Anda di halaman 1dari 57

1

HUBUNGAN SOSIAL EKONOMI DENGAN STATUS


KEHILANGAN GIGI PADA REMAJA






SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh
RISKI ERDA SETYOWATI
J111 10 151

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
2

LEMBAR PENGESAHAN
Hubungan Sosial Ekonomi dengan Status Kehilangan Gigi
Pada Remaja
Telah Diperiksa dan Disahkan
Pada Tanggal, Juli 2013

Oleh :
Pembimbing

Drg. Hasmawati Hasan, M.Kes
NIP : 19670502 199802 2 001

Mengetahui ;
Dekan Fakultas Kedokteran Gigi
Penanggung Jawab Program Strata Satu
Universitas Hasanuddin



Prof. drg. Mansjur Nasir, Ph.D
NIP : 19540625 198403 1 001

3


KATA PENGANTAR

Bismillahirarahmanirrahim
Assalamualaikum Wr.Wb.
Puji Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
atas segala limpahan rahmat, hidayah, dan karunia-Nya lah sehingga penulis
dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Hubungan Sosial
Ekonomi dengan Status Kehilangan Gigi Pada Remaja.
Teriring salam dan taslim atas junjungan Nabi besar Muhammad
SAW, sebagai suri tauladan umat, pembawa cahaya kebenaran dan
penyempurna akhlak manusia.
Penulisan skripsi ini dibuat sebagai syarat untuk mencapai gelar Sarjana
Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin.
Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapat banyak
dukungan, saran moril serta materil, nasehat, serta bimbingan dari banyak
pihak. Ucapan terima kasih penulis hanturkan kepada yang terhormat :
1. Prof. drg. Mansjur Nasir, Ph.D selaku dekan Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Hasanuddi.
2. Drg. Suryana Mappangara, M.Kes Selaku penasehat akademik yang
senantiasa memberikan Motivasi dan semangat dalam menjalani
perkuliahan.
4

3. Drg. Hasmawati Hasan, M.Kes Selaku dosen Pembimbing yang telah
banyak meluangkan waktu dan pikirannya ditengah-tengah
kesibukannya dan memberikan banyak saran, nasehat dan arahan serta
bimbingannya.
4. Orang tua tersayang Ayahanda Sutyaswoko dan Ibunda terkasih Siti
Herlina Siri yang telah melahirkan, membesarkan dan memberikan
kasih dan saying yang tulus serta doanya.
5. Kakak ku tersayang Susilo Hari Mamiri yang selalu memberikan
perhatiannya dan dukungan.
6. My Best Friend Maryam Idris yang selama ini selalu bersama dalam
suka dan dukanya perkuliahan dan selalu memberikan masukan dan
saran.
7. Untuk semua Keluarga yang membantu, mendorong dan menyemangati
penulis agar giat dalam pembuatan skripsi ini.
8. Buat staf Fakultas Kedokteran Gigi, pak Ibrahim, pak amir dan kak
edha yang selalu membantu dalam pencariab referensi di Perpustakaan
tercinta, tak lupa untuk dek Anca yang selalu lucu dengan
celotehannya.
9. Untuk semua Atrisi 2010 yang memberikan banyak kritikan dan saran
dalam pembuatan skripsi ini.
Penulis menyadari dengan segala keterbatasan yang dimilki baik
intelektual maupun literature sehingga skripsi ini masih jauh dalam
kesempurnaan. Oleh karena itu penulis harapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun. Harapan penulis, semoga apa yang telah penulis tulis dalam
skripsi ini dapat bermanfaat.
Wassalamualaikum Wr.Wb
5

Hubungan Status Sosial Ekonomi dengan Status Kehilangan Gigi pada
Remaja
2012
*Hasmawati Hasan,**Riski Erda Setyowati
*Bagian Bedah Mulut
*Mahasiswi Preklinik
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddi

ABSTRAC
Tooth loss is a condition in which one or more teeth a person or place
loose from its socket in the oral cavity. Tooth loss may be caused by caries,
periodontal disease, fracture or trauma.. Tooth loss may be caused by caries,
periodontal disease, fracture or trauma. This study aims to determine the
relationship between socioeconomic status factors with tooth loss status in
adolescents. This study uses the approach Cross-Sectional Observational Study
Analytical. This research is the basis on which the research is done by taking
the data obtained from the clinical examination in adolescent SMA N 1 and PT
Maruki Daya, then the result is put into the distribution table. The results
showed an association between socio-economic status with the status of tooth
loss in adolescents is of the total overall sample as many as 64 people are based
6

on the results obtained. There was relationship between sosial ekonomic and
lost tooth status were that teenagers who come from higher levels of education
have lower incidence of tooth loss is 11.7% while the teenagers who come from
low educational level have a higher incidence of tooth loss is 86.7%.











ABSTRAK

7

Kehilangan gigi merupakan keadaan di mana satu atau lebih gigi
seseorang lepas dari soketnya atau tempatnya dalam rongga mulut. Kehilangan
gigi dapat disebabkan oleh karies, penyakit periodontal, fraktur atau trauma.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor status sosial
ekonomi dengan status kehilangan gigi pada remaja. Penelitian ini
menggunakan pendekatan Cross Sectional Study.- Observational Analitik..
Penelitian ini merupakan penelitian dasar dimana penelitian dilakukan dengan
cara mengambil data yang diperoleh dari pemeriksaan klinis pada remaja SMA
N 1 dan Kawasan PT Buruh Maruki daya, kemudian hasilnya di masukkan ke
dalam tabel distribusi. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara
status sosial ekonomi dengan status kehilangan gigi pada remaja yaitu dari
seluruh total keseluruhan sampel yaitu sebanyak 64 orang yaitu berdasarkan
hasil yang diperoleh bahwa remaja yang berasal dari tingkat pendidikan tinggi
memiliki angka kejadian kehilangan gigi rendah yaitu 11,7 % sedangkan
remaja yang berasal dari tingkat pendidikan rendah memiliki angka kejadian
kehilangan gigi tinggi yaitu 86,7 %.

BAB I
PENDAHULUAN
8


1.1 Latar Belakang
Kesehatan gigi dan mulut pada remaja adalah bagian yang esensial dan
integral dari kesehatan umum yang terlihat pada masyarakat luas. Kesehatan
gigi dan mulut yang baik dibutuhkan dalam berbagai aspek kehidupan sehari-
hari seperti bicara, makan, minum, sosialisasi dan rasa percaya diri. Kehilangan
satu atau lebih gigi dapat menyebabkan rasa tidak nyaman dan terganggunya
fungsi mastikasi, lubrikasi dan fonetik.
(1)

Remaja merupakan bagian dari masyarakat yang memiliki keragaman
derajat sosial ekonomi, faktor sosial ekonomi adalah faktor terbesar yang
mempengaruhi status kesehatan gigi masyarakat. Masyarakat yang memiliki
tingkat pendidikan yang tinggi akan memiliki pengetahuan dan sikap yang baik
terhadap kesehatan sehingga akan mempengaruhi prilaku untuk hidup sehat dan
dapat menjaga kesehatan gigi.
Penelitian tentang kerusakan gigi pada anak-anak dan remaja di Iran
menyatakan bahwa prevalensi kerusakan gigi terlihat lebih tinggi pada anak
yang memiliki orang tua berpenghasilan dan pendidikan rendah sebaliknya
pada anak yang memiliki orang tua yang berpenghasilan dan pendidikan tinggi,
prevalensi kerusakan gigi cenderung lebih rendah.
(2)

9

Kehilangan gigi merupakan keadaan dari satu atau lebih gigi seseorang
lepas dari soketnya atau tempatnya. Kehilangan gigi permanen pada orang
dewasa sangatlah tidak diinginkan. Biasanya kehilangan gigi pada seseorang
dapat terjadi akibat karies, penyakit periodontal, trauma, pencabutan gigi,
ortodontik, terapi radiasi dan penyakit sistemik. Kehilangan gigi sangat
berhubungan dengan status sosial ekonomi seseorang karna pada masyarakat
yang berpenghasilan tinggi lebih memilih melakukan perawatan gigi dari pada
mencabut gigi, sedangkan keadaan ini berbanding terbalik dengan masyarakat
yang berasal dari ekonomi rendah akan memilih mencabut giginya dengan
keadaan gigi yang tidak dapat dipertahankan lagi serta mahalnya biaya apabila
dilakukanna perawatan.
(3)

