Anda di halaman 1dari 14

HUBUNGAN PEMASANGAN IMPLAN GIGI TERHADAP PASIEN

DIABETES MELLITUS

A. DIABETES MELLITUS

1. Definisi Diabetes Mellitus

Diabetes Melitus merupakan suatu penyakit multisistem dengan ciri hiperglikemia akibat
kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Kelainan pada sekresi/kerja insulin
tersebut menyebabkan abnormalitas dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.
Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang,
disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan
pembuluh darah. World Health Organization (WHO) sebelumnya telah merumuskan bahwa
DM merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan
singkat, tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan
kimiawi akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan
gangguan fungsi insulin.

2. Klasifikasi Diabetes Mellitus

a) Diabetes Tipe 1, DM tipe 1 atau yang dulu dikenal dengan nama Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (IDDM), terjadi karena kerusakan sel b pankreas (reaksi autoimun).
Bila kerusakan sel beta telah mencapai 80--90% maka gejala DM mulai muncul.
Perusakan sel beta ini lebih cepat terjadi pada anak-anak daripada dewasa. Sebagian
besar penderita DM tipe 1 mempunyai antibodi yang menunjukkan adanya proses
autoimun, dan sebagian kecil tidak terjadi proses autoimun. Kondisi ini digolongkan
sebagai tipe 1 idiopatik. Sebagian besar (75%) kasus terjadi sebelum usia 30 tahun,
tetapi usia tidak termasuk kriteria untuk klasifikasi.
b) Diabetes Tipe 2, DM tipe 2 merupakan 90% dari kasus DM yang dulu dikenal sebagai
non insulin dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Pada diabetes ini terjadi
penurunan kemampuan insulin bekerja di jaringan perifer (insulin resistance) dan
disfungsi sel beta. Akibatnya, pankreas tidak mampu memproduksi insulin yang
cukup untuk mengkompensasi insulin resistan. Kedua hal ini menyebabkan terjadinya
defisiensi insulin relatif. Gejala minimal dan kegemukan sering berhubungan dengan
kondisi ini,yang umumnya terjadi pada usia > 40 tahun. Kadar insulin bisa normal,
rendah, maupun tinggi, sehingga penderita tidak tergantung pada pemberian insulin.
c) DM dan kehamilan (Gestational Diabetes Mellitus - GDM) adalah kehamilan normal
yang disertai dengan peningkatan insulin resistan (ibu hamil gagal mempertahankan
euglycemia). Faktor risiko GDM: riwayat keluarga DM, kegemukan, dan glikosuria.
GDM ini meningkatkan morbiditas neonatus, misalnya hipoglikemia, ikterus,
polisitemia, dan makrosomia. Hal ini terjadi karena bayi dari ibu GDM mensekresi
insulin lebih besar sehingga merangsang pertumbuhan bayi dan makrosomia.
Frekuensi GDM kira-kira 3--5% dan para ibu tersebut meningkat risikonya untuk
menjadi DM di masa mendatang.
d) Diabetes Tipe Lain, Subkelas DM di mana individu mengalami hiperglikemia akibat
kelainan spesifik (kelainan genetik fungsi sel beta), endokrinopati (penyakit
Cushing’s, akromegali), penggunaan obat yang mengganggu fungsi sel beta (dilantin),
penggunaan obat yang mengganggu kerja insulin (b-adrenergik), dan infeksi/sindroma
genetic (Down’s, Klinefelter’s).

3. Penyebab Diabetes Mellitus

Diabetes Tipe 1 dipercaya sebagai penyakit autoimun, di mana sistem imun tubuh sendiri
secara spesifik menyerang dan merusak sel-sel penghasil insulin yang terdapat pada pankreas.
Belum diketahui hal apa yang memicu terjadinya kejadian autoimun ini, namun bukti-bukti
yang ada menunjukkan bahwa faktor genetik dan faktor lingkungan seperti infeksi virus
tertentu berperan dalam prosesnya. Walaupun diabetes tipe 1 berhubungan dengan faktor
genetik, namun faktor genetik lebih banyak berperan pada kejadian diabetes tipe 2.

