Bismillahirarahmanirrahim Assalamualaikum Wr.Wb. Puji Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, hidayah, dan karunia-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Hubungan Sosial Ekonomi dengan Status Kehilangan Gigi Pada Remaja. Teriring salam dan taslim atas junjungan Nabi besar Muhammad SAW, sebagai suri tauladan umat, pembawa cahaya kebenaran dan penyempurna akhlak manusia. Penulisan skripsi ini dibuat sebagai syarat untuk mencapai gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin. Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapat banyak dukungan, saran moril serta materil, nasehat, serta bimbingan dari banyak pihak. Ucapan terima kasih penulis hanturkan kepada yang terhormat : 1. Prof. drg. Mansjur Nasir, Ph.D selaku dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddi. 2. Drg. Suryana Mappangara, M.Kes Selaku penasehat akademik yang senantiasa memberikan Motivasi dan semangat dalam menjalani perkuliahan. 4
3. Drg. Hasmawati Hasan, M.Kes Selaku dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya ditengah-tengah kesibukannya dan memberikan banyak saran, nasehat dan arahan serta bimbingannya. 4. Orang tua tersayang Ayahanda Sutyaswoko dan Ibunda terkasih Siti Herlina Siri yang telah melahirkan, membesarkan dan memberikan kasih dan saying yang tulus serta doanya. 5. Kakak ku tersayang Susilo Hari Mamiri yang selalu memberikan perhatiannya dan dukungan. 6. My Best Friend Maryam Idris yang selama ini selalu bersama dalam suka dan dukanya perkuliahan dan selalu memberikan masukan dan saran. 7. Untuk semua Keluarga yang membantu, mendorong dan menyemangati penulis agar giat dalam pembuatan skripsi ini. 8. Buat staf Fakultas Kedokteran Gigi, pak Ibrahim, pak amir dan kak edha yang selalu membantu dalam pencariab referensi di Perpustakaan tercinta, tak lupa untuk dek Anca yang selalu lucu dengan celotehannya. 9. Untuk semua Atrisi 2010 yang memberikan banyak kritikan dan saran dalam pembuatan skripsi ini. Penulis menyadari dengan segala keterbatasan yang dimilki baik intelektual maupun literature sehingga skripsi ini masih jauh dalam kesempurnaan. Oleh karena itu penulis harapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Harapan penulis, semoga apa yang telah penulis tulis dalam skripsi ini dapat bermanfaat. Wassalamualaikum Wr.Wb 5
Hubungan Status Sosial Ekonomi dengan Status Kehilangan Gigi pada Remaja 2012 *Hasmawati Hasan,**Riski Erda Setyowati *Bagian Bedah Mulut *Mahasiswi Preklinik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddi
ABSTRAC Tooth loss is a condition in which one or more teeth a person or place loose from its socket in the oral cavity. Tooth loss may be caused by caries, periodontal disease, fracture or trauma.. Tooth loss may be caused by caries, periodontal disease, fracture or trauma. This study aims to determine the relationship between socioeconomic status factors with tooth loss status in adolescents. This study uses the approach Cross-Sectional Observational Study Analytical. This research is the basis on which the research is done by taking the data obtained from the clinical examination in adolescent SMA N 1 and PT Maruki Daya, then the result is put into the distribution table. The results showed an association between socio-economic status with the status of tooth loss in adolescents is of the total overall sample as many as 64 people are based 6
on the results obtained. There was relationship between sosial ekonomic and lost tooth status were that teenagers who come from higher levels of education have lower incidence of tooth loss is 11.7% while the teenagers who come from low educational level have a higher incidence of tooth loss is 86.7%.
ABSTRAK
7
Kehilangan gigi merupakan keadaan di mana satu atau lebih gigi seseorang lepas dari soketnya atau tempatnya dalam rongga mulut. Kehilangan gigi dapat disebabkan oleh karies, penyakit periodontal, fraktur atau trauma. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor status sosial ekonomi dengan status kehilangan gigi pada remaja. Penelitian ini menggunakan pendekatan Cross Sectional Study.- Observational Analitik.. Penelitian ini merupakan penelitian dasar dimana penelitian dilakukan dengan cara mengambil data yang diperoleh dari pemeriksaan klinis pada remaja SMA N 1 dan Kawasan PT Buruh Maruki daya, kemudian hasilnya di masukkan ke dalam tabel distribusi. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara status sosial ekonomi dengan status kehilangan gigi pada remaja yaitu dari seluruh total keseluruhan sampel yaitu sebanyak 64 orang yaitu berdasarkan hasil yang diperoleh bahwa remaja yang berasal dari tingkat pendidikan tinggi memiliki angka kejadian kehilangan gigi rendah yaitu 11,7 % sedangkan remaja yang berasal dari tingkat pendidikan rendah memiliki angka kejadian kehilangan gigi tinggi yaitu 86,7 %.
BAB I PENDAHULUAN 8
1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut pada remaja adalah bagian yang esensial dan integral dari kesehatan umum yang terlihat pada masyarakat luas. Kesehatan gigi dan mulut yang baik dibutuhkan dalam berbagai aspek kehidupan sehari- hari seperti bicara, makan, minum, sosialisasi dan rasa percaya diri. Kehilangan satu atau lebih gigi dapat menyebabkan rasa tidak nyaman dan terganggunya fungsi mastikasi, lubrikasi dan fonetik. (1)
Remaja merupakan bagian dari masyarakat yang memiliki keragaman derajat sosial ekonomi, faktor sosial ekonomi adalah faktor terbesar yang mempengaruhi status kesehatan gigi masyarakat. Masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi akan memiliki pengetahuan dan sikap yang baik terhadap kesehatan sehingga akan mempengaruhi prilaku untuk hidup sehat dan dapat menjaga kesehatan gigi. Penelitian tentang kerusakan gigi pada anak-anak dan remaja di Iran menyatakan bahwa prevalensi kerusakan gigi terlihat lebih tinggi pada anak yang memiliki orang tua berpenghasilan dan pendidikan rendah sebaliknya pada anak yang memiliki orang tua yang berpenghasilan dan pendidikan tinggi, prevalensi kerusakan gigi cenderung lebih rendah. (2)
9
Kehilangan gigi merupakan keadaan dari satu atau lebih gigi seseorang lepas dari soketnya atau tempatnya. Kehilangan gigi permanen pada orang dewasa sangatlah tidak diinginkan. Biasanya kehilangan gigi pada seseorang dapat terjadi akibat karies, penyakit periodontal, trauma, pencabutan gigi, ortodontik, terapi radiasi dan penyakit sistemik. Kehilangan gigi sangat berhubungan dengan status sosial ekonomi seseorang karna pada masyarakat yang berpenghasilan tinggi lebih memilih melakukan perawatan gigi dari pada mencabut gigi, sedangkan keadaan ini berbanding terbalik dengan masyarakat yang berasal dari ekonomi rendah akan memilih mencabut giginya dengan keadaan gigi yang tidak dapat dipertahankan lagi serta mahalnya biaya apabila dilakukanna perawatan. (3)
Status sosial ekonomi sangat berhubungan dengan status kehilangan gigi dari satu atau lebih faktor-faktor penghalang yang harus diperhatikan yang mempunyai pengaruh secara langsung pada kesehatan gigi. Faktor penghalang pasien terhadap perawatan kesehatan gigi sudah lama dikenal termasuk faktor ekonomi. Pemilihan pencabutan gigi pada masa sekarang ini merupakan salah satu pengaruh akibat dari mahalnya biaya perawatan. (3)
Di Indonesia Sendiri kesehatan gigi dan mulut merupakan salah satu yang perlu diperhatikan. Menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT 1995) Meningkatnya penyakit gigi dan mulut di Indonesia mencapai 80%. 10
Meningkatnya biaya perawatan yang berdampak pada bidang kesehatan gigi sehingga masyarakat yang berasal dari ekonomi rendah tidak mendapatkan pelayanan kesehatan gigi secara layak. Masyarakat lebih memilih kehilangan giginya dari pada merawat akibat dari mahalnya biaya perawatan kesehatan gigi sekarang. (4)
Dengan dasar pemikiran tersebut, penulis tertarik untuk mengetahui hubungan faktor sosial ekonomi dengan status kehilangan gigi pada remaja. Remaja merupakan bagian dari masyarakat yang harus diperhatikan kesehatan giginya karena sangat berpengaruh terhadap kesehatan dan masa depan yang akan datang.
