Anda di halaman 1dari 98

KARAKTERISTIK PENDERITA TB PARU DENGAN EFUSI PLEURA

RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM SANTA ELISABETH MEDAN


TAHUN 2011-2016

SKRIPSI

OLEH
RIANCE MARIA SINAGA
NIM : 121000248

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


KARAKTERISTIK PENDERITA TB PARU DENGAN EFUSI PLEURA
RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM SANTA ELISABETH MEDAN
TAHUN 2011-2016

Skripsi ini diajukan sebagai


salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH
RIANCE MARIA SINAGA
NIM : 121000248

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul


“KARAKTERISTIK PENDERITA TB PARU DENGAN EFUSI PLEURA
RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM SANTA ELISABETH MEDAN
TAHUN 2011-2016” beserta seluruh isinya adalah benar karya saya sendiri, dan
saya tidak melakukan penjiplakan atau mengutip dengan cara-cara yang tidak
sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas
pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada
saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan
dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Oktober 2017


Penulis

Riance Maria Sinaga

i
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

Scanned by CamScanner
ABSTRAK

TB Paru menduduki urutan kedua setelah HIV sebagai penyebab utama


kematian di seluruh dunia. TB Paru adalah penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh bakteri TB (Mycobacterium tuberculosis). Penderita TB Paru
dapat mengalami komplikasi, dan salah satu bentuk komplikasi dapat berupa efusi
pleura.
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain case series. Tujuan
penelitian ini adalah mengetahui gambaran tentang karakteristik penderita TB
paru dengan efusi pleura rawat inap di Rumah Sakit Umum Santa Elisabeth
Medan tahun 2011–2016. Populasi dan sampel adalah semua penderita TB paru
dengan efusi pleura rawat inap di Rumah Sakit Umum Santa Elisabeth Medan
Tahun 2011 – 2016 yaitu 71 orang. Jenis data yang dikumpulkan adalah data
sekunder yang dianalisis dengan uji Chi-Square dan Exact Fisher.
Hasil penelitian menunjukkan penderita TB paru dengan efusi pleura rawat
inap paling banyak pada kelompok umur >50 tahun yaitu laki-laki (61%),
wiraswasta (39%), daerah tempat tinggal di luar Kota Medan (61%), sesak napas
(74,6%), unilateral (86%), tidak ada penyakit penyerta (54,9%), lama rawatan
rata-rata 7 hari, keadaan sewaktu pulang tidak tercatat (50,7%). Tidak ada
perbedaan proporsi antara umur berdasarkan jenis kelamin (p=0,561), umur
berdasarkan lokasi cairan (p=0,514), jenis kelamin berdasarkan lokasi cairan
(p=0,296), penyakit penyerta berdasarkan lokasi cairan (p=0,330).
Kepada penderita TB paru diharapkan dapat meminum obat secara teratur
agar tidak menambah beban kesakitan yang diderita. Pihak Rumah Sakit Santa
Elisabeth Medan diharapkan agar meningkatkan kelengkapan pencatatan kartu
status penderita.

Kata Kunci : TB Paru, Efusi Pleura, Rumah Sakit Umum Santa Elisabeth Medan

iii
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
Pulmonary TB is on the second ranks after HIV as the main causes of
death in global. Pulmonary TB is a contagious diseases that caused by
Mycobacterium tuberculosis. Patients with pulmonary TB could have
complication, and one of the complications is Pleural Efusion.
This study aims to provide description about the characteristics of
pulmonary tuberculosis with pleural effusion on hospitalizesd patients at Santa
Elisabeth General Hospital Medan in 2011-2016. This study is decriptives by
using case series design. The sample population was all pulmonary tuberculosis
with pleural effusion on hospitalizesd patients which was 71 cases. The data
analysis uses a secondary data by using Chi-Square and Fisher’s Exact.
The results of this study showed the highest proportion of hospitalized
pulmonary TB patients with pleural effusion at the aged of >50 years old is male
61%, self-employed (39%), outside of area Medan (61%), dyspnea (74,6%),
unilateral (86%), without comorbid (54,9%), average length of stay is 7 days,
fully recovered (57,1%). There are no significant differences between the age with
sexes (p=0,561), age with location of fluid (p=0,514), sexes with location of fluid
(p=0,296), comorbid with location of fluid (p=0,330).
It is expected for patients to consume drugs regularly to prevent further
illness. For Santa Elisabeth Hospital Medan to increase the completeness of
patients medical record.

Keywords : Pulmonary TB, Pleural Effusion, Santa Elisabeth Hospital Medan

iv
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala

berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Karakteristik Penderita Tb Paru dengan Efusi Pleura Rawat Inap

di Rumah Sakit Umum Santa Elisabeth Medan Tahun 2011-2016” guna

memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan

Masyarakat. Selama penyusunan skripsi mulai dari awal hingga selesainya skripsi

ini penulis telah banyak mendapat bimbingan, dukungan dan bantuan dari berbagai

pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH selaku Dosen Pembimbing I skripsi

sekaligus sebagai Ketua Penguji yang telah meluangkan waktu, tulus dan sabar

memberikan bimbingan dan saran serta petunjuk dalam penyelesaian skripsi

ini.

4. drh. Rasmaliah, M.Kes selaku Dosen Pembimbing II skripsi yang telah

meluangkan waktu, tulus dan sabar memberikan bimbingan dan saran serta

petunjuk dalam penyelesaian skripsi ini.

5. dr. Rahayu Lubis, M.Kes, PhD selaku Dosen Penguji I dan Ketua Departemen

Epidemiologi yang telah memberikan saran-saran serta kritik yang

v
Universitas Sumatera Utara
membangun dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Drs. Jemadi, M.Kes selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan

saran-saran serta kritik yang membangun dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Maya Fitria, SKM, M.Kes selaku Dosen Pembimbing Akademik yang sudah

membimbing, mengarahkan, dan memberi motivasi kepada penulis.

8. Direktur Rumah Sakit Umum Santa Elisabeth Medan yang telah memberikan

izin penelitian kepada penulis, serta seluruh staf bagian Pengolahan Data &

Rekam Medis yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan

penelitian.

9. Seluruh Dosen dan Staf di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara yang telah memberikan bekal ilmu selama penulis

mengikuti pendidikan.

10. Teristimewa untuk orangtua, Bapak (L.Sinaga) dan Mama (T.Nadeak) terima

kasih untuk doa, bimbingan dan semangat serta dukungan baik materi

maupun moril sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

11. Seluruh keluarga yang selalu memberikan dukungan, semangat dan pengertian

kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

12. Teman-teman di FKM USU, teman-teman MDG (Renta, Bintang, Haryati,

Josephine, Vera, Mefri) dan semua teman-teman yang tidak dapat disebutkan

satu per satu yang telah banyak membantu, memberikan semangat, dukungan

dan doanya.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini,

untuk itu penulis mengaharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua

vi
Universitas Sumatera Utara
pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berterima kasih

banyak kepada semua pihak yang terlibat. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

kita semua terutama untuk kemajuan ilmu pengetahuan.

Medan, Oktober 2017


Penulis

Riance Maria Sinaga

vii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .................................. i
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ ii
ABSTRAK ..................................................................................................... iii
ABSTRACT ..................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xii
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ xiv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1


1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 4
1.3.1 Tujuan Umum ................................................................................ 4
1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 7

2.1 Definisi TB Paru ...................................................................................... 7


2.2 Etiologi TB Paru ...................................................................................... 7
2.3 Patogenesis .............................................................................................. 8
2.3.1 Faktor-faktor yang Memengaruhi Terjadinya Infeksi .................... 9
2.3.2 Tuberkulosis Primer ....................................................................... 9
2.3.3 Tuberkulosis Post Primer ............................................................... 11
2.4 Klasifikasi ................................................................................................ 12
2.4.1 Berdasarkan Hasil Pemeriksaan ..................................................... 12
2.4.2 Berdasarkan Tipe Pasien ................................................................ 12
2.5 Jenis – jenis Penyakit Penyerta ................................................................ 13
2.6 Epidemiologi ............................................................................................ 15
2.6.1 Determinan TB Paru ...................................................................... 15
2.6.2 Distribusi dan Frekuensi Penderita TB Paru .................................. 17
2.7 Gejala Klinik ............................................................................................ 19
2.7.1 Gejala Respiratorik ........................................................................ 19
2.7.2 Gejala Sistemik .............................................................................. 20
2.8 Komplikasi ............................................................................................... 20
2.8.1 Efusi Pleura ........................................................................................... 20
2.9 Upaya Pencegahan ................................................................................... 24
2.9.1 Pencegahan Primer ......................................................................... 24
2.9.2 Pencegahan Sekunder .................................................................... 24
2.10 Kerangka Konsep ................................................................................... 28

viii
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. 29

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ............................................................... 29


3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................... 29
3.3 Populasi dan Sampel ................................................................................ 29
3.4 Metode Pengumpulan Data ...................................................................... 29
3.5 Definisi Operasional................................................................................. 30
3.6 Metode Analisis Data ............................................................................... 32

BAB IV HASIL PENELITIAN ................................................................... 33

4.1 Gambaran Lokasi Penelitian ................................................................... 33


4.1.1 Sejarah Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan ................................ 33
4.1.2 Visi ................................................................................................. 34
4.1.3 Misi ............................................................................................... 34
4.1.4 Pelayanan Medis ............................................................................ 34
4.1.5 Pelayanan Penunjang Medis .......................................................... 35
4.1.6 Penunjang Umum ........................................................................... 35
4.2 Analisis Univariat..................................................................................... 35
4.2.1 Sosiodemografi .............................................................................. 36
4.2.2 Keluhan Utama .............................................................................. 37
4.2.3 Lokasi Cairan ................................................................................. 38
4.2.4 Penyakit Penyerta ........................................................................... 38
4.2.5 Lama Rawatan ............................................................................... 39
4.2.6 Keadaan Sewaktu Pulang ............................................................... 40
4.3 Analisis Statistik ..................................................................................... 41
4.3.1 Umur berdasarkan Jenis Kelamin .................................................. 41
4.3.2 Umur berdasarkan Lokasi Cairan .................................................. 41
4.3.3 Jenis Kelamin berdasarkan Lokasi Cairan ..................................... 42
4.3.4 Penyakit Penyerta berdasarkan Lokasi Cairan ............................... 43

BAB V PEMBAHASAN ............................................................................. 45

5.1 Deskriptif ................................................................................................ 45


5.1.1 Sosiodemografi .............................................................................. 45
5.1.2 Keluhan Utama .............................................................................. 50
5.1.3 Lokasi Cairan ................................................................................. 51
5.1.4 Penyakit Penyerta ........................................................................... 52
5.1.5 Lama Rawatan ............................................................................... 54
5.1.6 Kedaan Sewaktu Pulang................................................................. 54
5.2 Analisis Statistik ..................................................................................... 56
5.2.1 Umur berdasarkan Jenis Kelamin .................................................. 56
5.2.2 Umur berdasarkan Lokasi Cairan .................................................. 57
5.2.3 Jenis Kelamin berdasarkan Lokasi Cairan ..................................... 59
5.2.4 Penyakit Penyerta berdasarkan Lokasi Cairan ............................... 60

ix
Universitas Sumatera Utara
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 62

6.1 Kesimpulan .............................................................................................. 62


6.2 Saran ......................................................................................................... 63

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 64

DAFTAR LAMPIRAN

x
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Distribusi Proporsi Penderita TB Paru dengan Efusi Pleura Rawat
Inap berdasarkan Sosiodemografi di Rumah Sakit Santa Elisabeth
Medan Tahun 2011-2016 ...................................................................36

Tabel 4.2 Distribusi Proporsi Penderita TB Paru dengan Efusi Pleura Rawat
Inap Berdasarkan Keluhan Utama di Rumah Sakit Santa Elisabeth
Medan Tahun 2011-2016 ...................................................................37

Tabel 4.3 Distribusi Proporsi Penderita TB Paru dengan Efusi Pleura Rawat
Inap Berdasarkan Lokasi Cairan di Rumah Sakit Santa Elisabeth
Medan Tahun 2011-2016 ...................................................................38

Tabel 4.4 Distribusi Proporsi Penderita TB Paru dengan Efusi Pleura Rawat
Inap Berdasarkan Penyakit Penyerta di Rumah Sakit Santa
Elisabeth Medan Tahun 2011-2016 ...................................................38

Tabel 4.5 Distribusi Proporsi Penderita TB Paru dengan Efusi Pleura Rawat
Inap berdasarkan Lama Rawatan di Rumah Sakit Santa Elisabeth
Medan Tahun 2011-2016 ...................................................................39

Tabel 4.6 Distribusi Proporsi Penderita TB Paru dengan Efusi Pleura Rawat
Inap Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di Rumah Sakit Santa
Elisabeth Medan Tahun 2011-2016 ...................................................40

Tabel 4.7 Distribusi Proporsi Umur Penderita Tb Paru dengan Efusi Pleura
Berdasarkan Jenis Kelamin di Rumah Sakit Umum Santa Elisabeth
Medan Tahun 2011–2016 .................................................................41

Tabel 4.8 Distribusi Proporsi Umur Penderita TB Paru dengan Efusi Pleura
Berdasarkan Lokasi Cairan di Rumah Sakit Umum Santa Elisabeth
Medan Tahun 2011 – 2016 ................................................................42

Tabel 4.9 Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita TB Paru dengan Efusi
Pleura Berdasarkan Lokasi Cairan di Rumah Sakit Umum Santa
Elisabeth Medan Tahun 2011 – 2016.................................................42

Tabel 4.10 Distribusi Proporsi Penyakit Penyerta Penderita TB Paru dengan


Efusi Pleura Berdasarkan Lokasi Cairan di Rumah Sakit Umum
Santa Elisabeth Medan Tahun 2011 – 2016 .......................................43

xi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Mycobacterium tuberculosis ................................................................ 7

Gambar 2.2 Kerangka Konsep ............................................................................... 28

Gambar 5.1 Diagram Pie Proporsi Penderita TB Paru dengan Efusi Pleura
Rawat Inap Berdasarkan Umur di Rumah Sakit Santa Elisabeth
Medan Tahun 2011-2016 ................................................................... 45

Gambar 5.2 Diagram Pie Proporsi Penderita TB Paru dengan Efusi Pleura
Rawat Inap Berdasarkan Jenis Kelamin di Rumah Sakit Santa
Elisabeth Medan Tahun 2011-2016 ...................................................47

Gambar 5.3 Diagram Pie Proporsi Penderita TB Paru dengan Efusi Pleura
Rawat Inap Berdasarkan Pekerjaan di Rumah Sakit Santa Elisabeth
Medan Tahun 2011-2016 ...................................................................48

Gambar 5.4 Diagram Pie Proporsi Penderita TB Paru dengan Efusi Pleura
Rawat Inap Berdasarkan Tempat Tinggal di Rumah Sakit Santa
Elisabeth Medan Tahun 2011-2016 ...................................................49

Gambar 5.5 Diagram Batang Proporsi Penderita TB Paru dengan Efusi Pleura
Rawat Inap Berdasarkan Keluhan Utama di Rumah Sakit Santa
Elisabeth Medan Tahun 2011-2016 ...................................................50

Gambar 5.6 Diagram Pie Proporsi Penderita TB Paru dengan Efusi Pleura
Rawat Inap Berdasarkan Lokasi Cairan di Rumah Sakit Santa
Elisabeth Medan Tahun 2011-2016 ..................................................51

