Anda di halaman 1dari 22

TUTORIAL OBSTETRI

HIPEREMESIS GRAVIDARUM

Disusun Oleh:

Gusti Agung SintaShakuntala


42200416

Dosen Pembimbing:
dr. Ariesta Christiawanti, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
YOGYAKARTA
2022
BAB I
STATUS PASIEN
I. Identitas Pasien
a. Nama : Ny. T.A
b. Tanggal lahir : 25 Juni 2001
c. No. RM : 020XXXX
d. Usia : 20 tahun
e. Alamat : Pringsewu,Lampung
f. Pekerjaan : Mahasiswa
g. Status pernikahan : Menikah
h. HMSR : 31 Maret 2022

II. Anamnesis
a. Keluhan Utama
Mual dan muntah

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Ny.TA 21 thn / G1P0A0 datang dengan keluhan mual dan muntah sejak 6 hari
SMRS,keluhan di sertai nyeri perut dan sempat di bawa ke IGD,saat di terapi
IGD keluhan membaik,semenjak sehari SMRS keluhan mual dan muntah
makin bertambah dengan muntah sebanyak 20 kali hingga HRMS,muntah
yang di keluarkan pasien berupa cairan kuning,konsistensinya cair,keluhan
lain yang di rasakan pasien mulutnya terasa pahit,nafsu makan dan minum
menurun,nyeri perut ,BAK lebih sering,BAB tidak ada keluhan.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


 Keluhan Serupa : (+) 6 hari yang lalu
 Riwayat Rawat Inap : (+) ISK th 2022
 Riwayat Operasi : (-)
 Riwayat Transfusi : (-)
 Riwayat Alergi : (-)
 Penyakit Penyerta : (+), Magh
d. Riwayat Penyakit Keluarga
 Keluhan serupa : (+) pada Kakak pasien saat hamil
 Keganasan : disangkal

1
 DM : disangkal
 Hipertensi : disangkal

e. Gaya Hidup
 Rokok : disangkal
 Alkohol : disangkal
 Narkotika : disangkal
 Aktivitas : Sehari hari pasien mengurus rumah sembari berkuliah
 Olahraga : Jarang
 Pola Makan : Pola makan teratur 3x sehari, makan sayur
buah,rutin mengkonsumsi air ± 2 L/hari

f. Riwayat Pengobatan, Imunisasi


 Pengobatan : Policyclin, Obat Mual (Pasien Lupa Nama Obatnya)
 Imunisasi : Lengkap

g. Riwayat Menstruasi
Menarche : 12 tahun
Siklus haid: teratur,28 hari
Lama haid : 5 hari
Jumlah haid : 3-4 kali ganti pembalut
Keputihan :(-)
Nyeri haid : (+) hari 1 dan 2
HPHT : 28 Januari 2022
HPL : 04 Oktober 2022
h. Riwayat Pernikahan
Pasien sudah menikah, usia saat menikah 20 tahun. Pernikahan sekali
dengan lama pernikahan 8 bulan
i. Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Periksa Kehamilan
Ny. 20 th G1P0Ab0Ah0
Usia kehamilan: 8 minggu
Riwayat periksa kehamilan saat ini: 1 kali di klinik kandungan

No Tahun Usia Cara Penolong L/P BBL H/M Penyulit


. Kehamila Persalinan
n
1 2022 8 minggu - - - - -

2
j. Riwayat Kontrasepsi
Tidak menggunakan kontrasepsi apapun sebelumnya

III. Pemeriksaan fisik


a. Keadaan Umum : Sedang
b. Kesadaran : Compos mentis E4 V5 M6
c. Status Giz : Underweight
d. BB : 39 kg
e. TB : 150 cm
f. IMT : 17.33 kg/m²
g. Skala Nyeri :2
h. Tanda Vital
 Tekanan darah: 107/63 mmHg
 Nadi : 82 x/menit
 Respirasi : 20 x/menit
 Suhu : 36 ºC
 SP02 : 99 %
 Status Lokalis
1. Kepala
a. Kepala : Normocephali
b. Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor,mata
cekung (+/+)
c. Hidung : Bentuk normal, simetris, rhinorhea (-)
d. Telinga : Bentuk normal, simetris, otorrhea (-)
e. Mulut : Bibir kering (+), sianosis (-)
2. Leher
a. Inspeksi : Simetris, benjolan/massa (-)
b. Palpasi : Pembesaran KGB (-)
3. Thorax dan Mammae
Paru
a. Inspeksi : Gerakan dada simetris, retraksi (-), massa(-)
b. Palpasi : Nyeri tekan (-), fremitus normal
c. Perkusi : Sonor di kedua lapang paru

