Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut data WHO (2012) ditemukan sekitar 16 juta anak perempuan berusia
15 sampai 19 tahun dan 2 juta anak perempuan dibawah usia 15 melahirkan setiap
tahun. Di seluruh dunia, satu dari lima anak perempuan telah melahirkan pada usia 18
tahun. Di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, lebih dari 30% anak
perempuan menikah sebelum berusia 18 tahun, dan sekitar 14% menikah sebelum
usia15 tahun. Hubungan seks dan kehamilan sebelum menikah terjadi diseluruh
daerah dan pada semua kelas sosial dan latar belakang etnis (Utomo et al., 2010). Di
Indonesia sendiri, sebagaimana dilaporkan dalam sebuah Jurnal Ilmiah Kesehatan,
penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan (LSCK) di
Yogyakarta mendapatkan hasil bahwa 97,5% dari responden mengaku telah
melakukan hubungan seksual pranikah (Banun dan Setyorogo, 2013).
Angka kejadian SC di Indonesia semakin meningkat. Pada tahun 2010, angka
persalinan secara SC rata-rata 15,3% dari seluruh persalinan. Beberapa studi
membuktikan adanya risiko terjadi peningkatan masalah pada kehamilan berikutnya
pada ibu dengan riwayat pesalinan sesar. Sebagai usaha untuk mengurangi angka
kejadian SC, American College of Obstetricians and Gynecologists(ACOG)
merekomendasikan bahwa ibu yang memiliki riwayat SC dengan insisi uterus
transversal pada segmen bawah rahim dapat melakukan konseling untuk mencoba
melakukan persalinan normal pada kehamilan berikutnya atau yang dikenal dengan
sebutan Vaginal Birth After Cesarean-section (VBAC) untuk menurunkan angka
kejadian persalinan sesar
Vaginal Birth After Cesarean(VBAC) adalah proses melahirkan normal pada
ibu dengan riwayat persalinan sesar. Berbagai faktor medis dan nonmedis harus
dipertimbangkan dalam percobaan partus pervaginam ini untuk mencegah kematian
maternal dan neonatal. Dalam kasus terdapat kasus seorang perempuan single berusia
19 tahun G2P1A0 dengan riwayat SC datang ke Bidan ingin bersalin pervaginam di
rumah.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang kita ketahui dari kasus?
2. Apa saja hal yang tidak kita ketahui dari kasus?
3. Apa saja hal yang perlu kita ketahui?

C. Tujuan
1. Untuak mengetahui apa yang kita ketahui dari kasus.
2. Untuk mengetahui apa yang tidak diketahui dari kasus.
3. Untuk mengetahui apa yang perlu kita ketahui dari kasus.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hal yang diketahui dari kasus.


1. Jenis Kelamin : Perempuan
2. Usia : 19 tahun
3. Riwayat Obstetri : G2P1A0
4. Status Pernikahan : Single
5. Keinginan pasien ingin melahirkan normal dirumah.

B. Hal yang tidak kita ketahui dari kasus.


1. Identitas Klien
2. Riwayat Kehamilan Saat ini (Usia Kehamilan, Keluhan saat ini maupun keluhan
selama hamil, hasil pemeriksaan dengan dr SpOG, obat-obatan yang dikonsumsi
ibu selama hamil)
3. Pemeriksaan umum (KU,TTV, TB, BB, Pemeriksaan abdomen yang meliputi
inspeksi bekas luka SC, pemeriksaan leopold, DJJ, TBJ)
4. Riwayat Perkawinan`
5. Riwayat Menstruasi
6. Riwayat Persalinan terdahulu
7. Riwayat Kesehatan Dahulu dan sekarang
8. Riwayat Kesehatan Keluarga
9. Riwayat Kontrasepsi
10. Pola Hidup
11. Keadaan Sosial, ekonomi dan budaya
12. Keadaan Psikologi klien
13. Pemeriksaan penunjang (Pemeriksaan Lab dan Pemeriksaan USG)

C. Hal yang perlu kita ketahui dari kasus.


1. Hukum Persalinan di Rumah
2. Kewenangan Bidan
3. Syarat VBAC
 Riwayat persalinan sesar transversal rendah
 Pelvis adekuat
 Tidak terdapat tanda tanda ruptur uteri
 Ketersediaan anastesi dan sara untuk SC emergency
 Insisi uterus horizontal atau vertikal
 Jumlah persalinan sesar sebelumnya
 Penutupan insisi sebelumnya
 Indikasi operasi sesar sebelunya

Yuniartika, D., Hadisubroto, Y., & Rachmania, S. (n.d.). Keberhasilan


Vaginal Birth After Caesarean-section ( VBAC ) Berdasarkan Riwayat
Persalinan Di RSD dr . Soebandi Kabupaten Jember ( SUCCESSFUL OF
VAGINAL BIRTH AFTER CAESAREAN-SECTION ( VBAC ) BASED ON
LABOR HISTORY IN RSD DR SOEBANDI JEMBER ). 2–4.

4. Kontraindikasi VBAC
Menurut Depp R (1996) kontra indikasi mutlak melakukan VBAC adalah :
 Bekas seksio sesarea klasik
 Bekas seksio sesarea dengan insisi T
 Bekas ruptur uteri
 Bekas komplikasi operasi seksio sesarea dengan laserasi serviks yang
 luas
 Bekas sayatan uterus lainnya di fundus uteri contohnya miomektomi
 Disproporsi sefalopelvik yang jelas.
 Pasien menolak persalinan pervaginal
 Panggul sempit
 Ada komplikasi medis dan obstetrik yang merupakan kontra indikasi
 persalinan prevaginal

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/23239/Chapter
%20II.pdf?sequence=4&isAllowed=y

5. Resiko VBAC
Pada ibu
1. Endometritis
2. Cedera pada kandung kemih (Bladder injury)
3. transfusi darah
4. histerektomi
5. rupture uteri
6. kematian maternal
7. tromboembolik
8. Infeksi
9. Abnormal plasenta seperti plasenta previa dan akreta

Pada neonatal
1. antepartum stillbirth
2. intrapartum stillbirth
3. HIE (Hypoxic Ischemic Encephalopathy)
4. Kematian neonatal
5. Kematian perinatal
6. Admisi NICU
7. Morbiditas pernapasan
8. Takipnea transien

American College of Obstetrics and Gynecology (ACOG) Practice Bulletin.