Gambar 5.7 Diagram Batang Proporsi Penderita TB Paru dengan Efusi Pleura
Rawat Inap Berdasarkan Penyakit Penyerta di Rumah Sakit Santa
Elisabeth Medan Tahun 2011-2016 ...................................................52

Gambar 5.8 Diagram Batang Proporsi Penderita TB Paru dengan Efusi Pleura
Rawat Inap Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di Rumah Sakit
Santa Elisabeth Medan Tahun 2011-2016 .........................................54

Gambar 5.9 Diagram Batang Proporsi Umur Berdasarkan Jenis Kelamin pada
Penderita TB Paru dengan Efusi Pleura Rawat Inap di Rumah Sakit
Santa Elisabeth Medan Tahun 2011-2016 ......................................... 56

Gambar 5.10 Diagram Batang Proporsi Umur Berdasarkan Lokasi Cairan pada
Penderita TB Paru dengan Efusi Pleura Rawat Inap di Rumah Sakit
Santa Elisabeth Medan Tahun 2011-2016 ......................................... 57

xii
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.11 Diagram Batang Proporsi Jenis Kelamin Berdasarkan Lokasi
Cairan pada Penderita TB Paru dengan Efusi Pleura Rawat Inap di
Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2011-2016 ................... 59

Gambar 5.12 Diagram Batang Proporsi Penyakit Penyerta Berdasarkan Lokasi


Cairan pada Penderita TB Paru dengan Efusi Pleura Rawat Inap di
Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2011-2016 ...................60

xiii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Riance Maria Sinaga

Tempat Lahir : Kisaran

Tanggal Lahir : 2 September 1994

Suku Bangsa : Batak

Agama : Kristen Protestan

Nama Ayah : L.Sinaga

Suku Bangsa Ayah : Batak

Nama Ibu : T. Nadeak

Suku Bangsa Ibu : Batak

Pendidikan Formal

1. SD/Tamat tahun : SD Swasta Panti Budaya Kisaran/2006

2. SLTP/Tamat tahun : SMP Negeri 2 Kisaran/2009

3. SLTA/Tamat tahun : SMA Negeri 4 Kisaran/2012

4. Lama Studi di FKM USU : 2012-2017

xiv
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis paru (TB Paru) adalah penyakit menular langsung yang

disebabkan oleh bakteri TB (Mycobacterium tuberculosis) yang merupakan

ancaman kesehatan serius terhadap masyarakat global. Penyakit ini menduduki

urutan kedua setelah HIV sebagai penyebab utama kematian di seluruh dunia. TB

paru diperkirakan sudah ada di dunia sejak 5.000 tahun sebelum Masehi, namun

kemajuan dalam penemuan dan pengendalian penyakit TB paru baru terjadi dalam

dua abad terakhir (Kemenkes, 2016).

Sejak tahun 1993, WHO menyatakan bahwa TB merupakan kedaruratan

global bagi kemanusiaan. Walaupun strategi Directly Observed Treatment Short

(DOTS) memiliki efek yang baik untuk pengendalian TB, tetapi beban penyakit

TB di masyarakat masih sangat tinggi. Dengan berbagai kemajuan yang dicapai

sejak tahun 2003, pada tahun 2009 diperkirakan masih terdapat sekitar 9,5 juta

kasus baru TB, dan sekitar 0,5 juta orang meninggal akibat TB di seluruh dunia.

Di Indonesia, angka kematian karena kasus TB Paru ialah 27 per 100.000

penduduk tahun 2010 (Kemenkes, 2011).

Di Indonesia, berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun

2001 didapatkan bahwa penyakit pada sistem pernapasan merupakan penyebab

kematian kedua setelah sistem sirkulasi. Pada SKRT 1992 disebutkan bahwa

penyakit TB merupakan penyebab kematian kedua, sementara SKRT 2001

menyebutkan bahwa tuberkulosis adalah penyebab kematian pertama pada

1
Universitas Sumatera Utara
2

golongan penyakit infeksi. Sementara itu dari hasil laporan yang masuk ke subdit

TB Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (P2MPL)

Departemen Kesehatan tahun 2001 terdapat 50.443 penderita BTA positif yang

diobati (23% dari jumlah perkiraan penderita BTA positif ). Tiga perempat dari

kasus TB ini berusia 15 – 49 tahun (PDPI, 2006).

Dalam laporan WHO tahun 2013, diperkirakan terdapat 8.6 juta kasus TB

pada tahun 2012, dimana 1,1 juta orang (13%) di antaranya adalah pasien dengan

HIV positif. Vulnerabilitas terhadap infeksi Mycobacterium tuberculosis sangat

dipengaruhi oleh daya tahan tubuh seseorang pada saat itu. Pengidap HIV AIDS

atau orang dengan status gizi yang buruk lebih mudah untuk terinfeksi dan

terjangkit TB. Di tahun 2015, angka estimasi kasus baru TB ialah 10,4 juta kasus

di mana 5,9 juta (56%) pada laki-laki, 35 juta (34%) pada wanita dan 1 juta (10%)

pada anak-anak. Kasus baru TB dengan HIV/AIDS diperkirakan 1,2 juta (11%)

dari seluruh kasus baru. Dalam laporan TB 2016, diketahui bahwa terjadi

kecenderungan peningkatan persentase pasien TB yang positif HIV di antar pasien

TB ternotifikasi dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014.

Enam negara penyumbang 60% dari kasus baru adalah India, Indonesia,

China, Nigeria, Pakistan dan Selatan Afrika. Estimasi prevalensi TB semua kasus

di Indonesia adalah sebesar 660.000 dan estimasi insidensi berjumlah 430,000

kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61.000 kematian

per tahunnya (Kemenkes,2016).

Adapun angka notifikasi kasus TB paru baru dan kambuh diketahui

meningkat di antara tahun 2000 dan 2009, kemudian jatuh perlahan hingga 2013,

Universitas Sumatera Utara


3

sebelum meningkat di 2013 dan 2015. Pada tahun 2015, angka notifikasi kasus

TB paru untuk Indonesia adalah 117 per 100.000 penduduk. Lima provinsi

dengan TB tertinggi adalah Jawa Barat, Papua, DKI Jakarta, Gorontalo, Banten,

dan Papua Barat (WHO,2016).

Penderita penyakit TB di Provinsi Sumatera Utara tahun 2013 tercatat

sebanyak 22.627 orang. Dari jumlah tersebut terdapat kasus TB BTA positif

sebanyak 15.414 kasus. Adapun angka kematian ialah 1,27 per 100.000 penduduk

(Dinkes Provinsi Sumatera Utara, 2014).

Di Kota Medan, penderita TB paru pada tahun 2011 berjumlah 5.386 jiwa.

Jumlah TB Paru BTA Positif sebanyak 2.966 kasus, adapun BTA positif yang

diobati sebanyak 2.966 kasus. Tahun 2012, penderita TB paru berjumlah 5.936

jiwa. Jumlah TB Paru BTA Positif sebanyak 2.286 jiwa, adapun BTA Positif yang

diobati sebanyak 2.286 jiwa (Dinkes Kota Medan, 2012).

Pada pasien tuberkulosis dapat pula terjadi komplikasi, baik sebelum

pengobatan atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan.

Beberapa komplikasi yang mungkin timbul adalah batuk darah (Hemoptisis),

pneumotoraks, luluh paru, gagal napas, gagal jantung, efusi pleura. Efusi pleura

pada penderita tuberkulosis dapat terjadi karena iritasi dari selaput pleura yang

menyebabkan gangguan permeabilitas membran sehingga menurunkan tekanan

onkotik yang menyebabkan cairan masuk ke dalam rongga pleura (PDPI, 2006).

Pada penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Santa Elisabeth

Medan, dengan populasi penelitian semua data penderita TB paru yang dirawat

Universitas Sumatera Utara


4

inap tahun 2004-2007 yakni 732 kasus dan sampel sebanyak 259 kasus diketahui

terdapat 22% kasus TB paru dengan komplikasi (Sihombing, 2010).

Pada penelitian yang dilakukan di RSUD Rantau Prapat tahun 2014,

penderita TB paru yang rawat inap di RSUD Rantauprapat tahun 2012

berdasarkan komplikasi yang tertinggi adalah efusi pleura yakni sebanyak 62

orang ( 57,9%) (Sitorus,2014).

Jumlah kasus TB Paru dengan efusi pleura rawat inap di Rumah Sakit

Umum Santa Elisabeth Medan tahun 2011 – 2016 adalah 71 kasus. Maka dari itu,

perlu dilakukan penelitian tentang karakteristik penderita TB Paru dengan efusi

pleura rawat inap di Rumah Sakit Umum Santa Elisabeth Medan tahun 2011 –

2016.

1.2 Rumusan Masalah

Belum diketahui karakteristik penderita TB paru dengan efusi pleura rawat

inap di Rumah Sakit Umum Santa Elisabeth Medan tahun 2011 – 2016.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui gambaran tentang karakteristik penderita TB paru dengan

efusi pleura rawat inap di Rumah Sakit Umum Santa Elisabeth Medan tahun

2011–2016.

Universitas Sumatera Utara


5

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui distribusi proporsi penderita TB Paru dengan efusi pleura

menurut sosiodemografi antara lain: umur, jenis kelamin, pekerjaan,

tempat tinggal.

b. Mengetahui distribusi proporsi penderita TB paru dengan efusi pleura

berdasarkan keluhan utama.

c. Mengetahui distribusi proporsi penderita TB Paru dengan efusi pleura

berdasarkan lokasi cairan.

d. Mengetahui distribusi proporsi penderita TB Paru dengan efusi pleura

berdasarkan penyakit penyerta.

e. Mengetahui distribusi proporsi penderita TB paru dengan efusi pleura

berdasarkan lama rawatan.

f. Mengetahui distribusi proporsi penderita TB paru dengan efusi pleura

berdasarkan keadaan sewaktu pulang.

g. Mengetahui distribusi proporsi umur penderita TB paru dengan efusi

pleura berdasarkan jenis kelamin.

h. Mengetahui distribusi proporsi umur penderita TB paru dengan efusi

pleura berdasarkan lokasi cairan.

i. Mengetahui distribusi proporsi jenis kelamin penderita TB paru dengan

efusi pleura berdasarkan lokasi cairan.

j. Mengetahui distribusi proporsi penyakit penyerta penderita TB paru

dengan efusi pleura berdasarkan lokasi cairan.

Universitas Sumatera Utara


6

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Sebagai bahan referensi ataupun masukan bagi pihak Rumah Sakit dalam

merencanakan ataupun melakukan tatalaksana penyakit TB paru dengan

efusi pleura.

1.4.2 Sebagai syarat untuk menyelesaikan studi di Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

1.4.3 Untuk bahan referensi ataupun masukan bagi peneliti lain yang

memerlukannya.

Universitas Sumatera Utara


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi TB Paru

TB paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil

Mycobacterium tuberculosis. TB paru merupakan salah satu penyakit saluran

pernapasan bagian bawah. Sebagian besar basil Mycobacterium tuberculosis

masuk ke dalam jaringan paru melalui airborne infection dan selanjutnya

mengalami proses yang dikenal sebagai fokus primer dari Ghon. Mycobacterium

tuberculosis bersifat aerobik, sehingga mudah untuk tumbuh dalam paru, terlebih

di daerah apeks karena pO2 alveoulus paling tinggi (Alsagaff, 2005).

2.2 Etiologi TB Paru

Gambar 2.1 Mycobacterium tuberculosis

Mycobacterium tuberculosis yang merupakan penyebab penyakit TB paru

adalah bakteri yang berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak

berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 μm dan

panjang 1 – 4 μm. Dinding Mycobacterium tuberculosis sangat kompleks, terdiri

dari lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel

Mycobacterium tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes),

trehalosa dimikolat yang disebut “cord factor”, dan mycobacterial sulfolipids yang

7
Universitas Sumatera Utara
8

berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam lemak berantai panjang

(C60 – C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan

dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada

dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan

arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri

Mycobacterium tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai,

tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam–

alkohol (PDPI,2006).

2.3 Patogenesis

Sumber penularan adalah penderita TB paru BTA positif (+) yang dapat

menularkan kepada orang yang berada disekitarnya atau disekelilingnya terutama

kontak erat dengan penderita. Pada waktu batuk atau bersin penderita

menyebarkan bakteri ke udara dalam bentuk droplet nuklei. Partikel yang

mengandung bakteri dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa

jam, tergantung ada tidaknya sinar matahari, ventilasi yang baik dan kelembapan.

Tidak semua bakteri TB paru yang masuk ke dalam tubuh akan

berkembang menjadi penyakit TB paru. Mekanisme pertahanan tubuh akan segera

bekerja dan bakteri yang masuk tersebut akan dilumpuhkan. Namun jika kondisi

kesehatan sedang buruk maka daya tahan tubuh akan berkurang, sehingga

kemungkinan terjadinya penyakit TB paru akan lebih besar (Hassan dkk, 2007).

Kelainan jaringan terjadi sebagai respons tubuh terhadap Mycobacterium

tuberculosis. Reaksi jaringan yang karakteristik ialah terbentuknya granuloma,

Universitas Sumatera Utara


9

kumpulan padat sel makrofag. Reaksi jaringan yang terjadi berbeda antara

individu yang belum pernah terinfeksi dan yang sudah pernah terinfeksi (PDPI,

2006).

2.3.1 Faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya infeksi (Alsagaff,2005) :

a. Harus ada sumber infeksi.

b. Jumlah basil sebagai penyebab infeksi mempunyai kemampuan terjadinya

infeksi, cukup banyak dan terus-menerus.

c. Virulensi (keganasan) yang tinggi dari basil TB.

d. Daya tahan tubuh menurun yang memungkinkan basil TB berkembang

biak. Keadaan ini sangat berhubungan erat dengan faktor genetika, dan

faktor lingkungan seperti nutrisi, pekerjaan.

2.3.2 Tuberkulosis Primer

Bakteri tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di

jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut

sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana

saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan

kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal).

Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus

(limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional

dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi

sebagai berikut :

a. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad

integrum)

Universitas Sumatera Utara


10

b. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon,

garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)

c. Menyebar dengan cara :

c1. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya. Salah satu contoh adalah

epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus

medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada

saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Bakteri TB akan menjalar

sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan

peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai

epituberkulosis.

c2. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru

sebelahnya.

c3. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan

dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi bakteri. Sarang yang

ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetetapi bila tidak terdapat imuniti

yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti

tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosis, typhobacillosis

Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh

lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi

dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan Sembuh dengan meninggalkan

sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang pada anak setelah mendapat

ensefalomeningitis, tuberkuloma ) atau meninggal (Sudoyo dkk, 2010).

Universitas Sumatera Utara


11

2.3.3 Tuberkulosis Postprimer

Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah

tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis

postprimer mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk

dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk

tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena

dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis post primer dimulai dengan sarang

dini, yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus

inferior. Menurut PDPI (2006), sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang

pneumoni kecil. Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai

berikut :

a. Direarbsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.

b. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan

dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran

dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi

aktif kembali dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti

bila jaringan keju dibatukkan keluar.

c. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa).

