Anda di halaman 1dari 46

Laporan Kasus

SEORANG ANAK PEREMPUAN USIA 8 TAHUN DENGAN DENGUE


SHOCK SYNDROME DAN GIZI KURANG

Oleh:
Fransiska Natasha Wibowo G991903019

Pembimbing Residen

dr. MI Diah P, M.Sc, Sp.PK-K dr. Johannes Dwight Risa

BAGIAN PATOLOGI KLINIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus Patologi Klinik dengan judul :

SEORANG ANAK PEREMPUAN USIA 8 TAHUN DENGAN DENGUE


SHOCK SYNDROME DAN GIZI KURANG

Disusun oleh :
Fransiska Natasha Wibowo G991903019

Telah disetujui untuk dipresentasikan pada tanggal:

Dr. MI Diah P, M.Sc, Sp.PK-K


BAB I
STATUS PASIEN

I. ANAMNESIS
A. Identitas penderita
Nama : An. SLA
Usia : 8 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Mojosongo, Jebres
No RM : 0146xxxx
Tanggal masuk : 12 Juli 2019, jam 13.50
Tanggal periksa : 12 Juli 2019
Berat Badan : 15 kg
Tinggi Badan : 110 cm
B. Data dasar
Keluhan utama :
Demam
Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat RSUD dr. Moewardi


dengan keluhan demam yang dirasakan sejak 5 hari sebelum masuk
rumah sakit. Demam mendadak tinggi hingga mencapai 39 0 C.
Demam dirasakan terus menerus dan tidak membaik dengan
pemberian obat demam. Demam disertai nyeri kepala. Demam tidak
disertai batuk, pilek, mual, muntah, mimisan, perdarahan gusi,
maupun nyeri di belakang mata. Kemudian keesokan harinya,
orangtua pasien membawa pasien ke klinik di dekat rumah pasien.
Oleh dokter di klinik tersebut, pasien diberi obat puyer, namun pasien
tidak mengetahui isi obat tersebut.

Keluhan dirasakan tidak kunjung membaik, sehingga 4 hari


kemudian, pasien dibawa kembali ke klinik tersebut. Pasien masih
mengeluhkan demam dan nyeri kepala. Pasien juga mengaluhkan
nyeri perut di bagian perut kanan atas, badan lemas, serta tidak mau
makan dan minum. Orangtua pasien mengatakan saat itu, mulai
muncul ruam merah di kedua tangan dan kedua kaki pasien. BAK dan
BAB lancar tidak ada keluhan.

Sebelum masuk rumah sakit, orangtua pasien mengatakan telah


melakukan pemeriksaan laboratorium dan didapatkan hasil trombosit
rendah yaitu 41 ribu. Oleh karena itu, pasien langsung disarankan
untuk lansgsung ke IGD RSUD dr. Moewardi. Saat di IGD, pasien
sadar penuh, masih demam disertai nyeri kepala, nyeri perut bagian
kanan atas, tidak ada mimisan, tidak ada gusi berdarah. Pasien tampak
sesak nafas, lemas dan tidak mau makan dan minum. Terlihat ruam
merah di kedua tangan dan kedua kaki pasien. BAK dalam batas
normal. BAB terakhir 2 hari lalu. Keluarga pasien mengatakan, di
lingkungan sekitar rumah dan sekolah pasien, tidak didapatkan
keluhan yang sama seperti pasien.

Riwayat penyakit dahulu :

Riwayat penyakit serupa : disangkal


Riwayat mondok : disangkal
Riwayat penyakit keluarga :
Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat alergi : disangkal

Riwayat Lingkungan :
Tidak didapatkan keluarga, tetangga, maupun teman sekolah pasien
dengan keluhan yang sama seperti pasien

Riwayat Kehamilan dan Persalinan :

Selama hamil, ibu pasien rutin melakukan pemeriksaan kehamilan


di Bidan. Pada trimester I ibu pasien melakukan kontrol 1x setiap 2
bulan. Pada trimester II ibu pasien melakukan kontrol sebanyak 1x
setiap bulan dan pada trimester ke III juga melakukan kontrol 1x tiap
minggu. Ibu pasien tidak mengalami keluhan selama kehamilan.
Kesan kehamilan dalam batas normal.

Riwayat Kelahiran

Pasien lahir dari ibu usia 27 tahun dengan umur kehamilan 40


minggu secara spontan di bidan dengan berat badan lahir 2800 gram,
langsung menangis kuat segera setelah lahir, bergerak aktif, dan tidak
ada kebiruan. Kesan kelahiran dalam batas normal.

Riwayat Imunisasi :

0 bulan : HB1, Polio1, BCG


2 bulan : DPT1, HB2, Polio2
3 bulan : DPT2, HB3, Polio3
4 bulan : DPT3, Polio4
9 bulan : Campak
Kelas 1 SD : DT, Campak
Kelas 2 SD : Td
Kelas 3 SD : Td
Kesimpulan : imunisasi lengkap sesuai Kemenkes 2004.

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan

Pertumbuhan
Pasien lahir di bidan dengan berat badan lahir 2800 gram. Menurut
ibu pasien, pasien cukup rutin dibawa untuk ditimbang ke posyandu.
Saat ini pasien berusia 8 tahun dengan berat badan 15 kg dan tinggi
badan 110 cm
Kesan : gizi kurang

Perkembangan

Pasien saat ini sekolah SD kelas III. Pasien dapat mengikuti


pelajaran dengan baik. Pasien tidak mengalami kesulitan dalam
berkomunikasi dan mengikuti aktivitas sehari-hari baik di sekolah
maupun di lingkungan tempat tinggal
Kesan: perkembangan dalam batas normal

Riwayat Nutrisi

Pasien makan sehari dua - tiga kali dengan menu makan nasi
disertai lauk pauk seperti tahu, tempe, telur, daging disertai sayur.
Pasien terkadang tidak mau makan
Kesan: kualitas dan kuantitas kurang
Status gizi secara klinis : gizi kurang
Status gizi secara antropometri berdasarkan Chart CDC :
BB/U : 15/20 x 100% = 75% ( P < 5 )
TB/U : 110/125 x 100% = 88% ( P < 5 )
BB/TB : 15/20 x 100% = 75% ( P < 5 )
Simpulan : Gizi kurang dan underheight

Riwayat Sosial Ekonomi :

Pasien tinggal di rumah beserta kedua orang tuanya dan kakeknya.


Ibu dan ayah pasien bekerja sebagai wiraswasta. Pasien menggunakan
jaminan kesehatan yaitu BPJS.

Pasien tinggal dirumah milik sendiri dengan ventilasi yang cukup,


sumber air menggunakan sumur, dan rutin menguras bak mandi 2-3
hari sekali. Di dekat rumah pasien terdapat kebun dan kolam ikan.
Tidak terdapat keluhan serupa dengan pasien pada lingkungan sekitar
pasien.

