DISUSUN OLEH :
RARI DEWINDA SUDARMAJI FILIANA
G991903051
Periode : 23 November 2020 s.d. 6 Desember 2020
RESIDEN PEMBIMBING
Oleh:
Rari Dewinda Sudarmaji Filiana G991903051
1
STATUS PASIEN
I. ANAMNESIS
A. Identitas penderita
Nama : Tn. S
Umur : 65 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Kerten, Laweyan, Surakarta
No RM : 01419xxx
Suku : Jawa
Pekerjaan : Distributor es balok
Status : Menikah
Tanggal Masuk : 14 Mei 2018
Tanggal Periksa : 16 Mei 2018 jam 14.30 WIB
B. Data dasar
Autoanamnesis dan alloanamnesis dilakukan saat hari ketiga
perawatan di Bangsal Penyakit Dalam Flamboyan 8 kamar 802D
RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
Keluhan utama:
Demam tinggi sejak 7 hari SMRS.
2
mencapai 390C dengan pengukuran menggunakan termometer di
ketiak. Demam dirasakan hingga pasien menggigil. Menurut
penuturan keluarga, kadang pasien mengigau. Demam turun dengan
pemberian obat penurun panas tetapi beberapa jam kemudian demam
naik kembali. Demam diikuti dengan keluhan sakit kepala yang
dirasakan di semua bagian kepala.
Pasien juga mengeluh mual dan muntah yang dirasakan sejak 7
hari SMRS. Muntah + 4 kali sehari, setiap muntah sebanyak segelas
belimbing berisi makanan dan air. 4 hari SMRS pasien sempat muntah
dengan gumpalan darah sebanyak + 3 sendok makan tiap kali muntah.
Pasien mengeluhkan pegal dan nyeri di seluruh tubuh sejak 6 hari
SMRS. Nyeri dirasakan terutama di betis. Keluhan dirasakan terus-
menerus, tidak bertambah saat aktivitas dan tidak berkurang saat
istirahat.
Pasien BAK 2-3 kali sehari, tiap BAK setengah gelas belimbing
dengan warna coklat seperti teh sejak 6 hari SMRS. 3 hari SMRS,
BAK pasien mulai bertambah hingga + 1000 cc per hari. Keluhan
nyeri pinggang, anyang-anyangan, nyeri saat BAK, dan BAK
pasir/batu disangkal.
Pasien BAB 1-2 kali tiap hari, dengan konsistensi lembek,
berwarna hitam seperti petis, berbau amis, dan jika disiram berubah
warna menjadi merah sejak 5 hari SMRS. Saat pemeriksaan, pasien
sudah tidak BAB hitam. Keluhan obstipasi, perut kembung, dan diare
disangkal pada pasien.
Warna tubuh pasien berwarna menguning yang disadari pasien
sejak 4 hari SMRS. Warna kuning timbul di seluruh tubuh termasuk di
bagian mata pasien.
2 hari SMRS, muncul warna kemerahan pada kedua mata. Keluhan
tidak disertai dengan adanya penglihatan kabur dan tidak nyeri. Tidak
ada riwayat hipertensi, diabetes mellitus, asma, alergi obat dan
3
makanan, penyakit jantung, penyakit liver, maupun penyakit ginjal
pada pasien.
Pasien mengaku saat ini tidak ada keluarga dengan keluhan demam
serupa, dan tidak mengetahui adanya tetangga di kawasan rumah
dengan keluhan serupa. Pasien mengatakan di daerah tempat tinggal
pasien sering hujan dan di sekitar rumah pasien terdapat genangan-
genangan air. Pasien juga mengatakan di rumah pasien terdapat
banyak tikus, dan beberapa kali pasien kerap mengejar tikus di
selokan rumahnya untuk ditangkap karena sering merusak barang
milik pasien. Pasien mengaku tidak sedang habis bepergian jauh
ataupun berkunjung ke daerah pantai beberapa waktu lalu. Pasien
menyangkal adanya mimisan dan gusi berdarah. Pasien juga mengakui
adanya bercak-bercak di kedua kaki. Pasien menyangkal adanya
batuk, pilek dan nyeri tenggorokan. Keluhan nyeri dada dan sesak
napas juga disangkal oleh pasien.
4
Pohon keluarga pasien:
DM
Tn. S, 65 tahun
: Laki-laki : Meninggal
: Perempuan
: Pasien
Riwayat kebiasaan
Makan Pasien makan 3 kali sehari dengan nasi, lauk
bervariasi, dan sayur.
Merokok Disangkal.
Alkohol Disangkal.
Olahraga Pasien mengaku rutin melakukan aktivitas
olahraga seperti bulu tangkis 1 minggu sekali.
Konsumsi jamu Disangkal
5
Riwayat gizi
Pasien makan 3 kali dalam sehari. Porsi untuk sekali makan +
10-12 sendok makan dengan dengan lauk bervariasi dan sayur.
6
b. Tinggi badan : 165 cm
c. IMT : 22.01 kg/m2
d. Kesan : Normal
4. Kulit : Kulit berwarna coklat, ikterik (+), turgor menurun (-),
hiperpigmentasi (-), kering (-), petechie (+), ekimosis (-)
5. Kepala : Bentuk mesocephal, warna rambut hitam, mudah rontok
(-), luka (-), atrofi m. Temporalis (-)
6. Mata : Mata cekung (-/-), konjungtiva palpebra pucat (+/+),
sklera ikterik (+/+), subkonjungtival suffusion (+/+),
pupil isokor dengan diameter (3 mm/3 mm), reflek
cahaya (+/+)
7. Telinga : Sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan
tragus (-)
8. Hidung : Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-),
krepitasi (-), deviasi septum nasi (-)
9. Mulut : Mukosa basah (+), sianosis (-), gusi berdarah (-), papil
lidah atrofi (-), oral thrush (-), lidah kotor (-), tonsil T1-
T1, uvula (+) di tengah, faring hiperemis (-)
10. Leher : Leher kaku (-), JVP R+2 cm, trakea di tengah, simetris,
pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar
getah bening leher (-), nyeri tekan pada KGB (-), distensi
vena-vena leher (-)
11. Thorax : Bentuk normochest, simetris, pengembangan dada kanan
sejajar kiri, retraksi intercostal (-), sela iga melebar (-),
pembesaran kelenjar getah bening axilla (-/-),
ginekomastia (-), spider naevi (-)
12. Jantung
Inspeksi : Ictus kordis tidak tampak
Palpasi : Ictus kordis tidak kuat angkat, teraba di SIC V
linea mid clavicula sinistra 1 cm ke medial
7
Perkusi : Batas jantung kanan atas di SIC II linea sternalis
dextra, batas jantung kanan bawah di SIC IV linea
sternalis dextra, batas jantung kiri atas di SIC II
linea parasternalis sinistra, batas jantung kiri
bawah di SIC V linea mid clavicularis sinistra.
Kesan batas jantung tidak melebar
Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler,
gallop (-), murmur (-).
13. Pulmo
a. Depan
Inspeksi
o Statis : Normochest, simetris, sela iga tidak
melebar, iga tidak mendatar
o Dinamis : Pengembangan dada simetris kanan =
kiri, sela iga tidak melebar, retraksi
intercostal (-)
Palpasi
o Statis : Simetris
o Dinamis : Pergerakan dinding dada kanan = kiri,
fremitus raba kanan = kiri, nyeri tekan
(-)
Perkusi
o Kanan : Sonor, pekak pada batas relatif paru-
hepar pada SIC VI linea
medioclavicularis dextra
o Kiri : Sonor, sesuai batas paru jantung pada
SIC V linea medioclavicularis sinistra
Auskultasi
o Kanan : Suara dasar vesikuler, suara tambahan:
wheezing (-), ronkhi basah kasar (-),
ronkhi basah halus (-), krepitasi (-)
8
o Kiri : Suara dasar vesikuler, suara tambahan:
wheezing (-), ronkhi basah kasar (-),
ronkhi basah halus (-), krepitasi (-)
b. Belakang
Inspeksi
o Statis : Normochest, simetris, sela iga tidak
melebar, iga tidak mendatar
o Dinamis : Pengembangan dada simetris kanan =
kiri, sela iga tidak melebar, retraksi
intercostal (-)
Palpasi
o Statis : Simetris
o Dinamis : Pergerakan dinding dada kanan = kiri,
fremitus raba kanan = kiri, nyeri tekan
(-)
Perkusi
o Kanan : Sonor
o Kiri : Sonor
o Peranjakan diafragma 5 cm
Auskultasi
o Kanan : Suara dasar vesikuler, suara tambahan:
wheezing (-), ronkhi basah kasar (-),
ronkhi basah halus (-), krepitasi (-)
o Kiri : Suara dasar vesikuler, suara tambahan:
wheezing (-), ronkhi basah kasar (-),
ronkhi basah halus (-), krepitasi (-)
13. Abdomen
Inspeksi : Dinding perut lebih tinggi dari dinding dada,
distensi (-), venektasi (-), sikatrik (-), striae (-),
caput medusae (-), perut seperti papan (-)
9
Auskultasi : Bising usus (+) 10 x / menit, bruit hepar (-), bising
epigastrium (-)
Perkusi : Timpani, pekak alih (-), liver span kanan 10 cm,
liver span kiri 7 cm
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), undulasi (-), hepar dan lien
tidak teraba
14. Rectal touché : Tonus muskulus sfingter ani (+), mukosa licin (+),
massa (-), feses kecoklatan (+), sarung tangan
lendir darah (-)
15. Ekstremitas
Akral dingin _ _ Oedem _ _
_ _ _ _
10
16. Kriteria Faine yang dimodifikasi (2012)
A: Data Klinis Skor Skor Pasien
Sakit kepala 2 2
Demam 2 2
Jika demam, suhu > 390C 2 2
Meningismus 4 -
11
o Peningkatan titer MAT** 25
atau serokonversi (serum
yang berpasangan)
Total 25
Probable
Leptospirosis
12
Calsium Ion 1.19 mmol/L 1.17 – 1.29
HEPATITIS
HbsAg Rapid Nonreactive Nonreactive
EGFR berdasar rumus CKD-EPI Creatinine = 9 ml/menit/1.73m2
Simpulan : Anemia normositik normokromik, trombositopenia,
hyperbilirubinemia, Penurunan Fungsi Ginjal RIFLE-Fafilure/AKIN stage
III
13
Silinder
Hyaline 0 /LPK 0-3
Granulated 0-2 /LPK Negatif
Leukosit - /LPK Negatif
Bakteri 4.4 /Ul 0.0 – 2.150
Small Round Cell 0.0 /uL 0.0 – 0.0
Mukus 0.12 /uL 0.00 – 0.00
Sperma 0.0 /uL 0.0 – 0.0
Produktivitas 13.5 mS/cm 3.0 – 32.0
Lain-lain Eritrosit 10-12/LPB. Leukosit 2-3/LPB.
Benang mucus (+).
Kesan Bilirubinuria, hematuria, silinderuria,
hiperhidrasi
14
sedikit
Eritrosit Negatif Negatif
Negatif Neg/ditemukan
Makanan tidak tercerna
sedikit
Telur cacing Negatif Negatif
Larva cacing Negatif Negatif
Proglotid cacing Negatif Negatif
Protozoa Negatif Negatif
Yeast/pseudohifa Yeast cell (+) Negatif
Pseudohifa (+)
Kesimpulan:
Ditemukan yeast cell dan pseudohifa pada sample feces.
4. Pemeriksaan EKG
(RSUD Dr. Moewardi, 14 Mei 2018)
15
5. Hasil Pemeriksaan Foto Thorax PA
(RSUD Dr. Moewardi, 14 Mei 2018)
16
IV. RESUME
1. Keluhan utama
Demam tinggi sejak 7 hari SMRS.
2. Anamnesis:
Riwayat demam tinggi naik turun sejak 7 hari SMRS
Mual dan muntah yang dirasakan sejak 7 hari SMRS.
4 hari SMRS pasien sempat muntah dengan gumpalan darah
sebanyak ± 3 sendok makan tiap kali muntah
Pegal dan nyeri di seluruh tubuh sejak 6 hari SMRS. Nyeri
dirasakan terutama di betis.
BAK setengah gelas belimbing dengan warna coklat seperti teh
sejak 6 hari SMRS.
Riwayat BAB berwarna hitam sejak 5 hari SMRS.
Warna tubuh pasien menguning sejak 4 hari SMRS.
2 hari SMRS, muncul warna kemerahan pada kedua mata.
3. KUVS:
Tekanan darah: 130/80 mmHg; Suhu 39,3oC;
Pemeriksaan fisik:
Kulit : ikterik (+); mata : konjungtiva palpebra pucat (+/+),
sklera ikterik (+/+), subconjunctival suffusion (+/+); ekstremitas
superior dan inferior : ikterik (+); nyeri tekan m. gastrocnemius
kanan dan kiri (+); kedua kaki : petechie (+), terdapat luka di
punggung kaki kanan dengan ukuran 1x1 cm dengan dasar
jaringan granulasi.
Pemeriksaan tambahan:
Faine Score Termodifikasi: 25
Laboratorium darah:
Anemia normositik normokromik, trombositopenia,
hyperbilirubinemia, Penurunan Fungsi Ginjal RIFLE-
Fafilure/AKIN stage III
17
Urinalisis :
Bilirubinuria, hematuria, silinderuria
Feses rutin :
Ditemukan yeast cell dan pseudohifa pada sample feces.
EKG :
Sinus ritmis, HR 94 x/menit, normoaxis, iskemia anteroseptal
VI. TATALAKSANA
1. Bedrest tidak total
2. O2 3 lpm nasal kanul
3. Infus EAS primmer 1 fl/24 jam
4. Diet ginjal 1700 kkal
5. Penisilin G 1,5 juta Unit/6 jam
6. Paracetamol 500 mg/8 jam p.o
7. Injeksi Resfar 6 cc dalam 100 cc NS/24 jam
8. Injeksi Omeprazole 40 mg/12 jam
9. Sucralfate syrup 15 cc/8 jam
10. Rujuk Pro Hemodialisa
VII. PROGNOSIS
Ad Vitam : dubia
Ad Sanam : dubia
Ad Fungsionam : dubia
18
VIII. USULAN PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tambahan
1. Esophagogastroduodenoscopy (EGD)
2. Pro USG Urologi
19
RENCANA AWAL
Rencana
Pengkajian Rencana Rencana
No Diagnosis Awal Rencana Terapi
(Assesment) Edukasi Monitoring
diagnosis
1. Weil’s disease Anamnesis: IgM dan IgG Bedrest tidak total Penjelasan KUVS/8
RPS: anti-leptospira Injeksi Ceftriaxone kepada pasien jam
Demam 7 hari, demam > 390C, MAT 2 gr/24 jam mengenai Balance
mata merah, mata dan tubuh Paracetamol 500 kondisi, cairan/8 jam
kuning, nyeri pada betis, BAB mg/8 jam p.o. prosedur Monitoring
hitam, BAK sempat sedikit dan diagnosis dan tanda
berwarna seperti teh. Pasien tatalaksana perdarahan
mengatakan di daerah tempat beserta spontan
tinggal pasien sering hujan dan komplikasi yang Hitung
di sekitar rumah pasien terdapat dapat terjadi. trombosit/ 3
genangan-genangan air. Pasien hari
juga mengatakan di rumah Monitoring
pasien terdapat banyak tikus, efektifitas
dan beberapa kali pasien kerap
19
mengejar tikus di selokan pemberian
rumahnya untuk ditangkap obat
karena sering merusak barang
milik pasien
Faine Score : 23
Pemeriksaan fisik:
Kulit : ikterik (+)
Mata : subconjunctival
suffusion (+/+), ikterik (+/+)
Kedua kaki: petechie (+)
Nyeri tekan m.
gastrocnemius (+/+)
Terdapat luka di punggung
kaki kanan dengan ukuran
1x1 cm sudah mulai
terbentuk epitelisasi
Pemeriksaan penunjang:
20
SGOT : 45 u/L
Bilirubin total : 24.91 mg/dl
Trombosit : 119 ribu/ul
EGFR berdasar rumus CKD-
EPI Creatinine = 9
ml/menit/1.73m2
Komplikasi :
Gagal ginjal (acute kidney
injury)
ARDS
Perdarahan masif
Sepsis
2. Acute kidney Anamnesis: USG Diet ginjal 1700 Penjelasan Balance
injury dd acute BAK sempat sedikit dan urologi kkal kepada pasien cairan per 6
on chronic berwarna keruh sejak 6 hari Infus EAS mengenai jam
kidney disease SMRS pfrimmer 1 fl/24 kondisi,
Pemeriksaan fisik:- jam prosedur
Injeksi Resfar 6 cc diagnosis dan
21
Pemeriksaan penunjang: dalam 100 cc tatalaksana
Ureum: 241 mg/dl NS/24 jam beserta
Creatinin: 5.9 mg/dl Hemodialisa komplikasi yang
Pemeriksaan Urin: Kesan dapat terjadi.
bilirubinuria, hematuria,
silinderuria.
EGFR berdasar rumus CKD-
EPI Creatinine = 9
ml/menit/1.73m2
Komplikasi :
Gagal ginjal kronis, urosepsis
3. Iskemia Anamnesis : - Profil lipid O2 3 lpm nasal Penjelasan EKG rutin
anteroseptal Pemeriksaan fisik:- kanul kepada pasien setiap hari
Pemeriksaan penunjang: mengenai
EKG: T inverted di lead V1- kondisi,
V3 prosedur
diagnosis dan
tatalaksana
22
beserta
komplikasi yang
dapat terjadi.
4. Riwayat Anamnesis: Benzidime Injeksi Omeprazole Penjelasan Monitoring
hematemesis BAB hitam, konsistensi test 40 mg/12 jam kepada pasien darah rutin
melena e.c. lembek, jika disiram berubah EGD Sucralfate syrup 15 mengenai setiap 3 hari
non variceal warna menjadi merah sejak 5 cc/8 jam kondisi, Monitoring
dd variceal hari SMRS prosedur tanda
bleeding 4 hari SMRS muntah dengan diagnosis dan perdarahan
gumpalan darah sebanyak ± 3 tatalaksana spontan
sendok makan setiap kali beserta
muntah komplikasi yang
Pemeriksaan fisik: - dapat terjadi.