Universitas Sumatera Utara


12

2.4 Klasifikasi

TB paru adalah TB yang hanya menyerang jaringan paru tidak termasuk

pleura (selaput paru). TB paru terbagi atas (Kemenkes RI, 2014) :

2.4.1 Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA)

a. TB paru BTA (+) adalah sekurang – kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak

menunjukkan hasil BTA positif (+), hasil pemeriksaan satu spesimen

dahak menunjukkan BTA positif (+) dan kelainan radiologi menunjukkan

gambaran tuberkulosis aktif, hasil pemeriksaan satu spesimen dahak

menunjukkan BTA positif (+) dan biakan positif.

b. TB paru BTA (-) adalah hasil pemeriksaan 3 kali menunjukkan BTA

negatif, gambaran klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis

aktif, hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif (-) dan

biakan Mycobacterium tuberculosis positif.

2.4.2 Berdasarkan Tipe Pasien

Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya . Ada

beberapa tipe pasien yaitu :

a. Kasus baru adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan Obat

Anti Tuberculosis (OAT) atau sudah pernah menelan OAT kurang dari

satu bulan.

b. Kasus kambuh adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah

mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau

pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil

pemeriksaan dahak BTA positif (+) atau biakan positif.

Universitas Sumatera Utara


13

c. Kasus defaulted atau drop out adalah pasien yang telah menjalani

pengobatan ≥ 1 bulan dan tidak mengambil obat selama 2 bulan berturut-

turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.

d. Kasus gagal adalah pasien BTA positif (+) yang masih tetap positif atau

kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum

berakhirnya masa pengobatan) atau di akhir masa pengobatan.

e. Kasus kronik adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif

setelah selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan

pengawasan yang baik.

f. Kasus bekas TB adalah hasil pemeriksaan BTA negatif (-) (biakan juga

negatif bila ada) dan gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang

tidak aktif, atau foto serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat

pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung.

2.5 Jenis – jenis Penyakit Penyerta

Penyakit penyerta (Kormobid) yang sering memperberat penyakit TB Paru

dapat dikategorikan menjadi penyakit menular dan penyakit tidak menular.

Adapun jenis – jenis penyakit komorbid yang merupakan penyakit menular adalah

HIV/AIDS, penyakit menular seksual, hepatitis, pneumonia, empiema dan

investasi cacing. Sedangkan jenis – jenis penyakit komorbid yang merupakan

penyakit tidak menular adalah diabetes mellitus (DM), penyakit paru kronis

seperti emfisema, bronkitis kronis, silikosis), penyakit ginjal kronis, gastrektomi

dan psoriasis (Marais dkk, 2013).

Universitas Sumatera Utara


14

Penelitian yang dilakukan di RSUP Kariadi Semarang pada tahun 2015

menemukan bahwa penyakit penyerta pada pasien tuberkulosis terbanyak adalah

HIV, kemudian disusul keganasan dan diabetes melitus (Oliviera, 2016).

Mycobacterium tuberkulosis adalah agen menular yang dapat muncul sebagai

reaktivasi infeksi laten pada pasien imunokompromais atau sebagai infeksi primer

setelah penularan dari orang ke orang pada berbagai stadium HIV.

Setidaknya sepertiga orang yang hidup dengan HIV di seluruh dunia pada

tahun 2015 terinfeksi bakteri TB. HIV dan TB membentuk kombinasi yang

mematikan, di mana HIV dan TB saling mendukung progresivitas masing –

masing penyakit. Pada tahun 2015 sekitar 0,4 juta orang meninggal karena TB

terkait HIV. Sekitar 35% kematian di antara orang HIV-positif disebabkan oleh

TB pada tahun 2015. Pada tahun 2015 diperkirakan ada 1,2 juta kasus baru TB di

antara orang-orang yang HIV-positif, 71% di antaranya tinggal di Afrika. WHO

merekomendasikan pendekatan 12 komponen aktivitas kolaboratif TB-HIV,

termasuk tindakan untuk pencegahan dan pengobatan infeksi dan penyakit, untuk

mengurangi kematian (WHO, 2017).

Risiko TB berkembang diperkirakan antara 12 dan 20 kali lebih besar pada

orang yang hidup dengan HIV dibandingkan mereka tanpa infeksi HIV. Pada

tahun 2011, ada 8,7 juta kasus baru TB, yang 1,1 juta berada di antara orang yang

hidup dengan HIV (Vasakova, 2014).

Prevalensi TB meningkat pula seiring dengan peningkatan prevalensi DM.

DM merupakan faktor risiko penting untuk perkembangan TB aktif. Prevalensi

penyakit infeksi TB Paru 2-5 kali lebih tinggi pada pasien diabetes dibandingkan

Universitas Sumatera Utara


15

dengan kontrol yang non-diabetes. Dalam studi terbaru di Taiwan disebutkan

bahwa diabetes merupakan kormobid dasar tersering pada pasien TB yang telah

dikonfirmasi dengan kultur, terjadi pada sekitar 21,5% pasien. Diabetes mellitus

dapat menyebabkan disfungsi dari sistem imun, sehingga dapat meningkatkan

risiko terkena infeksi tuberkulosis. Meningkatnya risiko TB pada pasien DM

diperkirakan disebabkan oleh defek pada makrofag alveolar atau limfosit T

(Cahyadi, 2011).

2.6 Epidemiologi

2.6.1 Determinan TB Paru

a. Pejamu

Pejamu (Host) adalah semua faktor yang terdapat pada manusia yang dapat

mempengaruhi timbulnya suatu perjalanan penyakit seperti umur, jenis kelamin.

TB paru dapat menyerang semua golongan umur, dan umumnya paling banyak

menyerang kelompok umur usia produktif. TB paru pada orang dewasa dapat

terjadi melalui 2 mekanisme, yang pertama dengan terhirup basil tuberkulosis

kemudian berkembang biak dalam paru dan merusaknya, dan yang kedua timbul

akibat aktifnya kembali basil tuberkulosis yang dorman dalam tubuh ketika masih

anak-anak. Penelitian yang dilakukan tahun 2010 di Rumah Sakit Umum Santa

Elisabeth Medan menemukan bahwa pada tahun 2004-2007 distribusi kasus TB

paru terbanyak pada kelompok umur 15-54 tahun.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa laki-laki lebih sering terserang

TB paru dari pada perempuan. Hal ini disebabkan mobilitas laki-laki lebih tinggi

Universitas Sumatera Utara


16

ditambah lagi dengan mengkomsumsi alkohol yang dapat menurunkan daya tahan

tubuh sehingga mudah terserang TB paru (Crofton J, 2002).

b. Agen

TB paru disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis dan untuk menjadi

sakit dipengaruhi oleh jumlah bakteri yang mempunyai kemampuan mengadakan

terjadinya infeksi, serta virulensi dari bakteri itu sendiri (Chin J, 2006).

c. Lingkungan

TB paru lebih umum terjadi di perkotaan daripada di daerah pedesaan.

Dengan hampir 1 miliar orang yang tinggal di daerah kumuh perkotaan di negara-

negara berkembang. Kondisi kehidupan masyarakat urban yang buruk yang

memiliki beban TB yang tinggi turut mendorong angka kasus TB paur. Secara

khusus, kepadatan penduduk dan ventilasi yang buruk di rumah, tempat kerja,

ruang rekreasi, dan fasilitas kesehatan mendorong tingginya tingkat penularan,

dan layanan kesehatan yang tidak efisien yang menyebabkan penundaan diagnosis

dan pengobatan (Hargreaves, 2011).

Kepadatan hunian merupakan pre-requisite untuk proses penularan

penyakit. Semakin padat hunian, maka perpindahan penyakit, khususnya penyakit

yang ditularkan melalui udara akan semakin mudah dan cepat. Keberadaan

ventilasi juga memengaruhi sirkulasi udara di dalam ruangan. Adapun

kelembaban merupakan pendukung berkembangnya Mycobacterium tuberculosis

(Niniek,2012).

Universitas Sumatera Utara


17

2.6.2 Distribusi dan Frekuensi Penderita TB Paru

a. Berdasarkan Orang

TB paru merupakan salah satu penyakit infeksi penting penyebab

morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia dan setiap negara berbeda angka

insidennya. Penyakit ini pada dasarnya menyerang semua golongan umur dan

jenis kelamin, serta menginfeksi tidak hanya pada golongan ekonomi rendah saja.

Sekitar 75% pasien TB paru adalah kelompok usia yang paling produktif secara

ekonomis (15-50 tahun). Penderita penyakit TB di Provinsi Sumatera Utara tahun

2013 tercatat sebanyak 22.627 orang. Dari jumlah tersebut terdapat kasus TB

BTA positif (+) sebanyak 15.414 orang dengan angka kematian 1,27 per 100.000

penduduk (Dinkes Provinsi Sumatera Utara, 2013).

Penelitian yang dilakukan oleh Sihombing dengan desain case series

(2010) pada di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2004-2007 menemukan

bahwa penderita TB paru yang paling banyak adalah laki-laki yaitu 177 orang

(68,3%).

b. Berdasarkan Tempat

Sebagian besar angka penderita penyakit TB paru di negara maju telah

mengalami penurunan sementara di negara berkembang angkanya masih cukup

tinggi. Di seluruh dunia sekitar 19-43% populasi telah terinfeksi TB paru,

frekuensi penyakit TB paru di Indonesia masih sangat tinggi dan masih

merupakan masalah utama dalam hal kesakitan maupun kematian.

Berdasarkan laporan WHO (2011), insiden TB paru di India 185 per

100.000 penduduk, China 78 per 100.000 penduduk, Afrika Selatan 981 per

Universitas Sumatera Utara


18

100.000 penduduk, Nigeria 133 per 100.000 penduduk, Thailand 137 per 100.000

penduduk, Malaysia 82 per 100.000 penduduk, Singapura 36 per 100.000

penduduk.

Berdasarkan laporan Ditjen PP&PL Kementrian Kesehatan RI, angka

penemuan kasus secara nasional di tahun 2011 menunjukkan peningkatan

dibandingkan tahun 2010 yaitu 83,48%. Walaupun secara nasional sudah

mencapai target, namun pada tingkat provinsi belum menunjukkan pencapaian

yang optimal dari 33 provinsi hanya 8 provinsi yang mencapai target penemuan

minimal 70% yaitu Sumatera Utara (71,6%), Banten (77,9%), DKI Jakarta

(86,2%), Jawa Barat (74,3%), Sulawesi Utara (81,1%) Gorontalo (79,2%),

Sulawesi Tenggara (80,6%), dan Maluku (84,3%) (Kemenkes, 2011).

c. Distribusi Penderita TB Paru Berdasarkan Waktu

Banyaknya penderita TB paru tidak dipengaruhi oleh waktu karena

penderita tuberkulosis akan tetap ada selama penderita lama mempunyai

kemampuan untuk menularkan melalui droplet yang terinfeksi Mycobacterium

tuberculosis.

Universitas Sumatera Utara


19

2.7 Gejala Klinik

Gejala klinik yang dialami oleh penderita TB paru menurut PDPI (2006)

dikategorikan menjadi :

2.7.1 Gejala Respiratorik

Adapun gejala respiratorik yang dialami berupa :

a. Batuk

Batuk merupakan gejala yang timbul paling dini dan paling sering.

Biasanya batuk bersifat ringan sehingga dianggap batuk biasa. Pada penderita TB

paru, batuk akan timbul ketika penyakit telah mengenai bronkus, dan batuk mula-

mula disebabkan karena iritasi bronkus, selanjutnya akibat terjadi peradangan

pada bronkus sehingga terjadi batuk yang produktif, batuk ini dapat terjadi ≥ 2

minggu.

b. Batuk Darah

Batuk darah jarang merupakan tanda dari permulaan dari penyakit

tuberkulosis atau initial symptom karena batuk darah merupakan tanda telah

terjadinya ekskavasi dan ulserasi dari pembuluh darah pada dinding kavitas.

Darah yang dibatukkan pada penyakit tuberkulosis bercampur dahak yang

mengandung basil tahan asam. Batuk darah juga dapat terjadi pada tuberkulosis

yang sudah sembuh, hal ini disebabkan karena adanya robekan jaringan paru.

Pada keadaan ini dahak sering tidak mengandung basil tahan asam (negatif).

c. Sesak Napas

Sesak napas pada tuberkulosis disebabkan oleh penyakit yang luas pada

paru atau karena adanya penggumpalan cairan di rongga pleura sebagai

Universitas Sumatera Utara


20

komplikasi TB paru. Penderita yang sesak napas sering mengalami demam dan

berat badan menurun.

d. Nyeri Dada

Gejala ini biasanya ditemukan pada penderita yang mempunyai keluhan

batuk kering (non produktif) dan nyeri ini akan timbul bila infiltrasi radang

sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.

2.7.2 Gejala Sistemik

Gejala sistemik dapat berupa demam, malaise, keringat malam, anoreksia

dan berat badan menurun.

2.8 Komplikasi

2.8.1 Efusi Pleura

Dalam masa pengobatan TB paru dapat terjadi komplikasi, di mana salah

satunya adalah efusi pleura. Efusi pleura merupakan akumulasi cairan di dalam

rongga pleura yang abnormal akibat dari ketidakseimbangan produksi dan

absorbsi cairan pleura sebagai manifestasi dari berbagai penyakit seperti TB paru.

Efusi pleura karena TB paru ditegakkan atas dasar ditemukan basil tuberkulosis di

dalam cairan pleura atau basil tuberkulosis dalam sputum atau jaringan granulosa

yang dapat didapat dari biopsi pleura (PDPI, 2006).

Cairan yang ada pada pleura berfungsi untuk memfasilitasi pergerakan

kembang kempis paru selama proses pernafasan. Pada keadaan normal, cairan

diproduksi dan diabsorbsi dalam jumlah yang seimbang. Cairan di rongga pleura

jumlahnya tetap karena ada keseimbangan antara tekananan hidrostatis pleura

Universitas Sumatera Utara


21

parietalis dan tekanan koloid osmotik pleura viseralis. Pada penderita tuberkulosis

paru, efusi pleura disebabkan karena meningkatnya permeabilitas kapiler yang

disebabkan karena infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis.

Gambaran normal cairan pleura yakni berwana jernih karena merupakan

hasil ultrafiltrasi plasma darah yang berasal dari pleura parietalis, kandungan pH

cairan 7,60-7,64, kandungan protein kurang dari 2% (1-2gr/dL), kandungan sel

darah putih <1000/m3, kadar glukosa serupa dengan plasma, kadar laktat

dehidrogenase (LDH)<50% dari plasma.

Studi prospektif terhadap 642 pasien dengan efusi pleura yang dilakukan

oleh Valdes dkk selama periode 5 tahun menemukan rasio pria:wanita adalah 1,6:

1. Penyebab paling sering efusi pleura adalah tuberkulosis (25%), diikuti oleh

neoplasia (22,9%) dan gagal jantung kongestif (17,9%). Etiologi 48 kasus (7,5%)

tidak pasti. Pada kelompok efusi tuberkulosis, terdapat 111 (69,4%) pasien

berusia di bawah 40 tahun dengan efusi tuberkulosis, proporsi efusi tuberkulosis

memuncak pada kelompok usia 11 sampai 30 tahun dan terus menurun setelahnya

(Valdes, 1996).

Adapun mekanisme – mekanisme terjadinya efusi pleura adalah :

a. Adanya perubahan permeabilitas membran pleura (misalnya: inflamasi,

keganasan, emboli paru)

b. Berkurangnya tekanan onkotik intravaskular (misalnya: hipoalmbuminea,

sirosis)

Universitas Sumatera Utara


22

c. Meningkatnya permeabilitas pembuluh darah atau kerusakan pembuluh

darah (misalnya: trauma, keganasan, inflamasi, infeksi, infark pulmoner,

hipersensitivitas obat, uremia, pankreatitis).

d. Meningkatnya tekanan hidrostatik pembuluh darah pada sirkulasi sistemik

dan atau sirkulasi paru (misalnya: gagal jantung kongestif, sindrom vena

cava superior).

e. Berkurangnya tekanan pada rongga pleura sehingga menyebabkan

terhambatnya ekspansi paru (misalnya: atelektasis ekstensif, mesotelioma).

f. Berkurangnya sebagian kemampuan drainase limfatik atau bahkan dapat

terjadi blokade total, dalam hal ini termasuk pula obstruksi ataupun ruptur

doktus torasikus (misalnya: keganasan, trauma).

g. Meningkatnya cairan peritoneal, yang disertai oleh migrasi sepanjang

diafragma melalui jalur limfatik ataupun efek struktural (misalnya sirosis,

dialisa peritoneal).

h. Berpindahnya cairan dari edema paru melalui pleura viseral.

Meningkatnya tekanan onkotik dalam cairan pleura secara persisten dari

efusi pleura yang telah ada sebelumnya sehingga menyebabkan akumulasi

cairan lebih banyak lagi.

Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, efusi pleura dibagi menjadi

unilateral dan bilateral. Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang

spesifik dengan penyakit penyebabnya, akan tetapi efusi yang bilateral seringkali

ditemukan pada penyakit – penyakit seperti kegagalan jantung kongestif,

sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus eritematosus sistematik, tumor.

Universitas Sumatera Utara


23

Untuk menentukan etiologi efusi pleura, perlu dibedakan antara eksudat

dan transudat.

a. Transudat, cairan pleura jernih kekuningan, mengandung protein <

3gr/100cc, kandungan LDH < 200IU, dapat disebabkan oleh kegagalan

jantung kongestif (gagal jantung kiri), sindroma nefrotik, asistes (oleh

karena serosis hepatis), tumor, sindroma meig.

a. Eksudat, cairan pleura kuning – kehijauan, kadar protein > 3gr/100 cc,

kandungan LDH >200 IU, dapat disebabkan oleh infeksi seperti

tuberkulosis, pneumonia, dapat pula disebakan oleh tumor, infark paru.

Adapun gejala klinis yang dialami penderita efusi pleura berupa nyeri

pleuritik yang dirasakan terutama pada akhir inspirasi dan bertambah berat dengan

adanya pergerakan napas dalam, batuk – batuk keras, bersin, sehingga penderita

berusaha menahan napas guna mengurangi rasa nyerinya. Nyeri dirasakan di

daerah aksila dan menjalar sepanjang nervus intercostalis disertai febris dan batuk

nonproduktif, tetapi ada kalanya tidak dijumpai batuk, kadang – kadang terdapat

sesak napas ringan (Alsagaff, 2005).

Universitas Sumatera Utara


24

2.9 Upaya Pencegahan

2.9.1 Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah upaya awal pencegahan TB paru sebelum

seseorang menderita TB paru. Pencegahan primer dapat dilakukan dengan cara:

a. Meningkatkan kesehatan lingkungan, dapat dilakukan dengan mengurangi

tingkat kepadatan hunian/over crowding, melengkapi perumahan dengan

ventilasi yang cukup

b. Pendidikan dan promosi kesehatan masyarakat dengan menghimbau

bahwa meludah sembarangan memperbesar resiko penyebaran bakteri TB

paru.

c. Meningkatkan daya tahan tubuh, yang dapat dilakukan dengan cara

mengonsumsi makanan bergizi, istirahat yang cukup dan olahraga teratur,

peningkatan imunitas tubuh melalui vaksinasi Bacille Calmette Guerin

(BCG).

2.9.2 Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder yaitu upaya mencegah keadaan penyakit TB paru

yang sudah terjadi untuk tidak menjadi lebih berat. Pencegahan ini ditujukan

untuk menurunkan mortalitas. Upaya yang dapat dilakukan sebagai pencegahan

sekunder adalah dengan melakukan :

a. Case Finding (Penemuan Kasus).

Case finding ialah menemukan kasus atau penderita TB paru secara aktif

yaitu mencari penderita TB paru di masyarakat maupun secara pasif yaitu

menunggu penderita TB paru yang datang ke fasilitas kesehatan.

Universitas Sumatera Utara


25

b. Diagnosis TB Paru

Upaya berikutnya yang dapat dilakukan adalah penetapan diagnosis TB

paru dengan tepat. Terdapat tiga patokan yang diperlukan untuk penetapan

diagnosis TB paru. Pertama adalah berdasarkan hasil wawancara dengan pasien

tentang keluhan dan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan terhadap pasien

tersebut. Kedua, hasil pemeriksaan laboratorium untuk menemukan basil tahan

asam (BTA). Ketiga, hasil pemeriksaan rontgen dada yang akan memperlihatkan

gambaran paru pada orang yang diperiksa.

Adapun pemeriksaan diagnosis TB paru ialah :

b1. Pemeriksaan Uji Tuberkulin

Uji tuberkulin dilakukan dengan cara Mountoux test dengan menyuntikkan

Tuberkulin yang dipakai yaitu Purified Protein Derivative (PPD) sebanyak 0,1 ml

yang mengandung 5 unit tuberkulin secara intrakutan pada sepertiga atas

permukaan volar lengan bahwa. Bila dosis 0,1 ml disuntikkan dengan tepat maka

terbentuk suatu gelembung. Untuk memperoleh reaksi kulit yang maksimum

diperlukan waktu antara 48 sampai 72 jam sesudah penyuntikan. Reaksi harus

dibaca dalam periode tersebut, yaitu dalam cahaya yang terang dan posisi lengan

bawah sedikit ditekuk. Tes tuberkulin jika indurasi sebesar 10 mm atau lebih. Hal

ini menunjukkan adanya sensitivitas yang berasal dari infeksi dengan basil

Mycobacterium tuberculosis (Kemenkes RI, 2014).

b2. Pemeriksaan Bakteriologis

Pemeriksaan bakteriologis yang paling penting dalam diagnosis

tuberkulosis adalah pemeriksaan sputum. Sputum yang baik diperiksa adalah

Universitas Sumatera Utara


26

sputum yang kental dan purulen (mucopurulen) berwarna hijau kekuning-

kuningan dengan volume 3-5 ml tiap pengambilan. Pemeriksaan dahak untuk

penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 dahak yang

dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yaitu SPS (sewaktu-pagi-sewaktu). Hasil

pemeriksaan dinyatakan positif apabila dua atau tiga SPS BTA hasilnya positif.

Bila hanya ada satu spesimen positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut

dengan foto rontgen (PDPI, 2006).

b3. Pemeriksaan Radiologis

Pada saat ini pemeriksaan radiologis yang paling sering digunakan dalam

membantu mendiagnosa TB paru adalah foto toraks. Foto toraks hanya digunakan

pada keadaan tertentu. Kelainan foto toraks biasanya baru terlihat setelah 10

minggu terinfeksi oleh bakteri TB. Bila secara klinis ada gejala TB paru, pasti ada

kelainan pada toraks sebaliknya bila secara klinis ada gejala TB paru tetapi foto

toraks tidak memperlihatkan kelainan hal ini merupakan tanda kuat bukan TB.

Gambaran radiologi paru yang biasanya di jumpai pada tuberkulosis paru antara

lain kompleks primer dengan atau tanpa perkapuran, pembesaran kelenjar

paratrakeal, penyebaran milier, penyebaran bronkogen dan atelektasis

(Icksan,2008) .

c. Pengobatan yang adekuat.

Adapun tujuan dari pengobatan TB paru adalah menyembuhkan penderita,

mencegah kematian, mencegah kekambuhan, dan menurunkan tingkat penularan.

Obat yang diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah

Universitas Sumatera Utara


27

cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua bakteri (termasuk bakteri

persisten) dapat dibunuh. (Depkes RI, 2005).

WHO dan IUATLD telah mengembangkan strategi pengendalian TB yang

dikenal sebagai strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course).

Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci, yaitu:

a. Komitmen politis, dengan peningkatan dan kesinambungan pendanaan.

b. Penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin

mutunya.

c. Pengobatan yang standar, dengan supervisi dan dukungan bagi pasien.

d. Sistem pengelolaan dan ketersediaan OAT yang efektif.

e. Sistem monitoring, pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan

penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program.

WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai strategi dalam

pengendalian TB sejak tahun 1995. Bank Dunia menyatakan strategi DOTS

sebagai salah satu intervensi kesehatan yang secara ekonomis sangat efektif (cost-

effective). Integrasi ke dalam pelayanan kesehatan dasar sangat dianjurkan demi

efisiensi dan efektifitasnya. Satu studi cost benefit yang dilakukan di Indonesia

menggambarkan bahwa dengan menggunakan strategi DOTS, setiap dolar yang

digunakan untuk membiayai program pengendalian TB, akan menghemat sebesar

US$ 55 selama 20 tahun.

Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas

diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan rantai

penularan TB dan dengan demikian menurunkan insidens TB di masyarakat.

Universitas Sumatera Utara


28

Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya

pencegahan penularan TB (Kemenkes, 2014) .

2.10 Kerangka Konsep

Adapun kerangka konsep pada penelitian tentang karakteristik penderita TB

paru dengan efusi pleura rawat inap di Rumah Sakit Umum Santa Elisabeth

Medan tahun 2011 – 2016 adalah sebagai berikut:

Karakteristik Penderita TB Paru dengan Efusi Pleura


1. Sosiodemografi:
a. Umur
b. Jenis Kelamin
c. Pekerjaan
d. Daerah Tempat Tinggal
2. Keluhan Utama
3. Lokasi Cairan
4. Penyakit Penyerta
5. Lama Rawatan
6. Keadaan Sewaktu Pulang
Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Universitas Sumatera Utara


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif dengan menggunakan desain

case series.

3.2 Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Santa Elisabeth Medan. Waktu

pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada bulan Januari-Agustus 2017.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi adalah semua penderita TB paru dengan efusi pleura rawat inap di

Rumah Sakit Umum Santa Elisabeth Medan Tahun 2011 – 2016 yaitu 71 orang.

Sampel adalah semua penderita TB paru dengan efusi pleura rawat inap di Rumah

Sakit Umum Santa Elisabeth Medan Tahun 2011 - 2016. Besar sampel adalah

sama dengan populasi (total sampling).

3.4 Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari data rekam

medik penderita TB Paru dengan efusi pleura yang rawat inap di Rumah Sakit

Umum Santa Elisabeth Medan Tahun 2011 – 2016.

29
Universitas Sumatera Utara
30

3.5 Definisi Operasional

3.5.1 Penderita TB paru dengan efusi pleura rawat inap adalah penderita

yang datang berkunjung ke Rumah Sakit Umum Santa Elisabeth

Medan dan setelah melalui pemeriksaaan dinyatakan dokter

menderita TB paru dengan komplikasi efusi pleura dan tercatat pada

kartu status penderita.

3.5.2 Umur adalah rentang waktu antara tanggal lahir penderita dengan

pertama kali didiagnosa menderita efusi pleura yang tercatat di kartu

status penderita, yang dikelompokkan menjadi:

1. 7-14 tahun
2. 15-50 tahun
3. >50 tahun

Untuk analisis statistik, umur dikategorikan menjadi :


1. 7-50 tahun
2. >50 tahun

3.5.3 Jenis kelamin adalah ciri biologis yang dimiliki penderita untuk

membedakan satu penderita dengan penderita lainnya yang tercatat

dalam kartu status penderita, dibedakan atas :

1. Laki – laki
2. Perempuan

3.5.4 Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh penderita TB paru

dengan efusi pleura yang bertujuan untuk menghasilkan pendapatan

untuk mempertahankan hidup dan kehidupannya, dikategorikan atas:

1. PNS
2. Pegawai swasta
3. Wiraswasta
4. Lain-lain
5. Tidak bekerja

Universitas Sumatera Utara


31

3.5.5 Daerah tempat tinggal adalah tempat di mana penderita efusi pleura

tinggal menetap sesuai dengan yang tercatat di kartu status penderita,

yang dibedakan atas:

1. Wilayah Kota Medan


2. Luar wilayah Kota Medan

3.5.6 Keluhan utama adalah jenis keluhan utama yang diderita pasien

sebagai alasan untuk datang berobat ke Rumah Sakit Umum Santa

Elisabeth Medan yang tecatat dalam kartu status, dikategorikan atas :

1. Batuk
2. Batuk darah
3. Sesak napas
4. Nyeri Dada
5. Demam

3.5.7 Lokasi cairan adalah lokasi cairan yang terbentuk yang dibagi

menjadi (Alsagaff, 2005):

1. Unilateral
2. Bilateral

3.5.8 Penyakit penyerta adalah penyakit yang ikut muncul dan

memperberat penyakit yang dikategorikan menjadi (Marais, 2013):

1. Penyakit menular
2. Penyakit tidak menular
3. Tidak ada penyakit penyerta

Untuk analisis statistik, penyakit penyerta dikategorikan atas:


1. Ada penyakit penyerta
2. Tidak ada penyakit penyerta

3.5.9 Lama rawatan rata-rata adalah jumlah hari rata-rata perawatan

penderita TB Paru dengan efusi pleura di Rumah Sakit Umum Santa

Elisabeth Medan sesuai yang tercatat dalam kartu status.

Universitas Sumatera Utara


32

3.5.10 Keadaan Sewaktu Pulang adalah keadaan atau kondisi penderita TB

Paru sewaktu keluar dari Rumah Sakit berdasarkan yang tercatat

dalam kartu status, yaitu:

1. Pulang sembuh
2. Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS)
3. Pindah RS
4. Meninggal

3.6 Metode Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan akan diolah menggunakan komputer. Data

univariat seperti variabel umur, jenis kelamin, pekerjaan, keluhan utama, lokasi

cairan dan lama rawatan rata – rata dianalisis secara deskriptif dan analisis

statistik seperti variabel umur berdasarkan jenis kelamin, umur berdasarkan lokasi

cairan, jenis kelamin berdasarkan lokasi cairan serta penyakit penyerta

berdasarkan lokasi cairan dianalisis dengan tabulasi silang kemudian disajikan

dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan grafik.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Lokasi Penelitian

4.1.1 Sejarah Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

Tahun 1922 Mgr. Mathias Brans, pemimpin misi OFMCap, memiliki

keinginan mengembangkan misi Katolik di Sumatera, khususnya dibidang

pelayanan kesehatan. Untuk mewujudkan rencana tersebut, Mgr. Mathias Brans

meminta tenaga dari Belanda melalui Mgr. Petrus Hopmans, yang akhirnya

memilih Kongregasi FSE di Breda. Pada awalnya para suster ini diundang untuk

membantu melayani di rumah sakit pemerintah di Sumatera. Pilihan ini dirasa

sangat tepat sesuai dengan motto “Ketika Aku Sakit Melawat Aku (Mat.25:36)”.

Di dalam motto ini terkandung suatu kekayaan karunia dari Allah yang terungkap

dalam kharisma FSE yakni: “Daya Kasih Kristus Yang Menyembuhkan Orang-

orang Kecil dan Menderita Sampai Rela Wafat Di Kayu Salib”.

Pada kesempatan kunjungan Moeder Asisia (Pemimpin Para Suster waktu

itu) tahun 1928, muncul rencana untuk mendirikan Rumah Sakit. 11 Februari

1929 pembangunan Rumah Sakit dimulai dengan peletakan batu pertama. Pada

bulan Mei 1930 bangunan rumah sakit hampir selesai dan sebagian sudah dapat

digunakan, sambil tetap dilakukan pembenahan di sana-sini. Rumah sakit baru

selesai seluruhnya pada bulan November 1930.

33
Universitas Sumatera Utara
34

4.1.2 Visi

Menjadi tanda kehadiran Allah di tengan dunia dengan membuka tangan

dan hati untuk memberikan pelayanan kasih yang menyembuhkan orang-orang

sakit dan menderita sesuai dengan tuntutan zaman.

4.1.3 Misi

a. Memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan berkualitas atas dasar

kasih.

b. Meningkatkan sumber daya manusia secara profesional untuk memberikan

pelayanan kesehatan yang nyaman dan berkualitas.

c. Meningkatkan sarana dan prasarana yang memadai dengan tetap

memerhatikan masyarakat lemah.

4.1.4 Pelayanan Medis

Rumah sakit ini telah dilengkapi dengan berbagai prasarana yang terdiri

dari Poli Umum, Spesialis, Unit Gawat Darurat (UGD), Intensive Care Unit

(ICU). UGD sebagai unit pelayanan kegawatdaruratan, dilengkapi dengan ruang

tindakan, ruang resusitasi, ruang bedah, ruang one day care dan fasilitas yang

memadai. Poli Umum dilayani dokter umum yang melayani pasien rawat jalan

non emergensi dan pemeriksaan kesehatan dari perusahaan.

Poli Spesialis rumah sakit melayani penyakit yang berkaitan dengan

penyakit urologi, neurologi/ saraf, THT, jantung, paru, anak, onkologi, kulit/

kelamin, mata, gigi, bedah umum, bedah saraf dan bedah umum. Kamar bedah

Universitas Sumatera Utara


35

yang tersedia adalah kamar bedah digestif, thorax, orthopedi, urologi, saraf, anak,

THT, mata, mulut, kebidanan dan onkologi. Rumah sakit ini memiliki 4 kamar

operasi, 2 kamar tindakan untuk bedah minor, 1 kamar ruang pemulihan (recovery

room).

4.1.5 Pelayanan Penunjang Medis

Rumah sakit ini memiliki pelayanan penunjang medis seperti

laboratorium, rontgen, farmasi, fisioterapi, ruang diagnostik, haemodialise.

Laboratorium buka selama 24 jam. Pemeriksaan di laboratorium dapat dilakukan

dengan darurat dan bukan darurat.

4.1.6 Penunjang Umum

Penunjang umum yang terdapat di rumah sakit ini terdiri dari administrasi,

jaringan komputer, telepon, sumber air, sumber listrik, pengelolaan air limbah,

instalasi gizi dan dapur umum, laundry, central steril supply department (CSSD),

teknik pemeliharaan, keadaan, fasilitas umum lainnya.

4.2 Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk memperoleh gambaran distribusi

proporsi penderita TB paru dengan efusi pleura berdasarkan variabel yang diteliti

yaitu karakteristik sosiodemografi (umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan daerah

tempat tinggal), keluhan utama, lokasi cairan, penyakit penyerta, lama rawatan,

dan keadaan sewaktu pulang.

Universitas Sumatera Utara


36

4.2.1 Sosiodemografi

Distribusi proporsi penderita TB paru dengan efusi pleura rawat inap

berdasarkan sosiodemografi di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2011-

2016 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.1 Distribusi Proporsi Penderita TB Paru Dengan Efusi Pleura Rawat
Inap Berdasarkan Sosiodemografi di Rumah Sakit Santa Elisabeth
Medan Tahun 2011-2016
No Sosiodemografi f (%)
1. Umur (tahun)
7-14 2 2,8
15-50 34 47,9
>50 35 49,3
Total 71 100
2. Jenis Kelamin
Laki-laki 43 60,6
Perempuan 28 39,4
Total 71 100
3. Pekerjaan
PNS 8 12,3
Pegawai Swasta 6 9,2
Wiraswasta 25 38,5
Lain – lain 12 18,5
Tidak Bekerja 14 21,5
Total 65 100
4. Daerah Tempat
Tinggal
Wilayah Kota Medan 28 39,4
Luar Kota Medan 43 60,6
Total 71 100

Dari tabel 4.1 di atas dapat diketahui bahwa proporsi karakteristik


penderita TB paru dengan efusi pleura rawat inap tertinggi adalah kelompok umur
>50 tahun yaitu 35 orang (49,3%), jenis kelamin laki – laki yaitu 43 orang
(60,6%). Dari 71 penderita TB paru dengan efusi pleura rawat inap hanya 65
orang yang tercatat pekerjaannya, dan dari 65 orang tersebut dapat diketahui
bahwa kelompok tertinggi adalah wiraswasta yaitu 25 orang (38,5%). 43 orang
(60,6%) penderita TB Paru dengan efusi pleura memiliki daerah tempat tinggal di
luar kota Medan.

Universitas Sumatera Utara


37

4.2.2 Keluhan Utama

Distribusi proporsi penderita TB paru dengan efusi pleura rawat inap

berdasarkan keluhan utama di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2011-

2016 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.2 Distribusi Proporsi Penderita TB Paru Dengan Efusi Pleura Rawat
Inap Berdasarkan Keluhan Utama Di Rumah Sakit Santa
Elisabeth Medan Tahun 2011-2016
Keluhan Utama f=71 (%)
Batuk 38 53,5
Batuk Darah 3 4,2
Sesak Napas 53 74,6
Nyeri Dada 14 19,7
Demam 7 9,8

Dari tabel 4.2 di atas dapat diketahui bahwa proporsi keluhan utama
penderita TB paru dengan efusi pleura rawat inap adalah batuk 38 orang (53,5%),
batuk darah 3 orang (4,2%), sesak napas 53 orang (74,6%), nyeri dada 14 orang
(19,7%), dan demam 7 orang (9,9%).

Universitas Sumatera Utara


38

4.2.3 Lokasi Cairan

Distribusi proporsi penderita TB paru dengan efusi pleura rawat inap

berdasarkan lokasi cairan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2011-

2016 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.3 Distribusi Proporsi Penderita TB Paru dengan Efusi Pleura


Rawat Inap Berdasarkan Lokasi Cairan di Rumah Sakit Umum
Santa Elisabeth Medan Tahun 2011 – 2016

Lokasi Cairan f (%)


Unilateral 61 85,9
Bilateral 10 14,1
Total 71 100

Dari tabel 4.3 di atas diketahui bahwa proporsi lokasi cairan penderita TB
paru dengan efusi pleura rawat inap tertinggi adalah unilateral yaitu 61 orang
(85,9%).

4.2.4 Penyakit Penyerta

Distribusi proporsi penderita TB paru dengan efusi pleura rawat inap

berdasarkan penyakit penyerta di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun

2011-2016 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.4 Distribusi Proporsi Penderita TB Paru dengan Efusi Pleura


Rawat Inap Berdasarkan Penyakit Penyerta di Rumah Sakit
Umum Santa Elisabeth Medan Tahun 2011-2016

Penyakit Penyerta f (%)


Penyakit Menular 2 2,8
Penyakit Tidak Menular 30 42,3
Tidak Ada Penyakit Penyerta 39 54,9
Total 71 100

Dari tabel 4.4 di atas diketahui bahwa proporsi penyakit penyerta


penderita TB paru dengan efusi pleura rawat inap tertinggi adalah tidak ada
penyakit penyerta yaitu 39 orang (54,9%). Terdapat 30 penderita dengan penyakit

Universitas Sumatera Utara


39

tidak menular yakni DM dan keganasan sebagai penyakit penyerta (komorbid).


Dan 2 penderita dengan komorbid penyakit menular yakni pneumonia.

4.2.5 Lama Rawatan

Distribusi proporsi penderita TB paru dengan efusi pleura rawat inap

berdasarkan lama rawatan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2011-

2016 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.5 Lama Rawatan Rata-Rata Penderita TB Paru dengan Efusi


Pleura Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Santa Elisabeth
Medan Tahun 2011-2016

Lama Rawatan Rata-Rata


n 71
Rata-rata 7,04
Median 6,00
Minimum 1
Maksimum 24
Standar Deviasi (SD) 4,377

Dari tabel 4.5 di atas diketahui bahwa lama rawatan rata-rata penderita TB

paru dengan efusi pleura rawat inap adalah 7 hari SD=4,377 hari artinya lama

rawatan penderita lama rawatan rata-rata penderita TB paru dengan efusi pleura

rawat inap bervariasi. Adapun lama rawatan minimum 1 hari dan lama rawatan

maksimum 24 hari.

Universitas Sumatera Utara


40

4.2.6 Keadaan Sewaktu Pulang

Distribusi proporsi penderita TB paru dengan efusi pleura rawat inap

berdasarkan keadaan sewaktu pulang di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

tahun 2011-2016 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.6 Distribusi Proporsi Penderita TB Paru dengan Efusi Pleura


Rawat Inap Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di Rumah
Sakit Umum Santa Elisabeth Medan Tahun 2011 – 2016
Keadaan Sewaktu Pulang f (%)
Pulang Sembuh 20 28,1
PAPS 7 9,9
Pindah RS 1 1,4
Meninggal 7 9,9
Tidak Tercatat 36 50,7
Total 71 100

Dari Tabel 4.6 di atas dapat diketahui bahwa dari 71 penderita TB paru

dengan efusi pleura rawat inap hanya 35 tercatat keadaan sewaktu pulangnya dan

dari 35 orang tersebut dapat diketahui kelompok tertinggi adalah pulang sembuh

yaitu 20 orang (57,1%).

Universitas Sumatera Utara


41

4.3 Analisis Statistik

4.3.1 Umur berdasarkan Jenis Kelamin

Distribusi proporsi umur penderita TB paru dengan efusi pleura

berdasarkan jenis kelamin di Rumah Sakit Umum Santa Elisabeth Medan tahun

2011 – 2016 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.7 Distribusi Proporsi Umur Penderita TB Paru dengan Efusi Pleura
Rawat Inap Berdasarkan Jenis Kelamin di Rumah Sakit Umum
Santa Elisabeth Medan Tahun 2011 – 2016
Umur Total
Jenis Kelamin 7-50 >50
f % f % f %
Laki-laki 23 53,5 20 46,5 43 100
Perempuan 13 46,4 15 53,6 28 100
p=0,561
Dari tabel 4.7 di atas dapat diketahui bahwa dari 71 orang penderita TB
paru dengan efusi pleura rawat inap berjenis kelamin laki-laki 23 orang (53,5%)
umur 7-50 tahun, 20 orang (46,5%) umur >50. Berjenis kelamin perempuan 15
orang (53,6%) umur >50 tahun, 13 orang (46,4%) umur 7-50 tahun.
Digunakan uji statistik Chi-Square, dan diperoleh nilai p>0,05. Hal ini
menunjukkan tidak ada perbedaan proporsi yang bermakna antara umur penderita
TB paru dengan efusi pleura berdasarkan jenis kelamin.

4.3.2 Umur berdasarkan Lokasi Cairan

Distribusi proporsi umur penderita TB paru dengan efusi pleura

berdasarkan lokasi cairan di Rumah Sakit Umum Santa Elisabeth Medan tahun

2011 – 2016 dapat dilihat pada tabel berikut:

Universitas Sumatera Utara


42

Tabel 4.8 Distribusi Proporsi Umur Penderita TB Paru dengan Efusi Pleura
Rawat Inap Berdasarkan Lokasi Cairan di Rumah Sakit Umum
Santa Elisabeth Medan Tahun 2011 – 2016
Umur (tahun) Total
Lokasi Cairan 7-50 >50
f % f % f %
Unilateral 32 52,5 29 47,5 61 100
Bilateral 4 40 6 60 10 100
p=0,514

Dari tabel 4.8 di atas dapat diketahui bahwa dari 71 penderita TB paru
dengan efusi pleura rawat inap lokasi cairan unilateral 32 orang (52,5%) adalah
penderita berumur 7-50 tahun, 29 orang (47,5%) adalah penderita berumur >50
tahun. Penderita dengan lokasi cairan bilateral 4 orang (40%) adalah penderita
berumur 7-50 tahun, 6 orang (60%) adalah penderita berumur >50 tahun.
Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji Chi-Square
diketahui terdapat 1 sel (25%) yang nilai harapannya kurang dari 5 sehingga
analisis ini tidak dapat digunakan. Maka, sebagai alternatif dilakukan uji Exact
Fisher dan diperoleh nilai p>0,05. Hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan
proporsi yang bermakna antara umur penderita TB paru dengan efusi pleura
berdasarkan lokasi cairan.

4.3.3 Jenis Kelamin berdasarkan Lokasi Cairan

Distribusi proporsi jenis kelamin penderita TB Paru dengan efusi pleura

berdasarkan lokasi cairan di Rumah Sakit Umum Santa Elisabeth Medan Tahun

2011 – 2016 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.9 Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita TB Paru dengan Efusi
Pleura Rawat Inap Berdasarkan Lokasi Cairan di Rumah Sakit
Umum Santa Elisabeth Medan Tahun 2011 – 2016
Jenis Kelamin Total
Lokasi Cairan Laki-laki Perempuan
f % f % f %
Unilateral 35 57,4 26 42,6 61 100
Bilateral 8 80 2 20 10 100
p=0,296

Universitas Sumatera Utara


43

Dari tabel 4.9 di atas dapat diketahui bahwa dari 71 penderita TB paru
dengan efusi pleura rawat inap lokasi cairan unilateral 35 orang (57,4%) adalah
penderita berjenis kelamin laki-laki, 26 orang (42,6%) adalah penderita dengan
berjenis kelamin perempuan. Penderita dengan lokasi cairan bilateral 8 orang
(80%) berjenis kelamin laki-laki, 2 orang (20%) adalah penderita berjenis
kelamin perempuan.
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi-Square

terdapat 1 sel (25%) yang nilai harapannya kurang dari 5 sehingga analisis ini

tidak dapat digunakan. Maka, sebagai alternatif dilakukan uji Exact Fisher dan

diperoleh nilai p>0,05. Hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan proporsi yang

bermakna antara jenis kelamin penderita TB paru dengan efusi pleura berdasarkan

lokasi cairan.

4.3.4 Penyakit Penyerta berdasarkan Lokasi Cairan

Distribusi Proporsi Penyakit Penyerta Penderita TB Paru dengan Efusi

Pleura Berdasarkan Lokasi Cairan di Rumah Sakit Umum Santa Elisabeth Medan

Tahun 2011 – 2016 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.10 Distribusi Proporsi Penyakit Penyerta Penderita TB Paru


dengan Efusi Pleura Rawat Inap Berdasarkan Lokasi Cairan di
Rumah Sakit Umum Santa Elisabeth Medan Tahun 2011 – 2016
Penyakit Penyerta Total
Lokasi Cairan Ada Tidak Ada
f % f % f %
Unilateral 26 42,6 35 57,4 61 100

Bilateral 6 60 4 40 10 100
p=0,330

Dari tabel 4.10 di atas dapat diketahui bahwa dari 71 penderita TB paru
dengan efusi pleura rawat inap lokasi cairan unilateral 26 orang (42,6%) adalah
penderita yang memiliki penyakit penyerta, 35 orang (57,4%) adalah penderita

Universitas Sumatera Utara


44

yang tidak memiliki penyakit penyerta. Lokasi cairan bilateral 6 orang (60%)
adalah penderita yang memiliki penyakit penyerta, 4 orang (40%) adalah
penderita yang tidak memiliki penyakit penyerta.
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi-Square

terdapat 1 sel (25%) yang nilai harapannya kurang dari 5 sehingga analisis ini

tidak dapat digunakan. Maka, sebagai alternatif dilakukan uji Exact Fisher dan

diperoleh nilai p>0,05. Hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan proporsi yang

bermakna antara penyakit penyerta penderita TB paru dengan efusi pleura

berdasarkan lokasi cairan.

Universitas Sumatera Utara


BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Deskriptif

5.1.1 Sosiodemografi

a. Umur

2.8%

>50
49.3% 15-50
47.9%
7-14

Gambar 5.1 Diagram Pie Proporsi Penderita TB Paru dengan Efusi


Pleura Rawat Inap Berdasarkan Umur di Rumah Sakit
Santa Elisabeth Medan Tahun 2011-2016

Berdasarkan gambar 5.1 di atas dapat dilihat bahwa proporsi penderita TB

Paru dengan Efusi Pleura tertinggi adalah kelompok umur >50 tahun sebanyak

49,3% dan terendah adalah kelompok umur 7-14 tahun sebanyak 2,8%. Penderita

termuda adalah penderita perempuan berumur 7 tahun dengan lokasi cairan

unilateral, dengan status pulang adalah pulang sembuh dan lama rawatan 6 hari.

Menurut data WHO pada Desember 2016, secara global kasus TB pada anak

mewakili 10-11% dari semua kasus TB, dan anak berumur dibawah 15 tahun

menyumbang 6,3% dari jumlah kasus baru yang ternotifikasi pada tahun 2015.

45
Universitas Sumatera Utara
46

pada tahun 2015, 170.000 anak meninggal karena TB. Data TB anak di Indonesia

menurut Kemenkes menunjukkan proporsi kasus TB anak di antara semua kasus

TB pada tahun 2011 adalah 8,5% dan 8,2% pada tahun 2012.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Balitbangkes

Kemenkes RI (2016) di mana gambaran kesakitan TB menurut karakteristik

kelompok umur menunjukkan bahwa kelompok umur >45 tahun memiliki

prevalensi yang lebih tinggi di antara kelompok lainnya.

Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sitorus

(2014) bahwa proporsi umur penderita TB paru dengan komplikasi lebih besar

pada kelompok umur produktif 15-55 tahun yaitu sebanyak 81,3%.

Universitas Sumatera Utara


47

b. Jenis Kelamin

39,4%
Laki-laki
Perempuan
60,6%

Gambar 5.2 Diagram Pie Proporsi Penderita TB Paru dengan Efusi


Pleura Rawat Inap Berdasarkan Jenis Kelamin di
Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2011-2016

Berdasarkan gambar 5.2 di atas dapat dilihat bahwa proporsi penderita

lebih banyak pada laki-laki yaitu sebanyak 60,6%. Penelitian ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan Sihombing di Rumah Sakit Umum Santa Elisabeth

Medan pada tahun 2010 di mana proporsi penderita terbesar penderita TB paru

pada jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 68,3%.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Sitompul di Balai Pengobatan

Penyakit Paru-Paru Medan tahun 2012 di mana kelompok penderita laki – laki

(67,6%) lebih banyak dari kelompok penderita perempuan.

Secara global, pria secara signifikan lebih berisiko tertular dan meninggal

akibat TB daripada wanita. Pada tahun 2015 hampir 6 juta laki-laki dewasa

mengidap TB dan lebih dari satu juta meninggal dunia karena TB. Ini

Universitas Sumatera Utara


48

dibandingkan dengan sekitar 3,5 juta wanita dewasa yang jatuh sakit dan sekitar

setengah juta orang meninggal karena TB. (WHO,2016).

c. Pekerjaan

9,2%

12,3%
Wiraswasta
38,5%
Tidak Bekerja
Lain-lain
PNS
18,5%
Pegawai Swasta

21,5%

Gambar 5.3 Diagram Pie Proporsi Penderita TB Paru dengan Efusi


Pleura Rawat Inap Berdasarkan Pekerjaan di Rumah
Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2011-2016

Dari 71 penderita, hanya 65 penderita yang tercatat pekerjaanya.

Berdasarkan gambar 5.4 di atas dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi adalah pada

kelompok pekerjaan wiraswasta yaitu sebanyak 38,5%. Rumah Sakit Santa

Elisabeth Medan sebelum Juni 2015 tidak bekerja sama dengan Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sehingga penderita yang berobat adalah

penderita yang membayar tagihan dengan biaya sendiri atau ditanggung asuransi

swasta dan tidak menerima pembayaran yang ditanggung oleh pihak BPJS.

Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Balitbangkes Kemenkes RI

(2014) prevalensi berdasarkan pekerjaan penderita TB Paru tertinggi adalah pada

kelompok tidak bekerja.

Universitas Sumatera Utara


49

d. Tempat Tinggal

39,4%
Luar Kota Medan
Wilayah Kota Medan
60,6%

Gambar 5.4 Diagram Pie Proporsi Penderita TB Paru dengan Efusi


Pleura Rawat Inap Berdasarkan Tempat Tinggal di
Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2011-2016

Berdasarkan gambar 5.5 dapat dilihat bahwa proporsi penderita TB Paru

dengan efusi pleura rawat inap berdasarkan tempat tinggal terdapat 43 (60,6%)

penderita yang bertempat tinggal di luar Kota Medan di mana 9 penderita

bertempat tinggal di kabupaten Karo, 6 penderita bertempat tinggal di kabupaten

Deli Serdang, 5 penderita bertempat tinggal di Kota Siantar.

Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan adalah rumah sakit tipe B dengan

lokasi strategis di Kota Medan, sehingga penderita TB Paru dengan efusi pleura

yang berdomisili di luar Kota Medan dapat dirujuk untuk mendapatkan

penanganan lebih lanjut datang dan berobat di Rumah Sakit Santa Elisabeth

Medan.

Universitas Sumatera Utara


50

5.1.2 Keluhan Utama

80.0% 74.6%

70.0%

60.0%
53.5%
Sesak Napas
50.0%
Batuk
40.0% Nyeri Dada
Demam
30.0%
19.7% Batuk Darah
20.0%
9.9%
10.0% 4.2%

0.0%

Gambar 5.5 Diagram Batang Proporsi Penderita TB Paru dengan


Efusi Pleura Rawat Inap Berdasarkan Keluhan Utama
di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2011-
2016

Berdasarkan gambar 5.6 dapat dilihat bahwa keluhan utama penderita

tertinggi adalah sesak napas yaitu sebanyak 74,6% diikuti oleh batuk (53,5%) dan

disusuk nyeri dada (19,7%), terendah adalah batuk darah yaitu sebanyak 3 orang

(4,2%). Dari 3 penderita dengan keluhan batuk darah, 2 penderita memiliki

penyakit penyerta yaitu pneumonia, kanker paru.

Salah satu gejala efusi pleura adalah sesak napas. Cairan yang mengisi

ruang pleura membuat paru-paru sulit berkembang, menyebabkan pasien sulit

mendapatkan oksigen yang cukup. Bila pleura parietal teriritasi, pasien mungkin

mengalami nyeri ringan atau kadang-kadang nyeri yang menusuk tajam (Cramer,

2006).

Universitas Sumatera Utara


51

Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Sitorus (2014) yang

menunjukkan bahwa proporsi keluhan utama penderita TB paru dengan

komplikasi efusi pleura tertinggi adalah batuk yaitu sebanyak 59,7%.

5.1.3 Lokasi Cairan

14,1%

Unilateral
Bilateral

85,9%

Gambar 5.6 Diagram Pie Proporsi Penderita TB Paru dengan Efusi


Pleura Rawat Inap Berdasarkan Lokasi Cairan di
Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2011-2016

Berdasarkan gambar 5.7 dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi

berdasarkan lokasi cairan adalah unilateral yaitu sebanyak 85,9%. Penelitian

Surjanto (2014) tentang penyebab efusi pleura pada pasien rawat inap di rumah

sakit menemukan bahwa sebagian besar eksudat (86,92%) melibatkan satu

hemitoraks (unilateral). Eksudat adalah jenis cairan pleura yang dapat disebabkan

oleh infeksi seperti tuberkulosis, dan pneumonia.

Adapun efusi yang bilateral seringkali ditemukan pada penyakit – penyakit

seperti kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus

Universitas Sumatera Utara


52

eritematosus sistematik, tumor (Alsagaff,2005). Pada penelitian ini, umur

penderita terbanyak adalah pada umur >50 tahun. Pada proses penuaan terdapat

perubahan degeneratif pada jantung, kulit, otot, tulang, pembuluh darah, paru-

paru, saraf dan jaringan tubuh lainya.

5.1.4 Penyakit Penyerta

2,8%

Tidak Ada Penyakit Penyerta


42,3% Penyakit Tidak Menular
54,9%
Penyakit Menular

Gambar 5.7 Diagram Pie Proporsi Penderita TB Paru dengan Efusi


Pleura Rawat Inap Berdasarkan Penyakit Penyerta di
Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2011-2016

Berdasarkan gambar 5.7 dapat dilihat bahwa proporsi terbesar adalah

penderita yang tidak memiliki penyakit penyerta yaitu sebesar 54,9%. Dari sampel

sebesar 71 orang terdapat 32 penderita yang memiliki catatan penyakit penyerta,

di mana 30 (42,3%) penderita disertai dengan penyakit penyerta tidak menular

yaitu terbanyak adalah DM dan 2 penderita (2,8%) disertai dengan penyakit

menular yaitu pneumonia.

Universitas Sumatera Utara


53

Diketahui bahwa penyakit DM juga berperan penting dalam progresivitas

penyakit TB. Hiperglikemia seperti pada penderita DM menurunkan respon

imunologik sehingga memudahkan berkembangnya penyakit infeksi

Mycobacterium tuberculosis. Penderita DM berisiko TB 1,5-8,9 kali dibanding

tanpa DM. Adapun prevalensi DM pada TB berkisar 5,4%-44,0%. Pasien yang

menderita TB-DM lebih sering mempunyai manifestasi klinis yang lebih berat

dibanding tanpa DM, konversi sputum yang tertunda, kegagalan terapi yang lebih

tinggi, recurrence dan relapse yang lebih tinggi. (Mihardja dkk, 2015).

Adapun langkah yang diambil oleh pemerintah unutk mendukung

pengendalian TB-DM yaitu dengan melakukan penapisan DM pada pasien TB

dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa atau pemeriksaan glukosa plasma

sewaktu atau pemeriksaan glukosa plasma 2 jam setelah tes toleransi glukosa oral

dengan beban 75 gram pada semua pasien TB (Kemenkes RI, 2015).

Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Oliviera (2016) di RSUP Dr.

Kariadi di mana penyakit kormobid tertinggi pada kelompok penderita dengan

penyakit penyerta adalah HIV (33,67%), diikuti keganasan (23,46%) lalu

kemudian disusul oleh DM (20,40%).

Universitas Sumatera Utara


54

5.1.5 Lama Rawatan

Lama rawatan rata-rata penderita TB paru dengan efusi pleura rawat inap

adalah 7 hari dengan standar deviasi 5 hari. Adapun lama rawatan minimum 1

hari sedangkan lama rawatan maksimum 24 hari. Penderita dengan status lama

rawatan 24 hari adalah penderita yang memiliki penyakit penyerta yakni DM

dengan status kepulangan adalah pulang sembuh. Adapun penderita dengan status

lama rawatan 1 hari tidak tercatat status kepulangannya.

5.1.6 Keadaan Sewaktu Pulang

9,9%
1,4%

9,9%
Tidak Tercatat
Pulang Sembuh

50,7% PAPS
Meninggal
Pindah RS
28,2%

Gambar 5.8 Diagram Batang Proporsi Penderita TB Paru dengan Efusi


Pleura Rawat Inap Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di
Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2011-2016

Dapat dilihat dari gambar 5.8 bahwa proporsi keadaan sewaktu pulang

terdapat 36 (50,7%) penderita yang tidak tercatat keadaan sewaktu pulangnya.

Dari 35 penderita TB Paru dengan efusi pleura rawat inap yang tercatat terbanyak

Universitas Sumatera Utara


55

adalah penderita pulang sembuh yaitu sebanyak 20 orang (28,1%). Adapun

jumlah penderita yang pulang atas permintaan sendiri (PAPS) yaitu sebanyak 7

orang (9,9%), dan pindah rumah sakit yaitu sebanyak 1 orang (1,4%) yang

merupakan penderita dengan penyakit penyerta keganasan. Adapun penderita

dengan keadaan sewaktu pulang meninggal ada 7 orang (9,9%) adalah penderita

dengan penyakit penyerta yaitu keganasan sebanyak 4 penderita dan DM 3

penderita.

Adapun prognosis pasien dengan efusi pleura bergantung pada penyebab

utama efusi, apakah penyebab utama tersebut bisa dieliminasi. Bila penyebab

efusi pleura dapat ditentukan dan diobati secara efektif, cairan pleura dapat

dengan efektif dibersihkan dan tidak kambuh lagi. Kapan pun efusi besar

menyebabkan pasien sesak napas, thoracentesis akan membuat pernapasan lebih

mudah, dan mungkin akan diulang jika perlu. Pada kasus efusi pleura disebabkan

oleh kanker yang tidak bisa dikontrol, efek lain dari penyakit ini mungkin akan

menjadi lebih penting (Cramer, 2006).

Universitas Sumatera Utara


56

5.2 Analisis Statistik

5.2.1 Umur berdasarkan Jenis Kelamin

56,0%

54,0% 53,5% 53,6%

52,0%

50,0%
7-50
48,0% >50
46,5% 46,4%
46,0%

44,0%

42,0%
Laki-laki Perempuan

Gambar 5.9 Diagram Batang Proporsi Umur Berdasarkan Jenis


Kelamin pada Penderita TB Paru dengan Efusi Pleura
Rawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan
Tahun 2011-2016

Berdasarkan gambar 5.9 dapat dilihat bahwa proporsi umur tertinggi pada

laki-laki adalah 7-50 tahun, sedangkan pada perempuan adalah >50 tahun.

Kesadaran rendah, persepsi individu dan risiko sosial yang rendah, stigma tinggi,

dan kendala eksternal menyebabkan pencarian dan diagnosis perawatan tertunda.

Selain itu, perilaku mencari perawatan konvensional juga menjelaskan penundaan,

terutama di kalangan wanita. Perempuan di masyarakat miskin di negara

berkembang lebih cenderung kurang berpendidikan, mengalami stigmatisasi

dalam mencari perawatan TB, dan menderita lebih banyak dari hambatan

eksternal (Waisbord, 2005).

Universitas Sumatera Utara


57

Berdasarkan hasil uji statistik Chi-Square, diketahui nilai p>0,05

(p=0,561), tidak terdapat perbedaan proporsi yang bermakna antara umur

penderita TB paru dengan efusi pleura berdasarkan jenis kelamin.

5.2.2 Umur berdasarkan Lokasi Cairan

70,0%
60,0%
60,0%
52,5%
50,0% 47,5%
40,0%
40,0%
7-50
30,0% >50

20,0%

10,0%

0,0%
Unilateral Bilateral

Gambar 5.10 Diagram Batang Proporsi Umur Berdasarkan Lokasi


Cairan pada Penderita TB Paru dengan Efusi Pleura
Rawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan
Tahun 2011-2016

Dari gambar 5.10 dapat diketahui bahwa dari 71 penderita TB paru dengan

efusi pleura rawat inap lokasi cairan unilateral 32 orang (52,5%) adalah penderita

berumur 7-50 tahun, 29 orang (47,5%) adalah penderita berumur >50 tahun.

