.2.3. Klasifikasi Tuberkulosis Paru


TB paru dapat dibagi berdasarkan beberapa aspek. TB paru dibagi menjadi
dua secara patologis, yaitu TB primer dan TB pascaprimer. Secara aktivitas

Universitas Sumatera Utara


radiologis, TB paru dibagi menjadi aktif, non aktif, dan quiescent. Pembagian secara
lesi, yaitu TB minimal, moderately advanced TB, far advanced TB. Berdasarkan
aspek kesehatan masyarakat, dibagi menjadi kategori 0 (tidak pernah terpajan dan
terinfeksi), kategori 1 (terpajan, tetapi tidak ada penemuan klinis), kategori 2
(terinfeksi, tetapi tidak sakit), kategori 3 (terinfeksi dan sakit). Pembagian TB yang
banyak dipakai di Indonesia adalah berdasarkan kelainan klinis, radiologis, dan
mikrobiologis, yaitu TB paru, bekas TB paru, dan TB paru tersangka. Pembagian TB
paru menurut WHO yaitu kategori I (kasus baru dengan sputum positif dan bentuk
TB berat), kategori II (kasus kambuh dan kasus gagal dengan sputum positif),
kategori III (BTA negatif, kelainan paru tidak luas, dan kasus TB ekstraparu selain
yang disebut dalam kategori 1), kategori IV (TB kronik). 17

2.2.4. Faktor Risiko Tuberkulosis Paru


Terdapat beberapa keadaan yang dapat meningkatkan peluang terjadinya TB
paru, yang berasal dari individu maupun dari lingkungan. Faktor risiko terjadinya TB
paru antara lain:
1. Faktor Umur.
Beberapa faktor resiko penularan penyakit tuberkulosis di Amerika yaitu
umur, jenis kelamin, ras, asal negara bagian, serta infeksi AIDS. Dari
hasil penelitian yang dilaksanakan di New York pada Panti penampungan
orang-orang gelandangan menunjukkan bahwa kemungkinan mendapat
infeksi tuberkulosis aktif meningkat secara bermakna sesuai dengan
umur. Insiden tertinggi tuberkulosis paru biasanya terjadi pada usia
dewasa muda. Di Indonesia diperkirakan 75% penderita TB Paru adalah
kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun.
2. Faktor Jenis Kelamin.
Di benua Afrika banyak tuberkulosis terutama menyerang laki-laki. Pada
tahun 1996 jumlah penderita TB Paru laki-laki hampir dua kali lipat
dibandingkan jumlah penderita TB Paru pada wanita, yaitu 42,34% pada

Universitas Sumatera Utara


laki-laki dan 28,9 % pada wanita. Antara tahun 1985-1987 penderita TB
paru laki-laki cenderung meningkat sebanyak 2,5%, sedangkan penderita
TB Paru pada wanita menurun 0,7%. TB paru Iebih banyak terjadi pada
laki-laki dibandingkan dengan wanita karena laki-laki sebagian besar
mempunyai kebiasaan merokok sehingga memudahkan terjangkitnya TB
paru.

3. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap
pengetahuan seseorang diantaranya mengenai rumah yang memenuhi
syarat kesehatan dan pengetahuan penyakit TB Paru, sehingga
dengan pengetahuan yang cukup maka seseorang akan mencoba
untuk mempunyai perilaku hidup bersin dan sehat. Selain itu tingkat
pedidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap jenis
pekerjaannya.
4. Pekerjaan
Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi
setiap individu. Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu
paparan partikel debu di daerah terpapar akan mempengaruhi
terjadinya gangguan pada saluran pernafasan. Paparan kronis udara
yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas, terutama gejala
penyakit saluran pernafasan dan umumnya TB Paru.
Jenis pekerjaan seseorang juga mempengaruhi terhadap pendapatan
keluarga yang akan mempunyai dampak terhadap pola hidup sehari-
hari diantara konsumsi makanan, pemeliharaan kesehatan selain itu
juga akan mempengaruhi terhadap kepemilikan rumah (kontruksi
rumah). Kepala keluarga yang mempunyai pendapatan dibawah

Universitas Sumatera Utara


UMR akan mengkonsumsi makanan dengan kadar gizi yang tidak
sesuai dengan kebutuhan bagi setiap anggota keluarga sehingga
mempunyai status gizi yang kurang dan akan memudahkan untuk
terkena penyakit infeksi diantaranya TB Paru. Dalam hal jenis
kontruksi rumah dengan mempunyai pendapatan yang kurang maka
kontruksi rumah yang dimiliki tidak memenuhi syarat kesehatan
sehingga mempermudah terjadinya penularan penyakit TB Paru.

5. Kebiasaan Merokok
Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan
resiko untuk mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung
koroner, bronchitis kronik dan kanker kandung kemih.Kebiasaan
merokok meningkatkan resiko untuk terkena TB paru sebanyak 2,2
kali. Pada tahun 1973 konsumsi rokok di Indonesia per orang per
tahun adalah 230 batang, relatif lebih rendah dengan 430
batang/orang/tahun di Sierra Leon, 480 batang/orang/tahun di Ghana
dan 760 batang/orang/tahun di Pakistan (Achmadi, 2005). Prevalensi
merokok pada hampir semua Negara berkembang lebih dari 50%
terjadi pada laki-laki dewasa, sedangkan wanita perokok kurang dari
5%. Dengan adanya kebiasaan merokok akan mempermudah untuk
terjadinya infeksi TB Paru.
6. Kepadatan hunian kamar tidur
Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di
dalamnya, artinya luas lantai bangunan rumah tersebut harus
disesuaikan dengan jumlah penghuninya agar tidak menyebabkan
overload. Hal disamping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen,

Universitas Sumatera Utara


bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan
mudah menular kepada anggota keluarga yang lain.
Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasanya
dinyatakan dalam m2/orang. Luas minimum per orang sangat relatif
tergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk
rumah sederhana luasnya minimum 10 m2/orang. Untuk kamar tidur
diperlukan luas lantai minimum 3 m2/orang. Untuk mencegah
penularan penyakit pernapasan, jarak antara tepi tempat tidur yang
satu dengan yang lainnya minimum 90 cm. Kamar tidur sebaiknya
tidak dihuni lebih dari dua orang, kecuali untuk suami istri dan anak
di bawah 2 tahun. Untuk menjamin volume udara yang cukup, maka
langit-langit ruangan minimum tingginya 2,75 m.
7. Pencahayaan
Untuk memperoleh cahaya cukup pada siang hari, diperlukan luas
jendela kaca minimum 20% luas lantai. Jika peletakan jendela kurang
baik atau kurang leluasa maka dapat dipasang genteng kaca. Cahaya
ini sangat penting karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di
dalam rumah, misalnya basil TB, maka rumah yang sehat harus
mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup.
Intensitas pencahayaan minimum yang diperlukan 10 kali lilin atau
kurang lebih 60 lux, kecuali untuk kamar tidur diperlukan cahaya
yang lebih redup.
Semua jenis cahaya dapat mematikan kuman hanya berbeda dari segi
lamanya proses mematikan kuman untuk setiap jenisnya..Cahaya
yang sama apabila dipancarkan melalui kaca tidak berwarna dapat
membunuh kuman dalam waktu yang lebih cepat dari pada yang
melalui kaca berwama Penularan kuman TB Paru relatif tidak tahan
pada sinar matahari. Bila sinar matahari dapat masuk dalam rumah

Universitas Sumatera Utara


serta sirkulasi udara diatur, maka risiko penularan antar penghuni
akan sangat berkurang.
8. Ventilasi
Ventilasi mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk
menjaga agar aliran udara didalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini
berarti keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh penghuni rumah
tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan
kurangnya oksigen di dalam rumah, disamping itu kurangnya
ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan
naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan
penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan bakteri patogen penyebab penyakit, misalnya kuman
TB.
Fungsi kedua dari ventilasi itu adalah untuk membebaskan udara
ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena di situ
selalu terjadi aliran udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa
oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi lainnya adalah untuk
menjaga agar ruangan kamar tidur selalu tetap di dalam kelembaban
(humiditiy) yang optimum.
Untuk sirkulasi yang baik diperlukan paling sedikit luas lubang
ventilasi sebesar 10% dari luas lantai. Untuk luas ventilasi permanen
minimal 5% dari luas lantai dan luas ventilasi insidentil (dapat
dibuka tutup) 5% dari luas lantai. Udara segar juga diperlukan untuk
menjaga temperatur dan kelembaban udara dalam ruangan.
Umumnya temperatur kamar 22° – 30°C dari kelembaban udara
optimum kurang lebih 60%.
9. Kondisi rumah
Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan
penyakit TBC. Atap, dinding dan lantai dapat menjadi tempat

Universitas Sumatera Utara


perkembang biakan kuman.Lantai dan dinding yag sulit dibersihkan
akan menyebabkan penumpukan debu, sehingga akan dijadikan
sebagai media yang baik bagi perkembangbiakan kuman
Mycrobacterium tuberculosis.
10. Kelembaban udara
Kelembaban udara dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan,
dimana kelembaban yang optimum berkisar 60% dengan temperatur
kamar 22° – 30°C. Kuman TB Paru akan cepat mati bila terkena sinar
matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup selama beberapa jam
di tempat yang gelap dan lembab.
11. Status Gizi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan status gizi kurang
mempunyai resiko 3,7 kali untuk menderita TB Paru berat
dibandingkan dengan orang yang status gizinya cukup atau lebih.
Kekurangan gizi pada seseorang akan berpengaruh terhadap kekuatan
daya tahan tubuh dan respon immunologik terhadap penyakit.

12. Keadaan Sosial Ekonomi


Keadaan sosial ekonomi berkaitan erat dengan pendidikan, keadaan
sanitasi lingkungan, gizi dan akses terhadap pelayanan kesehatan.
Penurunan pendapatan dapat menyebabkan kurangnya kemampuan daya
beli dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga akan berpengaruh
terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk maka akan menyebabkan
kekebalan tubuh menurun sehingga memudahkan terkena infeksi TB
Paru.
13. Perilaku
Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan.
Pengetahuan penderita TB Paru yang kurang tentang cara penularan,
bahaya dan cara pengobatan akan berpengaruh terhadap sikap dan

Universitas Sumatera Utara


perilaku sebagai orang sakit dan akibatnya menjadi sumber penularan
bagi orang disekelilingnya.