Pohon Keluarga

II. PEMERIKSAAN FISIK

IGD 12/7/2019 Pukul 13.50

1. Status Generalis
a. Keadaan Umum:
Tampak compos mentis (E4V5M6), lemas, kesan gizi kurang.
b. Tanda vital
Tekanan darah : 80/60 mmHg
Laju nadi : 144x/menit
Laju napas : 40x/menit
Suhu : 38,4° C
SiO2 : 98%
c. Kepala : mesocephal
d. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema
palpebra (-/-), refleks cahaya (+/+), pupil isokor diameter
2mm/2mm
e. Hidung : napas cuping hidung(-/-), sekret (-/-), epistaksis (-/-)
f. Telinga : sekret (-/-)
g. Mulut : mukosa kering (+), bibir pucat (+), sianosis (-),

gusi berdarah (-), faring hiperemis (-), tonsil T1-T1


hiperemis (-), lidah kotor (-), caries dentis (-)

h. Leher : kelenjar getah bening tidak membesar


i. Toraks : simetris, retraksi (-)
j. Cor
Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
Palpasi : iktus cordis teraba tidak kuat angkat di spatium
intercosta 4 linea midklavikularis sinistra
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : bunyi jantung I-II interval normal, reguler, bising
(-)
k. Pulmo
Inspeksi : pengembangan dinding dada kanan = kiri
Palpasi : fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : sonor / sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+) , suara tambahan (-/-)
l. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dengan dinding dada
Auskultasi: bising usus (+) normal 8 kali/ menit
Perkusi : timpani, pekak alih (-), pekak sisi (-), ascites (-)
Palpasi : nyeri tekan (+), hepar teraba 2 cm di bawah arcus costa
dextra, lien tidak teraba
m. Ekstremitas
Edema Akral dingin Petechiae
- - + + + +
- - + + + +
Arteri dorsalis pedis teraba lemah
Capillary Refill Time >2 detik
A : Dengue ShockSyndrome
P : Loading asering (20 ml/kgbb/ habis dalam 30 menit) 300 ml habis
dalam 30 menit

Pukul 14.10

Status Generalis

a. Keadaan Umum:
Tampak compos mentis (E4V5M6), lemas
b. Tanda vital
i. Tekanan darah: 80/60 mmHg
ii. Laju nadi : 141x/menit
iii. Laju napas : 38x/menit
iv. Suhu : 38,3° C
v. SiO2 : 98%
c. Ekstremitas
i. Akral dingin
ii. Arteri dorsalis pedis teraba lemah
iii. Capillary Refill Time> 2 detik
A : Dengue Shock Syndrome
P : Loading asering (20 ml/kgbb/ habis dalam 30 menit)
300 ml habis dalam 30 menit

Pukul 14.30

Status Generalis

a. Keadaan Umum:
Tampak compos mentis (E4V5M6), lemas
b. Tanda vital
i. Tekanan darah : 90/60 mmHg
ii. Laju nadi : 126x/menit
iii. Laju napas : 50x/menit
iv. Suhu : 38,0° C
v. SiO2 : 98%
c. Ekstremitas :
i. Akral hangat
ii. Arteri dorsalis pedis teraba kuat angkat
iii. Capillary Refill Time> 2 detik

A : Dengue Shock Syndrome

P : Loading asering (20 ml/kgbb/ habis dalam 30 menit)

300 ml habis dalam 30 menit

Pukul 15.00

Status Generalis

a. Keadaan Umum:
Tampak compos mentis (E4V5M6), lemas
b. Tanda vital
i. Tekanan darah: 100/60 mmHg
ii. Laju nadi : 121x/menit
i. Laju napas : 36x/menit
ii. Suhu : 38,0° C
iii. SiO2 : 98%
c. Ekstremitas :
i. Akral hangat
ii. Arteri dorsalis pedis teraba kuat
iii. Capillary Refill Time<2 detik
A : Dengue Shock Syndrome syok teratasi

P : - Loading asering (10 ml/kgbb/ habis dalam 30 menit) 300 ml


habis dalam 30 menit
- Rawat inap
- Terapi lanjutan

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Laboratorium Darah (12 Juli 2019) 10:29 IGD


Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan

HEMATOLOGI RUTIN

Hemoglobin 13.1 g/dl 11.5-15.5

Hematokrit 34 % 35-45

Leukosit 6.7 ribu/ul 4.5-14.5

Trombosit 43 ribu/ul 150-450

Eritrosit 4.14 juta/ul 4.00-5.20

INDEKS ERITROSIT

MCV 82.4 /um 80.0-96.0

MCH 29.7 pg 28.0-33.0

MCHC 36.1 g/dl 33.0-36.0

RDW 11.7 % 11.6-14.6

MPV 6.8 Fl 7.2-11.1

PDW 20 % 25-65

HITUNG JENIS
Eosinofil 0.00 % 0.00-4.00

Basofil 0.00 % 0.00-1.00

Netrofil 45.00 % 29.00-72.00

Limfosit 37.00 % 30.00-48.00

Monosit 18.00 % 0.00-5.00

Kesan : trombositopenia

b. Pemeriksaan Darah (12 Juli 2019) Pukul 1:55 Bangsal

Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan

HEMATOLOGI RUTIN

Hemoglobin 13.1 g/dl 11.5-15.5

Hematokrit 37 % 35-45

Leukosit 8.8 ribu/ul 4.5-14.5

Trombosit 45 ribu/ul 150-450

Eritrosit 4.53 juta/ul 4.00-5.20

INDEKS ERITROSIT

MCV 81.8 /um 80.0-96.0

MCH 28.9 pg 28.0-33.0

MCHC 35.3 g/dl 33.0-36.0

RDW 11.7 % 11.6-14.6

MPV 6.5 Fl 7.2-11.1

PDW 19 % 25-65
HITUNG JENIS

Eosinofil 0.10 % 0.00-4.00

Basofil 0.10 % 0.00-1.00

Netrofil 43.80 % 29.00-72.00

Limfosit 27.80 % 33.00-48.00

Monosit 28.20 % 0.00-6.00

c. Pemeriksaan Darah (13 Juli 2019) Pukul 06.15

Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan

HEMATOLOGI RUTIN

Hemoglobin 12.6 g/dl 14.0-17.5

Hematokrit 36 % 35-45

Leukosit 4.3 ribu/ul 4.5-14.5

Trombosit 31 ribu/ul 150-450

Eritrosit 4.30 juta/ul 4.00-5.20

INDEKS ERITROSIT

MCV 82.5 /um 80.0-96.0

MCH 29.3 pg 28.0-33.0

MCHC 35.5 g/dl 33.0-36.0

RDW 11.6 % 11.6-14.6


MPV 4.6 Fl 7.2-11.1

PDW 18 % 25-65

HITUNG JENIS

Eosinofil 1.10 % 0.00-4.00

Basofil 0.30 % 0.00-1.00

Netrofil 43.10 % 29.00-72.00

Limfosit 39.70 % 33.00-48.00

Monosit 15.80 % 0.00-6.00

d. Pemeriksaan Darah (13 Juli 2019) Pukul 14:40

Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan

HEMATOLOGI RUTIN

Hemoglobin 12.0 g/dl 14.0-17.5

Hematokrit 34 % 35-45

Leukosit 5.1 ribu/ul 4.5-14.5

Trombosit 53 ribu/ul 150-450

Eritrosit 4.16 juta/ul 4.00-5.20

INDEKS ERITROSIT

MCV 82.6 /um 80.0-96.0

MCH 28.8 pg 28.0-33.0

MCHC 34.9 g/dl 33.0-36.0


RDW 11.6 % 11.6-14.6

MPV 6.9 Fl 7.2-11.1

PDW 20 % 25-65

HITUNG JENIS

Eosinofil 1.10 % 0.00-4.00

Basofil 0.30 % 0.00-1.00

Netrofil 43.10 % 29.00-72.00

Limfosit 39.70 % 33.00-48.00

Monosit 15.80 % 0.00-6.00

e. Pemeriksaan rontgen thorax RLD (13/07/2019)


Hasil : tampak perpindahan cairan di hemithorax dextra sisi
lateral dari inferior ke superior dengan pleural effusion
index 28,5%.
Kesimpulan : Efusi pleura dextra dengan Pleural Effusion Indeks 28.5%

f. Pemeriksaan Darah (13 Juli 2019 pukul 22.00)

Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan

HEMATOLOGI RUTIN

Hemoglobin 12.5 g/dl 14.0-17.5

Hematokrit 36 % 33-45

Leukosit 5.4 ribu/ul 4.5-14.5

Trombosit 46 ribu/ul 150-450


g. Pemeriksaan Darah (14 Juli 2019) Pukul 06.20

Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan

HEMATOLOGI RUTIN

Hemoglobin 11.5 g/dl 14.0-17.5

Hematokrit 33 % 33-45

Leukosit 3.7 ribu/ul 4.5-14.5

Trombosit 50 ribu/ul 150-450

Eritrosit 3.98 juta/ul 4.00-5.20

INDEKS ERITROSIT

MCV 82.5 /um 80.0-96.0

MCH 28.9 pg 28.0-33.0

MCHC 35.1 g/dl 33.0-36.0

RDW 11.7 % 11.6-14.6

MPV 6.9 fl 7.2-11.1

PDW 20 % 25-65

HITUNG JENIS

Eosinofil 1.60 % 0.00-4.00

Basofil 0.30 % 0.00-1.00

Netrofil 46.20 % 29.00-72.00

Limfosit 38.80 % 33.00-48.00

Monosit 13.10 % 0.00-6.00


h. Pemeriksaan Darah (14 Juli 2019) Pukul 18.10

Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan

HEMATOLOGI RUTIN

Hemoglobin 11.5 g/dl 14.0-17.5

Hematokrit 33 % 33-45

Leukosit 4.7 ribu/ul 4.5-14.5

Trombosit 53 ribu/ul 150-450

Eritrosit 3.98 juta/ul 4.00-5.20

INDEKS ERITROSIT

MCV 81.7 /um 80.0-96.0

MCH 28.9 pg 28.0-33.0

MCHC 35.4 g/dl 33.0-36.0

RDW 11.5 % 11.6-14.6

MPV 8.2 fl 7.2-11.1

PDW 20 % 25-65

HITUNG JENIS

Eosinofil 1.70 % 0.00-4.00

Basofil 0.20 % 0.00-1.00

Netrofil 43.70 % 29.00-72.00

Limfosit 44.70 % 33.00-48.00


Monosit 9.70 % 0.00-6.00

i. Pemeriksaan Darah (15 Juli 2019)

Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan

HEMATOLOGI RUTIN

Hemoglobin 11.9 g/dl 14.0-17.5

Hematokrit 34 % 33-45

Leukosit 5.1 ribu/ul 4.5-14.5

Trombosit 84 ribu/ul 150-450

Eritrosit 4.21 juta/ul 3.80-5.80

INDEKS ERITROSIT

MCV 81.7 /um 80.0-96.0

MCH 28.3 pg 28.0-33.0

MCHC 34.6 g/dl 33.0-36.0

RDW 11.5 % 11.6-14.6

MPV 8.1 Fl 7.2-11.1

PDW 21 % 25-65

HITUNG JENIS

Eosinofil 2.20 % 0.00-4.00

Basofil 0.20 % 0.00-1.00

Netrofil 40.70 % 29.00-72.00


Limfosit 45.10 % 33.00-48.00

Monosit 11.80 % 0.00-6.00

IgM Dengue Positif Negatif

IgG Dengue Positif Negatif

j. Pemeriksaan Darah (16 Juli 2019)

Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan

HEMATOLOGI RUTIN

Hemoglobin 12.1 g/dl 14.0-17.5

Hematokrit 37 % 33-45

Leukosit 6.4 ribu/ul 4.5-14.5

Trombosit 109 ribu/ul 150-450

Eritrosit 4.48 juta/ul 3.80-5.80

k. Pemerisaan Darah (17 Juli 2019)

Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan

HEMATOLOGI RUTIN

Hemoglobin 11.1 g/dl 14.0-17.5

Hematokrit 34 % 35-45

Leukosit 5.8 ribu/ul 4.5-14.5

Trombosit 121 ribu/ul 150-450


Eritrosit 4.12 juta/ul 3.80-5.80

IV. RESUME
1. Keluhan utama
Demam
2. Anamnesis

 Demam tinggi terus menerus 5 hari


 Tidak membaik dengan pemberian paracetamol
 Demam disertai nyeri kepala
 Tidak disertai dengan batuk, pilek, mual, muntah, mimisan,
pendarahan gusi, nyeri belakang mata
 Nyeri perut kanan atas
 Lemas karena intake kurang
 Muncul rumah merah di kedua tangan dan kaki
 BAB dan BAK dalam batas normal
 Tampak sesak nafas
3. Pemeriksaan fisik
Tanda vital suhu 38,4oC, tekanan darah 80/60 mmHg, laju nadi
144x/menit, laju napas 40 x/menit, nyeri pada abdomen , hepar
teraba 2 cm di bawah arcus costae dan lien tidak teraba.akral dingin,
ADP teraba lemah. Pemeriksaan fisik : Rumple Leed (+). Tidak
didapatkan adanya tanda-tanda perdarahan seperti mimisan, gusi
berdarah, ruam atau bintik merah di ekstremitas dan badan, BAB
hitam atau berdarah, BAK merah atau seperti teh.
4. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium darah pada tanggal 12 Juli 2019
didapatkan: Hematokrit = 34 % (N = 35 – 45 %) dan Trombosit = 43
ribu/ul (N = 150 - 450 ribu/ul) dengan kesan trombositopenia.