1.2 Rumusan Masalah 11
Berdasarkan latar belakang di atas, maka adapun rumusan masalah sebagai berikut : Apakah ada hubungan faktor sosial ekonomi dengan Status Kehilangan Gigi pada remaja.
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara Faktor sosial ekonomi dengan status kehilangan gigi pada remaja.
1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini: 1. Manfaat Keilmuan a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan serta dapat dijadikan salah satu bahan bacaan. b. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumber informasi bagi masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut serta pentingnya mempertahankan keberadaan gigi selama mungkin.
2. Manfaat bagi penulis 12
Merupakan proses belajar serta pengalaman dalam mengaplikasikan ilmu melalui penelitian. 1.5 Hipotesis Ada hubungan antara faktor sosial ekonomi orang tua terhadap status kehilangan gigi pada remaja.
BAB II 13
TINJAUAN PUSTAKA
Kehilangan gigi merupakan keadaan di mana satu atau lebih gigi seseorang lepas dari soketnya atau tempatnya dalam rongga mulut. Kejadian hilangnya gigi normal terjadi pada anak-anak mulai usia 6 tahun yang mengalami hilangnya gigi susu dan kemudian digantikan dengan gigi permanen. Kehilangan gigi dapat disebabkan oleh karies, penyakit periodontal, trauma dan atrisi yang berat. Karies merupakan satu penyebab kehilangan gigi yang paling sering terjadi pada dewasa muda, karies merupakan penyakit infeksi pada gigi karies yang tidak dirawat dapat bertambah buruk, sehingga akan menimbulkan rasa sakit dan berpotensial menyebabkan kehilangan gigi. Penyakit periodontal merupakan penyakit infeksi pada jaringan pendukung gigi yang apabila tidak dirawat akan menyebabkan hilangnya gigi. Penyakit periodontal dapat menyebabkan resorbsi tulang alveolar dan resesi gingival serta bertambah parahnya dengan bertambahnya usia. Sebagian besar penelitian menyatakan bahwa karies dan penyakit periodontal merupakan penyebab utama terjadinya kehilangan gigi. Faktor bukan penyakit seperti faktor sosial demografi, perilaku dan gaya hidup juga berpengaruh terhadap kehilangan gigi. Faktor sosial demografi seperti umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan tingkat penghasilan merupakan faktor utama yang dapat 14
mempengaruhi jumlah kehilangan gigi geligi. (4,5)
2.1 Etiologi Kehilangan Gigi Masalah kesehatan gigi dan mulut di Indonesia sampai saat ini merupakan masalah yang ditandai dengan angka prevalensi kerusakan gigi dan mulut seperti karies gigi dan penyakit periodontal yang masih tetap tinggi. (4)
Penyakit tersebut dikarenakan kurangnya perhatian terhadap kebersihan gigi dan mulut. Kehilangan gigi dapat disebabkan oleh berbagai macam kejadian, baik gigi tersebut dicabut oleh dokter gigi atau hilang dengan sendirinya akibat penyakit periodontal atau adanya trauma. (4) Adapun penyebab terjadinya kehilangan gigi antara lain :
2.1.1 Karies Karies gigi adalah penyakit multifaktorial yang merupakan salah satu penyebab kehilangan gigi yang paling sering terjadi pada dewasa muda dan dewasa tua. Karies merupakan penyakit infeksi pada gigi, karies yang tidak dirawat dapat bertambah buruk sehingga akan menimbulkan rasa sakit dan berpotensi menyebabkan kehilangan gigi. Walaupun secara keseluruhan karies menurun di Amerika, tetapi penrunan ini tidak terjadi pada kelompok usia tua. 15
(5) Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu email, dentin, dan sementum yang disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Terdapat empat faktor utama yang berperan dalam proses terjadinya karies, yaitu host, mikroorganisme, substrat, dan waktu. Determinan tingginya tingkat Prevalensi dan insiden terjadinya karies pada populasi dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin, usia, status sosial ekonomi dan kebiasaan menjaga kebersihan mulut. (5)
Faktor-faktor tersebut bekerja bersama dan saling mendukung satu sama lain. Bakteri plak akan memfermentasikan karbohidrat (misalnya sukrosa) dan menghasilkan asam. Kondisi asam seperti ini sangat disukai oleh Sterptococcus mutans dan Lactobacillus sp. yang merupakan mikroorganisme penyebab utama dalam proses terjadinya karies. Streptococcus mutans berperan dalam permulaan (initition) terjadinya karies gigi dan bakteri ini mampu melekat pada permukaan gigi dan memproduksi enzim glukuronil transferase. (5)
Enzim tersebut menghasilkan glukan yang tidak larut dalam air dan berperan dalam penimbunan plak dan koloni pada permukaan gigi, di mana plak merupakan penyebab terjadinya karies maupun radang periodontal dan kemudian Lactobacillus sp. berperan pada proses perkembangan dan 16
kelanjutan karies tersebut. Pertama kali akan terlihat white spot pada permukaan email dan proses ini kemudian berjalan secara perlahan sehingga lesi kecil tersebut berkembang, dan dengan adanya destruksi bahan organik, maka kerusakan berlanjut pada dentin disertai kematian odontoblast. Kematian odontoblas pada gigi menyebabkan gigi mengalami nekrosis sehingga gigi tidak dapat dipertahankan lagi, adapun perawatan dapat dilakukan tetapi dengan biaya yang mahal sehingga kebanyakan masyarakat yang berada pada ekonomi menengah ke bawah lebih memilih mencabut giginya untuk menyelesaikan masalah. (5) Menurut penelitian Nurmala situmorang bahwa Prevalensi karies gigi pada anak usia sekolah adalah cukup tinggi 74,69 % serta dijumpai kenaikan prevalensi seiring dengan pertambahan umur. Pada kelompok usia remaja 14-16 tahun sudah dijumpai karies pada 82,53 % anak. Keadaan ini menunjukkan buruknya pemeliharaan gigi. Prevalensi karies gigi pada penelitian ini yaitu 74,69 % hampir sama dengan prevalensi penduduk 10 tahun keatas pada SKRT 2001 yaitu 71,20 % namun apabila dilihat jumlah DMF-T rata-rata ada perbedaan. Survey kesehatan rumah tangga 2001 menunjukkan bahwa indeks DMF-T pada usia 10 tahun keatas sebesar 5,30 lebih tinggi dibandingkan indeks DMF-T yaitu 2,85 %. (6) 2.1.2 Penyakit Periodontal Penyakit periodontal merupakan penyakit infeksi pada jaringan 17
pendukung gigi yang apabila tidak dirawat akan menyebabkan hilangnya gigi. Penyakit periodontal didefinisikan sebagai penyakit pada daerah yang menyanggah gigi yang kehilangan struktur kolagennya, sebagai respon dari akulumasi bakteri pada jaringan periodontal. Penyakit periodontal banyak diderita oleh manusia hampir di seluruh dunia dari jumlah populasi dewasa. Penyakit periodontal pada awalnya berupa gingivitis yang tidak terasa sakit, karena penyakit periodontal merupakan infeksi kronis yang berjalan lambat yang dapat terlihat dengan adanya kerusakan pada jaringan pendukung gigi, seperti gingiva, ligamen periodontal, dan tulang alveolar. (7)
Patogenesis penyakit periodontal dimulai dengan adanya gingivitis akibat adanya perlekatan plak dan bakteri. Berlanjutnya iritasi dan inflamasi akibat plak, maka perlekatan epitelium akan semakin rusak. Sel epitel akan berdegenerasi dan memisah sehingga perlekatan ke gigi akan rusak seluruhnya. Penyakit yang menyerang pada gingiva dan jaringan pendukung gigi ini merupakan penyakit infeksi yang serius dan apabila tidak dilakukan perawatan yang tepat dapat mengakibatkan kehilangan gigi. Salah satu tanda yang biasanya menunjukkan terjadinya penyakit periodontal adalah kehilangan gigi akibat dari hilangnya pelekatan pada gigi sehingga gigi tidak dapat lagi bertahan pada soketnya. Penyakit periodontal meliputi penyakit inflamasi kronis yang berakibat pada jaringan pendukung 18
periodontal pada gigi dan terjadinya destruksi tulang. Pada periodontitis kronis hampir semua kasus yang menyatakan bahwa terdapat destruksi tulang pada jaringan periodontal. Penyakit periodontal memiliki faktor resiko dominan terhadap manifestasi penyakit sistemik, penyakit periodontal yang menyebabkan terjadinya destruksi tulang alveolar mengakibatkan kehilangan perlekatan antara gigi dan jaringan pendukungnya sehingga gigi akan mengalami derajat kegoyangan hingga kehilangan gigi. (7,8)
2.1.3 Trauma atau Fraktur Setiap orang dapat mengalami trauma baik pada gigi, tulang alveolar maupun pada jaringan lunaknya dalam berbagai kondisi, dapat terjadi pada gigi anterior maupun posterior. Kerusakan gigi pada anak-anak dan remaja biasanya disebabkan karena kecelakan bermain, lalu lintas dan olahraga. (9)
Pengertian dari trauma secara umum adalah luka atau jejas baik fisik maupun psikis. Trauma dengan kata lain injury atau wound, dapat diartikan sebagai kerusakan atau luka yang biasanya disebabkan oleh tindakan-tindakan fisik dan ditandai dengan terputusnya kontinuitas normal suatu struktur jaringan. Hilangnya kontinuitas pada gigi dapat menyebabkan gigi lambat laut mengalami nekrosis sehingga potesi untuk kehilangan gigi sangat besar kecuali pada masyarakat yang memiliki pola piker kesehatan serta biaya yang cukup 19
untuk merawat gigi. (9) Berbagai macam kondisi yang mengakibatkan terjadinya trauma pada gigi antara lain kecelakaan lau lintas yang dewasa ini banyak terjadi di jalan raya: 1. Kecelakaan saat berolahraga seperti sepak bola, lomba lari, bereang, olah raga beladiri, basketball, volleyball dan lain-lain. 2. Tindakan kriminalitas seperti perampokan dengan tindakan kekerasan dan penganiayaan. Penganiayaan dapat terjadi di luar maupun di dalam rumah. 3. Perkelahian yang banyak terjadi dewasa ini, baik itu perkelahian antar siswa atau pelajar perkelahian antar teman. 4. Kecelakaan dalam lingkungan rumah tangga seperti terkena pompa air, jatuh dari tangga, terbentur meja, lemari dan terpeleset di kamar mandi dan lain-lain. 5. Kecelakaan akibat bencana alam seperti gempa bumi, banjir, angin rebut, tanah longsor dan lain-lain. 6. Kecelakaan lalu lintas seperti kecelakaan bermotor, antar mobil dan kecelakaan pejalan kaki, dan lain-lain. (9)
Persentase terjadinya trauma gigi anterior pada anak-anak dan remaja dari tahun ke tahun semakin meningkat. Hasil penelitian Sumawinata (1994) 20
terdapat 4251 murid sekolah dasar yang diperiksa terdapat 4,2 % yang mengalami fraktur pada gigi anterior. Hasil penelitian Hargreaves dan Craig (1970) terdapat 5,9% dari 17.831 anak yang berusia 4-18 tahun mengalami cedera traumatik pada gigi anterior. Penelitian Suprastiwi (1994) terdapat murid sekolah lanjutan pertama (SLTP) di Jakarta berusia 11-15 tahun, terdapat 16,4 % dari 1634 murid yang mengalami kasus fraktur gigi anterior dan posterior. (10) Penelitian Sitanggang (1998) menunjukkan 2,32 % atau 105 penderita trauma gigi anterior dari 4514 penderita yang datang ke bagian Bedah Mulut FKG UNPAD/RSP Hasan Sadikin Bandung dari Januari 1995 sampai desember 1997, diantarnya 15 anak (14,28%) pada usia 1-10 tahun dan 40 orang (38,09%) yang berusia 11-20 tahun mengalami truma gigi anterior, kelompok usia 11-20 tahun adalah usia yang paling banyak mengalami trauma pada gigi dan (15 %) mengalami kehilangan gigi. (9,10)
2.2 Faktor yang Berhubungan dengan Kehilangan Gigi 2.3.1 Usia 21
Secara umum, kesehatan mulut pada orang tua terlihat dengan tingginya gigi yang hilang, yang selanjutnya mempengaruhi kesehatan secara umum, kesulitan mengunyah, masalah sosial dan komunikasi. Kehilangan gigi biasanya disebabkan oleh karies dan penyakit periodontal, tetapi persentase keterlibatan keduanya tergantung pada usia di mana kehilangan gigi pada usia lanjut kebanyakan disebabkan oleh penyakit periodontal sedangkan kehilangan gigi pada usia muda biasanya disebabkan oleh karies selain itu, penyakit periodontal lebih banyak terjadi pada usia tua dibandingkan dengan usia muda. Berdasarkan penelitian Benedicto yang telah dilakukan di Brazil bahwa prevalensi kehilangan seluruh gigi pada dewasa muda sekitar 2,4 % sedangkan pada dewasa tua yang berumur 65 tahun keatas sekitar 30,6 %,
Penyakit periodontal merupakan masalah kesehatan utama yang menyerang sebagian besar populasi dewasa di atas usia 35 sampai 40 tahun, di mana penelitian yang melibatkan 1187 subyek ditemukan bahwa pada usia 40 tahun 90% dewasa memiliki penyakit periodontal. (11)
2.3.2 Jenis Kelamin 22