2.2.5. Patogenesis Tuberkulosis Paru


Patogenesis TB paru dijelaskan melalui dua mekanismenya, yaitu TB primer
dan TB pascaprimer. Penularan TB paru terjadi karena kuman dibatukkan atau
dibersinkan keluarmenjadi droplet muclei dalam udara di sekitar. Partikel infeksi ini
dapat menetap di udara bebas selama satu hingga dua jam, tergantung pada ada
tidaknya sinar UV, ventilasi yang buruk, dan kelembaban.
Bila kuman menetap di jaringan paru, akan berkembang biak dalam
sitoplasma makrofag, Kuman dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman
yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang TB pneumonia kecil dan
disebut sarang primer atau afek primer atau Ghon. Sarang primer ini dapat terjadi di
setiap jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura, kuman dapat juga masuk
melalui saluran pencernaan, jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati
regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ
seperti paru, otak, ginjal, dan tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis, maka terjadi
penjalaran ke seluruh bagian paru menjadi TB milier. Semua rangkaian kejadian
masuknya infeksi M.tuberculosis ke paru dan menyebabkan gangguan, tetapi belum
menyebar ke tempat lain disebut TB primer. TB primer dapat sembuh, memasuki
masa dormansi, atau berkomplikasi.
Kuman yang memasuki masa dormansi pada TB primer akan muncul
bertahun – tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi TB pascaprimer atau TB
sekunder. Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. TB pascaprimer terjadi karena imunitas
menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes mellitus, AIDS, dan
gagal ginjal. TB pascaprimer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di region
atas paru (bagian apikal posterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke
daerah parenkim paru – paru dan tidak ke nodus hiler paru. TB pascaprimer juga

Universitas Sumatera Utara


dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda menjadi TB usia tua (elderly TB)
tergantung dari jumlah kuman, virulensi, dan imunitas pasien. 17

2.2.6. Diagnosis Tuberkulosis Paru


Penemuan penderita TB dilakukan secara pasif artinya penjaringan suspek
penderita dilaksanakan pada mereka yang datang berkunjung ke unit pelayanan
kesehatan. Penemuan secara pasif tersebut didukung dengan penyuluhan secara aktif,
baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat untuk meningkatkan cakupan
penemuan penderita. Cara ini biasa dikenal dengan sebutan passive promotive case
finding (penemuan penderita secara pasif dengan promosi yang aktif).
Selain itu semua yang memiliki kontak dengan penderita TB paru BTA positif
dengan gejala sama harus diperiksa dahaknya. Seorang petugas kesehatan diharapkan
menemukan tersangka penderita sedini mungkin, mengingat tuberkulosis adalah
penyakit menular yang dapat mengakibatkan kematian. Semua tersangka penderita
harus diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari berturut-turut yaitu sewaktu –
pagi - sewaktu ( SPS ).18
Diagnosis TB dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisis,
pemeriksaan bakteriologis, radiologis dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pada
pemeriksaan fisis, kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior
terutama daerah apeks dan segmen posterior, serta daerah apeks lobus inferior. Pada
pemeriksaan fisis dapat ditemukan antara lain suara nafas bronkial, amforik, suara
napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma, dan
mediastinum.
Pada TB paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi
dan retraksi otot-otot interkostal. Bagian paru yang sakit jadi menciut dan menarik isi
mediastinum atau paru lainnya (Amin dan Bahar, 2009). Pada pemeriksaan radiologi,
gambaran yang dicurigai sebagai lesi TB aktif adalah : (1) bayangan berawan atau
nodular disegmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus
bawah, (2) kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan

Universitas Sumatera Utara


atau nodular, (3) bayangan bentuk milier, (4) efusi pleura unilateral (umumnya) atau
bilateral (jarang).
Ada beberapa cara pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis TB yaitu
dengan cara konvensional dan tidak konvensional. Cara konvensional terdiri dari
pemeriksaan mikroskopik, biakan kuman, uji kepekaan terhadap obat, dan identifikasi
keberadaan kuman isolat serta pemeriksaan histopatologis (Kusuma, 2007).
Pemeriksaan sputum merupakan hal yang penting karena dengan ditemukannya
kuman BTA, diagnosis TB sudah bisa ditegakkan. Dikatakan BTA (+) jika ditemukan
dua atau lebih dahak BTA (+) atau 1 BTA (+) disertai dengan hasil radiologi yang
menunjukkan TB aktif.19
Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu
sewaktu-pagi-sewaktu (SPS). Diagnosis TB paru pada orang dewasa ditegakkan
dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA
melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan
lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang
diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB
hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan
gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis. Gambaran
kelainan radiologik paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit. Untuk lebih
jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru. 20

2.2.7. Tatalaksana Tuberkulosis Paru


Pada tahun 1994, CDC dan ATS mempublikasikan petunjuk baru untuk
pengobatan penyakit dan infeksi TB, yaitu :
1. Regimen obat 6 bulan yang terdiri dari isoniazid (hidrazida asam isonikotinat
[INH]), rifampisin, dan pirazinamid diberikan selama 2 bulan, kemudian
diikuti dengan INH dan rifampisin selama 4 bulan adalah regimen yang
direkomendasikan untuk terapi awal TB pada pasien yang organismenya
sensitif terhadap pengobatan. Etambutol (atau streptomisin pada anak yang

Universitas Sumatera Utara


terlalu muda harus diawasi ketajaman matanya) seharusnya termasuk dalam
regimen awal hingga terdapat hasil studi kerentanan obat, paling tidak sedikit
kemungkinan terdapat resistensi obat (yaitu kurang dari 4 % resistensi primer
terhadap INH dalam masyarakat; pasien belum pernah mendapat pengobatan
dengan obat anti TB, tidak berasal dari negara dengan prevalensi tinggi
resistensi obat, dan diketahui belum pernah terpajan dengan kasus
resistenobat). Empat obat ini, berupa regimen 6 bulan adalah efektif bila
organisme yang menginfeksi tersebut resisten terhadap INH. Pengobatan TB
mungkin memerlukan perubahan untuk orang yang sedang mengonsumsi
penghambat protease HIV. Kasus HIV yang berkaitan dengan TB seharusnya
dikonsultasikan dengan seorang yang ahli dalam menangani TB dan penyakit
HIV.
2. INH dan rifampisin regimen 9 bulan sensitif terhadap orang yang tidak boleh
atau tidak bisa mengonsumsi pirazinamid. Etambutol (atau streptomisin pada
anak terlalu muda harus diawasi ketajaman penglihatannya) seharusnya
termasuk dalam regimen awal hingga terdapat hasil studi kerentanan obat,
paling tidak sedikit kemungkinan terdapat resistensi obat. Bila resistensi INH
telah terlihat, rifampisin dan etambutol harus diminum secara terus-menerus
minimal selama 12 bulan.

3. Mengobati semua pasien dengan DOT adalah rekomendasi utama.


4. TB resisten banyak obat (MDR TB) yang resisten terhadap INH dan
rifampisin sulit untuk diobati. Pengobatan harus berdasarkan pada riwayat
pengobatan dan hasil studi kerentanan. Dokter yang belum terbiasa dengan
pengobatan MDR TB harus bertanya pada konsultan yang ahli.
5. Anak-anak harus diberikan regimen yang sama dengan orang dewasa, dengan
dosis obat yang disesuaikan.
6. INH dan rifampisin regimen 4 bulan lebih cocok ditambah dengan piazinamid
untuk 2 bulan pertama, regimen ini direkomendasikan untuk orang dewasa

Universitas Sumatera Utara


dengan TB aktif dan untuk orang dengan pulasan dan biakan negatif bila
terdapat sedikit kemungkinan resistensi obat.21
Faktor penting untuk keberhasilan pengobatan adalah ketaatan pasien
meminum regimen obat. DOT adalah satu cara untuk memastikan bahwa pasien taat
melanjankan pengobatan. Dengan DOT, pekerja parawat kesehatan atau seeorang
yang ditunjuk, mengawasi pasien menelan masing-masing dosis pengobatan TB.
Langkah-langkah seperti DOT dipilih agar pasien patuh untuk mengkonsumsi obat
yang diberikan.
Respons terhadap pengobatan anti TB pada pasien dengan biakan sputum
yang positif dinilai dengan mengulang pemeriksaan sputum. Sediaan biakan harus
diambil setiap bulan sampai hasil biakan negatif. Pasien yang hasil biakan sputumnya
negatif setelah 2 bulan pengobatan harus dilakukan sedikitnya satu kali lagi apusan
dan biakan sputum diakhiri regimen terapi obat. Sputum pasien dengan MDR TB
harus dibiak setiap bulan sepanjang pengobatan. Radiografi dada pada saat akhir
terapi merupakan dasar untuk perbandingan foto dada di masa depan. Namun, pasien
dengan sputum negatf sebelum pengobatan seharusnya menjalani radiografi dada dan
pemeriksaan klinis. Jarak interval untuk prosedur tersebut bergantung pada keadaan
klinis dan diagnosis banding.
Tindak lanjut rutin setelah terapi tidak diperlukan pada pasien yang respons
bakteriologisnya adekuat setelah 6 hingga 9 bulan terapi dengan INH dan rifampisin.
Pasien yang organismenya ternyata sensitif terhadap pemberian obat seharusnya
memberikan laporan berbagi gejala TB seperti batuk yang berkepanjangan, demam,
atau penurunan berat badan. Pada pasien dengan organisme TB yang resisten
terhadap obat INH atau rifampisin atau keduanya, diperlukan tindak lanjut
perorangan.
INH juga dipakai untuk mengobati infeksi laten TB (LTBI) dengan dosis 300
mg/hari untuk dewasa, paling balik selama 9 bulan. Bukti terbaru mengindikasikan
bahwa 6 bulan pengobatan LTBI memberikan perlindungan kuat dalam melawan
keganasan infeksi TB (LTBI) menjadi penyakit TB. Seseorang dengan infeksi HIV

Universitas Sumatera Utara


dan anak-anak harus selalu mendapatkan 9 bulan pengobatan. Paling penting bahwa
kemungkinan awal adalah mencegah penyakit TB sebelum pengobatan untuk
LTBI.21,22
Semua orang dewasa tes kulit TB yang positif adalah calon-calon untuk
mendapatkan pengobatan LTBI.
Obat-obatan yang digunakan dalam pengobatan tuberkulosis memiliki efek
samping seperti :
1. Isoniazid (INH)
a. Insiden dan beratnya efek samping dari INH berkaitan dengan dosis dan
lamanya pemberian. Efek samping yag dapat terjadi:
b. Reaksi alergi Demam, kulit kemerahan, dan hepatitis sering terjadi.
c. Toksisitas langsung: efek toksis yang paling sering (10-20 %) terjadi pada
sistem saraf perifer dan pusat. Hal tersebut disokong dengan adanya
defisiensi piridoksin, mungkin merupakan hasil kompetisi INH dengan
piridoksal fosfat terhadap enzim apotriptofanase. Reaksi-reaksi toksik ini
termasuk neuritis perifer, insomnia, lesu, sentak otot, retensi urin, dan
bahkan konvulsi serta episode psikotik. Kebanyakan dari komplikasi ini
dapat dicegah dengan pemberian piridoksin, dan kecelakaan akibat takar
lajak INH dapat diobati dengan piridoksin dalam jumlah yang setara
dengan INH yang di makan. INH berkaitan dengan hepatotoksisitas. Uji
fungsi hati abnormal, penyakit kuning, dan nekrosis multilobular telah
diketahui. Pada kelompok besar, lebih kurang 1% individu menderita
hepatitis secara klinis dan lebih dari 10% mengalami gangguan abnormal
subklinik. Beberapa keadaan fatal telah terjadi. Hepatitis dengan
kerusakan hati progresif bergantung pada usia. Hal ini jarang terjadi pada
umur dibawah 20 tahun, 1,5 % pada umur antara 30-50 tahun, dan 2,5 %
pada orang tua. Resiko hepatitis lebih tinggi pada alkoholik. Pada
defisiensi glukosa -6-fosfat dehidrogenase, INH dapat menyebabkan

Universitas Sumatera Utara


hemolisis. INH dapat menurunkan metabolisme fenitoin, sehingga
meningkatkan kadar fenitoin dalam darah dan toksisitasnya.
2. Rifampin
Rifampin menimbulkan warna orange yang tidak berbahaya pada urin,
keringat, air mata, dan lensa mata. Efek samping yang sering terjadi termasuk
kulit kemerahan, trombositopenia, nefritis, dan gangguan fungsi hati.
Rifampin biasanya menyebabkan proteinuria rantai ringan dan mungkin
mengganggu respon antibodi. Bila obat ini diberikan kurang dari dua kali
seminggu, rifampindapat menyebabkan syndrome flu dan anemia. Rifampin
menginduksi enzim mikrosomal (misalnya, sitokrom P450). Jadi, obat ini
dapat meningkatkan eliminasi antikoagulan dan kontrasepsi. Tambahan lagi,
pemberian rifampin dengan ketokonazol, siklosporin, atau kloramfenikol
menimbulkan menurunnya kadar serum dari obat tersebut secara bermakna.
Rifampin meningkatkan ekskresi metadon dalam urin, menurunkan
konsentrasi metadon dalam plasma, dan dapat menimbulkan gejala putus
obatdari metadon.22

2.2.8. Komplikasi dan Prognosis Tuberkulosis Paru


Terdapat berbagai macam komplikasi TB paru, dimana komplikasi dapat
terjadi di paru-paru, saluran nafas, pembuluh darah, mediastinum, pleura ataupun
dinding dada.23
Komplikasi TB ini dapat terjadi baik pada pasien yang diobati ataupun tidak.
Secara garis besar, komplikasi TB dikategorikan menjadi:
1. Lesi parenkim
a. Tuberkuloma dan thin-walled cavity
b. Sikatriks dan destruksi paru
c. Aspergilloma
d. Karsinoma bronkogenik
2. Lesi saluran nafas

Universitas Sumatera Utara


a. Bronkiektasis
b. Stenosis trakeobronkial
c. Bronkolitiasis
3. Komplikasivaskular
a. rombosis dan vaskulitis
b. Dilatasi arteri bronchial
c. Aneurisma rassmussen
4. Lesi mediastinum
a. Kalsifikasi nodus limfa
b. Fistula esofagomediastinal
c. Tuberkulosis perikarditis
5. Lesi pleura
a. Chronic tuberculous empyema dan fibrothorax
b. Fistula bronkopleura
c. Pneumotoraks
6. Lesi dinding dada
a. TB kosta
b. Tuberculous spondylitis
c. Keganasanyang berhubungan dengan empyema kronis24
Prognosis dapat menjadi buruk bila dijumpai keterlibatan ekstraparu, keadaan
immunodefisiensi, usia tua, dan riwayat pengobatan TB sebelumnya. Pada suatu
penelitian TB di Malawi, 12 dari 199 orang meninggal, dimana faktor risiko
terjadinya kematian diduga akibat BMI yang rendah, kurangnya respon terhadap
terapi dan keterlambatan diagnosis.
Kesembuhan sempurna biasanya dijumpai pada kasus non-MDR dan nonXDR
TB, ketika regimen pengobatan selesai. Beberapa penelitian menunjukkanbahwa
terapi dengan sistem DOTS memiliki tingkat kekambuhan 0-14 %. Pada negara
dengan prevalensi TB yang rendah, kekambuhan biasanya timbul 12 bulan setelah

Universitas Sumatera Utara


pengobatan selesai dan biasanya diakibatkan oleh relaps. Hal ini berbeda pada negara
dengan prevalensi TB yang tinggi, dimana kekambuhan diakibatkan oleh reinfeksi. 25

2.2.9. Pencegahan Tuberkulosis Paru


Program-program kesehatan masyarakat sengaja dirancang untuk deteksi dini
dan pengobatan kasus dan sumber infeksi secara dini. Menurut hukum, semua orang
dengan TB tingkat 3 atau tingkat 5 harus dilaporkan ke departemen kesehatan.
Penapisan kelompok berisiko tinggi adalah tugaspenting departemen kesehatan lokal.
Tujuan mendeteksi dini seseorang dengan infeksi TB adalah untuk
mengidentifikasikan siapa saja yang akan memperoleh keuntungan dari terapi
pencegahan untuk menghentikan perkembangan TB yang aktif secara klinis. Program
pencegahan ini memberikan keuntungan tidak saja untuk seseorang yang telah
terinfeksi namun juga untuk masyarakat pada umumnya. Karena itu, penduduk yang
sangat berisiko terkena TB harus diidentifikasi dan prioritas untuk menentukan
program terapi obat harus menjelaskan risiko versus manfaat terapi.
Eradikasi TB meliputi penggabungan kemoterapi yang efektif, identifikasi
kontak dan kasus serta tindak lanjut yang tepat, penganganan orang ya ng terpajan
pada pasien dengan TB infeksius, dan terapi kemoprofilaktik pada kelompok-
kelompok populasi yang berisiko tinggi.25

Universitas Sumatera Utara


BAB 3
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS
PENELITIAN

3.1. Kerangka Teori Penelitian

Droplet udara mengandung


Kebiasaan Merokok Derajat:
bakteri Mycobacterium
1. Ringan tuberculosis
2. Sedang
Inflamasi, 3. Berat
perubahan
struktural dan
fungsional epitel,
penebalan Terhirup saat bernapas dan
Mekanisme imunitas tubuh
pembuluh darah, menginfeksi paru
dan kerusakan
alveolus

Non TB paru

Faktor host :
TB paru Faktor lingkungan:
1. Usia
2. Penyakit berat :
DM, HIV, 1. Ventilasi
kerusakan hepar 2. Sanitasi
dan ginjal 3. Paparan sinar
Faktor kuman:
3. Status gizi matahari
4. Pendidikan
1. Jumlah
5. Sosial ekonomi
6. Konsumsi alkohol bakteri
2. Virulensi
Kuman

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3.1. Kerangka Teori Penelitian
3.2. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kerangka konsep dalam penelitian
ini adalah:

Kebiasaan Merokok TB paru

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 3.2. Kerangka Konsep Penelitian

3.3. Hipotesis Penelitian

H0 : Tidak ada hubungan antara merokok dengan kejadian TB paru.

H1 : Ada hubungan antara merokok dengan kejadian TB paru.

Universitas Sumatera Utara


BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik untuk mengetahui
hubungan antara merokok dengan kejadian TB paru. Desain penelitian yang
digunakan adalah case control.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian


Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Maret hingga Desember tahun
2016. Penelitian ini dilakukan di Medan.

4.3. Populasi dan Sampel


4.3.1. Populasi penelitian
Populasi penelitian adalah orang yang menderita TB paru dan tidak menderita
TB paru di Kota Medan.

4.3.2. Sampel penelitian


Penarikan sampel dilakukan dengan cara stratified random sampling. Adapun
kriteria inklusi dan eksklusi pada kelompok kasus diantaranya adalah:
1. Kriteria inklusi :

Universitas Sumatera Utara


a. Pasien TB paru dengan BTA positif. Pasien TB paru dalam kondisi
penyakit DM atau HIV
b. Pasien TB paru dengan umur 18-65.
c. Pasien TB paru yang bersedia mengikuti penelitian dan telah
menandatangani informed consent.
2. Kriteria eksklusi :
a. Pasien TB paru dalam kondisi penyakit DM atau HIV
b. Pasien TB paru dengan umur 18-65.
c. Pasien TB paru sedang mengonsumsi obat immunosupresive
misalnya kotikosteroid.
Untuk menghitung besar sampel dalam penelitian ini, rumus besar sampel
yang digunakan adalah sebagai berikut:

2 + ( 1 1) + ( 2 2)
1= 2=
( 1 − 2)

1,96√2 . 0,63 . 0,37 + 0,84 (0,63 . 0,37) + (0,83 . 0,17)


1= 2=
(0,54 − 0,64)

1 = 2 = 72

Dari hasil di atas, maka jumlah minimal sampel penelitian ini adalah 72
kelompok kasus dan 72 kelompok kontrol.

Keterangan :
n = Jumlah sampel minimal
Z1-α= Derajat kepercayaan (1,96)
Z1-β= Kekuatan uji (0,84)
P1 = Proporsi terpapar pada kelompok kasus
P2 = Proporsi terpapar pada kelompok control

4.4. Teknik dan Pengumpulan Data

Universitas Sumatera Utara


Jenis data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data
yang berasal dari rekam medik.

4.5. Pengolahan dan Analisa Data


Data yang sudah terkumpul akan diolah menggunakan aplikasi
komputerStatistic Package for Social Sciences (SPSS)dan kemudian dianalisis secara
statistik meliputi analisis deskriptif yang menyajikan data-data merokok dan TB paru
dalam bentuk tabel dan grafik distribusi, lalu data yang sudah terkumpul diolah dan
dianalisis secara analitik untuk menguji hipotesis. Variabel penelitian dianalisis
dengan menggunakan uji Chi-Squre. Jika probabilitas (p) lebih kecil daripada α
(p<0,05), maka hipotesis Ho ditolak, dan menunjukkan ada hubungan yang signifikan
antara merokok dengan kejadian TB paru. Jika sebaliknya hipotesis Ho diterima
maka tidak ada hubungan yang signifikan antara keduanya.
Rumus odds ratio dalam penelitian ini adalah:
/
= =
/
Keterangan:
OR = odds ratio risiko terhadap kejadian TB paru
a/b = Rasio antara banyaknya kasus yang terpapar dan kasus yang tidak terpapar
c/d = Rasio antara banyaknya kontrol yang terpapar dan kasus yang tidak terpapar

Jika dalam penelitian ini dihasilkan nilai OR dengan rentang confident


interval (CI) yang tidak mencakup nilai 1,00, maka bisa dinyatakan signifikan pada α
10%. Jika nilai lower limit dan upper limit (nilai CI) mencakup 1,00, maka hasil
penelitian dinyatakan tidak signifikan secara statistik pada nilai α 0,01. 29

Universitas Sumatera Utara


4.6. Definisi Operasional
Tabel 4.1. Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

TB paru Suatu penyakit Rekam medik 1. TB paru Nominal


infeksi paru 2. Non TB paru
yang menular,
disebabkan oleh
bakteri
M.tuberculosis.16
Derajat Tingkat Jumlah batang 1. Derajat ringan : 0 - 199 Ordinal
merokok keparahan rokok per hari 2. Drajat sedang : 200 - 599
merokok X lama 3. Derajat berat : ≥ 600
menurut indeks merokok
Brinkman. ( tahun )
Usia Latar belakang Rekam medik Umur dalam tahun. Nominal
umur penderita
TB paru dengan
dan tanpa

Universitas Sumatera Utara


Variabel Definisi Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

riwayat merokok
Jenis Latar belakang Rekam medik 1. Laki – laki Nominal
kelamin jenis kelamin 2. Perempuan
penderita TB
paru dengan dan
tanpa riwayat
merokok
BMI Latar belakang Rekam medik 1. Underweight : < 18.5 Ordinal
BMI penderita Hasil 2. Normoweight : 18.5 – 24.9
TB paru dengan penghitungan 3. Overweight : 25.0 – 29.9
dan tanpa BMI menurut 4. Obese I : 30.0 – 34.9
riwayat merokok berat dan 5. Obese II :35.0 – 39.9
tinggi badan
Pendidikan Latar belakang Rekam medic 1. TK Ordinal
pendidikan 2. SD
penderita TB 3. SMP
paru dengan dan 4. SMA
tanpa riwayat 5. Sarjana
merokok

Pekerjaan Latar belakang Rekam medik Jenis pekerjaan Nominal


pekerjaan
penderita TB
paru dengan dan
tanpa riwayat
merokok

BAB 5
HASIL PENELITIAN

5.1. Hasil Penelitian


Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan memeriksa rekam
medik dan mewawancarai pasien TB paru di RSHAM, beberapa puskesmas, dan
praktek swasta dokter paru. Non TB paru atau orang sehat dari masyarakat awam di
Kota Medan. Data penelitian yang telah dikumpulkan kemudian dianalisa sehingga
didapatkan hasil penelitian seperti yang dipaparkan di bawah ini.

Universitas Sumatera Utara


5.1.1. Deskripsi lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSHAM, beberapa puskesmas, dan praktek swasta
dokter paru. Puskesmas merupakan pusat pelayanan kesehatan primer yang
disediakan oleh pemerintah bagi masyarakat. Fungsi utama puskesmas antara lain
sebagai pusat pembangunan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya, membina
peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka kemampuan untuk hidup
sehat, dan memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan masyarakat di
wilayah kerjanya.
Pemerintah telah menetapkan program yang bertujuan untuk meningkatkan
pelayanan TB paru di setiap puskesmas, termasuk program penyuluhan dan
penanggulangannya. Program – program tersebut dibuat oleh pemerintah bertujuan
untuk mengurangi angka kejadian TB paru dan bisa mencakup masyarakat secara
lebih luas melalui puskesmas.

5.1.2. Deskripsi karakteristik


Karakteristik yang digunakan untuk menjadi sampel dalam penelitian ini
adalah pasien TB paru dan non TB paru di kota Medan yang memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi. Pasien non TB paru dijadikan kelompok kontrol dengan jumlah
72 orang, sedangkan pasien TB paru dijadikan kelompok kasus dengan jumlah 72
orang. Jumlah keseluruhan sampel dalam kedua kelompok penelitian ini adalah 144
orang.
5.1.3. Hasil analisa data
5.1.3.1.Karakteristik Demografi
Tabel 5.1. Karakteristik Demografi
TB PARU TIDAK TB PARU
Karakteristik n % n %
Jenis kelamin
Laki – laki 48 33,3% 24 32,6%

Wanita 24 16,7% 25 17,4%

Universitas Sumatera Utara


Umur (tahun)

≤ 20 8 5,6% 4 2,8%
21 – 30 21 14,6% 41 28,5%
31 – 40 16 11,1% 22 15,3%

41 – 50 16 11,1% 4 2,8%
51 – 60 5 3,5% 1 0,7%

61 – 70 6 4,2% 0 0,0%
Pendidikan

SD 3 2,1% 0 0,0%
SMP 14 9,7% 2 1,4%
SMA 46 31,9% 47 32,6%
D3 2 1,4% 2 1,4%

S1 6 4,2% 20 13,9%

S2 1 0,7% 0 0,0%

S3 0 0,0% 1 0,7%

Pekerjaan

Pelajar 10 6,9% 19 13,2%

IRT 12 8,3% 1 0,7%

Pensiunan 2 1,4% 0 0,0%


Pengangguran 1 0,7% 0 0,0%

Wiraswasta 32 22,2% 2 1,4%

PNS 1 0,7% 5 3,5%

Tukang Becak 3 2,1% 0 0,0%

Satpam 1 0,7% 29 20.1%


Buruh 10 6.9% 0 0,0%

Cleaning service 0 0,0% 16 11,1%

Berdasarkan Tabel 5.1. dapat dilihat bahwa pasien laki – laki non TB paru
adalah sebanyak 47orang (32.6%) dan perempuan sebanyak 25 orang (17.4%)
sedangkan laki – laki dengan TB paru adalah sebanyak 48 orang (33.3%) dan
perempuan sebanyak 24 orang (16.7%) dari keseluruhan jumlah sampel sebanyak 144
orang.

Universitas Sumatera Utara


Dapat dilihat bahwa dari 144 sampel yang di teliti, kelompok umur yang
paling banyak terkena TB adalah pasien TB adalah 21 – 30 tahun sebanyak 21 orang
(14,6%), kemudian 31 – 40 tahun dan 41 – 50 tahun sebanyak 16 orang (11,1%), ≤ 20
tahun sebanyak 8 orang (5,6%), 61 – 70 tahun sebanyak 6 orang (4,2%), dan yang
paling sedikit adalah kelompok umur 51 – 60 sebanyak 5 orang (3,5%). Sementara
pada kelompok tidak terkena TB yang paling banyak adalah 21 – 30 tahun sebanyak
41 orang (28,5%), kemudian 31 – 40 tahun sebanyak 22 orang (15,3%), ≤ 20 tahun
dan 41 – 50 tahun sebanyak 4 orang (2,8%), 51 – 60 tahun sebanyak 1 orang (0,7%),
dan yang paling sedikit adalah 61 – 70 tahun sebanyak 0 (0,0%).
Kemudian berdasarkan pendidikan kelompok TB paru terbanyak adalah SMA
sebanyak 46 orang (31,9%), kemudian SMP sebanyak 14 orang (9,7%), S 1 sebanyak
6 orang (4,2%), SD sebanyak 3 (2,1%), diploma 3 sebanyak 2 orang (1,4%), S 1
sebanyak 6 orang (4,2%), dan yang paling sedikit adalah S3 sebanyak 0 (0,0%).
Sedangkan pada kelompok tidak TB paru terbanyak adalah SMA sebanyak 47 orang
(32,6%), kemudian S 1 sebanyak 20 orang (13,9%), SMP dan diploma 3 sebanyak 2
orang (1,4%), S 3 sebanyak 1 orang (0,7%), dan yang paling sedikit adalah S 2
sebanyak 0 (0,0%).
Berdasarkan kelompok pekerjaan terbanyak TB paru adalah wiraswasta
sebanyak 32 orang (22,2%), kemudian IRT sebanyak 12 orang (8,3%), Pelajar dan
buruh sebanyak 10 orang (6,9%), buruh sebanyak 10 orang (6,9%), tukang becak
sebanyak 3 orang (2,1%), Pensiunan sebanyak 2 orang (1,4%), dan yang paling
sedikit adalah PNS, satpam dan pengangguran sebanyak 1 orang (0,7%). Sedangkan
pada kelompok tidak TB paru adalah satpam sebanyak 29 orang (20.1%), kemudian
pelajar sebanyak 19 orang (13,2%), cleaning service sebanyak 16 orang (11,1%),
PNS sebanyak 5 orang (3,5%), wiraswasta sebanyak 2 orang (1,4%), IRT sebanyak 1
orang (0,7%), dan yang paling sedikit adalah pensiunan, pengangguran, tukang becak,
dan buruh sebanyak 0 (0,0%).
5.1.3.2. Kebiasaan Merokok dan Konsumsi Alkohol
Tabel 5.2. Kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol

Universitas Sumatera Utara


TB PARU TIDAK TB PARU
Karakteristik n % n %
Merokok
Ya 42 29,2% 32 22,2%
Tidak 30 20,8% 40 27,8%
Derajat berat merokok
Ringan 20 13,9% 23 16,0%
Sedang 16 11,1% 8 5,6%
Berat 6 4,2% 1 0,7%
Tidak merokok 30 20,8% 40 27,8%
Konsumsi alkohol
Ya 15 10,4% 18 12,5%
Tidak 57 39,6% 54 37,5%

Berdasarkan Tabel 5.2. dapat dilihat bahwa riwayat merokok dengan kejadian
TB paru diperoleh jumlah responden merokok sebanyak 42 orang (29,2%) dan TB
paru tidak merokok sebanyak 30 orang (20,8%). Sedangkan pasien non TB sebanyak
32 orang (22,2%) dan tanpa riwayat merokok sebanyak 40 orang (27,8%). Dari
keseluruhan jumlah sampel sebanyak 144 orang.
Sedangkan berdasarkan derajat berat merokok dapat dilihat bahwa pasien Non
TB paru yang menghisap 0 - 199 selama hidupnyasebanyak 23 orang (16.0%), 200 –
599 sebanyak 8 orang (5,6%), >600 sebanyak 1 orang (0.7%), dan pasien yang tidak
merokok sebanyak 40 orang (27.8%). Sedangkan derajat berat merokok pasien TB
paru yang menghisap 0 - 199 sebanyak 20 orang (13.9%), 200 – 599 sebanyak 16
orang (11.1%),>600 sebanyak 6 orang (4.2%), dan pasien yang tidak merokok
sebanyak 30 orang (20,8%). Dari keseluruhan jumlah sampel sebanyak 144 orang.
Berdasarkan mengonsumsi alkohol pasien non TB paru yang paling banyak
adalah 18 orang (12,5%) dan yang tidak mengonsumsi alkohol sebanyak 54 orang
(37,5%). Sedangkan pasien TB paru sebanyak 15 orang (10.4%) dan yang tidak
mengonsumsi alkohol sebanyak 57 orang (39.6%). dari keseluruhan jumlah sampel
sebanyak 144 orang.

5.1.3.3.Hubungan antara merokok dengan TB Paru

Universitas Sumatera Utara


Data perbandingan kelompok kontrol dan kasus berdasarkan riwayat merokok
dikumpulkan dan dianalisis menggunakan metode chi square. Metode tersebut
dilakukan dengan membuat tabulasi silang antara kedua variabel pada kedua
kelompok yang dapat dilihat dalam Tabel 5.3. kemudian melakukan kalkulasi nilai p.
Tabel 5.3. Tabulasi Silang Merokok dengan TB Paru

Merokok Tidak TB paru TB paru


n % n % P OR 95%CI
Ya 32 22,2% 42 29,2% 0,095 1,750 0,904–
Tidak 40 27,8% 30 20,08% 3,386

Total 72 50,0% 72 50,0%


Didapati nilai p pada analisis data yaitu 0,095 . Hasil tersebut menyatakan
bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara merokok dengan kejadian TB paru.
Pada analisis data berdasarkan risk estimate untuk mendapatkan nilai odds
ratio (OR), didapati nilai OR = 1,750 (CI = 0,904 – 3,386). Berdasarkan hasil analisis
tersebut, didapati bahwa merokok bukan faktor risiko untuk terjadinyaTB paru.

5.1.3.4.Hubungan antara derajat berat merokok dengan TB Paru


Data perbandingan kelompok kontrol dan kasus berdasarkan derajat berat
merokok dikumpulkan dan dianalisis menggunakan metode chi square. Metode
tersebut dilakukan dengan membuat tabulasi silang antara kedua variabel pada kedua
kelompok yang dapat dilihat dalam Tabel 5.4. kemudian melakukan kalkulasi nilai p.

Tabel 5.4. Tabulasi Silang Derajat Berat Merokok dengan TB Paru


Derajat
Merokok TB paru Tidak TB paru

Universitas Sumatera Utara


n % n % p
Ringan 20 13,9 23 16,0%
Sedang 16 11,1% 8 5,6% 0,049
Berat 6 4,2% 1 0,7%
Tidak
30 20,8% 40 27,8%
merokok
Total 72 50,0% 72 50,0%

Didapati nilai p 0,049 hasil tersebut menyatakan ada hubungan antara derajat
berat merokok dengan kejadian TB paru. Dapat dilihat tabel 5.4. derajat merokok
berat pada TB paru lebih besar dibandingkan pada kelompok tidak TB paru, begitu
juga pada kelompok sedang lebih banyak TB paru dibandingkan yang tidak TB paru.

5.1.3.5.Hubungan antara konsumsi alkohol dengan TB Paru


Data perbandingan kelompok kontrol dan kasus berdasarkan riwayat
konsumsi alkohol dikumpulkan dan dianalisis menggunakan metode chi square.
Metode tersebut dilakukan dengan membuat tabulasi silang antara kedua variabel
pada kedua kelompok seperti yang dapat dilihat dalam Tabel 5.5. kemudian
melakukan kalkulasi nilai p.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 5.5. Tabulasi Silang alkohol dengan TB Paru

alkohol TB paru Tidak TB paru


n % n % p OR 95%CI

Ya 15 10,4% 18 12,5%% 0,552 0,789 0,362–


1,722
Tidak 57 39,6% 54 37,5%
Total 72 50,0% 72 50,0%

Didapati nilai p pada analisis data yaitu 0,552 (p<0,05). Hasil tersebut
menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara konsumsi alkohol
dengan kejadian TB paru.
Pada analisis data berdasarkan risk estimate untuk mendapatkan nilai odds
ratio (OR), didapati nilai OR = 0,789 (CI = 0,362 – 1,722). Berdasarkan hasil analisis
tersebut, didapati bahwa mengkonsumsi alkohol bukan faktor risiko terkena TB paru.

5.2. Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara merokok dengan
kejadian TB paru di Kota Medan pada tahun 2015.

5.2.1.Karakteristik Demografi
Pada penggolongan sampel menurut jenis kelamin, jumlah seluruh anak laki –
laki dengan TB paru adalah 48 orang (33,3%) dan perempuan sebanyak 24 orang
(16,7%). Terdapat 47 orang laki – laki (32,6%) dan 25 orang perempuan (17,4%)
yang Non TB paru. Persentase pasien laki – laki lebih tinggi daripada perempuan,
baik secara keseluruhan maupun berdasarkan riwayat TB paru.

Universitas Sumatera Utara


Hasil yang serupa juga didapatkan pada penelitian lain yang pernah dilakukan
sebelumnya, baik di dalam maupun luar Indonesia. Penelitian yang dilakukan
diPuskesmas Berdasarkan karakteristik jenis kelamin menunjukan bahwa baik untuk
sampel kasus maupun sampel kontrol paling banyak berjenis kelain laki-laki yaitu 22
Orang (62,8%),sedangkan perempuan berjumlah 13 Orang (37,2%) (Franki, 2013).29
Berdasarkan karakteristik umur didapatkan baik untuk sampel kasus dan
sampel kontrol paling banyak berumur ≥55 Tahun sebanyak 26 Orang (37,1%), 35-
44 Tahun berjumlah 16 Orang (22,9%), 25-34 Tahun berjumlah 14 Orang (20%), 45-
54 Tahun berjumlah 8 Orang (11,4%), dan 15-24 Tahun berjumlah 6 Orang (8,6%).32
Hal ini seusai dengan penelitian yang dilakukan oleh Robin Wood yang menyatakan
bahwa belakangan ini ankgka kejadia TB lebih sering dijumpain pada kelompok
umur 20 - 40 tahun. Hal ini disebabkan kelompok ini termasuk kedalam usia
produktif sehingga paparan terhadap dunia luar lebih meningkat dan risiko kontak
terhadap kuman TB lebih meningkat.33
Berdasarkan Tabel 5.1. dapat dilihat bahwa pada tingkat pendidikan tanpa
riwayat merokok terbanyak adalah SMA sebanyak 18 orang (25,0%), kemudian SMP
sebanyak 6 orang (8,3%), S1 sebanyak 3 orang (4,2%), diploma 3 sebanyak 2 orang
(2,8%), S 2 sebanyak 1 orang (1,4%) dan yang paling terdikit adalah SD sebanyak 0
(0,0%). Sejalan dengan penelitian Fakhmi Murfikin pada status tingkat pendidikan
paling banyak responden memiliki tingkat pendidikan paling banyak adalah SMA
yaitu sebanyak 18 orang responden (54,5%).29
Berdasarkan penilitian yang dilakukan dapat dilihat bahwa tanpa riwayat
merokok menurut status pekerjaan terbanyak adalah wiraswasta sebanyak 14 orang
(19,4%), kemudian ibu rumah tangga sebanyak 10 orang (13,9%), pelajar /
mahasiswa sebanyak 3 orang (4,2%), pensiunan sebanyak 2 orang (2,8%),
pengangguran sebanyak 1 orang (1,4%), dan status pekerjaan terdikit adalah PNS
sebanyak 0 orang (0,0%).

Universitas Sumatera Utara


5.2.2. Hubungan antara merokok dan derajat berat merokok dengan TB Paru
Data perbandingan kelompok kontrol dan kasus berdasarkan riwayat merokok
dikumpulkan dan dianalisis menggunakan metode chi square. Metode tersebut
dilakukan dengan membuat tabulasi silang antara kedua variabel pada kedua
kelompok yang dapat dilihat dalam Tabel 5.3. kemudian melakukan kalkulasi nilai p.
Didapati nilai p pada analisis data yaitu 0,095 (p>0,05). Hasil tersebut menyatakan
bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara merokok dengan kejadian TB paru.
Pada analisis data berdasarkan risk estimate untuk mendapatkan nilai odds
ratio (OR), didapati nilai OR = 1,750 (CI = 0,904 – 3,386). Berdasarkan hasil analisis
tersebut, didapati bahwa bukan faktor risiko TB paru. Hal ini sejalan dilakukan oleh
Widyasari, dkk (2011) yang menyimpulkan bahwa status merokok tidak memiliki
hubungan dengan kejadian TB Paru Dewasa dengan p=0,606 (p>α). Namun
demikian, hal ini berlawanan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Setiarni,
dkk (2011) yang dilakukan di Puskesmas Tuan-Tuan Kecamatan Ketapang
Kalimantan Barat yang meyatakan adanya hubungan antara merokok dengan kejadian
Tuberkulosis Paru dengan hasil perhitungan Chi-Square menghasilkan nilai P=0,011
(<0,05).32
Merokok menyebabkan perubahan patofisiologis di hampir seluruh bagian
saluran pernapasan bawah, termasuk organ paru. Substansi yang terkandung dalam
rokok dapat menyebabkan peradangan, perubahan struktural dan fungsional epitel,
penebalan pembuluh darah, dan kerusakan pada alveolus. Keadaan – keadaan tersebut
dapat mengakibatkan infeksi lebih mudah terjadi pada saluran pernapasan, termasuk
infeksi TB.12 Kandungan kimiawi yang terdapat dalam rokok dapat menyebabkan
perkembangan komplek antigen – antobodi yang berpotensi mengakibatkan
kerusakan pulmonal. Substansi tersebut juga dapat memicu pengeluaran mediator –
mediator inflamasi, sehingga dapat memperparah kerusakan.13

Universitas Sumatera Utara


Penelitian yang dilakukan oleh O’Leary dkk yang dilakukan di Dublin,
Irlandia, ditemukan bahwa dalam kompartemen paru kelompok perokok, terjadi
peningkatan angka makrofag alveolar, yang mengindikasikan penurunan imunitas
spesifik, yang akan menurunkan respon imun terhadap infeksi M. tuberculosis.15
Tapi pada penelitian ini terdapat perbedaan dari derajat merokok antara
kelompok TB paru dan Tidak TB paru. Didapati nilai p 0,049 hasil tersebut
menyatakan ada hubungan antara derajat berat merokok dengan kejadian TB paru.
Dapat dilihat tabel 5.4. derajat merokok berat pada TB paru lebih besar dibandingkan
pada kelompok tidak TB paru, begitu juga pada kelompok sedang lebih banyak TB
paru dibandingkan yang tidak TB paru. Semakin lama merokok seman berisiko
terkena TB paru. Asap rokok meningkatkan Airway resistance, serta permeabilitas
paru.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan C Kolappan yang
menyatakan adanya Dose-response relationship. Menunjukan hubungan dosis respon
antara merokok dan tuberkulosis. Perokok dikategorikan sebagai ringan (1 – 10
batang / hari), sedang (11 – 20 batang / hari), dan berat (> 20 batang / hari). OR untuk
ringan 1,75, sedang 3,17, dan berat 3,68. Dengan nilai masing – masing (p
<0,0001).31

5.2.3.Kebiasaan konsumsi alkohol dengan TB Paru


Didapati nilai p pada analisis data yaitu 0,552 (p<0,05). Hasil tersebut
menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara konsumsi alkohol dengan kejadian TB
paru. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ketrina Konoralma
(2012) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara
kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol dengan kejadian Tuberkulosis Paru
dengan P Value sebesar 0,000 (<0,05).
Pada analisis data berdasarkan risk estimate untuk mendapatkan nilai odds
ratio (OR), didapati nilai OR = 0,789 (CI = 0,362 – 1,722). Berdasarkan hasil analisis
tersebut, didapati bahwa mengkonsumsi alkohol bukan faktor risiko untuk terkena TB

Universitas Sumatera Utara


paru.Tidak Sejalan dengan penelitian Franki M Kowombon ada hubungan Antara
Kebiasaan Mengkonsumsi Minuman Beralkohol Dengan kejadian Tuberkulosis Paru
menunjukan adanya hubungan antara Kebiasaanmengkonsumsi Minuman Beralkohol
dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Puskesmas Tuminting Kota Manado. Hasil
Analisis statistik menggunakan chi-square menghasilkan nilai P Value sebesar 0,012
(p<0,05) dengan nilai OR sebesar 4,58 (95% CI = 1,316-15,923).32
Keterbatasan penelitian ini adalah tidak diketahuinya jenis alkohol yang
dikonsumsi sehingga tidak diketahui persentase kadar alkoholnya, berapa banyak
alkohol yang dikonsumsi, dan berapa lama sudah mengonsumsinya. Oleh karena itu
walaupun berdasarkan analisis statistik alkohol bukan merupakan faktor risiko
terjadinya TB paru, tapi kemungkinan itu tetap ada jika diketahuinya persentase kadar
alkoholnya, berapa banyak alkohol yang dikonsumsi, dan berapa lama sudah
mengonsumsi alkohol terhadap TB paru.

Universitas Sumatera Utara


BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Dari hasil analisis didapati bahwa merokok bukan faktor risiko terjadi TB
paru.
2. Dijumpai perbedaan antara derajat berat merokok kelompok kasus dan
kelompok kontrol. Didapati nilai p0,049 ada hubungan antara derajat berat
merokok dengan kejadian TB paru.

6.2. Saran

1. Bagi dokter dan tenaga kesehatan lain agar melakukan pendekatan yang lebih baik
terhadap pasien, dengan melakukan penyuluhan kepada pasien tentang faktor risiko
TB terutama bahayanya merokok.

2. Pencatatan rekam medis mengenai sebaiknya ditulis secara lengkap. Hal ini dapat
membantu para peneliti yang khususnya menggunakan data rekam medis pada
penelitiannya.

3. Bagi peneliti di masa yang akan datang agar dapat mengembangkan penelitian ini
dengan menguji regresi kuat / tidaknya pengaruh rokok dan mengonsumsi alkohol
pada pasien TB ataupun dengan cara memperbanyak sampel sehingga menjadi

Universitas Sumatera Utara


representatif untuk menggambarkan populasi. Serta mengetahui variabel tentang
alkohol dan merokok yang lebih banyak seperti jenis rokok, kadar alkohol dan
lamanya mengkonsumsi alkohol.

DAFTAR PUSTAKA

1. Rusnoto R. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian tb paru pada

usia dewasa (Studi kasus di balai pencegahan dan pengobatan penyakit paru
Pati). Jurnal Epidemiologi. 2008.
2. Blanc L, Falzon D, Fitzpatrick C. Global tuberculosis control 2010. Geneva:

WHO Press; 2010.p. 5-7.


3. Depkes RI ( 2007), Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis edisi 2.

4. WHO. Tuberculosis. Genewa. WHO; 2003

5. Hidayati, T. Tuberculosis. FKUI. Jakarta. 2000

6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Laporan riset kesehatan dasar

tahun 2010. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2010.


7. Dhae A. Remaja dominasi perokok aktif di Indonesia [online]. Jakarta: TCSC

Indonesia; 2014. Diunduh dari: http://www.tcsc-indonesia.org/remaja-


dominasi-perokok-aktif-di-indonesia/.[diakses pada tanggal 5 Mei 2016]
8. Achadi A. Regulasi pengendalian masalah rokok di Indonesia. Kesmas: Jurnal

Kesehatan Masyarakat Nasional. 2008; 2(4): 161-5.

Universitas Sumatera Utara


9. Hidayat B, Thabrany H. Model spesifikasi dinamis permintaan rokok:

rasionalkah perokok Indonesia? Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat


Nasional. 2008; 3(3): 99-108
10. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Konsumsi Rokok dan Prevalensi

Merokok. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2004.


11. PDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia).2010. PPOK Pedoman Praktis

Diagnosis dan Penatalaksanaan Di Indonesia. Jakarta : PDPI


12. Aubry M C, Wright J L, Myers J L. The pathology of smokingrelated lung

diseases. Clin Chest Med 2000; 21: 11–35.


13. Zuo L, He F, Sergakis GG, Koozehchian MS, Stimpfl JN, Rong Y, Diaz PT,

Best TM. Interrelated role of cigarette smoking, oxidative stress, and immune
response in COPD and corresponding treatments. American Journal of
Physiology-Lung Cellular and Molecular Physiology. 2014 Aug
1;307(3):L205-18.
14. Maurya, V., V. Vijayan, and A. Shah. "Smoking and tuberculosis: an

association overlooked." The International journal of tuberculosis and Lung


Disease 6.11 (2002): 942-951.
15. O’Leary SM, Coleman MM, Chew WM, Morrow C, McLaughlin AM,

Gleeson LE, O’Sullivan MP, Keane J. Cigarette smoking impairs human


pulmonary immunity to Mycobacterium tuberculosis. American journal of
respiratory and critical care medicine. 2014 Dec 15;190(12):1430-6.
16. Brooks G. Jawetz, Melnick & Adelberg's medical microbiology. New York:

McGraw-Hill Medical; 2007.


17. Google Picture. Mycobacterium tuberculosis. Dalam: http://intranet.tdmu.edu

.ua/data/kafedra/internal/micbio/classes_stud/en/nurse/bacchalour%20of%20s
ciences%20in%20nurses/ptn/Microbiology/2/32%20Microbiological%20diag
nosis%20of%20diphtheria..htm [diakses pada tanggal 7 Mei 2016]

Universitas Sumatera Utara


18. Junqueira L, Mescher A, Junqueira L. Junqueira's basic histology. New York:

McGraw-Hill Medical; 2010.


19. Susalit E, Kapojos JE & Lubis HR. Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam II. Jakarta

: Balai penerbit FKUI; 2001.Depkes RI, Pelatihan Manajemen Tuberkulosis di


Kabupaten, 1997
20. DepkesRI, 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Cetakan 8.
21. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis

dan Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia


22. DepkesRI, 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Edisi 2, Cetakan I.
23. Jerant, A.F., Bannon, M. and Rittenhouse, S., 2000. Identification and management
of tuberculosis. American family physician, 61(9), pp.2667-2682.
24. Centers for Disease Control and Prevention (CDC, 2006. Emergence of

Mycobacterium tuberculosis with extensive resistance to second-line drugs--


worldwide, 2000-2004. MMWR. Morbidity and mortality weekly
report, 55(11), p.301.
25. Jeong, Y.J., Lee, K.S., 2008. Pulmonary Tuberculosis : Up-To-Date Imaging

and Management. American Journal of Roentgenology : 191 (3).Available


from: http://www.ajronline.org/doi/full/10.2214/AJR.07.3896 [diakses pada
tanggal 9 Mei 2013]
26. Kim, H.Y., 2001. Thoracic Sequelae and Complications of Tuberculosis.

Radio Graphics. 21 (4) ; 839-856.


27. Herchline, T.E., 2013. Tuberculosis. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/230802-overview [diakses pada
tanggal 10 Mei 2016].
28. Meehan K. Investigasi dan Pengendalian Wabah di Fasilitas Pelayanan

Kesehatan. Jakarta: EGC; 2013.

Universitas Sumatera Utara


29. Murfikin F, Dewi A P,Woferst R. hubungan kebiasaan merokok dengan

kejadian TB paru di wilayah kerja puskesmas. volume 1:hal 5.


30. Kurniasari R A S,Suhartono,Cahyo K Faktor Risiko Kejadian Tuberkulosis

Paru di Kecamatan Baturetno Kabupaten Wonogiri.2012. volume 11: hal 199


-201.
31. Hassmiller K M. The association between smoking and
tuberculosis.2006.volume 48: hal 14-16
32. Kowombon F M, Rombot D V, Joseph W B.hubungan antara status

merokok,kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol, dan riwayat kontak.


2012. Volume 1 : hal 2 – 6.
33. Wood R, Liang H, Wu H, Middlekoop K, Oni T, Wilkinson R J, et al.

Changing prevalence of TB infection with increasing age in high TB burden


townships in South Africa. 2010. Volume 14 : hal 406 – 412.
34. Yen Y F, Chuang P H, Yen M Y, Lin S Y, Chuang P, Yuan M J, et al.

Association of body mass index with tuberculosis mortality. 2016. Volume 95


: hal 23.
Lampiran 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. Data Pribadi
Nama : Yan Hasqi Sebayang
Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 01 Januari 1996
Jenis Kelamin : Laki – laki
Agama : Islam
Alamat : Jl. Kapten muslim Gg.jawa

Universitas Sumatera Utara


No.93 B
Kecamatan Medan Helvetia,
Medan, Sumatera Utara
Telepon : 081993252095
II. Riwayat Pendidikan
1. Tahun 1999 – 2001 : TK An-nida Medan
2. Tahun 2001 – 2007 : SD Inti 060834 Medan
3. Tahun 2007 – 2010 : SMP Negeri 1 Medan
4. Tahun 2010 – 2013 : SMA Negeri 4 Medan
5. Tahun 2013 – sekarang : Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
III. Riwayat Organisasi
1. Anggota Divisi Pengabdian Masyarakat Standing Committee on Public
Health Pemerintahan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara (SCOPH PEMA FK USU) Periode 2014/2015
2. Ketua Seminar Dokter Keluarga dan Workshop Sirkumsisi SCOPH
PEMA FK USU Tahun 2014
3. Anggota Seksi Peralatan dan Tempat Seminar Personality Disorder
SCOPH PEMA FK USU Tahun 2015
4. Anggota Panitia seksi Peralatan dan Tempat Peringatan Hari Lansia
SCOPH PEMA FK USU Tahun 2015
5. Koordinator Panitia Seksi Konsumsi Peringatan Hari Anak Sedunia
SCOPH PEMA FK USU Tahun 2015
6. Koordinator panitia Seksi Peralatan dan Tempat Pengabdian
Masyarakat Akbar SCOPH PEMA FK USU Tahun 2016
7. Anggota Panitia Seksi Keamanan Perkenalan Kehidupan Kampus bagi
Mahasiswa Baru (PKKMB) FK USU Tahun 2016
Lampiran 2
Izin awal penelitian

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3

Izin meu ke EC

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4

Surat Ethical Clearence

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5
Izin penilitian

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN 6
DATA INDUK
DATA KONTROL

Jenis
NO BMI UMUR kelamin PENDIDIKAN PEKERJAAN alkohol IB
1 24.22 34 Laki-laki SMA Satpam tuak 30
2 24.97 33 Laki-laki STM Satpam bir 736
3 23.25 31 Laki-laki SMA Satpam Tidak 16
4 28.4 29 Laki-laki SMA Satpam Tidak 480
5 22.75 33 Laki-laki SMA Satpam tuak 160
6 20.31 39 Laki-laki SMA Satpam tuak 30
7 21.71 25 Laki-laki SMA Satpam Tidak 160
8 30.01 34 Laki-laki SMK Satpam bir 240
9 24.91 33 Laki-laki SLTA Satpam Tidak 160
10 23.01 26 Laki-laki SMA Satpam Tidak 120
11 31.24 29 Laki-laki SMA Satpam Tidak 280
12 28.68 38 Laki-laki SMA Satpam Tidak 100
13 19.47 28 Laki-laki SMA Satpam Tidak 256
14 24.67 36 Laki-laki SMK Satpam Tidak 176
15 25.95 26 Laki-laki SMA Satpam bir 176
16 21.3 26 Laki-laki SMA Satpam bir 0
17 26.81 39 Laki-laki SMEA Satpam Tidak 240
18 20.76 29 Laki-laki SMK Satpam tuak 100
19 22.04 30 Laki-laki SMA Satpam Tidak 48
20 22.03 22 Laki-laki SMA Satpam Tidak 40
21 25.25 27 Laki-laki SMA Satpam bir 64
22 22.75 24 Laki-laki SMA Satpam Tidak 0
23 21.3 23 Laki-laki SMK Satpam bir 80
24 25.51 33 Laki-laki SMA Satpam Tidak 75
25 28.71 33 Laki-laki SMK Satpam Tidak 80
26 18.38 21 Laki-laki strata 1 Mahasiswa Tidak 0
27 18.29 21 Perempuan strata 1 Mahasiswa Tidak 0
28 21.56 22 Perempuan strata 1 Mahasiswa Tidak 0

Universitas Sumatera Utara


29 23.31 21 Perempuan strata 1 Mahasiswa Tidak 0
30 23.01 22 Perempuan strata 1 Mahasiswa Tidak 0
31 21.6 21 Perempuan strata 1 Mahasiswa whiskey 0
32 24.22 23 Laki-laki strata 1 Mahasiswa Tidak 0
33 18.36 23 Perempuan strata 1 Mahasiswa Tidak 0
34 22.04 21 Laki-laki strata 1 Mahasiswa Tidak 0
35 23.25 25 Laki-laki strata 1 Mahasiswa Tidak 60
36 19.72 21 Laki-laki strata 1 Mahasiswa Tidak 0
37 21.64 23 Perempuan strata 1 Mahasiswa bir 0
38 15.82 24 Perempuan strata 1 Mahasiswa Tidak 0
39 21.56 23 Laki-laki strata 1 Mahasiswa Ada 0
40 29.17 31 Perempuan strata 1 Mahasiswa tuak 0
41 22.89 44 Perempuan Strata 3 Dokter tuak 0
42 20.31 22 Laki-laki strata 1 Mahasiswa Tidak 0
43 20.57 21 Laki-laki strata 1 Mahasiswa tuak 0
44 18.41 25 Laki-laki strata 1 Mahasiswa bir 0
45 39.56 48 Perempuan D3 Perawat Tidak 0
46 23.28 40 Perempuan D3 Perawat Tidak 0
47 31.22 34 Laki-laki s1 Dokter bir 0
48 27.35 26 Laki-laki S1 Dokter Tidak 0
Cleaning
49 27.7 33 Perempuan SMA servis Tidak 0
50 23.71 33 Laki-laki SMK Wiraswasta Ada 224
51 19.53 36 Perempuan SMA IRT Tidak 0
Cleaning
52 33.55 30 Perempuan SMA servis whiskey 0
Cleaning
53 20.44 48 Perempuan SMA servis Tidak 0
54 25.53 17 Perempuan SMA Pelajar Tidak 0
Cleaning
55 22.22 22 Perempuan SMA servis Tidak 0
56 30.46 59 Perempuan SMP Petani Tidak 0
Cleaning
57 23.87 35 Perempuan SMA servis Tidak 0
Cleaning
58 21.09 20 Perempuan SMk servis Tidak 0
Cleaning
59 23.87 23 Perempuan SMA servis Tidak 0
Cleaning
60 22.03 23 Laki-laki SMA servis Tidak 32

Universitas Sumatera Utara


Cleaning
61 26.83 21 Perempuan SMA servis Tidak 0
Cleaning
62 19.14 20 Perempuan SMK servis Tidak 0
Cleaning
63 22.03 19 Laki-laki SMA servis Tidak 0
Pengawas
64 35.37 40 Perempuan SMA CS Tidak 0
Cleaning
65 28.68 25 Laki-laki SMA servis Ada 160
Pengawas
66 27.53 37 Laki-laki STM CS Ada 256
Cleaning
67 24.02 28 Laki-laki SMA servis Tidak 0
Cleaning
68 26.63 44 Laki-laki SMP servis Ada 160
69 16.46 28 Laki-laki SMK Satpam Ada 192
70 27.35 23 Laki-laki SMA Satpam Tidak 8
71 19.47 33 Laki-laki SMA Satpam Tidak 336
72 25.71 27 Laki-laki SMA Satpam Ada 0

Universitas Sumatera Utara


DATA KASUS

SAMPEL UMUR JK PENDIDIKAN PEKERJAAN (BMI) IB ALKOHOL


1 34 Laki-laki SMA Karyawan swasta 16.88 240 Tidak ada
2 29 Perempuan SMP Wiraswata 19.56 80 Tidak ada
3 50 Laki-laki SMP Wiraswata 23.04 480 Tidak ada
4 24 Laki-laki SMA Karyawan swasta 18.14 30 Tidak ada
5 50 Laki-laki SMA Tukang becak 16.4 240 Tidak ada
6 35 Laki-laki SMA Tukang becak 16.4 240 Tidak ada
7 46 Perempuan SMA IRT 16.52 0 Tidak ada
8 23 Laki-laki SMP Karyawan swasta 15.57 50 Tidak ada
9 26 Perempuan SMA Karyawan swasta 20 0 Tidak ada
10 47 Laki-laki SMA Wiraswata 24.97 80 Tidak ada
11 20 Perempuan SMK Mahasiswa 19.11 0 Tidak ada
12 62 Laki-laki SMP Sopir 21.09 560 Tidak ada
13 34 Laki-laki SMP Karyawan swasta 23.03 320 TUAK
14 45 Laki-laki SD Petani 20.9 320 Tidak ada
15 17 Laki-laki SMA Pelajar 18.25 10 Tidak ada
16 36 Perempuan SMP IRT 18.36 0 Tidak ada
17 26 Laki-laki SMA Buruh 18.73 40 Tidak ada
18 17 Perempuan SMA Pelajar 20.92 0 Tidak ada
19 34 Laki-laki SD Karyawan swasta 18.73 240 Tidak ada
20 34 Perempuan Strata 1 PNS 19.46 0 Tidak ada
21 33 Perempuan SMA Karyawan swasta 21.87 80 Tidak ada
22 18 Perempuan SMA Pelajar 17.48 0 Tidak ada

Universitas Sumatera Utara


23 30 Laki-laki SMA Karyawan swasta 19.46 160 Tidak ada
24 30 Laki-laki SD Buruh 24.01 160 Tidak ada
25 17 Perempuan SMA IRT 17.85 0 Tidak ada
26 32 Perempuan SMA IRT 18.49 0 Tidak ada
27 39 Perempuan SMA IRT 19.92 0 Tidak ada
28 38 Laki-laki SMP Tukang becak 17.3 160 Tidak ada
29 23 Laki-laki SMA Pelajar 15.79 10 Tidak ada
30 28 Laki-laki SMA Buruh 20.2 240 Tidak ada
31 23 Laki-laki SMA Buruh 16.89 10 Tidak ada
32 42 Laki-laki SMA Buruh 19.48 200 Tidak ada
33 60 Laki-laki SMP Wiraswata 15.6 640 Tidak ada
34 34 Perempuan SMA IRT 13.71 0 Tidak ada
35 40 laki-laki SMA satpam 12.12 4 Tidak ada
36 53 Laki-laki SMP BANGUNAN 14.53 1088 TUAK
37 51 Laki-laki STM NGANGGUR 18.13 640 TUAK
38 25 Laki-laki sma money changer 17.63 0 Tidak ada
39 22 Perempuan d3 lagi nyari 16.02 0 Tidak ada
40 61 Laki-laki d3 pensiunan 16.63 1120 TUAK
41 21 Perempuan sma kantor notaris 16.65 0 Tidak ada
42 42 Perempuan s1 Wiraswata 22.38 0 Tidak ada
43 47 Laki-laki sma Wiraswata 21.97 30 Tidak ada
44 32 Perempuan sma irt 20.58 0 Tidak ada
45 47 Perempuan s2 notaris 18.97 0 Tidak ada
46 47 Perempuan smea irt 20.45 0 Tidak ada
47 48 Laki-laki sma Wiraswata 21.20 0 Tidak ada
48 22 Perempuan sma irt 17.07 0 Tidak ada
49 25 Laki-laki sma bengkel las 19.72 0 Tidak ada
50 57 Laki-laki smp supiur 21.80 480 tuak
51 69 Laki-laki smp bangunan 18.90 20 Tidak ada
52 44 Laki-laki sma supir 20.28 100 bir
53 63 Laki-laki smp pensiunan 24.09 1376 tuak
54 46 Laki-laki smk Wiraswata 22.86 160 Tidak ada
55 29 Laki-laki slta buruh bangunan 22.27 672 tuak
56 54 Laki-laki sma buruh bangunan 18.73 24 bir
57 36 Perempuan s1 SPG 15.62 0 Tidak ada

58 53 Laki-laki smp Wiraswata 22.50 480 whiskey


59 43 Laki-laki smp petani 15.60 560 tuak

Universitas Sumatera Utara


60 38 Laki-laki sma Wiraswata 20.07 208 Tidak ada
61 26 Laki-laki s1 salessman 20.57 0 Tidak ada
62 20 Laki-laki sma mahasiswa 18.00 0 Tidak ada
63 20 Perempuan sma mahasiswa 21.64 0 Tidak ada
64 19 Laki-laki sma Mahasiswa 20:13 0 whiskey
65 26 Laki-laki sma salessman 21:05 0 Tidak ada
66 41 Laki-laki s1 Wiraswata 18.14 480 TUAK
67 36 Laki-laki s1 Wiraswata 18.00 432 Tidak ada
68 47 Laki-laki sma buruh bangunan 18.08 0 tuak
69 21 Laki-laki sma mahasiswa 21.3 100 Tidak ada
70 63 Perempuan sma irt 20.06 0 Tidak ada
71 29 Perempuan sma irt 11.02 0 Tidak ada
72 21 Laki-laki sma mahasiswa 17.64 160 whiskey

Lampiran 7
Output data
JK * TB Crosstabulation

TB

YA TIDAK Total

JK PRIA Count 48 47 95

% of Total 33.3% 32.6% 66.0%

WANITA Count 24 25 49

% of Total 16.7% 17.4% 34.0%

Total Count 72 72 144

% of Total 50.0% 50.0% 100.0%

TBUMUR * TB Crosstabulation

TB

YA TIDAK Total

TBUMUR DIBAWAH 20 TAHUN Count 8 4 12

Universitas Sumatera Utara


% of Total 5.6% 2.8% 8.3%

21-30 Count 21 41 62

% of Total 14.6% 28.5% 43.1%

31-40 Count 16 22 38

% of Total 11.1% 15.3% 26.4%

41-50 Count 16 4 20

% of Total 11.1% 2.8% 13.9%

51-60 Count 5 1 6

% of Total 3.5% .7% 4.2%

61-70 Count 6 0 6

% of Total 4.2% .0% 4.2%

Total Count 72 72 144

% of Total 50.0% 50.0% 100.0%

PENDIDIKAN * TB Crosstabulation

TB

YA TIDAK Total

PENDIDIKAN SD Count 3 0 3

% of Total 2.1% .0% 2.1%

SMP Count 14 2 16

% of Total 9.7% 1.4% 11.1%

SMA Count 46 47 93

% of Total 31.9% 32.6% 64.6%

D3 Count 2 2 4

% of Total 1.4% 1.4% 2.8%

Universitas Sumatera Utara


S1 Count 6 20 26

% of Total 4.2% 13.9% 18.1%

S2 Count 1 0 1

% of Total .7% .0% .7%

S3 Count 0 1 1

% of Total .0% .7% .7%

Total Count 72 72 144

% of Total 50.0% 50.0% 100.0%

PEKERJAAN * TB Crosstabulation

TB

YA TIDAK Total

PEKERJAAN PELAJAR Count 10 19 29

% of Total 6.9% 13.2% 20.1%

IRT Count 12 1 13

% of Total 8.3% .7% 9.0%

PENSIUNAN Count 2 0 2

% of Total 1.4% .0% 1.4%

Universitas Sumatera Utara


PENGANGGJRAN Count 1 0 1

% of Total .7% .0% .7%

WIRASWASTA Count 32 2 34

% of Total 22.2% 1.4% 23.6%

PNS Count 1 5 6

% of Total .7% 3.5% 4.2%

TUKANG BECAK Count 3 0 3

% of Total 2.1% .0% 2.1%

SATPAM Count 1 29 30

% of Total .7% 20.1% 20.8%

BURUH Count 10 0 10

% of Total 6.9% .0% 6.9%

CS Count 0 16 16

% of Total .0% 11.1% 11.1%

Total Count 72 72 144

% of Total 50.0% 50.0% 100.0%

BMI * TB Crosstabulation

TB

YA TIDAK Total

BMI UNDERWEIGHT Count 32 6 38

% of Total 22.2% 4.2% 26.4%

NORMOWEIGHT Count 40 41 81

Universitas Sumatera Utara


% of Total 27.8% 28.5% 56.3%

OVERWEIGHT Count 0 18 18

% of Total .0% 12.5% 12.5%

OBESE 1 Count 0 5 5

% of Total .0% 3.5% 3.5%

OBESE 2 Count 0 2 2

% of Total .0% 1.4% 1.4%

Total Count 72 72 144

% of Total 50.0% 50.0% 100.0%

RIWALKO * TB Crosstabulation

TB

YA TIDAK Total

RIWALKO MENGONSUMSI ALKOHOL Count 15 18 33

% of Total 10.4% 12.5% 22.9%

TIDAK MENGONSUMSI Count 57 54 111


ALKOHOL
% of Total 39.6% 37.5% 77.1%

Total Count 72 72 144

% of Total 50.0% 50.0% 100.0%

Riwayat Merokok * TB Crosstabulation

TB

YA TIDAK Total

Universitas Sumatera Utara


RIWMERO MEROKOK Count 42 32 74

% of Total 29.2% 22.2% 51.4%

TIDAK MEROKOK Count 30 40 70

% of Total 20.8% 27.8% 48.6%

Total Count 72 72 144

% of Total 50.0% 50.0% 100.0%

IB * TB Crosstabulation

TB

YA TIDAK Total

IB RINGAN Count 20 23 43

% of Total 13.9% 16.0% 29.9%

SEDANG Count 16 8 24

% of Total 11.1% 5.6% 16.7%

BERAT Count 6 1 7

% of Total 4.2% .7% 4.9%

TIDAK MEROKOK Count 30 40 70

% of Total 20.8% 27.8% 48.6%

Total Count 72 72 144

% of Total 50.0% 50.0% 100.0%

Universitas Sumatera Utara


ANALITIK (MEROKOK – TB)

RIWMERO * TB Crosstabulation

KASUS KONTROL Total

MEROKOK Count 42 32 74

% of Total 29.2% 22.2% 51.4%

TIDAK MEROKOK Count 30 40 70

% of Total 20.8% 27.8% 48.6%

Total Count 72 72 144

% of Total 50.0% 50.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 2.780a 1 .095


b
Continuity Correction 2.252 1 .133

Likelihood Ratio 2.789 1 .095

Fisher's Exact Test .133 .067

Linear-by-Linear Association 2.761 1 .097

N of Valid Cases 144

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 35.00.

b. Computed only for a 2x2 table

Universitas Sumatera Utara


Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for RIWMERO 1.750 .904 3.386


(MEROKOK / TIDAK
MEROKOK)

For cohort TB = YA 1.324 .947 1.853

For cohort TB = TIDAK .757 .544 1.053

N of Valid Cases 144

Mantel-Haenszel Common Odds Ratio Estimate

Estimate 1.750

ln(Estimate) .560

Std. Error of ln(Estimate) .337

Asymp. Sig. (2-sided) .097

Asymp. 95% Confidence Common Odds Ratio Lower Bound .904


Interval Upper Bound 3.386

ln(Common Odds Ratio) Lower Bound -.100

Upper Bound 1.220

The Mantel-Haenszel common odds ratio estimate is asymptotically normally distributed under the
common odds ratio of 1.000 assumption. So is the natural log of the estimate.

Chi square indeks brinkman


Chi-Square Tests

Universitas Sumatera Utara


Asymp. Sig. (2-
Value df sided)

Pearson Chi-Square 7.876a 3 .049

Likelihood Ratio 8.324 3 .040

Linear-by-Linear Association .561 1 .454

N of Valid Cases 144


ANALITIK (ALKOHOL – TB)

RIWALKO * TB Crosstabulation

KASUS KONTROL Total

MENGONSUMSI ALKOHOL Count 15 18 33

% of Total 10.4% 12.5% 22.9%

TIDAK MENGONSUMSI Count 57 54 111


ALKOHOL
% of Total 39.6% 37.5% 77.1%

Total Count 72 72 144

% of Total 50.0% 50.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square .354 1 .552
b
Continuity Correction .157 1 .692

Likelihood Ratio .354 1 .552

Fisher's Exact Test .692 .346

Linear-by-Linear Association .351 1 .553

N of Valid Cases 144

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16.50.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Universitas Sumatera Utara


95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for RIWALKO .789 .362 1.722


(MENGONSUMSI ALKOHOL
/ TIDAK MENGONSUMSI
ALKOHOL)

For cohort TB = YA .885 .584 1.341

For cohort TB = TIDAK 1.121 .778 1.616

N of Valid Cases 144

Mantel-Haenszel Common Odds Ratio Estimate

Estimate .789

ln(Estimate) -.236

Std. Error of ln(Estimate) .398

Asymp. Sig. (2-sided) .552

Asymp. 95% Confidence Common Odds Ratio Lower Bound .362


Interval Upper Bound 1.722

ln(Common Odds Ratio) Lower Bound -1.016

Upper Bound .543

The Mantel-Haenszel common odds ratio estimate is asymptotically normally distributed under the
common odds ratio of 1.000 assumption. So is the natural log of the estimate.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai