Anda di halaman 1dari 4

Kewajiban Dokter Gigi Terhadap Penderita

Studi Kasus :

Pelaksanaan Subsidi Silang Terhadap Penederita Kurang Mampu

Banyaknya kasus malapraktik di negara ini merupakan salah satu bentuk dari kurang
demokratisnya dokter dalam melayani pasien. Tidak dapat disangkal bahwa di negara ini masih
banyak rumah sakit yang menerapkan doctor-oriented. Padahal, seharusnya manajemen rumah
sakit menetapkan patient-oriented.

Seperti contoh kasus yang terjadi dalam dunia kedokteran gigi di Indonesia, yaitu dimana
seorang dokter gigi yang cukup terkenal didatangi seorang pasien yang masuk katagori kurang
mampu. Sang pasien mengalami gangguan pada gusinya, yaitu pembengkakan yang cukup
parah. Pasien tersebut tidak memiliki cukup uang untuk membiayai pengobatan yang dilakukan

Akibat manajemen rumah sakit yang kerap kali "menganakemaskan" para dokternya, dalam
artian mengelola rumah sakit berdasarkan keinginan para dokter, telah menjadi bumerang bagi
perkembangan rumah sakit di negara ini. Contoh kecil berkembangnya sikap doctor-oriented
dapat dilihat dari perekrutan dokter oleh pihak pengelola rumah sakit. Dalam hal ini, pihak
manajemen akan mempekerjakan dokter-dokter yang sudah terkenal dan mempunyai pasien
tetap. Secara ekonomis, praktik seperti ini memang menguntungan. Pasien-pasien dokter yang
direkrut tersebut akan berpindah ke rumah sakit di mana si dokter berpraktik, selain berpraktik
secara pribadi. Padahal, hal seperti ini tidak boleh dilakukan karena dokter dengan
kemampuannya yang terbatas, tidak mungkin bisa menangani begitu banyak pasien. Otak dan
tubuh kita perlu istirahat setelah digunakan dalam jangka waktu tertentu. Tapi, hal ini sering
diabaikan karena sejumlah dokter lebih mementingkan nilai material yang dapat diraihnya.

Dokter jangan hanya berpikiran bagaimana mendapatkan materi yang banyak. Tidak dapat
disangkal, budaya hedonistik telah merambah begitu banyak kaum profesional, termasuk dokter
di negara ini. Dokter juga kan harus kaya begitu komentar salah seorang dokter yang kerja di
salah satu rumah sakit umum di kota ini. Ironis sekali, uang kini menjadi abdi pelayanan.
Padahal, pekerjaan dokter erat kaitannya dengan nilai-nilai kemanusiaan. Karena itu, kasih
kepada manusia seharusnya menjadi landasan utama dokter dalam mengerjakan tugas-tugasnya.

Medical Tourism
Kembali kepada berbagai kasus malapraktik yang terjadi di Indonesia. Akibat pelayanan dokter
yang kurang baik, menyebabkan banyak warga Indonesia yang mampu pergi untuk beronat ke
Singapura. Dipilihnya Negara Singa tersebut karena letak negara berpenduduk 4 juta itu dekat
dengan Indonesia. Dan yang lebih penting lagi, karena pelayanan kesehatan di negara itu sudah
teruji secara internasional.

Bahkan saat ini, Singapura pun tengah gencar melancarkan program medical tourism dengan
pangsa pasarnya para pasien dari seluruh dunia. Pada saat ini, sasaran pasien yang dituju adalah
dari Indonesia, Malaysia, dan Brunei. Pasien dari ketiga negara ini, berdasarkan data statistik
yang ada di negara itu, merupakan kontributor pasien internasional yang cukup signifikan bagi
Negara Singa tersebut.

Mengapa para pasien internasional datang ke Singapura? Ada sejumlah alasan yang bisa
menjelaskan mengenai cukup banyaknya pasien asing di Singapura termasuk pasien yang berasal
dari Indonesia.

Pertama, Singapura memiliki pusat-pusat kesehatan terbaik. Rumah sakit-rumah sakit dan pusat-
pusat kesehatan khusus di Singapura menyediakan pusat gabungan berbagai bidang seperti
kardiologi (jantung), opthalmology (mata), oncology (kanker), obstetrics dan gynaecology
(kandungan), otolaryngology (telinga, hidung, tenggorokan), gastroenterology (sistem
pencernaan dan hati) dan neurology (syaraf). Di tempat ini para pasien menerima perawatan
kesehatan bermutu dan mutakhir yang diberikan oleh para profesional medis terkemuka.

Kedua, Singapura adalah pusat biomedis pertama di Asia. Dengan kemampuan riset bertaraf
dunia di bidang genomics, biologi molekul, bioengineering dan nanoteknologi, bioinformatika
serta pendirian biopolis untuk aktivitas riset biomedis. Singapura mengembangkan
kemampuannya dari riset dasar hingga pengujian klinis dan pelayanan kesehatan. Hal ini
memungkinkan para petugas medis profesional untuk melakukan perawatan dan terapi inovatif
terkini.
Ketiga, Singapura adalah tempat penyegaran untuk para profesional medis. Berkaitan dengan
ketersediaan infrastruktur pelayanan kesehatan kelas satu, kelompok ahli medis Singapura telah
menarik perhatian sejumlah profesional medis internasional. Mereka datang ke Singapura untuk
berlatih, belajar, berbagi, dan menjalin koneksi. Selain itu, sebagai kota konvensi paling
terkemuka di Asia, Singapura telah berperan sebagai tuan rumah berbagai konferensi,
simposium, seminar, dan training setiap tahun yang dihadiri oleh sejumlah profesional medis
internasional.

Keempat, Singapura mempromosikan suatu lingkungan yang menetapkan dan menjalankan


standar untuk melindungi kesehatan masyarakat secara efisien, bahkan terus melakukan inovasi
dalam bidang teknologi medis. Health Science Authority (HAS) misalnya, lembaga ini membuat
standar pengaturan evaluasi obat-obatan, administrasi farmasi, peralatan medis, obat-obatan
transfusi dan sebagainya. Begitu pula dengan Sistem Informasi Manajemen yang
terkomputerisasi baik untuk operasional sendiri, maupun untuk membantu pengambilan
keputusan di tingkat pengelola rumah sakit. Dengan demikian, para pasien memiliki akses yang
lebih cepat untuk memperoleh pelayanan dan produk-produk perawatan kesehatan yang terbaru.

Kelima, Singapura adalah kota yang aman. Hal ini tentunya memberikan ketenangan batin bagi
para masyarakatnya. Tingkat kejahatan yang rendah dan lingkungan yang bersih menjadikan
Singapura sebagai negara yang paling diminati dan tempat yang aman untuk dikunjungi,
sehingga membuat pasien internasional merasa nyaman. Transportasi umum dan swasta yang
efisien memudahkan pengunjung untuk melakukan perjalanan keliling kota. Selain itu,
masyarakat Singapura yang multibudaya dan multirasial akan membuat para pasien internasional
mudah beradaptasi baik terhadap lingkungan maupun hal-hal lainnya, seperti masalah makanan
halal.

Karena itu, jika Indonesia tidak mau para pasiennya kabur ke luar negeri, maka sudah seharusnya
pihak rumah sakit memperbaiki manajemennya secara radikal. Apa yang terjadi di Singapura
sebenarnya bisa pula terjadi di negara ini. Kita kaya dengan sumber daya. Sayangnya,
kemampuan bangsa ini baru sampai tingkat retorika belum kepada implementasinya.
Bagaimanapun, untuk menampilkan kehebatan bangsa ini, dibutuhkan kerja keras yang serius
dan tekun dari semua pihak. Semoga dalam jangka waktu yang tidak lama Indonesia pun bisa
menjadi medical hub. Tidak ada yang mustahil kan selama masih ada niat dan kerja keras untuk
mencapainya. Kalau tidak dimulai sekarang, kapan lagi ?

Dari berbagai sumber


-- Wiet --

Anda mungkin juga menyukai