Menurut survey k e s e h a t a n nasional di Amerika tahun 1960-1962, laki-laki memiliki kesehatan mulut yang lebih rendah dibandingkan dengan perempuan. Survei tersebut diukur berdasarkan adanya kalkulus dan plak. Perempuan lebih banyak mengalami gigi yang karies, tetapi mengalami gigi yang goyah yang lebih sedikit dibandingkan dengan laki-laki. Persentase keterlibatan kehilangan gigi akibat karies dan penyakit periodontal tergantung pada usia di mana kehilangan gigi pada usia lanjut kebanyakan disebabkan oleh penyakit periodontal sedangkan kehilangan gigi pada usia muda biasanya disebabkan oleh karies. Kehilangan gigi juga dipengaruhi oleh merokok yang berpengaruh terhadap terjadinya periodontitis dan karies gigi. Laki-laki lebih banyak mengalami kehilangan gigi daripada perempuan karena laki-laki memiliki kesehatan mulut yang lebih rendah dan memiliki kebiasakan untuk merokok dibandingkan dengan perempuan yang diukur berdasarkan adanya kalkulus dan plak akibat merokok. Kekurangan gizi yang parah biasanya disertai dengan kebersihan mulut yang rendah dan terjadi kerusakan jaringan periodontal secara cepat dan kehilangan gigi lebih awal. Frekuensi membersihkan gigi dan mulut sebagai bentuk perilaku akan mempengaruhi baik atau buruknya kebersihan gigi dan mulut yang akan mempengaruhi juga angka karies dan penyakit periodontal. (11)
Merokok dapat meningkatkan faktor resiko terjadinya penyakit 23
periodontal dan karies gigi. Beberapa penelitian sebelumnya juga menyebutkan bahwa orang yang merokok mengalami kehilangan gigi lebih besar daripada orang yang tidak merokok. (11,12)
Berbagai jenis rokok juga dapat mempengaruhi resiko terjadinya kehilangan gigi. Berdasarkan penelitian, jumlah kehilangan gigi lebih banyak terjadi pada perokok pipa dan cerutu. Merokok dapat menyebabkan terjadinya kehilangan gigi karena berpengaruh terhadap terjadinya periodontitis dan sebagai tambahan karies gigi juga berpengaruh untuk meningkatkan resiko terjadinya kehilangan gigi pada perokok. (12)
2.3.3 Tingkat Pendidikan Faktor pendidikan jelas ikut menentukan dalam persepsi masyarakat mengenai kesehatan gigi dan mulut maka peningkatan pendidikan adalah suatu hal yang tidak dapat diabaikan. Rendahnya tingkat pendidikan sehingga menyebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap pentingnya kesehatan gigi dan mulut. Hasil penelitian membuktikan bahwa anak yang berasal dari orang tua yang memiliki tingkat pendidikan tinggi memiliki kesehatan gigi dan mulut yang baik, sebaliknya dibanding anak-anak yang berasal dari orang tua yang berasal dari pendidikan rendah seperti tamatan Sekolah Dasar akan memiliki kesehatan gigi dan mulut yang buruk ditandai 24
dengan luasnya kerusakan pada gigi anak tersebut dikarenakan karies. (13,14)
2.2.4 Status Gizi Penentuan status gizi sangat dipengaruhi oleh asupan makanan yang masuk ke dalam tubuh anak-anak dengan asupan zat gizi yang cukup akan memiliki kesehatan umum yang baik karena zat-zat gizi yang diperlukan, seperti karbohidrat, protein, kalsium, fosfor dan magnesium tercukupi. Masyarakat dengan status ekonomi menengah ke bawah kadang-kadang tidak mampu memenuhi kebutuhan asupan gizi tersebut sehingga sangat berpengaruh pada kondisi kesehatannya. (14)
Karbohidrat yang terdapat pada tepung-tepungan dan gula murni besar pengaruhnya dalam pembentukan karies gigi. Sebaliknya sumber karbohidrat yang banyak mengandung serat seperti pada buah dan sayur bermanfaat dalam membersihkan gigi. Kalsium merupakan bahan utama untuk pembentukan dentin dan email. Asupan kalsium yang kurang pada masa pertumbuhan gigi. Hal tersebut juga berlaku untuk fosfor. Magnesium berfungsi mencegah kerusakan gigi dengan cara menahan kalsium di dalam email gigi. Sedangkan flour berperan dalam proses mineralisasi dan pengerasan email gigi. (15)
Penyakit kerusakan gigi yang mengakibatkan kehilangan pada gigi 25
adalah penyakit yang multifaktorial meliputi faktor gigi, mikroorganisme, karbohidrat atau makanan, dan waktu sebagai faktor tambahan. Hingga saat ini banyak penelitian yang menggambarkan bahwa penyakit kerusakan gigi yang disebabkan karena karbohidrat yang mudah difermentasi oleh mikroorganisme. Makanan yang lunak dan lengket dapat berpengaruh langsung terhadap terjadinya penyakit kerusakan gigi yang menyebabkan pencabutan pada gigi disamping itu juga ada hubungan antara zat gizi seperti vitamin dan mineral, protein hewani dan protein nabati, serta karbohidrat yang terkandung di dalam makanan sehari-hari mempengaruhi terjadinya kerusakan gigi yang berujung pada pencabutan gigi . (14,15)
2.3.5 Faktor Sosial Ekonomi Salah satu karakteristik dari masyarakat berpenghasilan rendah adalah banyak yang tidak menyadari bahwa mereka mempunyai masalah dengan gigi- geligi mereka. Ketika mereka merasakan sakit yang disebabkan oleh masalah gigi tersebut, banyak yang tidak mempunyai dana untuk pergi mendapatkan pengobatan yang layak di klinik klinik gigi. Juga banyak diantara mereka yang menganggap bahwa pengobatan gigi-geligi tidaklah perlu dilakukan. Pengobatan dan perawatan kesehatan gigi-geligi bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah merupakan kebutuhan yang periortasnya masih rendah. 26
Oleh karena itu pemeriksaan klinis berperan dalam menyeimbangkan antara kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan perawatan terhadap masalah gigi- geligi dan layanan kesehatan gigi-geligi dan pengobatan terhadap gangguan tersebut. (16)
Beberapa penelitian melaporkan bahwa prevalensi kerusakan gigi pada anak-anak dan remaja yang berasal dari status ekonomi rendah. Status sosial ekonomi tinggi berisiko rendah terhadap terjadinya kerusakan gigi, tetapi status ekonomi rendah memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap karie gigi, hal ini disebabkan anak-anak dan remaja yang berasal dari kalangan ini lebih banyak memakan makan yang bersifat kariogenik dan kurang mengkonsumsi serat, rendahnya pengetahuan orang tua dan jarangnya melakukan perawatan ke dokter gigi. Wycoff menjelaskan bahwa ada hubungan antara keadaan sosial ekonomi dengan terjadinya kerusakan gigi hingga kehilangan gigi. Faktor yang mempengaruhi ini adalah pendidikan dan penghasilan yang berhubungan dengan diet, kebiasaan merawat gigi dan lain-lain. (16) Satu diantara empat anak Amerika lahir dalam kemiskinan menderita kerusakan gigi dua kali lebih banyak di banding teman sebayanya yang hidup lebih makmur dan bahwa penyakit mereka lebih banyak yang tidak mendapatkan perawatan. Laporan tersebut juga menyatakan bahwa meskipun pengurangan yang berkelanjutan terhadap kerusakan gigi pada gigi permanen 27
diperoleh, prevalensi kerusakan gigi pada gigi anak-anak dapat meningkat pada kelompok populasi yang sama yang berpenghasilan rendah. (15)
Prevalensi penyakit dental bervariasi menurut keadaan dan karakteristik sosial-ekonomi. Sesuai dengan usia, puncak prevalensi dari penderita penyakit gigi dan mulut yang datang sendiri ke klinik gigi untuk mendapatkan pengobatan adalah usia produktif 20-50 tahun. Penyakit jaringan keras dan jaringan lunak dijumpai lebih tinggi di daerah rural dibandingkan dengan daerah urban dan lebih banyak pada masyarakat yang kurang berpendidikan dibandingkan pada masyarakat yang berpendidikan. Kesehatan gigi dan mulut di Indonesia, lebih-lebih pada kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah, situasinya jauh dari pada memuaskan dan merupakan masalah yang sering diabaikan. (16,17)
Prevalensi yang tinggi dari kehilangan gigi dan mulut akibat kerusakan gigi pada suatu kelompok masyarakat menunjukkan bahwa masyarakat tersebut mempunyai kebutuhan yang besar akan layanan kesehatan gigi dan mulut. Namun, sulitnya memperoleh layanan tersebut dan rendahnya kualitas layanan bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah, masih tetap terjadi. Dari hasil penelitian Kristanti (2001) ternyata 69% dari mereka yang memiliki gangguan kesehatan gigi tidak berusaha untuk mendapatkan pengobatan karena masalah keuangan. Faktor-faktor lain kecuali masalah keuangan yang juga ikut 28
berperan adalah terbatasnya layanan kesehatan untuk kalangan masyarakat yang berada pada ekonomi menengah ke bawah sehingga biaya perawatan dapat di minimalisir dengan keadaan keuangan masyarakat berpenghasilan rendah. (17)
2.3 Dampak dari Kehilangan Gigi Gigi adalah bagian dari mulut yang sangat penting. Fungsi dari gigi adalah mastikasi (pengunyahan), fonetik (berbicara), estetik (penampilan), dan menelan. Apabila telah terjadi kehilangan gigi maka oklusi, keadaan gigi atas dan bawah bertemu menjadi tidak stabil, fungsi pengunyahan terganggu dan akhirnya akan terjadi masalah pada pencernaan. Secara keseluruhan kesehatan dapat tergangggu akibat dari kehilangan gigi. (18)
Hal-hal yang akan terjadi apabila terjadi kehilangan gigi antara lain (18) : 1. Migrasi dan Rotasi Gigi Hilangnya kesinambungan pada lengkung gigi dapat menyebabkan pergeseran, miring atau berputarnya gigi. Karena gigi ini tidak lagi menempati posisi yang normal untuk menerima beban yang terjadi pada saat pengunyahan, maka akan mengakibatkan kerusakan struktur periodontal. Gigi miring lebih sulit dibersihkan, sehingga aktivitas karies dapat meningkat. 2. Erupsi Berlebihan 29
Bila gigi sudah tidak mempunyai antagonisnya lagi, maka akan terjadi erupsi berlebihan (overerupsi). Erupsi berlebihan dapat terjadinya tanpa atau disertai pertumbuhan tulang alveolar. Bila hal ini terjadi tanpa pertumbuhan tulang alveolar, maka struktur periodontal akan mengalami kemunduran sehingga gigi mulai ekstrusi. Bila terjadinya hal ini disertai pertumbuhn tulang alveolar berlebih, maka akan menimbulkan kesulitan dalam pengunyahan. 3. Penurunan efisiensi kunyah Mereka yang sudah kehilangan gigi cukup banyak akan menyebakan turunnya efisiensi kunyah. Pada kelompok yang melaksanakan diet lunak akibat kehilangan gigi mungkin tidak terlalu berpengaruh, karena dapat dilihat banyaknya makanan yang siap saji dalam bentuk dan tekstur yang lunak.
4. Gangguan pada sendi Temporo-mandibula Kebiasaan mengunyah yang buruk, penutupan berlebihan (over closure), hubungan rahang yang eksentrik akibat kehilangan gigi, dapat menyebabkan gangguan pada struktur sendi pada rahang. 5. Kelainan bicara Seperti yang kita ketahui bahwa gigi sangat berfungsi pada saat kita berbicara, gigi akan menahan huruf sehingga jelas untuk didengar sehingga terjadinya gangguan pada saat berbicara. 30
6. Hilangnya fungsi estetik Menjadi buruknya penampilan (loss of appearance) karena hilangnya gigi-gigi depan akan mengurangi daya tarik wajah seseorang, apa lagi dari segi pandangan manusia modern. Kehilangan gigi juga dapat mengakibatkan pipi kelihatan kempot dan terlihat lebih tua serta hilangnya estetik pada wajah seseorang yang kehilangan gigi. 7. Terganggunya Kebersihan Mulut Migrasi dan rotasi menyebabkan gigi kehilangan kontak dengan tetangganya. Adanya ruang interproksimal tidak wajar ini mengakibatkan celah antar gigi mudah disisipi makanan. Dengan sendirinya kebersihan mulut menjadi terganggu dan mudah terjadi plak.
2.4 Hubungan Faktor Sosial Ekonomi terhadap Kehilangan Gigi Kesehatan gigi dan mulut adalah bagian integral dan esensial dari kesehatan umum. Kesehatan gigi dan mulut yang baik dibutuhkan dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari seperti makan dan minum, bicara, sosialisasi dan rasa percaya diri. Masalah oral diberbagai Negara baik di Negara meju maupun berkembang kurang mendapat perhatian bahkan cenderung untuk di abaikan. Di Indonesia, prevalensi penyakit dental yang mengharuskan 31
pencabutan gigi bervariasi menurut keadaan dan karakteristik sosio-ekonomi- geografik. (19) Kesehatan gigi dan mulut di Indonesia lebih-lebih pada kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah, situasinya jauh dari pada memuaskan dan merupakan masalah yang sering terabaikan. 90 % dari penduduk Indonesia merupakan satu atau lebih penyakit gigi dan mulut yang pada akhirnya dilakukan pencabutan dan menyebabkan kelainan yang lebih parah yang sulit untuk di obati. Tingginya penyakit gigi dan mulut pada kelompok masyarakat ini menjadi lebih besar oleh karena sikap dan prilaku mereka dalam menghadapi penyakit ini. Tidak semua orang memandang gangguan gigi-geligi mereka sebagai suatu penyakit yang perlu mendapatkan perawatan. Meskipun dari survei diperoleh gambaran mengenai tingginya prevalensi penyakit gigi dan mulut (1,16) . Masyarakat adalah kelompok sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem, dimana sebagai besar interaksi adalah individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Masyarakat merupakan sebuah komunitas yang independen (saling bergantung satu sama lain). Masyarakat dibedakan berdasarkan pada ciri-ciri seperti pendapatan, ras, jenis kelamin, dan pendidikan.