V. DIAGNOSIS
a. Dengue Shock Syndrome
b. Gizi kurang, underweight, underheight
VI. DIAGNOSIS BANDING
a. Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)
b. Demam Typhoid
c. Chikungunya
VII. TATALAKSANA
a. Rawat bangsal infeksi anak
b. Diet nasi lauk 1200 kkal + susu isokal 4x150 ml
c. IVFD Asering kecepatan 20ml/kgBB ~ 300 ml habis dalam 30 menit
d. Injeksi Ampicillin sulbactam 25 mg/kgbb/6 jam = 375 mg/6 jam
VIII. MONITORING
a. Keadaan umum dan tanda-tanda vital per jam
b. Balance cairan dan diuresis per 8 jam
c. DL2 setiap 24 jam
d. Awasi tanda-tanda syok dan perdarahan
IX. EDUKASI
a. Edukasi keluarga tentang penyakit pasien, edukasi untuk menambah
intake makanan dan minuman pasien, prognosis pasien baik dengan
penanganan yang tepat
b. Lapor bila ada tanda-tanda perdarahan
c. Kompres hangat apabila demam lebih dari 37,5°C dan pemberian
paracetamol bila demam lebih dari 38,5°C
d. Edukasi untuk melakukan 3M plus di rumah
X. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam

XI. USULAN PEMERIKSAAN LAB


a. DL2 / 12jam
b. Cek IgM dan IgG anti dengue
c. SGOT/SGPT
d. Gambaran Darah Tepi

BAB II

ANALISIS KASUS

Dengue shock syndrome merupakan suatu penyakit mengancam jiwa yang


merupakan bagian dari infeksi dengue akut, terjadi saat kapiler pembuluh darah
mengalami kebocoran yang menyebabkan disfungsi sirkulasi aliran darah atau
colapse (Fulara, 2017). Keadaan seperti ini tentu saja harus diatasi dengan
meningkatkan kewaspadaan kita semua, masyarakat dan pemerintah,  khususnya
dalam hal mencegah penularan dan apabila sudah terjadi penyakit mencari
pengobatan dalam keadaan yang masih dini (IDAI, 2019).  
Di Indonesia DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama 41
tahun terakhir. Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan persebaran jumlah
provinsi dan kabupaten/kota yang endemis DBD dari 2 provinsi dan 2 kota,
menjadi 32 (97%) dan 382 (77%) kabupaten/kota pada tahun 2009. Provinsi
Maluku, dari tahun 2002 sampai tahun 2009 tidak ada laporan kasus DBD. Selain
itu terjadi juga peningkatan jumlah kasus DBD, pada tahun 1968 hanya 58 kasus
menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009.
Peningkatan dan penyebaran kasus DBD tersebut kemungkinan
disebabkan oleh mobilitas penduduk yang tinggi, perkembangan wilayah
perkotaan, perubahan iklim, perubahan kepadatan dan dan distribusi penduduk
serta faktor epidemiologi lainnya yang masih memerlukan penelitian lebih lanjut
(Kemenkes, 2010).
Manifestasi klinik DBD menurut WHO pada tahun 2009 adalah demam
tinggi mendadak kurang dari 7 hari adalah infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue. Infeksi dengue memiliki gejala demam tinggi mendadak 2-7 hari, selain
itu diikuti pula dengan adanya gejala klinis lain berupa manifestasi perdarahan
baik spontan maupun diprovokasi, hepatomegali, dan syok. Pada pasien,
ditemukan gejala seperti yang disebutkan WHO.
Pada awal perjalanan penyakit infeksi dengue terkadang susah dibedakan
dengan penyakit yang memiliki gejala klinis demam lainnya sehingga diperlukan
suatu tes yaitu uji tourniquet untuk menunjang diagnosis penyakit ke arah infeksi
dengue. Pada pasien didapatkan uji torniquet negatif dikarenakan derajat beratnya
penyakit pasien sudah grade 3. Selain uji tourniquet dilakukan pemeriksaan fisik.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan petekie, akral dingin, pasien lemas dan
pada pemeriksaan paru didapat suara dasar vesikuler menurun serta ronkhi basah
halus.
Empat hari sebelum pasien masuk rumah sakit, pasien mengalami demam
tinggi pada malam hari dan oleh keluarga pasien dibawa ke klinik terdekat
keesokan harinya. Setelah dari klinik, pasien mendapat obat penurun demam.
Namun setelah meminum obat penurun panas, keadaan pasien tidak membaik
sehingga pasien kembali ke klinik dan oleh klinik dirujuk ke rumah sakit. Saat
masuk RS, pasien dicurigai mengalami dengue shock syndrome dan dilakukan
pemeriksaan laboratorium dengan hasil Hb 12.3 g/dl, Ht 34%, leukosit 6.7 ribu/ul,
trombosit 43 ribu/ul.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien sudah mengalami
demam selama 5 hari dan tidak membaik dengan obat penurun panas. Pasien
mengeluhkan nyeri kepala, nyeri perut, lemas, tidak mau makan minum dan sesak
nafas. Keluarga dan tetangga sekitar pasien tidak ada yang mengalami keluhan
serupa
Keadaan umum pasien saat masuk rumah sakit, tampak sakit
sedang, compos mentis, GCS E4V5M6 dan kesan gizi kurang. Hasil uji
laboratorium saat pasien datang ke IGD menunjukkan kadar trombosit pasien
yang turun dibawah 100.000 ul yaitu 43.000 ul. Penurunan trombosit pada pasien
ini terjadi akibat proses kebocoran plasma. Plasma darah yang normalnya berada
didalam pembuluh darah keluar menuju ke jaringan interstisial. Akibat keluarnya
plasma darah menyebabkan darah menjadi lebih kental dan menyebabkan
hemokonsentrasi
Berdasarkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium di
atas dapat disimpulkan terdapat beberapa gejala klinis dan hasil laboratoris yang
mendukung ke arah Dengue Hemorraghic Fever (DHF) grade III menurut
klasifikasi WHO tahun 1997. Berdasarkan kriteria WHO 1997 untuk menegakkan
diagnosis DHF grade III dapat dengan memenuhi kriteria klinis dan laboratoris.
Setelah dilakukan diagnosis pada pasien dapat dilakukan tatalaksana pada
pasien DHF sesuai dengan WHO 2011. Berdasarkan WHO 2011 pasien tersebut
dapat dirawat inap di pelayanan kesehatan seperti puskesmas atau rumah sakit.
Menurut WHO 2011 pasien tersebut memenuhi kriteria rawat inap berupa adanya
tanda bahaya pada demam berdarah dengue yaitu : adanya nyeri perut dan nyeri
tekan, peningkatan hematokrit yang bersamaan dengan penurunan jumlah
trombosit. Tata laksana yang tepat dan segera dapat mengurangi morbiditas dan
mortalitas dengue hemorraghic fever atau demam berdarah dengue (DBD).
Pengobatan pada saat dirawat inap pasien tersebut diberikan terapi penggantian
cairan dan terapi simptomatis. Terapi cairan meliputi jenis dan jumlah cairan
yang diberikan. Cairan kristaloid isotonik merupakan pilihan untuk pasien DBD.
Tidak dianjurkan pemberian cairan hipotonik seperti NaCl 0,45 %, kecuali bagi
pasien usia < 6 bulan. Dalam keadaan normal setelah satu jam pemberian cairan
hipotonis, hanya 1/12 volume yang bertahan dalam ruang intravascular sedangkan
cairan isotonis ¼ volume yang bertahan, sisanya terdistribusi ke ruang intrseluler
dan ekstraseluler. Pada keadaan permeabilitas yang meningkat, volume cairan
yang bertahan akan semakin berkurang sehingga lebih mudah terjadi kelebihan
cairan pada pemberian cairan hipotonis. Pada pasien ini diberikan bolus cairan
kristaloid isotonik berupa asering dan oksigenasi. Asering dipilih karena cairan
memiliki sifat dimetabolisme di otot dan bukan di hepar. Pada pasien DBD terjadi
hepatomegali sebagai akibat proses infeksi yang terjadi sehingga pemilihan
asering diharapkan tidak membuat kerja hepar semakin berat karena harus
memetabolisme cairan infus.
Menurut Pedoman Diagnosis dan Tata Laksana Infeksi Virus Dengue
(IDAI), pasien yang datang dengan kondisi syok, diberikan tatalaksana oksigen
nasal 2 lpm, infus R asering 10-20 mL/kgBB dalam 1 jam. Apabila kondisi umum
dan vital sign terdapat perbaikan, maka cairan dapat diturunkan hingga 10
mL/kgBB. Jika kondisi stabil pemberian cairan dapat diturunkan secara bertahap
menjadi 7 ml/kgBB, 5 mL/kgBB, 3 mL/kgBB, 1,5 mL/kgBB hingga pada dosis
maintainance. Pada pasien diberikan cairan maintenance dengan kecepatan 95
mL/jam dikarenakan kondisi pasien masih stabil, tidak didapatkan tanda- tanda
syok. Volume cairan yang diberikan pada pasien DHF disesuaikan dengan berat
badan, kondisi klinis dan temuan laboratorium. Pada pasien dengan obesitas
pemberian jumlah cairan harus berhati-hati karena mudah terjadi kelebihan cairan,
penghitungan carian sebaiknya berdasarkan berat badan ideal. Selain dengan
pemberian cairan melewati infus pasien juga dianjurkan untuk minum yang cukup
terutama minum cairan yang mengandung elektrolit. Pemberian cairan harus
diawasi supaya tidak terjadi overload cairan.
Pemberian obat simptomatis pada pasa pasien ini dapat diberikan injeksi
ampicilin sulbactam dengan dosis 25 mg/kgBB/6 jam. Berat pasien 15 kg
sehingga untuk dosis parasetamol yang diberikan sebanyak 375 mg setiap 6 jam.
Untuk pemberian antipiretik seperti parasetamol sebaiknya diberikan hanya pada
keadaan pasien demam (suhu > 38,5° C) dengan interval 8 jam. Pemberian aspirin
atau golongan NSAID serta ibuprofen tidak dianjurkan karena akan memperparah
manifestasi perdarahan pada pasien.

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Dengue Shock Syndrome

a. DEFINISI
Kondisi pasien yang berubah menjadi syok secara tiba-tiba dan
keadaan memburuk setelah durasi demam pada hari kedua sampai ketujuh.
Perburukan terjadi saat itu juga atau langsung sesaat setelah suhu tubuh
turun diantara hari ketiga sampai ketujuh (WHO, 1969).
b. EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat
selama 41 tahun terakhir. Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan
persebaran jumlah provinsi dan kabupaten/kota yang endemis DBD dari 2
provinsi dan 2 kota, menjadi 32 (97%) dan 382 (77%) kabupaten/kota
pada tahun 2009. Provinsi Maluku, dari tahun 2002 sampai tahun 2009
tidak ada laporan kasus DBD. Selain itu terjadi juga peningkatan jumlah
kasus DBD, pada tahun 1968 hanya 58 kasus menjadi 158.912 kasus pada
tahun 2009.
Peningkatan dan penyebaran kasus DBD tersebut kemungkinan
disebabkan oleh mobilitas penduduk yang tinggi, perkembangan wilayah
perkotaan, perubahan iklim, perubahan kepadatan dan dan distribusi
penduduk serta faktor epidemiologi lainnya yang masih memerlukan
penelitian lebih lanjut (Kemenkes, 2010).
c. ETIOLOGI
Virus dengue termasuk dalam genus Flavivirus, famili
Flaviviradae, dan terdiri dari empat serotipe : DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan
DEN-4. Seluruh serotipe beredar di Indonesia, dengan serotipe DEN-3
yang paling dominan dan ditemukan pada kasus dengue dengan masa
inkubasi sekitar 4-10 hari (Tanto, 2016).
d. PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI
Virus dengue ditransmisi melalui nyamuk Aedes aegypti atau
Aedes albopictus. Vektor tersebut tersebar meluas di daerah tropis dan
subtropis diberbagai belahan dunia. Virus dengue masuk ke sirkulasi
perifer manusia melalui gigitan nyamuk. Virus akan berada di dalam darah
sejak fase akut/fase demam hingga klinis demam menghilang.
Secara klinis, perjalanan penyakit dengue dibagi menjadi tiga,
yaitu fase demam (febrile), fase kritis dan fase penyembuhan. Fase demam
berlangsung pada demam hari ke-1 hingga 3, fase kritis terjadi pada
demam hari ke-3 hingga 7 dan fase penyembuhan terjadi setelah demam
hari ke-6 dan 7. Perjalanan penyakit tersebut menentukan dinamika
perubahan tanda dan gejala klinis pada pasien dengan infeksi demam
berdarah dengue (DBD).
Demam merupakan tanda utama infeksi dengue, terjadi mendadak
tinggi, selama 2-7 hari. Demam juga disertai gejala konstitusional lainnya
seperti lesu, tidak mau makan dan muntah. Selain itu, pada anak lebih
sering terjadi gejala facial flush, radang faring serta pilek.
Pada DBD, terjadi peningkatan permeabilitas vaskular yang
menyebabkan kebocoran plasma ke jaringan., sedangkan pada demam
dengue tidak terjadi hal ini. Kondisi tersebut dapat mengakibatkan syok
hipovolemia. Peningkatan permeabilitas vaskular akan terjadi pada fase
kritis dan berlangsung maksimal 48 jam. Hal tersebut yang menjadi alasan
mengapa cairan diberikan maksimal 48 jam.
Kebocoran plasma terjadi akibat disfungsi endotel serta peran
kompleks dari sistem imun: monosit dan sel T, sistem komplemen, serta
produksi mediator inflamasi dan sitokin lainnya. Trombositopenia pun
terjadi akibat beberapa mekanisme yang kompleks, seperti gangguan
megakariositopoiesis (akibat infeksi sel hematopoietik), serta peningkatan
destruksi dan konsumsi trombosit.
Pada kasus DBD, tanda hepatomegali dan kelainan fungsi hati
lebih sering ditemukan. Manifestasi perdarahan yang paling dijumpai pada
anak ialah perdarahan kulit (petekie) dan mimisan (epistaksis). Tanda
perdarahan lainnya yang patut diwaspadai, antara lain melena,
hematemesis dan hematuria. Pada kasus tanpa perdarahan spontan maka
dapat dilakukan uji turniket.
Kebocoran plasma secara masif akan menyebabkan pasien
mengalami syok hipovolemik. Kondisi ini disebut dengue shock syndrome
(Tanto, 2016).

