Anda di halaman 1dari 26

CASE BASED DISCUSSION

G1P0A0 H 40+4 minggu dengan Kala I Memanjang

Disusun untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Puskesmas Ajibarang II

Disusun oleh:
Syarah Mutia Dewi 1713020037

Pembimbing :
dr. Citta Adwitiya Arifiani

PROGRAM PROFESI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
PERIODE 25 MARET -1 JUNI 2019

9
HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui dan disahkan, presentasi kasus dengan judul

G1P0A0 H 40+4 minggu dengan Kala I Memanjang

Disahkan oleh:
Dokter pembimbing

dr. Citta Adwitiya Arifiani

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................. ii
DAFTAR ISI........................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1
BAB II CASE BASED DISCUSSION................................................... 3
BAB III TINJAUAN PUSTAKA........................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 30

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada saat ini Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih sangat tinggi,
sedangkan telah kita ketahui bersama bahwa AKI merupakan tolak ukur status
kesehatan di Indonesia, tolak ukur status kesehatan merupakan indikator
kesejahteraan masyarakat yang terjadi ukuran pelayanan kesehatan di suatu
negara. Mortalitas dan morbiditas ibu hamil, bersalin dan nifas masih merupakan
masalah besar di negara berkembang termasuk Indonesia.
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari
uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan
cukup bulan tanpa disertai adanya penyulit. (Wiknjosastro,gulardi. 2008: 37)
Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologi yang normal dalam
kehidupan. Kelahiran seorang bayi juga merupakan peristiwa sosial bagi ibu dan
keluarga. Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya servik, dan janin
turun ke jalan lahir. Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban didorong
keluar melalui jalan lahir. Dengan demikian bisa dikatakan bahwapersalinan
adalah ranagkaian peristiwa mulai dari kenceng-kenceng teratur sampai
dikeluarkannya produk konsepsi (janin, plasenta, ketuban dan cairan ketuban) dari
uterus ke dunia luar melalui jalan lahir atau melalui jalan lain dengan bantuan atau
dengan kekuatan sendiri. (Sumarah. 2009: 1)

1
BAB II
CASE BASED DISCUSSION

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. P
Usia : 30 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Pancasan 5/2
Agama : Islam

II. ANAMNESIS
Keluhan utama : Pasien datang pada tanggal 28 April 2019 ke
Puskesmas Ajibarang II pada pukul 02.30
dengan keluhan mules mules dan kenceng
kenceng sejak jam 23.00 WIB
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Puskesmas dengan keluhan mules dan kenceng
keceng sejak pukul 23.00 WIB. HPHT : 18-07-2018 HPL 25-4-2019
Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
- Hipertensi (-),
- DM (-),
- Asma (-),
- Alergi (-),
- Riwayat keganasan (-).
Riwayat Penyakit Keluarga
- Hipertensi (-),
- DM (-),
- Asma (-),
- Alergi (-),
- Riwayat keganasan (-).

1
Riwayat Kebiasaan
- Riwayat merokok (-)
- Riwayat alkohol (-)
- Makan sayur dan buah (+)
- Minum air putih 8 gelas/hari (+)

Riwayat Menstruasi
Menarche usia 14 tahun, lama haid 5-7 hari, siklus haid 28 hari
(teratur), nyeri panggul (-)
Riwayat Pernikahan
Pasien masih dalam status pernikahan dengan suami yang
pertama.
Riwayat Obstetri
NO TAHUN USIA PERSALINAN PENOLONG J.K BBL KEADAAN
HAMIL
1 Hamil ini 40+4
minggu

Riwayat penggunaan kontrasepsi


Pasien mengaku belum menggunakan KB suntik /pil maupun implan.
Riwayat kebiasaan
Pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan, alkohol dan jamu serta tidak
merokok.
Riwayat Sosial Ekonomi
Pendidikan terkahir pasien adalah SMP. Pasien merupakan
pedagang. Pasien mempunyai BPJS.
Ananmnesis untuk penyakit Infeksi Menular Seksual
Keluhan utama :-
Keluhan tambahan :-
Riwayat perjalanan penyakit :-
Pasangan seksual : suami
Kontak seksual :-
Jenis kelamin pasangan :-