Prevalensi yang tinggi pada penyakit gigi dan mulut pada suatu kelompok masyarakat menunjukan bahwa masyarakat tersebut mempunyai 32
kebutuhan yang besar akan layanan kesehatan gigi dan mulut. Namun, sulitnya memperoleh layanan tersebut dan rendahnya kualitas layanan bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah, masih tetap terjadi. Dari hasil penelitian tahun 2001 Ternyata 69 % dari mereka yang memiliki gangguan kesehatan gigi-geligi tidak berusaha untuk mendapatkan pengobatan karena masalah keuangan. (1,22)
Setiap manusia pasti memiliki status sosial dimana posisinya berada dalam sistem sosial. Sangat penting untuk mengetahui konsep stratifikasi sosial dalam masyarakat adapun fungsi stratifikasi sosial adalah sebagai proses formal dalam pembentukan akses yang berbeda untuk hal-hal pokok seperti kualitas rumah, pendidikan , pelayanan kesehatan umum dan gigi. Status sosial ekonomi yaitu kedudukan sosial ekonomi secara umum dari seseorang dalam masyarakat dilihat dari pendapatan keluarga, pekerjaan, dan tingkat pendidikan. (21) . Terdapat sejumlah pembagian masyarakat menjadi kelas sosial, dimulai dari klasifikasi awal oleh Marx dan Weber (1958) yang menjadi lebih umum yang salah satunya digunakan oleh Register Generals Sosial Class. Sistem ini berdasarkan pada pekerjaan seseorang dan di bagi menjadi 5 kelompok kelas. (22)
33
Kelas Sosial Penjelasan Contoh I Profesional Hukum, Dokter, Dokter gigi, dosen, sekretaris perusahaan, dll II Intermediate Profesional Guru, Perawat, Manajer, Supermarket, dll III
Pekerjaan Skill - Non Manual - Manual
Arsitek, Juru Tulis, Polisi, dll Tukang Ledeng, Pembuat perkakas, Tukang Batu bara IV Pekerjaan Semi Skill Tukang Kebun, Penjaga Toko, Tukang Pos, dll V Pekerjaan Tanpa skill Office boy, Buruh, Pembantu, dll Gambar 1 : Sociology Of Hewett Sumber : (http://journal .unair.ac.id/filerPDF/DENTJ)
Sejumlah penelitian memperlihatkan adanya hubungan antara status sosial ekonomi dengan kerusakan gigi. Masyarakat yang berasal dari kelas sosial tinggi kemungkinan tidak memiliki gigi yang berlubang dan kerusakan gigi yang menyebar. Pekerjaan memiliki peranan penting dalam membentuk cara hidup seseorang, mereka mengemukakan bahwa terdapat hubungan antara 34
pekerjaan seseorang dengan pendidikannya. (22)
Di Indonesia terdapat pengklasifikasian jenis pekerjaan seperti. (22) : a. Pegawai negeri adalah pekerjaan di sector public yang bekerja untuk pemerintah suatu Negara misalnya PT, BUMN, dan lain-lain. b. TNI/POLRI adalah mereka yang bekerja untuk mengatur kepentingan dan keamanan bangsa dan negara. c. Pegawai Swasta yaitu mereka yang bekerja pada bidang keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan, tanah, dan jasa perusahaan swasta. d. Wiraswasta adalah mereka yang pandai atau berbakat untuk mengenali produk, menyusun operasi untuk pengadaan produk, memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya. e. Buruh adalah mereka yang bekerja pada orang lain atau instansi/kantor/ perusahaan. f. Nelayan atau petani yaitu mereka yang bekerja pada bidang pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan. g. Supir yaitu mereka yang bekerja pada bidang angkutan, pegudangan, asuransi, dll. Penelitian pada pegawai negeri sipil di Inggris menemukan bahwa untuk kategori penyakit berat sistemik. Setiap penelitian pada Negara-negara industri juga menunjukan bahwa anak-anak yang berasal dari keluarga kelas sosial 35
tinggi lebih sedikit mengalami karies dari pada mereka yang berasal dari kelas sosial rendah. Namun hubungan tersebut bertolak belakang pada Negara berkembang. Perbedaan terjadinya kerusakan dan kehilangan gigi dalam kelompok sosial ekonomi yang berbeda biasanya diterangkan dengan adanya perbedaan dalam oral habit, konsumsi gula dan penggunaan flourida. Di Brazil telah diperlihatkan perbedaan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan gigi. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa prevalensi pencabutan gigi pada gigi yang rusak lebih tinggi pada anak yang berasal dari status sosial ekonomi rendah. Hal ini dikarenakan seseorang anak yang berasal dari status ini makan lebih banyak makanan yang bersifak kariogenik serta kurangnya sarana dan prasarana. Di Amerika Serikat Prevalensi pencabutan pada kerusakan gigi dengan sosial ekonomi rendah di daerah yang airnya di flouridasi lebih tinggi di banding daerah yang air minum tidak diflouridasi.
36
BAB III KERANGKA KONSEP
Variabel yang tidak diteliti Non Penyakit Sosial Ekonomi Usia Jenis Kelamin Tingkat pendidikan Status Gizi Pencabutan Gigi Penyakit Karies Periodontal Fraktur/trauma Pemakaian Ortodontik Penyakit sistemik Kehilangan Gigi Faktor Penyebab Variabel yang DIteliti 37
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah Observational Analitik. 4.2 Desain Penelitian Desain penelitian ini adalah Cross Sectional Study. 4.3 Subjek dan Lokasi Penelitian 1. SMA Negeri 1 Makassar 2. Daerah PT Maruki Daya Makassar 4.4 Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada tanggal 11 Februari 2013 11 Maret 2013
38
4.5 Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Negeri 1 Makassar dan Remaja PT Maruki Makassar yang berusia 14-22 tahun. 2. Sampel Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah 1. Semua Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Makassar 2. Remaja PT Maruki Daya Makassar. 4.6 Kriteria Sampel a. Kriteria Inklusi 1. Remaja Usia 14-22 Tahun 2. Kehilangan satu atau lebih pada gigi permanen 4. Bersedia dilakukan pemeriksaan (kooperatif) dan sehat b. Kriteria Ekslusi 1. Siswa SMA kelas XI dan XII 2. Kehilangan gigi karena pemakaian alat ortodontik 39
3. Tidak bersedia dilakukan pemeriksaan (non-kooperatif) 4.7 Alat dan Bahan 1. Alat-alat yang digunakan Handscoon, masker, dan alat tulis menulis. 4.8 Definisi Operasional Variabel a. Faktor Sosial Ekonomi adalah keadaan sosial dalam masyrakat yang dapat dinilai berdasarkan pekerjaan dan tingkat pendidikan orang tuanya. b. Status Kehilangan Gigi adalah Tingkat hilangnya satu atau lebih gigi dari soketnya dalam rongga mulut. Yang dinilai berdasarkan jumlah gigi yang hilang dalam rongga mulut. c. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Batasan usia remaja 14 sampai 22 tahun.
40
4.9 Kriteria Penilaian a. Faktor Sosial Ekonomi dapat dilihat dari : 1. Pekerjaan Orang Tua : a. Pegawai negeri adalah pekerjaan di sektor publik yang bekerja untuk pemerintah suatu Negara misalnya PT, BUMN, dll . b. TNI/POLRI adalah mereka yang bekerja untuk mengatur kepentingan dan keamanan bangsa dan negara. c. Pegawai Swasta yaitu mereka yang bekerja pada bidang keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan, tanah, dan jasa perusahaan swasta. d. Wiraswasta adalah mereka yang pandai atau berbakat untuk mengenali produk, menyusun operasi untuk pengadaan produk, memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya. e. Buruh adalah mereka yang bekerja pada orang lain atau instansi/kantor/ perusahaan. f. Nelayan atau petani yaitu mereka yang bekerja pada bidang pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan. 41
g. Supir yaitu mereka yang bekerja pada bidang angkutan, pegudangan, asuransi, dll. h. Lainnya yaitu mencakup pekerjaan seperti satpam, tukang, pembantu rumah tangga, office boy, dll. 2. Pendidikan Terakhir Orang Tua 1) SD yaitu Siswa yang jenjang pendidikan terakhir orang tuanya adalah tamat Sekolah Dasar. 2) SMP yaitu Siswa yang jenjang pendidikan terakhir orang tuanya adalah tamat Sekolah Menengah Pertama. 3) SMA yaitu Siswa yang jenjang pendidikan terakhir orang tuanya adalah tamat Sekolah Menengah Atas. 4) Perguruan Tinggi adalah siswa yang jenjang pendidikan terakhir orang tuanya adalah Strata 1, Pasca sarjana (S2), dan Doktor (S3), dll. 3. Status Kehilangan Gigi dinilai Berdasarkan jumlah gigi yang hilang dalam rongga mulut yaitu : Missing (M) adalah gigi permanen yang hilang atau dicabut akibat dari kerusakan gigi baik akibat dari kerusakan jaringan lunak maupun jaringan keras. Gigi sulung yang hilang tidak termasuk dalam kelompok ini. 42
4.10 Data 1. Jenis Data : Data Primer 2. Pengolahan Data : Dengan menggunakan SPSS 3. Analisis Data : uji Chi-Square 4. Penyajian Data : Dalam bentuk table
43
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Subjek
Di SMA Negeri 1 Makassar jumlah sampel sebanyak 34 orang dan di kawasan daerah PT Buruh Maruki sebanyak 30 orang. Jumlah sampel keseluruhan 64 orang. Tabel 1. Distribusi sampel berdasarkan Variabel Tabel. 1.1 Distribusi Sampel berdasarkan Jenis Kelamin Lokasi Penelitian Variabel Jenis Kelamin N %
SMA N 1 Makassar Laki-laki Perempuan 14 20 41,2 58,8 Total 34 100 Kawasan Buruh PT Maruki Daya Laki-laki Perempuan 17 13 56,7 43,3 Total 30 100
Pada Tabel 1.1. distribusi sampel SMA N 1 berdasarkan jenis kelamin terdapat 14 orang 41,2 % yang berjenis kelamin laki-laki dan 20 orang 58,8% yang berjenis kelamin perempuan sedangkan yang berada di Kawasan Buruh PT Maruki daya terdapat 17 orang 56,7% yang berjenis kelamin laki- laki dan 13 orang 43,3% yang berjenis kelamin perempuan. 44
Tabel 1.2 Distribusi Sampel berdasarkan Pekerjaan Orang Tua. Lokasi Penelitian Variabel Pekerjaan Orang Tua N %
SMA N 1 Makassar PNS Pegawai Swasta Wiraswasta TNI/Polri Buruh Supir Lainnya 10 10 12 2 0 0 0 29,4 29,4 35,3 5,8 0 0 0 Total 34 100 Kawasan Buruh PT Maruki Daya PNS Pegawai Swasta Wiraswasta TNI/Polri Buruh Supir Lainnya 0 0 0 0 30 0 0 0 0 0 0 100 0 0 Total 30 100
Tabel 1.2. distribusi sampel berdasarkan pekerjaan orang tua remaja pada SMA N 1 yang bekerja sebagai PNS terdapat 10 orang 29,4% , Pegawai Swasta terdapat 10 orang 29,4%, Wiraswasta terdapat 12 orang 35,3 %, dan yang berkerja sebagai TNI/Polri terdapat 2 orang 5,8%. Sedangkan distribusi 45
sampel berdasarkan pekerjaan orang tuanya yang berada di Kawasan Buruh PT Maruki daya terdapat 30 orang 100% yang berprofesi sebagai buruh.