Penderita dengan lokasi cairan bilateral terbanyak yaitu 6 orang (60%) adalah

penderita berumur >50 tahun, 4 orang (40%) adalah penderita berumur 7-50

tahun.

Universitas Sumatera Utara


58

Data insiden efusi pleura berdasarkan umur pada populasi umum sangat

terbatas dan tergantung pada daerah geografis, umur pada populasi dan latar

belakang penyakit yang menyebabkan efusi pleura. Efusi pleura yang bilateral

ditemukan pada penyakit – penyakit seperti kegagalan jantung kongestif,

sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus eritematosus sistematik, tumor.

Dengan bertambahnya umur, fungsi fisiologis mengalami penurunan akibat proses

degeneratif (penuaan). Masalah degeneratif turut pula menurunkan daya tahan

tubuh sehingga rentan terhadap penyakit (Kemenkes, 2013).

Berdasarkan hasil uji statistik Exact Fisher, diketahui nilai p > 0,05

(p=0,514), tidak ada perbedaan proporsi yang bermakna antara umur penderita TB

paru dengan efusi pleura berdasarkan lokasi cairan.

Universitas Sumatera Utara


59

5.2.3 Jenis Kelamin berdasarkan Lokasi Cairan

Gambar 5.11 Diagram Batang Proporsi Jenis Kelamin Berdasarkan


Lokasi Cairan pada Penderita TB Paru dengan Efusi
Pleura Rawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth
Medan Tahun 2011-2016

Dari gambar 5.11 di atas dapat diketahui bahwa dari 71 penderita TB paru

dengan efusi pleura rawat inap lokasi cairan unilateral 35 orang (57,4%) adalah

penderita berjenis kelamin laki-laki, 26 orang (42,6%) adalah penderita dengan

berjenis kelamin perempuan. Penderita dengan lokasi cairan bilateral 8 orang

(80%) berjenis kelamin laki-laki, 2 orang (20%) adalah penderita berjenis

kelamin perempuan.

Umumnya, insiden efusi pleura antara laki-laki dan perempuan sama.

Penelitian yang dilakukan Surjanto (2014) tentang penyebab efusi pleura pada

pasien rawat inap di rumah sakit menemukan bahwa sebagian besar hemitoraks

yang terlibat adalah unilateral (86,92%). Terdapat 13,08% pasien yang efusi

pleuranya bilateral.

Universitas Sumatera Utara


60

Berdasarkan hasil uji statistik Exact Fisher diperoleh nilai p>0,05

(p=0,296). Hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan proporsi yang bermakna

antara jenis kelamin penderita TB paru dengan efusi pleura berdasarkan lokasi

cairan.

5.2.4 Penyakit Penyerta berdasarkan Lokasi Cairan

70,0%
60,0%
60,0% 57,4%

50,0%
42,6%
40,0%
40,0% Ada Penyakit Penyerta

30,0% Tidak Ada Penyakit


Penyerta
20,0%

10,0%

0,0%
Unilateral Bilateral

Gambar 5.12 Diagram Batang Proporsi Penyakit Penyerta


Berdasarkan Lokasi Cairan pada Penderita TB Paru
dengan Efusi Pleura Rawat Inap di Rumah Sakit Santa
Elisabeth Medan Tahun 2011-2016
Dari gambar 5.13 di atas dapat diketahui diketahui bahwa dari 71

penderita TB paru dengan efusi pleura rawat inap lokasi cairan unilateral 42,6%

(26 orang) adalah penderita memiliki penyakit penyerta. Lokasi cairan unilateral,

57,4% (35 orang) adalah penderita yang tidak ada penyakit penyerta. Penderita

dengan lokasi cairan bilateral 60% (6 orang) adalah penderita dengan penyakit

penyerta, 5,5% (4 orang) adalah penderita yang tidak ada penyakit penyerta.

Efusi yang bilateral seringkali ditemukan pada penyakit-penyakit seperti

kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus

Universitas Sumatera Utara


61

eritematosus sistematik, tumor. Salah satu penyakit penyerta yang dimiliki

penderita dengan lokasi cairan bilateral adalah malignansi.

Karakteristik efusi pleura bersifat unilateral atau bilateral sangat

tergantung pada penyebab efusi pleura. Dalam penelitian yang dilakukan di

Rumah Sakit Persahabatan ditemukan bahwa efusi pleura terbanyak bersifat

eksudat dan disebabkan oleh malignansi dan tuberkulosis. 98 kasus (94,2%)

eksudat melibatkan satu hemitoraks (unilateral). Sedangkan 10 kasus (66,7%)

transudat melibatkan kedua hemitoraks (bilateral) (Khairani, 2012).

Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji Exact Fisher

diperoleh nilai p>0,05 (p=0,330). Hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan

proporsi yang bermakna antara penyakit penyerta penderita TB paru dengan efusi

pleura berdasarkan lokasi cairan.

Universitas Sumatera Utara


BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Berdasarkan karakteristik sosiodemografi, diperoleh bahwa distribusi

penderita TB paru dengan efusi pleura rawat inap di Rumah Sakit Santa

Elisabeth Medan Tahun 2011-2016 tertinggi pada kelompok umur >50

tahun, jenis kelamin laki-laki, pekerjaan wiraswasta, dan daerah tempat

tinggal di luar wilayah kota Medan.

2. Distribusi proporsi penderita berdasarkan keluhan utama terbanyak yaitu

sesak napas.

3. Distribusi lokasi cairan pada penderita terbanyak adalah unilateral.

4. Distribusi penyakit penyerta terbanyak adalah tidak ada penyakit penyerta.

5. Lama rawatan rata-rata penderita TB paru dengan efusi pleura rawat inap

adalah 7 hari.

6. Keadaan sewaktu pulang terdapat 36 (50,7%) penderita yang tidak tercatat

keadaan sewaktu pulangnya.

7. Tidak ada perbedaan proporsi yang bermakna antara umur berdasarkan

jenis kelamin.

8. Tidak ada perbedaan proporsi yang bermakna antara umur berdasarkan

lokasi cairan.

9. Tidak ada perbedaan proporsi yang bermakna antara jenis kelamin

berdasarkan lokasi cairan.

10. Tidak ada perbedaan proporsi yang bermakna antara penyakit penyerta

berdasarkan lokasi cairan.

62
Universitas Sumatera Utara
63

6.2 Saran

1. Penderita TB paru diharapkan dapat meminum obat secara teratur agar

tidak menambah beban kesakitan yang diderita.

2. Diharapkan kepada pihak Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan agar

meningkatkan kelengkapan pencatatan data mengenai tinggi badan, berat

badan, pendidikan, status kepulangan serta riwayat penyakit TB paru.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, Hood., Abdul, Mukty., 2005. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru.


Cetakan ke-3. Airlangga University Press: Surabaya
Cahyadi, Alius., Venty., 2011. Journal of The Indonesian Medical Association:
Tuberkulosis Paru pada Pasien Diabetes Mellitus. Diakses 5 Maret
2017;: http://indonesia.digitaljournals.org/
Crafton, J.,2002.Tuberkulosis Klinis.Edisi 2.Penerbit Widya Medika.: Jakarta

Chin.,Kandun, James., Nyoman, I.,2006. Manual Pemberantasan Penyakit


Menular.Cetakan ke-2.Infomedika: Jakarta
Cramer, David A. The Gale Encyclopedia of Medicine vol 4. 3rd ed : Pleural
Effusion. Diakses 19 Juni 2017; http://e-
resources.perpusnas.go.id:2109/ps/i.do?p=GVRL&u=idpnri&id=GALE|C
X3451601274&v=2.1&it=r&sid=summon&authCount=1
Dinkes Kota Medan., 2012. Laporan Dinas Kesehatan Kota Medan. Diakses 12
Januari 2017;http://dinkes.pemkomedan.go.id/

Dinkes Provinsi Sumatera Utara., 2013. Profil Kesehatan Sumatera Utara


Tahun 2013. Diakses 12 Januari
2017;http://dinkes.sumutprov.go.id/editor/gambar/file/TABEL%20LAMPI
RAN% 20PROFIL%202013%20FINAL.pdf

Hassan, Rusepno., Alatas, Husein,. 2007. Buku Ilmu Kesehatan Anak 2.


Universitas Indonesia: Jakarta
Hargreaves, James R., Boccia, Delia., Evans, Carlton A., Adato, Michelle.,
Petticrew, Mark., Porter, John D.H. 2011. The Social Determinants of
Tuberculosis From Evidence to Action. Diakses 7 Juni 2017;
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3052350/#__sec3title
Icksan, Aziza G., Luhur, Reny., 2008. Radiologi Toraks Tuberkulosis Paru.
CV. Sagung Seto: Jakarta
Kemenkes RI., 2011. TBC Masalah Kesehatan Dunia. Diakses 17 Januari
2017;http://www.depkes.go.id/print/1444/tbc-masalah-kesehatan-
dunia.html
., 2011. Strategi Nasional Pengendalian TB Di Indonesisa 2010-
2014. Diakses 19 Januari 2017;
www.searo.who.int/entity/indonesia/.../stranas_tb-2010-2014.pdf?

64
Universitas Sumatera Utara
65

., 2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Diakses


20 Januari 2017;http://www.tbindonesia.or.id/opendir/Buku/bpn_p-
tb_2014.pdf
., 2015. Konsensus Pengelolaan Tuberkulosis dan Diabetes
Melitus (TB-DM) di Indonesia. Diakses 21 Juli 2017;
http://kncv.or.id/images/xplod/publication/konsensus%20nasional%20tb-
dm.pdf
., 2016. Infodatin Tuberkulosis. Diakses 19 Februari
2017;http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/info
datin/InfoDatin-2016-TB.pdf
Khairani, Rita., Syahruddin, Elisna., Partakusuma, Lia
Gardenia.,2012.Karakteristik Efusi Pleura di Rumah Sakit
Persahabatan. Diakses 20 Juni 2017;http://jurnalrespirologi.org/wp-
content/uploads/2012/11/jri-2012-32-3-155-60.pdf
Marais, Ben J., Lonroth,Knut., Lawn, Stephen D., Migliori, Giovani
B.,Mwaba,Peter., Glaziou, Philippe., Bates, Matthew., Colagiuri, Ruth.,
Zjenah, Lynn., Swaminathan, Soumya., Memish, Ziad A., Pletschectte,
Michel., Hoelscher, Michael., Abubakar, Ibrahim., Hasan, Rumina., Zafar,
Afi.,Pantaleo, Guiseppe., Craig, Gill., Kim, Peter., Meurer, Markus.,
Schito, Marco., Zumia, Alimuddin., 2013.Tuberculosis Comorbidity
with Comunnicable and Non-Communicable Diseases: Integrating
Health Services and Control Efforts. Diakses 19 Februari 2017 http://e-
resources.perpusnas.go.id:2079/media
Mihardja, Laurentia., Lolong, Dina Bisara., Ghani, Lannywati.,2015. Prevalensi
Diabetes Melitus pada Tuberkulosis dan Masalah Terapi. Diakses 20
Juni
2017;http://www.ejournal.litbang.kemkes.go.id/index.php/jek/article/vieFi
le/4714/4197
Niniek, Lely P., R, Betty.,Hargono, Rachmat.,2012.Faktor Determinan Budaya
Kesehatan dalam Penularan Penyakit TB Paru. Diakses 20 Januari
2017;http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/viewFile/29
74/2207
Oliviera, Ivona., Nur Kholis, Fathur., Ngestiningsih, Dwi., 2016. Pola Kejadian
Penyakit Komorbid dan Efek Samping OAT pada Pasien
Tuberkulosis di RSUP Kariadi. Diakses 3 Februari 2017;http://ejournal-
s1.undip.ac.id/index.php/medico

PDPI., 2006. Pedoman Penatalaksanaan TB (Konsensus TB). Diakses 3


Februari 2017;http://klikpdpi.com/konsensus/Xsip/tb.pdf

Universitas Sumatera Utara


66

Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan., 2017. Profil Rumah Sakit Santa
Elisabeth Medan. Diakses 15 Juni 2017;http://rssemedan.com/
Sihombing, Eka SR.,2010. Karakteristik Penderita TB Paru Rawat Inap Di
Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2004-2007. Diakses 17
Januari 2017;http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/16379
Sitompul, Anggie Imaniah. 2014. Prevalensi dan Karakteristik Penderita
Tuberkulosis Paru di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru Medan
Tahun 2012. Diakses 5 Juli
2017;http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/40165
Sitorus, Surya Honesty.,2014.Karakteristik Penderita Tuberkulosis Paru
dengan Komplikasi yang Rawat Inap di RSUD Rantauprapat Tahun
2012. Diakses 17 Januari
2017;http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/40307
Sudoyo, Aru W.,Setiyohadi, Bambang., Alwi, Idrus., K, Marcellus
Simadibrata.,Setiati, Siti., 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Interna Publishing: Jakarta
Surjanto, Eddy., Sutanto, Yusup Subagyo., Aphridasari, Jatu., Leonardo.
Penyebab Efusi Pleura pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit.
Diakses 27 Juli 2017;http://jurnalrespirologi.org/wp-
content/uploads/2015/02/JRI-2014-34-2-102-108.pdf
Valdes, Luis., Alvarez, David., Valle, Jose Manuel., Pose, Antonio., San Jose,
Esther. 1996. The Etiology of Pleural Effusions in an Area With High
Incidence Tuberculosis. Diakses 11 Juli
2017;http://www.sciencedirect.com/science/pii/S0012369215455461
Vasakova, Martina., 2014. The Clinical Respiratory Journal : Challenges of
Antituberculosis Treatment in Patients With Difficult Clinical
Conditions. Diakses 11 Februari 2017
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/crj.12119/full
Waisbord, Silvio. 2005. Behavioral Barriers in Tuberculosis Control: A
Literature Review. Diakses 11 Juli
2017;http://pdf.usaid.gov/pdf_docs/Pnadf406.pdf

WHO.,2016. Global Tuberculosis Report. Diakses 22 Februari


2017;http://www.who.int/tb/publications/global_report/en/

.,2016. Tuberculosis Country Profiles. Diakses 22 Februari


2017;http://www.who.int/tb/country/data/profiles/en/
.,2016. Tuberculosis and Gender. Diakses 23 Juli 2017
http://www.who.int/tb/areas-of-work/population-groups/gender/en/

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Master Data .............................................................................. 67

Lampiran 2. Output Master Data .................................................................. 72

Lampiran 3. Surat Izin Penelitian ................................................................. 80

Lampiran 4. Surat Keterangan Selesai Penelitian ........................................ 81