1
Cara melakukan hubungan seksual : genito-genital
Penggunaan kondom : terkadang
Riwayat dan pemberi pengobatan sebelumnya :-
Hubungan keluhan dengan keadaan lainnya :
Riwayat IMS sebelumnya dan pengobatannya :-
Nyeri perut bagian bawah (panggul) :-
Cara kontrasepsi yang digunakan :-
III. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum
 Kesan sakit : Tampak sehat
 Kesadaran : Compos mentis 
 Tanda vital

Tekanan Darah : 110/70 mmHg


Nadi : 80 x/menit
Frekuensi nafas : 20 x/menit
SuhU : 36,7 º C
2. Status Antropometri
 BB : 50 kg
 TB : 167 cm
3. Status Generalisata
 Kepala : Normocephali, rambut berwarna hitam, distribusi merata
 Mata : Conjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-, edema palpebra
-/-
 Hidung : Bentuk normal, deformitas (-), deviasi septum (-), concha
eutrofi, sekret -/-
 Telinga : Normotia, sekret -/-, serumen -/-, nyeri tekan -/-
 Mulut : Bibir tidak kering, uvula letak ditengah, tidak hiperemis,
caries dentis (-)
 Leher : Tidak didapatkan adanya pembesaran KGB maupun
kelenjar tiroid, JVP dalam batas normal.
 Thorax
- Inspeksi : Kulit sawo matang, bentuk normal, tipe pernafasan
torakoabdominal
- Palpasi : Gerak nafas simetris, vocal fremitus simetris.
- Perkusi : sonor kedua lapang paru
- Auskultasi
Jantung : S1-S2 reguler, murmur(-), gallop (-)

1
Paru : Suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
 Abdomen
- Sesuai dengan status obstetri.
4. Status Obstetri
 Mammae:
- Inspeksi
Simetris, hiperpigmentasi aerola mammae (+), penonjolan
glandula Montgomery (+)
 Abdomen:
- Inspeksi
Tampak perut bagian bawah agak membesar.
- Palpasi
Pemeriksaan Leopold
- Leopold 1
Tinggi fundus uteri : 32 cm
- Leopold 2
Presentasi punggung kanan
- Leopold 3
Presentasi kepala
- Leopold 4
Divergen
- Auskultasi
Bising usus (+) normal, denyut jantung janin (DJJ) 149 x/menit
Diagnosis
G1P0A0 U 30 tahun Hamil 40 + 4 minggu dengan kala I memanjang
Diagnosis banding
-
Terapi
- Observasi tiap 1 jam (KU,DJJ dan VT)
- Infus RL 20 tpm
- O2 4 liter per menit
- Edukasi untuk dilakukan rujuk ke RS

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Persalinan lama, yang disebut juga dengan istilah distosia secara umum
memaksudkan persalinan yang abnormal atau sulit.4 Sementara itu, WHO
secara lebih spesifik mendefinisikan persalinan lama (prolonged
labor/partus lama) sebagai proses persalinan yang berlangsung lebih dari
24 jam. Waktu pemanjangan proses persalinan yang dimaksud adalah
penambahan antara kala I dan kala II persalinan. Dalam penentuan batas
waktu, terdapat varias sebuah sumber yang menyatakan bahwa batasan
waktu dalam penentuan partus lama adalah 18 jam.

B. Insidensi
Berdasarkan penelitian di Rumah Sakit Park Land, Amerika
Serikat, pada tahun 2007, didapatkan bahwa hanya sekitar 50 persen ibu
dengan janin presentasi kepala yang mengalami partus spontan fisiologi.
Lima puluh persen lainnya, perlu mendapatkan intervensi untuk pelahiran.
Baik intervensi medismaupun intervensi bedah. Tingginya tingkat partus
abnormal ini juga menunjukkan tingginya tingkat persalinan lama.
Persalinan lama yang kadang juga disebut distosia, di Amerika Serikat
distosia merupakan indikasi dilakukannya Sectio caesarea emergensi pada
68% pasien yang menjalani operasi seksio sesar primer.

C. Etiologi dan Faktor Resiko


Penyebab distosia, secara ringkas dapat dinyatakan sebagai
kelainan yang disebabkan oleh 3 faktor yang disebut 3 P, yaitu powers,
passenger dan pelvis. Powers mewakili kondisi gangguan kontraktilitas
uterus, bisa saja kontraksi yang kurang kuat atau kontraksi yang tak
terkoordinasi dengan baik sehingga tidak mampu menyebabkan pelebaran
bukaan serviks. Dalam kelompok ini, juga termasuk lemahnya dorongan

1
volunter ibu saat kala II. Passengger mewakili kondisi adanya kelainan
dalam presentasi, posisi atau perkembangan janin. Passage memaksudkan
kelainan pada panggul ibu atau penyempitan pelvis.

D. Klasifikasi
Adapun distosia/persalinan lama sendiri dapat dibagi berdasarkan
pola persalinannya. Kelainan dalam pola persalinan secara umum dibagi
menjadi tiga kelompok. Yaitu kelainan pada kala I fase laten yang disebut
fase laten memanjang, kelainan pada kala I fase aktif dan kelainan pada
kala II yang disebut kala II memanjang. Secara lebih rinci, kelainan pada
kala I fase aktif terbagi lagi menjadi 2, menurut pola persalinannya. Jenis
kelainan pertama pada kala I fase aktif disebut protraction disorder.
Kelainan kedua, disebut arrest disorder.
Selain klasifikasi berdasarkan fase persalinan yang mengalami
pemanjangan, beberapa literatur juga mengelompokkan persalinan yang
lebih lama menjadi dua kelompok utama, yaitu disproporsi sefalopelfik
(cephalopelvic disproportion/CPD) dan kelompok lainnya adalah failure
to progress. Kelompok pertama memaksudkan lamanya persalinan yang
memanjang disebabkan oleh faktor pelvis ataupun faktor janin. Sementara
pada kelompok kedua disebabkan secara murini oleh gangguan kekuatan
persalinan.

E. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya partus lama, dapat diterangkan dengan
memahami proses yang terjadi pada jalan lahir saat akhir kehamilan dan
saat akhir persalinan. Dengan memahaminya, kita dapat mengetahui dan
memperkirakan faktor apa saja yang menyebabkan terhambatnya
persalinan. Pada akhir kehamilan, kepala janin akan melewati jalan lahir,
segmen bawah rahim yang cukup tebal dan serviks yang belum membuka.
Jaringan otot di fundus masih belum berkontraksi dengan kuat. Setelah
pembukaan lengkap, hubungan mekanis antara ukuran kepala janin, posisi

1
dan kapasitas pelvis yang disebut proporsi fetopelvik (fetopelvic
proportion), menjadi semakin nyata seraya janin turun. Abnormalitas
dalam proporsi fetopelvik, biasanya akan semakin nyata seraya kela II
persalinan dimulai. Penyebab persalinan lama dibagi menjadi dua
kelompok utama, yaitu disfungsi uterus murni dan diproporsi fetoplevis.
Namun pembagian ini terkadang tidak dapat digunakan karena kedua
kelainan tersebut terkadang terjadi bersamaan.

F. Gambaran Klinik
Gambaran Klinik dari persalinan lama dapat dijelaskan
berdasarkan fase persalinan yang mengalami pemanjangan.
a) Fase Laten Memanjang
Friedman mengembangkan konsep tiga tahap fungsional pada
persalinan untuk menjelaskan tujuan-tujuan fisiologis persalinan.
Walaupun pada tahap persiapan (preaptory division) hanya terjadi
sedikit pembukaan serviks,cukup banyak perubahan yang terjadi pada
komponen jaringan ikat serviks. Tahap pembukaan/dilatasi
(dilatational division) adalah saat pembukaan paling cepat
berlangsung. Tahap panggul (pelvic division) berawal dari fase
deselerasi pembukaan serviks. Mekanisme klasik persalinan yang
melibatkan gerakan-gerakan dasr janin pada presentasi kepala seperti
masuknya janin ke panggul, fleksi, putaran paksi dalam, ekstensi dan
putaran paksi luar terutama berlangsung dalam fase panggul. Namun
dalam praktik, awitan tahap panggul jarang diketahui dengan jelas.