Tabel 1.3 Distribusi sampel berdasarkan Pendidikan Terakhir Orang Tua. Lokasi Penelitian Variabel Pendidikan Terakhir orang tua N %
SMA N 1 Makassar
SD SMP SMA Perguruan Tinggi
0 0 10 24 0 0 29,4 70,6 Total 34 100 Kawasan Buruh PT Maruki Daya
SD SMP SMA Perguruan Tinggi
8 10 12 0 26,7 33,3 40 0 Total 30 100
Dari tabel 1.3. distribusi sampel berdasarkan pendidikan terakhir orang tua remaja pada SMA N 1 terdapat 10 orang 29,4% yang berpendidikan terakhir SMA, dan 24 orang 70,6% yang berpendidikan terakhir di perguruan tinggi. Sedangkan 46
distribusi sampel berdasarkan pendidikan terakhir orang tua yang berada di Kawasan Buruh PT Maruki daya terdapat 8 orang 26,7 % yang berpendidikan terakhir SD, 10 orang 33,3% yang berpendidikan terakhir SMP 12 orang 40% yang berpendidikan terakhir SMA.
B. Gambaran Kehilangan Gigi Tabel 2. Hubungan antara pendidikan terakhir orang tua dengan status kehilangan gigi. Lokasi Pendidikan Terakhir Orang Tua Kehilangan Gigi Total Ada Tidakada N % N % N % SMA Negeri 1 Tidaksekolah SD SMP SMA Perguruan Tinggi 0 0 0 3 1 0.0 0.0 0.0 8,8 2,9 0 0 0 7 23 0.0 0.0 0.0 20,6 67,6 0 0 0 10 24 0.0 0.0 0.0 29,4 70,6 Total 4 11,7 30 88,2 34 100 Kawasan Buruh PT Maruki TidakSekolah SD SMP SMA PerguruanTinggi 0 8 10 8 0 0 26,7 33,3 26,7 0 0 0 0 4 0 0.0 0.0 0.0 13,3 0.0 0 8 10 12 0 0.0 26,7 33,3 40 0.0 Total 26 86,7 4 13,3 30 100
47
Pada tabel 2. Menunjukkan nilai status kehilangan gigi pada SMA N 1 dan kawasan buruh PT Maruki dilihat dari jenis pendidikan terakhir orang tuanya. Di SMA Negeri 1 memiliki nilai status kehilangan gigi adalah siswa yang pendidikan orang tuanya SMA yaitu 3 orang 8,8% yang mengalami kehilangan gigi dan 7 orang 20,6% yang tidak mengalami kehilangan gigi. Pada siswa yang orang tuanya berpendidikan terakhir di perguruan tinggi yaitu 1 orang 2,9% yang mengalami kehilangan gigi dan yang tidak mengalami kehilangan gigi 23 orang yaitu 67,6%. Di Kawasan buruh PT Maruki memiliki status kehilangan gigi pada remaja yang orang tuanya berpendidikan terakhir SD sebanyak 8 orang 26,7% yang mengalami kehilangan gigi dan yang tidak mengalami kehilangan gigi yaitu 0 %. Pada orang tuanya yang berpendidikan terakhir SMP sebanyak 10 orang 33,3% yang mengalami kehilangan gigi dan yang tidak mengalami kehilangan gigi adalah 0 %. Pada orang tuanya yang berpendidikan terakhir SMA terdapat 8 orang 26,7 % yang mengalami kehilangan gigi dan yang tidak mengalami kehilangan gigi sebanyak 4 orang yaitu 13,3 %. Ini menunjukkan ada hubungan antara nilai status kehilangan gigi dan faktor pendidikan orang tuanya.
48
Table 3. Hubungan antara Pekerjaan Orang Tua terhadap Status Kehilangan Gigi. Lokasi Pekerjaan Orang Tua Kehilangan Gigi Total Ada Tidakada N % N % N % SMA Negeri 1 Pegawai Negeri Pegawai Swasta Wiraswasta TNI/POLRI Buruh Lainnya
1 0 3 0 0 0 2,9 0.0 8,8 0.0 0.0 0.0 9 10 9 2 0 0 26,5 29,4 26,5 5,9 0.0 0.0 10 10 12 2 0 0 29,4 29,4 35,3 5,9 0.0 0.0 Total 4 11,7 30 88,3 34 100 KawasanBuruh PT Maruki Pegawai Negeri Pegawai Swasta Wiraswasta TNI/POLRI Buruh Lainnya
Pada tabel 3. Menunjukkan nilai status kehilangan gigi SMA Negeri 1 dan Kawasan PT Maruki dilihat dari pekerjaan orang tuanya. Di SMA Negeri 1 memiliki nilai status kehilangan gigi yaitu pada orang tua yang bekerja sebagai PNS yaitu sebanyak 1 orang 2,9% yang mengalami kehilangan gigi dan yang tidak 49
mengalami kehilangan gigi sebanyak 9 orang 26,5%. Pada orang tuanya yang bekerja sebagai Pegawai Swasta yaitu 0% yang mengalami kehilangan gigi dan yang tidak mengalami kehilangan gigi yaitu 10 orang 29,4%. Pada orang tuanya yang bekerja sebagai Wiraswasta sebanyak 3 orang 8,8% yang mengalami kehilangan gigi dan 9 orang 26,5% yang tidak mengalami kehilangan gigi. Pada orang tuanya yang bekerja sebagai TNI/Polri tidak terdapat kehilangan gigi. Di kawasan PT Maruki memiliki nilai status kehilangan gigi paling banyak yaitu Remaja yang pekerjaan orang tuanya sebagai Buruh yaitu 26 orang 86,7 % yang mengalami kehilangan gigi dan hanya 4 orang 13,3% yang tidak mengalami kehilangan gigi. Ini menujukkan bahwa ada hubungan antara nilai status kehilangan gigi remaja dan faktor pekerjaan orang tuanya.