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 1. Master Data

KARAKTERISTIK PENDERITA TB PARU DENGAN EFUSI PLEURA RAWAT INAP


DI RUMAH SAKIT UMUM SANTA ELISABETH MEDAN TAHUN 2011 – 2016

No. U UK1 UK2 JK K KK2 DTT B BD SN ND D L SPP PP KSP KSP2 LR


1 38 2 1 1 1 3 2 2 1 1 2 2 1 1 2 2 5 10
2 21 2 1 1 1 2 2 2 2 1 1 2 1 2 3 2 5 10
3 53 3 2 2 1 1 2 1 2 2 1 2 2 1 2 2 5 4
4 31 2 1 2 1 1 2 1 2 1 2 1 1 2 3 1 1 5
5 49 2 1 2 1 5 2 1 2 1 1 2 1 2 3 1 2 6
6 67 3 2 2 1 5 2 1 2 1 2 2 1 2 3 2 5 7
7 57 3 2 1 1 3 1 2 2 1 2 2 1 2 3 1 1 4
8 45 2 1 1 1 5 2 2 2 1 2 2 1 1 2 1 1 24
9 24 2 1 1 1 3 1 1 2 2 1 2 1 2 3 1 1 5
10 50 2 1 1 1 3 2 1 2 2 2 2 2 1 2 1 1 3
11 38 2 1 1 1 2 1 2 1 1 2 2 2 2 3 2 5 1
12 39 2 1 2 1 3 2 2 2 1 2 2 1 2 3 2 5 4
13 21 2 1 1 1 4 2 2 2 2 2 1 1 2 3 2 5 10
14 83 3 2 2 1 4 2 1 2 1 2 2 1 1 2 1 2 13

67
Universitas Sumatera Utara
15 52 3 2 1 1 1 2 1 2 2 2 2 1 1 2 1 2 4
16 30 2 1 1 1 2 2 2 2 1 2 2 2 2 3 2 5 4
17 62 3 2 1 1 4 1 1 2 1 2 2 1 2 3 2 5 6
18 26 2 1 1 1 3 1 2 2 2 1 2 1 2 3 1 1 3
19 44 2 1 1 1 1 1 1 2 1 2 2 1 2 3 2 5 11
20 59 3 2 2 1 3 2 1 2 1 2 2 1 1 2 1 4 5
21 55 3 2 2 1 5 2 1 2 1 2 2 1 1 2 1 3 5
22 9 1 1 1 1 4 2 1 2 2 2 1 1 2 3 1 1 15
23 48 2 1 1 1 5 2 1 2 1 2 2 1 1 2 1 2 9
24 54 3 2 2 1 5 2 2 2 1 2 2 2 2 3 2 5 12
25 41 2 1 2 2 6 1 2 2 1 1 2 1 2 3 2 5 9
26 52 3 2 1 1 3 2 2 2 1 2 2 1 2 3 2 5 3
27 82 3 2 1 1 3 2 2 1 1 2 1 1 1 2 2 5 7
28 49 2 1 1 1 3 2 1 2 2 1 2 2 1 2 2 5 6
29 75 3 2 2 1 4 1 2 2 1 2 2 1 1 2 1 4 5
30 59 3 2 2 1 3 1 2 2 1 2 2 1 2 3 2 5 6
31 29 2 1 1 1 5 1 1 2 1 2 1 1 2 3 2 5 4
32 56 3 2 1 1 3 2 2 2 1 2 2 1 1 1 2 5 7

68
Universitas Sumatera Utara
33 54 3 2 1 1 1 2 1 2 1 2 2 1 1 2 1 1 3
34 66 3 2 1 1 3 2 1 2 1 2 2 2 1 2 1 1 4
35 27 2 1 1 2 6 1 2 2 1 1 2 1 2 3 1 2 5
36 62 3 2 1 1 3 2 1 2 1 2 2 1 2 3 2 5 7
37 64 3 2 1 1 4 2 1 2 2 2 2 2 2 3 1 2 5
38 56 3 2 2 1 5 2 1 2 2 2 2 1 1 2 2 5 11
39 24 2 1 2 2 6 1 2 2 2 1 2 1 2 3 2 5 6
40 7 1 1 2 2 6 1 2 2 2 1 1 1 2 3 1 1 7
41 70 3 2 2 1 4 1 2 2 1 2 2 1 2 3 1 2 4
42 49 2 1 2 1 3 2 1 2 1 2 2 1 1 2 2 5 5
43 59 3 2 1 1 1 2 1 2 1 2 2 1 1 2 2 5 5
44 83 3 2 2 1 3 1 1 2 1 2 2 1 1 2 2 5 18
45 28 2 1 1 2 6 1 1 2 2 2 2 1 2 3 2 5 3
46 51 3 2 1 1 3 2 2 2 1 2 2 1 2 3 2 5 3
47 23 2 1 2 1 3 1 1 2 1 2 2 1 2 3 1 1 7
48 57 3 2 1 1 3 2 1 2 1 2 2 2 1 2 1 4 23
49 47 2 1 1 1 3 2 2 2 1 2 2 1 2 3 2 5 4
50 63 3 2 1 1 5 2 2 2 1 1 2 1 2 3 1 1 9

69
Universitas Sumatera Utara
51 57 3 2 1 1 3 2 1 2 2 1 2 1 1 2 2 5 11
52 37 2 1 1 1 3 2 2 2 1 2 2 1 1 1 1 1 14
53 16 2 1 1 1 4 1 1 2 2 2 1 1 2 3 1 1 6
54 60 3 2 2 1 5 1 1 2 2 2 2 1 1 2 2 5 7
55 22 2 1 2 1 2 2 2 2 2 1 2 1 2 3 2 5 3
56 64 3 2 2 1 4 1 2 2 1 1 2 1 1 2 1 4 11
57 58 3 2 2 1 4 1 2 2 1 2 2 1 1 2 1 1 12
58 18 2 1 1 1 4 1 1 2 1 2 2 1 2 3 1 1 5
59 26 2 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 1 2 3 2 5 7
60 22 2 1 2 1 4 1 1 2 1 2 2 1 2 3 2 5 7
61 24 2 1 2 1 2 2 2 2 1 2 2 1 1 2 1 1 6
62 68 3 2 1 1 5 2 2 2 1 2 2 1 1 2 1 4 4
63 54 3 2 1 1 3 2 2 2 1 2 2 1 2 3 2 5 4
64 55 3 2 1 1 5 2 1 2 1 2 2 1 1 2 1 4 3
65 55 3 2 2 1 1 1 1 2 1 2 2 1 1 2 1 1 3
66 35 2 1 1 1 2 1 1 2 1 2 2 1 2 3 2 5 3
67 41 2 1 2 1 3 2 1 2 1 2 2 1 2 3 2 5 11
68 37 2 1 2 2 6 2 1 2 1 2 2 1 2 3 2 5 6

70
Universitas Sumatera Utara
69 51 3 2 1 1 4 2 2 2 1 2 2 1 1 2 1 1 5
70 44 2 1 1 1 3 1 2 2 1 2 2 1 1 2 1 4 6
71 61 3 2 1 1 4 1 2 2 1 2 2 2 1 2 1 1 10

Keterangan :
1. U : Umur
2. UK1 : Umur Kategori 1
3. UK2 : Umur Kategori 2
4. JK : Jenis Kelamin
5. K : Status Pekerjaan
6. KK2 : Pekerjaan Kategori 2
7. B : Batuk
8. BD : Batuk Darah
9. SN : Sesak Napas
10. ND : Nyeri Dada
11. D : Demam
12. L : Lokasi
13. SPP : Status Penyakit Penyerta
14. PP : Penyakit Penyerta Kategori 2
15. KSP : Keadaan Sewaktu Pulang
16. KSP2 : Keadaan Sewaktu Pulang Kategori 2
17. LR : Lama Rawatan

71
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Output Master Data

Analisis Univariat

Umur Penderita K1

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 7-14 2 2,8 2,8 2,8

15-50 34 47,9 47,9 50,7

>50 35 49,3 49,3 100,0

Total 71 100,0 100,0

Jenis Kelamin Penderita

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Laki-laki 43 60,6 60,6 60,6

Perempuan 28 39,4 39,4 100,0

Total 71 100,0 100,0

Status Pekerjaan Penderita

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tercatat 65 91,5 91,5 91,5

Tidak Tercatat 6 8,5 8,5 100,0

Total 71 100,0 100,0

Pekerjaan Penderita

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid PNS 8 12,3 12,3 12,3

Pegawai Swasta 6 9,2 9,2 21,5

Wiraswasta 25 38,5 38,5 60,0

Tidak Bekerja 14 21,5 21,5 81,5

Lain - lain 12 18,5 18,5 100,0

Total 65 100,0 100,0

72
Universitas Sumatera Utara
Tempat Tinggal Penderita

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Wilayah Kota Medan 28 39,4 39,4 39,4

Luar Wilayah Kota Medan 43 60,6 60,6 100,0

Total 71 100,0 100,0

Batuk Sebagai Keluhan Utama

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tercatat 38 53,5 53,5 53,5

Tidak Tercatat 33 46,5 46,5 100,0


Total 71 100,0 100,0

Batuk Darah Sebagai Keluhan Utama

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tercatat 3 4,2 4,2 4,2

Tidak Tercatat 68 95,8 95,8 100,0

Total 71 100,0 100,0

Sesak Nafas Sebagai Keluhan Utama

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tercatat 53 74,6 74,6 74,6

Tidak Tercatat 18 25,4 25,4 100,0

Total 71 100,0 100,0

Nyeri Dada Sebagai Keluhan Utama

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tercatat 14 19,7 19,7 19,7

Tidak Tercatat 57 80,3 80,3 100,0

Total 71 100,0 100,0

73
Universitas Sumatera Utara
Demam Sebagai Keluhan Utama

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tercatat 7 9,8 9,8 9,8

Tidak Tercatat 64 90,1 90,1 100,0

Total 71 100,0 100,0

Lokasi Cairan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Unilateral 61 85,9 85,9 85,9

Bilateral 10 14,1 14,1 100,0

Total 71 100,0 100,0

Penyakit Penyerta Penderita

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Penyakit Menular 2 2,8 2,8 2,8

Penyakit Tidak Menular 30 42,3 42,3 45,1

Tidak Ada Penyakit 39 54,9 54,9 100,0


Penyerta
Total 71 100,0 100,0

74
Universitas Sumatera Utara
Descriptives

Statistic Std. Error

Lama Rawatan Mean 7,04 ,519


Penderita 95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 6,01

Upper Bound 8,08

5% Trimmed Mean 6,54

Median 6,00

Variance 19,155

Std. Deviation 4,377

Minimum 1

Maximum 24

Range 23

Interquartile Range 5

Skewness 1,875 ,285

Kurtosis 4,396 ,563

Keadaan Penderita Sewaktu Pulang

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Pulang Sembuh 20 28,1 28,1 28,1

PAPS 7 9,9 9,9 38,0

Pindah RS 1 1,4 1,4 39,4

Meninggal 7 9,9 9,9 49,3

Tidak Tercatat 36 50,7 50,7 100,0

Total 71 100,0 100,0

75
Universitas Sumatera Utara
Analisis Statistik

Jenis Kelamin Penderita * Umur Penderita K2 Crosstabulation

Umur Penderita K2

7-50 >50 Total

Jenis Kelamin Laki-laki Count 23 20 43


Penderita % within Jenis Kelamin Penderita 53,5% 46,5% 100,0%

% within Umur Penderita K2 63,9% 57,1% 60,6%

% of Total 32,4% 28,2% 60,6%

Perempuan Count 13 15 28

% within Jenis Kelamin Penderita 46,4% 53,6% 100,0%

% within Umur Penderita K2 36,1% 42,9% 39,4%

% of Total 18,3% 21,1% 39,4%


Total Count 36 35 71

% within Jenis Kelamin Penderita 50,7% 49,3% 100,0%

% within Umur Penderita K2 100,0% 100,0% 100,0%

% of Total 50,7% 49,3% 100,0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. Exact Sig.


Value df sided) (2-sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square ,338 1 ,561
b
Continuity Correction ,115 1 ,735
Likelihood Ratio ,338 1 ,561
Fisher's Exact Test ,631 ,368
Linear-by-Linear Association ,333 1 ,564
N of Valid Cases 71

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13,80.
b. Computed only for a 2x2 table

76
Universitas Sumatera Utara
Lokasi Cairan * Umur Penderita K2 Crosstabulation

Umur Penderita K2

7-50 >50 Total

Lokasi Cairan Unilateral Count 32 29 61

% within Lokasi Cairan 52,5% 47,5% 100,0%

% within Umur Penderita K2 88,9% 82,9% 85,9%

% of Total 45,1% 40,8% 85,9%

Bilateral Count 4 6 10

% within Lokasi Cairan 40,0% 60,0% 100,0%

% within Umur Penderita K2 11,1% 17,1% 14,1%

% of Total 5,6% 8,5% 14,1%


Total Count 36 35 71

% within Lokasi Cairan 50,7% 49,3% 100,0%

% within Umur Penderita K2 100,0% 100,0% 100,0%

% of Total 50,7% 49,3% 100,0%


Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig.


Value df (2-sided) sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square ,534 1 ,465
b
Continuity Correction ,152 1 ,697
Likelihood Ratio ,536 1 ,464
Fisher's Exact Test ,514 ,349
Linear-by-Linear Association ,526 1 ,468
N of Valid Cases 71

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,93.
b. Computed only for a 2x2 table

77
Universitas Sumatera Utara
Lokasi Cairan * Jenis Kelamin Penderita Crosstabulation

Jenis Kelamin Penderita

Laki-laki Perempuan Total

Lokasi Cairan Unilateral Count 35 26 61

Expected Count 36,9 24,1 61,0

% within Lokasi Cairan 57,4% 42,6% 100,0%

% within Jenis Kelamin 81,4% 92,9% 85,9%


Penderita

% of Total 49,3% 36,6% 85,9%

Bilateral Count 8 2 10

Expected Count 6,1 3,9 10,0

% within Lokasi Cairan 80,0% 20,0% 100,0%

% within Jenis Kelamin 18,6% 7,1% 14,1%


Penderita

% of Total 11,3% 2,8% 14,1%


Total Count 43 28 71

Expected Count 43,0 28,0 71,0

% within Lokasi Cairan 60,6% 39,4% 100,0%

% within Jenis Kelamin 100,0% 100,0% 100,0%


Penderita

% of Total 60,6% 39,4% 100,0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. (1-


Value df (2-sided) (2-sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 1,841 1 ,175
b
Continuity Correction 1,016 1 ,314
Likelihood Ratio 1,995 1 ,158
Fisher's Exact Test ,296 ,157
Linear-by-Linear Association 1,815 1 ,178
N of Valid Cases 71

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,94.
b. Computed only for a 2x2 table

78
Universitas Sumatera Utara
Lokasi Cairan * Status Penyakit Penyerta Penderita Crosstabulation

Status Penyakit Penyerta


Penderita

Tercatat Tidak Tercatat Total

Lokasi Cairan Unilateral Count 26 35 61

Expected Count 27,5 33,5 61,0

% within Lokasi Cairan 42,6% 57,4% 100,0%

% within Status Penyakit 81,3% 89,7% 85,9%


Penyerta Penderita

% of Total 36,6% 49,3% 85,9%

Bilateral Count 6 4 10
Expected Count 4,5 5,5 10,0

% within Lokasi Cairan 60,0% 40,0% 100,0%

% within Status Penyakit 18,8% 10,3% 14,1%


Penyerta Penderita

% of Total 8,5% 5,6% 14,1%


Total Count 32 39 71

Expected Count 32,0 39,0 71,0

% within Lokasi Cairan 45,1% 54,9% 100,0%

% within Status Penyakit 100,0% 100,0% 100,0%


Penyerta Penderita

% of Total 45,1% 54,9% 100,0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df (2-sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 1,048 1 ,306
b
Continuity Correction ,464 1 ,496
Likelihood Ratio 1,044 1 ,307
Fisher's Exact Test ,330 ,247
Linear-by-Linear 1,033 1 ,309
Association
N of Valid Cases 71

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,51.
b. Computed only for a 2x2 table

79
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3. Surat Izin Penelitian

80
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4. Surat Keterangan Selesai Penelitian

81
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai