LAPORAN KASUS
PERDARAHAN SUBKONJUNGTIVA
Oleh:
G1A220107
Preseptor:
UNIVERSITAS JAMBI
2022
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
PERDARAHAN SUBKONJUNGTIVA
G1A220107
Preseptor
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang berjudul
“Perdarahan Subkonjungtiva”. Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
kepaniteraan klinik senior di bagian Ilmu Kedokteran Masyarakat-Kedokteran
Keluarga (IKM-KK) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada Laporan Kasus ini,
sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan Laporan
Kasus ini. Penulis mengharapkan semoga Laporan Kasus ini dapat bermanfaat bagi
penulis dan pembaca.
Penulis
BAB I
STATUS PASIEN
b) Kuratif
Farmakologi
Non-Farmakologi
1) Konsumsi air yang adekuat terutama air hangat dan makan makanan
yang bergizi.
2) Konsumsi buah dan sayur yang mengandung vitamin C.
3) Istirahat yang cukup. Untuk mengatasi mata merah perlu menjaga
kebersihan
Farmakologi
1) Cloramphenicol tetes mata ODS malam hari sebelum tidur
2) Ambroxol syrup 3x1 cth
Ilmiah 1
1) Levocin ED 6x1 tetes ODS
2) Cendo Lyteers 4x1 tetes ODS
3) Cloramphenicol oint. ODS malam hari sebelum tidur
Ilmiah 2
1) Vasacon (Nafazolin HCL) 4X1 tetes/hari ODS
2) Asam tranexamat 3x500 mg
Herbal
c) Rehabilitatif
1) Mengkonsumsi obat secara teratur.
2) Jika keluhan tidak membaik atau perdarahan melebar segera bawa ke
IGD terdekat.
Dinas Kesehatan Kota Jambi Puskesmas Dinas Kesehatan Kota Jambi Puskesmas
Kebun Kopi Kebun Kopi
dr. Andini Agustina dr. Andini Agustina
SIP : G1A220107 SIP : G1A220107
Jl. Raden Wijaya RT 25 kel. Thehok Kota Jambi Jl. Raden Wijaya RT 25 kel. Thehok Kota Jambi
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Perdarahan subkonjungtiva adalah perdarahan akibat rapuhnya pembuluh
darah konjungtiva. Darah terdapat di antara konjungtiva dan sklera. Sehingga mata
akan mendadak terlihat merah dan biasanya mengkhawatirkan bagi pasien.
2.2 Epidemiologi
Dari segi usia, perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi di semua kelompok
umur, namun hal ini dapat meningkat kejadiannya sesuai dengan pertambahan umur.
Penelitian epidemiologi di Kongo rata-rata usia yangmengalami perdarahan
subkonjungtiva adalah usia 30,7 tahun. Perdarahan subkonjungtiva sebagian besar
terjadi unilateral. Pada perdarahan subkonjungtiva tipe spontan tidak ditemukan
hubungan yang jelas dengan suatu kondisi keadaan tertentu. Kondisi hipertensi
memiliki hubungan yang cukup tinggi dengan angka terjadinya perdarahan
subkonjungtiva. Kondisi lainnya namun jarang adalah muntah, bersin, malaria,
penyakit sickle cell dan melahirkan.
2.3 Etiologi
1) Idiopatik, suatu penelitian oleh Parmeggiani F dkk di Universitas Ferara Italia
mengenai kaitan genetik polimorfisme faktor XIII Val34Leu dengan terjadinya
perdarahan subkonjungtiva didapatkan kesimpulan baik homozigot maupun
heterozigot faktor XIII Val34Leu merupakan faktor predisposisi dari perdarahan
subkonjungtiva spontan, alel Leu34 diturunkan secara genetik sebagai faktor resiko
perdarahan subkonjungtiva terutama pada kasus yang sering mengalami kekambuhan.
Mutasi pada faktor XIII Val34Leu mungkin sangat berhubungan dengan peningkatan
resiko terjadinya episode perdarahan subkonjungtiva.
4) Hipertens
5) Gangguan perdarahan (jika terjadi berulang pada pasien usia muda tanpa adanya
riwayat trauma atau infeksi), termasuk penyakit hati atau hematologik,diabetes, SLE,
parasit dan defisisensi vitamin C.
6) Berbagai antibiotik, obat NSAID, steroid, kontrasepsi dan vitamin A dan D yang
telah mempunyai hubungan dengan terjadinya perdarahan subkonjungtiva,
penggunaan warfarin.
7) Sequele normal pada operasi mata sekalipun tidak terdapat insisi pada konjungtiva.
8) Beberapa infeksi sistemik dapat menyebabkan perdarahan subkonjungtiva,
termasuk septikemia, demamtifoid, kolera, riketsia, malaria, dan virus (influenza,
smallpox, measles dll).
10) Penggunaan lensa kontak, faktor resiko mayor perdarahan subkonjungtiva yang
diinduksi oleh penggunaan lensa kontak adalah konjungtiva khalasis danpinguecula.
2.5 Patofisiologi
Konjungtiva adalah selaput tipis transparan yang melapisi bagian putih dari
bola mata (sklera) dan bagian dalam kelopak mata. Konjungtiva merupakan lapisan
pelindung terluar dari bola mata. Konjungtiva mengandung serabut saraf dan
sejumlah besar pembuluh darah yang halus. Pembuluh-pembuluh darah ini umumnya
tidak terlihat secara kasat mata kecuali bila mata mengalami peradangan. Pembuluh-
pembuluh darah di konjungtiva cukup rapuh dan dindingnya mudah pecah sehingga
mengakibatkan terjadinya perdarahan subkonjungtiva. Perdarahan subkonjungtiva
tampak berupa bercak berwarna merah terang di sclera. Karena struktur konjungtiva
yang halus, sedikit darah dapat menyebar secara difus di jaringan ikat subkonjungtiva
dan menyebabkan eritema difus, yang biasanya memiliki intensitas yang sama dan
menyembunyikan pembuluh darah. Konjungtiva yang lebih rendah lebih sering
terkena daripada bagian atas. Pendarahan berkembang secara akut, dan biasanya
menyebabkan kekhawatiran, meskipun sebenarnya tidakberbahaya. Apabila tidak ada
kondisi trauma mata terkait, ketajaman visual tidak berubah karena perdarahan terjadi
murni secara ekstraokulaer, dan tidak disertai rasa sakit. Secara klinis, perdarahan
subkonjungtiva tampak sebagai perdarahan yang datar, berwarna merah, di bawah
konjungtiva dan dapat menjadi cukup berat sehingga menyebabkan kemotik kantung
darah yang berat dan menonjol di atas tepi kelopakmata. Perdarahan subkonjungtiva
dapat terjadi secara spontan, akibat trauma,ataupun infeksi. Perdarahan dapat berasal
dari pembuluh darah konjungtiva atau episclera yang bermuara ke ruang
subkonjungtiva. Berdasarkan mekanismenya, perdarahan subkonjungtiva dibagi
menjadi dua,yaitu : a. Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan Sesuai namanya
perdarahan subkonjungtiva ini adalah terjadi secara tiba-tiba (spontan). Perdarahan
tipe ini diakibatkan oleh menurunnya fungsi endotel sehingga pembuluh darah rapuh
dan mudah pecah. Keadaan yang dapat menyebabkan pembuluh darah menjadi rapuh
adalah umur, hipertensi, arterisklerosis, konjungtivitis hemoragik, anemia,
pemakaiananti koagulan dan batuk. Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan ini
biasanya terjadi unilateral. Namun pada keadaan tertentu dapat menjadi bilateral atau
kambuh kembali, untuk kasus seperti ini kemungkinan diskrasia darah (gangguan
hemolitik) harus disingkirkan terlebih dahulu. b. Perdarahan subkonjungtiva tipe
traumatic. Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien sebelumnya mengalami trauma
di mata langsung atau tidak langsung yang mengenai kepala daerah orbita.
