Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

* Program Profesi Dokter/G1A219049/Februari/2021


** Preseptor : dr. Hj. Sri rosianti, M.Kes

PIELONEFRITIS

Oleh :
Fia Mentari
G1A219049

Preseptor:
dr. Hj. Sri rosianti, M.Kes

PROGRAM PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PUSKESMAS PAAL X
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

PIELONEFRITIS

Oleh :
Fia Mentari
G1A219049

Sebagai salah satu tugas Program Profesi Dokter


Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Jambi
Puskesmas Paal X
2021

Jambi, Februari 2021


Preseptor

dr. Hj. Sri rosianti, M.Kes


KATA PENGANTAR

ii
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus yang berjudul “Pielonefritis” sebagai kelengkapan persyaratan
dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Rotasi 2 di Puskesmas Paal X.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Hj. Sri rosianti, M.Kes yang
telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing penulis
selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
di Puskesmas Paal X.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat
diharapkan guna kesempurnaan laporan kasus ini, sehingga nantinya dapat
bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.

Jambi, Februari 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.....................................................................................................i

HALAMAN PENGESAHAN......................................................................................ii

KATA PENGANTAR................................................................................................iii

DAFTAR ISI...............................................................................................................iv

BAB I STATUS PASIEN............................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................8

BAB III ANALISIS KASUS.....................................................................................37

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................39

iv
2

BAB I
STATUS PASIEN

1.1 Identitas Pasien


a. Nama/ Jenis Kelamin/ Umur : Ny. H/ Perempuan/ 23 tahun
b. Pekerjaan/ Pendidikan : Mahasiswa
c. Alamat : RT 11 Kenali Asam Bawah

1.2 Latar Belakang Sosio-ekonomi-demografi-lingkungan-keluarga


a. Status Perkawinan : Belum Menikah
b. Jumlah Saudara : 3 orang
c. Status ekonomi keluarga : Cukup
d. Kondisi rumah : Pasien tinggal dirumah semi permanen.
Rumah terdiri dari 1 ruang tamu, 2 kamar idur, 1 ruang tengah, 1 dapur dan
2 kamar mandi disertai wc leher angsa yang dilarikan ke septic tank. Pintu
masuk terdapat di depan rumah dan terdapat jendela dibagian depan.
Keadaan rumah cukup bersih. Air yang digunakan untuk masak, mandi da
minum berasal dari PDAM, listrik berasal dari PLN.

1.3 Aspek Perilaku dan Psikologis di Keluarga


a. Pasien biasa makan 3 kali sehari. Pasien memiliki kebiasaan untuk menahan
buang air kecil pada malam hari. Selesai BAK pasien menyiram dari arah
depan ke belakang. Pasien jarang mengeringkan terlebih dahulu bekas
basuhan air sebelum memakai celana dalam. Pasien biasa mengganti celana
dalam 1-2 hari sekali.
b. Pasien tinggal bersama orang tuanya
c. Hubungan dengan anggota keluarga baik

1.4 Keluhan Utama :


Rasa perih setiap buang air kecil sejak 1 minggu sebelum ke PKM.
3

1.5 Riwayat Perjalanan Penyakit :


Pasien datang ke Puskesmas Paal X dengan keluhan terasa perih ketika
berkemih yang dirasakan 1 minggu sebelum ke Puskesmas, nyeri hilang
timbul seperti rasa perih terutama sesaat setelah buang air kecil. pasien juga
mengaku merasa nyeri pada perut bagian bawah serta frekuensi buang air kecil
dirasakan menjadi lebih sering dari biasanya, namun kencing hanya sedikit–
sedikit, dan ada perasaan tidak puas dan masih ingin kencing setelahnya.
Pasien juga mengeluhkan nyeri pada bagian pinggang kanannya yag
berlangsung +/- 5 hari yang lalu. Warna kencing kuning biasa, tidak keruh dan
sejak 1 hari lalu pasien mengatakan ada darah pada buang air kencingnya.
Keluhan tidak disertai mual dan lemas, muntah (-), demam (+)  3 hari yang
lalu, demam hilang timbul tidak terlalu tinggi, batuk (-), pilek (-), nyeri ulu
hati (-), sakit pinggang (-), BAB normal berwarna coklat.

1.6 Riwayat Penyakit Dahulu


a. Riwayat dengan keluhan yang sama(-)
b. Riwayat sakit ginjal (-)
c. Riwayat darah tinggi (-)
d. Riwayat kencing manis (-)
e. Riwayat sakit maag (-)
f. Riwayat alergi (-)

1.7 Riwayat Penyakit Keluarga


a. Riwayat dengan keluhan yang sama (-)
b. Riwayat sakit ginjal (-)
c. Riwayat darah tinggi (-)
d. Riwayat kencing manis (-)

1.8 Riwayat makan, alergi, obat-obatan dan perilaku kesehatan :


Pasien biasa makan 3 kali sehari. Pasien memiliki kebiasaan untuk
menahan buang air kecil pada malam hari. Selesai BAK pasien menyiram dari
arah depan ke belakang. Pasien jarang mengeringkan terlebih dahulu bekas
4

basuhan air sebelum memakai celana dalam. Pasien tidak memiliki riwayat
alergi dan obat-obatan.

1.9 Pemeriksaan Fisik


Status Generalisata
1. Keadaan Umum : tampak sakit ringan
2. Kesadaran : compos mentis
3. Tekanan Darah : 120/80 mmhg
4. Nadi : 86x/menit
5. Pernafasan : 20 x/menit
6. Suhu : 37,1°C
7. Berat Badan : 45 kg
8. Tinggi Badan : 155 cm
9. Status Gizi :IMT = 18,7(Normoweight)

Pemeriksaan Organ
1. Kepala Bentuk : normocephal, simetris, jejas (-)
2. Mata Exopthalmus/enophtal : (-)
Kelopak : normal
Conjungtiva : anemis (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
Pupil : bulat, isokor, refleks cahaya +/+
3. Telinga : Nyeri tarik daun telinga (-), sekret (-)
4. Hidung : Rhinorhea (-), deviasi septum (-), perdarahan (-)
5. Mulut Bibir : lembab
Gigi geligi : tidak lengkap, caries (-)
Palatum : deviasi (-)
Gusi : warna merah muda, perdarahan (-)
Lidah : kotor (-), ulkus (-), stomatitis (-)
Tonsil : T1-T1, hiperemis (-), detritus (-)
6. Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran tiriod (-)
7. Thoraks;
5

Cor (Jantung)
Inspeksi Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula kiri
Perkusi Batas-batas jantung :
Atas : ICS II linea parasternalis sinistra
Kanan : ICS IV linea parasternal dekstra
Kiri : ICS V linea midclavicularis sinistra
Auskultas BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)
i

Pulmo (Paru)
Pemeriksaa
Kanan Kiri
n
Inspeksi Statis & dinamis: simetris Statis & dinamis : simetris
Palpasi Stem fremitus normal Stem fremitus normal
Perkusi Sonor Sonor
Auskultasi Vesikuler, Wheezing (-), Vesikuler, Wheezing (-),
ronkhi (-) ronkhi (-)

8. Abdomen
Inspeksi Datar, sikatriks (-), dilatasi vena (-)
Palpasi Supel, hati dan lien tidak teraba
Perkusi Timpani, nyeri ketok CVA (+)
Auskultasi Bising usus (+) normal

9. Ekstremitas Atas : akral hangat, edema (-), CRT< 2 detik


Ekstremitas bawah : akral hangat, edema (-), CRT< 2 detik

1.10 Pemeriksaan Penunjang


Urine rutin:
Warna : Kuning muda
Kejernihan : Jernih
6

Protein : (-)
Reduksi/glukosa : (-)
Bilirubin : (-)
Sedimen
Sel leukosit : +3 / LPB
Sel eritrosit : 0-1/LPB
Sel epitel : 12-26 /LPB
Kristal : Kristal asam urat (+)

1.11 Usulan Pemeriksaan


a. Darah rutin
b. Pemeriksaan bakteriologis urine; biakan (kultur)
c. Tes resistensi
d. Faal ginjal; ureum, kreatinin
e. Pencitraan; IVP, USG abdomen & ginjal

1.12 Diagnosis Kerja


Pielonefritis (N.10)
1.13 Diagnosis Banding
a. Glomerulonefritis Akut
b. Sistitis akut

1.14 Manajemen
1. Promotif :
a. Menjelaskan pada pasien mengenai penyakit sistitis yang pasien
derita mulai dari penyebab, faktor risiko, pengobatan,
pencegahan, serta komplikasi.
b. Menjelaskan pentingnya makananbergizi dan seimbanguntuk
membantu proses penyembuhan.
c. Menjelaskan bagaimana cara meningkatkan kesehatan
lingkungan di antaranya dengan membuka jendela setiap hari
pada pagi hari dan membersihkan ventilasi yang tertutup debu
7

sehingga pertukaran udara juga menjadi lebih baik, mencuci


sprei dan sarung bantal dua minggu sekali, tidak menggantung
pakaian terlalu banyak, menguras bak mandi 2-3 minggu sekali,
serta meningkatkan kebersihan diri dengan mencuci tangan
sebelum dan sesudah makan, setelah BAK dan BAB menyiram
dari arah depan ke belakang, mengeringkan dengan tisu kering
terlebih dahulu sebelum memakai celana dalam, menjaga
kebersihan organ genitalia.
d. Rajin untuk mengganti pembalut wanita tiap 4 jam
e. Rajin untuk mengganti celana dalam, dan jaga kelembaban
organ intim.

2. Preventif :
a. Banyak minum air putih minimal 2 liter (8 gelas) sehari.
b. Menjaga kebersihan organ genitalia, menyiram dari arah depan
ke belakang seusai BAK, kemudian mengeringkannya setiap
selesai BAK ataupun BAB menggunakan tisu atau kain kering
sebelum memakai celana.
c. Menggunakan pakaian dalam yang bersih, menggantinya 3 kali
sehari.
d. Hindari menahan kencing
e. Hindari menggunakan pakaian dalam yang terlalu ketat
f. Jangan menggunakan sabun atau produk kebersihan organ intim
lain nya untuk membersihkan organ reproduksi, cukup dengan
menggunakan air bersih saja, karena penggunaan produk
tersebut dapat merusak flora normal vagina.

3. Kuratif :
Non Farmakologi
a. Banyak minum air putih minimal 2 liter (8 gelas) sehari.
b. Kompres perut yang nyeri dengan air hangat.
8

Farmakologi
a. Ciprofloksasin tablet 250 mg 2x1
b. Asam mefenamat tablet 500mg 3x1

Pengobatan Tradisional
a. Herbal: Jahe : karena mengandung gingerol yang merupakan
agen antibakteri yang dapat menghambatpenyebaran bakteri.
b. Jahe segar yang terlah dicuci diiris tipis ±2 mm, dikeringkan,
kemudian dihancurkan menjadi serbuk, diayak menggunakan
saringan tepung yang menjadi tepung jehe. Lalu dijadikan
kapsul dengan per kapsul berisi 250mg serbuk jahe.
c. Dosis yang digunakan adalah dosis 1000 mg /hari yang
diberikan 2 kali sehari 2 kapsul selama 5 hari dan diminumkan
setelah makan.

Rehabilitatif
a. Kontrol ulang dan kultur urine ulang setelah 2-3 hari
pengobatan, bila steril obat diteruskan, bila masih positif atau
tidak membaik obat diganti.
b. Pemeriksaan urine rutin 2 kali seminggu.
c. Deteksi rekurensi dengan kultur urine setelah 1 minggu
pengobatan selesai.
d. Lanjutkan antibiotic profilaksis kotrimoksazol 2 mg/kgBB/hari
dosis tunggal malam hari minimal 6 bulan.
e. Memberikan dukungan kepada pasien dan keluarga dan
menyarankan keluarga pasien untuk membantu mengawasi
kegiatan pasien agar jangan beraktivitas terlalu berat.
9

Resep Puskesmas Resep Ilmiah 1

Dinas Kesehatan Kota Jambi Dinas Kesehatan Kota Jambi


Puskesmas Paal X Puskesmas Paal X
Fia Mentari Fia Mentari
G1A219049 G1A219049
Jl. Lintas Sumatera, Kenali Asam Bawah, Kec. Kota Jl. Lintas Sumatera, Kenali Asam Bawah, Kec. Kota
Baru, Kota Jambi, Jambi 36129 Baru, Kota Jambi, Jambi 36129

Jambi, Februari 2021 Jambi, Februari 2021

R/ Ciprofloxacin tab 250mg No.X R/ Cefixime tab 200mg No.X


S.2.d.d tab 1 S.2.d.d tab 1
R/ Asam Mafenamat tab 500mg No.X R/ Asam Mafenamat tab 500mg No.X
S.1.d.d tab 1 S.1.d.d tab 1

Pro : Ny.H Pro : Ny.H


Alamat:Rt 11 KAB Alamat: Rt 11 KAB
Resep tidak boleh ditukar tanpa Resep tidak boleh ditukar tanpa
sepengetahuan dokter sepengetahuan dokter
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Infeksi saluran kemih adalah suatu infeksi yang melibatkan ginjal,
ureter, buli-buli, astaupun uretra. Infeksi saluran kemih (ISK) adalah
istilah umum yang menunjukkan keberadaan mikroorganisme (MO)
dalam urin. Berdasarkan ada tidaknya komplikasi, ISK dibagi menjadi
ISK simpleks dan kompleks. ISK simpleks/ sederhana/ uncomplicated
UTI adalah terdapat infeksi pada saluran kemih tetapi tanpa penyulit
(lesi) anatomis maupun fungsional saluran kemih. ISK kompleks/
dengan komplikasi/ complicated UTI adalah terdapat infeksi pada
saluran kemih disertai penyulit (lesi) anatomis maupun fungsional
saluran kemih misalnya sumbatan muara uretra, refluks vesikoureter,
urolithiasis, parut ginjal, buli-buli neurogenik, dan sebagainya.
Berdasarkan letaknya, ISK dibagi menjadi ISK atas dan bawah. ISK atas
adalah infeksi pada parenkim ginjal atau ureter, lazimnya disebut
sebagai pielonefritis. ISK bawah adalah infeksi pada vesika urinaria
(sistitis) atau uretra. Batas antara atas dan bawah adalah vesicoureteric
junction. 1,2,3

2.2 Klasifikasi
1. Infeksi saluran kemih atas
a. Pielonefritis akut (PNA), adalah proses inflamasi parenkim ginjal yang
disebabkan oleh infeksi bakteri.3
b. Pielonefritis kronis (PNK), mungkin terjadi akibat lanjut dari infeksi
bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Obstruksi saluran
kemih serta refluks vesikoureter dengan atau tanpa bakteriuria kronik
sering diikuti pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal yang ditandai
pielonefritis kronik yang spesifik.3
2. Infeksi saluran kemih bawah

9
a. Sistitis, adalah presentasi klinis infeksi saluran kemih disertai
bakteriuria bermakna.
b. Sindroma uretra akut (SUA), adalah presentasi klinis sistitis tanpa
ditemukan mikroorganisme (steril, sering dinamakan sistitis
bakterialis. Penelitian terkini SUA disebabkan MO anaerobik1

2.3 Etiologi
Pada keadaan normal urin adalah steril. Umumnya ISK disebabkan
oleh kuman gram negatif. Escherichia coli merupakan penyebab terbanyak
baik pada yang simtomatik maupun yang asimtomatik yaitu 70 - 90%.
Enterobakteria seperti Proteus mirabilis (30 % dari infeksi saluran kemih
pada anak laki-laki tetapi kurang dari 5 % pada anak perempuan ),
Klebsiella pneumonia dan Pseudomonas aeruginosa dapat juga sebagai
penyebab. Organisme gram positif seperti Streptococcus faecalis
(enterokokus), Staphylococcus epidermidis dan Streptococcus viridans
jarang ditemukan. Pada uropati obstruktif dan kelainan struktur saluran
kemih pada anak laki-laki sering ditemukan Proteus species. Pada ISK
nosokomial atau ISK kompleks lebih sering ditemukan kuman Proteus dan
Pseudomonas .Sekitar 50% ISK disebabkan Escherichia coli, penyebab
lain adalah Klebsiella,Staphylococcus aureus, coagulase-negative
staphylococci, Proteus dan Pseudomonas sp.dan bakteri gram negatif
lainnya.1,3,5,6
Terdapat beberapa faktor predisposisi terjadinya ISKkompleks,
diantaranya adalah:
a. Outflow obstruction
 Striktur uretra
 Pelviureteric junction
 Posterior urethral valves
 Bladder neck obstruction
 Batu/tumor
 Neuropathic bladder
 Kista ginjal

10
b. Kelainan ginjal
 Parut ginjal
 Refluks vesikoureter
 Displasia ginjal
 Ginjal dupleks
c. Benda asing
 Indwelling catheter
 Batu
 Selang nefrostomi
d. Metabolik
 Imunosupresi
 Gagal ginjal
 Diabetes
Pada umumnya faktor resiko pencetus infeksi saluran kemih adalah3:
1. Wanita cenderung mudah terserang dibandingkan dengan laki-laki
2. Litiasis
3. Obstruksi saluran kemih
4. Penyakit ginjal polikistik
5. Nekrosis papilar
6. Diabetes mellitus pasca transpaltasi ginjal
7. Penyakit sikle-cell
8. Senggama
9. Kehamilan dan peserta KB dengan tablet progesteron
10. Kateterisasi
11. Abnormalitas Struktural dan Fungsional

2.4 Patogenesis
Hampir seluruh ISK terjadi secara asenden. Bakteri berasal dari
flora feses, berkolonisasi didaerah perineum dan memasuki kandung
kemih melalui uretra. Pada bayi, septikemia karena bakteri gram negatif
relatif lebih sering, hal ini mungkin disebabkan imaturitas dinding saluran
pencernaan pada saat kolonisasi oleh Escherichia coli atau karena

11
imaturitas sistem pertahanan. Penyebaran secara hematogen lebih sering
terjadi pada neonatus. Infeksi nosokomial juga dapat terjadi, biasanya
disebabkan operasi atau intrumentasi pada saluran kemih.
Awal terjadinya ISK adalah bakteri berkolonisasi di perineum pada
anak perempuan atau di preputium pada anak laki-laki. Kemudian bakteri
masuk kedalam saluran kemih mulai dari uretra secara asending. Setelah
sampai di kandung kemih, bakteri bermultiplikasi dalam urin dan melewati
mekanisme pertahanan antibakteri dari kandung kemih dan urin. Pada
keadaan normal papila ginjal memiliki sebuah mekanisme anti refluks
yang dapat mencegah urin mengalir secara retrograd menuju
collectingtubulus. Akhirnya bakteri bereaksi dengan urotelium atau ginjal
sehingga menimbulkan respons inflamasi dan timbul gejala ISK.
Mekanisme tubuh terhadap invasi bakteri terdiri dari mekanisme
fungsional, anatomis dan imunologis. Pada keadaan anatomi normal,
pengosongan kendung kemih terjadi reguler, drainase urin baik dan pada
saat setiap miksi, urin dan bakteri dieliminasi secara efektif. Pada tingkat
seluler, bakteri dihancurkan oleh lekosit polimorfonuklear dan
komplemen. Maka setiap keadaan yang mengganggu mekanisme
pertahanan normal tersebut dapat menyebabkan risiko terjadinya infeksi.
Pada anak perempuan, ISK kompleks sering terjadi pada usiatoilet training
karena gangguan pengosongan kandung kemih terjadi pada usia ini. Anak
mencoba untuk menahan kencing agar tidak ngompol, dimana kontraksi
otot kandung kemih ditahan sehingga urin tidak keluar. Hal ini
menyebabkan tekanan tinggi, turbulensi aliran urin dan atau pengosongan
kandung kemih yang tidak tuntas, kemudian semuanya akan menyebabkan
bakteriuria.
Gangguan pengosongan kandung kemih dapat terjadi pula pada
anak yang tidak BAK secara teratur. Uropati obstruktif menyebabkan
hidronefrosis yang akan meningkatkan risiko ISK karena adanya stasis
urin. Instrumentasi pada uretra selama VCUG atau kateterisasi yang tidak
steril dapat menginfeksi kandung kemih olehbakteri patogen. Konstipasi
dapat meningkatkan risiko terjadinya ISK karena dapat menyebabkan

12
gangguan pengosongan kandung kemih. Patogenesis ISK adalah
berdasarkan adanya pili atau fimbrae pada permukaan bakteri. Terdapat 2
tipe fimbrae yaitu tipe I dan tipe II. Fimbrae tipe I terdapat pada seluruh
strain E.Coli. Karena perlekatan pada sel target dapat dihambat oleh D-
Mannose, maka fimbrae ini disebut juga mannose sensitive dan tidak
berperan dalam pielonefritis. Perlekatan fimbrae tipe II tidak dihambat
oleh mannose, sehingga disebut juga Mannoseresistant, fimbrae ini hanya
terdapat pada beberapa strain E. coli. Reseptor fimbriae tipe II adalah
suatu glikospingolipid yang terdapat pada sel uroepitel dan sel darah
merah. Fraksi Gal 1-4 oligosakaridase adalah resptor. Karena fimbrae
tersebut dapat diaglutinasi oleh P blood eritrosit maka disebut sebagai P
fimbrae. Bakteri dengan P fimbrae lebih sering menyebabkan pielonefritis.
Sekitar 76-94% strain pielonefritogenik E. Coli mempunyai P fimbrae,
sedangkan strain sistitis sekitar 19-23%.6,7,8 Infeksi persisten atau
rekuren dari ISK pertama dapat terjadi disebabkan oleh terapi yang tidak
adekuat (misalnya antibiotik yang tidak tepat, lama terapi terlalu pendek
atau dosis kurang tepat). Tetapi selain hal tersebut, merupakan suatu tanda
adanya kelainan yang mendasari di saluran kemih (misalnya batu ginjal,
kista, abses, benda asing) yang menjadi tempat bakteri berkembang biak.
Infeksi rekuren dapat merupakan infeksi baru yang disebabkan bakteri
yang baru dan harus dicurigai adanya kelainan anatomi atau fungsi. 2,4,5

2.5 Manifestasi Kinis3,6


Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah adalah:
a. Polakisuria
b. Nokturia
c. Disuria
d. Stranguria
e. Hematuria
Tanda dan gejala ISK bagian atas adalah:
a. Demam (39,5-40,5)
b. Menggigil
c. Nyeri panggul dan pinggang

13
d. Nyeri ketika berkemih
e. Malaise
f. Pusing
g. Mual dan muntah

Presentasi klinis ISK bawah1:


a. Sistitis - Adalah presentasi klinis infeksi kandung kemih disertai
bakteriuria bermakna. Presentasi klinis sistitis adalah seperti sakit
suprapubik, polakisuria,nokturia, disuria, dan stranguria.
b. SUA - Sindroma uretra akut adalah presentasi klinis sisititis tanpa
ditemukan mikroorganisme (steril), sering dinamakan sistitis
bakterialis. Penelitian terkini SUA disebabkan MO anaerobik.
Presentasi klinisnya adalah piuria, disuria, sering kencing,
leukosituria.
Presentasi klinis ISK atas:
a. PNA - Pielonefritis akut adalah proses inflamasi parenkim ginjal
yang disebabkan infeksi bakteri. Presentasi klinisnya adalah seperti
panas tinggi (39.5- 40.5), disertai menggigil dan sakit pinggang.
Sering didahului sistitis.
b. PNK - Pielonefritis kronik mungkin akibat lanjutan dari infeksi
bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Obstruksi
saluran kemih dan vesikoureter refleks dengan atau tanpa
bakteriuria kronik sering diikuti pembentukan jaringan ikat
parenkim ginjal.

2.6 Diagnosis
Diagnosis1,2,4
a) Anamnesis
Adanya riwayat sering ngompol, muntah, diare, gagal tumbuh,
demam dengan penyebab yang tidak jelas dapat terjadi pada anak dengan
ISK. Informasi mengenai bladder control, pola BAK dan pancaran air
kencing juga penting dalam diagnosis. Gejala poliuri, polidipsi dan

14
penurunan nafsu makan menunjukkan kemungkinan adanya gagal ginjal
kronik, begitu pula dengan adanya gejala pancaran air kencing lemah,
teraba massa/benjolan atau nyeri pada abdomen, menunjukkan
kemungkinan suatu striktur atau katup uretra. Pada anak sekolah gejala
ISK umumnya terlokalisir pada saluran kemih yaitu disuri, polakisuri dan
urgensi.AAP merekomendasikan untuk mempertimbangkan ISK pada
anak usia 2 bulan hingga 2 tahun yang mengalami demam tanpa sebab
yang jelas.

b) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik harus dilakukan dengan teliti dengan tujuan
untuk memeriksa adanya kondisi-kondisi yang dapat menjadi predisposisi
terjadinya ISK. Meliputi pemeriksaan fisik secara umum yang
berhubungan dengan gejala ISK misalnya demam, nyeri ketok sudut
kosto-vertebral atau nyeri tekan supra simfisis, teraba massa pada
abdomen atau ginjal teraba membesar. dan pemeriksaan neurologis
terutama ekstremitas bawah. Pemeriksaan genitalia eksterna yaitu inspeksi
pada orifisium uretra (fimosis, sinekia vulva, hipospsdia, epispadia),
anomali pada penis yang mungkin berhubungan dengan kelainan pada
saluran kemih dan adanya testis yang tidak turun pada prune-
bellysyndrome harus dilakukan. Stigmata kelainan kongenital saluran
kemih lain seperti: arteri umbilikalis tunggal, telinga letak rendah, dan
supernumerary nipples harusdiperhatikan.

c) Pemeriksaan penunjang1,4,6
Laboratorium
Urinalisis sampel urin segar dan tidak disentrifugasi (lekosituria >
5/LPB atau dipstick positif untuk lekosit) dan biakan urin adalah
pemeriksaan yang penting dalampenegakkan diagnosis ISK. Diagnosis
ISK ditegakkan dengan biakan urin yangsampelnya diambil dengan urin
porsi tengah dan ditemukan pertumbuhan bakteri >100.000 koloni/ml urin
dari satu jenis bakteri, atau bila ditemukan > 10.000 koloni tetapidisertai

15
gejala yang jelas dianggap ISK.4,6 Cara pengambilan sampel lain yaitu
melaluikateterisasi kandung kemih, pungsi suprapubik dan menampung
urin melalui steril collection bag yang biasa dilakukan pada bayi. Akurasi
cara pengambilan urin tersebutmemberikan nilai intepretasi yang
berbeda.12Pemeriksaan darah yang dapat dilakukan selain pemeriksaan
rutin adalah: kadarCRP, LED, LDH dan Antibody Coated Bacteria.
Ultrasonografi
Pemeriksaan ultrasonografi (USG) sering digunakan untuk
menggantikan urografiintravena sebagai skrining inisial, karena lebih
cepat, non-invasif, aman, tidak mahal, sedikit menimbulkan stres pada
anak, dapat diulang untuk kepentingan monitoring dan mengurangi
paparan radiasi. Dengan pemeriksaan USG dapat terlihat formasi parut
ginjal, tetapi beberapa parut juga dapat luput dari pemeriksaan karena
pemeriksaan USG sangat tergantung dengan keterampilan orang yang
melakukan USG tersebut. Dan pemeriksaan dengan USG saja tidak cukup,
kombinasi dengan pemeriksaan foto polos abdomen dapat membantu
memberikan informasi mengenai ukuran ginjal, konstipasi, spina bifida
occulta, kalsifikasi ginjal dan adanya batu radioopak. Secara teori,
obstruksi dan RVU dapat mudah dideteksi, tetapi kadang-kadang lesi yang
ditemukan dikatakan sebagai kista jinak atau penyakit polikistik apabila
pemeriksaan USG tersebut tidak diikuti dengan pemeriksaan radiologi.

Urogafi Intravena
Urografi intravena adalah pemeriksaan saluran kemih yang paling
sering dilakukan apabila dicurigai adanya refluks atau parut. Dengan
urografi intravena dapat diketahui adanya duplikasi ginjal dan ureter,
dimana sangat sulit dideteksi dengan USG. Kelainan lain yang dapat pula
dideteksi dengan urografi adalah horseshoe kidney dan ginjal/ureter
ektopik. Kekurangan urografi intravena adalah kurang sensitif
dibandingkan Renal Scintigraphy dalam mendeteksi Pyelonephritis dan
parut ginjal. Tingkat radiasi yang tinggi dan risiko dari reaksi kontras juga
menjadi hal yang harus dipertimbangkan.

16
2.7 Komplikasi
Komplikasi ISK tergantung dari tipe, yaitu ISK tipe sederhana
(uncomplicated) dan tipe berkomplikasi (complicated)3
1. ISK sederhana yaitu non- obstruksi dan bukan perempuan hamil
merupakan penyakit ringan dan tidak menyebabkan akibat lanjut
jangka lama
2. ISK tipe berkomplikasi yaitu ISK selama kehamilan dan ISK
pada diabetes melitus.

2.8 Penatalaksanaan
d. Infeksi saluran kemih (ISK) bawah
Prinsip penatalaksanaan ISK bawah meliputi intake cairan yang
banyak,antibiotik yang adekuat, dan bila perlu terapi simtomatik untuk
alkalinisasi urin:
 Hampir 80% pasien akan memberikan respon setelah 48 jam dengan
antibiotika tunggal, seperti ampisilin 3 gram, trimetroprim 200 mg.
 Bila infeksi menetap disertai kelainan urinalisis (leukosuria)
diperlukan terapi konvensional selama 5-10 hari
 Pemeriksaan mikroskopis urin dan biakan urin tidak diperlukan bila
semua gejala hilang dan tanpa leukosuria.
 Reinfeksi berulang (frequent re-infection): (1) Disertai faktor
predisposisi, terapi antimikroba yang intensif diikuti dengan koreksi
faktor resiko.(2)Tanpa faktor predisposisi, terapi yang dapat dilakukan
adalah asupan cairan yang banyak, cuci setelah melakukan senggama
diikuti terapi antimikroba dosis tunggal (misal trimentoprim 200 mg)
 Terapi antimikroba jangka lama sampai 6 bulan
 Pasien sindroma uretra akut (SUA) dengan hitung kuman 103-105
memerlukan antibiotika yang adekuat. Infeksi klamidia memberikan
hasil yang baik dengan tetrasiklin. Infeksi yang disebabkan
mikroorganisme anaerobic diperlukan antimikroba yang serasi (misal
golongan kuinolon).