Pemeriksaan penunjang:
Trombosit : 119 ribu/ul
Feses rutin: Ditemukan yeast
cell dan pseudohifa pada
sample feses.
23
BAB II
ANALISIS KASUS
Menurut data anamnesis, pasien sedang mengalami demam akut selama 7 hari hingga
menggigil dan tidak bisa beraktivitas (mengindikasikan demam tinggi). Selain itu secara klinis
didapatkan myalgia, nyeri tekan m. gastrocnemius kanan dan kiri, juga kulit yang kekuningan
ditambah data epidemiologis telah terjadinya banjir di daerah tempat tinggal pasien dan keluhan
yang sama pada kakak pasien maka dapat diambil keputusan pasien termasuk ke dalam suspek
leptospirosis. Dari Kriteria Faine yang dimodifikasi didapat nilai total 25 poin pada kategori
epidemiologi dan gejala klinis sehingga probable leptospirosis dan bisa ditegakkan bila terdapat
temuan laboratorium spesifik.
Untuk mengambil keputusan selanjutnya secara klinis (menurut pedoman
penatalaksanaan Leptospirosis di Indonesia tahun 2016) dengan adanya kulit ikterik, sklera ikterik,
nyeri perut, mual, muntah, diare, riwayat oliguria, dan perdaraham maka pasien menderita
Leptospirosis Sedang-Berat sehingga harus menjalani Rawat Inap.
Sebaiknya dilakukan pemeriksaan darah lengkap, fungsi hati, fungsi ginjal,
peningkatan lipase, pemeriksaan bilirubin, dan urinalisis, tetapi ada beberapa pemeriksaan belum
dilakukan dengan lengkap sehingga perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Hasil laboratorium
yang menunjukkan adanya leptospirosis adalah adanya anemia yang mungkin disebabkan oleh
perdarahan yang terjadi, penurunan fungsi ginjal yang mengindikasikan adanya organ damage
karena salah satu komplikasi dari leptospirosis adalah adanya gagal ginjang akut di renal. Dari
urinalisis dapat diketahui adanya bilirubinuria, leukosuria, dan hematuria mikroskopisyang
mendukung diagnosis leptospirosis. Dari gambaran darah tepi juga didapatkan neutrofilia absolut
yang mengindikasikan adanya infeksi bakteri akut dan trombositopenia yang mengindikasikan
adanya perdarahan. Dari hasil laboratorium juga ditemukan adanya sedikit peningkatan SPOT
yang bisa mengindikasikan adanya rabdomyolisis, juga terjadi trombositopenia yang disebabkan
oleh terikatya trombosit dengan factor von Wilbrand sehingga terjadi clot yang abnormal dan
bermanifestasi pada perdarahan11.
Untuk menegakkan diagnosis leptospirosis dengan lebih cepat dapat dilakukan dengan
menggunakan uji aglutinasi mikroskopis (MAT) yang perlu diinterpretasikan secara hati-hati
24
karena antibody bisa bertahan bertahun-tahun setelah infeksi sehingga dapat menyebabkan
terjadinya nilai palsu. Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan antibody IgM spesifik leptospira.
Kemudian dari skrining fungsi ginjal didapatkan kreatinin naik 4,5kali dari batas atas
normal kreatinin orang sehat sehingga sudah masuk ke dalam AKI RIFLE-failure atau AKIN stage
3 atau KDIGO stage 3, kondisi ini juga bisa menjadi salah satu etiologi terjadinya anemia pada
pasien karena EPO yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah malah tidak terbentuk sehingga
AKI masih bisa di diagnosis bandingkan dengan acute on CKD.
Dari pemeriksaan EKG yang digunakan untuk skrining pasien lebih dari 40 tahun
didapatkan adanya ganbaran iskemia anterior dengan adanya ST depresi tipe upsloping dengan T
inverted di lead V1-4. Belum dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk temuan ini sehingga perlu
dilakukan pemeriksaan HS-Troponin untuk mengetahui adanya peningkatan biomarka jantung
sehingga bisa dibedakan antara NSTEMI dan UAP. Selain itu juga perlu dilakukan penilaian risiko
dengan mengetahui profil lipid (Pedoman Tatalaksana Penyakit Jantung Koroner 2018).
Dari anamnesis juga didapatkan adanya BAB seperti petis yang jika disiram akan
berubah warna menjadi merah. Kemudian dari Darah rutin didapatkan adanya Anemia dan jika
dihitung maka didapatkan hasil konstanta RBC menjadi anemia normositik normokromik. Hasil
Perhitungan ini dikonfirmasi dengan AGD yang menyatakan hal yang sama. Untuk lebih
mengetahui etiologi dari anemia ini maka perlu dilakukan pemeriksaan retikulosit dan RDW.
Dari anamnesis juga diakui bahwa pasien 4 hari SMRS mengalami muntah dengan
gumpalan darah dan BAB hitam yang mungkin terjadi hematemesis melena, sehingga perlu
dilakukan pemeriksaan feses rutin dengan hasil ditemukan yeast cell dan pseudohifa pada sampel
feses yang mengindikasikan adanya infeksi jamur di saluran cerna, hal ini dapat disebabkan oleh
hygiene pasien yang kurang dan kondisi imunitas pasien yang sedang turun. Karena belum
menjawab adanya perdarahan maka perlu dilakukan tes darah samar dan untuk mengexclude dari
penyebab perdarahan anatomis perlu dirujuk ke spesialis penyakit dalam untuk melakukan
esophagogastroduodenoscopy.
25
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Leptospirosis
A. DEFINISI LEPTOSPIROSIS
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh
patogen spirochaeta, genus Leptospira. Spirochaeta ini pertama kali diisolasi
di Jepang oleh Inada setelah sebelumnya digambarkan oleh Adolf Weil tahun
1886. Weil menemukan bahwa penyakit ini menyerang manusia dengan
gejala demam, ikterus, pembesaran hati dan limpa, serta kerusakan ginjal.2
Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang dapat menyerang manusia dan
binatang. Penyakit menular ini adalah penyakit hewan yang dapat
menjangkiti manusia. Termasuk penyakit zoonosis yang paling sering terjadi
di dunia. Leptospirosis juga dikenal dengan nama flood fever atau demam
banjir karena memang muncul dikarenakan banjir.3,6
Dibeberapa negara leptospirosis dikenal dengan nama demam
icterohemorrhagic, demam lumpur, penyakit swinherd, demam rawa,
penyakit weil, demam canicola (PDPERSI Jakarta, 2007). Leptospirosis
adalah penyakit infeksi yang disebabkan kuman leptospira patogen (Saroso,
2003).3,6
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh
mikroorganisme berbentuk spiral dan bergerak aktif yang dinamakan
Leptospira. Penyakit ini dikenal dengan berbagai nama seperti Mud fever,
Slime fever (Shlamnfieber), Swam fever, Autumnal fever, Infectious jaundice,
Field fever, Cane cutter dan lain-lain (WHO, 2003). 3,6
Leptospirosis atau penyakit kuning adalah penyakit penting pada manusia,
tikus, anjing, babi dan sapi. Penyakit ini disebabkan oleh spirochaeta
leptospira icterohaemorrhagiae yang hidup pada ginjal dan urine tikus
(Swastiko, 2009).3,6
Leptospirosis merupakan istilah untuk penyakit yang disebabkan oleh
semua leptospira tanpa memandang serotipe tertentu. Hubungan gejala klinis
26
dengan infeksi oleh serotipe yang berbeda membawa pada kesimpulan bahwa
suatu serotipe leptospira bertanggung jawab terhadap berbagai macam
gambaran klinis, sebaliknya suatu gejala seperti meningitis aseptik dapat
disebabkan oleh berbagai serotipe. Oleh karena itu lebih disukai untuk
menggunakkan istilah umum leptospirosis dibanding Weil’s Disease dan
demam kanikola.3
B. ETIOLOGI LEPTOSPIROSIS
Leptospira yang termasuk dalam ordo Spirochaeta, dapat menyebabkan
penyakit infeksius yang disebut leptospirosis. Leptospira merupakan
organisme fleksibel, tipis, berlilit padat, dengan panjang 5-15 μm, disertai
spiral halus yang lebarnya 0,1-0,2 μm. Salah satu ujung bakteri ini seringkali
bengkok dan membentuk kait.2,4,6
Leptospira memiliki ciri umum yang membedakannya dengan bakteri
lainnya. Sel bakteri ini dibungkus oleh membran luar yang terdiri dari 3-5
lapis. Di bawah membran luar, terdapat lapisan peptidoglikan yang fleksibel
dan helikal, serta membran sitoplasma. Ciri khas Spirochaeta ini adalah
lokasi flagelnya, yang terletak diantara membran luar dan lapisan
peptidoglikan. Flagela ini disebut flagela periplasmik. Leptospira memiliki
dua flagel periplasmik, masing-masing berpangkal pada setiap ujung sel.
Kuman ini bergerak aktif, paling baik dilihat dengan menggunakan
mikroskop lapangan gelap.2,4,6
27
Gambar 2. Bakteri Leptospira sp. menggunakan mikroskop elektron tipe
scanning
28
C. EPIDEMIOLOGI LEPTOSPIROSIS
Dalam tubuh tikus, leptospira akan menetap dan membentuk koloni serta
berkembang biak di dalam epitel tubulus ginjal tikus dan secara terus menerus
ikut mengalir dalam filtrat urin. Penyakit ini bersifat musiman, di daerah
beriklim sedang, masa puncak insiden dijumpai pada musim panas dan musim
gugur karena temperatur adalah faktor yang mempengaruhi kelangsungan
hidup leptospira, sedangkan di daerah tropis insiden tertinggi terjadi selama
musim hujan.3,6
29
D. PENULARAN LEPTOSPIROSIS
30
sampah di dalam rumah (OR=7,76; p:0,008), keberadaan tikus di dalam dan
sekitar rumah (OR=10,34; p:0,004), kebiasaan tidak memakai alas kaki
(OR=24,04; p:0,001), kebiasaan mandi/cuci di sungai (OR=12,24; p:0,001),
tidak ada penyuluhan tentang leptospirosis (OR=4,94; p:0,022).7
31
yang ringan (mild case) fase kedua ini berhubungan dengan tanda dan
gejala yang minimal, sementara pada kasus yang berat (severe case)
ditemukan manifestasi terhadap gangguan meningeal dan hepatorenal
yang dominan. Pada manifestasi meningeal akan timbul gejala
meningitis yang ditandai dengan sakit kepala, fotofobia, dan kaku
kuduk. Keterlibatan sistem saraf pusat pada leptospirosis sebagian
besar timbul sebagai meningitis aseptik. Pada fase ini dapat terjadi
berbagai komplikasi, antara lain neuritis optikus, uveitis, iridosiklitis,
dan neuropati perifer.10 Pada kasus yang berat, perubahan fase
pertama ke fase kedua mungkin tidak terlihat, akan tetapi timbul
demam tinggi segera disertai jaundice dan perdarahan pada kulit,
membrana mukosa, bahkan paru. Selain itu ini sering juga dijumpai
adanya hepatomegali, purpura, dan ekimosis. Gagal ginjal, oliguria,
syok, dan miokarditis juga bisa terjadi dan berhubungan dengan
mortalitas penderita.8,9
32
Menurut berat ringannya, leptospirosis dibagi menjadi ringan (nonikterik)
dan berat (ikterik). Ikterik merupakan indikator utama dari leptospirosis
berat.8,9
Pemeriksaan fisik yang khas adalah conjunctival suffusion dan nyeri tekan
di daerah betis. Gambaran klinik terpenting leptospirosis non-nikterik adalah
meningitis aseptik yang tidak spesifik sehingga sering terlewatkan
diagnosisnya. Sebanyak 80-90% penderita leptospirosis anikterik akan
mengalami pleositosis pada cairan serebrospinal selama minggu ke-2 penyakit
dan 50% diantaranya akan menunjukkan tanda klinis meningitis. Karena
penderita memperlihatkan penyakit yang bersifat bifasik atau memberikan
riwayat paparan dengan hewan, meningitis tersebut kadang salah didiagnosis
sebagai kelainan akibat virus.8,9
33
leptospirosis anikterik harus dipikirkan sebagai salah satu diagnosis banding,
terutama di daerah endemik leptospirosis seperti Indonesia.8,9
34
*antara fase leptospiremia dengan fase imun terdapat periode asimtomatik
(± 1-3 hari)8,9
F. PATOLOGI LEPTOSPIROSIS
35
c. Jantung : Epikardium, endokardium dan miokardium dapat terlibat
berupa perdarahan fokal pada miokardium dan endokarditis.
G. PATOGENESIS LEPTOSPIROSIS
36
dan dimusnahkan oleh sistem kekebalan tubuh setelah 1 atau 2 hari infeksi.
Leptospira virulen mempunyai kemampuan motilitas yang tinggi, lesi primer
adalah kerusakan dinding endotel pembuluh darah dan menimbulkan vaskulitis
serta merusak organ. Vaskulitis yang timbul dapat disertai dengan kebocoran dan
ekstravasasi sel.10
Organ utama yang terinfeksi kuman leptospira adalah ginjal dan hati. Di
dalam ginjal bakteri leptospira bermigrasi ke interstisium tubulus ginjal dan lumen
tubulus. Pada leptospirosis berat, vaskulitis akan menghambat sirkulasi mikro dan
meningkatkan permeabilitas kapiler, sehingga menyebabkan kebocoran cairan dan
hipovolemia. Hipovolemia akibat dehidrasi dan perubahan permeabilitas kapiler
salah satu penyebab gagal ginjal. Pada gagal ginjal tampak pembesaran ginjal
disertai edema dan perdarahan subkapsular, serta nekrosis tubulus renal.
Sementara perubahan yang terjadi pada hati bisa tidak tampak secara nyata.
Secara mikroskopik tampak perubahan patologi berupa nekrosis sentrolobuler
disertai hipertrofi dan hiperplasia sel Kupffer.10
37
Gambar 5. Leptospirosis pathway dan gambaran klinis10
38
H. DIAGNOSIS LEPTOSPIROSIS
1. Diagnosis Klinis
2. Diagnosis Laboratorium
a. Pemeriksaan mikrobiologik
b. Kultur
39
primer leptospira. Pada media semisolid, leptospira tumbuh
dalam lingkaran padat 0,5-1 cm dibawah permukaan media
dan biasanya tampak 6-14 hari setelah inokulasi. Untuk kultur
harus dilakukan biakan multipel,10
c. Inokulasi hewan
d. Serologi
40
I. PENATALAKSANAAN LEPTOSPIROSIS
41
J. KOMPLIKASI LEPTOSPIROSIS
K. PROGNOSIS LEPTOSPIROSIS
Jika tidak ada ikterus, penyakit jarang fatal. Pada kasus dengan ikteru,
angka kematian 5 % pada umur di bawah 30 tahun, dan pada usia lanjut
mencapai 30-40%.10
L. PENCEGAHAN
- Pemberian vaksin.10
42
GAGAL GINJAL AKUT
A. Definisi
Gagal ginjal akut (GGA) adalah penurunan fungsi ginjal yang mendadak dengan akibat
hilangnya kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeostasis tubuh. Akibat
penurunan fungsi ginjal terjadi peningkatan metabolit persenyawaan nitrogen seperti
ureum dan kreatinin serta gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Kriteria tambahan
lain untuk menegakkan diagnosis GGA yaitu terjadinya peningkatan kadar kreatinin darah
secara progresif 0,5 mg/dl per hari dan peningkatan kadar ureum darah sekitar 10-20 mg/dl
per hari.11
B. Klasifikasi
43
C. Patogenesis
44
gelatinaseassociated lipocain (NGAL) terbukti dapat dideteksi 2 jam setelah
pembedahan, 34 jam lebih awal dari kenaikan kadar kreatinin.14
E. Diagnosis
Dari pemeriksaan urinalisis, dapat ditemukan berbagai penanda inflamasi
glomerulus, tubulus, infeksi saluran kemih, atau uropati kristal. Pada AKI prerenal,
sedimen yang didapatkan aselular dan mengandung cast hialin yang transparan. AKI
postrenal juga menunjukkan gambaran sedimen inaktif, walaupun hematuria dan piuria
dapat ditemukan pada obstruksi intralumen atau penyakit prostat. AKI renal akan
menunjukkan berbagai cast yang dapat mengarahkan pada penyebab AKI, antara lain
pigmented “muddy brown” granular cast, cast yang mengandung epitel tubulus yang dapat
ditemukan pada ATN; cast eritrosit pada kerusakan glomerulus atau nefritis
tubulointerstitial; cast leukosit dan pigmented “muddy brown” granular cast pada
nefritisinterstitial.11,12
Hasil pemeriksaan biokimiawi darah (kadar Na, Cr, urea plasma) dan urin
(osmolalitas urin, kadar Na, Cr, urea urin) secara umum dapat mengarahkan pada
penentuan tipeAKI. Kelainan analisis urin dapat dilihat pada table di bawah ini.
45
Anemia Normositik Normokromik
A. Definisi
Anemia normositik normokrom disebabkan oleh karena perdarahan akut, hemolisis, dan
penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang. Terjadi penurunan jumlah eritrosit
tidak disertai dengan perubahan konsentrasi hemoglobin (Indeks eritrosit normal pada anak: MCV
73 – 101 fl, MCH 23 – 31 pg , MCHC 26 – 35 %), bentuk dan ukuran eritrosit.16
46
C. Alur Diagnosis Anemia Normositik Normokromik
Anemia
Retikulosit
Meningkat Normal/menurun
Anemia aplastik
Anemia mikroangiopati
Obat/parasit Anemia pada Sindrom
Anemia pasca Mielodisplastik
perdarahan akut
47
DAFTAR PUSTAKA
47
13. Kidney Disease Improving Global Outcome (KDIGO). KDIGO Clinical
Practice Guideline for Acute Kidney Injury. Kidney International
Supplements 2012. Vol.2. 19-36
14. Lameire N, Biesen WV, Vanholder R. The rise of prevalence and the fall of
mortality of patients with acute renal failure: what the analysis of two
databases does and does not tell us. J Am Soc Nephrol. 2006;17:923-5
15. Nash K, Hafeez A, Hou S: Hospital-acquired renal insufficiency. American
Journal of Kidney Diseases 2002; 39:930-936.