Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS HOME VISITE

“TONSILITIS AKUT“
PUSKESMAS OLAK KEMANG

Disusun Oleh :
Amanda Nofita Dewi, S.Ked ( G1A216024 )

Preseptor :
Dr. Ratna Sugiati

KEPANITRAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PUSKESMAS OLAK KEMANG
JAMBI
2018

1
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

TONSILITIS AKUT

OLEH :
AMANDA NOFITA DEWI, S.ked
G1A216024

Jambi Januari 2018


Dosen pembimbing

dr. Azwar Djauhari, M.Sc

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


PUSKESMAS OLAK KEMANG
UNIVERSITAS JAMBI
2018

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT sebab karena rahmat-Nya
laporan kasus dengan judul Tonsilitis Akut ini dapat terselesaikan. Laporan kasus ini
dibuat sebagai tugas dalam menjalankan Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu
Kesehatan Masyarakat di Puskesmas Olak Kemang Kota Jambi.
Dalam kesempatan ini saya juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Ratna
Sugiati yang telah mengorbankan waktu, tenaga, dan pikiran dalam memberikan ilmu yang
sangat berguna ketika diskusi selama kepaniteraan klinik di stase Ilmu Kesehatan
Masyarakat ini.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan, karena
penulis masih dalam tahap belajar dan kurangnya pengalaman serta pengetahuan penulis.
Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran agar lebih baik kedepannya.
Akhir kata semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat menambah
informasi dan pengetahuan kita.

Jambi, Januari 2018

Penulis

3
BAB I
STATUS PASIEN

I. Identitas Pasien
a. Nama/Kelamin/Umur : An. N/ perempuan / 10 tahun
b. Pekerjaan : Pelajar
c. Alamat : Rt 03 Tanjung Raden

II. Latar Belakang Sosial-ekonomi-demografi-lingkungan-keluarga


a. Status Perkawinan : Belum menikah
b. Jumlah anak/saudara : Anak ke 2 dari 2 bersaudara
c. Status ekonomi keluarga : Menengah
d. KB : Tidak menggunakan KB
e. Kondisi rumah

Pasien tinggal di rumah panggung dengan


dinding permanen, lantai terbuat dari
kayu papan dan atap dari genteng. Rumah
berukuran sekitar 15 x 20 meter. Rumah
terdiri dari 2 kamar, satu ruang tamu, satu
ruang keluarga dan satu dapur dan 1
kamar mandi. Di bagian depan rumah
terdapat warung tempat ibu pasien
berjualan. Pencahayaan dan ventilasi
rumah cukup baik.

4
kondisi dapur pasien tampak sedikit
berantakan. Pencahayaan di dapur cukup.
Ibu pasien memasak menggunakan
kompor gas.

Kamar mandi pasien terdiri dari satu bak


dan wc jongkok. Kamar mandi tampak
cukup bersih. Sumber air bersih dari
PDAM.

5
f. Kondisi lingkungan di sekitar rumah :
Kondisi lingkungan pasienvcukup padat dengan sekitarnya. Jarak rumah dengan rumah
disekitar sekitar 2 meter. Jarak rumah dengan jalan sekitar 10 meter.

III. Aspek Perilaku dan Psikologis dalam Keluarga


Baik

IV. Keluhan Utama


Demam terus menerus ± sejak 2 hari yang lalu
V. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien dibawa berobat ke Puskesmas Olak Kemang dengan keluhan demam sejak 2
hari yang lalu. Menurut ibu pasien, demam sejak 2 hari yang lalu tidak terlalu tinggi, terus
menerus, tidak disertai menggigil, tidak disertai pilek, namun nyeri saat menelan dan pada
malam hari pasien sering mendengkur. Demam meningkat pada malam hari dan sore hari
disangkal, nafas berbau tidak ada, riwayat terbangun saat tidur karena nafas sesak
disangkal, keluhan nyeri telinga dan berair disangkal, penurunan nafsu makan disangkal,
penurunan berat badan disangkal.
Ibu pasien mengaku anaknya sempat dibawa berobat ke bidan dan mendapatkan obat
penurun panas dan antibiotik. Pasien juga disarankan untuk berobat ke puskesmas.
Ibu pasien mengatakan jika anaknya sering minum es dan snack (chiki) yang dibeli saat
sekolah. Ibu pasien mengatakan keluhan baru pertama kali dialami oleh anaknya.

VI. Riwayat Penyakit Dahulu :


- Riwayat keluhan yang sama (-)
- Riwayat radang pada amandel (-)
- Riwayat keluar cairan dari telinga/congek disangkal

VII. Riwayat Penyakit Keluarga :


- Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama (+) kakak pasien
- Riwayat alergi dalam keluarga (-)

6
VIII. Riwayat makan, alergi, obat obatan, perilaku kesehatan dll yang relevan
Os seorang siswi SD kelas 5. Os sangat suka jajan disekolahan. Jajan yang sering
dikonsumsi berupa es dan snack chiki – chiki. Selain jajan disekolah, os juga suka makan
jajanan yang dijual oleh ibu pasien di rumahnya. Ibu os mengatakan bahwa anaknya tidak
mau makan nasi dan lebih sering makan jajanan.

IX. Pemeriksaan Fisik


1. Keadaan umum : Tampak sakit ringan
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Tekanan Darah : 110/70 mmHg
4. Pernafasan : 20x/menit
5. Nadi : 90x/menit
6. Suhu : 36,90 C
7. Berat badan : 28 kg

Pemeriksaan Organ
1. Kepala : Normocephal
2. Mata : CA (-/-), SI (-/-), RC (+/+)
3. Telinga : dbn
4. Hidung : deviasi (-), sekret (-)
5. Mulut :
Bibir : basah, tidak pucat
Bau pernafasan : normal
Gusi : warna merah muda, perdarahan (-)
Lidah : putih kotor (-), ulkus (-)
6. Leher : Pembesaran KGB (-) , struma (-)
7. Thorax
Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
 Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra

7
 Perkusi : Batas jantung dbn
 Auskultasi : BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)

Pulmo
 Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada bagian yang tertinggal
 Palpasi : Fremitus taktil kanan = kiri
 Perkusi : Sonor
 Auskultasi : Vesikular (+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-)

8. Abdomen :
 Inspeksi : Datar, sikatriks (-)
 Palpasi : Supel, Nyeri tekan (-), hepar, lien dan ginjal tidak teraba
 Auskultasi : Bising usus (+) normal
 Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)

9. Ekstremitas : akral hangat, edema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik

Status Lokalisata
Mukosa faring : hiperemis
Tonsil : T3/T3
Mukosa hiperemis :+/+
Kripta lebar :+/+
Detritus :-/-

8
X. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak dilakukan

XI. Usulan Pemeriksaan Penunjang :


- Darah Rutin
- Swab tonsil

XII. Diagnosa Kerja


Tonsilitis akut ICD X J03.90

XIII. Diagnosa Banding


- Faringitis ICD X J02
- Hipertrofi Adenoid ICD X J35.2
- Difteria ICD X A37

XIV. Manajemen.
a. Promotif :
 Menerangkan kepada pasien dan ibu pasien tentang penyakit yang diderita,
pengobatan, pencegahan dan komplikasinya.
 Edukasi tentang menjaga kesehatan diri dan meningkatkan kekebalan tubuh.
b. Preventif :
 Menghindari makanan dan minuman yang merangsang amandel seperti gorengan,
minuman dingin (es) dan snack (chiki) yang banyak mengandung penyedap rasa.

 Menjaga kebersihan gigi dan mulut dengan menggosok gigi minimal 2 kali sehari.

c. Kuratif :
Non Farmakologi
 Istirahat yang cukup
 Banyak minum air putih (2 liter sehari)

9
 Makan makanan bergizi

Farmakologi
 Amoksisilin 250 mg 3 x 1 tab P.O selama 5 hari (25-50 mg/kgBB)
 Parasetamol 500 mg 3 x ½ tab P.O jika demam (10-15 mg/kgBB)
Tradisional
Mengkudu, cara membuat :
- Siapkan 3 mengkudu yang sudah matang dan madu murni
- Tumbuk mengkudu dan saring airnya
- Kemudian campur air mengkudu dengan madu murni
- Aduk hingga merata dan minum 3 kali sehari

d. Rehabilitatif
 Pasien disarankan untuk kontrol ulang ke puskesmas atau rumah sakit bila keluhan
timbul penyakit.
 Jika tonsil sering meradang, menimbulkan sesak, atau sukar menelan segera
periksakan diri ke dokter spesialis THT.

10
Dinas Kesehatan Kota Jambi Dinas Kesehatan Kota Jambi
Puskesmas Olak Kemang Puskesmas Olak Kemang

Dr. Amanda Nofita Dewi SIP : 20817252 Dr. Amanda Nofita Dewi SIP : 20817252
Jalan : Kelurahan Olak Kemang 085378999028 Jalan : Kelurahan Olak Kemang 085378999028

Dinas Kesehatan Kota Jambi Dinas Kesehatan Kota Jambi


Puskesmas Olak Kemang Puskesmas Olak Kemang

Dr. Amanda Nofita Dewi SIP : 20817252 Dr. Amanda Nofita Dewi SIP : 20817252
Jalan : Kelurahan Olak Kemang 085378999028 Jalan : Kelurahan Olak Kemang 085378999028

11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Tonsilitis adalah peradagan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin
Waldeyer. Tonsil hampir selalu diartikan sebagai tonsil palatina.Tonsilitis akut
merupakan infeksi tonsil yang sifatnya akut, sedangkan tonsilitis kronik merupakan
tonsilitis yang terjadi berulang kali (kronik).(1,2,3)

2.2 Epidemiologi

Tonsilitis paling sering terjadi pada anak-anak, meskipun jarang terjadi pada
anak-anak usia kurang dari dua tahun. Tonsilitis akibat infeksi Streptococcus secara
khusus terjadi pada anak-anak usia 6-15 tahun. Kasus terbanyak ditemukan pada anak-
anak usia sekolah, yang berkontak dengan anak lain yang menderita tonsilitis akibat
bakteri maupun virus.(1, 3, 4)

2.3 Klasifikasi
Adapun jenis - jenis dari tonsilitis, adalah:

1. Tonsilitis Akut

Tonsilitis akut merupakan suatu infeksi pada tonsil yang ditandai nyeri
tenggorok, nyeri menelan, panas, dan malaise. Pemeriksaan fisik dapat ditemukan
pembesaran tonsil, eritema dan eksudat pada permukaan tonsil, kadang ditemukan
adanya limadenopati servikal. Korblut, menjelaskan gejala tonsilitis akut akan
berkurang 4-6 hari. Penyakit ini biasanya akan sembuh setelah 7-14 hari. Tonsilitis akut
berdasarkan penyebab infeksi, yaitu(1, 2):

a. Tonsilitis Viral
Tonsilitis yang disebabkan oleh virus. Gejala lebih menyerupai common cold
yang disertai rasa nyeri tenggorok. Penyebab yang sering Epstein Barr, influenza, para

12
influenza, coxasakie, echovirus, rhinovirus. Douglas seperti dikutip Kornbult
menemukan bahwa kebanyakan tonsilitis virus terjadi pada usia prasekolah
sedangkan infeksi bakteri terjadi pada anak yang lebih besar.(1, 2)

b. Tonsilitis Bakterial
Tonsilitis akut bakterial paling banyak disebabkan Streptococcus β
hemoliticus. Lebih kurang 30%-40% tonsilitis akut disebabkan oleh Streptococcus β
hemoliticus grup A. Brook, menyatakan dalam mendiagnosis tonsilitis keterlibatan
Streptococcus β hemoliticus grup A harus tetap dipertimbangkan disamping bakteri
lain yang juga dapat ditemukan pada pemeriksaan bakteriologi.(1, 2)

Gambar 2.1. Tonsilitis Akut dengan Detritus(1)

Infiltrasi bakteri ke dalam jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang


berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk eksudat dikenal
dengan detritus. Eksudat yang terbentuk biasanya tidak melengket ke jaringan di
bawahnya. Bentuk tonsilitis akut dengan eksudat yang jelas disebut dengan tonsilitis
folikularis. Bila eksudat yang terbentuk membentuk alur-alur maka akan terjadi
tonsilitis lakunaris. Infeksi tonsil dapat juga melibatkan faring, seluruh jaringan
limfoid tenggorok. Terlihat lidah kotor dan juga lapisan mukosa tipis di rongga
mulut.(1)

13
2. Tonsilitis Kronik

Tonsilitis kronis adalah peradangan tonsil yang menetap sebagai akibat infeksi
akut atau subklinis yang berulang. Ukuran tonsil membesar akibat hiperplasia parenkim
atau degenerasi fibrinoid dengan obstruksi kripta tonsil, namun dapat juga ditemukan
tonsil yang relatif kecil akibat pembentukan sikatrik yang kronis. Brodsky, menjelaskan
durasi maupun beratnya keluhan nyeri tenggorok sulit dijelaskan. Biasanya nyeri
tenggorok dan nyeri menelan dirasakan lebih dari 4 minggu dan kadang dapat
menetap. Brook dan Gober, seperti dikutip oleh Hammouda menjelaskan tonsilitis
kronis adalah suatu kondisi yang merujuk kepada adanya pembesaran tonsil sebagai
akibat infeksi tonsil yang berulang.(1, 7)

Gambar 2.2. Tonsilitis kronik dengan eksudasi purulen yang menutupi kedua tonsil.
Pada uvula dan arkus tampak hiperemis dan edema.(8)

Infeksi yang berulang dan sumbatan pada kripta tonsil mengakibatkan


peningkatan stasis debris maupun antigen di dalam kripta, juga terjadi penurunan
integritas epitel kripta sehingga memudahkan bakteri masuk ke parenkim tonsil.
Bakteri yang masuk ke dalam parenkim tonsil akan mengakibatkan terjadinya infeksi
tonsil. Pada tonsil yang normal jarang ditemukan adanya bakteri pada kripta, namun
pada tonsilitis kronis bisa ditemukan bakteri yang berlipat ganda. Bakteri yang menetap
di dalam kripta tonsil menjadi sumber infeksi yang berulang terhadap tonsil.(1) Pada
tonsillitis kronik dapat ditemukan nyeri menelan persisten, anoreksia, disfagia, dan
eritem pharyngotonsillar. Karakteristik lain juga dapat ditemukan sekret tonsil yang
malodorous dan pembesaran kelenjar limfe nodi jugulodigastrik.(9)

14
3. Tonsilitis Rekuren

Tonsilitis rekuren merupakan peradangan pada tonsil yang ditandai gejala episode
tonsilitis akut pada saat pasien datang dimana ada riwayat penyembuhan lengkap
diantara episode akut tersebut. Menurut Brodsky, tonsilitis rekuren didefiniskan
sebagai tonsilitis akut yang berulang lebih dari 4 kali dalam satu tahun, atau lebih dari 7
kali dalam 1 tahun, 5 kali setiap tahun selama 2 tahun, atau 3 kali setahun selama 3
tahun. (1, 9)
Kebanyakan pada anak tidak ditemukan adanya keluhan diantara episode, dengan
gambaran maupun ukuran tonsil yang kembali normal. Letak tonsil, jumlah dari kripte,
dan celahnya tampaknya sebagai tempat berkembangnya bakteri. Pengobatan secara
cepat pada tonsilitis akut mungkin saja tidak berhasil dalam mencegah infeksi
lanjutan.(1, 9)

2.4 Etiologi dan Patogenesis


Tonsilitis terjadi dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui kriptanya secara
aerogen yaitu droplet yang mengandung kuman terhisap oleh hidung kemudian
nasofaring terus masuk ke tonsil maupun secara foodborn yaitu melalui mulut masuk
bersama makanan.(4) Beberapa organisme dapat menyebabkan infeksi pada tonsil,
termasuk bakteri aerobik dan anaerobik, virus, jamur, dan parasit. Pada penderita
tonsilits kronis jumlah kuman yang paling sering adalah Streptococcus Beta Hemoliticus
group A (SBHGA). Streptokokus grup A adalah flora normal pada orofaring dan
nasofaring. Namun dapat menjadi infeksius yang memerlukan pengobatan. Selain itu
infeksi juga dapat disebabkan Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, S.
Pneumoniae dan Morexella catarrhalis.(3, 10)
Tonsilitis berawal dari penularan yang terjadi melalui droplet dimana kuman
menginfiltrasi lapisan epitel. Adanya infeksi berulang pada tonsil menyebabkan pada
suatu waktu tonsil tidak dapat membunuh semua kuman sehingga kuman kemudian
bersarang di tonsil. Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah
menjadi sarang infeksi (fokal infeksi) dan suatu saat kuman dan toksin dapat menyebar
ke seluruh tubuh misalnya pada saat keadaan umum tubuh menurun.(4) Bila epitel
terkikis maka jaringan limfoid superkistal bereaksi dimana terjadi pembendungan

15
radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Karena proses radang berulang yang
timbul maka selain epitel mukosa juga jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang
akan mengalami pengerutan sehingga kripte melebar. Secara klinis kripte ini akan
tampak diisi oleh Detritus (akumulasi epitel yang mati, sel leukosit yang mati dan
bakteri yang menutupi kripte berupa eksudat yang berwarna kekuning-kuningan).
Proses ini terus meluas hingga menembus kapsul sehingga terjadi perlekatan dengan
jaringan sekitar fossa tonsilaris. Pada anak-anak, proses ini akan disertai dengan
pembesaran kelenjar submandibula.(1, 2, 11)

2.5 Gejala Klinis

Gejala klinis tonsilitis akut maupun kronik dapat ditemukan adanya nyeri
tenggorok, di mana pada tonsilitis kronik didahului gejala tonsilitis akut seperti nyeri
tenggorok yang tidak hilang sempurna. adapun gejala pada tonsilitis akut ditandai
dengan nyeri tenggorok, nyeri menelan, demam, dan malaise. Halitosis akibat debris
yang tertahan di dalam kripta tonsil, yang kemudian dapat menjadi sumber infeksi
berikutnya.(1, 2)
Tabel 1. Perbedaan Tonsilitis(1, 2, 7, 9)
Tanda Tonsilitis Akut Tonsilitis Tonsilitis Rekuren
Kronis
Warna Hiperemis (+) Hiperemis (-) Hiperemis (+)
Edema (+) (-) (+)
Kripte Melebar (-) Melebar (+) Melebar (+)
Detritus (+/-) (+) (+)
Perlengketan (-) (+) (+)
Onset 7-14 Hari >4 minggu Ada fase sembuh
diantara 2 fase
akut/lebih

