Anda di halaman 1dari 15

KELAINAN KONGENITAL

Pendahuluan
Cacat bawaan merupakan suatu keadaan cacat lahir pada neonatus
yang tidak diinginkan kehadirannya oleh orang tua maupun petugas medis.
Perhatian kita terhadap cacat bawaan masih sangat kurang, sedangkan
negara kita saat ini telah berhasil dalam program KB serta telah
memasyarakatkan NKKBS, maka pada zaman sekarang ini masalah kualitas
hidup anak merupakan prioritas utama bagi Program kesehatan Nasional.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup anak adalah cacat
bawaan
Laporan dari beberapa penelitian dari dalam maupun dari luar negeri
angka kejadian cacat bawaan dari tahun ke tahun cenderung meningkat.
Angka kematian bayi baik didalam maupun diluar negeri dari tahun ketahun
semakin lama semakin turun , tetapi penyebab kematian mulai bergeser.
Sebelumnya penyebab kematian pada bayi sebagian besar disebabkan
masalah sepsis, asfiksia, dan sindrom distres nafas, maka akhir-akhir ini
mulai bergeser pada masalah cacat bawaan, begitu juga penyebab kematian
anak-anak yang tadi nya masalah nutrisi dan infeksi sangat dominan, tetapi
masalah cacat.
Cacat bawaan adalah keadaan cacat yang terjadi sebelum terjadi
kelahiran. Istilah anomali kongenital adalah cacat fisik maupun non fisik,
sedangkan malformasi dan dismorfi kongenital diartikan berupa cacat fisik
saja.

Kelainan Kongenital
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur
bayi yang timbul sejak kehidupan hasiI konsepsi sel telur. Kelainan kongenital
dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian
segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama
kehidupannya sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat,
hal ini seakan-akan merupakan suatu seleksi alam terhadap kelangsungan
hidup bayi yang dilahirkan. Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenitaI
besar, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan
sering pula sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya. Bayi berat lahir
rendah dengan kelainan kongenital berat, kira-kira 20% meninggal dalam
minggu pertama kehidupannya. Disamping pemeriksaan fisik, radiologik dan
laboratorik untuk menegakkan diagnose kelainan kongenital setelah bayi
lahir, dikenal pula adanya diagnosisi pre/- ante natal kelainan kongenital
dengan beberapa cara pemeriksaan tertentu misalnya pemeriksaan
ultrasonografi, pemeriksaan air ketuban dan darah janin.

A. Angka Kejadian

Kelainan kongenital pada bayi baru lahir dapat berupa satu jenis kelainan
saja atau dapat pula berupa beberapa kelainan kongenital secara bersamaan
sebagai kelainan kongenital multipel. Kadang-kadang suatu kelainan
kongenital belum ditemukan atau belum terlihat pada waktu bayi lahir, tetapi
baru ditemukan beberapa waktu setelah kelahiran bayi. Sebaliknya dengan
kermajuan tehnologi kedokteran,kadang- kadang suatu kelainan kongenital
telah diketahui selama kehidupan fetus. Bila ditemukan satu kelainan
kongenital besar pada bayi baru lahir, perlu kewaspadaan kemungkian
adanya kelainan kongenital ditempat lain. Dikatakan bahwa bila ditemukan
dua atau lebih kelainan kongenital kecil, kemungkinan ditetemukannya
kelainan kongenital besar di tempat lain sebesar 15% sedangkan bila
ditemukan tiga atau lebih kelainan kongenital kecil, kemungkinan ditemukan
kelainan kongenital besar sebesar 90%.

Angka kejadian kelainan kongenital yang besar berkisar 15 per i000 kelahiran
angka kejadian ini akan menjadi 4-5% biIa bayi diikuti terus sampai berumur
1 tahun. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (I975-1979), secara klinis
ditemukan angka kejadian kelainan kongenital sebanyak 225 bayi di antara
19.832 kelahiran hidup atau sebesar 11,6I per 1000 kelahiran hidup,
sedangkan di Rumah Sakit Dr. Pirngadi, Medan (1977-1980) sebesar 48 bayi
(0,33%) di antara 14.504 kelahiran bayi dan di Rumah Sakit Universitas
Gadjah Mada (1974-1979) sebesar 1.64da tri 4625 kelahiran bayi. Angka
kejadian dan jenis kelainan kongenital dapat berbeda-beda untuk berbagai
ras dan suku bangsa, begitu pula dapat tergantung pada cara perhitungan
besar keciInya kelainan kongenital.
B.Faktor Etiologi

Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui.