3
d. Auskultasi : Ronki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
a. Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
b. Palpasi : Iktus kordis teraba di SIC 5 linea midclavicular sinistra
c. Perkusi : Redup, kontur jantung normal
d. Auskultasi : S1/S2 regular, suara tambahan (-)

Mammae : Payudara simetris (+/+) Benjolan (-/-)

4. Abdomen
a. Inspeksi : Eritem (-), Massa (-)
b. Auskultasi : Bising usus (+) normal
c. Perkusi : Timpani (+)
d. Palpasi : Supel,Nyeri Tekan (-),Hepatosplenomegali (-), Turgor dan
Elestisitas Menurun, TFU 1 jari atas SOP
5. Ekstremitas
a. Superior : Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-), pucat (-/-)
b. Inferior : Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-), pucat (-/-)
6. Genitalia Eksterna
a. Inspeksi : Vulva :distribusi rambut pubis merata,tidak terdapat ulkus,tidak
terdapat abses, terdapat cairan bening tidak berbau
b. Palpasi : Nyeri tekan (-), tidak ada pembesar kelenjar bartolini,tidak ada
abses,tidak ada lesi herpes
7. Inspekulo : Tidak di lakukan
8. Vaginal Toucher : Tidak di lakukan

 Status Obstetri : Tidak dapat di periksa

IV. Planning
 Rencana diagnosis: Darah Lengkap, USG
 Rencana tindakan dan terapi: Stabilisasi KU,Konsultasi dengan dokter
Obsgyn

4
V. Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan Darah Lengkap (31 Maret 2022)

 USG
Tampak uterus gravidarus dengan GS,intrauteri utuh,pool janin belum tampak

VI. Diagnosis
Diagnosis Utama : Hiperemesis Gravidarum derajat 1
Diagnosis Sekunder : Dehidrasi sedang,underweight,dyspepsia

5
VII. Tatalaksana
Inf Nacl 0,9 % 30 tpm
Inj Ondansetron 1x1,
Inj Pantoprazol 1x1amp
Inj Metoclorpramide 2x1 amp
Cyproheptadine4 mg 1x1 tab

 Yang di bawa pulang :


Ondancentron 8mg 1x1tab,
Cyproheptadine 4 mg 1x1tab,
Osfit(Multivitamin) 1x1tab
Redacid 250 mg 2x1tab

VIII. Edukasi
 Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai pengobatan yang diberikan
 Menjelaskan kepada keluarga pasien dan keluarga untuk mengurangi
paparan yang memicu mual hingga muntah
 Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai prognosis dari kondisi
pasien
 Menjelaskan anjuran pola makan yang sesuai dengan frekuensi yang sering
dalam jumlah sedikit,dapat pula mengkonsumsi makanan yang
mengandung jahe,peppermint,kaldu
IX. Prognosis
Quo ad Sanationam : Dubia ad Bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad Bonam
Quo ad Vitam : Dubia ad Bonam

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI
Hiperemesis Gravidarum merupakan suatu kondisi muntah secara terus-menerus dan
berlebihan yang terjadi sebelum usia kehamilan 22 minggu, yang mana kondisi ini dibedakan
menjadi 2, yaitu ringan dan berat. Hiperemesis Gravidarum yang berat ditandai dengan
adanya gangguan metabolisme, seperti deplesi karbohidrat, dehidrasi, dan ketidakseimbangan
elektrolit (Gabra, et al., 2019).

Hiperemesis Gravidarum ditandai dengan adanya mual muntah yang berkepanjangan


dalam beberapa minggu atau bulan), dehidrasi, ketonuria, dan penurunan berat badan > 5%.
Hiperemesis Gravidarum ini dapat terjadi pada 0.3%-2.0% wanita hamil dan seringkali
mengakibatkan rawat inap pada kehamilan trimester pertama (McCharty, et al., 2014).

2. ETIOPATOGENESIS
a. Etiologi Hiperemesis Gravidarum
1) Faktor Hormonal
a) Human Chorionic Gonadotropin (hCG)
Terjadinya gejala mual dan muntah pada kehamilan dapat terjadi karena adanya
peningkatan produksi hCG oleh sel-sel plasenta pada trimester pertama kehamilan. hCG
memiliki struktur yang sama dengan TSH, sehingga menyebabkan stimulasi kelenjar tiroid
untuk menghasilkan T3 dan T4, yang mana peningkatan hormone tiroid ini biasanya
ditemukan pada pasien dengan Hiperemesis Gravidarum. hCG juga dapat menstimulasi
sekresi bikarbonat dan potassium serta proses sekresi dari saluran pencernaan atas, seperti
asam lambung, selain itu juga menstimulasi area chemoreceptor trigger zone pada postrema
yang menyebabkan terjadinya mual dan muntah (Panesar, et al., 2001).
b) Estrogen

Peningkatan kadar estrogen pada kehamilan dapat menyebabkan terjadinya penurunan


motilitas usus dan pengosongan lambung serta peningkatan resiko pertumbuhan dari H.

7
Pylori, sehingga dapat meningkatkan resiko terjadinya inflamasi pada saluran pencernaan,
mual, dan muntah pada kehamilan (Gabra, et al., 2019).

c) Progesteron

Pada trimester pertama kehamilan, terjadi peningkatan sekresi Progesteron oleh


Korpus Luteum. Progesteron dapat menyebabkan terjadinya relaksasi Lower Esophageal
Sphincter (LES), sehingga mengakibatkan gejala seperti heartburn, mual, dan muntah akibat
naiknya komponen asam lambung ke esofagus (Gabra, et al., 2019).

d) Growth/Differentiation Factor 15 (GDF 15)

GDF15 merupakan hormon yang diproduksi dalam jumlah yang tinggi oleh plasenta
(sel stroma desidua dan trofoblas) yang dapat menghambat pengosongan lambung dan
memicu terjadinya mual. Pada saat GDF15 menuju ke area postrema pada otak melalui sistem
sirkulasi, maka hormone ini akan berikatan dengan reseptor GFRAL, yang mana
hiperaktivasi ikatan tersebut akan mengakibatkan terjadinya penurunan nafsu makan, taste
aversion, mual, dan muntah. Peningkatan GDF15 pada sistem sirkulasi Ibu hamil dapat

8
terjadi karena kekurangan nutrisi, puasa dalam jangka waktu yang lama, dan hipertiroidisme
(Fejzo, et al., 2019).

2) Faktor Psikologis

Faktor psikologis seperti imaturitas emosional dan kecemasan serta ketegangan yang
berlebihan pada masa kehamilan dapat meningkatkan resiko terjadinya Hiperemesis
Gravidarum (Ismail & Kenny, 2007).

3) Faktor Imunologis

Pada wanita hamil dengan imunitas yang lemah akan terjadi peningkatan aktivtas sel T
sitotoksik dan natural killer cells yang dapat menyebabkan terjadinya invasi trofoblas pada uterus
secara agresif, yang mana hal ini biasanya ditemukan pada pasien dengan Hiperemesis
Gravidarum. Respon imun yang abnormal yang dimediasi oleh sel T sitotoksik dan natural killer
cells tersebut menyebabkan peningkatan kadar cell-free fetal DNA yang berkaitan dengan tingkat
keparahan muntah dan kadar hCG pada Ibu hamil (Gabra, et al., 2019).

b. Faktor Resiko Terjadinya Hiperemesis Gravidarum

 Faktor Resiko Personal

1. Usia

Ibu hamil dengan usia yang muda akan memiliki resiko terjadinya Hiperemesis
Gravidarum yang lebih tinggi, serta akan memiliki durasi terjadinya penyakit yang lebih lama
hingga usia kehamilan > 27 minggu. Hal tersebut berkaitan dengan tingginya produksi
hormone estrogen pada usia muda (Gabra, 2018).
2. Faktor Diet

Diet yang dilakukan 12 bulan sebelum kehamilan, seperti defisienasi produk susu,
intoleransi laktosa, dan vegetarian merupakan faktor resiko terjadinya Hiperemesis
Gravidarum. Konsumsi makanan dengan kandungan lemak yang tinggi serta IMT yang tinggi
juga memiliki resiko peningkatan durasi dari Hiperemesis. Konsumsi makanan tertentu

9
seperti ikan dan seafood lainnya serta konsumsi air yang cukup sebelum dan selama
kehamilan akan menurunkan resiko terjadinya Hiperemesis Gravidarum (Gabra, 2018).
 Faktor Obstetrik

Resiko terjadinya Hiperemesis Gravidarum akan meningkat pada kehamilan ganda, mola
hidatidosa, down syndrome, nullipara, serta primigravida. Pada nullipara dan primigravida
akan didapatkan kadar estrogen serum dan urin yang lebih tinggi dibandingkan dengan
multigravida dan multipara. Jenis kelamin janin perempuan tunggal mengakibatkan
peningkatan kadar estrogen saat kehamilan, sehingga terjadi peningkatan resiko Hiperemesis
bahkan hingga rawat inap (Gabra, 2018).

 Faktor Medis

1) Hipertiroidisme

Penyakit autoimun tiroid dapat menyebabkan terjadinya tirotoksikosis selama


kehamilan, selain itu peningkatan kadar hCG selama trimester pertama kehamilan juga
berkaitan dengan peningkatan produksi hormon tiroid yang berkaitan dengan peningkatan
resiko terjadinya Hiperemesis Gravidarum (Gabra, 2018).

2) Penyakit Gastrointestinal

Peningkatan hormon progesteron selama kehamilan dapat menyebabkan terjadinya


relaksasi upper dan lower esophageal sphincter, sehingga dapat menyebabkan terjadinya
dyspepsia pada kehamilan. Ibu hamil dengan riwayat penyakit GERD dan ulkus peptikum
memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menjalani rawat inap akibat hiperemesis. Kondisi
mual dan muntah selama kehamilan dapat mengakibatkan peningkatan H. Pylori akibat
penurunan kadar asam lambung yang dapat meningkatkan pertumbuhan dari H. Pylori
(Gabra, 2018).
Pasien pada kasus ini mempunyai beberapa resiko terjadinya hyperemesis gravidarum,
yaitu adanya riwayat penyakit gastrointestinal berupa GERD dan gastritis, primigravida, serta
usia muda.

3. DIAGNOSIS

10
Diagnosis Hiperemesis Gravidarum dapat ditegakkan melalui beberapa cara, yaitu :

a. Anamnesis

Pada anamnesis ini dapat diperoleh gejala dari Hiperemesis Gravidarum, yaitu :

1) Mual dan muntah berkepanjangan,


2) Hipersalivasi,
3) Peningkatan sensitivitas indera penciuman,
4) Intoleransi makanan dan minuman,
5) Letargi,
6) Gangguan aktivitas sehari-hari.

(Obrowski & Stephanie, 2015) (Ismail & Kenny, 2007).

Adapun perbedaan gejala antara mual & muntah pada masa kehamilan normal dengan
hiperemesis gravidarum, yaitu :

(Fejzo, et al., 2019).