1
Gambar 1. Perjalanan Persalinan Normal

Pola pembukaan serviks selama tahap persiapan dan pembukaan


persalinan normal adlah kurva sigmoid. Dua fase pembukaan serviksa
adalah fase laten yang sesuai dengan tahap persiapan dan fase aktif
yang sesuai dengan tahap pembukaan. Friedman membagi lagi fase
aktif menjadi fase akselerasi, fase lereng (kecuraman) maksimum, dan
fase deselerasi.

2
Gambar 2 Urutan rata-rata kurva pembukaan serviks pada persalinan
nulipara

Awitan persalinan laten didefinisikan sebagai saat ketika ibu mulai


merasakan kontraksi yang teratur.Selama fase ini, orientsi kontraksi
uterus berlangsung bersama pendataran dan pelunakan serviks. Kriteria
minimum Friedman untuk fase laten ke dalam fase aktif adalah
kecepatan pembukaan serviks 1,2 jam bagi nulipara dan 1,5 cm untuk
ibu multipara. Kecepatan pembukaan serviks ini tidak dimulai pada
pembukaan tertentu. Friedman dan Sachtleben mendefinisikan fase
laten berkepanjangan sebagai apabila lama fase ini lebih dari 20 jam
pada nulipara dan 14 jam pada multipara.
Faktor-faktor yang mempengaruhi durasi fase laten antara lain
adalah anestesia regional atau sedasi yang berlebihan, keadaan serviks
yang buruk (misal: tebal, tidak mengalami pendataran atau tidak
membuka) dan persalinan palsu. Friedman mengklaim bahwa istirahat
atau stimulasi oksitosin sama efektif ndan amannya dalam dalam
memperbaiki fase laten berkepanjangan. Istirahat lebih disarankan

2
karena persalinan palsu sering tidak disadari. Karena adanya
kemungkinan persalinan palsu tersebut, amniotomi tidak dianjurkan.

b) Fase Aktif Memanjang


Kemajuan peralinan pada ibu nulipara memiliki makna khusus
karena kurva-kurva memperlihatkan perubahan cepat dalam
kecuraman pembukaan serviks antara 3-4 cm. Dalam hal ini, fase aktif
persalinan dari segi kecepatan pembukaan serviks tertinggi. Secara
konsistensi berawal dari saat pembukaan serviks 3-4 cm atau lebih,
diserati kontraksi uterus, dapat secara meyakinkan digunakan sebagai
batas awal persalinan aktif. Demikian pula kurva-kurva ini
memungkinkan para dokter mengajukan pertanyaan, karena awal
persalinan dapat secara meyakinkan didiagnosis secara pasti, berapa
lama fase aktif harus berlangsung.
Kecepatan pembukaan yang dianggap normal untuk persalinan
pada nulipara adalah 1,2cm/jam, maka kecepatan normal minimum
adalh 1,5 cm/jam. Secara spesifik, ibu nulipara yang masuk ke fase
aktif dengan pembukaan 3 – 4 cm dapat diharapkan mencapai
pembukaan 8 sampai 10 cm dalam 3 sampai 4 jam. Pengamatan ini
mungkin bermanfaat. Sokol dan rekan melaporkan bahwa 25%
persalinan nulipara dipersulit kelainan fase aktif, sedangkan pada
multigravida angkanya adalah 15%.
Memahami analasisi Friedman mengenai fase aktif bahwa
kecepatan penurunan janin diperhitungkan selain kecepatan
pembukaan serviks, dan keduanya berlangsung bersamaan. Penurunan
dimulai pada saat tahap akhir dilatasi aktif, dimulai pada pembukaan
sekitar 7-8 cm. Friedman membagi lagi masalah fase aktif menjadi
gangguan protraction (berkepanjangan/berlarut-larut) dan arest
(macet, tak maju).
Ia mendefinisikan protraksi sebagai kecepatran pembukaan atau
penurunan yang lambat, yang untuk nulipara, adalah kecepatan

2
pembukaan kurang dari 1,2 cm/jam atau penurunan kurang dari 1 cm
per jam. Untuk multipara, protraksi didefinisikan sebagai kecepatan
pembukaan kurang dari 1,5 cm per jam atau penurunan kurang dari 2
cm per jam. Sementar itu, ia mendefinisikan arrest sebagai
berhentinya secara total pembukaan atau penurunan. Kemacetan
pembukaan didefinisikan sebagai tidak adanya perbahan serviks dalam
2 jam, dan kemacetan penurunan sebagai tidak adanya penurunan janin
dalam 1 jam.
Prognosis kelainan berkepanjangan dan macet ini cukup berbeda,
dimana disproporsi sepalopelvik terdiagnosa pada 30% dari ibu dengan
kelainan protraksi. Sedangkn disproporsi sefalopelfik terdiagnosa pada
45% ibu dengan persalinan macet. Ketertkaitan atau faktor lain yang
berperan dalam persalinan yang berkepanjangan dan macet adalah
sedasi berlebihan, anestesi regional dan malposisi janin. Pada
persalinan yang berkepanjang dan macet, Friedman menganjurkan
pemeriksaan fetopelvik untuk mendiagnosis disproporsi sefalopelvik.
Terapi yang dianjurkan untuk persalinan yang berke3panjangan adalah
penatalaksanaan menunggu, sedangkan oksitosin dianjurkan untuk
persalinan yang macet tanpa disproporsi sefalopelvik.
Untuk membantu mempermudah diagnosa kedua kelainan ini,
WHO mengajukan penggunaan partograf dalam tatalksana persalinan.
Dimana berdasarkan partograf ini, partus lama dapat didagnosa bila
pembukaan serviks kurang dari 1cm/ jam selama minimal 4 jam.
Sementara itu, American College of Obstetrician and Gynecologists
memiliki kriteria diagnosa yang berbeda,. Kriteria diagnosa tersebut
ditampilkan pada tabel 2.1 dibawah ini.

2
c) Kala Dua Memanjang
Tahap ini berawal saat pembukaan serviks telah lengkap dan
berakhir dengan keluarnya janin. Median durasinya adalah 50 menit
unutk nulipara dan 20 menit untuk multipara. Pada ibu dengan paritas
tinggi yang vagina dan perineumnya sudah melebar, dua atau tiga kali
usaha mengejan setelah pembukaan lengkap mungkin cukup untuk
mengeluarkan janin sebaliknya pada seorang ibu, dengan panggul
sempit atau janin besar, atau denan kelainan gaya ekspulsif akibat
anestesia regional atau sedasi yang berat, maka kala dua dapat
memanjang. Kala II pada persalinann nulipara dibatasi 2 jam dan
diperpanjang sampai 3 jam apabila menggunakan anestesi regional.
Untuk multipara 1 jam diperpanjang menjadi 2 jam pada penggunaan
anestesia regional.

G. Diagnosis
Adapun kriteria diagnosa dari tiap klasifikasi persalinan lama dan
terapi yang disarnkan ditampilkan pada tabel 2.2 dibawah ini.

2
2
Tabel 2.2 Klasifikasi persalinan lama berdasarkan pola persalinannya

Selain kriteria diatas, terdapat pula sebuah alat bantu yang dapat mebantu dalam
mempermudah diagnosa persalinan lama. Alat bantu tersebut adalah partograf.
Partograf terutama membantu dalam pengawasan fase aktif persalinan. Kedua enis
gangguan dalam fase aktif dapat didagnosa dengan melihat grafik yang terbentuk
pada partograf. Protraction disorder padafase aktif (partus lama) dapat didagnosa
bila bila pembukaan serviks kurang dari 1cm/ jam selama minimal 4 jam.
Sedangkan arrest disorder (partus macet) didiagnosa bila tidak terjadi
penambahan pembukaan serviks dalam jangka waktu 2 jam maupun penurunan
kepala janin dalam jangka waktu 1 jam. yang telah dit Adapun contoh gambaran
partograf untuk mendiagnosa persalinan lama (protraction disorder) ditampilkan
pada gambar 2.3, sementara persalinan macet atau partus tak maju (arrest
disorder) diperlihatkan pada gambar 2.4.