50
BAB VI PEMBAHASAN
Pada penelitian ini uji statistik yang digunakan adalah uji hubungan Chi-Square. Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 dan Kawasan Buruh PT Maruki daya dengan jumlah sampel seluruhnya sebanyak 64 orang. Sesuai dengan tujuan dari penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan faktor sosial ekonomi dengan status kehilangan gigi ditinjau dari tingkat pendidikan dan pekerjaan. Berdasarkan hasil yang diperoleh bahwa remaja yang orang tuanya berasal dari tingkat pendidikan tinggi memiliki angka kejadian kehilangan gigi rendah yaitu 11,7 % sedangkan remaja yang orang tuanya berasal dari tingkat pendidikan rendah memiliki angka kejadian kehilangan gigi tinggi yaitu 86,7%. Hal ini disebabkan karena remaja yang orang tuanya berasal dari tingkat pendidikan yang tinggi memiliki tingkat pengetahuan, kesadaran dan kebersihan mulut yang baik, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh National Study of Dental Health di Inggris dan Wales (1991) Menunjukkan bahwa anak-anak yang berasal dari kelas sosial ekonomi tinggi tidak memiliki gigi yang berlubang dan kerusakan gigi yang menyebar. 51
Sedangkan anak-anak yang berasal dari kelas sosial ekonomi rendah memiliki faktor resiko kerusakan gigi yang lebih tinggi dibanding mereka yang berasal dari kelas sosial tinggi. (2) Kehilangan gigi ditinjau berdasarkan tingkat pekerjaan orang tua yang memiliki tingkat pekerjaan yang tinggi yaitu PNS, Pegawai Swasta, Wiraswasta, dan TNI/polri diperoleh tingkat kehilangan gigi yang rendah yaitu 11,8% remaja mengalami kehilangan gigi dan 88,2% tidak mengalami kehilangan gigi sedangkan remaja yang orang tuanya berprofesi sebagai buruh industri memiliki tingkat kehilangan gigi yang tinggi yaitu 86,7% yang mengalami kehilangan gigi dan yang tidak mengalami kehilangan gigi hanya 13,3%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Reilly dkk mengatakan apabila tingkat pendidikan dan penghasilan rendah maka terjadinya kehilangan gigi akan lebih banyak dibandingkan dengan tingkat pendidikan dan penghasilan tinggi, hal ini disebabkan dengan pendidikan dan penghasilan tinggi, seseorang mengetahui serta rutin melakukan perawatan gigi dan mulut ke dokter gigi. (3) Salah satu faktor yang mempengaruhi kehilangan gigi adalah pendapatan perkapital seseorang. Golbert menemukan bahwa makin rendah tingkat pendapatan, makin tinggi proporsi yang mempunyai keluhan mulut. Menurut Pelton dkk yang dikutip oleh Lesmana, memperlihatkan bahwa setelah 52
usia 15 tahun, kira-kira 50%, jumlah kehilangan gigi disebabkan karena karies, 37% hilang karena penyakit periodontal, sedangkan 13% oleh akibat lain misalnya trauma. (3)
53
BAB VII PENUTUP
7.1 Kesimpulan Pada penelitian ini ditemukan ada hubungan yang bermakna antara faktor sosial ekonomi dengan status kehilangan gigi pada remaja p<0,05 dimana nilai p=0,000. Maka Ho ditolak, Ha diterima. Berarti ada hubungan yang signifikan. 7.2 Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dalam jumlah sampel yang lebih besar mengenai status sosial ekonomi dengan status kehilangan gigi. 2. Perlunya peningkatan penyuluhan tentang kesehatan gigi dan mulut pada remaja dengan melibatkan tenaga kesehatan untuk mengurangi terjadinya kehilangan gigi. 3. Perlu adanya dorongan dan dukungan dari lingkungan sekitar tempat tinggal terutama orang tua yang merupakan lingkungan primer atau lingkungan inti.
54
DAFTAR PUSTAKA
1. Wangsarahardja K. Kebutuhan Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut pada Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Scientific Journal In Dentistry ; 2007 : 22(3) , pp 90-99. 2. Gillcrist JA, Brumly DG, Blackford JU. Community Socioeconomic status and Childrens Dental Health[internet]. Available from : http://www.community.com/community-socioeconomic. Accesed Desember 22, 2012 3. Reilly Bo. Socioeconomic status and oral health. Journal od Australian dental association : 2006 :4(1). 4. Astoeti TE, Boesro S. Pengaruh Tingkat Pengetahuan terhadap Kebersihan Gigi dan Mulut . Dentika Dental Journal ; 2008 : 12(2) , pp 145-147. 5. Narlan S. Dasar - Dasar Karies Penyakit dan Penanggulangannya. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran ECG, 1992. 6. Joyson M, Rangeeth BN, Gurunatha D. Prevalence of dental caries, socio economic status and treatment Needs among 5 to 15 years old school going children of Chidambaram. Journal of clinical and Diagnostic Research ; 2011: 5(1), pp 146-151. 55
7. Situmorang N. Status dan Prilaku Pemeliharaan Kesehatan Gigi dan Mulut Sekolah Di 8 Kecamatan Di Kota Medan. Dentika Dental Journal ; 2008 : 13(3) , pp 115-19. 8. Agarwal V, Khatri M, Singh G, Gupta G, Marya CM, Kumar V. Prevalence of Periodontal diseases in india. Journal of oral health community dentistry ; 2010 : 4, pp 7-16. 9. Achmad H. Trauma Gigi Anterior pada Anak. Makassar : Penerbitan Bimer, 2009. 10. Tingkat Kecelakaan Lalu Lintas di jalan Raya[Internet]. Available From : http://id.kecelakaan lalu lintas.masyarakat.htm. Accesed desember,12, 2012. 11. Koesoemahardja H. Tumbuh Kembang Dentofasial Manusia. Jakarta : Penerbit Universitas Trisakti, 2008. 12. Kristin, Kida. Pengaruh kebiasaan merokok Terhadap Kesehatan Gigi dan Mulut. Jakarta : Penerbit Buku Bina insan, 2007. 13. Lina N, Nila SD. Hubungan Pendidikan, Pengetahuan, dan Prilaku Ibu Terhadap Status Kerusakan Gigi. Dentika Dental Journal; 2010 : 15(1) , pp 37-41. 56
14. Hamrun N. Pebandingan Stats Gizi dan Karies Gigi pada Murid SD Islam Athira dan SD Bangkala III Makassar. J Dentofasial; 2009 : 8(1) , pp 27-34. 15. Handayani HF. Sifat Kariogenik pada Makanan Anak-anak. Jurnal Dentofasial Kedokteran Gigi; 2003 ; 1 ; 247-9. 16. Beal JF. Social Factor and Preventif Dentistry. St. Louis : Mosby 1996. 17. Africa CWJ, Reddy J. The Association between Gender and Tooth Loss in a Small Rural Population of South Africa[internet]. Available From : http//www.sciencepublishingroup.com. Accesed January 10 th 2013. 18. Dampak Kehilangan Gigi. [Internet] Available from : http://www.google.com/kehilangan-gigi.html. Accesed Desember 22,2012. 19. Manski Rj, Magder Ls. Demographic and Socioeconomic Predictors of Dental Care Utilization[Internet]. Available From : http://www.Clinical Practice demographic.htm. Accesed Desember 24, 2012. 20. Ministry Of Health Republic of Indonesia. Health Development Toward Healthy Indonesia, 2011 [Internet].Available From : http://www.gizi.net/kebijakan-gizi/download/SKG.8.doc. Accesed Desember 12, 2012. 57
21. Penduduk Bekerja Menurut Status Pekerjaan[Internet]. Available From : http://Journal.unair.ac.id/filerPDF/DENTJ-38-3-07.pdf. Accesed desember 28,2012. 22. Situmorang N. Perilaku sakit: suatu tinjauan sosial cultural. Dentika Dent J 2003;2(8):265.