11
b. Asesmen Tingkat Keparahan

Tingkat keparahan dari hiperemesis gravidarum dapat diukur dengan menggunakan kuesioner
Pregnancy Unique Quantification of Emesis (PUQE). Kuesioner ini digunakan untuk
menentukan terapi yang tepat (perlu/tidaknya rawat inap pada pasien), serta untuk monitoring
outcome terapi yang telah diberikan kepada pasien selama dirawat di rumah sakit. (Thakur, et
al., 2019).

c. Pemeriksaan Fisik & Penunjang

 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang diperlukan yaitu pemeriksaan suhu tubuh, frekuensi denyut
nadi, tekanan darah, saturasi oksigen, laju respirasi, pemeriksaan abdomen, dan dehidrasi.
Dehidrasi ditandai dengan penurunan turgor kulit, mulut dan lidah kering, serta mata cekung
yang dapat terjadi karena berkurangnya intake cairan akibat hiperemesis. Jika didapatkan
tanda-tanda dehidrasi pada pasien, maka pasien harus segera dibawa ke rumah sakit (Gabra,
et al., 2019).

Hiperemesis Gravidarum dapat menyebabkan penurunan elektrolit di dalam tubuh,


termasuk hiponatremia, hipokalemia, dan hipomagnesemia. Hal tersebut dapat menyebabkan
penurunan cardiac output dan tekanan darah, sehingga dapat mengakibatkan gangguan ekskresi
ginjal yang dapat berakibat pada ketidakseimbangan jumlah elektrolit di dalam tubuh dan
mempengaruhi fungsi jantung dalam jangka panjang. Selain itu, dehidrasi pada hiperemesis dapat

12
pula menyebabkan terjadinya syok hipovolemik yang ditandai dengan penurunan tekanan darah
(< 100 mmHg), peningkatan/penurunan denyut nadi (> 100 atau < 60x/menit), dan peningkatan
laju respirasi (> 20x/menit) (Urso, et al., 2015).

 Pemeriksaan Penunjang

a) Pemeriksaan Darah Lengkap

Pemeriksaan darah lengkap bertujuan untuk mengetahui ada/tidaknya komplikasi dari


hiperemesis gravidarum, seperti defisiensi vitamin B12 (Cobalamin) dan zat besi yang
ditandai dengan adanya anemia pada pemeriksaan darah. Pada pasien ini ditemukan adanya
penurunan jumlah Hb (Hb = 9.4 g/dL), MCV, dan MCH, hal tersebut menunjukkan bahwa
pasien mengalami anemia ringan (Obrowski & Stephanie, 2015).
b) Pemeriksaan Glukosa Darah

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui ada/tidaknya hipoglikemia akibat


hiperemesis dan untuk menyingkirkan diagnosis diabetes mellitus karena pada pemeriksaan
urin pada pasien didapatkan keton (+3). Pada pemeriksaan ini didapatkan kadar glukosa
darah sewaktu pasien dalam batas normal, yaitu 76 mg/dL.

c) Pemeriksaan Fungsi Hati

Pemeriksaan fungsi hati bertujuan untuk memeriksa ada/tidaknya gangguan pada hati,
seperti sirosis hepatis dan hepatitis, karena gejala yang timbul pada gangguan hati serupa
dengan gejala yang dialami oleh pasien, seperti mual & muntah serta muntah darah.
Pemeriksaan yang dilakukan yaitu kadar SGOT, SGPT, serta HbsAG (Gabra, et al., 2019).

d) Pemeriksaan Urin
Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan urine dipstick untuk memeriksa
ada/tidaknya ketonuria. Ketonuria menandakan adanya kekurangan jumlah karbohidrat di dalam
tubuh, sehingga terjadi pengubahan lemak menjadi energi yang menghasilkan keton. Selain itu,
juga dilakukan pemeriksaan urine secara mikroskopis, yaitu pemeriksaan leukosit, eritrosit,
kristal, epitel, silinder, dan bakteri. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui apakah
pasien mengalami infeksi saluran kemih atau tidak (Gabra, et al., 2019).