17
Tabel 1. Antimikroba pada ISK bawah takberkomplikasi

Antimikroba Dosis Lama terapi


 Trimetoprim- 2 x 160/ 800 mg 3 hari
Sulfametoksazol
 Trimetroprim 2 x 100 mg 3 hari
2 x 100 – 250 mg 3 hari
 Siprofloksasin
2 x 250 mg 3 hari
 Levoflpksasin
2 x 250 mg 3 hari
 Sefiksim
1 x 400 mg 3 hari
 Sefpodoksim proksetil
2 x 100 mg 3 hari
 Nitrofurantoin
makrokristal 4 x 50 mg 7 hari
 Nitrofurantoin monohidrat
 Nitrofurantoin monohidrat 2 x 100 mg 7 hari
makrokristal
 Amoksisilin/ klavulanat 2 x 500 mg 7 hari

e. Infeksi saluran kemih (ISK) atas


Pada umumnya pasien dengan pielonefritis akut memerlukan rawat
inap untuk memelihara status hidrasi dan terapi antibiotika parenteral
paling sedikit 48 jam.Indikasi rawat inap pasien pielonefritis akut :
- Kegagalan mempertahankan hidrasi normal atau toleransi terhadap
antimikroba oral.
- Pasien sakit berat atau debilitasi
- Terapi antibiotik oral selama rawat jalan mengalami kegagalan
- Diperlukan investigasi lanjutan

18
- Faktor predisposisi untuk ISK tipe berkomplikasi
- Komorbiditas seperti kehamilan, diabetes melitus, dan usia lanjut
The Infection Disease Society of America menganjurkan satu dari tiga
alternatif terapi antibiotika intravena sebagai terapi awal selama 48-72
jam sebelum diketahui mikroorganisme penyebabnya:
- Flurokuinolon
- Aminoglikosida dengan atau tanpa ampisilin
- Sefalosporin berspektrum luas dengan atau tanpa aminoglikosida

Tabel 2. Obat parental pada ISK atas akut berkomplikasi.


Antimikroba dosis Interval
Sefepim 1 gram 12 jam
Siprofloksasin 400 mg 12 jam
Levoflpksasin 500 mg 24 jam
Ofloksasin 400 mg 12 jam
Gentamisin (+ ampisilin) 3-5 mg/ kgBB 24 jam
Ampisilin (+ gentamisin) 1 mg/ kgBB 8 jam
Tikarsilin-klavulanat 1-2 gram 6 jam
Piperasilin-tazobaktam 3,2 gram 8 jam
Imipenem-silastatin 3,375 gram 2-8 jam
250-500 mg 6-8 jam

Antibiotika merupakan terapi utama pada ISK. Hasil uji kultur dan
tes sensitivitas sangat membantu dalam pemilihan antibiotika yang
tepat. Efektivitas terapi antibiotika pada ISK dapat dilihat dari
penurunan angka lekosit urin disamping hasil pembiakan bakteri dari
urin setelah terapi dan perbaikan status klinis pasien. Idealnya
antibiotika yang dipilih untuk pengobatan ISK harus memiliki sifat-
sifat sebagai berikut : dapat diabsorpsi dengan baik, ditoleransi oleh
pasien, dapat mencapai kadar yang tinggi dalam urin, serta memiliki
spektrum terbatas untuk mikroba yang diketahui atau dicurigai.
Pemilihan antibiotika harus disesuaikan dengan pola resistensi lokal,

19
disamping juga memperhatikan riwayat antibiotika yang digunakan
pasien.

2.9 Pencegahan 2,3,6


Data epidemiologi klinik mengungkapkan uji saring bakteriuria
asimtomatik bersifat selektif dengan tujuan utama untuk mencegah
menjadi bakteriuria disertai presentasi klinik ISK. Uji saring bakteriuria
harus rutin dengan jadual tertentu untuk kelompok pasien perempuan
hamil, pasien DM terutama perempuan, dan pasca transplantasi ginjal
perempuan dan laki-laki, dan kateterasi laki-laki dan perempuan.
Secara umum pencegahan ISK dapat dilakukan dengan
mengupayakan anak minum 8 hingga 10 gelas air dan cairan lainnya
sehari. Minum jus cranberry sering dianjurkan sebab mungkin dapat
mencegah melekatnya E.coli pada dinding kandung kemih, pemberian
vitamin C sesuai kebutuhan harian dianjurkan karena menyebabkan
keasaman urin dan membuat lingkungan yang tidak bersahabat untuk
bakteri, menghindari mandi busa dan sabun berparfum karena dapat
menyebabkan iritasi pada uretra, mengganti diaper secara teratur untuk
mencegah kontak yang lama feses dengan daerah genital yang akan
memberikan kesempatan kepada bakteri untuk bergerak naik ke uretra
kemudian ke kandung kemih, membersihkan genital yang benar pada anak
perempuan dengan cara membersihkan genital dari depan ke belakang
setelah BAK/BABakan mengurangi pajanan uretra terhadap ISK yang
disebabkan oleh bakteri dari feses, menggunakan celana dalam dengan
bahan katun karena dapat mengurangi pertumbuhan bakteri pada daerah
uretra dibandingkan nilon atau bahan lainnya, buang air kecil teratur untuk
membantu mengeluarkan bakteri dari saluran kemih.
c. Untuk pencegahan ISK kompleks adalah deteksi adanya kelainan pada ginjal
dan saluran kemih sangat penting. Beberapa keadaan yang merupakan faktor
risiko ISK kompleks seperti refluks vesikoureter, neuropathic bladder atau
obstruksi saluran kemih (posterior urethral valves, ureterokel, ektopik
ureter), dapat merupakan kelainan bawaan yang dapat dideteksi secara dini