Gambar 1. Skema perjalanan penyakit infeksi dengue (WHO, 2012)


e. KLASIFIKASI

Pada tahun 2011 SEARO menambahkan adanya kriteria expand


karena pada beberapa penyakit tidak dapat diklasifikasikan ke dalam
kriteria WHO 2009, SEARO juga memperbaharui dalam
mengklasifikasikan infeksi dengue, klasifikasi tersebut berupa demam
yang tidak terklasifikasikan, demam dengue tanpa manifestasi perdarahan,
demam dengue dengan manifestasi perdarahan, demam berdarah dengue
dengan kebocoran plasma, demam berdarah dengue tanpa adanya tanda-
tanda syok, demam berdarah dengue diikuti syok, demam dengue dengan
perluasan dari sindroma dengue.
Gambar 2. Pembagian klasifikasi infeksi dengue berdasarkan WHO-
SEARO dibandingkan dengan WHO 2009

Berdasarkan derajat infeksi dengue dibagi menjadi demam berdarah grade


1, grade 2, grade 3 dan grade 4.
f. MANIFESTASI KLINIK
Infeksi virus dengue merupakan infeksi yang bersifat self limiting
infefctious disease yang dapat sembuh sekitar 2-7 hari (Hadinegoro dkk.,
2014).
Demam Berdarah Dengue memiiliki 3 fase utama :
1. Fase demam
Terjadi pada hari pertama dan kedua yang merupakan awal
terjadinya demam mendadak dengan suhu yang dapat mencapai
40'C. Pada fase ini juga dapat disertai keluhan lain seperti
kemerahan, sakit kepala, nyeri otot, ruam makulopapular dan
fotofobia. Pada fase ini didapatkan tes torniquet (+).
2. Fase kritis
Terjadi pada hari ke-3 sampai hari ke-6. Pada fase ini
demam cenderung tidak ada, suhu tubuh kembali normal, namun
kejadian syok dapat terjadi di fase ini. Suhu pada penderita sekitar
37,50 – 38' C. Namun pada fase ini terjadi kebocoran plasma,
kenaikan hematokrit dan penurunan kadar trombosit. Kegagalan
organ juga dapat terjadi pada fase ini karena kebocoran plasma
yang terjadi. Jika penanganan pada fase ini tidak adequat maka
dapat terjadi syok (DSS).
3. Fase penyembuhan
Fase dimana suhu tubuh kembali normal dan terjadi
reabsorbsi cairan setelah kebocoran plasma di fase kritis. Pada fase
penyembuhan ini dapat terjadi hipervolemia (hanya terjadi jika
pemberian cairan berlebihan). Pada fase ini nafsu makan akan
mulai membaik dan keadaan hemodinamik penderita mulai stabil
(WHO, 2009).
Demam Berdarah Dengue berdasarkan derajat beratnya penyakit :
Sesuai dengan patokan dari WHO (2011) bahwa penderita
DHF dalam perjalanan penyakit terdapat pembagian sebagai
berikut
1. Derajat I (Ringan)
Demam mendadak 2 sampai 7 hari disertai gejala klinik lain,
dengan manifestasi perdarahan ringan. Yaitu uji tes “rumple leed’’
yang positif.

2. Derajat II (Sedang)
Golongan ini lebih berat daripada derajat pertama, oleh
karena ditemukan perdarahan spontan di kulit dan manifestasi
perdarahan lain yaitu epitaksis (mimisan), perdarahan gusi,
hematemesis dan melena (muntah darah). Gangguan aliran darah
perifer ringan yaitu kulit yang teraba dingin dan lembab.

3. Derajat III (Berat)


Penderita syok berat dengan gejala klinik ditemukannya
kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan nadi
menurun (< 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit yang dingin,
lembab, dan penderita menjadi gelisah.

4. Derajat IV
Penderita syok berat (profound shock) dengan tensi yang
tidak dapat diukur dan nadi yang tidak dapat diraba.

5. Expanded Dengue Syndrome


Pasien menderita keterlibatan organ dan manifestasi klinis
yang tidak lazim dialami pasien infeksi Dengue lain.
Gambar 3. Demam berdarah dengue berdasar derajat beratnya
penyakit (WHO 2011)

g. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium

Disesuaikan dengan perjalanan penyakit. Pada hari ke 3


umumnya leukosit menurun atau normal, hematokrit mulai
meningkat (hemokonsentrasi) dan trombositopenia terjadi pada hari
ke 3-7. Pada pemeriksaan jenis leukosit, ditemukan limfositosis
(peningkatan 15%) mulai hari ke-3 ditandai dengan linfosit atipik.
Trombisitopenia dapat terjadi dengan jumlah trombosit ≤
100.000/mm3 dan hemokonsentrasi yaitu peningkatan hematokrit ≥
20% dari nilai awal atau rata-rata populasi seusia.

2. Uji serologi
Uji hemaglutinasi inhibisi dilakukan saat fase akut dan fase
konvalesens. Pada infeksi primer, titer serum akut <1:20 dan serum
konvalesens naik 4x atau lebih tetapi tidak melebihi 1:1280. Pada
infeksi sekunder, titer serum akut < 1:20 dan serum konvalesens
1:2560; atau serum akut 1:20 dan konvalesens naik 4x atau lebih.
Tersangka infeksi sekunder yang baru terjadi, titer serum akut
1:1280, serum konvalesens dapat lebih besar atau sama.

Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam


darah sekitar demam hari ke-5, meningkat pada minggu pertama
sampai dengan ketiga, dan menghilang setelah 60-90 hari. Kinetik
kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM, oleh karena
itu kinetik antibodi IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan
sekunder. Pada infeksi primer antibodi IgG meningkat sekitar
demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG
meningkat pada hari kedua.Oleh karena itu diagnosa dini infeksi
primer hanya dapat ditegakkan dengan mendeteksi antibodi IgM
setelah demam hari kelima, diagnosis infeksi sekunder dapat
ditegakkan lebih dini dengan adanya peningkatan antibodi IgG dan
IgM yang cepat (Groen, dkk. 2000).
Gambar 4. Titer IgG dan IgM
3. Pemeriksaan radiologis
untuk mendeteksi adanya efusi pleura: rontgen thoraks
posisi right lateral decubitus dan USG.

h. DIAGNOSIS BANDING

Penyakit dengan gejala demam akut lainnya, seperti :

1) Demam tifoid

2) Campak

3) Influenza

4) Malaria

5) Chikungunya

6) Leptospirosis

i. TATALAKSANA

Berdasarkan rekomendasi WHO 2011, prinsip umum terapi


dengue ialah sebagai berikut :

1. Pemberian cairan kristaloid isotonik selama periode kritis,


kecuali pada bayi usia < 6 bulan yang disarankan
menggunakan NaCl 0,45%.

