“HEMORAGIC POSTPARTUM”
OLEH:
Puspita Faradita
014.06.0043
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
lama lepasnya plasenta, anemia, pengetahuan dan faktor fasilitas pelayanan
kesehatan (Pardosi, 2006).
Menurut Ahonen et al. (2010) faktor-faktor yang dapat menyebabkan
perdarahan postpartum yaitu atonía uteri, retensio plasenta dan laserasi jalan lahir.
Atonia uteri dapat terjadi pada kasus overdistensi uterus seperti hidramnion,
gemelli, persalinan lama, induksi oksitosin, multiparitas, dan retensio plasenta.
Ahonen et al. (2010) juga menyebutkan bahwa berdasarkan pada studi dilakukan
terhadap 154.311 kasus persalinan terjadi 666 kasus perdarahan postpartum yang
disebabkan oleh retensio placenta, persalinan kala II lama, plasenta akreta,
laserasi jalan lahir, ruptur uterus, tindakan vakum ekstraksi, makrosomia,
hipertensi dalam kehamilan, induksi dan augmentasi persalinan dengan oksitosin.
Selain penyebab tersebut Ahonen et al. (2010) juga mengatakan bahwa faktor
riwayat perdarahan postpartum, obesitas, paritas tinggi, intrauterin fetal death
(IUFD), ras Asia, persalinan presipitatus, pembedahan endometriosis dan riwayat
persalinan sesar sebelumnya menjadi penyebab terjadinya perdarahan postpartum
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Perdarahan pasca-salin (PPS) secara umum didefmisikan sebagai
kehilangan darah dari saluran genitalia >500 ml setelah melahirkan
pervaginam atau >1000 ml setelah melahirkan secara seksio sesarea.
Perdarahan pasca-salin dapat bersifat minor (500-1000 ml) atau pun mayor
(>1000 ml). Perdarahan mayor dapat dibagi menjadi sedang (1000-2000 ml)
atau berat (>2000 ml) (POGI,2016).
B. Etiologi
Perdarahan pasca-salin dapat disebabkan oleh 4 faktor yaitu
kelemahan tonus uterus untuk menghentikan perdarahan dari bekas insersi
plasenta (tone), robekan jalan lahir dari perineum, vagina, sampai uterus
(trauma), sisa plasenta atau bekuan darah yang menghalangi kontraksi uterus
yang adekuat (tissue), dan gangguan factor pembekuan darah (thrombin)
(POGI,2016).
C. Klasifikasi
Perdarahan pasca-salin diklasifikan menjadi PPS primer {primary post
partum haemorrhage) dan PPS sekunder (secondary post partum
haemorrhage). Perdarahanpasca-salin primer adalah perdarahan yang terjadi
dalam 24 jam pertama pasca-salin,sedangkan PPS sekunder merupakan
perdarahan yang terjadi setelah periode 24 jamtersebut (POGI,2016).
4
Pada umumnya, PPS primer/dini lebih berat dan lebih tinggi tingkat
morbiditas dan mortalitasnya dibandingkan PPS sekunder/lanjut (POGI,2016).
D. Diagnosis
Beberapa teori telah menyatakan bahwa pengukuran kehilangan darah
saat persalinan bertujuan untuk memastikan diagnosis PPS pada saat yang
tepat dan memperbaiki luaran.
E. Tatalaksana
Meskipun telah dilakukan usaha untuk mencegah PPS, akhirnya
beberapa perempuan tetap memerlukan terapi untuk perdarahan yang
berlebihan. Intervensi multipel (medis, mekanik, invasif pembedahan, dan
5
non-pembedahan) yang memerlukan teknik dan keahlian yang berbeda-beda
mungkin diperlukan untuk mengontrol perdarahan. Terapi PPS yang efektif
sering memerlukan intervensi multidisiplin yang simultan. Tenaga kesehatan
harus memulai usaha resusitasi sesegera mungkin, menetapkan penyebab
perdarahan, berusaha mendapatkan bantuan tenaga kesehatan lain, seperti ahli
obstetri, anestesi dan radiologi. Menghindari keterlambatan dalam diagnosis
dan terapi akan memberikan dampak yang bermakna terhadap sekuele dan
prognosis (POGI,2016).
Bila PPS terjadi, harus ditentukan dulu kausa perdarahan, kemudian
penatalaksanaannya dilakukan secara simultan, meliputi perbaikan tonus
uterus, evakuasi jaringan sisa, dan penjahitan luka terbuka disertai dengan
persiapan koreksi faktor pembekuan. Tahapan penatalaksanaan PSS berikut
ini dapat disingkat dengan istilah HAEMOSTASIS (POGI,2016).
Perdarahan biasanya disebabkan oleh tonus, tissue, trauma atau
thrombin. Bila terjadi atonia uterus, lakukan perbaikan pada tonus uterus. Bila
kausa perdarahan berasal dari tissue, lakukan evakuasi jaringan sisa plasenta.
Lakukan penjahitan luka terbuka bila terjadi trauma dan koreksi faktor
pembekuan bila terdapat gangguan pada thrombin.
Penatalaksanaan dilakukan dengan prinsip “HAEMOSTASIS”, yaitu
(POGI,2016)
9
tambahan tenaga dokter spesialis kebidanan dan hematologis sambil
menyiapkan ruang ICU.
8. Apply compression sutures – B-Lynch/ modified (pembedahan konservatif)
Dalam menentukan keputusan, harus selalu dipertimbangkan antara
mempertahankan hidup dan keinginan mempertahankan fertilitas. Sebelum
mencoba setiap prosedur bedah konservatif, harus dinilai ulang keadaan
pasien berdasarkan perkiraan jumlah darah yang keluar, perdarahan yang
masih berlangsung, keadaan hemodinamik, dan paritasnya. Keputusan untuk
melakukan laparotomi harus cepat setelah melakukan informedconsent
terhadap segala kemungkinan tindakan yang akan dilakukan di ruang operasi.
Penting sekali kerja sama yang baik dengan ahli anestesi untuk menilai
kemampuan pasien bertahan lebih lanjut pada keadaan perdarahan setelah
upaya konservatif gagal. Apabila tindakan B-Lynch tidak berhasil,
dipertimbangkan untuk dilakukan histerektomi. Ikatan kompresi yang
dinamakan Ikatan B-Lynch (B-Lynch suture) pertama kali diperkenalkan oleh
Christopher B-Lynch. Benang yang dapat dipakai adalah kromik catgut no.2,
Vicryl 0 (Ethicon), chromic catgut 1 dan PDS 0 tanpa adanya komplikasi.
Akan tetapi, perlu diingat bahwa tindakan B-Lynch ini harus didahului tes
tamponade yaitu upaya menilai efektifitas tindakan B- Lynch dengan cara
kompresi bimanual uterus secara langsung di meja operasi.
Teknik penjahitan uterus metode B-lynch& B-lynch Modifikasi
(Metode Surabaya) dapat dilihat pada Lampiran 1. Prosedur Penjahitan Uterus
Metode Surabaya dan Lampiran 2. Prosedur Penjahitan Uterus Metode
Surabaya prosedur Penjahitan Uterus Metode Surabaya.
9. Systematic pelvic devascularization – uterine/ ovarian/ quadruple/ internal
iliac
(pembedahan konservatif) (peringkat bukti II, rekomendasi B) Ligasi a.
uterina dan ligasi a. Hipogastrika. Teknikligasi (checklist, gambar)
10
10. Interventional radiologis, if appropriate, uterine artery embolization
(pembedahan
konservatif) (peringkat bukti II, rekomendasi B)
11. Subtotal/ total abdominal hysterectomy (non-konservatif)
(peringkat bukti II, rekomendasi B)
11
12
Penjelasan dan Tatalaksana 4T (Tonus, Trauma, Tissue, Trombin)
1. Atonia Uteri
Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang
menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat
implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. Perdarahan oleh karena
atonia uteri dapat dicegah dengan:
Melakukan secara rurin manajemen aktif kala III pada semua wanita yang
bersalin karena hal ini dapat menurunkan insidens perdarahan
pascapersalinan akibat atonia uteri.
Pemberian misoprostol peroral 2 - 3 tablet (400 - 600 pg) segera setelah
bayi lahir.
Faktor predisposisinya adalah sebagai berikut.
1. Regangan rahim berlebihan karena kehamilan gemeli, polihidramnion, arau
anak terlalu besar.
2. Kelelahan karena persalinan lama atau persalinan kasep.
3. Kehamilan grande-multipara.
4. Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemis, atau menderira penyakit
menahun.
5. Mioma uteri yang mengganggu kontraksi rahim.
6. Infeksi intrauterin (korioamnionitis).
7. Ada riwayat pernah atonia uteri sebelumnya (Sarwono, 2014).
F. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata
perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan
fundus uteri masih sednggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang lembek.
Perlu diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri didiagnosis, maka pada saat
itu juga masih ada darah sebanyak 5OO - 1.000 cc yang sudah keluar dari
13
pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus
diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti (Sarwono, 2014).
G. Tindakan
Banyaknya darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum
pasien. Pasien bisa masih dalam keadaan sadar, sedikir anemis, atau sampai
syok berat hipovolemik. Tindakan pertama yang harus dilakukan bergantung
pada keadaan kliniknya. Secara lengkap dapat dilihat pada Buku Acuan
Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, JNPKKR-POGI
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardj ,2OO2 dan Buku Panduan
Praktis Pelayanan Kesehatan Matemal dan Neonatal,Jakana 2OO2
Pada umumnya dilakukan secara simultan (bila pasien syok) hal-hal
sebagai berikut.
. Sikap Trendelenburg, memasang venous line, dan memberikan
oksigen.
. Sekaligus merangsang kontraksi uterus dengan carai
- Masase fundus uteri dan merangsang puting susu.
- Pemberian oksitosin dan tunrnan ergot melalui suntikan secara i.m.,
i.v., atau s.c.
- Memberikan derivat prostaglandin F2u (carboprost trometbamine)
yang kadang memberikan efek samping berupa diare, hipertensi, mual
muntah, febris, dan takikardia.
- Pemberian misoprostol 800 - 1.000 pg per-rektal.
- Kompresi bimanual eksternal dan/atau internal.
- Kompresi aorta abdominalis.
- Pemasangan "tampon kondom", kondom dalam kalum uteri
disambung dengan kateter, difiksasi dengan karet gelang dan diisi
cairan infus 200 ml yang akan mengurangi perdarahan dan
menghindari tindakan operarif.
14
- Catatan: tindakan mefttasang tampon kasa utero-vaginal tidak
dianjurkan dan hanya bersifat temporer sebelum
tindakan bedah ke rumah sakit rujukan (Sarwono, 2014).
17
BAB III
LAPORAN KASUS
18
Kala I berlangsung normal, Jam 12.00 WITA VT Ø 10 cm, eff 100%, teraba
kepala , UUK di depan , ket (+), kep turun H III, tidak teraba bagian kecil
janin dan tali pusat.
Kala II. Pada pukul 13.20 WITA bayi lahir spontan hidup, laki - laki dengan
letak belakang kepala dengan Apgar Score 1 menit setelah lahir 7 dan 5 menit
setelah lahir 9, berat badan lahir 3500 gram, panjang badan 50 cm, lika 33 cm,
lila 11,5 cm.
Kala III. Plasenta lahir lengkap secara schultze pada pukul 13.30 WITA,
terdapat laserasi derajat 2, perdarahan banyak ± 300 cc
d. Riwayat ANC
Pasien mengatakan memeriksakan kehamilannya ke bidan lebih dari 5 kali
dan ke dokter kandungan, USG (+)
e. Riwayat Haid
Menarche usia 13 tahun, siklus 28 hari, teratur, lama 3 hari, ganti pembalut 3
kali dalam sehari.
- HPHT : 12-03-2019
- HTP : 19-12-2019
f. Riwayat Pernikahan
Pasien menikah sebanyak 1 kali, usia saat menikah 23 tahun, lama pernikahan
2 tahun.
g. Riwayat Obstetri
I. 2019/Atem/normal/Nakes/laki-laki/3500 gram
h. Riwayat Kontrasepsi
Pasien tidak pernah memakai kontrasepsi
i. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat hipertensi : disangkal
19
Riwayat diabetes mellitus : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat cedera kepala ringan : disangkal
j. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes mellitus : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
k. Riwayat sosial
Merokok (-)
Alkohol (-)
l. Riwayat alergi : disangkal
20
THT :dalam batas normal
Toraks :
Pulmo :
Inspeksi : bentuk normal, simetris kiri dan kanan,
Palpasi : nyeri tekan (-/-), fremitus vocal normal simetris
Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi :vaskuler di seluruh lapang paru, wheezing (-/-), rhonki (-/-)
Cor :
Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
Palpasi : iktus cordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung masih dalam batas normal
Auskultasi : S1 (+), S2 (+) tunggal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : tampak perut membesar, luka bekas operasi (+), kelaianan(-)
Auskultasi : peristaltik usus (+) normal
Perkusi : timpani diseluruh regio abdomen
Palpasi : nyeri tekan tidak ada
Ekstremitas : edema tidak ada, akral hangat di keempat ekstremitas
Status Obstetri
Abdomen
Inspeksi : luka bekas operasi (+),
Palpasi : TFU tidak teraba, CUT lembek kandung kemih kosong
Vagina
Inspeksi : vulva tidak ada edema, perdarahan aktif.
VT : tidak dilakukan
3.4 Planing Pemeriksaan Penunjang :
a. USG
21
b. Darah Lengkap
c. Homeostasis
3.5 Diagnosis Kerja
P1001 Hemoragic postpartum
3.6 Penatalaksanaan Awal :
- IVFD 30 tpm
- Drip fentanyl 300 mcg/24 jam
- Asam tranexsamat 3x1 gram
- Massage uterus
22
BAB IV
PEMBAHASAN
4. 1 Penegakan Diagnosis
Penegakkan diagnosis perdarahan postpartum (HPP) berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Beberapa teori telah
menyatakan bahwa pengukuran kehilangan darah saat persalinan bertujuan untuk
memastikan diagnosis HPP pada saat yang tepat dan memperbaiki luaran.
Perdarahan postpartum secara umum didefnisikan sebagai kehilangan darah dari
saluran genitalia >500 ml setelah melahirkan pervaginam atau >1000 ml setelah
melahirkan secara seksio sesarea. Perdarahan postpartum diklasifikasikan menjadi
dua yaitu :
Perdarahan postpartum primer : perdarahan yang terjadi dalam 24 jam
pertama pasca-salin
Perdarahan postpartum sekunder : perdarahan yang terjadi setelah
periode 24 jam tersebut.
Pada kasus ini pasien didiagnosis perdarahan postpartum primer karena
yang dialami pasien karena plasenta akreta. Sesuai dengan teori terdapat
23
Tissue : retensio plasenta, sisa plasenta atau bekuan darah yang
Bila plasenta tetap tertinggal dalam uterus setengah jam setelah anak lahir
disebut sebagai retensio plasenta. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan
pertolongan aktif kala tiga bisa disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta
dan urerus. Disebut sebagai plasenta akreta bila implantasi menembus desidua
basalis.Faktor predisposisi terjadinya plasenta akreta adalah plasenta previa,
bekas seksiosesarea, pernah kuret berulang, dan multiparitas. Pada riwayat
obstetric pasien dikatakan pasien pernah melakukan kuretase karena abortus 1
kali, dan melahirkan anak kedua dan ketiga melalui tindakan section caesarea
sesuai dengan teori. Pasien yang mengalami HPP umumnya akan mengalami
perubahan denyut nadi dantekanan darah karena kehilangan darah yang banyak.
Kehilangan banyak darah tersebut menimbulkan tanda-tanda syok yaitu pasien
tampak pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas
dingin.
Pada saat tindakan seksi sesarea pasien mengalami ruptur buli-buli. Hal ini
sesuai dengan teori bahwa tindakan operasi di daerah pelvis dapat menyebabkan
trauma iatrogenik pada buli-buli.
4.2 Tatalaksana
Tenaga kesehatan harus memulai usaha resusitasi sesegera mungkin,
menetapkan penyebab perdarahan. Bila perdarahan postpartum terjadi, harus
ditentukan dulu kausa perdarahan, kemudian penatalaksanaannya dilakukan
secara simultan, meliputi perbaikan tonus uterus, evakuasi jaringan sisa, dan
penjahitan luka terbuka disertai dengan persiapan koreksi faktor
24
pembekuan.Tahapan penatalaksanaan perdarahan postpartum dapat disingkat
dengan istilah “HAEMOSTASIS”.
25
BAB V
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Perdarahan postpartum (HPP) secara umum didefmisikan sebagai
kehilangan darah dari saluran genitalia >500 ml setelah melahirkan pervaginam
atau >1000 ml setelah melahirkan secara seksio sesarea. Perdarahan postpartum
dapat disebabkan oleh 4 faktor yaitu kelemahan tonus uterus untuk menghentikan
perdarahan dari bekas insersi plasenta (tone), robekan jalan lahir dari perineum,
vagina, sampai uterus (trauma), sisa plasenta atau bekuan darah yang
menghalangi kontraksi uterus yang adekuat (tissue), dan gangguan factor
pembekuan darah (thrombin).
Pada kasus ini pasien mendapatkan tindakan partus kemudian dalam
beberpa jam setelah melahirkan mengeluhkan perdarahan aktif pervagina.
26
DAFTAR PUSTAKA
27
.
28