16
Gambar. 2.3 Derajat Tonsil.(11)

2.6 Diagnosis
Pada anamnesis, penderita biasanya datang dengan keluhan tonsilitis berulang
berupa nyeri tenggorokan berulang atau menetap, rasa ada yang mengganjal di
tenggorok, ada rasa kering di tenggorok, napas berbau, iritasi pada tenggorokan, dan
obstruksi pada saluran cerna dan saluran napas, yang paling sering disebabkan oleh
adenoid yang hipertrofi. Gejala-gejala konstitusi dapat ditemukan seperti demam, tetapi
tidak mencolok. Pada anak dapat ditemukan adanya pembesaran kelenjar limfa
submandibular.(2, 13)
Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata,
kripte melebar dan beberapa kripte terisi oleh detritus.. Pada umumnya terdapat dua
gambaran tonsil yang secara menyeluruh dimasukkan ke dalam kategori tonsilitis
kronik.(10)
Pemeriksaan Bakteriologi
Pemeriksaan bakteriologi dari tonsil dapat dilakukan dengan pemeriksaan sediaan
swab secara gram dengan pewarnaan Ziehl-Nelson atau dengan pemeriksaan biakan
dan uji kepekaan. Pemeriksaan ini dapat diambil dari swab permukaan tonsil maupun
jaringan inti tonsil.(1) Daerah tenggorok banyak mengandung flora normal. Permukaan
tonsil mengalami kontaminasi dengan flora normal di saluran nafas atas. Patogen yang
didapatkan dari daerah ini bisa jadi bukan merupakan bakteri yang menginfeksi tonsil.

17
Pemeriksaan kultur dari permukaan tonsil saja tidak selalu menunjukkan bakteri
patogen yang sebenarnya.(1)
Pemeriksaan Histopatologi
Penelitian yang dilakukan Ugras dan Kutluhan tahun 2008 di Turkey terhadap
480 spesimen tonsil, menunjukkan bahwa diagnosa Tonsilitis Kronis dapat ditegakkan
berdasarkan pemeriksaan histopatologi dengan tiga kriteria histopatologi yaitu
ditemukan ringan-sedang infiltrasi limfosit, adanya Ugra’s abses dan infiltrasi limfosit
yang difus. Kombinasi ketiga hal tersebut ditambah temuan histopatologi lainnya dapat
dengan jelas menegakkan diagnosa Tonsilitis Kronik.(11)

2.7 Diagnosis Banding


1. Faringitis
Merupakan peradangan dinding laring yang dapat disebabkan oleh virus, bakteri,
alergi, trauma dan toksin. Infeksi bakteri dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang
hebat, karena bakteri ini melepaskan toksin ekstraseluler yang dapat menimbulkan
demam reumatik, kerusakan katup jantung, glomerulonephritis akut karena fungsi
glomerulus terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen antibody.(2, 10, 13)

A B
. .
Gambar 2.4A. Pharynx posterior dengan peteki dan eksudat. B. Pemeriksaan
bakteriologi Streptococcus pyogenes.(15)

Gejala klinis secara umum pada faringitis berupa demam, nyeri tenggorok, sulit
menelan, dan nyeri kepala. Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan tonsil
hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak

18
petechiae pada palatum dan faring. Kelenjar limfa anterior membesar, kenyal, dan nyeri
pada penekanan.(2, 13, 14)
2. Difteri
Disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae. Tidak semua orang yang
terinfeksi oleh kuman ini akan sakit. Keadaan ini tergantung pada titer antitoksin dalam
darah. Titer antitoksin sebesar 0,03 sat/cc darah dapat dianggap cukup memberikan dasar
imunitas. Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak berusia kurang dari 10 tahun dan
frekuensi tertinggi pada usia 5 tahun.(2)

A B
. .
Gambar 2.5 arakteristik membran tipis pada infeksi difteri di pharynx posterior. B.
Gambaran mikrobiologi Corynebacterium diphtheriae gram positif dengan pewarnaan
metilen blue.(16)

Gejala klinik terbagi dalam tiga golongan yaitu : umum, lokal, dan gejala akibat
eksotoksin. Gejala umum sama seperti gejala infeksi lainnya yaitu kenaikan suhu tubuh
biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat serta
keluhan nyeri menelan. Gejala lokal yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi
bercak putih kotor yang makin lama makin meluas dan bersatu membentuk membrane
semu (pseudomembran) yang melekat erat pada dasarnya sehingga bila diangkat akan
mudah berdarah..(2, 14)

3. Hipertrofi Adenoid
Adenoid adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid yang terletak pada
dinding posterior nasofaring, termasuk dalam rangkaian cincin Waldeyer. Secara