Diabetes tipe 2 diduga disebabkan oleh kombinasi faktor genetik dan lingkungan. Banyak
pasien diabetes tipe 2 memiliki anggota keluarga yang juga menderita diabetes tipe 2 atau
masalah kesehatan lain yang berhubungan dengan diabetes, misalnya kolesterol darah yang
tinggi, tekanan darah tinggi (hipertensi) atau obesitas. Keturunan ras Hispanik, Afrika dan
Asia memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk menderita diabetes tipe 2. Sedangkan faktor
lingkungan yang mempengaruhi risiko menderita diabetes tipe 2 adalah makanan dan
aktivitas fisik kita sehari-hari. Berikut ini adalah faktor-faktor risiko mayor seseorang untuk
menderita diabetes tipe 2, antara lain :

 Riwayat keluarga inti menderita diabetes tipe 2 (orang tua atau kakak atau adik)
 Tekanan darah tinggi (>140/90 mm Hg)
 Dislipidemia: kadar trigliserida (lemak) dalam darah yang tinggi (>150mg/dl) atau
kadar kolesterol HDL <40mg/dl
 Riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Glukosa Darah Puasa Terganggu
(GDPT)
 Riwayat menderita diabetes gestasional atau riwayat melahirkan bayi dengan berat
lahir lebih dari 4.500 gram
 Makanan tinggi lemak, tinggi kalori
 Gaya hidup tidak aktif (sedentary)
 Obesitas atau berat badan berlebih (berat badan 120% dari berat badan ideal)
 Usia tua, di mana risiko mulai meningkat secara signifikan pada usia 45 tahun
 Riwayat menderita polycystic ovarian syndrome, di mana terjadi juga resistensi
insulin

Diabetes gestasional disebabkan oleh perubahan hormonal yang terjadi selama kehamilan.
Peningkatan kadar beberapa hormon yang dihasilkan plasenta membuat sel-sel tubuh menjadi
kurang responsif terhadap insulin (resistensi insulin). Karena plasenta terus berkembang
selama kehamilan, produksi hormonnya juga semakin banyak dan memperberat resistensi
insulin yang telah terjadi. Biasanya, pankreas pada ibu hamil dapat menghasilkan insulin
yang lebih banyak (sampai 3x jumlah normal) untuk mengatasi resistensi insulin yang terjadi.
Namun, jika jumlah insulin yang dihasilkan tetap tidak cukup, kadar glukosa darah akan
meningkat dan menyebabkan diabetes gestasional. Kebanyakan wanita yang menderita
diabetes gestasional akan memiliki kadar gula darah normal setelah melahirkan bayinya.
Namun, mereka memiliki risiko yang lebih tinggi untuk menderita diabetes gestasional pada
saat kehamilan berikutnya dan untuk menderita diabetes tipe 2 di kemudian hari.

4. Gejala Diabetes Mellitus

 Keluhan umum yang timbul pada pasien DM :


 poliuria (banyak berkemih)
 polidipsia (rasa haus sehingga jadi banyak minum)
 polifagia (banyak makan karena perasaan lapar terus-menerus)
 penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya

 Keluhan tambahan yang timbul pada pasien DM :


 lemas, mudah lelah, kesemutan, gatal
 penglihatan kabur
 penyembuhan luka yang buruk
 disfungsi ereksi pada pasien pria
 gatal pada kelamin pasien wanita

Diagnosis DM tidak dapat didasarkan atas ditemukannya glukosa pada urin saja,
melainkan dengan dilakukannya pemeriksaan kadar glukosa darah dari pembuluh darah vena.
Sedangkan untuk melihat dan mengontrol hasil terapi dapat dilakukan dengan memeriksa
kadar glukosa darah kapiler dengan glukometer. Seseorang didiagnosis menderita DM jika ia
mengalami satu atau lebih kriteria di bawah ini:

a) Mengalami gejala klasik DM dan kadar glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dL.
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa
memperhatikan waktu makan terakhir pasien.
b) Mengalami gejala klasik DM dan kadar glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL. Puasa
artinya pasien tidak mendapat kalori tambahan minimal selama 8 jam.
c) Kadar gula plasma 2 jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) ≥200 mg/dL.
TTGO adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan memberikan larutan glukosa
khusus untuk diminum. Sebelum meminum larutan tersebut akan dilakukan
pemeriksaan kadar glukosa darah, lalu akan diperiksa kembali 1 jam dan 2 jam setelah
meminum larutan tersebut.
d) Pemeriksaan HbA1C ≥ 6.5%.

Jika kadar glukosa darah seseorang lebih tinggi dari nilai normal tetapi tidak masuk ke
dalam kriteria DM, maka termasuk dalam kategori prediabetes. Kriteria prediabetes antara
lain :

a) Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT), yang ditegakkan bila hasil pemeriksaan
glukosa plasma puasa didapatkan antara 100 – 125 mg/dL dan kadar glukosa plasma
2 jam setelah meminum larutan glukosa TTGO < 140 mg/dL.
b) Toleransi Glukosa Terganggu (TGT), yang ditegakkan bila kadar glukosa plasma 2
jam setelah meminum larutan glukosa TTGO antara 140 – 199 mg/dL.
Tabel kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM:

Bukan DM Belum Pasti DM DM


Kadar glukosa darah Plasma vena <100 100-199 ≥200
sewaktu (mg/dL) Darah kapiler <90 90-199 ≥200
Kadar glukosa darah Plasma vena <100 100-125 ≥126
puasa (mg/dL) Darah kapiler <90 90-99 ≥100

5. Manifestasi Oral Diabetes Mellitus

a) Burning mouth syndrome


b) Oral candidiasis
c) Dental caries
d) Gingivitis
e) Glossodynia
f) Lichen planus
g) Neurosensory dysesthesias periodontitis
h) Salivary dysfunction
i) Taste dysfunction
j) Xerostomia

B. IMPLAN GIGI

1. Definisi Implan Gigi

Implan gigi merupakan salah satu cara untuk mengganti gigi yang hilang sehingga
diperoleh fungsi pengunyahan, estetik dan kenyamanan yang ideal. Implan gigi adalah akar
gigi tiruan yang ditanam ke dalam rahang untuk menggantikan akar gigi asli yang telah
hilang. Proses penanaman dilakukan melalui mekanisme pembedahan minor, yaitu dengan
cara membuka gusi dan kemudian membuat lubang di bagian tulang dengan ukuran antara 3-
4 milimeter dengan panjang bervariasi sesuai dengan kebutuhan. Implan gigi mempunyai
manfaat fungsional dan juga estetika, dimana fungsi pengunyahan pasien dapat
disempurnakan dan juga mengembalikan senyum pasien menjadi lebih menawan dengan
susunan gigi yang mirip dengan gigi aslinya sehingga dapat meningkatkan rasa percaya diri.
Implant gigi juga lebih rigid dan stabil sehingga terlihat lebih natural dan mempunyai
kekuatan gigitan yang lebih baik.

Pada prinsipnya implan gigi memerlukan bahan yang dapat diterima jaringan tubuh,
cukup kuat dan dapat berfungsi bersama-sama dengan restorasi protesa di atasnya. Menurut
Boskar (1986) dan Reuther (1993), syarat implan gigi adalah sebagai berikut :
a) Biokompatibel : non toksik, non alergik, non karsinogenik, tidak merusak dan tidak
mengganggu penyembuhan jaringan sekitar serta tidak korosif.
b) Cukup kuat untuk menahan beban pengunyahan.
c) Resistensi tinggi terhadap termal dan korosi.
d) Elastisitasnya sama atau hampir sama dengan jaringan sekitar.
e) Dapat dibuat dalam berbagai bentuk.

2. Indikasi dan Kontra Indikasi Pemasangan Implan Gigi

 Indikasi pemasangan implan gigi, adalah :


 Pada pasien dengan ketebalan tulang rahang yang cukup.
 Pasien dengan kebersihan rongga mulut yang baik.
 Pasien yang kehilangan semua atau sebagian gigi geliginya, akan tetapi sulit
memakai gigi tiruan konvensional akibat adanya koordinasi otot mulut yang
kurang sehingga stabilitas gigi tiruan sulit tercapai atau adanya refleks muntah
sehingga sulit memakai gigi tiruan.
 Pasien yang menolak gigi aslinya diasah untuk pembuatan gigi tiruan.

 Kontra indikasi pemasangan implan gigi, adalah :


 Pada pasien dengan keadaan patologi pada jaringan lunak dan keras.
 Luka ekstraksi yang baru.
 Pasien dengan penyakit sistemik.
 Pasien yang hipersensitif terhadap salah satu komponen implan.
 Pasien dengan kebiasaan buruk seperti bruksism, merokok dan alkohol.
 Pasien dengan kebersihan mulut yang jelek.
3. Klasifikasi Implan Gigi

Implan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori, antara lain :

1) Berdasarkan bahan yang digunakan

a. Logam
Terdiri dari Stainless Steel, Vitallium, Titanium dan logam. Pemakaian Stainless
Steel merupakan kontra indikasi bagi pasien yang alergi terhadap nikel,
pemakaiannya juga dapat menyebabkan arus listrik galvanik jika berkontak
dengan logam campuran atau logam murni. Vitallium paling sering digunakan
untuk kerangka implan subperiosteal. Titanium terdiri dari titanium murni dan
logam campuran titanium yang tahan terhadap korosi. Implan yang dibuat dari
logam dengan lapisan pada permukaan adalah implan yang menggunakan
titanium yang telah diselubungi dengan lapisan tipis keramik kalsium fosfat pada
bagian strukturnya.

b. Keramik
Keramik terdiri keramik bioaktif dan bio-inert. Bioaktif berarti bahan yang
memiliki kemampuan untuk merangsang pertumbuhan tulang baru disekitar
implan, contoh dari bahan ini adalah hidroksiapatit dan bioglass. Bio-inert adalah
bahan yang bertolenrasi baik dengan tulang tetapi tidak terjadi formasi tulang.

c. Polimer dan Komposit


Polimer dibuat dalam bentuk porus dan padat, digunakan untuk peninggian dan
penggantian tulang. Merupakan suatu bahan yang sukar dibersihkan pada bagian
yang terkontaminasi dan pada partikel porusnya karena sifatnya yang sensitif
terhadap formasi sterilisasi.

2) Berdasarkan penempatannya dalam jaringan

a. Implan subperiosteal
Implan ini lebih lama dibanding jenis implan yang lain dan pertama sekali
diperkenalkan oleh Muller dan Dahl pada tahun 1948. Implan ini tidak ditanam
ke dalam tulang, melainkan diletakkan diatas tulang alveolar dan dibawah
periosteum. Terutama digunakan pada kondisi rahang yang mengalami atrofi
yang hebat, apabila pasien telah mengalami kegagalan berkali-kali dalam
pemakaian protesa atau pada kasus dimana proses atrofi menimbulkan rasa sakit
pada daerah mentalis. Implan ini memerlukan teknik insersi dua tahap.
Penggunaan implan subperiosteal pada rahang atas telah dibatasi karena
dilaporkan bahwa keberhasilannya dalam lima tahun tidak mencapai 75%. Implan
ini juga tidak dianjurkan untuk ditempatkan pada tempat yang antagonisnya
merupakan gigi asli.

b. Implan endosteal

Implan endosteal ditanam ke dalam tulang rahang melalui gusi dan periosteum,
sebagian tertanam dan terkait dalam tulang. Implan ini mempunyai tiga desain
dasar yaitu blade, cylinder dan screw. Dalam implan endosteal diharapkan terjadi
osseointegrasi yaitu penyatuan tulang dengan implan tanpa diperantarai jaringan
lunak. Popularitas implan endosteal semakin meningkat, terlihat dari banyaknya
pilihan desain yang dapat digunakan. Laporan-laporan menyebutkan bahwa
tingkat keberhasilannya dapat melebihi 15 tahun apabila teknik bedah dan
perawatan pasca bedah dilakukan dengan baik. Ditinjau dari teknik bedahnya,
implan endosteal terdiri dari teknik insersi satu tahap dan insersi dua tahap. Pada
teknik satu tahap, pembedahan hanya dilakukan sekali sehingga tonggak
abutment menonjol keluar mukosa setelah operasi selesai. Sedangkan pada teknik
dua tahap, operasi dilakukan dua kali yaitu operasi pertama untuk meletakkan
implan pada tulang rahang. Setelah masa penyembuhan, dilakukan operasi kedua
untuk pemasangan abutment.

c. Implan transosteal atau transosseous

Merupakan implan gigi yang menembus tulang rahang dan hanya digunakan pada
rahang bawah. Implan jenis ini jarang dipakai dan dilaporkan memiliki tingkat
keberhasilan yang rendah.
3) Berdasarkan pilihan perawatan

Pada tahun 1989, Misch melaporkan bahwa terdapat lima pilihan perawatan
berdasarkan prostetik pada implan. Dari kelima pemilihan perawatan tersebut tiga
yang pertama merupakan protesa cekat (FP), dimana ia boleh disekrupkan atau
disemenkan. Protesa cekat diklasifikasikan berdasarkan jumlah struktur jaringan keras
dan lunak yang diganti. Dua lagi merupakan protesa lepasan (RP) yang
diklasifikasikan berdasarkan kekuatannya.
 FP-1 : Protesa cekat, hanya mahkota gigi yang diganti; tampak seperti gigi asli
 FP-2 : Protesa cekat; mahkota dan sebagaian dari akarnya tampak normal pada
sebagian oklusal tetapi mengalami elongasi pada sebagian gingiva.
 FP-3 : Protesa cekat; menggantikan mahkota yang hilang dan warna gingiva
sebagian dari ruang edentulus; protesa yang paling sering digunakan adalah gigi
palsu dan gingiva akrilik, tetapi boleh dibuat dari porselen atau logam
 RP-4 : Protesa lepasan; dukungan overdenture sepenuhnya oleh implan.
 RP-5 : Protesa lepasan; dukungan overdenture oleh jaringan lunak dan implan.

4. Prosedur Pemasangan Implan Gigi

Secara umum prosedur dalam pemasangan implan gigi antara lain :

1) Seleksi Pasien

Beberapa ahli mengemukakan bahwa salah satu kunci keberhasilan suatu dental implan
ialah dalam seleksi pasien. Seleksi umum adalah keadaan penderita yang betul-betul baik
untuk pemasangan implan. Dalam hal ini dapat berkonsultasi dengan ahli lain misalnya
spesialis penyakit dalam. Secara psikis, penderita harus betul-betul “well motivated” setelah
melalui “well informed” dari operator dan diwujudkan nantinya sebelum penandatanganan
“Informed Concent” dengan penuh kesadaran dan keyakinan . Mengenai indikasi seleksi
lokal apakah memang rahang penderita masih dalam batas-batas indikasi dengan
memperkecil kemungkionan komplikasi prosedur bedah dan distribusi beban yang akan
diterima dental implan, diharapkan sama atau mendekati seperti keadan gigi asli. Untuk
menunjang keberhasilan pemasangan suatu implan maka sebelumnya perlu dilakukan
pemeriksaan-pemeriksaan pada pasien tersebut. Pemeriksaan meliputi pemeriksaan
laboratorium, klinis dan Rontgenologis secara cermat untuk mengetahui:
 Kesehatan penderita
Pasien implan yang berusia lanjut dan dengan kondisi penyakit istemik kronis, misalnya
diabetes mellitus yang tidak terkontrol, pasien dengan penyakit akut dan kelainan
sistemik tertentu akan mnelemahkan daya tahan tubuh pasien dan merupakan
penghalang keberhasilan implan. Untuk itu diperlukan pemeriksaan yang seksama
sehingga hasil implantasi akan diperoleh hasil yang baik.
 Kesehatan tulang rahang, gingiva dan mukosa mulut.
Umumnya pasien dengan kehilangan giginya dan akan dilakukan pemasang implan,
padsa umumnya disertai dengan oral gigiene yang buruk. Pasien dengan oral higiene
yang buruk merupakan kontra indikasi relatif terhadap pemasangan implan. Adanya
kelainan patologis pada tulang rahang dan gingiva daerah pemasangan implan akan
mempengaruhi keberhasilan oseointegrasi. Kuantitas dan kualitas tulang rahang harus
cukup baik untuk menopang implan., sehingga implan yang dipasang akan mempunyai
kestabilan yang cukup. Sikap mental dan kooperatif pasien sangat penting dalam
menunjang keberhasilan pemasangan implan. Pasien yang tidak kooperatif bukan
merupakan calon penerima implan yang baik.