13
e) Pemeriksaan Ureum

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui fungsi ginjal, dimana hiperemesis dapat
menyebabkan terjadinya hipovolemia, sehingga akan menurunkan fungsi ginjal dan
menyebabkan hipoperfusi renal. Pada kondisi pre-renal failure akibat hipovolemia akan
didapatkan peningkatan jumlah ureum di dalam darah (pada pria > 24 mg/dL, wanita > 21
mg/dL) (Gabra, et al., 2019).

f) Pemeriksaan Elektrolit

Digunakan untuk mengetahui adanya ketidakseimbangan jumlah elektrolit akibat efek


dari berkurangnya intake cairan ke dalam tubuh karena hiperemesis gravidarum, seperti
terjadinya hipokalemia dan hiponatremia (Gabra, et al., 2019).

g) Pemeriksaan EKG Secara Rutin

Pemeriksaan EKG penting dilakukan pada pasien hiperemesis gravidarum untuk


memantau fungsi jantung. Hiperemesis dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit di
dalam tubuh, seperti hiponatremia, hipokalemia, dan hipomagnesemia, dimana kondisi ini
dapat mempengaruhi kerja jantung, seperti penurunan cardiac output dan aritmia (Urso, et
al., 2015).

h) Pemeriksaan Endoskopi

Mual, muntah, serta muntah darah selama kehamilan merupakan indikasi dilakukannya
pemeriksaan endoskopi pada saluran pencernaan, hal ini bertujuan untuk mengetahui adanya
perlukaan dan abnormalitas pada saluran pencernaan (esofagus/lambung/usus) serta varises
esofagus (Gabra, et al., 2019).

14
Algoritma Diagnosis Hiperemesis Gravidarum

(Ismail & Kenny, 2007).

4. TATA LAKSANA

Manajemen Rawat Jalan & Rawat Inap

Pasien dengan gejala NVP dapat melakukan rawat jalan dengan terapi
antiemetik yang sesuai. Adapun indikasi dilakukannya rawat inap yaitu :

- Mual muntah yang berkelanjutan dan tidak memungkinkan pemberian antiemetik


oral, seperti selalu memuntahkan makanan yang dikonsumsi

- Mual muntah yang berkelanjutan disertai dengan ketonuria dan/atau penugunan


berat badan (> 5% berat badan awal)

15
- Memiliki komorbiditas, seperti infeksi saluran kemih dan ketidakmampuan untuk
mentoleransi obat secara oral.

(RCOG Green Top Guideline, 2016)

Farmakoterapi Hiperemesis Gravidarum

a. Antiemetik

Antiemetik lini pertama yang biasanya diberikan untuk pasien dengan hiperemesis
gravidarum adalah antihistamin (H1 receptor antagonist) dan Fenotiazin. Kombinasi dari 2 obat
yang berbeda biasanya diberikan pada pasien yang tidak mengalami perbaikan ketika hanya
diberikan 1 macam obat. Menurut American Congress of Obstetricians and Gynecology pada
tahun 2004 dikatakan bahwa antiemetik lini pertama untuk hiperemesis adalah Dimenhidrinat 50
mg dan Promethazine 25 mg secara intravena setiap 8 hingga 24 jam.

 Jika tidak terjadi perbaikan gejala pada pasien, maka obat antiemetik pertama
dapat digantikan dengan obat antiemetik golongan lainnya.

 Metoclopramide merupakan antiemetik yang efektif, namun karena obat ini


memiliki efek ekstrapiramidal yang cukup tinggi, maka biasanya digunakan
untuk pengobatan lini kedua.

 Ondansetron merupakan obat yang efektif, namun adanya keterbatasan data


mengenai penggunaannya pada hiperemesis gravidarum, maka obat ini
digunakan sebagai lini kedua. Ondansetron merupakan antagonis 5-HT
(reseptor serotonin) yang bekerja pada sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi,
dengan lokasi aksi yang utama adalah pada sistem saraf pusat, akan tetapi juga
berperan dalam meningkatkan pengosongan lambung. Pemberian Ondansetron
non oral dilakukan jika pasien mengalami muntah yang persisten, dengan dosis
4-8 mg
intravena setiap 8 jam sekali, lalu setelah kondisi pasien stabil maka pemberian
Ondansetron dihentikan.

16
(RCOG Green Top Guideline, 2016) (Wegrzyniak, et al., 2012).

17
b. Cairan Intravena

Cairan intravena yang diberikan untuk pasien dengan hiperemesis gravidarum adalah
saline normal (0,9%) dengan tambahan kalium klorida yang disertai dengan pemantauan
elektrolit harian pasien. Pemberian infus dekstrosa tidak direkomendasikan, kecuali
didapatkan kadar natrium serum dalam batas normal dan telah dilakukan pemberian thiamine
(RCOG Green Top Guideline, 2016).

c. Thiamine

Thiamine merupakan suplemen rutin yang diberikan jika pasien mengalami muntah
berkelanjutan. Dosis yang diberikan biasanya 1.5 mg/dL secara oral, namun jika pemberian
secara oral tidak memungkinkan, maka bisa diberikan dosis 100 mg yang diencerkan dalam
100 mL saline normal dan diberikan selama 30 menit hingga 1 jam setiap minggu
(Wegrzyniak, et al., 2012).

d. Kortikosteroid

Kortikosteroid diberikan jika terdapat kegagalan terapi dengan obat-obatan standar


(antiemetik dan cairan intravena). Kortikosteroid yang dapat diberikan adalah hidrokortison
intravena dengan dosis 100 mg 2 kali sehari, lalu jika kondisi pasien telah membaik, maka
diganti dengan hidrokortison oral dengan dosis 40-50 mg per hari, disertai dengan penurunan
dosis hingga dosis maintenance terendah untuk mengontrol gejala yang dialami pasien
(RCOG Green Top Guideline, 2016) (Wegrzyniak, et al., 2012).

Nonfarmakoterapi Hiperemesis Gravidarum


a. Jahe

Air rebusan jahe atau permen jahe dengan kandungan 1 gram jahe sebanyak 4 kali
sehari dapat mengurangi gejala mual dan muntah. Jae bekerja pada saluran gastrointestinal
dengan meningkatkan motilitas dan mengurangi stimulus pada zona kemoreseptor di medulla
lalu mengirimkan stimulus pada pusat muntah di batang otak (Wegrzyniak, et al., 2012).

b. Nasogastric Enteral Feeding

18
Pemasangan tabung Dobhoff pada pasien dapat mengurangi gejala mual dan muntah
dalam 24 jam, kemudian gejala akan semakin membaik dengan dengan pemberian enteral
feedings (Wegrzyniak, et al., 2012).

c. Lifestyle

Pasien yang mengalami hiperemesis gravidarum disarankan untuk menghindari stress dan
beristirahat yang cukup. Apabila pasien memerlukan dukungan emosional, maka pasien
disarankan untuk melakukan konsultasi dengan psikolog atau psikiater (Wegrzyniak, et al.,
2012).

Follow-up Pasien Setelah Pulang dari Rumah Sakit

Pasien dengan NVP maupun hiperemesis harus tetap menjalani terapi di rumah setelah
pulang dari rumah sakit. Saat pasien dipulangkan, berikan edukasi kepada pasien untuk tetap
mengkonsumsi antiemetik yang sesuai dan disarankan untuk segera menuju ke fasilitas layanan
kesehatan jika kembali mengalami gejala yang sama (muntah persisten, dehidrasi, atau ketonuria)
(RCOG Green Top Guideline, 2016).

5. KOMPLIKASI

Jika hiperemesis gravidarum tidak diterapi dengan adekuat, dapat menimbulkan beberapa
komplikasi, yaitu anemia, hiponatremia, gagal ginjal, koagulopati, hipoglikemia, malnutrisi, dan
depresi. Anemia pada kehamilan dapat terjadi karena asupan gizi yang tidak adekuat, terutama
pada kondisi hiperemesis gravidarum yang mengakibatkan intake nutrisi yang berkurang,
sehingga anemia merupakan salah satu komplikasi yang terjadi pada pasien dengan HEG
(Obrowski & Stephanie, 2015).
Anemia selama kehamilan merupakan suatu kondisi dimana kadar hemoglobin Ibu hamil
< 110 g/dL sebelum usia kehamilan 20 minggu atau < 105 g/dL setelah usia kehamilan 20
minggu (Shand, et al., 2020). Anemia pada kehamilan dapat dibagi menjadi 3 berdasarkan
kadar hemoglobinnya, yaitu anemia ringan (kadar Hb 9-10.9 g/dL), anemia sedang (kadar Hb
7-8.9 g/dL), dan anemia berat (kadar Hb < 7 g/dL) (Okia, et al., 2019).

19
DAFTAR PUSTAKA

Campbell, K., Rowe, H., Azzam, H., & Lane, C. A. (2016). The Management of Nausea and
Vomiting of Pregnancy. Journal of Obstetrics and Gynaecology Canada, 38(12), 1127–
1137. https://doi.org/10.1016/j.jogc.2016.08.009

Fejzo, M. S., Trovik, J., Grooten, I. J., Sridharan, K., Roseboom, T. J., Vikanes, Å., Painter,
R. C., & Mullin, P. M. (2019). Nausea and vomiting of pregnancy and hyperemesis
gravidarum. Nature Reviews Disease Primers, 5(1). https://doi.org/10.1038/s41572-
019-0110-3

Gabra, A. (2018). Risk Factors of Hyperemesis Gravidarum: Review Article. Health Science
Journal, 12(6), 1–5. https://doi.org/10.21767/1791-809x.1000603

Gabra, A., Habib, H., & Gabra, M. (2019). Hyperemesis Gravidarum, Diagnosis, and
Pathogenesis. Critical Care Obstetrics and Gynecology, 05(01), 1–5.
https://doi.org/10.21767/2471-9803.1000172

Ismail, S. K., & Kenny, L. (2007). Review on hyperemesis gravidarum. Best Practice and
Research in Clinical Gastroenterology, 21(5), 755–769.
https://doi.org/10.1016/j.bpg.2007.05.008

McCarthy, F. P., Lutomski, J. E., & Greene, R. A. (2014). Hyperemesis gravidarum: Current
perspectives. International Journal of Women’s Health, 6(1), 719–725.
https://doi.org/10.2147/IJWH.S37685

Obrowski, M. (2015). Hyperemesis Gravidarum–A Serious Issue during Pregnancy: In-Depth


Clinical Review and Treatment Modalities. Women’s Health, 1(2), 38–47.
https://doi.org/10.15406/mojwh.2015.01.00010

Okia, C. C., Aine, B., Kiiza, R., Omuba, P., Wagubi, R., Muwanguzi, E., Apecu, R. O.,
Okongo, B., & Oyet, C. (2019). Prevalence, morphological classification, and factors
associated with anemia among pregnant women accessing antenatal clinic at Itojo
Hospital, south western Uganda. Journal of Blood Medicine, 10, 351–357.
https://doi.org/10.2147/JBM.S216613

20
Ramya Deepthi Vinnakota DO , Allan S. Brett MD. (2018). Iron Defificiency Anemia
Associated with Acid-Modifying Medications: Two Cases and Literature Review, The

American Journal of the Medical Sciences,doi: https://doi.org/10.1016/j.amjms.2018.10.014

RCOG. (2016). The Management of Nausea and Vomiting of Pregnancy and Hyperemesis
Gravidarum: Green-top Guideline No. 69. RCOG Green-Top Guideline No. 69, 1, 1–27

Shand, A., Austin, K., Nassar, N., & Kidson-Gerber, G. (2020). Pharmacological
management of anaemia in pregnancy: a review. Journal of Pharmacy Practice and
Research, 50(3), 205–212. https://doi.org/10.1002/jppr.1648

Thakur, M., Gautam, J., & Dangal, G. (2019). Severity of Hyperemesis Gravidarum and
Associated Maternal factors. Journal of Nepal Health Research Council, 17(3), 293–
296. https://doi.org/10.33314/jnhrc.v17i3.2113

Urso, C., Brucculeri, S., & Caimi, G. (2015). Acid–base and electrolyte abnormalities in heart
failure: pathophysiology and implications. Heart Failure Reviews, 20(4), 493–503.
https://doi.org/10.1007/s10741-015-9482-y

Wegrzyniak, et al. (2012). Treatment of hyperemesis gravidarum. British Medical Journal,


5(2), 80–84. https://doi.org/10.1136/bmj.2.1923.1375

21

Anda mungkin juga menyukai