Status sosial ekonomi sangat berhubungan dengan status kehilangan
gigi dari satu atau lebih faktor-faktor penghalang yang harus diperhatikan yang
mempunyai pengaruh secara langsung pada kesehatan gigi. Faktor penghalang
pasien terhadap perawatan kesehatan gigi sudah lama dikenal termasuk faktor
ekonomi. Pemilihan pencabutan gigi pada masa sekarang ini merupakan salah
satu pengaruh akibat dari mahalnya biaya perawatan.
(3)

Di Indonesia Sendiri kesehatan gigi dan mulut merupakan salah satu
yang perlu diperhatikan. Menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT
1995) Meningkatnya penyakit gigi dan mulut di Indonesia mencapai 80%.
10

Meningkatnya biaya perawatan yang berdampak pada bidang kesehatan gigi
sehingga masyarakat yang berasal dari ekonomi rendah tidak mendapatkan
pelayanan kesehatan gigi secara layak. Masyarakat lebih memilih kehilangan
giginya dari pada merawat akibat dari mahalnya biaya perawatan kesehatan gigi
sekarang.
(4)

Dengan dasar pemikiran tersebut, penulis tertarik untuk mengetahui
hubungan faktor sosial ekonomi dengan status kehilangan gigi pada remaja.
Remaja merupakan bagian dari masyarakat yang harus diperhatikan kesehatan
giginya karena sangat berpengaruh terhadap kesehatan dan masa depan yang
akan datang.





1.2 Rumusan Masalah
11

Berdasarkan latar belakang di atas, maka adapun rumusan
masalah sebagai berikut : Apakah ada hubungan faktor sosial ekonomi
dengan Status Kehilangan Gigi pada remaja.

1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah ada
hubungan antara Faktor sosial ekonomi dengan status kehilangan gigi
pada remaja.

1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini:
1. Manfaat Keilmuan
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah
ilmu pengetahuan serta dapat dijadikan salah satu bahan bacaan.
b. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumber informasi bagi
masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut
serta pentingnya mempertahankan keberadaan gigi selama
mungkin.

2. Manfaat bagi penulis
12

Merupakan proses belajar serta pengalaman dalam mengaplikasikan
ilmu melalui penelitian.
1.5 Hipotesis
Ada hubungan antara faktor sosial ekonomi orang tua terhadap status
kehilangan gigi pada remaja.










BAB II
13

TINJAUAN PUSTAKA

Kehilangan gigi merupakan keadaan di mana satu atau lebih gigi
seseorang lepas dari soketnya atau tempatnya dalam rongga mulut. Kejadian
hilangnya gigi normal terjadi pada anak-anak mulai usia 6 tahun yang
mengalami hilangnya gigi susu dan kemudian digantikan dengan gigi
permanen. Kehilangan gigi dapat disebabkan oleh karies, penyakit periodontal,
trauma dan atrisi yang berat. Karies merupakan satu penyebab kehilangan gigi
yang paling sering terjadi pada dewasa muda, karies merupakan penyakit
infeksi pada gigi karies yang tidak dirawat dapat bertambah buruk, sehingga
akan menimbulkan rasa sakit dan berpotensial menyebabkan kehilangan gigi.
Penyakit periodontal merupakan penyakit infeksi pada jaringan pendukung gigi
yang apabila tidak dirawat akan menyebabkan hilangnya gigi. Penyakit
periodontal dapat menyebabkan resorbsi tulang alveolar dan resesi gingival
serta bertambah parahnya dengan bertambahnya usia. Sebagian besar
penelitian menyatakan bahwa karies dan penyakit periodontal merupakan
penyebab utama terjadinya kehilangan gigi. Faktor bukan penyakit seperti
faktor sosial demografi, perilaku dan gaya hidup juga berpengaruh terhadap
kehilangan gigi. Faktor sosial demografi seperti umur, jenis kelamin, tingkat
pendidikan dan tingkat penghasilan merupakan faktor utama yang dapat
14

mempengaruhi jumlah kehilangan gigi geligi.
(4,5)

2.1 Etiologi Kehilangan Gigi
Masalah kesehatan gigi dan mulut di Indonesia sampai saat ini
merupakan masalah yang ditandai dengan angka prevalensi kerusakan
gigi dan mulut seperti karies gigi dan penyakit periodontal yang masih tetap
tinggi.
(4)

Penyakit tersebut dikarenakan kurangnya perhatian terhadap
kebersihan gigi dan mulut. Kehilangan gigi dapat disebabkan oleh berbagai
macam kejadian, baik gigi tersebut dicabut oleh dokter gigi atau hilang dengan
sendirinya akibat penyakit periodontal atau adanya trauma.
(4)
Adapun
penyebab terjadinya kehilangan gigi antara lain :

2.1.1 Karies
Karies gigi adalah penyakit multifaktorial yang merupakan salah satu
penyebab kehilangan gigi yang paling sering terjadi pada dewasa muda dan
dewasa tua. Karies merupakan penyakit infeksi pada gigi, karies yang tidak
dirawat dapat bertambah buruk sehingga akan menimbulkan rasa sakit dan
berpotensi menyebabkan kehilangan gigi. Walaupun secara keseluruhan karies
menurun di Amerika, tetapi penrunan ini tidak terjadi pada kelompok usia tua.
15

(5)
Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu email,
dentin, dan sementum yang disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik
dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Terdapat empat faktor utama
yang berperan dalam proses terjadinya karies, yaitu host, mikroorganisme,
substrat, dan waktu. Determinan tingginya tingkat Prevalensi dan insiden
terjadinya karies pada populasi dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin, usia,
status sosial ekonomi dan kebiasaan menjaga kebersihan mulut.
(5)

Faktor-faktor tersebut bekerja bersama dan saling mendukung satu
sama lain. Bakteri plak akan memfermentasikan karbohidrat (misalnya
sukrosa) dan menghasilkan asam. Kondisi asam seperti ini sangat disukai oleh
Sterptococcus mutans dan Lactobacillus sp. yang merupakan mikroorganisme
penyebab utama dalam proses terjadinya karies. Streptococcus mutans
berperan dalam permulaan (initition) terjadinya karies gigi dan bakteri ini
mampu melekat pada permukaan gigi dan memproduksi enzim glukuronil
transferase.
(5)

Enzim tersebut menghasilkan glukan yang tidak larut dalam air dan
berperan dalam penimbunan plak dan koloni pada permukaan gigi, di mana
plak merupakan penyebab terjadinya karies maupun radang periodontal
dan kemudian Lactobacillus sp. berperan pada proses perkembangan dan
16

kelanjutan karies tersebut. Pertama kali akan terlihat white spot pada
permukaan email dan proses ini kemudian berjalan secara perlahan sehingga
lesi kecil tersebut berkembang, dan dengan adanya destruksi bahan organik,
maka kerusakan berlanjut pada dentin disertai kematian odontoblast. Kematian
odontoblas pada gigi menyebabkan gigi mengalami nekrosis sehingga gigi
tidak dapat dipertahankan lagi, adapun perawatan dapat dilakukan tetapi
dengan biaya yang mahal sehingga kebanyakan masyarakat yang berada pada
ekonomi menengah ke bawah lebih memilih mencabut giginya untuk
menyelesaikan masalah.
(5)
Menurut penelitian Nurmala situmorang bahwa
Prevalensi karies gigi pada anak usia sekolah adalah cukup tinggi 74,69 %
serta dijumpai kenaikan prevalensi seiring dengan pertambahan umur. Pada
kelompok usia remaja 14-16 tahun sudah dijumpai karies pada 82,53 % anak.
Keadaan ini menunjukkan buruknya pemeliharaan gigi. Prevalensi karies gigi
pada penelitian ini yaitu 74,69 % hampir sama dengan prevalensi penduduk 10
tahun keatas pada SKRT 2001 yaitu 71,20 % namun apabila dilihat jumlah
DMF-T rata-rata ada perbedaan. Survey kesehatan rumah tangga 2001
menunjukkan bahwa indeks DMF-T pada usia 10 tahun keatas sebesar 5,30
lebih tinggi dibandingkan indeks DMF-T yaitu 2,85 %.
(6)
2.1.2 Penyakit Periodontal
Penyakit periodontal merupakan penyakit infeksi pada jaringan
17

pendukung gigi yang apabila tidak dirawat akan menyebabkan hilangnya gigi.
Penyakit periodontal didefinisikan sebagai penyakit pada daerah yang
menyanggah gigi yang kehilangan struktur kolagennya, sebagai respon dari
akulumasi bakteri pada jaringan periodontal. Penyakit periodontal banyak
diderita oleh manusia hampir di seluruh dunia dari jumlah populasi dewasa.
Penyakit periodontal pada awalnya berupa gingivitis yang tidak terasa sakit,
karena penyakit periodontal merupakan infeksi kronis yang berjalan lambat
yang dapat terlihat dengan adanya kerusakan pada jaringan pendukung gigi,
seperti gingiva, ligamen periodontal, dan tulang alveolar.
(7)

Patogenesis penyakit periodontal dimulai dengan adanya gingivitis
akibat adanya perlekatan plak dan bakteri. Berlanjutnya iritasi dan
inflamasi akibat plak, maka perlekatan epitelium akan semakin rusak. Sel
epitel akan berdegenerasi dan memisah sehingga perlekatan ke gigi akan
rusak seluruhnya. Penyakit yang menyerang pada gingiva dan jaringan
pendukung gigi ini merupakan penyakit infeksi yang serius dan apabila
tidak dilakukan perawatan yang tepat dapat mengakibatkan kehilangan gigi.
Salah satu tanda yang biasanya menunjukkan terjadinya penyakit
periodontal adalah kehilangan gigi akibat dari hilangnya pelekatan pada gigi
sehingga gigi tidak dapat lagi bertahan pada soketnya. Penyakit periodontal
meliputi penyakit inflamasi kronis yang berakibat pada jaringan pendukung
18

periodontal pada gigi dan terjadinya destruksi tulang. Pada periodontitis kronis
hampir semua kasus yang menyatakan bahwa terdapat destruksi tulang pada
jaringan periodontal. Penyakit periodontal memiliki faktor resiko dominan
terhadap manifestasi penyakit sistemik, penyakit periodontal yang
menyebabkan terjadinya destruksi tulang alveolar mengakibatkan kehilangan
perlekatan antara gigi dan jaringan pendukungnya sehingga gigi akan
mengalami derajat kegoyangan hingga kehilangan gigi.
(7,8)


2.1.3 Trauma atau Fraktur
Setiap orang dapat mengalami trauma baik pada gigi, tulang alveolar
maupun pada jaringan lunaknya dalam berbagai kondisi, dapat terjadi pada gigi
anterior maupun posterior. Kerusakan gigi pada anak-anak dan remaja
biasanya disebabkan karena kecelakan bermain, lalu lintas dan olahraga.
(9)

Pengertian dari trauma secara umum adalah luka atau jejas baik fisik
maupun psikis. Trauma dengan kata lain injury atau wound, dapat diartikan
sebagai kerusakan atau luka yang biasanya disebabkan oleh tindakan-tindakan
fisik dan ditandai dengan terputusnya kontinuitas normal suatu struktur
jaringan. Hilangnya kontinuitas pada gigi dapat menyebabkan gigi lambat laut
mengalami nekrosis sehingga potesi untuk kehilangan gigi sangat besar kecuali
pada masyarakat yang memiliki pola piker kesehatan serta biaya yang cukup
19

untuk merawat gigi.
(9)
Berbagai macam kondisi yang mengakibatkan terjadinya trauma pada
gigi antara lain kecelakaan lau lintas yang dewasa ini banyak terjadi di jalan
raya:
1. Kecelakaan saat berolahraga seperti sepak bola, lomba lari, bereang,
olah raga beladiri, basketball, volleyball dan lain-lain.
2. Tindakan kriminalitas seperti perampokan dengan tindakan kekerasan
dan penganiayaan. Penganiayaan dapat terjadi di luar maupun di
dalam rumah.
3. Perkelahian yang banyak terjadi dewasa ini, baik itu perkelahian antar
siswa atau pelajar perkelahian antar teman.
4. Kecelakaan dalam lingkungan rumah tangga seperti terkena pompa
air, jatuh dari tangga, terbentur meja, lemari dan terpeleset di kamar
mandi dan lain-lain.
5. Kecelakaan akibat bencana alam seperti gempa bumi, banjir, angin
rebut, tanah longsor dan lain-lain.
6. Kecelakaan lalu lintas seperti kecelakaan bermotor, antar mobil dan
kecelakaan pejalan kaki, dan lain-lain.
(9)

Persentase terjadinya trauma gigi anterior pada anak-anak dan remaja
dari tahun ke tahun semakin meningkat. Hasil penelitian Sumawinata (1994)
20

terdapat 4251 murid sekolah dasar yang diperiksa terdapat 4,2 % yang
mengalami fraktur pada gigi anterior. Hasil penelitian Hargreaves dan Craig
(1970) terdapat 5,9% dari 17.831 anak yang berusia 4-18 tahun mengalami
cedera traumatik pada gigi anterior. Penelitian Suprastiwi (1994) terdapat
murid sekolah lanjutan pertama (SLTP) di Jakarta berusia 11-15 tahun,
terdapat 16,4 % dari 1634 murid yang mengalami kasus fraktur gigi anterior
dan posterior.
(10)
Penelitian Sitanggang (1998) menunjukkan 2,32 % atau 105 penderita
trauma gigi anterior dari 4514 penderita yang datang ke bagian Bedah Mulut
FKG UNPAD/RSP Hasan Sadikin Bandung dari Januari 1995 sampai
desember 1997, diantarnya 15 anak (14,28%) pada usia 1-10 tahun dan 40
orang (38,09%) yang berusia 11-20 tahun mengalami truma gigi anterior,
kelompok usia 11-20 tahun adalah usia yang paling banyak mengalami trauma
pada gigi dan (15 %) mengalami kehilangan gigi.
(9,10)




2.2 Faktor yang Berhubungan dengan Kehilangan Gigi
2.3.1 Usia
21

Secara umum, kesehatan mulut pada orang tua terlihat dengan tingginya
gigi yang hilang, yang selanjutnya mempengaruhi kesehatan secara umum,
kesulitan mengunyah, masalah sosial dan komunikasi. Kehilangan gigi
biasanya disebabkan oleh karies dan penyakit periodontal, tetapi persentase
keterlibatan keduanya tergantung pada usia di mana kehilangan gigi pada usia
lanjut kebanyakan disebabkan oleh penyakit periodontal sedangkan kehilangan
gigi pada usia muda biasanya disebabkan oleh karies selain itu, penyakit
periodontal lebih banyak terjadi pada usia tua dibandingkan dengan usia
muda. Berdasarkan penelitian Benedicto yang telah dilakukan di Brazil bahwa
prevalensi kehilangan seluruh gigi pada dewasa muda sekitar 2,4 % sedangkan
pada dewasa tua yang berumur 65 tahun keatas sekitar 30,6 %,

Penyakit
periodontal merupakan masalah kesehatan utama yang menyerang sebagian
besar populasi dewasa di atas usia 35 sampai 40 tahun, di mana penelitian yang
melibatkan 1187 subyek ditemukan bahwa pada usia 40 tahun 90% dewasa
memiliki penyakit periodontal.
(11)





2.3.2 Jenis Kelamin
22

Menurut survey k e s e h a t a n nasional di Amerika tahun 1960-1962,
laki-laki memiliki kesehatan mulut yang lebih rendah dibandingkan dengan
perempuan. Survei tersebut diukur berdasarkan adanya kalkulus dan plak.
Perempuan lebih banyak mengalami gigi yang karies, tetapi mengalami gigi
yang goyah yang lebih sedikit dibandingkan dengan laki-laki. Persentase
keterlibatan kehilangan gigi akibat karies dan penyakit periodontal tergantung
pada usia di mana kehilangan gigi pada usia lanjut kebanyakan disebabkan
oleh penyakit periodontal sedangkan kehilangan gigi pada usia muda biasanya
disebabkan oleh karies. Kehilangan gigi juga dipengaruhi oleh merokok yang
berpengaruh terhadap terjadinya periodontitis dan karies gigi. Laki-laki lebih
banyak mengalami kehilangan gigi daripada perempuan karena laki-laki
memiliki kesehatan mulut yang lebih rendah dan memiliki kebiasakan untuk
merokok dibandingkan dengan perempuan yang diukur berdasarkan adanya
kalkulus dan plak akibat merokok. Kekurangan gizi yang parah biasanya
disertai dengan kebersihan mulut yang rendah dan terjadi kerusakan jaringan
periodontal secara cepat dan kehilangan gigi lebih awal. Frekuensi
membersihkan gigi dan mulut sebagai bentuk perilaku akan mempengaruhi
baik atau buruknya kebersihan gigi dan mulut yang akan mempengaruhi juga
angka karies dan penyakit periodontal.
(11)

Merokok dapat meningkatkan faktor resiko terjadinya penyakit
23

periodontal dan karies gigi. Beberapa penelitian sebelumnya juga menyebutkan
bahwa orang yang merokok mengalami kehilangan gigi lebih besar daripada
orang yang tidak merokok.
(11,12)

Berbagai jenis rokok juga dapat mempengaruhi resiko terjadinya
kehilangan gigi. Berdasarkan penelitian, jumlah kehilangan gigi lebih banyak
terjadi pada perokok pipa dan cerutu. Merokok dapat menyebabkan terjadinya
kehilangan gigi karena berpengaruh terhadap terjadinya periodontitis dan
sebagai tambahan karies gigi juga berpengaruh untuk meningkatkan resiko
terjadinya kehilangan gigi pada perokok.
(12)


2.3.3 Tingkat Pendidikan
Faktor pendidikan jelas ikut menentukan dalam persepsi masyarakat
mengenai kesehatan gigi dan mulut maka peningkatan pendidikan adalah suatu
hal yang tidak dapat diabaikan. Rendahnya tingkat pendidikan sehingga
menyebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap pentingnya
kesehatan gigi dan mulut. Hasil penelitian membuktikan bahwa anak yang
berasal dari orang tua yang memiliki tingkat pendidikan tinggi memiliki
kesehatan gigi dan mulut yang baik, sebaliknya dibanding anak-anak yang
berasal dari orang tua yang berasal dari pendidikan rendah seperti tamatan
Sekolah Dasar akan memiliki kesehatan gigi dan mulut yang buruk ditandai
24

dengan luasnya kerusakan pada gigi anak tersebut dikarenakan karies.
(13,14)


2.2.4 Status Gizi
Penentuan status gizi sangat dipengaruhi oleh asupan makanan yang
masuk ke dalam tubuh anak-anak dengan asupan zat gizi yang cukup akan
memiliki kesehatan umum yang baik karena zat-zat gizi yang diperlukan,
seperti karbohidrat, protein, kalsium, fosfor dan magnesium tercukupi.
Masyarakat dengan status ekonomi menengah ke bawah kadang-kadang tidak
mampu memenuhi kebutuhan asupan gizi tersebut sehingga sangat
berpengaruh pada kondisi kesehatannya.
(14)

Karbohidrat yang terdapat pada tepung-tepungan dan gula murni besar
pengaruhnya dalam pembentukan karies gigi. Sebaliknya sumber karbohidrat
yang banyak mengandung serat seperti pada buah dan sayur bermanfaat dalam
membersihkan gigi. Kalsium merupakan bahan utama untuk pembentukan
dentin dan email. Asupan kalsium yang kurang pada masa pertumbuhan gigi.
Hal tersebut juga berlaku untuk fosfor. Magnesium berfungsi mencegah
kerusakan gigi dengan cara menahan kalsium di dalam email gigi. Sedangkan
flour berperan dalam proses mineralisasi dan pengerasan email gigi.
(15)

Penyakit kerusakan gigi yang mengakibatkan kehilangan pada gigi
25

adalah penyakit yang multifaktorial meliputi faktor gigi, mikroorganisme,
karbohidrat atau makanan, dan waktu sebagai faktor tambahan. Hingga saat ini
banyak penelitian yang menggambarkan bahwa penyakit kerusakan gigi yang
disebabkan karena karbohidrat yang mudah difermentasi oleh mikroorganisme.
Makanan yang lunak dan lengket dapat berpengaruh langsung terhadap
terjadinya penyakit kerusakan gigi yang menyebabkan pencabutan pada gigi
disamping itu juga ada hubungan antara zat gizi seperti vitamin dan mineral,
protein hewani dan protein nabati, serta karbohidrat yang terkandung di dalam
makanan sehari-hari mempengaruhi terjadinya kerusakan gigi yang berujung
pada pencabutan gigi .
(14,15)

2.3.5 Faktor Sosial Ekonomi
Salah satu karakteristik dari masyarakat berpenghasilan rendah adalah
banyak yang tidak menyadari bahwa mereka mempunyai masalah dengan gigi-
geligi mereka. Ketika mereka merasakan sakit yang disebabkan oleh masalah
gigi tersebut, banyak yang tidak mempunyai dana untuk pergi mendapatkan
pengobatan yang layak di klinik klinik gigi. Juga banyak diantara mereka
yang menganggap bahwa pengobatan gigi-geligi tidaklah perlu dilakukan.
Pengobatan dan perawatan kesehatan gigi-geligi bagi masyarakat yang
berpenghasilan rendah merupakan kebutuhan yang periortasnya masih rendah.
26

Oleh karena itu pemeriksaan klinis berperan dalam menyeimbangkan antara
kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan perawatan terhadap masalah gigi-
geligi dan layanan kesehatan gigi-geligi dan pengobatan terhadap gangguan
tersebut.
(16)

Beberapa penelitian melaporkan bahwa prevalensi kerusakan gigi pada
anak-anak dan remaja yang berasal dari status ekonomi rendah. Status sosial
ekonomi tinggi berisiko rendah terhadap terjadinya kerusakan gigi, tetapi status
ekonomi rendah memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap karie gigi, hal ini
disebabkan anak-anak dan remaja yang berasal dari kalangan ini lebih banyak
memakan makan yang bersifat kariogenik dan kurang mengkonsumsi serat,
rendahnya pengetahuan orang tua dan jarangnya melakukan perawatan ke
dokter gigi. Wycoff menjelaskan bahwa ada hubungan antara keadaan sosial
ekonomi dengan terjadinya kerusakan gigi hingga kehilangan gigi. Faktor yang
mempengaruhi ini adalah pendidikan dan penghasilan yang berhubungan
dengan diet, kebiasaan merawat gigi dan lain-lain.
(16)
Satu diantara empat anak Amerika lahir dalam kemiskinan menderita
kerusakan gigi dua kali lebih banyak di banding teman sebayanya yang hidup
lebih makmur dan bahwa penyakit mereka lebih banyak yang tidak
mendapatkan perawatan. Laporan tersebut juga menyatakan bahwa meskipun
pengurangan yang berkelanjutan terhadap kerusakan gigi pada gigi permanen
27

diperoleh, prevalensi kerusakan gigi pada gigi anak-anak dapat meningkat
pada kelompok populasi yang sama yang berpenghasilan rendah.
(15)

Prevalensi penyakit dental bervariasi menurut keadaan dan karakteristik
sosial-ekonomi. Sesuai dengan usia, puncak prevalensi dari penderita penyakit
gigi dan mulut yang datang sendiri ke klinik gigi untuk mendapatkan
pengobatan adalah usia produktif 20-50 tahun. Penyakit jaringan keras dan
jaringan lunak dijumpai lebih tinggi di daerah rural dibandingkan dengan
daerah urban dan lebih banyak pada masyarakat yang kurang berpendidikan
dibandingkan pada masyarakat yang berpendidikan. Kesehatan gigi dan mulut
di Indonesia, lebih-lebih pada kelompok masyarakat yang berpenghasilan
rendah, situasinya jauh dari pada memuaskan dan merupakan masalah yang
sering diabaikan.
(16,17)

Prevalensi yang tinggi dari kehilangan gigi dan mulut akibat kerusakan
gigi pada suatu kelompok masyarakat menunjukkan bahwa masyarakat
tersebut mempunyai kebutuhan yang besar akan layanan kesehatan gigi dan
mulut. Namun, sulitnya memperoleh layanan tersebut dan rendahnya kualitas
layanan bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah, masih tetap terjadi.
Dari hasil penelitian Kristanti (2001) ternyata 69% dari mereka yang memiliki
gangguan kesehatan gigi tidak berusaha untuk mendapatkan pengobatan karena
masalah keuangan. Faktor-faktor lain kecuali masalah keuangan yang juga ikut
28

berperan adalah terbatasnya layanan kesehatan untuk kalangan masyarakat
yang berada pada ekonomi menengah ke bawah sehingga biaya perawatan
dapat di minimalisir dengan keadaan keuangan masyarakat berpenghasilan
rendah.
(17)

2.3 Dampak dari Kehilangan Gigi
Gigi adalah bagian dari mulut yang sangat penting. Fungsi dari gigi
adalah mastikasi (pengunyahan), fonetik (berbicara), estetik (penampilan),
dan menelan. Apabila telah terjadi kehilangan gigi maka oklusi, keadaan gigi
atas dan bawah bertemu menjadi tidak stabil, fungsi pengunyahan terganggu
dan akhirnya akan terjadi masalah pada pencernaan. Secara keseluruhan
kesehatan dapat tergangggu akibat dari kehilangan gigi.
(18)

Hal-hal yang akan terjadi apabila terjadi kehilangan gigi antara lain
(18)
:
1. Migrasi dan Rotasi Gigi
Hilangnya kesinambungan pada lengkung gigi dapat menyebabkan
pergeseran, miring atau berputarnya gigi. Karena gigi ini tidak lagi menempati
posisi yang normal untuk menerima beban yang terjadi pada saat pengunyahan,
maka akan mengakibatkan kerusakan struktur periodontal. Gigi miring lebih
sulit dibersihkan, sehingga aktivitas karies dapat meningkat.
2. Erupsi Berlebihan
29

Bila gigi sudah tidak mempunyai antagonisnya lagi, maka akan terjadi
erupsi berlebihan (overerupsi). Erupsi berlebihan dapat terjadinya tanpa atau
disertai pertumbuhan tulang alveolar. Bila hal ini terjadi tanpa pertumbuhan
tulang alveolar, maka struktur periodontal akan mengalami kemunduran
sehingga gigi mulai ekstrusi. Bila terjadinya hal ini disertai pertumbuhn tulang
alveolar berlebih, maka akan menimbulkan kesulitan dalam pengunyahan.
3. Penurunan efisiensi kunyah
Mereka yang sudah kehilangan gigi cukup banyak akan menyebakan
turunnya efisiensi kunyah. Pada kelompok yang melaksanakan diet lunak
akibat kehilangan gigi mungkin tidak terlalu berpengaruh, karena dapat dilihat
banyaknya makanan yang siap saji dalam bentuk dan tekstur yang lunak.

4. Gangguan pada sendi Temporo-mandibula
Kebiasaan mengunyah yang buruk, penutupan berlebihan (over
closure), hubungan rahang yang eksentrik akibat kehilangan gigi, dapat
menyebabkan gangguan pada struktur sendi pada rahang.
5. Kelainan bicara
Seperti yang kita ketahui bahwa gigi sangat berfungsi pada saat kita
berbicara, gigi akan menahan huruf sehingga jelas untuk didengar sehingga
terjadinya gangguan pada saat berbicara.
30

6. Hilangnya fungsi estetik
Menjadi buruknya penampilan (loss of appearance) karena hilangnya
gigi-gigi depan akan mengurangi daya tarik wajah seseorang, apa lagi dari segi
pandangan manusia modern. Kehilangan gigi juga dapat mengakibatkan pipi
kelihatan kempot dan terlihat lebih tua serta hilangnya estetik pada wajah
seseorang yang kehilangan gigi.
7. Terganggunya Kebersihan Mulut
Migrasi dan rotasi menyebabkan gigi kehilangan kontak dengan
tetangganya. Adanya ruang interproksimal tidak wajar ini mengakibatkan celah
antar gigi mudah disisipi makanan. Dengan sendirinya kebersihan mulut
menjadi terganggu dan mudah terjadi plak.


2.4 Hubungan Faktor Sosial Ekonomi terhadap Kehilangan Gigi
Kesehatan gigi dan mulut adalah bagian integral dan esensial dari
kesehatan umum. Kesehatan gigi dan mulut yang baik dibutuhkan dalam
berbagai aspek kehidupan sehari-hari seperti makan dan minum, bicara,
sosialisasi dan rasa percaya diri. Masalah oral diberbagai Negara baik di Negara
meju maupun berkembang kurang mendapat perhatian bahkan cenderung untuk
di abaikan. Di Indonesia, prevalensi penyakit dental yang mengharuskan
31

pencabutan gigi bervariasi menurut keadaan dan karakteristik sosio-ekonomi-
geografik.
(19)
Kesehatan gigi dan mulut di Indonesia lebih-lebih pada kelompok
masyarakat yang berpenghasilan rendah, situasinya jauh dari pada memuaskan
dan merupakan masalah yang sering terabaikan. 90 % dari penduduk Indonesia
merupakan satu atau lebih penyakit gigi dan mulut yang pada akhirnya
dilakukan pencabutan dan menyebabkan kelainan yang lebih parah yang sulit
untuk di obati. Tingginya penyakit gigi dan mulut pada kelompok masyarakat
ini menjadi lebih besar oleh karena sikap dan prilaku mereka dalam
menghadapi penyakit ini. Tidak semua orang memandang gangguan gigi-geligi
mereka sebagai suatu penyakit yang perlu mendapatkan perawatan. Meskipun
dari survei diperoleh gambaran mengenai tingginya prevalensi penyakit gigi
dan mulut
(1,16)
.
Masyarakat adalah kelompok sekelompok orang yang membentuk
sebuah sistem, dimana sebagai besar interaksi adalah individu-individu yang
berada dalam kelompok tersebut. Masyarakat merupakan sebuah komunitas
yang independen (saling bergantung satu sama lain). Masyarakat dibedakan
berdasarkan pada ciri-ciri seperti pendapatan, ras, jenis kelamin, dan
pendidikan.

Prevalensi yang tinggi pada penyakit gigi dan mulut pada suatu
kelompok masyarakat menunjukan bahwa masyarakat tersebut mempunyai
32

kebutuhan yang besar akan layanan kesehatan gigi dan mulut. Namun, sulitnya
memperoleh layanan tersebut dan rendahnya kualitas layanan bagi kelompok
masyarakat berpenghasilan rendah, masih tetap terjadi. Dari hasil penelitian
tahun 2001 Ternyata 69 % dari mereka yang memiliki gangguan kesehatan
gigi-geligi tidak berusaha untuk mendapatkan pengobatan karena masalah
keuangan.
(1,22)

Setiap manusia pasti memiliki status sosial dimana posisinya berada
dalam sistem sosial. Sangat penting untuk mengetahui konsep stratifikasi sosial
dalam masyarakat adapun fungsi stratifikasi sosial adalah sebagai proses formal
dalam pembentukan akses yang berbeda untuk hal-hal pokok seperti kualitas
rumah, pendidikan , pelayanan kesehatan umum dan gigi. Status sosial ekonomi
yaitu kedudukan sosial ekonomi secara umum dari seseorang dalam masyarakat
dilihat dari pendapatan keluarga, pekerjaan, dan tingkat pendidikan.
(21)
.
Terdapat sejumlah pembagian masyarakat menjadi kelas sosial, dimulai dari
klasifikasi awal oleh Marx dan Weber (1958) yang menjadi lebih umum yang
salah satunya digunakan oleh Register Generals Sosial Class. Sistem ini
berdasarkan pada pekerjaan seseorang dan di bagi menjadi 5 kelompok
kelas.
(22)

33

Kelas
Sosial
Penjelasan Contoh
I Profesional
Hukum, Dokter, Dokter gigi, dosen,
sekretaris perusahaan, dll
II Intermediate Profesional
Guru, Perawat, Manajer,
Supermarket, dll
III

Pekerjaan Skill
- Non Manual
- Manual

Arsitek, Juru Tulis, Polisi, dll
Tukang Ledeng, Pembuat perkakas,
Tukang Batu bara
IV Pekerjaan Semi Skill
Tukang Kebun, Penjaga Toko,
Tukang Pos, dll
V Pekerjaan Tanpa skill Office boy, Buruh, Pembantu, dll
Gambar 1 : Sociology Of Hewett
Sumber : (http://journal .unair.ac.id/filerPDF/DENTJ)

Sejumlah penelitian memperlihatkan adanya hubungan antara status
sosial ekonomi dengan kerusakan gigi. Masyarakat yang berasal dari kelas
sosial tinggi kemungkinan tidak memiliki gigi yang berlubang dan kerusakan
gigi yang menyebar. Pekerjaan memiliki peranan penting dalam membentuk
cara hidup seseorang, mereka mengemukakan bahwa terdapat hubungan antara
34

pekerjaan seseorang dengan pendidikannya.
(22)

Di Indonesia terdapat pengklasifikasian jenis pekerjaan seperti.
(22)
:
a. Pegawai negeri adalah pekerjaan di sector public yang bekerja untuk
pemerintah suatu Negara misalnya PT, BUMN, dan lain-lain.
b. TNI/POLRI adalah mereka yang bekerja untuk mengatur kepentingan
dan keamanan bangsa dan negara.
c. Pegawai Swasta yaitu mereka yang bekerja pada bidang keuangan,
asuransi, usaha persewaan bangunan, tanah, dan jasa perusahaan swasta.
d. Wiraswasta adalah mereka yang pandai atau berbakat untuk mengenali
produk, menyusun operasi untuk pengadaan produk, memasarkannya,
serta mengatur permodalan operasinya.
e. Buruh adalah mereka yang bekerja pada orang lain atau instansi/kantor/
perusahaan.
f. Nelayan atau petani yaitu mereka yang bekerja pada bidang pertanian,
kehutanan, perburuan dan perikanan.
g. Supir yaitu mereka yang bekerja pada bidang angkutan, pegudangan,
asuransi, dll.
Penelitian pada pegawai negeri sipil di Inggris menemukan bahwa untuk
kategori penyakit berat sistemik. Setiap penelitian pada Negara-negara industri
juga menunjukan bahwa anak-anak yang berasal dari keluarga kelas sosial
35

tinggi lebih sedikit mengalami karies dari pada mereka yang berasal dari kelas
sosial rendah. Namun hubungan tersebut bertolak belakang pada Negara
berkembang. Perbedaan terjadinya kerusakan dan kehilangan gigi dalam
kelompok sosial ekonomi yang berbeda biasanya diterangkan dengan adanya
perbedaan dalam oral habit, konsumsi gula dan penggunaan flourida. Di Brazil
telah diperlihatkan perbedaan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan gigi.
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa prevalensi pencabutan
gigi pada gigi yang rusak lebih tinggi pada anak yang berasal dari status sosial
ekonomi rendah. Hal ini dikarenakan seseorang anak yang berasal dari status
ini makan lebih banyak makanan yang bersifak kariogenik serta kurangnya
sarana dan prasarana. Di Amerika Serikat Prevalensi pencabutan pada
kerusakan gigi dengan sosial ekonomi rendah di daerah yang airnya di
flouridasi lebih tinggi di banding daerah yang air minum tidak diflouridasi.






36

BAB III
KERANGKA KONSEP













Variabel yang tidak diteliti
Non Penyakit
Sosial Ekonomi
Usia
Jenis Kelamin
Tingkat
pendidikan
Status Gizi
Pencabutan Gigi
Penyakit
Karies
Periodontal
Fraktur/trauma
Pemakaian
Ortodontik
Penyakit sistemik
Kehilangan Gigi
Faktor Penyebab
Variabel yang DIteliti
37

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah Observational Analitik.
4.2 Desain Penelitian
Desain penelitian ini adalah Cross Sectional Study.
4.3 Subjek dan Lokasi Penelitian
1. SMA Negeri 1 Makassar
2. Daerah PT Maruki Daya Makassar
4.4 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada tanggal 11 Februari 2013 11 Maret 2013



38

4.5 Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah seluruh siswa
SMA Negeri 1 Makassar dan Remaja PT Maruki Makassar yang
berusia 14-22 tahun.
2. Sampel
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah
1. Semua Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Makassar
2. Remaja PT Maruki Daya Makassar.
4.6 Kriteria Sampel
a. Kriteria Inklusi
1. Remaja Usia 14-22 Tahun
2. Kehilangan satu atau lebih pada gigi permanen
4. Bersedia dilakukan pemeriksaan (kooperatif) dan sehat
b. Kriteria Ekslusi
1. Siswa SMA kelas XI dan XII
2. Kehilangan gigi karena pemakaian alat ortodontik
39

3. Tidak bersedia dilakukan pemeriksaan (non-kooperatif)
4.7 Alat dan Bahan
1. Alat-alat yang digunakan
Handscoon, masker, dan alat tulis menulis.
4.8 Definisi Operasional Variabel
a. Faktor Sosial Ekonomi adalah keadaan sosial dalam masyrakat
yang dapat dinilai berdasarkan pekerjaan dan tingkat pendidikan
orang tuanya.
b. Status Kehilangan Gigi adalah Tingkat hilangnya satu atau lebih
gigi dari soketnya dalam rongga mulut. Yang dinilai berdasarkan
jumlah gigi yang hilang dalam rongga mulut.
c. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa
dewasa. Batasan usia remaja 14 sampai 22 tahun.



40

4.9 Kriteria Penilaian
a. Faktor Sosial Ekonomi dapat dilihat dari :
1. Pekerjaan Orang Tua :
a. Pegawai negeri adalah pekerjaan di sektor publik yang
bekerja untuk pemerintah suatu Negara misalnya PT,
BUMN, dll .
b. TNI/POLRI adalah mereka yang bekerja untuk mengatur
kepentingan dan keamanan bangsa dan negara.
c. Pegawai Swasta yaitu mereka yang bekerja pada bidang
keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan, tanah, dan
jasa perusahaan swasta.
d. Wiraswasta adalah mereka yang pandai atau berbakat untuk
mengenali produk, menyusun operasi untuk pengadaan
produk, memasarkannya, serta mengatur permodalan
operasinya.
e. Buruh adalah mereka yang bekerja pada orang lain atau
instansi/kantor/ perusahaan.
f. Nelayan atau petani yaitu mereka yang bekerja pada bidang
pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan.
41

g. Supir yaitu mereka yang bekerja pada bidang angkutan,
pegudangan, asuransi, dll.
h. Lainnya yaitu mencakup pekerjaan seperti satpam, tukang,
pembantu rumah tangga, office boy, dll.
2. Pendidikan Terakhir Orang Tua
1) SD yaitu Siswa yang jenjang pendidikan terakhir orang tuanya
adalah tamat Sekolah Dasar.
2) SMP yaitu Siswa yang jenjang pendidikan terakhir orang tuanya
adalah tamat Sekolah Menengah Pertama.
3) SMA yaitu Siswa yang jenjang pendidikan terakhir orang tuanya
adalah tamat Sekolah Menengah Atas.
4) Perguruan Tinggi adalah siswa yang jenjang pendidikan terakhir
orang tuanya adalah Strata 1, Pasca sarjana (S2), dan Doktor
(S3), dll.
3. Status Kehilangan Gigi dinilai Berdasarkan jumlah gigi yang hilang
dalam rongga mulut yaitu :
Missing (M) adalah gigi permanen yang hilang atau dicabut akibat
dari kerusakan gigi baik akibat dari kerusakan jaringan lunak
maupun jaringan keras. Gigi sulung yang hilang tidak termasuk
dalam kelompok ini.
42

4.10 Data
1. Jenis Data : Data Primer
2. Pengolahan Data : Dengan menggunakan SPSS
3. Analisis Data : uji Chi-Square
4. Penyajian Data : Dalam bentuk table










43

BAB V
HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Subjek

Di SMA Negeri 1 Makassar jumlah sampel sebanyak 34 orang dan di
kawasan daerah PT Buruh Maruki sebanyak 30 orang. Jumlah sampel
keseluruhan 64 orang.
Tabel 1. Distribusi sampel berdasarkan Variabel
Tabel. 1.1 Distribusi Sampel berdasarkan Jenis Kelamin
Lokasi Penelitian
Variabel
Jenis Kelamin
N
%

SMA N 1
Makassar
Laki-laki
Perempuan
14
20
41,2
58,8
Total 34 100
Kawasan Buruh
PT Maruki Daya
Laki-laki
Perempuan
17
13
56,7
43,3
Total 30 100

Pada Tabel 1.1. distribusi sampel SMA N 1 berdasarkan jenis kelamin
terdapat 14 orang 41,2 % yang berjenis kelamin laki-laki dan 20 orang
58,8% yang berjenis kelamin perempuan sedangkan yang berada di Kawasan
Buruh PT Maruki daya terdapat 17 orang 56,7% yang berjenis kelamin laki-
laki dan 13 orang 43,3% yang berjenis kelamin perempuan.
44


Tabel 1.2 Distribusi Sampel berdasarkan Pekerjaan Orang Tua.
Lokasi Penelitian
Variabel
Pekerjaan Orang
Tua
N
%

SMA N 1
Makassar
PNS
Pegawai Swasta
Wiraswasta
TNI/Polri
Buruh
Supir
Lainnya
10
10
12
2
0
0
0
29,4
29,4
35,3
5,8
0
0
0
Total 34 100
Kawasan Buruh
PT Maruki Daya
PNS
Pegawai Swasta
Wiraswasta
TNI/Polri
Buruh
Supir
Lainnya
0
0
0
0
30
0
0
0
0
0
0
100
0
0
Total 30 100

Tabel 1.2. distribusi sampel berdasarkan pekerjaan orang tua remaja
pada SMA N 1 yang bekerja sebagai PNS terdapat 10 orang 29,4% , Pegawai
Swasta terdapat 10 orang 29,4%, Wiraswasta terdapat 12 orang 35,3 %, dan
yang berkerja sebagai TNI/Polri terdapat 2 orang 5,8%. Sedangkan distribusi
45

sampel berdasarkan pekerjaan orang tuanya yang berada di Kawasan Buruh PT
Maruki daya terdapat 30 orang 100% yang berprofesi sebagai buruh.

Tabel 1.3 Distribusi sampel berdasarkan Pendidikan Terakhir Orang Tua.
Lokasi Penelitian
Variabel
Pendidikan
Terakhir orang tua
N
%

SMA N 1
Makassar

SD
SMP
SMA
Perguruan Tinggi

0
0
10
24
0
0
29,4
70,6
Total 34 100
Kawasan Buruh
PT Maruki Daya

SD
SMP
SMA
Perguruan Tinggi

8
10
12
0
26,7
33,3
40
0
Total 30 100

Dari tabel 1.3. distribusi sampel berdasarkan pendidikan terakhir orang tua
remaja pada SMA N 1 terdapat 10 orang 29,4% yang berpendidikan terakhir SMA,
dan 24 orang 70,6% yang berpendidikan terakhir di perguruan tinggi. Sedangkan
46

distribusi sampel berdasarkan pendidikan terakhir orang tua yang berada di Kawasan
Buruh PT Maruki daya terdapat 8 orang 26,7 % yang berpendidikan terakhir SD,
10 orang 33,3% yang berpendidikan terakhir SMP 12 orang 40% yang
berpendidikan terakhir SMA.

B. Gambaran Kehilangan Gigi
Tabel 2. Hubungan antara pendidikan terakhir orang tua dengan
status kehilangan gigi.
Lokasi
Pendidikan
Terakhir Orang
Tua
Kehilangan Gigi
Total
Ada Tidakada
N % N % N %
SMA Negeri 1
Tidaksekolah
SD
SMP
SMA
Perguruan Tinggi
0
0
0
3
1
0.0
0.0
0.0
8,8
2,9
0
0
0
7
23
0.0
0.0
0.0
20,6
67,6
0
0
0
10
24
0.0
0.0
0.0
29,4
70,6
Total 4 11,7 30 88,2 34 100
Kawasan
Buruh PT
Maruki
TidakSekolah
SD
SMP
SMA
PerguruanTinggi
0
8
10
8
0
0
26,7
33,3
26,7
0
0
0
0
4
0
0.0
0.0
0.0
13,3
0.0
0
8
10
12
0
0.0
26,7
33,3
40
0.0
Total 26 86,7 4 13,3 30 100

47

Pada tabel 2. Menunjukkan nilai status kehilangan gigi pada SMA N
1 dan kawasan buruh PT Maruki dilihat dari jenis pendidikan terakhir orang
tuanya. Di SMA Negeri 1 memiliki nilai status kehilangan gigi adalah siswa
yang pendidikan orang tuanya SMA yaitu 3 orang 8,8% yang mengalami
kehilangan gigi dan 7 orang 20,6% yang tidak mengalami kehilangan gigi.
Pada siswa yang orang tuanya berpendidikan terakhir di perguruan tinggi
yaitu 1 orang 2,9% yang mengalami kehilangan gigi dan yang tidak
mengalami kehilangan gigi 23 orang yaitu 67,6%. Di Kawasan buruh PT
Maruki memiliki status kehilangan gigi pada remaja yang orang tuanya
berpendidikan terakhir SD sebanyak 8 orang 26,7% yang mengalami
kehilangan gigi dan yang tidak mengalami kehilangan gigi yaitu 0 %. Pada
orang tuanya yang berpendidikan terakhir SMP sebanyak 10 orang 33,3%
yang mengalami kehilangan gigi dan yang tidak mengalami kehilangan gigi
adalah 0 %. Pada orang tuanya yang berpendidikan terakhir SMA terdapat 8
orang 26,7 % yang mengalami kehilangan gigi dan yang tidak mengalami
kehilangan gigi sebanyak 4 orang yaitu 13,3 %. Ini menunjukkan ada
hubungan antara nilai status kehilangan gigi dan faktor pendidikan orang
tuanya.

48

Table 3. Hubungan antara Pekerjaan Orang Tua terhadap Status
Kehilangan Gigi.
Lokasi Pekerjaan Orang
Tua
Kehilangan Gigi Total
Ada Tidakada
N % N % N %
SMA Negeri 1 Pegawai Negeri
Pegawai Swasta
Wiraswasta
TNI/POLRI
Buruh
Lainnya

1
0
3
0
0
0
2,9
0.0
8,8
0.0
0.0
0.0
9
10
9
2
0
0
26,5
29,4
26,5
5,9
0.0
0.0
10
10
12
2
0
0
29,4
29,4
35,3
5,9
0.0
0.0
Total 4 11,7 30 88,3 34 100
KawasanBuruh
PT Maruki
Pegawai Negeri
Pegawai Swasta
Wiraswasta
TNI/POLRI
Buruh
Lainnya

0
0
0
0
26
0
0
0
0
0
86.7
0
0
0
0
0
4
0
0.0
0.0
0.0
0.0
13.3
0.0
0
0
0
0
30
0
0.0
0.0
0.0
0.0
100.0
0.0
Total 26 86,7 4 13,3 30 100

Pada tabel 3. Menunjukkan nilai status kehilangan gigi SMA Negeri 1 dan
Kawasan PT Maruki dilihat dari pekerjaan orang tuanya. Di SMA Negeri 1
memiliki nilai status kehilangan gigi yaitu pada orang tua yang bekerja sebagai PNS
yaitu sebanyak 1 orang 2,9% yang mengalami kehilangan gigi dan yang tidak
49

mengalami kehilangan gigi sebanyak 9 orang 26,5%. Pada orang tuanya yang
bekerja sebagai Pegawai Swasta yaitu 0% yang mengalami kehilangan gigi dan
yang tidak mengalami kehilangan gigi yaitu 10 orang 29,4%. Pada orang tuanya
yang bekerja sebagai Wiraswasta sebanyak 3 orang 8,8% yang mengalami
kehilangan gigi dan 9 orang 26,5% yang tidak mengalami kehilangan gigi. Pada
orang tuanya yang bekerja sebagai TNI/Polri tidak terdapat kehilangan gigi. Di
kawasan PT Maruki memiliki nilai status kehilangan gigi paling banyak yaitu
Remaja yang pekerjaan orang tuanya sebagai Buruh yaitu 26 orang 86,7 % yang
mengalami kehilangan gigi dan hanya 4 orang 13,3% yang tidak mengalami
kehilangan gigi. Ini menujukkan bahwa ada hubungan antara nilai status kehilangan
gigi remaja dan faktor pekerjaan orang tuanya.








50

BAB VI
PEMBAHASAN

Pada penelitian ini uji statistik yang digunakan adalah uji hubungan
Chi-Square. Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 dan Kawasan Buruh PT
Maruki daya dengan jumlah sampel seluruhnya sebanyak 64 orang. Sesuai
dengan tujuan dari penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan faktor
sosial ekonomi dengan status kehilangan gigi ditinjau dari tingkat pendidikan
dan pekerjaan.
Berdasarkan hasil yang diperoleh bahwa remaja yang orang tuanya
berasal dari tingkat pendidikan tinggi memiliki angka kejadian kehilangan gigi
rendah yaitu 11,7 % sedangkan remaja yang orang tuanya berasal dari tingkat
pendidikan rendah memiliki angka kejadian kehilangan gigi tinggi yaitu
86,7%. Hal ini disebabkan karena remaja yang orang tuanya berasal dari
tingkat pendidikan yang tinggi memiliki tingkat pengetahuan, kesadaran dan
kebersihan mulut yang baik, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh National Study of Dental Health di Inggris dan Wales (1991)
Menunjukkan bahwa anak-anak yang berasal dari kelas sosial ekonomi tinggi
tidak memiliki gigi yang berlubang dan kerusakan gigi yang menyebar.
51

Sedangkan anak-anak yang berasal dari kelas sosial ekonomi rendah memiliki
faktor resiko kerusakan gigi yang lebih tinggi dibanding mereka yang berasal
dari kelas sosial tinggi.
(2)
Kehilangan gigi ditinjau berdasarkan tingkat pekerjaan orang tua yang
memiliki tingkat pekerjaan yang tinggi yaitu PNS, Pegawai Swasta,
Wiraswasta, dan TNI/polri diperoleh tingkat kehilangan gigi yang rendah yaitu
11,8% remaja mengalami kehilangan gigi dan 88,2% tidak mengalami
kehilangan gigi sedangkan remaja yang orang tuanya berprofesi sebagai buruh
industri memiliki tingkat kehilangan gigi yang tinggi yaitu 86,7% yang
mengalami kehilangan gigi dan yang tidak mengalami kehilangan gigi hanya
13,3%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Reilly dkk
mengatakan apabila tingkat pendidikan dan penghasilan rendah maka terjadinya
kehilangan gigi akan lebih banyak dibandingkan dengan tingkat pendidikan dan
penghasilan tinggi, hal ini disebabkan dengan pendidikan dan penghasilan
tinggi, seseorang mengetahui serta rutin melakukan perawatan gigi dan mulut
ke dokter gigi.
(3)
Salah satu faktor yang mempengaruhi kehilangan gigi adalah
pendapatan perkapital seseorang. Golbert menemukan bahwa makin rendah
tingkat pendapatan, makin tinggi proporsi yang mempunyai keluhan mulut.
Menurut Pelton dkk yang dikutip oleh Lesmana, memperlihatkan bahwa setelah
52

usia 15 tahun, kira-kira 50%, jumlah kehilangan gigi disebabkan karena karies,
37% hilang karena penyakit periodontal, sedangkan 13% oleh akibat lain
misalnya trauma.
(3)















53


BAB VII
PENUTUP

7.1 Kesimpulan
Pada penelitian ini ditemukan ada hubungan yang bermakna
antara faktor sosial ekonomi dengan status kehilangan gigi pada remaja
p<0,05 dimana nilai p=0,000. Maka Ho ditolak, Ha diterima. Berarti ada
hubungan yang signifikan.
7.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dalam jumlah sampel yang lebih
besar mengenai status sosial ekonomi dengan status kehilangan gigi.
2. Perlunya peningkatan penyuluhan tentang kesehatan gigi dan mulut
pada remaja dengan melibatkan tenaga kesehatan untuk mengurangi
terjadinya kehilangan gigi.
3. Perlu adanya dorongan dan dukungan dari lingkungan sekitar tempat
tinggal terutama orang tua yang merupakan lingkungan primer atau
lingkungan inti.

54

DAFTAR PUSTAKA

1. Wangsarahardja K. Kebutuhan Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
pada Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Scientific Journal In
Dentistry ; 2007 : 22(3) , pp 90-99.
2. Gillcrist JA, Brumly DG, Blackford JU. Community Socioeconomic
status and Childrens Dental Health[internet]. Available from :
http://www.community.com/community-socioeconomic. Accesed
Desember 22, 2012
3. Reilly Bo. Socioeconomic status and oral health. Journal od Australian
dental association : 2006 :4(1).
4. Astoeti TE, Boesro S. Pengaruh Tingkat Pengetahuan terhadap
Kebersihan Gigi dan Mulut . Dentika Dental Journal ; 2008 : 12(2) , pp
145-147.
5. Narlan S. Dasar - Dasar Karies Penyakit dan Penanggulangannya.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran ECG, 1992.
6. Joyson M, Rangeeth BN, Gurunatha D. Prevalence of dental caries,
socio economic status and treatment Needs among 5 to 15 years old
school going children of Chidambaram. Journal of clinical and
Diagnostic Research ; 2011: 5(1), pp 146-151.
55

7. Situmorang N. Status dan Prilaku Pemeliharaan Kesehatan Gigi dan
Mulut Sekolah Di 8 Kecamatan Di Kota Medan. Dentika Dental Journal
; 2008 : 13(3) , pp 115-19.
8. Agarwal V, Khatri M, Singh G, Gupta G, Marya CM, Kumar V.
Prevalence of Periodontal diseases in india. Journal of oral health
community dentistry ; 2010 : 4, pp 7-16.
9. Achmad H. Trauma Gigi Anterior pada Anak. Makassar : Penerbitan
Bimer, 2009.
10. Tingkat Kecelakaan Lalu Lintas di jalan Raya[Internet]. Available From
: http://id.kecelakaan lalu lintas.masyarakat.htm. Accesed desember,12,
2012.
11. Koesoemahardja H. Tumbuh Kembang Dentofasial Manusia. Jakarta :
Penerbit Universitas Trisakti, 2008.
12. Kristin, Kida. Pengaruh kebiasaan merokok Terhadap Kesehatan Gigi
dan Mulut. Jakarta : Penerbit Buku Bina insan, 2007.
13. Lina N, Nila SD. Hubungan Pendidikan, Pengetahuan, dan Prilaku Ibu
Terhadap Status Kerusakan Gigi. Dentika Dental Journal; 2010 : 15(1) ,
pp 37-41.
56

14. Hamrun N. Pebandingan Stats Gizi dan Karies Gigi pada Murid SD
Islam Athira dan SD Bangkala III Makassar. J Dentofasial; 2009 : 8(1) ,
pp 27-34.
15. Handayani HF. Sifat Kariogenik pada Makanan Anak-anak. Jurnal
Dentofasial Kedokteran Gigi; 2003 ; 1 ; 247-9.
16. Beal JF. Social Factor and Preventif Dentistry. St. Louis : Mosby 1996.
17. Africa CWJ, Reddy J. The Association between Gender and Tooth Loss
in a Small Rural Population of South Africa[internet]. Available From :
http//www.sciencepublishingroup.com. Accesed January 10
th
2013.
18. Dampak Kehilangan Gigi. [Internet] Available from :
http://www.google.com/kehilangan-gigi.html. Accesed Desember
22,2012.
19. Manski Rj, Magder Ls. Demographic and Socioeconomic Predictors of
Dental Care Utilization[Internet]. Available From : http://www.Clinical
Practice demographic.htm. Accesed Desember 24, 2012.
20. Ministry Of Health Republic of Indonesia. Health Development Toward
Healthy Indonesia, 2011 [Internet].Available From :
http://www.gizi.net/kebijakan-gizi/download/SKG.8.doc. Accesed
Desember 12, 2012.
57

21. Penduduk Bekerja Menurut Status Pekerjaan[Internet]. Available From :
http://Journal.unair.ac.id/filerPDF/DENTJ-38-3-07.pdf. Accesed
desember 28,2012.
22. Situmorang N. Perilaku sakit: suatu tinjauan sosial cultural. Dentika
Dent J 2003;2(8):265.

Anda mungkin juga menyukai