2017. “Vaginal Birth After Cesarean Delivery”. USA: Clinical Management
Guidelines for Obstetrician-Gynecologists.
Royal College of Obstetrians and Gynaecologist. 2015. Birth After Previous
Cesarean Birth. (Nice Accredited/ www.nice.org.uk/accreditation)
6. Faktor yang mempengaruhi Keberhasilan VBAC
7. Faktor yang mempengaruhi kegagalan VBAC
8. Perbandingan resiko VBAC dengan Repeat SC
A. VBAC
1) Ruptur uteri
Diperkirakan 1:500 pada ibu yang merencanakan VBAC dan 1:1000 pada
ibu yang merencanakan SC ulang.
2) Resiko kematian dan kondisi sakit yang serius pada neonatus lebih rendah
pada perencanaan Repeat SC (0,9%) dibandingkan dengan perencanaan
VBAC (2,4%).
(Prespective To VBAC or Not To VBAC oleh Catherine Y. Spong.
National Institute of Child Health and Human Development, Bethesda,
Maryland, United States : Plos Medicine, Institute of Child Health and
Human Development, Bethesda, Maryland, United States : Plos Medicine)
B. Repeat SC
1) Repeat SC meningkatkan resiko komplikasi pada ibu seperti: perdarahan,
kebutuhan transfusi darah, infeksi, kerusakan kandung kemih dan usus,
dan trombosis vena dalam.
2) Bayi yang lahir dengan operasi caesar mungkin menderita takipnea
transien berhubungan dengan dilakukannya anastesi umum (Study
protocol Birth after caesarean study – planned vaginal birth or planned
elective repeat caesarean for women at term with a single previous
caesarean birth: protocol for a patient preference study and randomised
trial oleh Jodie M Dodd, Caroline A Crowther, Janet E Hiller, Ross R
Haslam and Jeffrey S Robinson. BMC Pregnancy and Childbirth, Adelaide
Australia : BioMed Central).
C. Kirt EP (1990) dan Goldberg (2000) menyatakan resiko terhadap ibu yang
melakukan persalinan pervaginal dibandingkan dengan seksio sesarea ulangan
elektif pada bekas seksio sesarea adalah seperti berikut :
1) Insiden demam lebih kecil secara bermakna pada persalinan pervaginal
yang berhasil dibanding dengan seksio sesarea ulangan elektif
2) Pada persalinan pervaginal yang gagal yang dilanjutkan dengan seksio
sesarea insiden demam lebih tinggi.
3) Tidak banyak perbedaan insiden dehisensi uterus pada persalinan
pervaginal dibanding dengan seksio sesarea elektif.
4) Dehisensi atau ruptur uteri setelah gagal persalinan pervaginal adalah 2.8
kali dari seksio sesarea elektif.
5) Mortalitas ibu pada seksio sesarea ulangan elektif dan persalinan
pervaginal sangat rendah
6) Kelompok persalinan pervaginal mempunyai rawat inap yang lebih
singkat, penurunan insiden transfusi darah pada paska persalinan dan
penurunan insiden demam paska persalinan dibanding dengan seksio
sesarea elektif.
(Kirk E.P.,Doyle A.K., Leight J. 1990. Vaginal Birth After Cesarean of
Repeat Cesarean Section. American Journal Obstetrics and Gynecology.
162 : 1398 – 405).
(Goldberg B. 2000. Vaginal Birth after Cesarean.)
9. Adaptasi Fisik & Psikologi pada Teenage Pregnancy
10. Stigma Sosial dan Budaya yang ada.
11. Pada dasarnya kehamilan merupakan jejak yang sangat tampak sebagai akibat
alamiah dari hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan dan tubuh
perempuanlah yang akan menjalankan tugas tersebut. Sementara laki-laki hampir
tidak memilki bekas apapun setelah proses persenggamaan itu berakhir. Tetapi
karena pemaknaan gender yang berkembang serta asumsi patriarki yang kuat di
masyarakat, maka yang menjadi target definisi adalah perempuan. Berbagai
macam stigma terhadap perempuan yang hamil tanpa pasangan yang sah, di
antaranya: “Perempuan nakal”, “pelaku seks bebas”, “anak broken home” dan
sebagainya. Untuk bisa kembali diterima di masyarakat, cara yang umum
dilakukan adalah dengan menikah, akan tetapi pada kenyataannya menikah ini
tidak dengan mudah menghapus stigma yang melekat pada perempuan itu,
sehingga perempuan dengan KTD akan berusaha bernegosiasi dengan lingkungan
sekitarnya dengan menggunakan kekuatan dan dukungan sosial yang masih
mereka punyai di sekitar mereka untuk menyelesaikan masalahnya baik itu
masalah psikologis, sosial dan ekonomi. Perempuan dengan KTD akan berusaha
menyembunyikan kehamilannya baik dengan cara tidak keluar dari rumahnya atau
dengan memakai pakaian yang besar apabila mereka terpaksa keluar rumah.
Setelah melahirkan mereka akan berusaha mengikuti kegiatan ketetanggaan
bersama ibu-ibu yang lain, meskipun biasanya ibu remaja ini akan lebih banyak
mendengarakan daripada berbicara karena gap umur dengan kelompok ibu-ibu
lainnya lebih jauh. Ibu remaja ini akan berusaha memainkan peran sebagai ibu-ibu
yang baik menurut standar masayarakat, sehingga stigma sebagai remaja yang
tidak baik akan hilang (Itriyani & Asriani, 2014).
Itriyani, F., & Asriani, D. (2014). Agensi dan Negosiasi Remaja Hamil dalam
Menghadapi Stigma dan Hambatan-hambatan dalam Kehidupannya di Kota
Yogyakarta. Jurnal Studi Pemuda, 3(2), 73–88.
12. Tempat Persalinan
13. Risk Concept in Childbirth
Dengan kemajuan teknologi dalam pengobatan reproduksi, konsep risiko semakin
meningkat selama 40 tahun terakhir untuk menentukan pengalaman wanita hamil
dan melahirkan. Untuk meminimalkan risiko, persalinan harus dikelola oleh para
ahli, terus dipantau dan harus melalui serangkaian penyelidikan untuk menyelidiki
disfungsi dan kelainan. Pentingnya untuk meningkatkan pengetahuan ibu tentang
persalinan dan perencanaan yang diberikan dapat meningkatkan kemungkinan ibu
menerima asuhan yang sesuai serta tepat waktu. Terutama tentang kehamilan
risiko tinggi dengan persiapan persalinan pada ibu hamil usia remaja. Sehingga
hal tersebut dapat menekan Angka Kematian Ibu. Meskipun begitu ketika pasien
sudah berkomitmen untuk melahirkan secara normal, bidan juga harus
mempertimbangkan wacana risiko biomedis, melakukan pengawasan dan
mengindetifikasi bahaya persalinan secara tepat.
Wanita hamil mempunyai risiko sehubungan dengan rencana memilih sendiri
untuk melahirkan baik di rumah atau melalui operasi caesar elektif. Dengan
menggunakan teori risiko sosiokultural. Kami menemukan bahwa konstruksi
risiko perempuan terkait dengan tiga konsepsi perwujudan persalinan yang
berbeda: tubuh teknokratis, tubuh yang rentan, dan tubuh yang mengetahui.
Wanita yang merencanakan persalinan di rumah beralih antara mendukung dan
menumbangkan model risiko biomedis. Wanita yang berencana melahirkan di
rumah membangun pendekatan alternatif untuk melahirkan yang menekankan
cara-cara yang diwujudkan untuk mengetahui, hubungan relasional dan
pemberdayaan atas konstruksi risiko normatif dan medis.
(https://connect.springerpub.com/content/sgrijc/2/2/126).
14. Decision Making Process
1) Mengidentifikasi masalah
2) Mengumpulkan informasi dan literatur yg berkaitan dengan masalah
3) Mengidentifikasi pilihan yang ada
4) Mempertimbangkan evidence
5) Memilih di antara pilihan yang ada
6) Melakukan tindakan
7) Meninjau kembali keputusan yg diambil serta konsekuensinya
15. Inform Choice dan Inform Consent

Anda mungkin juga menyukai