2. Penggunaan cairan koloid hiperonkotik, misalnya dekstran 40,


dapat dipertimbangkan pada pasien dengan kebocoran plasma
yang berat dan tidak ada perbaikan yang adekuat setelah
pemberian kristaloid.

3. Jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan


rumatan (maintenance) ditambah 5% untuk dehidrasi. Jumlah
tersebut hanya untuk menjaga agar volume intravaskular dan
sirkulasi tetap adekuat.
4. Durasi pemberian terapi cairan intravena tidak boleh melebihi
24-48 jam pada kasus syok. Pada kasus tanpa syok, durasi
terapi tidak lebih dari 60-72 jam.

5. Pada pasien obesitas, perhitungan volume cairan sebaiknya


menggunakan berat badan ideal.

6. Pemberian cairan selalu disesuaikan dengan kondisi klinis.


Kebutuhan cairan intravena pada anak berbeda dengan dewasa.

7. Pemberian transfusi trombosit tidak direkomendasikan pada


anak.

Tabel 1. Laju pemberian infus pada anak (WHO, 2011)

Laju pada anak Laju pada dewasa


(mL/KgBB/Jam) (mL/Jam)

Setengah rumatan 1,5 40-50

Rumatan 3 80-100

Rumatan + defisit 5% 5 100-120

Rumatan + defisit 7% 7 120-150

Rumatan + defisit 10% 10 300-500

Menurut IDAI (2010) tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor
dan dievaluasi secara teratur untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus
diperhatikan pada monitoring adalah:

a. Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap


15-30 menit atau lebih sering, sampai syok dapat teratasi.
b. Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sampai keadaan
klinis pasien stabil
c. Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai
jenis cairan, jumlah, dan tetesan, untuk menentukan apakah
cairan yang diberikan sudah mencukupi.
d. Jumlah dan frekuensi diuresis.
Penatalaksanaan Dengue menurut WHO 2012, membagi pasien menjadi 3
kriteria :

1. Kriteria A
Pasien dapat dipulangkan, dengan catatan mendapatkan cairan yang
adekuat dan BAK minimal 1 kali per 6 jam, dan tidak ada tanda-tanda
dari warning sign. Pasien diharuskan bed rest, pasien yang datang pada
demam >3 hari diharuskan setiap hari ke sarana kesehatan untuk
diperiksa darah lengkap dan monitoring adanya gejala-gejala dari
warning sign, hal ini dilakukan sampai fase kritis terlewati. Berikan
pasien paracetamol untuk demamnya, dengan dosis 10 mg/kgbb/x,
kompres air hangat apibila demam tidak turun, dilarang memberikan
aspirin, ibuprufen atau NSAID lainnya maupun injeksi intramuskular, hal
ini dapat menyebabkan gastritis atau perdarahan. Apabila tidak ada
perbaikan maupun timbul gejala tambahan seperti nyeri perut, muntah-
muntah, ekstremitas dingin, sesak napas, tidak BAK dalam 6 jam,
maupun perdarahan segera ke fasilitas kesehatan terdekat. Indikasi rawat
inap pada pasien dengan manifestasi demam bila tidak mendapatkan
rehidrasi oral yang adekuat, adanya anak kecil dirumah, serta pasien
dengan co-morbid.

2. Kriteria B
Pasien yang diharuskan untuk rawat inap untuk observasi lebih
lanjut.Dalam kriteria ini pasien dengan warning sign, pasien risiko tinggi,
pasien yang menunjukan gejala komplikasi, pasien yang tinggal sendiri,
serta pasien yang tempat tinggalnya jauh dari fasilitas kesehatan. Terapi
yang diberikan
Cek hematokrit sebelum diberikan cairan infus. Cairan infus yang
digunakan hanya yang bersifat isotonik seperti NaCl 0,9%, Ringer laktat
atau cairan Hartmann’s. Mulai dengan 5-7 ml/kgbb/jam untuk 1-2 jam
pertama, kemudian kurangi menjadi 3-5ml/kgbb/jam untuk 2-4 jam
selanjutnya, kemudian kurangi lagi menjadi 2-3 ml/kgbb/jam atau
maintenan cairan sesuai manifestasi klinis yang didapat. Periksa kembali
hematrokit, jika tidak ada perbaikan atau terjadi peningkatan sedikit,
ulangi pemberian cairan 2-3 ml/kgbb/jam selama 2-4 jam. Jika tanda vital
menurun dan terjadi peningkatan hematrokrit yang cepat, segera naikan
cairan 5-10ml/kgbb/jam selam 1-2 jam. Apabila perfusi jaringan dan
urine output baik (0,5ml/kg/jam) berikan cairan maintenance untuk 24-48
jam. Monitor vital sign, balance cairan, hematrokit sebelum dan sesudah
pemberian cairan infus, atau setiap 6-12 jam sekali. Cek GDS, profil
ginjal, profil liver, profil koagulasi sesuai indikasi.

3. Kriteria C
Pasien dengan dengue berat, pasien dalam kriteria ini harus
mendapat pengobatan segera karena berada dalam fase kritis, berupa

• Kebocoran plasma yang berat, mulai masuk ke dalam keadaan


syok dengan adanya ARDS
• Perdarahan hebat
• Multi organ failure
Pasien harus segera dipindahkan ke fasilitas kesehatan yang
memiliki fasilitas transfusi darah.Segera ganti cairan isotonik dengan
cairan kristaloid, pada keadaan hipotensi syok boleh diberikan cairan
koloid.Transfusi darah hanya diberikan apabila adanya perdarahan hebat.
PENATALAKSANAAN KASUS TERSANGKA

DEMAM BERDARAH DENGUE DBD (Bagan 1)

Tersangka DBD

Demam tinggi, mendadak, terus-menerus, < 7 hari


tidak disertai ISPA, badan lemah/lesu

Ada kedaruratan Tidak ada kedaruratan

Tanda syok muntah terus menerus, kesadaran


menurun Periksa uji tourniquet

Kejang, muntah darah, berak darah, berak hitam

Uji Tourniquet (+)


Uji tourniquet (-)
(Rumplee Leede)
(Rumplee Leede)

Rawat jalan
Jumlah trombosit Jumlah trombosit Parasetamol
Kontrol tiap hari sampai
< 100.000/ul > 100.000/ul demam hilang

Nilai tanda klinis & jumlah


Rawat Inap trombosit, Ht bila masih demam
hari sakit ke 3

Rawat Jalan

Minum banyak,

Parasetamol bila perlu

Kontrol tiap hari sp demam turun.

Bila demam menetap periksa Hb.Ht, Trombosit.