2
Gambar 2.3 Kelainan protraksi pada fase aktif persalinan (partus lama)

Gambar 4 Arrest disorder pada fase aktif persalinan (partus tak maju/ macet)

H. Tatalaksana
Prinsip utama dalam penatalaksanaan pada pasien dengan
persalinan lama adalah mengetahui penyebab kondisi persalinan lama itu
sendiri. Persalinan lama adalah sebuah akibat dari suatu kondisi patologis.

2
Pada akhirnya, setelah kondisi patologis penyebab persalinan lama telah
ditemukan, dapat ditentukan metode yang tepat dalam mengakhiri
persalinan. Apakah persalinan tetap dilakukan pervaginam, atau
akandilakukan per abdominam melalui seksio sesarea.
Secara umum penyebab persalinan lama dibagi menjadi dua
kelainan yaitu disproporsi sefalopelvik dan disfungsi uterus (gangguan
kontraksi). Adanya disproporsi sefalopelvik pada pasien dengan persalinan
lamamerupakan indikasi utnuk dilakukannya seksio sesarea. Disproporsi
sefalopelvik dicurigai bila dari pemeriksaan fisik diketahui ibu memiliki
faktor risiko panggul sempit (misal: tinggi badan < 145 cm, konjugata
diagonalis < 13 cm) atau janin diperkirakan berukuran besar (TBBJ >
4000gram, bayi dengan hidrosefalus, riwayat berat badan bayi sebelumnya
yang > 4000 gram). Bila diyakini tidak ada disproporsi sefalopelvik, dapat
dilakukan induksi persalinan.
Pada kondisi fase laten berkepanjangan, terapi yang dianjurkan
adalh menunggu. Hal ini dikarenakan persalinan semu sering kali
didiagnosa sebagai fase laten berkepanjangan. Kesalahan diagnosa ini
dapat menyebabkan induksi atau percepatan persalinan yang tidak perlu
yang mungkin gagal. Dan belakangan dapat menyebabkan seksio sesaria
yang tidak perlu. Dianjurkan dilakukan observasi selama 8 jam. Bila his
berhenti maka ibu dinyatakan mengalami persalinan semu, bila his
menjadi teratur dan bukaan serviks menjadi lebih dari 4 cm maka pasien
dikatakan berada dalam fase laten. Pada akhir masa observasi 8 jam ini,
bila terjadi perubahan dalam penipisan serviks atau pembukaan serviks,
maka pecahkan ketuban dan lakukan induksi persalinan dengan oksitosin.
Bila ibu tidak memasuki fase aktif setelah delapan jam infus oksitosin,
maka disarankan agar janin dilahirkan secara seksio sesarea.
Pada kondisi fase aktif memanjang, perlu dilakukan penentuan
apakah kelainan yang dialami pasien termasuk dalam kelompok
protraction disorder (partus lama) atau arrest disorder (partus tak maju).
Bila termasuk dalam kelompok partus tak maju, maka besar kemungkinan

2
ada disproporsi sefalopelvik. Disarankan agar dilakukan seksion sesarea.
Bila yang terjadi adalah partus lama, maka dilakukan penilaian kontraksi
uterus. Bila kontraksi efisien (lebih dari 3 kali dalam 10 menit dan
lamanya lebih dari 40 detik), curigai kemungkinan adanya obstruksi,
malposisi dan malpresentasi. Bila kontraksi tidak efisien, maka
penyebabnya kemungkinan adalah kontraksi uterus yang tidak adekuat.
Tatalaksana yang dianjurkan adalah induksi persalinan dengan oksitosin.
Pada kondisi Kala II memanjang, perlu segera dilakukan upaya
janin. Hal ini dikarenakan upaya pengeluaran janin yang dilakukan oleh
ibu dapat meningkatkan risiko berkurangnya aliran darah ke plasenta.
Yang pertama kali harus diyakini pada kondisi kala II memanjang adalah
tidak terjadi malpresentasi dan obstruksi jalan lahir. Jika kedua hal
tersebut tidak ada, maka dapat dilakukan percepatan persalinan dengan
oksitosin. Bila percepatan dengan oksitosin tidak mempengaruhi
penurunan janin, maka dilakukan upaya pelahiran janin. Jenis upaya
pelahiran tersebut tergantung pada posisi kepala janin. Bila kepala janin
teraba tidak lebih dari 1/5 diatas simfisis pubis atau ujung penonjolan
kepala janin berada di bawah station 0, maka janin dapat dilahirkan
dengan ekstraksi vakum atau dengan forseps. Bila kepala janin teraba
diantara 1/5 dan 3/5 diatas simfisi pubis atau ujung penonjolan tulang
kepala janin berada diantara station ) dan station -2, maka janin dilahirkan
dengan ekstraksi vakum dan simfisiotomi. Namun jika kepala janin teraba
lebih dari 3/5 diatas simfisi pubis atau ujung penonjolan tulang kepala
janin berada diatas station -2, maka janin dilahirkan secara seksio sesaria.

I. Komplikasi
Persalinan lama dapat menimbulkan konsekuensi, baik bagi ibu
maupun bagi anak yang dilahirkan. Adapun komplikasi yang dapat terjadi
akibat persalinan lama antara lain adalah:

2
a) Infeksi Intrapartum
Infeksi adalah bahaya serius yang mengancam ibu dan janinnya pada
partus lama, terutama bila disertai pecahnya ketuban. Bakteri dalam
cairan amnion menembus amnion dan menginvasi desidua serta
pembuluh korion sehingga terjadi bakteremia dan sepsis pada ibu dan
janin. Pneumonia pada janin, akibat as[irasi cairan amnion yang
terinfeksi adalah konsekuensi serius lainnya. Pemeriksaan serviks
dengan jari tangan akan memasukkan bakteri vagina ke dalam uterus.
Pemeriksaan ini harus dibatasi selama persalinan, terutama apabila
terjadi persalinan lama.

b) Ruptura Uteri
Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan bahaya
serius selama partus lama, terutama pada ibu dengan paritas tinggi dan
pada mereka dengan riwayat seksio sesarea. Apabila disproporsi antara
kepala janin dan panggul semakin besar sehingga kepala tidak
engaged dan tidak terjadi penurunan, segmen bawah uterus dapat
menjadi sangat teregang kemudian dapat menyebabkan ruptura. Pada
kasus ini, mungkin terbentuk cincin retraksi patologis yang dapat
diraba sebagai sebuah krista transversal atau oblik yang berjalan
melintang di uterus antara simfisi dan umbilikus. Apabila dijumpai
keadaan ini, diindikasikan persalinan perabdominam segera.
Tipe yang paling sering adalah cincin retraksi patologis Bandl,
yaitu pembentukan cincin retraksi normal yang berlebihan. Cincin ini
sering timbul akibat persalinan yang terhambat disertai peregangan dan
penipisan berlebihan segmen bawah uterus. Pada situasi semacam ini,
cincin dapat terlihat jelas sebagai suatu identasi abdomen dan
menandakan akan rupturnya seegmen bawah uterus. Pada keadaan ini,
kadang-kadang dapat dilemaskan dengan anestesia umum yang sesuai
dan janin dilahirkan secara normal, tetapi kadang-kadang seksio

3
sesarea yang dilakukan dengan segera menghasilkan prognosis yang
lebih baik.
c) Pembentukan Fistula
Apabila bagian terbawah janin menekan kuat pintu atas panggul,
tetapi tidak maju untuk jangka waktu yang cukup lama, jalan lahir
yang terletak diantaranya dan dninding panggul dapat mengalami
tekanan yang berlebihan. Karena gangguan sirkulasi, dapat terjadi
nekrosis yang akan jelas dalam beberapa hari setelah melahirkan
dengan timbulnya fistula vesikovaginal, vesikorektal atau rektovaginal.
Umumnya nekrosis akibat penekanan ini pada persalinan kala dua
yang berkepanjangan. Dahulu pada saat tindakan operasi ditunda
selama mungkin, penyulit ini sering dijumpai, tetapi saat ini jarang ,
kecuali di negara-negara yang belum berkembang.
d) Cedera Otot-otot Dasar Panggul
Suatu anggapan yang telah lama dipegang adalah bahwa cedera
otot-otot dasar panggul atau persarafan atau fasi penghubungnya
merupakan konsekuensi yang tidak terelakkan pada persalinan
pervaginam, terutama apabila persalinannya sulit.saat kelahiran bayi,
dasar panggul mendapatkan tekanan langsung dari kepala janin dan
tekanan ke bawah akibat upaya mengejan ibu. Gaya-gaya ini
meregangkan dan melebarkan dar panggul, sehingga terjadi perubahan
anatomik dan fungsional otot, saraf dan jaringan ikat. Terdapat
semakin besar kekhawatiran bahwa efek-efek pada otot dasar panggul
selama melahirkan ini akan menyebabkan inkontinensia urin dan alvi
serta prolaps organ panggul.
e) Kaput Suksedaneum
Apabila panggul sempit, sewaktu persalinan sering terjadi kaput
suksedaneum yang besar di bagian terbawah kepala janin. Kaput ini
dapat berukuran cukup besar dan menyebabkan kesalahan diagnosis
yang serius. Kaput dapat hempir mencapai dasar panggul sementara
kepala belum engaged. Dokter yang kurang berpengalaman dapat

3
melakukan upaya secara prematur dan tidak bijak untuk melakukan
ekstraksi forceps.
f) Molase Kepala Janin
Akibat tekanan his yang kuat, lempeng-lempeng tulang tengkorak
saling bertumpang tindih satu sama lain di sutura-sutura besar, suatu
proses yang disebut molase (molding, moulage). Perubahan ini
biasanya tidak menimbulkan kerugian yang nyata. Namun, apabila
distorsi yang terjadi mencolok, molase dapat menyebabkan ribekan
tentorium, laserasi pembuluh darah janin dan perdarahan intrakranial
pada janin.

J. Prognosis
Friedman melaporkan bahwa memanjangnya fase laten tidak memperburuk
mortalitas dan morbiditas janin ataui ibu, namun Chelmow dkk membantah
anggapan bahwa pemanjangan fase laten tidak berbahaya.

3
DAFTAR PUSTAKA
1. BKKBN. Survey Demografi Kesehatan Indonesia. 2012.
Jakarta:BKKBN;2012. Angka Kematian Ibu.
2. WHO, UNICEF, UNFPA, and The World Bank Estimates.Trends in Maternal
Mortality:1990-2010.Geneva:WHO;2012.
3. Shehadeh, Awad. Elderly Primigravida and Pregnancy Outcome. J Res Med
Sci. 2012; 9(2):8-11.
4. Rochjati, Poedji.Skrining Antenatal Pada Ibu Hamil.Surabaya:Airlangga
University Press;2013.
5. Prawirohardjo, Sarwono.Ilmu Kebidanan.Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo;2015.
6. Manuaba, Ida Ayu Candranita, dkk.Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan
KB.Jakarta:EGC;2010.
7. Adam, R.T., Srisupundtt, K., T.Tonsong .Short Stature as an Independent
Risk Factor for Cephalopelvic Disproportion in a Country of Relatively Small
Sized Mother.Arch Gynecol Obstet 285:1513-1516.2012.
8. Nicole Essex, Holly.Which Women are at an Increased Risk of Operative
Birth in the UK. (Tesis).New York:The University of York.2011.
9. Dev Raj, A., Rabi, B., Amuda, P., Edwin, V.T., C. Glyn.Factors Associated
With Teenage Pregnancy in South Asia.HSJ.GR.2010;4(1):3-14.
10. Mansjoer Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Jakarta:Media
Aesculapius;2010.
11. Cunningham, F.Gary, dkk.Obstetri William.Jakarta:EGC;2016.
12. Mochtar, Rustam.Sinopsis Obstetri.Jakarta:EGC;2013.
13. W.Sudoyo, Aru, dkk.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
III.Jakarta:Departemen Ilu Penyakit Dalam FKUI;2015.
14. Abdat, Amirah umar.Hubungan Antara Paritas Ibu dengan Kejadian Plasenta
Previa di Rumah Sakit Dr.Moewardi Surakarta(Skripsi).Surakarta:Universitas
Sebelas Maret Surakarta.2010.
15. Saifudin, Abdul Bahri.Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka;2010.

3
3

Anda mungkin juga menyukai