20
dengan pemeriksaan USG antenatal. AAP merekomendasikan pemeriksaan
kelainan saluran kemih dengan menggunakan USG pada anak usia kurang
dari 2 tahun yang didiagnosis ISK pertama kali. Pada anak yang menderita
ISK pada 2 tahun pertama setelah lahir harus dilakukan pemeriksaan VCUG.
Pemberian antibiotik profilaksis jangka panjang juga diberikan pada anak
dengan kelainan saluran kemih untuk mencegah infeksi berulang

21
BAB III
ANALISIS KASUS

1. Hubungan diagnosis dengan keluarga dan hubungan keluarga:


Pasien merupakan seorang mahasiswi. Pasien tinggal bersama ketiga orang
tua dan saudaranya. Mereka semua tinggal bersama dalam 1 rumah. Menurut
keterangan pasien, tidak ada masalah keluarga dan keharmonisan dalam
keluarga baik. Tidak ada hubungan antara diagnosis dengan keluarga.

2. Hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatan dalam keluarga,


lingkungan sekitar, dan kebiasaan:
Pasien biasa makan 3 kali sehari. Pasien memiliki kebiasaan untuk menahan
buang air kecil pada malam hari. Selesai BAK pasien menyiram dari arah
depan ke belakang. Pasien jarang mengeringkan terlebih dahulu bekas
basuhan air sebelum memakai celana dalam. Pasien biasa mengganti celana
dalam 1-2 hari sekali.
Ada hubungan, kebiasaan-kebiasaan tersebut memungkinkan invasi bakteri
pada traktus urinarius yang bergerak secara ascending dari uretra hingga
mencapai dan menginfeksi ginjal sehingga menimbulkan gejala seperti yang
dirasakan sekarang.

3. Analisis kemungkinan berbagai faktor risiko atau etiologi penyakit pada


pasien:
Faktor jenis kelamin; Karena bentuk uretra perempuan lebih pendek
dibandingkan laki-laki dan letaknya berdekatan dengan anus sehingga mudah
terkontaminasi oleh feses.
Pasien hampir selalu menahan BAK sepanjang malam hingga pagi bila ingin
kencing ketika sedang tidur; urine yang menumpuk di vesika urinaria dalam
waktu lama dapat menjadi media yang baik untuk perkembangan bakteri
sehingga dapat refluks kembali kedalam ginjal dan dapat menyebabkan atau
memperberat pielonefritis.

22
23

Jarang mengeringkan terlebih dahulu bekas basuhan air sebelum memakai


celana dalam; celana dalam dan suasana organ genitalia yang lembab menjadi
media yang baik untuk perkembangan bakteri bahkan jamur.

4. Analisis untuk mengurangi paparan:


a. Banyak minum air putih minimal 2 liter (8 gelas) sehari.
b. Menjaga kebersihan organ genitalia, menyiram dari arah depan ke
belakang seusai BAK, kemudian mengeringkannya setiap selesai BAK
ataupun BAB menggunakan tisu atau kain kering sebelum memakai
celana.
c. Menggunakan pakaian dalam yang bersih, menggantinya 3 kali sehari.
d. Hindari menahan kencing
e. Hindari menggunakan pakaian dalam yang terlalu ketat
f. Jangan menggunakan sabun atau produk kebersihan organ intim lain nya
untuk membersihkan organ reproduksi, cukup dengan menggunakan air
bersih saja, karena penggunaan produk tersebut dapat merusak flora
normal vagina.
g. Sering mengganti pembalut wanita tiap 4 jam.
10

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo, Aru W, Dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi
IV. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran UI.
553-557
2. Rani A.A, Soegondo S, Nazir AUZ, Wijaya IP, Nafrialdi. Paduan
Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam. Jakarta :
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam hal 174
3. Sjahrurachman Agus, Mirawati T.,et al.,2004, Etiologi Dan Resistensi
Bakteri penyebab Infeksi Saluran Kemih Di R.S. Cipto Mangunkusomo
Dan R.S. Metropolitan MedicalCenter Jakarta 2001-2003 dalam Naskah
lengkap the 4th Jakarta Nephrology And Hypertension Course, hal 51-63,
Pernefri 2004, Jakarta.
4. Alatas Husein, 2002, Diagnosa Dan Tatalaksana Infeksi Saluran Kemih
Pada Anak dalam Hot Topics In pediatrics II, Balai Penerbit FKUI
Jakarta. Hal 162-164
5. Price Sylvia, Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep klinis Proses-proses
Penyakit. Edisi 6 Volume 1. Jakarta: EGC.
6. Purnomo B. dasar dasar urologi. Edisi ke 2. Malang : Fk Brawijaya. 2009
hal 48-49
7. Alatas Husein, 2002, Diagnosa Dan Tatalaksana Infeksi Saluran Kemih
Pada Anak dalam Hot Topics In pediatrics II, pp 162-179, PKB IKA
XLV, Balai Penerbit FKUI Jakarta.

.
Lampiran

1
2

Anda mungkin juga menyukai