Perdarahan yang terjadi kadang-kadang menutupi perforasi jaringan bolamata yang
terjadi.
2.6 Diagnosis
Diagnosis dibuat secara klinis dari anamnesis tentang riwayat dapat
membantu penegakan diagnosis dan terapi lebih lanjut. Ketika ditemukan adanya
trauma, trauma dari bola mata atau orbita harus disingkirkan. Apabila perdarahan
subkonjungtiva idiopatik terjadi untuk pertama kalinya, langkah-langkah diagnostik
lebih lanjut biasanya tidak diperlukan. Dalam kejadian kekambuhan, hipertensi arteri
dan kelainan koagulasi harus disingkirkan. Pemeriksaan fisik bisa dilakukan dengan
memberi tetes mata proparacaine atau pantocain (topikal anestesi) jika pasien tidak
dapat membuka mata karena sakit dan curiga etiologi lain jika nyeri terasa berat atau
terdapat fotofobia. Pemeriksaan ketajaman visus merupakan hal yang wajib pada
setiap trauma di mata sekalipun hanya didapat perdarahan subkonjungtiva tanpa ada
trauma organ mata lainnya. Selanjutnya, periksa reaktivitas pupil dan mencari apakah
ada defek pupil, bila perlu, lakukan pemeriksaan dengan slit lamp. Curigai ruptur bola
mata jika perdarahan subkonjungtiva terjadi penuh. Jika pasien memiliki riwayat
perdarahan subkonjungtiva berulang, pertimbangkan untuk memeriksa waktu
pendarahan, waktu prothrombin, parsial tromboplastin, dan hitung darah lengkap
dengan jumlah trombosit.
2.7 Diagnosis banding
1. Konjungtivitis, hal ini dikarenakan memiliki kesamaan pada klinisnya yaitumata
merah.
2.8 Penatalaksanaan
Perdarahan subkonjungtiva biasanya tidak memerlukan pengobatan.
Pengobatan dini pada perdarahan subkonjungtiva ialah dengan kompres dingin.
Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorpsi dalam 1-2 minggu tanpa
diobati. Pada bentuk-bentuk berat yang menyebabkan kelainan dari kornea, dapat
dilakukan sayatan dari konjungtiva untuk drainase dari perdarahan. Pemberian air
mata buatan juga dapat membantu pada pasien yang simtomatis. Dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik, dicari penyebab utamanya, kemudian terapi dilakukan sesuai
dengan penyebabnya. Tetapi untuk mencegah perdarahan yang semakin meluas
beberapa dokter memberikan vasacon (vasokonstriktor) dan multivitamin. Air mata
buatan untuk iritasi ringan dan mengobati faktor risikonya untuk mencegah risiko
perdarahan berulang. Perdarahan subkonjungtiva harus segera dirujuk ke spesialis
mata jika ditemukan kondisi berikut ini :
d. Riwayat hipertensi.
2.9 Komplikasi
Pada perdarahan subkonjungtiva yang sifatnya menetap atau berulang
(kambuhan) harus dipikirkan keadaan lain, mengenai perdarahan subkonjungtiva
yang menetap atau mengalami kekambuhan didapatkan kesimpulan bahwa
perdarahan subkonjungtiva yang menetap merupakan gejala awal dari limfoma
adneksa okuler.
2.10 Prognosis
Secara umum prognosis dari perdarahan subkonjungtiva adalah baik. Karena
sifatnya yang dapat diabsorpsi sendiri oleh tubuh. Namun untuk keadaan tertentu
seperti sering mengalami kekambuhan, persisten atau disertai gangguan
pandanganmaka dianjurkan untuk dievaluasi lebih lanjut lagi.
BAB III
ANALISA KASUS
7. Sidarta, Ilyas. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Cet. 5. 2010. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.