19
fisiologik adenoid ini membesar pada anak usia 3 tahun dan kemudian akan mengecil dan
hilang sama sekali pada usia 14 tahun. Akibat dari hypertrophy ini akan timbul sumbatan
Koana dan tuba eustachi..(2)

Gambar 2.6 Choana posterior sinistra yang mengalami obstruksi oleh massa
jaringan adenoid pada pemeriksaan nasoendoskopi(8)

4. Tumor Tonsil
Neoplasma bukanlah penyebab dari tonsilitis akut maupun kronik, tetapi
seringkali menjadi penanda akan adanya etiologi infeksi. Pasien yang mendapat
penanganan faringitis infeksi yang tidak membaik, perlu dilakukan pemeriksaan untuk
mendeteksi adanya neoplasma. Gejala umum dari tumor tonsil antara lain, nyeri tonsil
unilateral, disfagia, odinofagia, penurunan berat bedan, dan otalgia.(9, 14)

Gambar 2.7 Tumor jinak tonsil sinistra(8)

20
2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk tonsilitis terdiri atas terapi medikamentosa dan operatif,
yakni(2, 11, 17) :
1. Medikamentosa
Terapi medikamentosa diterapi sesuai dengan penyebabnya. Pada tonsilitis viral
dilakukan penatalaksanaan berupa istirahat, minum yang cukup, analgetika, dan obat
antiviral jika menunjukkan gejala yang berat.(2) Pada tonsilitis bakterial diberikan obat
antibiotik spektrum luas penisilin, eritromisin, antipiretik dan obat kumur yang
mengandung desinfektan. Pemberian antibiotik yang bermanfaat pada penderita Tonsilitis
Kronis yaitu cephaleksin ditambah metronidazole, klindamisin (terutama jika disebabkan
mononukleosis atau abses), amoksisilin dengan asam kalvulanat (jika bukan disebabkan
mononukleosis).(2)
2. Operatif
Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronik, gejala
sumbatan serta kecurigaan neoplasma.(9, 10)
Indikasi tonsilektomi dulu dan sekarang tidak berbeda, namun terdapat perbedaan
prioritas relatif dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat ini. Dulu tonsilektomi
diindikasikan untuk terapi tonsilitis kronik dan berulang. Saat ini, indikasi yang lebih
utama adalah obstruksi saluran napas dan hipertrofi tonsil. Untuk keadaan emergency
seperti adanya obstruksi saluran napas, indikasi tonsilektomi sudah tidak diperdebatkan
lagi (indikasi absolut). Namun, indikasi relatif tonsilektomi pada keadaan non emergency
dan perlunya batasan usia pada keadaan ini masih menjadi perdebatan. Sebuah
kepustakaan menyebutkan bahwa usia tidak menentukan boleh tidaknya dilakukan
tonsilektomi.(1, 2,17)
Indikasi Absolut(2, 3, 10, 17,18)
a) Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas, disfagia, gangguan
tidur dan komplikasi kardiopulmonar.
b) Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan drainase
c) Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam
d) Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatomi

21
Indikasi Relatif((2, 3, 10, 17)
a) Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi antibiotik adekuat.
b) Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian terapi medis.
c) Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak membaik dengan
pemberian antibiotik β laktamase resisten.

2.8 Komplikasi

Otitis media akut (pada anak-anak), abses peritonsil, abses parafaring,


toksemia, septikemia, bronkitis, nefritis akut, miokarditis, dan arthritis.1

22
BAB III
ANALISA KASUS

a. Hubungan diagnosis dengan keadaan rumah dan lingkungan sekitar


Pasien tinggal di rumah panggung dengan dinding permanen, lantai terbuat dari
kayu papan dan atap dari genteng. Rumah berukuran sekitar 15 x 20 meter. Rumah terdiri
dari 2 kamar, satu ruang tamu, satu ruang keluarga dan satu dapur dan 1 kamar mandi. Di
bagian depan rumah terdapat warung tempat ibu pasien berjualan. Pencahayaan dan
ventilasi rumah cukup baik. Tidak ada huhungan diagnosis penyakit pasien dengan
keadaan rumah dan lingkungan.

b. Hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan dalam keluarga


Pasien tinggal bersama kedua orang tua, nenek dan 1 orang kakak laki – laki nya.
Pasien merupakan anak bungsu yang sangat disayang orangtua dan keluarga besarnya.
Hubungan dengan keluarga baik. Tidak ada hubungan antara keadaan keluarga dengan
penyakit yang diderita pasien

c. Hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan lingkungan


sekitar
Ibu pasien membenarkan jika anaknya sering minum es dan snack chiki - chiki
yang dibeli di sekolah dan di warung rumahnya, hal ini merupakan salah satu faktor yang
dapat merangsang timbulnya radang pada tonsil. Ibu pasien tidak melarang dengan tegas
dan ketat kebiasaan anaknya yang sering minum es dan snack chiki – chiki karena
anaknya yang tidak mau makan nasi dan hanya suka mengkonsumsi jajanan warung.
Sehingga dengan demikian, penyakit yang diderita pasien mempunyai hubungan
dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan lingkungan sekitar.

d. Analisis kemungkinan berbagai faktor risiko atau etiologi penyakit pada pasien ini
- Pasien jarang menggosok gigi sehingga kebersihan gigi dan mulut pasien kurang.
Kuman akan hidup di gigi dan mulut yang kurang terjaga kebersihannya.

23
- Pasien sering mengkonsumsi makanan atau minuman yang merangsang. Dimana
pasien gemar minum es dan snack chiki - chiki.

e. Analisis untuk mengurangi paparan atau memutus rantai penularan dengan faktor
risiko atau etiologi pada pasien ini.
- Menghindari makanan dan minuman yang merangsang amandel seperti minuman
dingin (es) dan snack (chiki) yang mengandung penyedap rasa.
- Menjaga kebersihan gigi dan mulut dengan menggosok gigi minimal 2 kali sehari.

f. Edukasi yang diberikan pada pasien atau keluarga


- Menjelaskan kepada pasien tentang penyakitnya, perjalanan penyakit dan
tatalaksana yang dapat mengurangi keluhan pasien.
- Hentikan makanan yang merangsang timbulnya radang pada tonsil seperti es dan
snack warung.
- Kurangi aktivitas berlebihan dan beristirahat yang cukup.
- Senantiasa menjaga kesehatan serta meningkatkan konsumsi makanan bergizi untuk
meningkatkan kekebalan tubuh.
- Menjelaskan kepada pasien untuk segera datang berobat apabila keluhan tidak
membaik untuk dilakukan tindakan selanjutnya.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Rusmarjono dan Hermani B. Odinofagia. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung
tenggorok& leher. Edisis Keenam. Cetakan ke-5. Balai penerbit FKUI : Jakarta : 2010
2. Rusmarjono dan Soepardi EA. Faringitis, tonsilitis, dan hipertrofi adenoid. Buku ajar
ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok& leher. Edisis Keenam. Cetakan ke-5. Balai
penerbit FKUI : Jakarta : 2010; h 217-9
3. Mansjoer, A (ed). 2005. Ilmu penyakit telinga, hidung, tenggorok : Tenggorok dalam :
Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. FKUI : Jakarta; h.118
4. Accera JR. Pharyngitis in Emergency medicine. 2010. Diambil dari
http://medicine.medscape.com/article/764304-overview#a0199
5. Pommerville, JC. Alcano’s Fundamentals of microbiology. Ed ke-9. Soubury : Jones &
bartlett Publisher; 2011; h. 304-5
6. Lipsky MS, King MS. Blueprints Family medicine. Philadelphia : lipincott; 2010; h. 87-9
7. Dhingra PL. Diseases of Ear, Nose, Throat, India : Reed Elsevier; 2000; h. 236-7
8. http://www.mdcalc.com/modified-centor-score-for-step-pharyngitis

25

Anda mungkin juga menyukai