Pertumbuhan embryonal dan fetaI dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti
faktor genetik, faktor lingkungan atau kedua faktor secara bersamaan.

Beberapa faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya


kelainan kongenital antara lain:

[1] Kelainan Genetik dan Khromosom.

Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh
atas kelainan kongenital pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada
yang mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi
yang bersangkutan sebagai unsur dominan ("dominant traits") atau kadang-
kadang sebagai unsur resesif. Penyelidikan daIam hal ini sering sukar, tetapi
adanya kelainan kongenital yang sama dalam satu keturunan dapat
membantu langkah-langkah selanjutya.

Dengan adanya kemajuan dalam bidang teknologi kedokteran , maka telah


dapat diperiksa kemingkinan adanya kelainan kromosom selama kehidupan
fetal serta telah dapat dipertimbangkan tindakan-tindakan selanjutnya.
Beberapa contoh kelainan kromosom autosomal trisomi 21 sebagai sindroma
down (mongolism). Kelainan pada kromosom kelaminsebagai sindroma
turner.

[2] FAKTOR MEKANIK

Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat


menyebabkan kelainan hentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas
organ cersebut. Faktor predisposisi dalam pertumbuhan organ itu sendiri
akan mempermudah terjadinya deformitas suatu organ. Sebagai contoh
deformitas organ tubuh ialah kelainan talipes pada kaki sepcrti talipes varus,
talipes valgus, talipes equinus dan talipes equinovarus (clubfoot)

[3] Faktor infeksi.

Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang terjadi
pada periode organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan.
Adanya infeksi tertentu dalam periode organogenesis ini dapat menimbulkan
gangguan dalam pertumbuhan suatu organ rubuh. Infeksi pada trimesrer
pertama di samping dapat menimbulkan kelainan kongenital dapat pula
meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus. Sebagai contoh infeksi virus
pada trimester pertama ialah infeksi oleb virus Rubella. Bayi yang dilahirkan
oleh ibu yang menderita infeksi Rubella pada trimester pertama dapat
menderita kelainan kongenital pada mata sebagai katarak, kelainan pada
sistem pendengaran sebagai tuli dan ditemukannya kelainan jantung
bawaan. Beberapa infeksi lain pada trimester pertama yang dapat
menimbulkan kelainan kongenital antara lain ialah infeksi virus
sitomegalovirus, infeksi toksoplasmosis, kelainan-kelainan kongenital yang
mungkin dijumpai ialah adanya gangguan pertumbuhan pada system saraf
pusat seperti hidrosefalus, mikrosefalus, atau mikroftalmia.

[4]FAKTOR OBAT

Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester
pertama kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya
kelainan kongenital pada bayinya. Salah satu jenis obat yang telah diketahui
dagat menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomide yang dapat
mengakibatkan terjadinya fokomelia atau mikromelia. Beberapa jenis jamu-
jamuan yang diminum wanita hamil muda dengan tujuan yang kurang baik
diduga erat pula hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital,
walaupun hal ini secara laboratorik belum banyak diketahui secara pasti.
Sebaiknya selama kehamilan, khususnya trimester pertama, dihindari
pemakaian obat-obatan yang tidak perlu sama sekali; walaupun hal ini
kadang-kadang sukar dihindari karena calon ibu memang terpaksa harus
minum obat. Hal ini misalnya pada pemakaian trankuilaiser untuk penyakit
tertentu, pemakaian sitostatik atau prepaat hormon yang tidak dapat
dihindarkan; keadaan ini perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya sebelum
kehamilan dan akibatnya terhadap bayi.

Faktor umur ibu

Telah diketahui bahwa mongoIisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi


yang dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopause. Di bangsal bayi
baru lahir Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo pada tahun 1975-1979,
secara klinis ditemukan angka kejadian mongolisme 1,08 per 100 kelahiran
hidup dan ditemukan resiko relatif sebesar 26,93 untuk kelompok ibu
berumur 35 tahun atau lebih; angka keadaan yang ditemukan ialah 1: 5500
untuk kelompok ibu berumur < 35 tahun, 1: 600 untuk kelompok ibu
berumur 35-39 tahun, 1 : 75 untuk kelompok ibu berumur 40 - 44 tahun dan
1 : 15 untuk kelompok ibu berumur 45 tahun atau lebih.

Faktor hormonal

Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian


kelainan kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu
penderita diabetes mellitus kemungkinan untuk mengalami gangguan
pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang normal.

Faktor radiasi

Radiasi ada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat menimbulkan


kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar
pada orang tua dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi pada gene
yang mungkin sekali dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang
dilahirkannya. Radiasi untuk keperluan diagnostik atau terapeutis sebaiknya
dihindarkan dalam masa kehamilan, khususnya pada hamil muda.

Faktor gizi

Pada binatang percobaan, kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan


dapat menimbulkan kelainan kongenital. Pada manusia, pada penyelidikan-
penyelidikan menunjukkan bahwa frekuensi kelainan kongenital pada bayi-
bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan makanan lebih tinggi bila
dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya. Pada
binatang percobaan, adanya defisiensi protein, vitamin A ribofIavin, folic acid,
thiamin dan lain-Iain dapat menaikkan kejadian &elainan kongenital.

Faktor-faktor lain

Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor


janinnya sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi
faktor penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau hipertermia
diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan
kongenitai tidak diketahui.

C.Diagnosa

Pemeriksaan untuk menemukan adanya kelainan kongenital dapat dilakukan


pada -pemeriksaan janin intrauterine, dapat pula ditemukan pada saat bayi
sudah lahir. Pemeriksaan pada saat bayi dalam kandungan berdasarkan atas
indikasi oleh karena ibu mempunyai faktor resiko, misalnya: riwayat pernah
melahirkan bayi dengan kelainan kongenital, riwayat adanya kelainan-
kongenital dalam keluarga, umur ibu hamil yang mendekati menopause.

Pencarian dilakukan pada saat umur kehamilan 16 minggu. Dengan bantuan


alat ultrasonografi dapat dilakukan tindakan amniosentesis untuk mengambil
contoh cairan amnion Beberapa kelainan kongenital yang dapat didiagnose
dengan cara ini misalnya: kelainan kromosome, phenylketonuria,
galaktosemia, defek tuba neralis terbuka seperti anensefali serta
meningocele. Pemeriksaan darah janin pada kasus thallasemia. Untuk
kasus2 hidrosefalus pemeriksaan dapat diketemukan pada saat periksa hamil

D. Penanganan

Kelainan kongenital berat dapat berupa kelainan kongenital yang


memerlukan tindakan bedah, kelainan kongenital bersifat medik, dan
kelainan kongenital yang memerlukan koreksi kosmetik.

Setiap ditemukan kelainan kongenital pada bayi baru lahir, hal ini harus
dibicarakan dengan orangtuanya tentang jenis kemungkinan faktor penyebab
langkah-langkah penanganan dan prognosisnya.

(HTTP://WWW.ANGELFIRE.COM/GA/RACHMATDSOG/CONGENITAL.HTML)

Sebagian besar penyebab cacat bawaan belum diketahui dengan pasti.


Sebagian garis besar cacat bawaan disebabkan oleh faktor genetik dan
lingkungan, ada 4 kategori penyebab cacat bawaan (clark, 1991), antara lain
=
A. Lingkungan 6 %
B. Multifaktoral, gabungan antara faktor genetik dan lingkungan 20 %
C. Single mutant atau medelian trait 7,5 %
D. Keainan kromosom

Patogenesa terjadinya defek pada janin ada 4 cara, antara lain =


· Deformasi adalah suatu anomali yang disebabkan oleh tekanan mekanik
yang luar biasa pada janin yang dedang berkembang. Keadaan ini
biasanya terjadi 20 minggu kehamilan sampai trimester akhir kehamilan,
contoh dari proses deformasi antara lain bayi kemba, posisi bayi yang
tidak normal, oligohidramnion, dll.
· Disrupsi, terjadi bila ada kerusakan yang mempengaruhi atau
menghentikan morfogenesis suatu bagian tubuh yang sedang
berlangsung. Disrupsi ini terjadi oleh berbagai faktor yang bersifat
teratogen, seperti infeksi virus intrauterin, penyakit ibu, obat-obatan, zat
kimia dan cederadan cedera panas.
· Malformasi merupakan kelianan perkembangan instrinsik dalam struktur
tubuh selama kehidupan prenatal, mekanisme terjadinya malformasi
belum banyak diketahui, tetapi kemungkinan menyangkut berbagai
kesalahan dalam proses porliferasi sel, embrional, diferensiasi, migrasi
dan kematian program.
· Displasia merupakann kesalahan struktural akibat morfogenesis abnormal
yang hanya mengenai jaringan tertentu, misalnya displasia ektodermal
(yang terkena rambut, gigi, kulit, kelenjar keringat dan air mata), diplasia
jaringan ikat, diplasia skeletal yang tidak proporsional.