Perhatikan untuk orang tua pesan bila timbul tanda syok :


gelisah, lemah, kaki tangan dingin, sakit perut, berat
hitam, kencing berkurang

Lab :Hb/Ht naik dan trombosit turun


PENATALAKSANAAN KASUS DBD DERAJAT I

(Bagan 2)

DBD Derajad I

 Gejala klinis : demam 2-7 hari


 Uji tourniquet positif
 Lab. hematokrit tidak meningkat
trombositopeni (ringan)

Pasien Masih dapat minum Pasien tidak dapat minum


Beri minum banyak 1-2 liter/hari atau 1 sd. Pasien muntah terus menerus
mkn tiap 5 menit.
Jenis minuman; air putih teh manis, sirup, jus
buah, susu, oralit Pasang infus NaCl 0,9%: Dekstrosa 5%
Bila suhu > 38,5 derajad celcius beri (1:3) tetesan rumatan sesuai berat badan
parasetamol Periksa Hb, Ht, trombosit tiap 6-12 jam
Bila kejang beri obat antikonvulasif

Ht naik dan atau trombositopeni

Perbaikan klinis dan laboratoris


Infus ganti ringer asetat
(tetesan disesuaikan, lihat Bagan 3)

Pulang
Kriteria memulangkan pasien :
1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
2. Nafsu makan membaik
3. Secara klinis tampak perbaikan
4. Hematokrit stabil
5. Tiga hari setelah syok teratasi
6. Jumlah trombosit lebih dari 50.000/ml
7. Tidak dijumpai distress pernafasan
PENATALAKSANAAN KASUS DBD DERAJAT II

(Bagan 3)

DBD Derajat II

DB Derajad I + perdarahan spontan


Hemokonsentrasi & Trombositopeni
Cairan awal RA/NaCl 0,9% atau
RAD5%/NaCl 0,9 + D 5% 6 – 7
ml/kgBB/jam

Monitor Tanda Vital/Nilai Ht & trombosit tiap 6 jam

Perbaikan Tidak Ada


Perbaikan
Tidak gelisah
Gelisah
Nadi kuat
Tek Darah stabil Distres pernafasan
Diuresis cukup Fre.nadi naik
(1 ml/kgBB/jam) Tanda Vital memburuk Ht tetap tinggi/naik
Ht Turun Tek. Nadi < 20 mmHg
(2x pemeriksaan) Diuresis kurang/tidak ada

Tetesan dinaikkan
Tetesan dikurangi Ht meningkat
10-15 ml/kgBB/jam
(bertahap)
5 ml/kgBB/jam Perbaikan

Evaluasi 12-24 jam


Perbaikan

Tanda vital tidak stabil


Sesuaikan tetesan
Distress pernafasan Ht Ht turun
3 ml/kgBB/jam Naik

IVFD stop setelah 24-48 jam


apabila tanda vital/Ht stabil dan Koloid Transfusi darah segar
diuresis cukup 20-30 ml/kgBB 10 ml/kgBB

Keterangan : 1 CC = 15 Tetes
Perbaikan
PENATALAKSANAAN KASUS DSS ATAU DBD DERAJAT III DAN IV

(Bagan 4)
DBD Derajat III & IV

DBD Derajat II + Kegagalan sirkulasi

Oksigenasi (berikan O2 2-4lpm/menit) Penggantian


volume plasma segera (cairan kristaloid isotonis)
RingerAsetat/ NaCl 0,9 % 10-20 ml/kgBB secepatnya
(bolus dalam 30 menit)

Evaluasi 30 menit, apakah syok teratasi ?


Pantau tanda vital tiap 10 menit
Catat balans cairan selama pemberian
cairan intravena

Syok teratasi Syok tidak teratasi


Kesadaran membaik
Nadi teraba kuat
Tekanan nadi > 20 mmHg Kesadaran menurun
Tidak sesak nafas / Sianosis Nadi lembut / tidak teraba
Ekstrimitas hangat Tekanan nadi < 20 mmHg
Diuresis cukup 1 ml/kgBB/jam Distres pernafasan / sianosis
Kulit dingin dan lembab
Ekstrimitas dingin
Periksa kadar gula darah
Cairan & tetesan disesuaikan
10 ml/kgBB/jam Lanjutkan cairan
15-20 ml/kgBB/jam
Evaluasi ketat Tambahan koloid/plasma
Dekstran 40/FFP
Tanda vital 10-20 (max 30) ml/kgBB
Tanda perdarahan Koreksi Asidosis
Diuresis Syok teratasi evaluasi 1 jam
Hb, Ht, Trombosit

Stabil dalam 24 jam Syok belum teratasi

Tetesan 5 ml/kgBB/jam
Ht turun Ht tetap tinggi/naik
Transfusi darah segar 10 Koloid
Tetesan 3 ml/kgBB/jam
ml/kgBB 20 ml/kgBB
Dapat diulang sesuai kebutuhan
Infus Stop tidak melebihi 48 jam
Gambar 5. Tatalaksana Dengue Shock Syndrome

j. KOMPLIKASI

 Ensefalopati dengue : edema otak dan alkalosis. Dapat terjadi baik


pada syok maupun tanpa syok.

 Kelainan ginjal : akibat syok berkepanjangan

 Edema paru : akibat pemberian cairan berlebih


k. PROGNOSIS

Prognosis DBD ditentukan oleh derajat penyakitnya, cepat


tidaknya penanganan diberikan, umur, jenis kelamin, dan keadaan nutrisi
penderita.Prognosis DBD derajat I dan II umumnya baik.DBD derajat III
dan IV bila dapat dideteksi secara cepat maka pasien dapat ditolong.Angka
kematian pada syok yang tidak terkontrol sekitar 40-50%.Tanda- tanda
prognosis yang baik pada DSS adalah pengeluaran urine yang cukup serta
kembalinya nafsu makan.
DAFTAR PUSTAKA

Centers for Disease Control. 2000. CDC growth charts: United States. Advance
data, 314.
Gandasubrata, R. 1999. Penuntun laboratorium klinik. PT. Dian Rakyat: Jakarta.
Groen, dkk.2000.Evaluation of Six Immunoassays for Detection of Dengue
Virus-Specific Immunoglobulin M and G Antibodies. Clinical and
Diagnostic Laboratory Immunology.Nov.p.867-871.
Gubler, D. J., Ooi, E. E., Vasudevan, S., dan Farrar, J. 2014.Dengue and dengue
hemorrhagic fever.CABI.
Hadinegoro, SR, Moedjito, I dan Chairulfatah, A. 2014.Pedoman Diagnosis dan
Tata Laksana kasus Infeksi Dengue pada Anak tahun 2014.Jakarta : Badan
Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. 1-69
Halstead, SB. 2011.Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever.Dalam :
Nelson Textbook of Pediatrics.19th ed. Kliegman, et al Philadelphia:
Elsevier; 1134-6.
Ikatan Dokter Anak Indonesia.2010.Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter
Anak Indonesia. IDAI: Jakarta
World Health Organization. 2011a. Comprehensive Guidelines for Prevention
and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever Revised and
expanded edition. WHO 1-45
World Health Organization-South East Asia Regional Office. 2011b.
Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue
Hemorrhagic Fever. WHO: India

Anda mungkin juga menyukai