2) Tahap pembedahan / Infra struktur

Tahap ini dikenal pula dengan tahap implantasi . Dilaksanakan setelah seleksi pasien dan
telah dilakukan analisa secara seksama. Keadaan yang dijumpai / didapat harus menjadi
pertimbangan dalam pelaksanaan implantasi. Pengamatan klinis dan analisa data akan
memberikan gambaran keberhasilan suatu implan. Livingston R..J, 1994, mengemukakna
bahwa keberhasilan suatu implan endosteal tergantung dari berbagai faktor melipuiti seleksi
dari biocompatible material ,biomechanical design, evluasi kesehatan umum dan gigi,
menepati protokol pembedahan, kecakapan aplikasi prostetik dan pemeliharaan oral higene
yang baik. Tentang teknik prosedur pembedahan dilaksanakan sesuai dengan jenis implan
yang akan dipasang. Tiap jenis implan oleh pabriknya telah ditetapkan prosedur
penanamannya termasuk alat yang dipergunakan pada prosedur pembedahannya. Pada
umunya tahap implantasi terbagi dalam ‘Softtissue procedutre” dan“bone procedur”. Pada
prosedur pembedahan jaringan lunak tidak banyak adanya perbedaan, tetapi pada tahap
pemasangan implan dari masing-masing jenis sangat berbeda baik tekniknya maupun alat-
alat yang dipergunakannya.
3) Perawatan pasca bedah

 Kompres dingin untuk 24 jam pertama


 Berikan antibiotika sesuai indikasi
 Bila menggunakan GTS buang akrilik pada regio protesa yang menduduki
implant
 Jahitan diangkat setelah 7-10 hari
 Biarkan implant tanpa dibebani selama periode penyatuan
 Post-operasi diet cair dan makanan lunak
 Jangan menggunakan protesa pada minggu pertama

4) Evaluasi akhir

C. HUBUNGAM PEMASANGAN IMPLAN GIGI TERHADAP PASIEN DIABETES


MELLITUS

Diabetes atau yang lebih sering dikenal sebagai kencing manis merupakan penyakit
kronis yang banyak diderita orang di dunia. Penyakit ini dapat menyebabkan berbagai
komplikasi di bagian tubuh lainnya. Pada lingkungan mulut sendiri penderita diabetes dapat
mengalami xerostomia (berkurangnya air liur), pembengkakan kelenjar parotis,
meningkatnya jumlah karies (lubang gigi), meningkatnya resiko terkena penyakit pada
jaringan penyangga gigi (gusi dan tulang alveolar). Penderita diabetes juga lebih rentan
terjangkit infeksi, penyembuhan pasca operasi juga berjalan lebih lambat dan pembentukan
jaringan nekrosis (jaringan mati) lebih banyak.
Implan gigi adalah salah satu metode yang digunakan untuk menggantikan gigi yang
hilang. Implan secara langsung di tanam ke dalam tulang, ia memberikan stabilitas yang baik
pada gigi baru, penampilan lebih alami, dan meminimalkan resiko resorpsi tulang dan atrofi serta
kemampuan fungsi mengunyah juga kembali dengan baik. Dalam implan gigi terjadi proses
osseointegrasi dimana pada proses ini terjadinya kontak langsung antara implan dan tulang
rahang. Ada studi yang menyatakan penyembuhan luka pada pasien diabetes setelah operasi
terjadi lebih lambat dibandingkan pasien non diabetes, hal itu dapat menyebabkan terjadinya
nekrosis jaringan. Proses penyembuhan luka melibatkan migrasi, adhesi, profilerasi dan
diferensiasi berbagai tipe sel. Diabetes melitus mengakibatkan penyembuhan luka yang agak
lama karena pengurangan pasokan vaskular akibat mikroangiopati, penurunan pertahanan host,
formasi AGE’s (advanced glycation end products), penurunan produksi kolagen dan peningkatan
aktivitas kolagen. Karena hal-hal tersebut seringkali implant gigi dianggap kontra indikasi
pada penderita diabetes.
Seiring berkembangnya ilmu kedokteran gigi modern, berkembang pula ilmu
pengobatan pada penderita diabetes. Diketahui dari beberapa penelitian, penderita diabetes
dengan gula darah yang terkontrol memiliki lebih sedikit komplikasi pada jaringan
periodontal mereka. Karenanya penderita diabetes mellitus dengan kadar gula darah yang
terkontrol kini tidak lagi menjadi kontraindikasi pada perawatan implant gigi. Pada penderita
diabetes tindakan-tindakan pencegahan tertentu bisa meningkatkan kemungkinan
keberhasilan implan gigi, diantaranya :
Beberapa hal penting perlu diperhatikan dalam pemasangan implan gigi untuk
penderita diabetes, antara lain :
1) Screening yang layak sangat diperlukan. Sebuah riwayat kesehatan komprehensif
harus diperoleh dari setiap pasien yang akan menjalani terapi implan, dengan
perhatian diberikan pada masalah-masalah sistemik dasar. Jika pasien memiliki
riwayat diabetes, maka informasi tambahan harus diperoleh tentang pengobatan
yang dijalaninya sekarang ini. Pastikan gula darah pasien terkontrol selalu dan dalam
level normal di saat pemasangan implan. Jika konrol metabolic pasien diabetes tidak
layak secara klinis, maka akan sangat baik jika kita menunda terapi implant sampai
kontrol yang lebih baik dicapai.

2) Keadaan umum pasien baik dan tidak ada penyakkit infeksi lain.
3) Berikan antibiotik adekuat sebelum dan sesudah pemasangan implant. Pemberian
antibiotik spektrum-luas selama 10 hari harus dimulai pada hari dilakukannya bedah
untuk mengurangi risiko infeksi. Antibiotik yang dipilih untuk profilaksis harus
bakterisida dan toksisitas rendah , misalnya penisilin atau amoksisilin.

4) Kebersihan mulut harus dijaga oleh pasien guna mencegah terjadinya penyakit pada
jaringan penyangga gigi.
5) Pemberian obat kumur berbahan chlorhexidine 0,12% telah terbukti mengurangi
komplikasi infeksi yang terkait dengan implan gigi.
6) Dokter harus menekankan kepada pasien tentang pentingnya mengkonsumsi semua
obat diabetes pada hari-hari selama pembedahan dan mempertahankan kadar kontrol
metabolic yang layak selama periode penyembuhan. Obat-obatan diabetes harus
dikonsumsi secara teratur guna mengontrol gula darah pasien yang tentunya
berpengaruh pada keberhasilan implant itu sendiri.
7) Dampak merokok yang berbahaya terhadap implant yang tidak berpadu dengan
tulang juga telah ditemukan. Walaupun hasil-hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa pasien diabetes yang merokok bisa sukses dengan implant gigi, namun
penulis meyakini bahwa kombinasi antara merokok dan diabetes bisa meningkatkan
risiko kegagalan implant. Untuk alasan inilah, pasien-pasien diabetes yang merokok
harus didorong untuk memasuki sebuah program pemberhentian merokok sebelum
bedah implant.

KESIMPULAN

REFERENSI

http://diabetesmelitus.org/komplikasi-diabetes-melitus/

http://diabetesmelitus.org/penyebab-diabetes-melitus/

http://diabetesmelitus.org/gejala-diabetes-melitus/

http://penyakitdiabetesmellitus.blogspot.com/2011/10/klasifikasi-diabetes-melitus.html

http://emanoov.blogspot.com/2012/11/definisi-klasifikasi-etiologi-dan.html

http://manifestasioralpadapasiendiabetes.blogspot.com/

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28589/4/Chapter%20II.pdf

http://pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2011/10/pustaka_unpad_implantasi_sistim_implan_gigi-_i-t-i.pdf

http://www.klinikvegi.com/implan-gigi-untuk-penderita-diabetes/

http://bukujurnalartikel.blogspot.com/2010/04/pemasangan-implant-gigi-pada-pasien.html

Anda mungkin juga menyukai