LABIOSKIZIS/LABIOPALATOSKIZIS

A. Pengertian
Labioskizis/Labiopalatoskizis yaitu kelainan kotak palatine (bagian depan
serta samping muka serta langit-langit mulut) tidak menutup dengan
sempurna.
B. ETIOLOGI
banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya bibir sumbing.
faktor tersebut antara lain , yaitu :
1. factor Genetik atau keturunan
Dimana material genetic dalam kromosom yang mempengaruhi/.
Dimana dapat terjadi karena adaya adanya mutasi gen ataupun
kelainan kromosom. Pada setiap sel yang normal mempunyai 46
kromosom yang terdiri dari 22 pasang kromosom non-sex ( kromosom
1 s/d 22 ) dan 1 pasang kromosom sex ( kromosom X dan Y ) yang
menentukan jenis kelamin. Pada penderita bibir sumbing terjadi
Trisomi 13 atau Sindroma Patau dimana ada 3 untai kromosom 13
pada setiap sel penderita, sehingga jumlah total kromosom pada tiap
selnya adalah 47. Jika terjadi hal seperti ini selain menyebabkan bibir
sumbing akan menyebabkan gangguan berat pada perkembangan
otak, jantung, dan ginjal. Namun kelainan ini sangat jarang terjadi
dengan frekuensi 1 dari 8000-10000 bayi yang lahir.
2. Kurang Nutrisi contohnya defisiensi Zn dan B6, vitamin C pada waktu
hamil, kekurangan asam folat.
3. Radiasi
4. Terjadi trauma pada kehamilan trimester pertama.
5. Infeksi pada ibu yang dapat mempengaruhi janin contohnya seperti
infeksi Rubella dan Sifilis, toxoplasmosis dan klamidia
6. Pengaruh obat teratogenik, termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal,
akibat toksisitas selama kehamilan, misalnya kecanduan alkohol,
terapi penitonin
7. Multifaktoral dan mutasi genetic
8. Diplasia ektodermal

C. Patofisiologi
Cacat terbentuk pada trimester pertama kehamilan, prosesnya karena
tidak terbentuknya mesoderm, pada daerah tersebut sehingga bagian
yang telah menyatu (proses nasalis dan maksilaris) pecah kembali.
Labioskizis terjadi akibat fusi atau penyatuan prominen maksilaris
dengan prominen nasalis medial yang diikuti disfusi kedua bibir, rahang,
dan palatum pada garis tengah dan kegagalan fusi septum nasi.
Gangguan fusi palatum durum serta palatum mole terjadi sekitar
kehamilan ke-7 sampai 12 mgg
D. Klasifikasi
1. Berdasarkan organ yang terlibat
a. Celah di bibir (labioskizis)
b. Celah di gusi (gnatoskizis)
c. Celah di langit (palatoskizis)
d. Celah dapat terjadi lebih dari satu organ mis = terjadi di bibir dan
langit-langit (labiopalatoskizis)
2. Berdasarkan lengkap/tidaknya celah terbentuk
Tingkat kelainan bibr sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga
yang berat. Beberapa jenis bibir sumbing yang diketahui adalah :
a. Unilateral Incomplete. Jika celah sumbing terjadi hanya disalah
satu sisi bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung.
b. Unilateral Complete. Jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah
satu sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.
c. Bilateral Complete. Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir
dan memanjang hingga ke hidung.

E. GEJALA DAN TANDA


Ada beberapa gejala dari bibir sumbing yaitu :
1. TERJADI PEMISAHAN LANGIT – LANGIT

2. TERJADI PEMISAHAN BIBIR

3. TERJADI PEMISAHAN BIBIR DAN LANGIT – LANGIT.

4. INFEKSI TELINGA BERULANG.

5. BERAT BADAN TIDAK BERTAMBAH.

6. PADA BAYI TERJADI REGURGITASI NASAL KETIKA MENYUSUI YAITU KELUARNY AIR SUSU DARI HIDUNG.
F. DIAGNOSIS
Untuk mendiagnosa terjadi celah sumbing pada bayi setelah lahir mudah
karena pada celah sumbing mempunyai ciri fisik yang spesifik. Sebetulnya
ada pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mengetahui keadaan janin
apakah terjadi kelainan atau idak. Walaupun pemeriksaan ini tidak
sepenuhya spesifik. Ibu hamil dapat memeriksakan kandungannya
dengan menggunakaan USG.

G. Komplikasi
Keadaan kelaianan pada wajah seperti bibir sumbing ada beberapa
komplikasi karenannya, yaitu ;
1. Kesulitan makan; dalami pada penderita bibir sumbing dan jika diikuti
dengan celah palatum. memerlukan penanganan khusus seperti dot
khusus, posisi makan yang benar dan juga kesabaran dalam memberi
makan pada bayi bibir sumbing
2. INFEKSI TELINGA DAN HILANGNYA DIKARENAKAN TIDAK BERFUNGSI DENGAN BAIK SALURAN YANG

MENGHUBUNGKAN TELINGA TENGAH DENGAN KERONGKONGAN DAN JIKA TIDAK SEGERA DIATASI

MAKAN AKAN KEHILANGAN PENDENGARAN.

3. Kesulitan berbicara. Otot – otot untuk berbicara mengalami penurunan


fungsi karena adanya celah. Hal ini dapat mengganggu pola berbicara
bahkan dapat menghambatnya
4. Masalah gigi. Pada celah bibir gigi tumbuh tidak normal atau bahkan
tidak tumbuh, sehingga perlu perawatan dan penanganan khusus.

H. PENATALAKSANAAN
Penanganan untuk bibir sumbing adalah dengan cara operasi.
Operasi ini dilakukan setelah bayi berusia 2 bulan, dengan berat badan
yang meningkat, dan bebas dari infeksi oral pada saluran napas dan
sistemik. Dalam beberapa buku dikatakan juga untuk melakukan operasi
bibir sumbing dilakukan hukum Sepuluh (rules of Ten)yaitu, Berat badan
bayi minimal 10 pon, Kadar Hb 10 g%, dan usianya minimal 10 minggu
dan kadar leukosit minimal 10.000/ui.
1. Perawatan
a. Menyusu ibu
Menyusu adalah metode pemberian makan terbaik untuk seorang
bayi dengan bibir sumbing tidak menghambat pengahisapan susu
ibu. Ibu dapat mencoba sedikit menekan payudara untuk
mengeluarkan susu. Dapat juga mnggunakan pompa payudara
untuk mengeluarkan susu dan memberikannya kepada bayi dengan
menggunakan botol setelah dioperasi, karena bayi tidak menyusu
sampai 6 mgg
b. Menggunakan alat khusus
 Dot domba
Karena udara bocor disekitar sumbing dan makanan
dimuntahkan melalui hidung, bayi tersebut lebih baik diberi
makan dengan dot yang diberi pegangan yang menutupi
sumbing, suatu dot domba (dot yang besar, ujung halus dengan
lubang besar), atau hanya dot biasa dengan lubang besar.
 Botol peras
Dengan memeras botol, maka susu dapat didorong jatuh di
bagian belakang mulut hingga dapat dihisap bayi
 Ortodonsi
Pemberian plat/ dibuat okulator untuk menutup sementara celah
palatum agar memudahkan pemberian minum dan sekaligus
mengurangi deformitas palatum sebelum dapat dilakukan
tindakan bedah definitive

c. Posisi mendekati duduk dengan aliran yang langsung menuju


bagian sisi atau belakang lidah bayi
d. Tepuk-tepuk punggung bayi berkali-kali karena cenderung untuk
menelan banyak udara
e. Periksalah bagian bawah hidung dengan teratur, kadang-kadang
luka terbentuk pada bagian pemisah lobang hidung
f. Suatu kondisi yang sangat sakit dapat membuat bayi menolak
menyusu. Jika hal ini terjadi arahkan dot ke bagian sisi mulut untuk
memberikan kesempatan pada kulit yang lembut tersebut untuk
sembuh
g. Setelah siap menyusu, perlahan-lahan bersihkan daerah sumbing
dengan alat berujung kapas yang dicelupkan dala hydrogen
peroksida setengah kuat atau air
2. Pengobatan
a. Dilakukan bedah elektif yang melibatkan beberapa disiplin ilmu
untuk penanganan selanjutnya. Bayi akan memperoleh operasi
untuk memperbaiki kelainan, tetapi waktu yang tepat untuk operasi
tersebut bervariasi.
b. Tindakan pertama dikerjakan untuk menutup celah bibir
berdasarkan kriteria rule often yaitu umur > 10 mgg, BB > 10 pon/
5 Kg, Hb > 10 gr/dl, leukosit > 10.000/ui
c. Tindakan operasi selanjutnya adalah menutup langitan/palatoplasti
dikerjakan sedini mungkin (15-24 bulan) sebelum anak mampu
bicara lengkap seingga pusat bicara otak belum membentuk cara
bicara. Pada umur 8-9 tahun dilaksanakan tindakan operasi
penambahan tulang pada celah alveolus/maxilla untuk
memungkinkan ahli ortodensi mengatur pertumbuhan gigi dikanan
dan kiri celah supaya normal.
d. Operasi terakhir pada usia 15-17 tahun dikerjakan setelah
pertumbuhan tulang-tulang muka mendeteksi selesai.
e. Operasi mungkin tidak dapat dilakukan jika anak memiliki
“kerusakan horseshoe” yang lbar. Dalam hal ini, suatu kontur
seperti balon bicara ditempl pada bagian belakang gigi geligi
menutupi nasofaring dan membantu anak bicara yang lebih baik.
f. Anak tersebut juga membutuhkan terapi bicara, karena langit-
langit sangat penting untuk pembentukan bicara, perubahan
struktur, juag pada sumbing yamh telah diperbaik, dapat
mempengaruhi pola bicar secara permanen.

Perinsip perawatan secara umum;


1. lahir ; bantuan pernafasan dan pemasangan NGT (Naso Gastric Tube) bila
perlu untuk membantu masuknya makanan kedalam lambung.
2. umur 1 minggu; pembuatan feeding plate untuk membantu menutup
langit-langit dan mengarahkan pertumbuhan, pemberian dot khusus.
3. umur 3 bulan; labioplasty atau tindakan operasi untuk bibir, alanasi
(untuk hidung) dan evaluasi telingga.
4. umur 18 bulan - 2 tahun; palathoplasty; tindakan operasi langit-langit bila
terdapat sumbing pada langit-langit.
5. Umur 4 tahun : dipertimbangkan repalatorapy atau pharingoplasty.
6. umur 6 tahun; evaluasi gigi dan rahang, evaluasi pendengaran.
7. umur 11 tahun; alveolar bone graft augmentation (cangkok tulang pada
pinggir alveolar untuk memberikan jalan bagi gigi caninus). perawatan
otthodontis.
8. umur 12-13 tahun; final touch; perbaikan-perbaikan bila diperlukan.
9. umur 17-18 tahun; orthognatik surgery bila perlu.

ATRESIA ESOFAGUS
A. Pengertian
 Esofagus/kerongkongan yang tidak terbentuk secara sempurna,
kerongkongan menyempit dan buntu tidak tersambung dengan
lambung sebagaimana mestinya.
 Atresia esophagus adalah tidak adanya kesinambungan esophagus
secara congenital umumnya disertai fistula trakheo esophageal dan
ditandai dengan salvias (pengeluaran air liur) berlebihan, tercekik,
muntah bila makan, Cyanosis, dan dyspnea.
 Atresia esofagus merupakan suatu kelainan bawaan pada saluran
pencernaan yang diseababkan karena penyumbatan bagian
proksimal esofagus sedangkan bagian distal berhubungan dengan
trakea.

B. Etiologi
 Beberapa etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya
kelaianan kongenital atresia esofagus :
1. Faktor obat; Salah satu obat yang diketahui dapat menimbulkan
kelainan kongenital ialah thalidomine
2. Faktor radiasi; Radiasi pada permulaan kehamilan mungkin dapat
menimbulkan kelainan kongenital pada janian yang dapat
mengakibatkan mutasi pada gen.
3. Faktor gizi; Penyelidikan menunjukan bahwa frekuensi kelainan
congenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang
kekurangan makanan

C. Patofisiologi
Secara epidemiologi anomaly ini terjadi pada umur kehamilan 3-6 minggu
akibat =
1. Diferensiasi usus depan yang tidak sempurna dalam memisahkan diri
untuk masing-masing menjadi esophagus dan trekea
2. Perkembangan sel endoteral yang tidak lengkap sehingga
menyebabkan terjadinya atresia
3. Perlekatan dinding lateral usus depan yang tidak sempurna sehingga
terjadi fistula trekeo esophagus. Faktor genetic tidak berperan dalam
patogenesis ini
D. Klasifikasi
1. Tipe A = 87 %
Segmen bagian atas esophagus berakhir dikantong, segmen bagian
bawah berhubungan trachea melalui fistula, karena berhubungan
dengan trachea maka berbahaya, bisa tersedak dan sesak nafas

Anda mungkin juga menyukai